Anda di halaman 1dari 21

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II PADA PASIEN MEDULA


SPINALIS

Dosen Pengampu Mata Kuliah : Achlish Abdillah, S.St., M.Kes.


Oleh :
Kelompok 3
Nama Anggota :
1. Qonitatus Dita Rizkiyah (202303101005)
2. Irvanda Firman Kusuma Atmaja (202303101045)
3. Rizka Lailatul Amalia (202303101047)
4. Imanda Ilhami Shofiyullah (202303101049)
5. Siti Mabruroh (202303101053)
6. Afiyatul Hasaniyah (202303101058)
7. Febri Eka Chandra Kirana (202303101066)
8. Faradhika Martatya Salenda (202303101069
9. Koniyul Husna (202303101072)
10. Juwita Nur Jannah (202303101102)
11. Lukmanul Hakim (202303101105)
12. Tiara Anina (202303101111)
13. Erdiani Eftaria Pranata (202303101121)
14. Selta Dwi Laksana Putri (202303101124)

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


PRODI D3 KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER KAMPUS LUMAJANG
2022

i
ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas tentang “Konsep Asuhan
Keperawatan Pada Trauma Medula Spinalis”.
Makalah ini dibuat sebagai bahan pembelajaran bagi mahasiswa, khususnya
dalam pelajaran keperawatan. Makalah ini disusun dari berbagai sumber yang
mempunyai relevansi yang sangat erat dengan pendidikan keperawatan yang
diambil dari buku dan media elektronik. Makalah ini disusun dalam bentuk yang
simple dan menarik agar mudah dimengerti oleh kita semua.
Akhirnya, penulis berharap semoga makalah ini dapat dipergunakan dengan
semestinya dan dapat bermanfaat bagi kita semua. Penulis juga menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu masukan-masukan baik
berupa kritik dan saran sangat penulis harapkan demi penyempurnaan penyusunan
makalah yang akan datang. .

Lumajang, 01 April 2022

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 1
1.3.1 Tujuan Umum ............................................................................................. 1
1.3.2 Tujuan Khusus............................................................................................. 2
1.4 Manfaat ........................................................................................................ 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konep Dasar Penyakit Trauma Medula Spinalis ........................................ 3
2.1.1 Definisi Penyakit Trauma Medula Spinalis ................................................ 3
2.1.2 Etiologi Trauma Medula Spinalis ............................................................... 3
2.1.3 Manifestasi Klinis & Efek Psikologis Yang Ditimbulkan Penyakit Trauma
Medula Spinalis ........................................................................................... 4
2.1.4 Patofisiologi Penyakit Trauma Medula Spinalis ......................................... 5
2.1.5 Faktor Risiko Penyakit Trauma Medula Spinalis ....................................... 5
2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik Penyakit Trauma Medula Spinalis ...................... 6
2.1.7 Penatalaksanaan Medis Penyakit Trauma Medula Spinalis ........................ 6
2.1.8 Komplikasi Penyakit Trauma Medula Spinalis ........................................... 7
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Trauma Medula Spinalis .......... 8
2.2.1 Pengkajian Keperawatan ............................................................................. 8
2.2.2 Diagnosa Keperawatan ................................................................................ 9
2.2.3 Perencanaan Keperawatan......................................................................... 10
2.2.4 Implementasi Keperawatan ....................................................................... 13
2.2.5 Evaluasi Keperawatan ............................................................................... 14
2.3 Pathway Trauma Medula Spinalis............................................................. 16
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................................................ 17
3.2 Saran .......................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Trauma medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang
disebabkan oleh benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner 7 sudarth,
2001). Trauma medulla spinalis adalah buatan kerusakan tulang dan sumsum
yang mengakibatkan gangguan sistem persyarafan di dalam tubuh manusia
yang diklasifikasikan sebagai:
a. Komplet (kehilangan sensasi dan fungsi motorik total)
b. Tidak komplet (campuran kehilangan sensori dan fungsi motorik)
Trauma medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang
disebabkan seringkali oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila trauma ini
mengenai daerah servikal pada lengan, badan, dan tungkai mata penderita itu
tidak tertolong. Dan apabila saraf frenitus itu terserang maka
dibutuhkan pernafasan buatan, sebelum alat pernafasan mekanik dapat
digunakan.
Vertebra yang paling sering mengalami cedera adalah medulla
spinalis pada daerah servikal (leher) pada daerah servikal (leher) ke-5, 6,
dan 7, torak ke-5, 6, dan 7, torakal ke-12, dan lumbal pertama. al ke-12, dan
lumbal pertama. Vertebra ini adalah paling rentan karena ada rentang
mobilitas yang lebih besar dalam kolumna vertebral dalam area ini.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep dasar pada penyakit Trauma Medula Spinalis?
2. Bagaiman asuhan keperawatan pada penyakit Trauma Medula Spinalis?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagaimana konsep dasar tentang penyakit Trauma
Medula Spinalis dan asuhan keperawatan tentang penyakit Trauma Medula
Spinalis.

