Anda di halaman 1dari 8

“ISU END OF LIFE DI KEPERAWATAN KRITIS”

(Intensive Care Unit Section A)


Kelompok 8 :

Woran, Reividi
Rondonuwu, Chicilia
Engka, Tesalonika
Hermanus, Reysita Inri
Wagey, Ervina Putri
Ohy, Eslin Saskia

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS KLABAT
AIRMADIDI TA 2020
A. PENGERTIAN END OF LIFE
End of Life merupakan salah satu tindakan yang membantu meningkatkan kenyamanan
seseorang yang mendekati akhir hidup (Ichykyo, 2016).
End of life bertujuan untuk membantu orang hidup dengan sebaik-baiknya dan meninggal
dengan bermartabat (Curie,2014).
End of life care adalah salah satu kegiatan yang membantu memberikan dukungan
psikososial dan spiritual (Putranto,2015).
Jadi dapat di simpulkan bahwa End of Life care merupakan tindakan keperawatan yang
memfokuskan kepada orang-orang yang telah berada di akhir hidupnya, tindakan ini
bertujuan untuk membuat orang hidup dengan sebaik-baiknya selama sisa hidupnya dan
meninggal dengan bermartabat.

B. ETIKA DALAM PERAWATAN END OF LIFE


Dalam proses pengambilan keputusan yang terkait dengan masalah end of life, terdapat
beberapa prinsip etika yang harus ditekankan, yaitu :

1. Nonmaleficience
Yaitu memastikan pasien terhindar dari bahaya baik itu fisik maupun emosional.

2. Beneficience
Yaitu melakukakn sesuatu yang baik terhadap pasien dan menguntungkan seperti
mendengarkan keluhan pasien dengan penuh perhatian, memperlakukan pasien seperti
manusia seutuhnya, dan terus berusaha meringankan beban pasien baik itu fisik, psikologis,
sosial dan spiritual.

3. Autonomy
Yaitu pasien memiliki hak tentang pengambilan keputusan terkait perawatan dengan
menggunakan inform konsen yang menekankan terhadap hak atas kerahasian, privasi, dan
hak untuk menolak pengobatan.

C. PERAN PERAWAT DALAM END OF LIFE


1. Pembimbing spiritual pasien
Bimbingan spiritual yang di maksudkan adalah bimbingan rohani dengan
membacakan doa-doa sesuai dengan agama pasien. Menurut pendapat Kozier, ddk. (2010),
bahwa perawat memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa kebutuhan spiritual
pasien diberikan baik melalui intervensi langsung ataupun dengan mengatur akses terhadap
individu yang dapat memberikan perawatan spiritual.

2. Komunikator
Peran sebagai komunikator dilakukan baik terhadap pasien, keluarga, maupun
terhadap dokter. Berkomunikasi dengan keluarga pasien yaitu untuk menjelaskan kondisi
pasien dan memberikan dukungan emosional. Dan salah satu aspek penting dalam
menyediakan dukungan untuk anggota keluarga dari pasien menjelang ajal adalah dengan
melibatkan penggunaan komunikasi terapeutik yang dapat dilakukan dalam memfasilitasi
ekspresi perasaan mereka.

3. Fasilitator
Salah satu bentuk bentuk peran perawat sebagai fasilitator adalah perawat
memberikan waktu kunjungan yang lebih lama bagi keluarga pasien sehingga pasien dan
keluarganya memiliki lebih banyak waktu kebersamaan. Penelitian menyebutkan bahwa
menyedihkan apabila membiarkan pasien meninggal dalam keadaan tanpa di damping oleh
keluarga. Ketika pasien tidak mempunyai keluarga dalam menghadapi akhir kehidupannya
maka di situlah perawat menunjukan perannya untuk mendampingi pasien.

