Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH PENULISAN ILMIAH

KOMPRES DINGIN DALAM UPAYA PENURUNAN INTENSITAS


NYERI PADA PASIEN CLOSE FRAKTUR

Disusun Guna Memenuhi Penugasan Mata Kuliah Penulisan Ilmiah

Dosen Fasiliator: Ns. Anisa A’in, S.Kep,. M.Kep

Disusun oleh

Yana Eka Damayanti


NIM: 22011123

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN INSTITUT TEKNOLOGI


KESEHATAN DAN SAINS WIYATA HUSADA SAMARINDA 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas resume yang berjudul “Makalah
Penurunan Intensitas Nyeri pada Pasien Close Fraktur” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
Metodologi Penelitian. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang”Penurunan Nyeri pada Pasien Close Fraktur” bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga dapat menyelesaikan resume ini. Saya menyadari, makalah
yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan resume ini.

Samarinda, 23 Juni 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................................iii
BAB I...........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN........................................................................................................................1
BAB II..........................................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................................................3
BAB III......................................................................................................................................22
PENUTUP..................................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................23

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang baik karena trauma, tekanan
maupun karena adanya kelainan patologis (Damayanti, 2021)Fraktur dapat disebabkan
oleh adanya trauma langsung maupun trauma tidak langsung, diakibatkan oleh adanya
benturan pada lengan bawah yang menyebabkan fraktur tulang radius dan ulna
merupakan contoh dari trauma langsung. Jatuh bertumpu pada tangan yang
menyebabkan fraktur pada tulang klavikula atau radius distal merupakan contoh dari
trauma tidak langsung. Akibat dari trauma pada tulang tergantung pada jenis trauma,
kekuatan, dan arahnya. Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat
dapat menyebabkan fraktur dengan luka terbuka sampai ke tulang yang disebut fraktur
terbuka (Saputra, 2021) Fraktur tertutup (Closed), terjadi bila tidak terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih karena kulit masih
utuh tanpa komplikasi (Kusumaningrum, 2022)
Menurut data yang dihimpun Indonesia merupakan negara terbesar di Asia
Tenggara yang mengalami kejadian fraktur terbanyak sebesar 1,3 juta setiap tahunnya
dari jumlah penduudk yaitu berkisar 238 juta. Kasus fraktur di Indonesia mencapai
prevalensi sebesar 5,5% (Kemenkes, 2018) Fraktur pada ekstremitas bawah akibat dari
kecelakaan lalu lintas memiliki 2 prevalensi paling tinggi diantara fraktur lainnya yaitu
sekitar 46,2% dari 45.987 orang dengan kasus fraktur ekstremitas bawah akibat
kecelakaan lalu lintas (Noorisa et al., 2017) Fraktur yang terjadi di Bali menurut
Riskesdas tahun 2018 mencapai prevalensi hingga 7,5% (Maulidia & Saputra, 2022)
Fraktur apabila tidak ditangani dengan segera dapat menyebabkan komplikasi
antara lain kerusakan arteri, kompartemen syndrome, fat embolism syndrome, infeksi,
vaskuler nekrosis, syok (Ikawati, 2020) Fraktur merupakan ancaman potensial maupun
aktual terhadap integritas seseorang, sehingga akan mengalami gangguan fisiologis
maupun psikologis yang menimbulkan respon berupa nyeri. Nyeri tersebut merupakan
keadaan subjektif dimana seseorang memperlihatkan ketidaknyamanan secara verbal
maupun nonverbal. (Ikbal & Hidayat, 2018)
Dampak yang timbul pada pasien dengan fraktur yaitu dapat mengalami
perubahan pada bagian tubuh yang terkena cedera, merasakan cemas akibat rasa sakit
dan rasa nyeri yang dirasakan, resiko terjadinya infeksi, resiko perdarahan, gangguan

1
integritas kulit, serta berbagai masalah yang menganggu kebutuhan dasar lainnya.
Selain itu fraktur juga bisa menyebabkan kematian (Faruk, 2021)
Pasien fraktur mengalami nyeri yang merupakan pengalaman multidimensi
yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan.Mekanisme munculnya nyeri
dimulai dengan adanya stimulus nyeri. Stimulus-stimulus tersebut dapat berupa
biologis, zat kimia, panas, listrik serta mekanik. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan
impuls melalui serabut saraf perifer, lalu memasuki medula spinalis dan menjalani salah
satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai di dalam masa berwarna abu-abu di
medula spinalis. Pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel inhibitor, mencegah
stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke korteks
serebral, maka otak menginterprestasikan kualitas nyeri dan mempersepsikan nyeri
(Nurban, Rahmawati, Anwar, & Umar, 2020).
Manajemen untuk mengatasi nyeri dapat dibagi menjadi 2, yaitu manajemen
farmakologi dan manajemen non farmakologi. Manajemen farmakologi yaitu
manajemen yang berkolaborasi antara dokter dengan perawat, yang menekankan pada
pemberian obat yang mampu menghilangkan rasa nyeri. Sedangkan manajemen non
farmakologi merupakan manajemen untuk menghilangkan rasa nyeri dengan
menggunakan teknik relaksasi aromaterapi, kompres dingin maupun terapi musik
mozart
B. Tujuan
Tujuan umum
Untuk mengetahui menghilangkan rasa nyeri pada pasien close fraktur dengan
menggunakan teknik kompres dingin

Tujuan khusus

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam makalah ini
yaitu “Penurunan Intensitas Nyeri pada Pasien Close Fraktur”

2
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis
Memberikan pengetahuan dan pengalaman bagi penulis dalam menulis karya ilmiah
tentang terapi kompres dingin terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien close
fraktur.
2. Bagi Institut pelayanan kesehatan
Untuk menambah pengetahuan dan pemahaman secara umum dalam menerapkan terapi
kompres dingin pada pasien close fraktur.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Review Anatomi Fisiologis