1
2

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui konsep dasar tentang penyakit Trauma Medula
Spinalis.
2. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan pada klien dengan
Trauma Medula Spinalis.
1.4 Manfaat
1.4.1 Toritis
Untuk melatih dan menambah pengetahuan tentang penyakit trauma medula
spinalis, dan diharapkan agar mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan
trauma medula spinalis.
1.4.2 Praktis
1. Bagi Mahasiswa
Makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan serta pengalaman
dalam pembuatan makalah ini khususnya mengenai konsep dasar dan asuhan
keperawatan tentang penyakit trauma medula spinalis.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Makalah ini dapat digunakan sebagai bahan tambahan perpustakaan dan
dapat digunakan sebagai perbandingan jika suatu saat akan dilakukan laporan
tentang hal yang sama, serta menambah wawasan dan pengetahuan bagi para
pembacanya.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konep Dasar Penyakit Trauma Medula Spinalis


2.1.1 Definisi Penyakit Trauma Medula Spinalis
` Cedera sumsum tulang belakang adalah kerusakan pada bagian saraf
tulang belakang atau saraf di ujung kanal tulang belakang (cauda equina).
Muttaqin (2008) menyebut bahwa trauma pada tulang belakang (spinal cors
injury) adalah cidera yang mengenai servikal, vertebralis, dan lumbalis dari suatu
trauma yang mengenai tulang belakang. Cedera ini sering menyebabkan
perubahan permanen pada kekuatan, sensasi, dan fungsi tubuh lainnya di bawah
lokasi cedera.
2.1.2 Etiologi Penyakit Trauma Medula Spinalis
1) Cedera Saraf Tulang Belakang (Sumsum Tulang Belakang)
Cedera saraf tulang belakang dapat terjadi akibat kerusakan pada
tulang belakang, ligamen, atau diskus dari tulang belakang atau sumsum
tulang belakang. Cedera sumsum tulang belakang traumatis dapat
berasal dari pukulan traumatris mendadak ke tulang belakang yang
patah, terkilir, remuk, atau tekanan satu atau lebih dari tulang belakang.
Cedera juga bisa diakibatkan oleh luka tembak atau pisau yang
menembus dan memotong sum-sum tulang belakang.
Kerusakan tambahan biasanya terjadi selama beberapa hari atau
minggu karena perdarahan, pembengkakan, peradangan, infeksi atau
degenerasi diskus tulang belakang.
2) Gangguan Pada Otak dan Sitem Saraf Pusat
Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan sum-sum tulang belakang. Sum-
sum tulang belakang terbuat dari jarinhgan lunak dan di kelilingi oleh
tulang (vertebra) memanjang ke bawah dari dasar otak, dan terdiri dari
sel-sel saraf dan sekelompok saraf yang di sebut traktat menuju
keberbagai bagian tubuh.
3) Kerusakan Serabut Saraf
4