4. Pemberi dukungan emosional pada keluarga pasien


Penelitian Wright, Bourbonnias, Bratjtman, Gagnon. (2011), menunjukann bahwa
kepuasan yang di dapatkan perawat saat merawat pasien dan keluarga dalam perawatan akhir
hidup adalah dengan hadir mendampingi keluarga dan memberikan dukungan melewati fase
tersebut.

D. PALLIATIVE CARE
Menurut WHO, palliative care merupakan pendekatan untuk meningkatkan kualitas
hidup pasien dan keluarga dalam menghadapi masalah yang berkaitan dengan masalah yang
mengancam jiwa, melalui pencegahan dan menghentikan penderitaan dengan identifikasi dan
penilaian dini, penangnanan nyeri dan masalah lainnya, seperti fisik, psikologis, sosial dan
spiritual (WHO, 2017).
Dalam menjalankan peran dan fungsi perawat dalam palliative care, perawat harus
menghargai hak-hak pasien dalam menentukan pilihan, memberikan kenyamanan pasien dan
pasien merasa bermartabat yang sudah tercermin didalam rencana asuhan keperawatan. Hal-
hal yang berkaitan dengan pasien harus dikomunikasikan oleh perawat kepada pasien dan
keluarga yang merupakan standar asuhan keperawatan yang profesional.
Berdasarkan National Consensus Project For Quality Palliative Care (NCP, 2013)
pedoman praktek klinis untuk perawat palliative dalam meningkatkan kualitas pelayanan
palliative terdiri dari 8 domain, yaitu :
1. Structure and proses of care
2. Physical Aspect Of Care
3. Physical Aspect Of Care
4. Social Aspect Of Care
5. Spiritual, Religious, And Existential Aspect Of Care
6. Culture Aspect Of Care
7. Care Of The Patient At End of life
8. Ethical And Legal Aspect Of Care
Dalam palliative care juga di sebutkan ada perawatan kepada pasien menjelang ajal pada
point yang ketujuh yaitu Care Of The Patient At End of life merupakan cara yang dilakukan
untuk menggali lebih dalam tentang kesiapan menghadapi kematian dan duka cita setelah
kematian bagi keluarga yang ditinggalkan (De Roo et al., 2013).
Adapun panduan bagi perawat apaliatif sebagai berikut:
a. Perawat hospice dan perawat palliative harus mampu mengenali tanda dan gejala
kematian pasien, keluarga dan komunitas ini harus dikomunikasikan dan
didokumentasikan.
b. Semua perawat harus mampu menjamin kenyamanan pada akhir kehidupan.
c. Semua perawat harus meninjau kembali ritual budaya, agama, dan adat dalam
menghadapi kematian pasien.
d. Semua perawat harus mampu memberikan dukungan pasca kematian pada keluarga
yang ditinggalkan.
e. Semua perawat harus mampu merawat jenazah sesuai dengan budaya, adat dan agama
pasien (Ferrell, 2015).

E. TEORI KEPERAWATAN PEACEFUL END OF LIFE


Konsep Mayor dari Teori ini ada 5 hal yang dapat menjadi panduan dalam melakukan
perawatan pada pasien terminal. Konsep itu adalah :

1. Terbebas dari Nyeri


Bebas dari penderitaan atau gejala disstres adalah hal yang utama diinginkan pasien dalam
pengalaman EOL (The Peaceful End Of Life).

2. Pengalaman Menyenangkan
Nyaman /perasaan menyenangkan didefinisikan secara inclusive oleh Kolcaba, sebagai
kebebasan dari ketidaknyamanan, keadaan tentram dan damai, dan apapaun yang membuat
hidup terasa menyenangkan.

3. Pengalaman martabat (harga diri) dan kehormatan


Di konsep ini memasukkan ide personal tentang nilai, sebagai ekspresi dari prinsip
etik otonomi atau rasa hormat untuk orang, yang mana pada tahap ini individu diperlakukan
sebagai orang yang menerima hak otonomi, dan mengurangi hak otonomi orang sebagai awal
untuk proteksi.

