Anda di halaman 1dari 3

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI CARA SETIAP INDIVIDU MERESPON KEHILANGAN.

Ada beberapa factor yang mempengaruhi setiap individu dalam merespon kehilangan. Karakteristik
personal termasuk usia, jenis kelamin, setatus social ekonomi, yang hilang, karakteristik kehilangan,
keyakinan cultural, dan spiritual, system pendukung, dan potensi pencapaian tujuan mempengaruhi
respon terhadap kehilangan.

• Karakteristik Personal
Usia. Usia memainkan peran dalam pengenalan dan reaksi individu yerhadap kehilanga. Respon anak
beragam sesuai dengan usia, pengalaman kehilangan sebelumnya, hubungan dengan yang
meninggal, kepribadian, persepsi tentang kehilangan, makna tertentu dari kehilangan yang mereka
miliki dan yang terpenting respon kelarga mereka terhadap kehilangan. Meskipun anak-anak
mungkin tidak memahami konsep kematian karena usia mereka, mereka tetap mengembangkan
persepsi tentang apa makna kehilangan bagi mereka. Anak-anak mungkin merasa bersalah karena
tetap hidup, tetap sehat, atau mempunyai permintaan untuk kematian orang yang mereka cintai
(Wheeler 7 pike,1993).
Dewasa muda menghubungkan kehilangan signifikasinya terhadap status, peran, dan gaya hidup.
Kehilangan pekerjaan, perceraiandan kerusakan fisik menyebabkan dukacita lebih mendalam dan
mengan cam keberhasilan. Konsep dewasa muda tentang kematian sebagian besar merupakan
produk dari keyakinan keagamaan dan cultural. Kematian seorang dewasa muda terutama sekali
dipandang sebagai hal yang tragis oleh masyarakatkarena kematian tersebut adalah kehilangan
kehidupan seseorang yang disadari sbg suatu potensi. Kehilangan seseorang yang mempunyai
hubungan dekat menyebabkan ancaman bermakna terhadap gaya hidup. Setiap kehilangan
pekerjaaan atau kemampuan untuk melakukan pekerjaan menyebabkan duka cita yang sangat besar
bagi orag dewasa.
Lansia mengalami kepenumpukan kedukaan akibat dari banyak perubahan. Lansia sering takut
tentang kejadoan sekitar kematian melebihi kematian itu sendiri. Mereka mungkin merasa kesepian,
isolasi, kehilangan peran social, penyakit yang berkepanjangan dan kehilangan determinasi diri dan
jati diri sebagai sesuatu yang lebih buruk dari kematian(Rando, 1986, Kastenbaum, 1991).
Peran jenis kelamin. Reaksi kehilangn dipengaruhi oleh harapan social tentang peran pria dan
wanita. Dalam banyak budaya di Amerika Serikat dan Kanada,umunya lebiah sulit bagi pria
disbanding dengan wanita untuk mengespresikan dukacita secara terbuka. Pria dan wanita
melekatkan makna berbeda terhadap bagian tubuh, fungsi, hubungan interpersonal, dan benda.
Pendidikan dan status sosioekonomi. Kehilanhgan adalah universal, dialami oleh setiap orang
apapun status ekonominya.Umunyan, kekurangan sumber financial, pendidikan atau keteramoilan
pekerjaan memperbesar tuntutan kepada pihak yang mengalmi dukacita.

• Sifat hubungan

Pepatah mengatakan bahwa kehilangan orang tua berarti kehilanga masa lalu, kehilangan pasangan
berati kehilangan masa kini dan kehilangan anak berarti kehilangan masa depan. Litelatur
mendukung keyakinan bahwa kehilangan akan menciptakan respon kehilangn yang paling dalam
(Saunders, 1992). Reaksi terhadap kehilangan di pengaruhi oleh kualitas hubungan. Makna
hubungan pada hubungan duka akan mempengaruhi respon dukacita, apakah kehilangan tersebut
akibat kematian, perpisahan atu bercerai. Hubungan yang ditandai dengan ambivalen yang ekstrem
lebih sulit untuk diselesaikan dibandingkan hubungan yang normal.
Salah satu peristiwa yang paling memyulitkan dalam hidup aslah kehilangan pasangan. Kehilangan
pasangan dapat menyebabkan pasangannya menjadi kurang terampil dalam menghadapi tangung
jawab keseluruhan. Kehilangna pasangan juga menimbulkan kesulitan bagi pasangan yang
ditinggalkan untuk membina hubungan baru atau untuk mempertahankan hubungan yang
sebelumnya sudah terbina atau dibentuk bersama.