Kerusakan memengaruhi serabut saraf pada area luka dan dapat


merusak sebagian atau seluruh otot dan saraf yang bersesuaian di bawah
lokasi cedera. Cedera dada (thoraks) atau punggung bawah (lumbar)
dapat memengaruhi kontrol batang tubuh, kaki, usus dan kandung
kemih, dan fungsi seksual. Cedera leher serviks memengaruhi area yang
sama, selain memengaruhi gerakan lengan dan kemampuan untuk
bernafas.
4) Penyebab paling umum cedera sumsum tulang belakang antara lain :
a) Kecelakaan kendaraan bermotor. Kecelakaan mobil dan motor
adalah penyebab utama cedera sumsum tulang belakang
b) Jatuh. Cedera sumsum tulang belakang setelah usia 65 tahun
paling sering di sebabkan oleh jatuh.
c) Kekerasan. Sekitar 12% dari cedera tulang belakang terjadi
akibat kekerasan, sering kali melibatkan luka tembak dan pisau
d) Cedera olahraga dan rekreasi. Kegiatan atletik dapat
menyebabkan sekitar 10% cedera tulang belakang
e) Alkohol. Satu dari empat kasus cedera tulang belakang terjadi
pada pengguna alkohol
f) Penyakit. Kanker, radang sendi, osteoporosis, dan peradangan
pada sumsum tulang belakang juga dapat menyebabkan cedera
tulang belakang.
2.1.3 Manifestasi Klinis & Tanda dan Gejala Yang Ditimbulkan Penyakit
Trauma Medula Spinalis
Kemampuan seseorang untuk mengontrol anggota tubuhnya setelah cedera
tulang belakang tergantung pada dua faktor : Lokasi cedera di sepanjang sumsum
tulang belakang dan tingkat keparahan cedera pada sumsum tulang belakang.
Cedera medula spinalis dalam bentuk apapun dapat menyebabkan satu atau lebih
tanda dan gejala berikut :
1) Kesulitan bergerak / mobilitas
2) Kehilangan atau perubahan sensasi, termasuk kemampuan
merasakan panas, dingin, dan senutuhan
3) Hilangnya control usus atau kandung kemih
4) Aktivitas refleks yang berlebihan atau kejang
5

5) Perubahan fungsi seksual, kepekaan seksual dan kesuburan


6) Nyeri atau sensasi menyengat yang intens yang di sebabkan oleh
kerusakan serabut saraf di medula spinalis
7) Kesulitan bernafas, batuk, atu membersihkan sekresi dari paru-paru

Tanda-tanda darurat dan gejala cedera tulang belakang setelah kecelakaan


meliputi :
1) Nyeri punggung atau nyeri tekan ekstrem di leher, kepala atau
punggung.
2) Kelemahan, ketiadaan koordinasi, atau kelumpuhan di bagian tubuh
3) Mati rasa, kesemutan, atau kehilangan sensasi di tangan jari, kaki,
atau jari kaki
4) Kehilangan kontrol kandung kemih atau usus
5) Kesulitan dengan keseimbangan dan berjalan
6) Gangguan pernapasan setelah cedera

2.1.4 Patofisiologi Penyakit Trauma Medula Spinalis


Tulang belakang yang mengalami gangguan trauma (kecelakaan mobil, jatuh dari
ketinggian, cedera olahraga, dan lain-lain) atau penyakit (Transverse Myelitis,
Polio, Spina Bifida, dan lain-lain) dapat menyebabkan kerusakan pada medula
spinalis, tetapi lesi traumatis pada medula spinalis tidak selalu terjadi karena
faktor dan dislokasi. Efek trauma yang tidak langsung bersangkutan tetapi dapat
menimbulkan lesi pada medula spinalis di sebut “whiplash” atau trauma indirek.
Whiplash adalah gerakan dorsapleksi dan anterofleksi berlebihan dari tulang
belakang secara cepat dan mendadak. Trauma whiplash terjadi pada tulang
belakang bagian servikalis bawah maupun torakalis bawah. Sebagai contoh pada
waktu duduk di kendaraan yang sedang berjalan cepat kemudian berhenti secara
mendadak, atau pada waktu jatuh dari ketinggian, dan pada saat menyelam yang
dapat mengakibatkan paraplegia
2.1.5 Faktor Risiko Penyakit Trauma Medula Spinalis
Meskipun cidera tulang belakang biasanya merupakan hasil dari kecelakaan dam
dapat terjadi pada siapa saja, faktor-faktor tertentu dapat mempengaruhi risiko
tinggi cedera saraf tulang belakang dalam waktu lama, termasuk :
1) Berjenis kelamin laki-laki
2) Berada di antara usia 16 dan 30 tahun
3) Berusia 65 tahun atau lebih
6

4) Terlibat dalam perilaku berisiko


5) Memiliki gangguan tulang atau sendi

2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik Penyakit Trauma Medula Spinalis