Gambar 1 Anatomi Tulang

1. Anatomi
Tulang adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi
bentuk pada tubuh. Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang
mendukung dan melindungi organ lunak, tertutama dalam tengkorak
dan panggul. Tulang membentuk rangla penunjang dan pelindung bagi
tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakan
kerangka tubuh. Tulang juga merupakan tempat primer untuk
menyimpan dan mengatur kalsium serta fosfat
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi
tubuh dan tempat untuk melekatnya otot - otot yang menggerakan
kerangka tubuh. Tulang juga merupakan tempat primer untuk
menyimpan dan mengatur kalsium dan fhosfat. Tulang rangka orang
dewasa terdiri atas 206 tulang. Tulang adalah jaringan hidup yang akan
suplai syaraf dan darah. Tulang banyak mengandung bahan kristalin
anorganik (terutama garam - garam kalsium ) yang membuat tulang
keras dan kaku., tetapi sepertiga dari bahan tersebut adalah fibrosa yang

4
membuatnya kuat dan elastis (Faruk, 2021) Tulang ekstrimitas bawah
atau anggota gerak bawah dikaitkan pada batang tubuh dengan
perantara gelang panggul terdiri dari 31 pasang antra lain: tulang koksa,
tulang femur, tibia, fibula, patella, tarsalia, meta tarsalia, dan falang
(Faruk, 2021)
a) Tulang Koksa (tulang pangkal paha) OS koksa turut
membentuk gelang panggul, letaknya disetiap sisi dan di
depan bersatu dengan simfisis pubis dan membentuk
sebagian besar tulang pelvis.
b) Tulang Femur ( tulang paha) Merupakan tulang pipa dan
terbesar di dalam tulang kerangka pada bagian pangkal
yang berhubungan dengan asetabulum membentuk kepala
sendi yang disebut kaput femoris, disebelah atas dan
bawah dari kolumna femoris terdapat taju yang disebut
trokanter mayor dan trokanter minor. Dibagian ujung
membentuk persendian lutut, terdapat dua buah tonjolan
yang disebut kondilus lateralis dan medialis.Diantara dua
kondilus ini terdapat lakukan tempat letaknya tulang
tempurung lutut (patella) yang di sebut dengan fosa
kondilus.
c) Osteum tibialis dan fibularis (tulang kering dan tulang
betis) Merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah
tulang paha yang membentuk persendian lutut dengan OS
femur, pada bagian ujungnya terdapat tonjolan yang
disebut OS maleolus lateralis atau mata kaki luar. OS tibia
bentuknya lebih kecil dari pada bagian pangkal melekat
pada OS fibula pada bagian ujung membentuk persendian
dengan tulang pangkal kaki dan terdapat taju yang disebut
OS maleolus medialis. Agar lebih jelas berikut gambar
anatomi os tibia dan fibula.
d) Tulang tarsalia (tulang pangkal kaki) Dihubungkan
dengan tungkai bawah oleh sendi pergelangan kaki, terdiri
dari tulang-tulang kecil yang banyaknya 5 yaitu sendi
talus, kalkaneus, navikular, osteum kuboideum,
kunaiformi.

5
e) Meta tarsalia (tulang telapak kaki) Terdiri dari tulang-
tulang pendek yang banyaknya 5 buah, yang masing-
masing berhubungan dengan tarsus dan falangus dengan
perantara sendi. f. Falangus (ruas jari kaki) Merupakan
tulang-tulang pipa yang pendek yang masing-
masingterdiri dari 3 ruas kecuali ibu jari banyaknya 2
ruas, pada metatarsalia bagian ibu jari terdapat dua buah
tulang kecil bentuknya bundar yang disebut tulang bijian
(osteum sesarnoid).
2. Fisiologi
Sistem musculoskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan
peran dalam pergerakan.Sistem terdiri dari tulang sendi, rangka,
tendon, ligament, bursa, dan jaringan-jaringan khusus yang
menghubungkan struktur tersebut (Faruk, 2021)
Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga
jenis sel antara lain : osteoblast, osteosit dan osteoklas. Osteoblas
membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe 1 dan proteoglikan
sebagai matriks tulang dan jaringan osteoid melalui suatu proses yang
di sebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid ,
osteoblas mengsekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang
memegang peran penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat
kedalam matriks tulang, sebagian fosfatase alkali memasuki aliran
darah dengan demikian maka kadar fosfatase alkali di dalam darah
dapat menjadi indikator yang baik tentang tingkat pembentukan tulang
setelah mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis kanker ke
tulang. Ostesit adalah sel- sel tulang dewasa yang bertindak sebagai
suatu lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang
padat.Osteklas adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan
mineral dan matriks tulang dapat di absorbsi. Tidak seperti osteblas dan
osteosit, osteklas mengikis tulang. Sel-sel ini menghsilkan enzim-enzim
proteolotik yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang
melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke
dalam aliran darah. Secara umum fungsi tulang menurut (Faruk, 2021)
antara lain:

6
1. Sebagai kerangka tubuh. Tulang sebagai kerangka yang
menyokong dan memberi bentuk tubuh.
2. Proteksi Sistem musculoskeletal melindungi organ- organ
penting, misalnya otak dilindungi oleh tulang-tulang
tengkorak, jantung dan paru-paru terdapat pada rongga dada
(cavum thorax) yang di bentuk oleh tulang-tulang kostae (iga).
3. Ambulasi dan Mobilisasi Adanya tulang dan otot
memungkinkan terjadinya pergerakan tubuh dan perpindahan
tempat, tulang memberikan suatu system pengungkit yang di
gerakan oleh otot- otot yang melekat pada tulang tersebut ;
sebagai suatu system pengungkit yang digerakan oleh kerja
otot-otot yang melekat padanya.
4. Deposit Mineral Sebagai reservoir kalsium, fosfor,natrium,dan
elemen-elemen lain. Tulang mengandung 99% kalsium dan
90% fosfor tubuh.
5. Hemopoesis Berperan dalam bentuk sel darah pada red
marrow. Untuk menghasilkan sel-sel darah merah dan putih
dan trombosit dalam sumsum merah tulang tertentu.
B. Konsep Penyakit
1. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas dari struktur tulang, tulang
rawan dan lempeng pertumbuhan yang disebabkan oleh trauma dan non trauma.
Tidak hanya keretakan atau terpisahnya korteks, kejadian fraktur lebih sering
mengakibatkan kerusakan yang komplit dan fragmen tulang terpisah. Tulang
relatif rapuh, namun memiliki kekuatan dan kelenturan untuk menahan tekanan.
Fraktur dapat diakibatkan oleh cedera atau trauma langsung dan berupa trauma
tidak langsung, stres yang berulang, kelemahan tulang yang abnormal atau
disebut juga fraktur patologis (Saputra, 2021) Close fraktur adalah patah tulang
yang tidak menyebabkan robeknya kulit (Nurmala, 2022)
Jadi berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan close fraktur
adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan dan
lempeng pertumbuhan tulang yang disebabkan oleh trauma langsung maupun
tidak langsung, dan tidak menyebabkan robekan kulit.