4. Merasakan Damai
Damai adalah “perasaan yang tenang, harmonis, dan perasaan puas, (bebas) dari
kecemasan, kegelisahan, khawatir, dan ketakutan”.

5. Kedekatan untuk kepentingan lainnya


Kedekatan adalah perasaan menghubungkan antara orang atau siapapun dia dengan orang
yang menerima pelayanan end of life. Ini melibatkan kedekatan fisik dan emosi yang di
ekspresikan dengan kehangatan, dan hubungan yang dekat (intim).

F. LIMA TAHAPAN MENJELANG KEMATIAN


Elisabeth Kuebler-Ross dalam bukunya “On death and Dying” mengamati bahwa
kematian adalah suatu proses. Dalam proses itu, pasien cenderung mengalami lima tahap
pergolakan emosional tertentu, yang disingkat menjadi DABDA: Denial, Anger, Bargaining,
Depression, Acceptance. Perlu diingat bahwa kelima tahap itu bukanlah suatu proses
kronologis yang progresif karena bisa terjadi kasus “overlapping” (berada di dua tahap
sekaligus) atau “progresi dan regresi” (maju dan mundur) atau stagnasi (jalan di tempat).
Namun bila dirawat dan dipersiapkan dengan baik, pasien bisa melewati kelimanya hingga
akhirnya menghembuskan nafasnya dengan tenang (acceptance).
Kelima tahap tersebut yaitu :
1. Denial & Shock (penyangkalan & Kaget).
2. Anger (Marah)
3. Bergaining (Barter/Tawar-menawar)
4. Depression (Sedih/Murung)
5. Acceptance (Penerimaan)

G. ISU END OF LIFE


1. Konsep Do Not Resusitation (DNR)
Do Not Resusitation atau jangan lakukan resusitasi merupakan suatu tindakan dimana
dokter menempatkan sebuah instruksi berupa informed concent yang telah disetujui oleh
pasien ataupun keluarga pasien di dalam rekam medis lain untuk tidak melakukan resusitasi
jantung paru (RJP) atau Cardiopulmonary resucitation (CPR) pada pasien.
DNR diindikasikan jika seseorang dengan penyakit terminal atau kondisi medis serius
tidak akan menerima CPR ketika jantung atau nafasnya terhenti.
American Heart Associaation (AHA) mengganti istilah DNR dengan istilah DNAR (Do
Not Attempt Resuscitate) yang artinya suatu perintah untuk tidak mencoba usaha resusitasi
jika memang tidak perlu dilakukan. Sedangkan DNR mengisyaratkan bahwa resusitasi yang
dilakukan akan berhasil jika kita berusaha.

Tahap Do Not Resusitation (DNR)


a. Sebelum menulsi form DNR, dokter harus mendiskusikannya dengan pasien atau
keluarga ataupun seseorang yang berperan penting dalam pengambilan keputusan.
Dan semua yang didiskusikan harus di dokumentasikan dalam rekam medic.
b. Mengisi form DNR.
c. Di tandatangani oleh pasien atau oleh pembuat keputusan yang dipercaya oleh pasien
jika pasien tidak dapat membuat atau berkomunikasi kepada petugas kesehatan.
d. Dan juga di tandatangani oleh dokter yang menegaskan bahwa pasien akan diakui
secara hukum keputusan perawatan kesehatannya ketika telah memberikan
persetujuan instruksi DNR.

Peran Perawat dan Pelaksana DNR


a. Membantu dokter dalam memutuskan DNR sesuai dengan hasil pemeriksaan kondisi
pasien.
b. Memberikan informasi bersama dengan dokter mengenai kondisi pasien dan rencara
diagnose DNR.
c. Perawat sebagai Care Giver yaitu perawat harus tetap memberikan perawatan pada
pasien DNR tidak bebeda dengan pasien lain pada umumnya.
d. Perawat sebagai Pendukung dan Advokasi pasien dapat bertindak sebagai penghubung
dan juru bicara atas nama pasien atau keluarga kepada tim medis.
e. Perawat sebagai Pemberi Edukasi kepada pasien dan keluarga tentang keputusan yang
mereka ambil.