Beberapa pemeriksaan untuk memastika diagnosis cedera tulang belakang, antara
lain :
1. X-Ray : Pemeriksaan ini dilakukan pada orang-orang yang di curigai
memiliki cedera tulang belakang setelah trauma. Pemeriksaan sinar X
dapat mengungkapkan masalah vertebral (tulang belakang), tumor, fraktur,
atau perubahan degenaratif di tulang belakang
2. Pemeriksaan CT scan : CT scan dapat memberikan gambaran yang lebih
detail pada kelainan yang terlihat yang terlihat pada X-ray. Pemindaain ini
menggunakan komputer untuk membentuk serangkaian gambar cross-
sectional yang dapat menggambarkan organ tubuh secara lebih jelas
3. Pencitraan resonansi magnetik (MRI) : MRI menggunakan medan magnet
dan gelombang radio yang kuat untuk menghasilkan gambar yang di
hasilkan komputer. Tes ini sangat membantu untuk melihat sumsu tulang
belakang dan mengidentifikasi pembekuan darah atau massa lain yang
mungkin menekan sumsum tulang belakang. Beberapa hari setelah
cedera,ketika beberap pembengkakan mungkin telah mereda, dokter akan
melakukan pemeriksaan neurologis yang lebih komprehensif untuk
menentukan tingkat dan kelengkapan cedera pasien. Pemeriksaan ini
melibatkan pengujian kekuatan otot dan kemampuan pasien untuk
merasakan sentuhan ringan

2.1.7 Penatalaksanaan Medis Penyakit Trauma Medula Spinalis


1) Tindakan darurat. Fokus utama penatalaksanaan adalah
meminimalkan efek trauma kepala atau leher. Oleh karena itu,
perawatan untuk cedera sumsum tulang belakang sering di mulai di
tempat kejadian kecelakaan. Personel darurat biasanya memastikan
tulang belakang tidak berubah posisi secepat mungkin menggunakan
rigid neck collar
2) Tahapan pengobatan awal (akut). Diruang gawat darurat, dokter
fokus pada :
a) Mempertahankan kemampuan pasien untuk bernafas
b) Mencegah syok
c) Immobilisasi leher pasien untuk mencegah kerusakan saraf
tulang belakang lebih lanjut
d) Menghindari kemungkinan komplikasi, seperti feses atau
retensi urine, kesulitan pernafasan atau kardiovaskular, dan
pembentukan pembekuan darah vena dalam pada ektremitas
7

3) Apabila pasien mengalami cedera tulang belakang, pasien akan di


rawat di unit perawatan intensif atau bahkan dapat di pindahkan
kerumah sakit yang memiliki tim ahli bedah saraf, ahli bedah
ortopedi, spesialis pengobatan sumsum tulang belakang, psikologi,
perawat, terapi dan pekerja sosial dengan keahlian dalam cedera
tulang belakang
4) Pemberian obat-obatan. Metilprednisolon intravena telah di gunakan
sebagai pilihan pengobatan untuk cidera medula spinalis akut.
5) Imobilisasi. Pasien mungkin memerlukan traksi untuk menstabilkan
tulang belakang yang cedera, untuk mematikan tulang belakang
berada di posisi yang tepat. Dalam beberapa kasus rigid neck collar
dapat di gunakan. Selain itu, tempat tidur khusus juga dapat
membantu imobilisasi pasien
6) Operasi. Operasi di perlukan untuk menghilangkan fragmen tulang,
benda asing, cakram hernia, atau patahan tulang belakang yanf
menekan tulang belakang. Pembedahan ini mungkin juga di perlukan
menstabilkan tulang belakang untuk mencegah rasa sakit atay cacat
di masa depan