7
2. Etiologi
Tekanan berlebihan atau trauma langsung pada tulang menyebabkan
suatu retakan sehingga mengakibatkan kerusakan pada otot dan jaringan.
Kerusakan otot dan jaringan akan menyebabkan perdarahan, edema, dan
hematoma. Lokasi retak mungkin hanya retakan pada tulang, tanpa
memindahkan tulang manapun. Fraktur yang tidak terjadi disepanjang tulang
dianggap sebagai fraktur yang tidak sempurna sedangkan fraktur yang terjadi
pada semua tulang yang patah dikenal sebagai fraktur lengkap (Yudianto et al.,
2022) Penyebab fraktur menurut (Muhebbi et al., 2019) dapat dibedakan
menjadi:
a) Cedera Traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh:
1) Cedera langsung adalah pukulan langsung terhadap tulang
sehingga tulang patah secara spontan
2) Cedera tidak langsung adalah pukulan langsung berada jauh
dari lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur
sehingga menyebabkan fraktur klavikulaFraktur yang
disebabkan kontraksi keras yang mendadak
b) Fraktur Patologik
Kerusakan tulang akibat proses penyakit dengan trauma minor
mengakibatkan:
1) Tumor tulang adalah pertumbuhan jaringan baru yang tidak
terkendali
2) Infeksi seperti ostemielitis dapat terjadi sebagai akibat infeksi
akut atau dapat timbul salah satu proses yang progresif
3) Rakhitis secara spontan disebabkan oleh stress tulang yang
terus menerus.
3. Patofisiologi

Patofisiologi fraktur menurut (Putri, 2021) fraktur biasanya


disebabkan karena cedera, trauma atau ruda paksa dimana penyebab utamanya
adalah trauma langsung yang mengenai tulang seperti kecelakaan mobil, olah
raga, jatuh atau latihan berat. Keparahan dari fraktur bergantung pada gaya
yang menyebabkan fraktur. Jika ambang fraktur suatu tulang hanya sedikit
terlewati, maka tulang mungkin hanya retak saja bukan patah. Selain itu fraktur
juga bisa akibat stress fatique (kecelakaan akibat tekanan berulang) dan proses

8
penyakit patologis. Perubahan fragmen tulang yang menyebabkan kerusakan
pada jaringan dan pembuluh darah mengakibatkan pendarahan yang biasanya
terjadi disekitar tempat patah dan kedalam jaringan lunak disekitar tulang
tersebut, maka dapat terjadi penurunan volume darah dan jika COP menurun
maka terjadilah perubahan perfusi jaringan. Selain itu perubahan perfusi perifer
dapat terjadi akibat dari edema di sekitar tempat patahan sehingga pembuluh
darah di sekitar mengalami penekanan dan berdampak pada penurunan perfusi
jaringan ke perifer.
Akibat terjadinya hematoma maka pembuluh darah vena akan
mengalami pelebaran sehingga terjadi penumpukan cairan dan kehilangan
leukosit yang berakibat terjadinya perpindahan, menimbulkan inflamasi atau
peradangan yang menyebabkan pembengkakan di daerah fraktur yang
menyebabkan terhambatnya dan berkurangnya aliran darah ke daerah distal
yang berisiko mengalami disfungsi neuromuskuler perifer yang ditandai dengan
warna jaringan pucat, nadi lemah, sianosis, kesemutan di daerah distal. Nyeri
pada fraktur juga dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau tertutup yang
mengenai serabut saraf sehingga menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri.
Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi neurovaskuler yang
menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu. Kerusakan
pembuluh darah kecil atau besar pada waktu terjadinya fraktur mengakibatkan
terjadinya perdarahan hebat yang menyebabkan tekanan darah menjadi turun,
begitu pula dengan suplai darah ke otak sehingga kesadaran pun menurun yang
berakibat syok hipovolemik. Ketika terjadi fraktur terbuka yang mengenai
jaringan lunak sehingga terdapat luka dan kman akan mudah masuk sehingga
kemungkinan dapat terjadi infeksi dengan terkontaminasinya dengan udara luar
dan lama kelamaan akan berakibat delayed union dan mal union sedangkan
yang tidak terinfeksi mengakibatkan non union.
Selain itu akibat dari kerusakan jaringan lunak akan menyebabkan
terjadinya kerusakan integritasa kulit. Sewaktu tulang patah, perdarahan
biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan kedalam jaringan lunak sekitar
tulang tersebut. Jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi
peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel- sel darah putih dan sel
mast berakumulasi sehingga menyebabkan peningkatan aliran darah ke tempat
tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Ditempat
patahan terbentuk fibrin (hematoma fraktur) yang berfungsi sebagai jala-jala

9
untuk melakukan aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru
imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru
mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati (Firdaus et al., 2021)
4. Klasifikasi
Penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis,
dibagi menjadi beberapa kelompok menurut (Jhonet et al., 2022) yaitu:
a) Berdasarkan tempat fraktur; femur, humerus, tibia, clavicula, ulna,
radius, cruris dan yang lainnya.
b) Berdasarkan komplit atau ketidak komplitan fraktur
5. Manifestasi Klinis

