PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menjelang Ajal adalah peristiwa dari pengalaman manusia yang bersifat universal dan
unik secara individual. Hidup adalah serangkaian kehilangan dan pencapaian. Seorang anak
yang mulai berjalan mencapai kemandiriannya dengan mobilitas. Seorang lansia dengan
perubahan visual dan pendengaran mungkin kehilangan keterandalan dirinya. Kematian suatu
bagian kehidupan yang takdapat dihindari dan bagian yang paling sulit untuk diterima. Setiap
orang meninggal dengan unit dan oleh karenanya harus dirawat secara unit; karena itu
perawat harus mengembangkan dan mempertahankan hubungan kebutuhan-perseptif positif
dengan pasien dan keluarga yang akan memungkinkan pasien meninggal dalam keadaan
nyaman dan dengan terhormat.
Perawat adalah profesi yang difokuskan pada perawatan individu, keluarga, dan
masyarakat sehingga mereka dapat mencapai, mempertahankan, atau memulihkan kesehatan
yang optimal dan kualitas hidup dari lahir sampai mati. Peran perawat sangat komprehensif
dalam menangani pasien karena peran perawat adalah membimbing rohani pasien yang
merupakan bagian integral dari bentuk pelayanan kesehatan dalam upaya memenuhi
kebutuhan biologis-psikologis-sosiologis-spritual (APA, 1992 ), karena pada dasarnya setiap
diri manusia terdapat kebutuhan dasar spiritual ( Basic spiritual needs, Dadang Hawari,
1999 ). Pentingnya bimbingan spiritual dalam kesehatan telah menjadi ketetapan WHO yang
menyatakan bahwa aspek agama (spiritual) merupakan salah satu unsur dari pengertian
kesehataan seutuhnya (WHO, 1984). Oleh karena itu dibutuhkan perawat untuk memenuhi
kebutuhan spritual pasien. Karena peran perawat yang komprehensif tersebut pasien
senantiasa mendudukan perawat dalam tugas mulia mengantarkan pasien diakhir hayatnya,
sehingga perawat dapat bertindak sebagai fasilisator (memfasilitasi) agar pasien tetap
melakukan yang terbaik seoptimal mungkin sesuai dengan kondisinya.
Banyak masalah legal melingkupi peristiwa kematian, meliputi definisi dasar dari titik
yang aktual dimana seseorang dipertimbangkan meninggal. Hukum mengidentifikasi
kematian terjadi ketika ada penurunan fungsi otak yang hebat, selain fungsi organ yang
lainnya. Ketika klien tidak mengizinkan pemberi pelayanan kesehatan untuk mencoba
menyalamatkan hidup mereka, fokus perawat harus menjadi tujuan perawatan versus
penyembuhan. Pada situasi lain yang melibatkan kematian, perawat memiliki tugas legal
yang khusus. Misalnya, perawat memiliki kewajiban hukum untuk menjaga orang yang
meninggal secara bermartabat. Penanganan yang salah untuk orang yang meninggal dapat
membahayakan emosional bagi orang yang selamat.
Asuhan keperawatan klien dengan menjelang ajal untuk meraih kembali martabatnya
dapat menjadi salah satu penghargaan terbesar keperawatan. Perawat dapat berbagi
penderitaan klien menjelang ajal dan mengintervensi dalam cara meningkatkan kualitas
hidup. Klien menjelang ajal harus dirawat dengan respek dan perhatian. Peningkatan
Kenyamanan bagi klien menjelang ajal termasuk pengenalan dan peredaan distres
psikobiologis. Perawat memberi berbagai tindakan penenangan bagi klien sakit terminal.
Kontrol nyeri terutama penting karena nyeri mengganggu tidur, nafsu makan, mobilitas, dan
fungsi psikologis. Higiene personal adalah bagian rutin dari mempertahankan kenyamanan
klien dengan penyakit terminal. Klien mungkin pada akhirnya bergantung pada perawat atau
keluarganya untuk pemenuhan kebutuhan dasarnya.