2.1.8 Komplikasi Penyakit Medula Spinalis


Area yang sering terpengaruhi akibat cidera tulang belakang meliputi :
1. Kontrol kandung kemih : Kandung kemih akan terus menyimpan urine
dari ginjal, namun otak mungkin tidak dapat mengontrol kandung kemih
karena sumsum tulang belakang sebagai pembawa pesan telah terluka.
Perubahan kontrol kandung kemih meningkatkan risiko infeksi saluran
kemih. Perhubahan juga dapat menyebabkan infeksi ginjal dan batu ginjal
atau kandung kemih
2. Kontrol usus : Meskipun perut dan usus bekerja seperti sebelum cedera,
kontrol buang air besar bisa terpengaruh oleh cedera tulang belakang. Diet
tinggi serat dapat membantu mengatur kerja usus
3. Sensasi Kulit : Pasien mungkin kehilangan sebagian atau seliruh sensasi
kulit. Oleh karena itu tidak dapat mengirim pesan ke otak ketika terluka
oleh hal-hal tertentu seperti tekanan yang berkepanjangan, panas, atau
dingin. Hal ini dapat membuat pasien lebih rentan terhadap luka tekan
4. Kontrol Sirkulasi : Cedera saraf tulang belkang dapat menyebabkan
masalah sirkulasi mulai dari tekanan darah rendah (hipotensi ortostatik)
hingga pembengkakan eksrisiko pembekuan darah, seperti trombosis vena
dalam atau emboli paru
5. Sistem Pernafasan : Cedera dapat membuat pasien lebih suloit untuk
bernafas dan batuk jika otot-otot perut dada terpengaruh, termasuk
diafragma dan otot-otot di dinding dada dan perut.
8

6. Bentuk Otot : Bbeberapa orang dengan cedera sumsusm tulang belakang


mengalami satu dari dua jenis masalah otot : Pengencangan atau gerakan
yang tidak terkontrol pada otot (kelenturan) atau otot yang lemah dan
lemas yang kekurangan otot (flaksiditas)
7. Masalah Kebugaran : Penurunan berat badan dan atrofi otot umumnya
terjadi segera setelah cedera tulang belakang. Mobilitas terbatas dapat
menyebabkan gaya hidup yang lebih menetap, menenpatkan pasien pada
risiko obesitas, penyakit kardiovaskuler, dan diabetes
8. Kesehatan seksual : Seksualitas, kesuburan, dan fungsi seksual dapat di
pengerahui oleh cedera tulang belakang
9. Rasa Sakit : Beverapa orang mengalami rasa sakit, seperti otot atau nyeri
sendi, karena terlalu sering menggunakan kelompok otot tertentu
10. Depresi : Mengatasi semua perubahan yang terjadi pada cedera sumsum
tulang belakang dan hidup dngan rasa sakit menyebabkan sebagian orang
mengalami deprei

2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Trauma Medula Spinalis


2.2.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah proses sistematis dari pengumpulan verifikasi, dan komunikasi
data tentang pasien, fase proses keperawatan ini mengcakup dua langkah:
pengumpulan data dari sumber primer (pasien) dan sumber sekunder (keluarga
pasien dan tenanga kesehatan) dan analisa data sebagai dasar untuk diagnosa
keperawatan (Potter & Perry,2006).
Berdasarkan teori pengkajian (Doenges, 2010), adalah meliputi:
a. Aktivitas/isterahat
Tanda : kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok spinal)
pada/dibawah lesi.
Kelemahan umum/kelemahan otot (trauma dan adanya kompresi saraf).
b. Sirkulasi
Gejala : berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posis atau
bergerak.
Tanda : hipotensi, hipotensi postural, bradikardi, ekstremitas dingin dan
pucat. Hilangnya keringan pada daerah yang terkena
c. Eliminasi
Tanda : inkontiensia defekasi dan berkemih.
Retensi urine, distensi abdomen, peristaltic usus hilang, melena, emisis
berwarna seperti koping tanah/hematemesis.
d. Integritas ego
Gejala : menyangkal, tidak percaya, sedih, marah.
9

Tanda :Takut, cemas, gelisah, menarik diri,


e. Makanan/cairan
Tanda :Mengalami distensi abdomen, peristaltik usus hilang (ileus
paralitik)
f. Higiene
Tanda :Sangat ketergantungan dalam melakukan aktifitas sehari-hari
(bervariasia)
g. Neurosensori
Gejala : kebas, kesemutan, rasa terbakar pada lengan/kaki.paralisis
flasid/spastisitasdapat terjadi saat syok spinal teratasi, tergantung pada
area spinal yang sakit.
Tanda : kelemahan, keelumpuhan (kejang dapat berkembang saat terjadi
perubahan pada saat syok spinal. Kehilangan sensai (derajat bervariasi
dapat kembali normal setelah syok spinal sembuh).Kehilangan tonus
otot/vasomotor.Kehilangan reflek/reflek asimetris termasuk tendon
dalam.Perubahan reaksi pupil, ptosis, hilangnya keringat dari bagian tubuh
yang terkena karena pengaruh trauma spinal.
h. Nyeri/kenyamanan.
Gejala : nyeri/nyeri tekan otot, hiperestesia tepat diatas daerah trauma.
Tanda :Mengalami deformitas, postur, nyeri tekan vertebral.
i. Pernafasan
Gejala : napas pendek, “lapar udara”, sulit bernafas.
Gejala :Pernapasan dangkal, periode apnea, penurunan bunyi nafas,
rongki, pucat, sianosis.
j. Keamanan
Gejala :Suhu yang berfluktasi (suhu tubuh ini diambil dalam suhu kamar).
k. Seksualitas
Gejala : keinginan untuk kembali seperti fungsi normal.
Tanda : ereksi tidak terkendali (priapisme), menstruasi tidak teratur.
l. Pemeriksaan fisik :
a) Keadaan umum
b) Kesadaran
c) Tanda-tanda vital
d) Pemeriksaan head to toe)