Menurut (Nadya & Soesanti, 2020) tanda dan gejala terjadinya fraktur antara
lain:
a) Deformitas
Pembengkaan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan deformitas
pada lokasi fraktur. Spasme otot dapat menyebabkan pemendekan
tungkai, deformitas rotasional, atau angulasi. Dibandingkan sisi yang
sehat, lokasi fraktur dapat memiliki deformitas yang nyata.
b) Pembengkakan
Edema dapat muncul segera, sebagai akibat dari akumulasi cairan
serosa pada lokasi fraktur serta ekstravasasi darah ke jaringan sekitar
c) Memar
Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur.
d) Spasme otot
Spasme otot involuntar berfungsi sebagai bidai alami untuk mengurangi
gerakan lebih lanjut dari fragmen fraktur.
e) Nyeri
Jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu mengiringi
fraktur, intensitas dan keparahan dari nyeri akan berbeda pada masing-
masing klien. Nyeri biasanya terus-menerus, meningkat jika fraktur
dimobilisasi. Hal ini terjadi karena spasme otot, fragmen fraktur yang
bertindihan atau cedera pada struktur sekitarnya.
f) Ketegangan
Ketegangan diatas lokasi fraktur disebabkan oleh cedera yang terjadi.
g) Kehilangan fungsi 

10
Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan fraktur atau
karena hilangnya fungsi pengungkit lengan pada tungkai yang terkena.
Kelumpuhan juga dapat terjadi dari cedera saraf.
h) Gerakan abnormal dan krepitasi
Manifestasi ini terjadi karena gerakan dari bagian tengah tulang atau
gesekan antar fragmen fraktur.
i) Perubahan neurovaskular
Cedera neurovaskuler terjadi akibat kerusakan saraf perifer atau
struktur vaskular yang terkait. Klien dapat mengeluhkan rasa kebas atau
kesemutan atau tidak teraba nadi pada daerah distal dari fraktur.
j) Syok
Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Perdarahan besar atau
tersembunyi dapat menyebabkan syok.

6. Komplikasi
Komplikasi awal
1) Kerusakan arteri: Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan
tidak adanya nadi, CRT menurun, sianosis bagian distal, hematoma
yang lebar, dan dingin pada ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan
emergency splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan
reduksi dan pembedahan.  
2) Kompartemen syndrom: Kompartement sindrom merupakan
komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf,
dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh odema
atau peredaran arah yang menekan otot, tulang, saraf dan pembuluh
darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan pembebatan
yang terlalu kuat. 
3) Fat Embolism Syndrom (FES) Kompilasi serius yang sering terjadi
pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak
yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan
menyebabkan tingkat oksigen dalam darah yang ditandai dengan
gangguan pernafasan, takikardi, hipertensi, takipneu dan demam. 
4) Infeksi: Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma orthopedik infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan
masuk kedalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi

11
bisa juga karena pengunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin
dan plat. 
5) Avaskuler nekrosis: Avaskuler Nekrosis (AV) terjadi karena aliran
darah ke tulang rusak atau terganngu yang bisa menyebabkan nekrosis
tulang dan diawali dengan adanya Volkman Ischemia. 
6) Shock: Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan
meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebakan
menurunnya oksigenasi. 

Komplikasi lanjut.

Biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun setelah terjadinya fraktur
pada pasien yang telah menjalani proses pembedahan. Menurut kutipan dari
(Luhur, 2021) komplikasi ini dapat berupa:

1) Komplikasi pada sendi seperti kekakuan sendi yang menetap dan


penyakit degeneratif sendi pasca trauma
2) Komplikasi pada tulang seperti penyembuhan fraktur yang tidak normal
(delayed union, mal union, non union).
3) Komplikasi pada otot seperti atrofi otot dan rupture tendon lanjut.
4) Komplikasi pada syaraf seperti tardy nerve palsy yaitu saraf menebal
akibat adanya fibrosis intraneural.
C. Konsep Terapi
a) Definisi
1) Terapi Kompres Dingin
Kompres dingin merupakan salah satu intervensi yang dapat
dipilih untuk mengurangi nyeri fraktur yang dialami oleh pasien.
(Suryani & Soesanto, 2020). Dan menurut
Dengan menggunakan kompres dingin, perawat dapat menghentikan
aliran darah ke area tertentu yang juga menghentikan pendarahan dan
edema. Dipercayai bahwa pengobatan kompres dingin memiliki efek
analgesik dengan menunda transmisi saraf, yang mencegah lebih
banyak impuls nyeri mencapai otak. Fakta bahwa terapi kompres dingin
dingin ini merupakan metode lain untuk mengurangi persepsi rasa sakit.

b) Manfaat

12
1) Terapi Kompres Dingin
Menurut Terapi Kompres Dingin dapat menurunkan nyeri
fraktur yang dialami oleh pasien .(Suryani & Soesanto, 2020)
c) Tujuan
1) Terapi Kompres Dingin
Kompres dingin diketahui memiliki efek yang bisa
menurunkan rasa nyeri, menurunkan respon inflamasi jaringan, dan
menurunkan aliran darah serta mengurangi edema. Selain itu, terapi
kompres dingin berguna untuk mengurangi ketegangan otot dengan
menekan spasme otot serta dapat mengurangi bengkak sehingga subjek
studi kasus akan merasa lebih nyaman dan rileks .(Suryani & Soesanto,
2020)
d) Prosedur
1) Terapi Kompres Dingin
Terapi kompres dingin ini dilakukan dengan memberikan penjelasan
pada pasien dan keluarga tentang tujuan dan tata cara terapi kompres
dingin, Lalu atur posisi yang nyaman bagi pasien untuk mengukur
tekanan darah dan skala nyeri yang dirasakan, kemudian dilanjutkan
dengan pemberian Terapi kompres dingin selama 5-10 menit dan
dilanjutkan dengan mengukur ulang tekanan darah dan skala nyeri yang
diukur dengan Numerical Rating Scale (NRS) serta pengumpulan data
menggunakan lembar penilaian. Pemberian terapi kompres dingin ini
diberikan 2 jam sebelum pasien mendapatkan terapi obat analgesik .
(Suryani & Soesanto, 2020)

D. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap pertama dari sebuah proses keperawatan.
Tahap pengkajian merupakan proses pengumpulan data. Data yang
dikumpulkan oleh petugas keperawatan meliputi wawancara, observasi, atau
hasil laboratorium. Pengkajian memiliki peran yang sangat penting untuk
menentukan diagnosis keperawatan, perencanaan tindakan keperawatan,
implementasi keperawatan, serta evaluasi keperawatan (Rahmi, 2022)
Pengkajian keperawatan gawat darurat ditujukan untuk Mendeskripsikan
kondisi pasien saat datang dan adakah risiko yang membahayakan atau

13
mengancam kehidupan dari pasien. Pengkajain dalam keperawatan gawat
darurat dilakukan dengan primary survey dan secondary survey (Seltira, 2021)
Primary Survey
1. Airway
Penilaian kelancaran airway pada klien yang mengalami
fraktur, meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat
disebabkan benda asing, fraktur wajah, fraktur mandibula atau maksila,
fraktur laring atau trachea. Usaha untuk membebaskan jalan nafas
harus melindungi vertebra servikal karena kemungkinan patahnya
tulang servikal harus selalu diperhitungkan. Dalam hal ini dapat
dilakukan chin lift, tetapi tidak boleh mengakibatkan hiperekstensi
leher. Cara melakukan chinlift dengan menggunakan jari-jari satu
tangan yang diletakan dibawah mandibula, kemudian mendorong dagu
ke anterior. Ibu jari tangan yang sama sedikit menekan bibir bawah
untuk membuka mulut dan jika diperlukan ibu jari dapat diletakkan
didalam mulut dibelakang gigi seri untuk mengangkat dagu. Jaw trust
juga merupakan tekhnik untuk membebaskan jalan nafas. Tindakan ini
dilakukan oleh dua tangan masing-masing satu tangan dibelakang
angulus mandibula dan menarik rahang ke depan. Bila tindakan ini
dilakukan memakai face-mask akan dicapai penutupan sempurna dari
mulut sehingga dapat dilakukan
ventilasi yang baik. Jika kesadaran klien menurun pembebasan
jalan nafas dapat dipasang guedel (oro-pharyngeal airway) dimasukkan
kedalam mulut dan diletakkan dibelakang lidah. Cara terbaik adalah
dengan menekan lidah dengan tongue spatol dan mendorong lidah
kebelakang, karena dapat menyumbat fariks. Pada klien sadar tidak
boleh dipakai alat ini, karena dapat menyebabkan muntah dan terjadi
aspirasi. Cara lain dapat dilakukan dengan memasukkan guedel secara
terbalik sampai menyentuh palatum molle, lalu alat diputar 180o dan
diletakkan dibelakang lidah. Naso-Pharyngeal airway juga merupakan
salah satu alat untuk membebaskan jalan nafas. Alat ini dimasukkan
pada salah satu lubang hidung yang tidak tersumbat secara perlahan
dimasukkan sehingga ujungnya terletak di fariks. Jika pada saat
pemasangan mengalami hambatan berhenti dan pindah kelubang
hidung yang satunya. Selama memeriksa dan memperbaiki jalan nafas,

14
harus diperhatikan bahwa tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau
rotasi leher.
2. Breathing
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik.
Pertukaran gas yang terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran
oksigen dan mengeluarkan karbondioksida dari tubuh. Ventilasi yang
baik meliputi fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan diafragma.
Dada klien harus dibuka untuk melihat pernafasan yang baik.
Auskultasi dilakukan untuk memastikan masuknya udara ke dalam
paru. Perkusi dilakukan untuk menilai adanya udara atau darah dalam
rongga pleura. Inspeksi dan palpasi dapat mengetahui kelainan dinding
dada yang mungkin mengganggu ventilasi. Evaluasi kesulitan
pernafasan karena edema pada klien cedera wajah dan leher. Perlukaan
yang mengakibatkan gangguan ventilasi yang berat adalah tension
pneumothoraks, flail chest dengan kontusio paru, open pneumothoraks
dan hemathotoraks massif. Jika terjadi hal yang demikian siapkan klien
untuk intubasi trakea atau trakeostomi sesuai indikasi.
3. Circulation
Control pendarahan vena dengan menekan langsung sisi area
perdarahan bersamaan dengan tekanan jari pada arteri paling dekat
dengan area perdarahan. Kaji tanda-tanda syok yaitu penurunan
tekanan darah, kulit dingin, lembab dan nadi halus. Darah yang keluar
berkaitan dengan fraktur femur dan pelvis. Pertahankan tekanan darah
dengan infuse IV, plasma. Berikan transfuse untuk terapi komponen
darah sesuai ketentuan setelah tersedia darah. Berikan oksigen karena
obstruksi jantung paru menyebabkan penurunan suplai oksigen pada
jaringan menyebabkan kolaps sirkulsi. Pembebatan ekstremitas
dilakukan untuk menghendikan perdarahan
4. Disability
Dievaluasi keadaan neurologisnya secara cepat, yaitu tingkat
kesadaran ukuran dan reaksi pupil. Penurunan kesadaran dapat
disebabkan penurunan oksigen atau penurunan perfusi ke otak atau
perlukaan pada otak. Perubahan kesadaran menurun dilakukan
pemeriksaan keadaan ventilasi dan oksigenasi.
5. Exposure