1.2 Rumusan Masalah
1.Apa konsep teori pasien kebutuhan menjelang ajal?
2. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien kebutuhan menjelang ajal?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui konsep teori pasien kebutuhan menjelang ajal
2. Mengetahui Asuhan Keperawatan pada pasien menjelang ajal
1.4 Manfaat
Dapat
melaksanakan
asuhan
keperawatan
yang
bersifat
kuratif
paliatif,
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 konsep teori menjelang ajal
A. Pengertian Menjelang Ajal
1. Menjelang ajal
Menjelang ajal ( dying ) secara etimologi berasal dari kata dien yang berarti
mendekati kematian. Dengan kata lain ,dying adalah proses ketika individu semakin
mendekati akhir hayatnya atau disebut proses kematian. Kondisi ini biasanya
disebabkan oleh sakit yang parah / terminal, atau oleh kondisi lain yang berujung pada
kematian individu. Saat menjelang ajal, perawat harus mengetahui bahwa dalam
menjelang ajal pasien meninggal damai dan bermatabat.
B. Tahap-tahap Menjelang Ajal.
Kubler-Rosa (1969), telah menggambarkan atau membagi tahap-tahap menjelang ajal
(dying) dalam 5 tahap, yaitu :
1. Menolak (Denial)
Pada tahap ini klien tidak siap menerima keadaan yang sebenarnya terjadi dan
menunjukkan reaksi menolak. Dimulai ketika orang disadarkan bahwa ia akan
meninggal dan dia tidak dapat menerima informasi ini sebagai kebenaran dan bahkan
mungkin mengingkarinya. Reaksi pertama setelah mendengar, bahwa penyakitnya
diduga tidak dapat disembuhkan lagi adalah, "Tidak, ini tidak mungkin terjadi dengan
saya." Penyangkalan ini merupakan mekanisme pertahanan yang biasa ditemukan
pada hampir setiap pasien pada saat pertama mendengar berita mengejutkan tentang
keadaan dirinya. Hampir tak ada orang yang percaya, bahwa kematiannya sudah
dekat, dan mekanisme ini ternyata memang menolong mereka untuk dapat mengatasi
shock khususnya kalau peyangkalan ini periodik. Normalnya, pasien itu akan
memasuki masa-masa pergumulan antara menyangkal dan menerima kenyataan,
sampai ia dapat benar-benar menerima kenyataan, bahwa kematian memang harus ia
hadapi.
2. Marah (Anger)
3
mereka akan dapat menerima kenyataan, bahwa kematian sudah dekat, sehingga
mereka mulai kehilangan kegairahan untuk berkomunikasi dan tidak tertarik lagi
dengan berita dan persoalan-persoalan di sekitarnya. Pasien-pasien seperti ini
biasanya membosankan dan mereka seringkali dilupakan oleh teman-teman dan
keluarganya, padahal kebutuhan untuk selalu dekat dengan keluarga pada saat- saat
terakhir justru menjadi sangat besar.
C. Tipe-tipe Perjalanan Menjelang Kematian.
Ada 4 type dari perjalanan proses kematian, yaitu :
1. Kematian yang pasti dengan waktu yang diketahui, yaitu adanya perubahan yang
cepat dari fase akut ke kronik.
2. Kematian yang pasti dengan waktu tidak bisa diketahui, baisanya terjadi pada kondisi
penyakit yang kronik.
3. Kematian yang belum pasti, kemungkinan sembuh belum pasti, biasanya terjadi pada
pasien dengan operasi radikal karena adanya kanker.
4. Kemungkinan mati dan sembuh yang tidak tentu, terjadi pada pasien dengan sakit
kronik dan telah berjalan lama.
D. Tanda-tanda Klinis Menjelang Ajal.
Kehilangan Tonus Otot, ditandai :
1. Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi turun.
2. Kesulitan dalam berbicara, proses menelan dan hilangnya reflek menelan.
3. Penurunan kegiatan traktus gastrointestinal, ditandai: nausea, muntah, perut
kembung, obstipasi dan sebagainya.