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa yang muncul yaitu :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik di
tandai dengan trauma
2. Gangguan Mobilitas fisik berhubungan dengan integritas
kulit
10

2.2.3 Perencanaan Keperawatan


Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik di tandai
dengan trauma

Tujuan dan kreteria hasil


Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan 3x24 jam di harapkan tingkat
nyeri menurun
Kreteria hasil
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
meningkat menurun
Ketegangan 1 2 3 4 5
otot
Fraktur 1 2 3 4 5
Perdarahan 1 2 3 4 5
Ekspresi 1 2 3 4 5
wajah
kesakitan
Agitasi 1 2 3 4 5
Iritabilitas 1 2 3 4 5
Gangguan 1 2 3 4 5
Mobilitas
Gangguan 1 2 3 4 5
Kognitif
Tekanan 1 2 3 4 5
Darah

Frekuensi 1 2 3 4 5
nadi
Frekuensi 1 2 3 4 5
napas
Denyut 1 2 3 4 5
jantung
apikal
11

Denyut 1 2 3 4 5
jantung
radialis
Pola 1 2 3 4 5
istirahat/tidu

Definisi : Mengidentfikasi dan mengelola pengalaman sensorik atau emosional


yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau fungsional dengan
onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan
konstan
Observasi
- Identifikai lokal, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intesitas
nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respons nyeri non verbal
- Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
- Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah di berikan
- Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis:
TENS, hipnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi, terbimbing, kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis : suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitas istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan tidur dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri

Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
12

Kolabosi
- Kolaborasi pemberian antipiretik, jika perlu

Gangguan mobilias fisik berhubungan dengan intregitas kulit


Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan 3x24 jam di harapkan
mobilitas fisik meningkat
Eskpetasi : Meningkat
Kreteria hasil

menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat


menurun meningkat
Nyeri 1 2 3 4 5

Kecemasan 1 2 3 4 5
Kaku sendi 1 2 3 4 5
Gerakan tidak 1 2 3 4 5
terkoordinasi
Gerakan terbatas 1 2 3 4 5
Kelemahan fisik 1 2 3 4 5
INTERVENSI SIKI
Definisi : Memfasilitasi pasien untuk meningkatkan aktivitas berpindah
Observasi
- Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
- Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
- Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi
- Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi

Terapiutik
- Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (mis : tongkat, kruk)
- Fasilitasi melakukan mobilisasi tisik, jika perlu
- Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi

Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
- Anjurkan melakukan ambulasi dini
13

- Ajarkan ambulasi yang harus dilakukan (mis : berjalan dan tempat tidur ke
kursi roda, brjalan dari tempat tidur ke kamar mandi, berjalan sesuai
toleransi)