Dilema Etik
Di Indonesia, kebijakan DNR sudah lama di terapkan namun masih menjadi dilemma
bagi tenaga medis termasuk perawat. Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.519/MenKes/Per/Iii?2011 tentang “Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Anestesiologi
dan Terapi Intensif di RS”, disebutkan didalamnya bahwa prosedur pemberian atau
penghentian bantuan hidup ditetapkan berdasarkan klasifikasi setiap pasien di ICU yaitu
semua bantuan kecuali RJP, dilakukan pada pasien dengan fungsi otak yang tetap ada tetapi
mengalami kegagalan jantung, paru atau organ lain, atau dalam tingkat akhir penyakit yang
tidak dapat disembuhkan.
Keputusan DNR dapat menimbulkan dilema psikis pada perawat di karenakan timbulnya
penolakan dari hati nurani perawat terhadap label DNR dan kondisi dilemma itu sendiri.

2. Euthanasia
Istilah euthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu eu dan thanatos. Kata eu berarti baik,
tanpa penderitaan dan thanatos berarti mati, maka dari itu dalam mengadakan euthanasia arti
sebenarnya bukan untuk menyebabkan kematian, akan tetapi untuk mengurangi atau
meringankan penderitaan orang yang sedang menghadapi kematiannya.
Indonesia memang belum mengatur secara spesifik dan tegas mengenai masalah
euthanasia dan hal ini masih menjadi perdebatan pada beberapa kalangan yang menyetujui
tentang euthanasia dan pihak yang tidak setuju tentang hal tersebut. Pihak yang menyetujui
tindakan euthanasia beralasan bahwa setiap manusia memiliki hak untuk hidup dan hak untuk
mengakhiri hidupnya dengan segera dan hal ini dilakukan dengan alasan yang cukup
mendukung, yaitu alasan kemanusiaan.
Dengan keadaan pasien yang tidak lagi memungkinkan untuk sembuh atau bahkan hidup,
maka ia dapat melakukan permohonan untuk segera diakhiri hidupnya. Sementara sebagian
pihak yang tidak memperbolehkan euthanasia beralasan bahwa setiap manusia tidak memiliki
hak untuk mengakhiri hidupnya karena masalah hidup dan mati adalah kekuasaan mutlak
Tuhan yang tidak bisa diganggu gugat oleh manusia. Secara umum, argumen pihak anti
euthanasia adalah kita harus mendukung seseorang untuk hidup, bukan menciptakan struktur
yang mengizinkan mereka untuk mati.

Bentuk Euthanasia
Terdapat juga pendapat dari Dr. R. Soeprono, yang membagi euthanasia empat bentuk
yaitu:
a. Euthanasia sukarela (Voluntary euthanasia).
Pasien meminta, memberi ijin atau persetujuan untuk menghentikan atau meniadakan
perawatan yang memperpanjang hidup.
b. Euthanasia terpaksa (Invulunturv eulfzunusiu)
Membiarkan pasien mati tanpa sepengetahuan si pasien sebelumnya dengan cara
menghentikan atau meniadakan perawatan yang memperpanjang hidup.
c. Mercy Killing sukarela (Volunturi Mercy Killing)
Dengan sepengetahuan dan persetujuan pasien diambil tindakan yang menyebabkan
kematian.
d. Mercy Killing terpaksa (Involunlari A1ercv Killing)
Tindakan sengaja di ambil tanpa sepengetahuan si pasien untuk mempercepat kematian.