• Sistem pendukung social


Vasibilitas kehilanga, seperti kehilanga rumah akibat bencana alam, sering memunculkan dukungan
dari sumber yang tidak diperkirakan. Vasibilitas kehlangan, seperti deformitas wajah, dapat
menyebabkan kehilangan dukungan dari teman atau keluarga sehinga menambah proses kehilangan
tersebut. Seperti seorang anggota keluarga yang dipenjara atau kematian pasangan gay-nya, sering
mengalami kurang dukungan dari teman atau keluarganya. Kurangnya dukungan biasanya
menyebabkan kesulitan dalm keberhasilan resolusi berduka (Rando, 1991).
Ketepata waktu dalam pemberian dukungan sangat penting. Dukungan harus tersedia ketika klien
yang berduka melalui proses berkabung. Berbagai pengalaman dengan individu yang pernah
berkabung dan pendukung bermanfaat sebagai dukungan yang dibutuhkan. Namun, bahkan ketika
hal ini di berikan, umunya klien yang berduka belum dapat memanfaatkan kesempatan tersebut.
• Keyakinan spiritual dan budaya
Nilai, sikap, keyakinan, dan kebiasaan adalah aspek cultural yang mempengaruhi reaksi terhadap
kehilangan, dukacita, dan kematian. Latar belakang budaya dan dinamika keluarga mempengaruhi
pengekspresian berduka. Seseorang mungkin akan menemukan dukungan, ketenangan dan makna
dalam kehilangan melalui keyakinan-keyakinan spiritual. Bagi sebagian klien kehilangan
menimbulkan pertanyaan tentang makna hidup, nilai pribadi, dan keyakinan. Secara khas hal ini di
tunjukan dengan respon”mengapa saya?” Konflik internal mengenai keyakinan keagamaan dapat
juga terjadi.

H. DUKACITA, BERKABUNG, DAN KEHILANGAN KARENA KEMATIAAN

Kehilangan karena kematian adalah suatu keadaan pikiran, perasaan, dan aktivitas yang mengikuti
kehilangan. Keadaan ini mencakup duka cita dan berkabung. Dukacita adalah proses mengalami
psikologis, social dan fisik terhadap kehilangan yang dipersepsikan(Rando, 1991). Dukacita
merupakan respon individu atau reaksi emosi dari kehilangan dan terjadi karena kehilangan seperti :
kehilangan hak, kehilangan hak hidup, menuju kematian. Berkabung adalah keadaan berduka yang
ditunjukkan selama individu melewati reaksi berduka, seperti mengabaikan keadaan kesehatan
secara ekstrim. Berkabung merupakan proses yang mengikuti suatu kehilangan dan mencakup
berupaya untuk melewati dukacita.
Proses dukacita dan berkabung bersifat mendalam, internal, menyedihkan dan
berkepanjangan.Tujuan duka cita adalah untuk mencapai fungsi yang lebih efektif dengan
mengintekgrasikan kehilangan kedalam pengalaman hidup klien. Worden (1982), empat tugas
dukacita yang memudahkan penyesuaian yang sehat terhadap kehilangan , dan Harper (1987)
merancang tugas dalam akronim”TEAR”.
1. T: Untuk menerima realitas dari kehilangan
2. E; Mengalmi kepedihan akibat kehilangan
3. A: Menyesuaikan lingkungan yang tidak lagi mencakup orang, benda atau aspek diri yang hilang
4. R: Memberdayakan kembali energy emosional kedalam hubungan yang baru.
Tugas ini tidak terjadi pada urutan yang khusus. Pada kenyataanya orang yang berduka mungkin
melewati keempat tugas tersebut secara bersamaan atau hanya satu atau dua yang menjadi
preoritas.
Dukacita adaptif termasuk proses berkabung, koping, interaksi, perencanaan, dan pengenalan
psikososial. Hal ini dimulai dalam merespons terhadap kesadaran tentang suatu ancaman kehilangan
dan pengenalan tentang kehilangan yang berkaitan dengan masa lalu, saat ini, dan masa dating.
Dukacita adaptif terjadi pada mereka yang menerima diagnosis yang mempunyai efek jangka
panjang terhadap fungsi tubuh, seperti pada lupus eritomatosus sistemik.
Dukacita terselubung terjadi ketika seseorang mengalami kehilangan yang tidak dapat dikenali, rasa
berkabung yang luas, atau didukung secara social. Dukacita mungkin terselubung dalam situasi
dimana hubungan antara berduka dan meninggalkan tidak didasarkan pada ikatan keluarga yang
dikenal.
Seseorang dapat tumbuh dari pengalaman kehilangan melalui keterbukaan, dorongan dari orang
lain, dan dorongan yang adekuat. Dalam kasus lain kehilangan itu sendiri tidak didefinisikan secara
secara social sebagai sesuatu yang signifikan, seperti halnya kematian perinatal, aborsi, atau
adopsi.Kehilangan hewan peliharaan mungkin dipandang sebagai sesuatu yang signifikan.

Anda mungkin juga menyukai