15
Pakaian klien harus dibuka keseluruhan pakaiannya, untuk
mengevaluasi keadaan fisik pasien. Pakaian dibuka untuk mengetahui
adanya nyeri atau kelainan dalam pemeriksaan head to toe. Penting
agar klien tidak kedinginan, harus diberikan selimut hangat.
Pengkajian nyeri:
a)Provoking incident : Apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
presipitasi nyeri
b) Quality of pain : Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk
c)Region : Radiation, relief : Apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa
sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d) Severity (scale) of pain : Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa
jauh rasa sakit memepengaruhi kemampuan fungsinya.
e)Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari atau siang hari
b) Secondary Survey
1. Kaji riwayat trauma, mengetahui riwayat trauma,
karena penampilan luka kadang tdak sesuai dengan
parahny cidera, jika ada saksi seseorang dapat
menceritakan kejadiannya sementara petugas
melakukan pemeriksaan klien.
2. Kaji seluruh tubuh dengan pemeriksaan fisik dari
kepala sampai kaku secara sistematis, inspeksi adanya
laserasi bengkak dan deformitas.
3. Kaji kemungkinan adanya fraktur multiple
4. Kaji adanya nyeri pada area fraktur dan dislokasi
5. Kaji adanya krepitasi pada area fraktur
6. Kaji adanya perdarahan dan syok terutama pada fraktur
pelvis dan femur
7. Kaji adanya sindrom kompartemen, fraktur terbuka,
fraktur tertutup dapat menyebabkan perdarahan atau
hematoma pada daerah yang tertutup sehingga
menyebabkan penekanan saraf
8. Kaji TTV secara berkelanjutan

16
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respon pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialami,
baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan
bertujuan untuk mengindentifikasi respons pasien individu, keluarga, dan
komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (DPP & Tim pokja
SDKI PPNI, 2017) Diagnosis keperawatan memiliki dua komponen utama yaitu
masalah (problem) yang merupakan label diagnosis keperawatan yang
menggambarkan inti dari respons klien terhadap kondisi kesehatan atau proses
kehidupannya dan indikator diagnostik yang terdiri atas penyebab (etiology),
tanda (sign)/gejala (symptom) dan faktor risiko. Proses penegakan diagnosis
(diagnostic process) merupakan suatu proses yang sistematis yang terdiri atas
tiga tahap yaitu analisa data, identifikasi masalah dan perumusan diagnosis.
Pada diagnosis aktual, indikator diagnostik hanya terdiri atas penyebab dan
tanda/gejala.
Nyeri akut termasuk dalam jenis kategori diagnosis keperawatan
negatif. Diagnosis negatif menunjukan bahwa pasien dalam kondisi sakit
sehingga penegakan diagnosis ini akan mengarah pada pemberian intervensi
yang bersifat penyembuhan (DPP & Tim pokja SDKI PPNI, 2017) Diagnosis
keperawatan yang difokuskan pada penelitian ini yatu pasien Close Fraktur
dengan diagnosis keperawatan nyeri akut berhubungan dengan (b.d) agen
pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma), agen pencedera
kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan), agen pencedera fisik (mis. Abses,
amputasi, terbakar, terpotong, terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi,
trauma, latihan fisik berlebihan) ditandai dengan (d.d) mengeluh nyeri, tampk
meringis, bersikap protektif (mis waspada, posisi menghindari nyeri), gelisah,
frekuensi nadi meningkat, dan sulit tidur. Adapun tanda dan gejala minor nyeri
akut yaitu tekanan darah meningkat, pola napas berubah, nafsu makan berubah,
prosedur berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri, dan
diaforeis
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi atau perencanaan keperawatan adalah tindakan yang
dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis
untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan. Sebelum ditetapkannya
intervensi keperawatan, perawat lebih dahulu menetapkan tujuan atau luaran

17
(outcome) yang ingin dicapai sesuai kondisi pasien. Jenis luaran keperawatan
dibagi menjadi luaran positif yaitu menunjukan kondisi, perilaku, yang sehat
dan luaran negatif yaitu kondisi atau perilaku yang tidak sehat. Komponen dari
luaran keperawatan terdiri dari label, ekspetasi, dan kriteria hasil. Label luaran
keperawatan merupakan kondisi, prilaku, dan persepsi pasien yang dapat
diubah, diatasi dengan intervensi keperawatan. Ekspetasi adalah penilaian
terhadap hasil yang diharapkan tercapai yang terdiri dari tiga kemungkinan
yaitu meningkat, menurun, dan membaik. Kriteria hasil adalah karakteristik
pasien yang dapat diamati atau diukur perawat dan menjadi dasar untuk menilai
pencapaian hasil intervensi. Adapun komponen luaran keperawatan diantaranya
label (nama luaran keperawatan berupa kata-kata kunci informasi luaran),
ekspetasi (terdiri dari ekspetasi meningkat yang artinya bertambah baik dalam
ukuran, jumlah, maupun derajat atau tingkatan, menurun artinya berkurang baik
dalam ukuran, jumlah maupun derajat atau tingkatan, membaik artinya
menimbulkan efek yang lebih baik, adekuat, atau efektif), kriteria hasil
(karakteristik pasien yang dapat diamati atau diukur dan dijadikan sebagai dasar
untuk menilai pencapaian hasil intervensi).
Penulisan kriteria hasil dapat dilakukan dengan dua metode yaitu
menggunakan metode pendokumentasian manual/tertulis maka setiap kriteria
hasil perlu dituliskan angka atau nilai yang diharapkan untuk tercapai,
sedangkan jika menggunakan metode pendokumentasian berbasis computer,
maka setiap kriteria hasil ditetapkan dalam bentuk skor dengan skala 1 s.d. 5.
Pemilihan luaran keperawatan tetap harus didasarkan pada penilaian klinis
dengan mempertimbangkan kondisi pasien, keluarga, kelompok, atau
komunitas (DPP & Tim pokja SDKI PPNI, 2017) Menurut Standar Luaran
Keperawatan Indonesia (SLKI) tahun 2019, luaran yang diharapkan pada
masalah keperawatan nyeri akut yaitu. Nyeri akut (L.08066) menurun.
Komponen perencanaan keperawatan terdiri atas tiga komponen yaitu
label merupakan nama dari intervensi yang menjadi kata kunci untuk beberapa
kata yang diawali dengan kata benda (nomina) yang berfungsi sebagai deskripsi
atau penjelas dari intervensi keperawatan. Tindakan pada perencanaan
keperawatan terdiri dari empat komponen meliputi tindakan observasi, tindakan
terapeutik, tindakan edukasi dan tindakan kolaborasi (PPNI, 2018). Menurut
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (2018), intervensi yang dapat