4. Penurunan control spinkter urinari dan rectal.
5. Gerakan tubuh yang terbatas.
E. Ciri-ciri Menjelang Ajal
1. Pasien kurang rensponsif.
2. Fungsi tubuh melambat.
3. Pasien berkemih dan defekasi secara tidak sengaja.
4. Rahang cenderung jatuh.
5. Pernafasan tidak teratur dan dangkal.
6. Sirkulasi melambat dan ektremitas dingin, nadi cepat dan melemah.
7. Kulit pucat.
8. Mata memelalak dan tidak ada respon terhadap cahaya.
9. Suhu tubuh rendah/ badan terasa dingin
10. Kelemahan otot
11. Gelisah
12. Suka Bicara
13. Merasa sedih
5
tentang
kondisinya
atau
prognosisnya
dan
pasien
dapat
mengekspresikan perasaan-perasaannya.
b. Pada Fase Marah atau anger.
Biasanya pasien akan merasa berdosa telah mengekspresikan perasaannya
yang marah. Perawat perlu membantunya agar mengerti bahwa masih me rupakan
hal yang normal dalam merespon perasaan kehilangan menjelang kamatian. Akan
lebih baik bila kemarahan ditujukan kepada perawat sebagai orang yang dapat
dipercaya, memberikan ras aman dan akan menerima kemarahan tersebut, serta
meneruskan asuhan sehingga membantu pasien dalam menumbuhkan rasa aman.
c. Pada Fase Menawar.
Pada fase ini perawat perlu mendengarkan segala keluhannya dan mendorong
pasien untuk dapat berbicara karena akan mengurangi rasa bersalah dan takut
yang tidak masuk akal.
d. Pada Fase Depresi.
Pada fase ini perawat selalu hadir di dekatnya dan mendengarkan apa yang
dikeluhkan oleh pasien. Akan lebih baik jika berkomunikasi secara non verbal
yaitu duduk dengan tenang disampingnya dan mengamati reaksi-reaksi non verbal
dari pasien sehingga menumbuhkan rasa aman bagi pasien.
e. Pada Fase Penerimaan.
Fase ini ditandai pasien dengan perasaan tenang, damai. Kepada keluarga dan
teman-temannya dibutuhkan pengertian bahwa pasien telah menerima keadaanya
dan perlu dilibatkan seoptimal mungkin dalam program pengobatan dan mampu
untuk menolong dirinya sendiri sebatas kemampuannya.
2. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Fisiologis :
a. Kebersihan Diri.
Kebersihan dilibatkan untuk mampu melakukan kerbersihan diri sebatas
kemampuannya dalam hal kebersihan kulit, rambut, mulut, badan dan sebagainya.
b. Mengontrol Rasa Sakit.
Beberapa obat untuk mengurangi rasa sakit digunakan pada klien dengan sakit
terminal, seperti morphin, heroin, dsbg. Pemberian obat ini diberikan sesuai
dengan tingkat toleransi nyeri yang dirasakan klien. Obat-obatan lebih baik
diberikan Intra Vena dibandingkan melalui Intra Muskular atau Subcutan, karena
kondisi system sirkulasi sudah menurun.
c. Membebaskan Jalan Nafas.
Untuk klien dengan kesadaran penuh, posisi fowler akan lebih baik dan
pengeluaran sekresi lendir perlu dilakukan untuk membebaskan jalan nafas,
sedangkan bagi klien yang tida sadar, posisi yang baik adalah posisi sim dengan
dipasang drainase dari mulut dan pemberian oksigen.
d. Bergerak.
Apabila kondisinya memungkinkan, klien dapat dibantu untuk bergerak,
seperti: turun dari tempat tidur, ganti posisi tidur untuk mencegah decubitus dan
dilakukan secara periodik, jika diperlukan dapat digunakan alat untuk menyokong
tubuh klien, karena tonus otot sudah menurun.
e. Nutrisi.
7
Eliminasi.
Karena adanya penurunan atau kehilangan tonus otot dapat terjadi konstipasi,
inkontinen urin dan feses. Obat laxant perlu diberikan untuk mencegah konstipasi.