Jenis Euthanasia
Euthanasia dikelompokkan dalam dua kelompok yaitu:
a. Euthanasia aktif, adalah perbuatan yang dilakukan secara aktif oleh dokter untuk
mengakhiri hidup pasien yang dilakukan secara medis.
b. Euthanasia pasif, adalah perbuatan menghentikan atau mencabut segala tindakan atau
pengobatan yang perlu untuk mempertahankan hidup pasien.

Dasar hokum dilakukannya Euthanasia


Ada beberapa pasal yang berkaitan atau dapat menjelaskandasar hokum dilakaukannya
euthanasia bagi orang atau keluarga yang mengajukan untuk dilakukan euthanasia:
a. Pasal 340 KUHP
Barang siapa yang dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa
orang lain, dihukum, karena pembunuhan direncanakan (moord), dengan hukuman mati atau
pejara selama-lamanya seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh
tahun.
b. Pasal 359
Barang siapa karena salahnya menyebabkan matinya orang, dihukum penjara
selamalamanya lima tahun atau kurungan selamalamanya satu tahun.
c. Pasal 345
Barang siapa dengan sengaja menghasut orang lain untuk membunuh diri, menolongnya
dalam perbuatan itu, atau memberikan daya upaya itu jadi bunuh diri, dihukum penjara
selama-lamanya empat tahun penjara.

Secara yuridis formal dalam hukum pidana positif di Indonesia hanya dikenal 2 bentuk
euthanasia, yaitu euthanasia yang dilakukan atas permintaan pasien atau korban itu sendiri
dan euthanasia yang dilakukan dengan sengaja melakukan pembiaran terhadap pasien/ korban
sebagaimana secara eksplisit diatur dalam Pasal 344 dan 304 KUHP.
a. Pasal 344 KUHP secara tegas menyatakan : (Moeljatno, 2005 : 116) “Barang siapa
merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan
dengan kesungguhan hati diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas
tahun”
b. Pasal 304 KUHP dinyatakan: “Barang siapa dengan sengaja menempatkan atau
membiarkan seorang dalam keadaan sengsara,padahal menurut hukum yang berlaku
baginya atau karena persetujuan dia wajib memberi kehidupan,perawatan atau
pemeliharaan kepada orang itu,diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun
delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”
REFERENSI
Dr.dr. C. H. Soejono, S.-K. (2015). Pedoman Penerapan Paliatif Dan Akhir Kehidupan (End
Of Life/EOL).

Dyer. (2015). What are End of Life and End of Life Care? Health Disease and Conditions.

Euggune, M., Ibrahim, K., & Agustina, H. R. (2014, April). Persepsi Perawat Neurosurgical
Critical Care Unit terhadap Perawatan Pasien Menjelang Ajal. Akademi Keperawatan
Bethesda, 2.

Fitria, C. N. (2010, Februari). PALLIATIVE CARE PADA PENDERTITA PENYAKIT


TERMINAL. 7.

Friedenberg, A., Levy, M., Ross, S., & Evans, L. (2011). Barriers to end of life care in the
Itensive Care Unit: Perceptions Vary by Level of training, dicipline, and institution.
Journal of Paliative Medicine, 4.

Hutagalung, S. (2019). Isu End of Life Keperawatan Kritis.

Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, a. S. (2010). Buku Ajar Fundamental
Keperawatan. In E. Wahyuningsih, D. yulianti, Y. Yuningsih, & d. A. Lusyana, Buku
ajar fundamental keperawatan : Konsep, proses dan praktik (Vol. 2). New Jersey:
EGC.

Pradjonggo, T. S. (2016, Juni). Suntik Mati (Euthanasia) Ditinjau dari Asoek Hukum Pidana
dan Hak Asasi Manusia di Indonesia. Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan, 56-63.

Prakoso, D., & Nirwanto D, A. (n.d.). Euthanasia Hak Asasi Manusia dan Hukum Pidana.

Ruland, C., & Moore, S. (n.d.). Nursing Theory Peacful End Of Life. TEXAS: Texas
University Health Sciences Center School Of Nursing.

Anda mungkin juga menyukai