18
diberikan pada masalah keperawatan nyeri akut adalah manajemen nyeri
(I.08238), Edukasi teknik napas (I.12452), dan pemberian analgesik (I.08243)
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan atau tindakan keperawatan merupakan
perilaku spesifik yang dikerjakan oleh perawat untuk melakukan tindakan
keperawatan yang telah direncanakan (intervensi keperawatan). Tindakan-
tindakan keperawatan pada intervensi keperawatan terdiri dari observasi,
terapeutik, kolaborasi dan edukasi (DPP & Tim pokja SDKI PPNI, 2017)
Implementasi adalah tindakan yang direncanakan dalam rencana keperawatan.
Perawat melakukan pengawasan terhadap keberhasilan intervensi yang
dilakukan, dan menilai perkembangan pasien terhadap pencapaian tujuan atau
hasil yang diharapkan. Implementasi keperawatan adalah suatu komponen dari
proses keperawatan yang merupakan kategori dari perilaku keperawatan dimana
tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diharapkan dari
asuhan keperawatan yang dilakukan. Tujuan dari implementasi adalah
membantu klien dalam mencapai tujuan yang ditetapkan yang mencakup
peningkatkan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan
memfasilitasi koping
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalahhasil yang dicatat disesuaikan dengan
setiap diagnosis keperawatan. Evaluasi keperawatan merupakan tindakan
intelekual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan kebersihan
dari diagnosis keperawatan rencana intervensi dan implementasinya, evaluasi
sebagai suatu yang direncanakan dan perbandingan yang sistematik pada status
kesehatan klien. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien untuk
mencapai tujuan, hal ini dapat dilakukan dengan melihat respon klien terhadap
asuhan keperawatan yang diberikan sehingga perawat dapat mengambil
keputusan (Saputra, 2021) Evaluasi keperawatan terdiri dari dua tingkat yaitu
evaluasi sumatif dan evaluasi formatif. Evaluasi sumatif yaitu evaluasi respon
(jangka panjang) terhadap tujuan, bagaimana penilaian terhadap perkembangan
kemajuan ke arah tujuan atau hasil akhir yang diharapkan. Evaluasi formatif
atau disebut juga dengan evaluasi proses, yaitu evaluasi terhadap respon yang
segera timbul setelah intervensi keperawatan dilakukan. Format evaluasi yang
digunakan adalah SOAP. S: Subjektif yaitu pernyataan atau keluhan dari
pasien, O: Objektif yaitu data yang diobservasi oleh perawat, A: Assessment

19
yaitu kesimpulan dari objektif dan subjektif, P: Planning yaitu rencana tindakan
yang akan dilakukan berdasarkan analisis (Dinarti, Aryani, R., Nurhaeni, H.,
2013). Evaluasi penting dilakukan untuk menilai status kesehatan pasien setelah
dilakukan tindakan keperawatan dan menilai pencapaian tujuan jangka panjang
maupun jangka pendek, dan memutuskan untuk meneruskan, memodifikasi,
atau menghentikan asuhan keperawatan yang diberikan (Bama, 2021) Indikator
keberhasilan yang ingin dicapai sesuai SLKI yaitu di label tingkat nyeri dengan
ekspetasi menurun, antara lain:
a) Keluhan nyeri menurun
b) Meringis menurun
c) Sikap protektif menurun
d) Gelisah menurun
e) Kesulitan tidur menurun
f) Frekuensi nadi membaik

20
21
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Manajemen untuk mengatasi nyeri dapat dibagi menjadi 2, yaitu manajemen
farmakologi dan manajemen non farmakologi. Manajemen farmakologi yaitu
manajemen yang berkolaborasi antara dokter dengan perawat, yang menekankan pada
pemberian obat yang mampu menghilangkan rasa nyeri. Sedangkan manajemen non
farmakologi merupakan manajemen untuk menghilangkan rasa nyeri dengan
menggunakan teknik relaksasi aromaterapi, kompres dingin maupun terapi musik
mozart
Menurut Penellitian yang dilakukan (Hardhanti, 2023) Manajemen Nyeri
nonfarmakologis menggunakan aromaterapi mampu menurunkan intensitas nyeri. Dan
Juga Penelitian yang dilakukan (Maulidia & Saputra, 2022) Manajemen Nyeri
nonfarmakologis menggunakan kompres dingin mampu menurunkan skala nyeri lebih
signifikan dibanding kompres hangat. Begitu juga penelitian yang dilakukan (Arif &
Sari, 2019) Terapi Musik Mozart yang menenangkan juga mampu menurunkan
intensitas nyeri yang dirasakan oleh pasien teknik ini merupakan teknik distraksi
relaksasi yang menenagkan dan mampu menurunkan skala nyeri.
B. Saran
Penulis berharap bahwa pemberian teknik nonfarmakologis dapat di terapkan di
RS dengan teknik kompres dingin, aromaterapi maupun terapi musik. Manajemen Nyeri
Nonfarmakologis ini sudah diakui untuk menurunkan intensitas nyeri pada pasien dan
penulis berharap lebih dikembangkan untuk teknik manajemen nyeri nonfarmakologis
lainnya untuk membantu perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien
dengan masalah close fraktur

22
23
DAFTAR PUSTAKA
Arif, M., & Sari, Y. P. (2019). Efektifitas Terapi musik mozart terhadap penurunan
intensitas nyeri pasien post operasi fraktur. Jurnal Kesehatan Medika Saintika,
10(1), 69–76.

Bama, E. (2021). ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN KEBUTUHAN PERSONAL


HYGIENE PADA BAPAK E KELUARGA BAPAK E DENGAN STROKE NON
HEMORAGIK DI DESA KENALI KECAMATAN BELALAU KABUPATEN LAMPUNG
BARAT TAHUN 2021. Poltekkes Tanjungkarang.