Klien dengan inkontinensia dapat diberikan urinal, pispot secara teratur atau
dipasang duk yang diganjti setiap saat atau dilakukan kateterisasi. Harus dijaga
kebersihan pada daerah sekitar perineum, apabila terjadi lecet, harus diberikan
salep.
g. Perubahan Sensori.
Klien dengan dying, penglihatan menjadi kabur, klien biasanya menolak atau
menghadapkan kepala kearah lampu atau tempat terang. Klien masih dapat
mendengar, tetapi tidak dapat atau mampu merespon, perawat dan keluarga harus
bicara dengan jelas dan tidak berbisik-bisik.
3. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Sosial.
Klien dengan dying akan ditempatkan diruang isolasi, dan untuk memenuhi
kebutuhan kontak sosialnya, perawat dapat melakukan:
a. Menanyakan siapa-siapa saja yang ingin didatangkan untuk bertemu dengan klien
dan didiskusikan dengan keluarganya, misalnya: teman-teman dekat, atau anggota
keluarga lain.
b. Menggali perasaan-perasaan klien sehubungan dengan sakitnya dan perlu
diisolasi.
c. Menjaga penampilan klien pada saat-saat menerima kunjungan kunjungan temanteman terdekatnya, yaitu dengan memberikan klien untuk membersihkan diri dan
merapikan diri.
d. Meminta saudara atau teman-temannya untuk sering mengunjungi dan mengajak
orang lain dan membawa buku-buku bacaan bagi klien apabila klien mampu
membacanya.
4. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Spiritual.
a. Menanyakan kepada klien tentang harapan-harapan hidupnya dan rencana-rencana
klien selanjutnya menjelang kematian.
8
b. Menanyakan kepada klien untuk mendatangkan pemuka agama dalam hal untuk
memenuhi kebutuhan spiritual.
c. Membantu dan mendorong klien untuk melaksanakan kebutuhan spiritual sebatas
kemampuannya.
b)
c)
d)
e)
g)
h)
i)
j)
b. Faktor Psikologis
Perawat harus peka dan mengenali kecemasan yang terjadi pada pasien
terminal, harus bisa mengenali ekspresi wajah yang ditunjukan apakah sedih, depresi,
atau marah. Problem psikologis lain yang muncul pada pasien antara lain
ketergantungan, kehilangan harga diri dan harapan. Perawat harus mengenali tahaptahap menjelang ajal.
c. Faktor Sosial
Perawat harus mengkaji bagaimana interaksi pasien selama menjelang ajal,
karena pada kondisi ini pasien cenderung menarik diri, mudah tersinggung, tidak
ingin
berkomunikasi,
dan
sering
bertanya
tentang
kondisi
penyakitnya.
1. Ketakutan
Intervensi umum
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Rasional
1. perasaan aman akan meningkat ketika individu bercermin dari individu lain
yang telah berhasil mengatasi situasi menakutkan yang serupa
2. individu pendukung dan mekanisme koping merupakan sarana yang penting
untuk mengurangi kecemasan
3. meminimalkan stimulus lingkungan dapat membantu mengurangi ketakutan
4. dialog yang jujur dan terbuka dapat membantu upaya pemecahan masalah
yang konstruktif dan dapat memberikan harapan
5. aktivitas fisik membantu mengarahkan dan meredakan ketegangan.
2. Keputusasaan berhubungan dengan penyakit terminal
Intervensi umum:
1. bantu klien mengidentifikasi dan mengungkapkan perasaanya
2. dengarkan klien dengan saksama dan perlakukan ia sebagai seorang individu
11
3.
4.
5.
6.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Menjelang ajal adalah proses ketika individu semakin mendekati akhir hayatnya atau
disebut proses kematian. Kematian adalah suatu pengalaman tersendiri, dimana setiap
individu akan mengalami atau menghadapinya seorang diri, sesuatu yang tidak dapat
dihindari, dan merupakan suatu kehilangan.
Tahap-tahap Menjelang Ajal, yaitu :Menolak (Denial), Marah (Anger), Menawar
(Bargaining), Kemurungan (Depresi), dan Menerima atau Pasrah (Acceptance). Tipe-tipe
Perjalanan Menjelang Kematian: Kematian yang pasti dengan waktu yang diketahui,
Kematian yang pasti dengan waktu tidak bisa diketahui, Kematian yang belum pasti, dan
Kemungkinan mati dan sembuh yang tidak tentu.Tanda-tanda Klinis Menjelang Kematian,
ditandai :Relaksasi otot muka , Kesulitan dalam berbicara, Penurunan kegiatan traktus
gastrointestinal, dan Gerakan tubuh yang terbatas. Ciri-ciri menjelang ajal adalah Pasien
kurang rensponsif, Fungsi tubuh melambat, Pasien berkemih dan defekasi secara tidak
sengaja, Rahang cenderung jatuh, Pernafasan tidak teratur dan dangkal, Sirkulasi melambat
dan ektremitas dingin, nadi cepat dan melemah, Kulit pucat, Mata memelalak dan tidak ada
respon terhadap cahaya, Suhu tubuh rendah/ badan terasa dingin, Kelemahan otot, Gelisah,
Suka Bicara, Merasa sedih, Tidak menerima keadaan.
Macam tingkat Kesadaran atau Pengertian dari Pasien dan Keluarganya terhadap
Kematian: Closed Awareness atau Tidak Mengerti, Matual Pretense/Kesadaran/Pengertian
yang Ditutupi, dan Open Awareness atau Sadar akan keadaan dan Terbuka. Bantuan yang
dapat Diberikan adalah Bantuan Emosional, Bantuan Memenuhi Kebutuhan Fisiologis, dan
Bantuan Memenuhi Kebutuhan Spiritual. Asuhan keperawatan menjelang ajal yaitu:
13
Pengkajian (pemeriksaan head to toe dan faktor-faktor fisik, Psikologis, sosial dan spiritual),
Diagnosa, perencanaan dan implementasi, dan evaluasi.
3.2 Saran
Sebagai perawat kita harus memberikan pelayanan yang terbaik bagi pasien, salah satunya
saat pasien menjelang ajal. Kita sebagai perawat harus selalu mengingatkan pasien kepada
Tuhan sebagai Maha Pencipta dan meningal secara damai dan bermartabat.
14
Daftar Pustaka
A.Aziz Alimul H, Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia, Buku 1, Penerbit Salemba Medika,
Jakarta.
Brooker, Chris. (2008). Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta :EGC
Erik. 2009. Konsep Pasien Terminal. in www.erik-acver-qincai.blogspot.com.
Hidayat, Azis Alimul. 2008. Keterampilan Dasar Praktik Klinik untuk Kebidanan. Jakarta:
Salemba Medika
Juall,Lynda,Carpenito
Moyet.
(2003).Buku
Saku
Diagnosis
Keperawatan
edisi
10.Jakarta:EGC
Kozier, 1991, Fundamentals of Nursing; Concepts, Process and Practice. Edisi 4,
Penerbit Buku Kedokteran, EGC Jakarta
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3, cet.1 Jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapius
Mubarak, Wahid Iqbal dan Chayatin, Nurul. 2007. Buku Ajar KDM Teori dan Aplikasi.
Jakarta: EGC
Potter & Perry, 2006, Buku Ajar Fundamental Keperawatan ; Konsep, Proses dan
Praktik, Penerbit Buku Kedokteran EGC Jakarta.
Rahmi, Nur. 2013. http://nurrahmiar.blogspot.com/2013/04/askep-kehilangan.html.
Smith, Jane. 2010. http://cuitycuitytea.blogspot.com/2012/10/asuhan-keperawatan-padapasien-terminal.html
Suseno, Tutu April. 2004. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan, Kematian
dan Berduka dan Proses keperawatan. Jakarta: Sagung Seto.
Tucker, Susan Martin dkk.1998. Standar Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
15
16