Damayanti, P. E. (2021). Gambaran Pengelolaan Nyeri Akut Pada Pasien Fraktur


Femur Di Brsu Tabanan Tahun 2021. Poltekkes Kemenkes Denpasar Jurusan
Keperawatan 2021.

DPP, T. P. S., & Tim pokja SDKI PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan
Indonesia Defnisi dan Indikator Diagnostik (edisi 1). Dewan Pengurus Pusat
PPNI.

Faruk, T. R. (2021). Asuhan Keperawatan Pada Tn. F Dengan Pre Operasi Fraktur
Tibia Os Dextra Di RSUD Makassar Tanggal 01 S/D 04 Desember 2021= Nursing
Care for Mr. F with PreOperative Fracture of Tibia Os Dextra at Rsud Makassar
On 01 to 04 December 2021. Universitas Hasanuddin.

Firdaus, Y. V., Jaelani, A. K., Herawati, F., & Yulia, R. (2021). Evaluasi penggunaan
antibiotik profilaksis pada pasien bedah ortopedi di Rumah Sakit Bangil. Intisari
Sains Medis, 12(2), 407–414.

Hardhanti, R. (2023). Implementasi Terapi Musik Dan Aromaterapi Lavender Untuk


Mengurangi Nyeri Pada Pasien Fraktur Post ORIF. Informasi Dan Promosi
Kesehatan, 2(1), 43–51.

Ikawati, D. (2020). ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA PASIEN FRAKTUR


FEMUR DENGAN TINDAKAN OPEN REDUCTION INTERNA FIXATION (ORIF) DI
RUANG OPERASI RSUD JEND. AHMAD YANI METRO TAHUN 2020. Poltekkes
Tanjungkarang.

Ikbal, R. N., & Hidayat, R. (2018). Pengaruh Pemberian Kompres Hangat Terhadap
Nyeri Pada Pasien Fraktur Post Operasi di RST. Dr. Reksodiwiryo Padang Tahun
2017. JIK JURNAL ILMU KESEHATAN, 2(1), 101–106.

Jhonet, A., Armin, M. F., Mandala, Z., Sudiadnyani, N. P., & Sari, H. M. (2022).
ANGKA KEJADIAN FRAKTUR TIBIA BERDASARKAN USIA, JENIS KELAMIN DAN
KLASIFIKASI FRAKTUR BERDASARKAN MEKANISME TRAUMA DI RSUD. H.
ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG. Jurnal Ilmu Kedokteran Dan Kesehatan,
9(1).

Kemenkes. (2018). Data Close Fraktur di Indonesia. 6–7.

Kusumaningrum, A. (2022). LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. R DENGAN


POST ORIF CLOSED FRACTUR PLATEA TIBIA DEXTRA EC 1/3 PROXIMAL FIBULA
DEXTRA DI RSUD SLEMAN. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.

24
Luhur, L. J. (2021). Gambaran Karakteristik Pasien Fraktur Terbuka Ekstremitas
Bawah Di Rumah Sakit. Nursing Arts, 15(1), 60–66.

Maulidia, N., & Saputra, M. (2022). N PERBANDINGAN KOMPRES HANGAT DAN


KOMPRES DINGIN TERHADAP INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST OPERASI
FRAKTUR DI RSU CUT MEUTIA ACEH UTARA: PERBANDINGAN KOMPRES
HANGAT DAN KOMPRES DINGIN TERHADAP INTENSITAS NYERI PADA PASIEN
POST OPERASI FRAKTUR. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan, 1(1).

Muhebbi, M., Annisa, F., Wijayanti, D. P., & Sulistyowati, A. (2019). ASUHAN
KEPERAWATAN PADA Tn. K DENGAN DIAGNOSA MEDIS POST OPERATIVE
CLOSE FRAKTUR RADIUS ULNA 1/3 DEXTRA DI RUANG MELATI RSUD BANGIL
PASURUAN. Akademi Keperawatan Kerta Cendekia Sidoarjo.

Nadya, R., & Soesanti, F. (2020). Sindrom McCune Albright Dengan Manifestasi
Fraktur Berulang. Majalah Kedokteran UKI, 36(1), 24–32.

Noorisa, R., Apriliwati, D., Aziz, A., & Bayusentono, S. (2017). The Characteristic of
Patients With Femoral Fracture In Department Of Orthopaedic And
Traumatology RSUD Dr. Soetomo Surabaya 2013–2016. Journal Orthopaedi
and Traumatology Surabaya, 6(1), 1–11.

Nurmala, M. F. (2022). PENERAPAN RANGE OF MOTION PADA PASIEN CLOSE


FRAKTUR POST OPERASI OPEN REDUCTION INTERNAL FIXATION DI RSUD
ARJAWINANGUN KABUPATEN CIREBON. POLTEKKES TASIKMALAYA.

Putri, D. I. (2021). Managemen Nyeri Pada Fraktur. STIKes Insan Cendekia Medika
Jombang.

Rahmi, U. (2022). Dokumentasi keperawatan. Bumi Medika.

Saputra, I. (2021). ASUHAN KEPERAWATAN NYERI AKUT PADA PASIEN DENGAN


CLOSE FRAKTUR RADIUS DI IGD RSUP SANGLAH. Poltekkes Kemenkes Denpasar
Jurusan Keperawatan 2021.

Seltira, S. (2021). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pasien Hipertensi dengan


Tindakan Primary Secondary Survey di IGD RS Dik Pusdikkes Jakarta.
Universitas Kristen Indonesia.

Suryani, M., & Soesanto, E. (2020). Penurunan Intensitas Nyeri Pada Pasien Fraktur
Tertutup Dengan Pemberian Terapi Kompres Dingin. Ners Muda, 1(3), 172.
https://doi.org/10.26714/nm.v1i3.6304

Yudianto, C., Sjamsudin, E., & Oli’i, E. M. (2022). Karakteristik fraktur palatum yang
disertai fraktur dentoalveolar pada pasien trauma maksilofasial Characteristics
of palate fracture accompanied with dentoalveolar fracture in patients with
maxillofacial trauma. Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, 34(3),
243–249.

25

Anda mungkin juga menyukai