2.2.4 Implementasi Keperawatan


Diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik di tandai
dengan trauma
 Berdasarkan SDKI
 Mengidentifikai lokal, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intesitas nyeri
 Mengidentifikasi skala nyeri
 Mengidentifikasi respons nyeri non verbal
 Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
 Mengidentifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
 Mengidentifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
 Mengidentifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
 Memonitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah di
berikan
 Memonitor efek samping penggunaan analgetik
 Berdasarkan Implementasi Jurnal
 Definisi : Terapi farmakologi untuk menurunkan respon inflamasi
dengan Menekan migrasi netrofil dan menghambat peningkatan
permeabilitas vaskular
 Indikasi : Untuk pasien trauma medula spinalis, dan dosis di turunkan
sesai dengan kondisi pasien yang membaik
 Prosedur :
1. Persiapan alat : obat farmakoterapi metilprednisolon iv, handsanitazer,
APD.
2. Persiapan pasien
3. Persiapan lingkungan
4. Cuci tangan
5. menjelaskan tujuan dan prosedur pada pasien.
6. Melakukan injeksi metilprednisolon dengan catatan :
- Metilprednisolon 30 mg/kgBB secara bolus intravena, dilakukan
pada saat kurang dari 8 jam setelah cedera.
- Jika terapi tersebut dapat dilakukan pada saat kurang dari 3 jam
setelah cedera, dilanjutkan dengan metilprednisolon intravena
kontinu dengan dosis 5,4 mg/kgBB/jam selama 23 jam
- Jika terapi bolus metilprednisolon dapat dikerjakan pada waktu
antara 3
- Hingga 8 jam setelah cedera maka dilanjutkan dengan
metilprednisolon
14

Intravena kontinu dosis 5,4 mg/kgBB/jam selama 48 jam


kemudian.
7. Evaluasi keadaan pasien
8. Membereskan alat
9. Cuci tangan
10. dokumentasi

Diagnosa Mobilitas fisik berhubungan dengan integritas kulit


 Berdasarkan SDKI :
 Mengidentifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
 Mengidentifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
 Memonitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai
ambulasi
 Memonitor kondisi umum selama melakukan ambulas

2.2.5 Evaluasi Keperawatan


Diagnosa Keperawatan Evaluasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan Setelah di lakukan tindakan
agen pencedera fisik di tandai keperawatan di harapkan nyeri akut
dengan trauma
membaik dengan kriteria hasil :
1. Ketegangan otot meninhgkat
2. Fraktur membaik
3. Perdarahan berkurang
4. Ekspresi wajah kesakitan
berkurang
5. Agitasi berkurang
6. Iritabilitas berkurang
7. Gangguan mobilitas berkurang
8. Gangguan kognitif berkurang
9. Tekanan darah normal
10. Frekuensi nadi normal
11. Frekuensi nafas normal
12. Denyut jantung apikal normal
13. Denyut jantung radialis normal
14. Pola istirahat/tidur membaik

2. Gangguan mobilitas fisik Setelah di lakukan tindakan


berhubungan dengan integritas
15

kulit keperawatan di harapkan gangguan


mobilitas fisik membaik dengan kriteria
hasil :
1. Nyeri berkurang
2. Kecemasan berkurang
3. Kaku sendi berkurang
4. Gerakan tidak terkoordinasi
berkurang
5. Gerakan terbatas berkurang
6. Kelemahan fisik membaik
16

2.3 Pathway Trauma Medula Spinalis


BAB 3
PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Trauma medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang
disebabkan oleh benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner 7 sudarth,
2001). Trauma medulla spinalis adalah buatan kerusakan tulang dan sumsum
yang mengakibatkan gangguan sistem persyarafan di dalam tubuh manusia
yang diklasifikasikan sebagai:
c. Komplet (kehilangan sensasi dan fungsi motorik total)
d. Tidak komplet (campuran kehilangan sensori dan fungsi motorik)
Trauma medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang
disebabkan seringkali oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila trauma ini
mengenai daerah servikal pada lengan, badan, dan tungkai mata penderita itu
tidak tertolong. Dan apabila saraf frenitus itu terserang maka
dibutuhkan pernafasan buatan, sebelum alat pernafasan mekanik dapat
digunakan.

1.2 Saran
Disarankan kepada penderita pneumonia untuk menghindari faktor pencetus
dan resiko yang bisa mengakibatkan penyakit bertambah parah. Penderita
penyakit medula spinalis disarankan untuk menghindari merokok, menjaga
kesehatan makanan dan rutin dalam berolahraga.

17
18

DAFTAR PUSTAKA
RUDI HARIONO.2019.Yogyakarta.Pustaka Baru Press.Keperawatan Medikal Bedah
II. Trauma Medula Spinalis.
Carpenito, L. J., 2005, rencana asuhan keperawatan aplikasi pada praktek klinis, edisi
8,alih bahasa: monica ester, EGC, Jakarta.
Sompa, A. W., Rahmadhani, R., & Zaki, A. (2018). PARAPARESE FLAKSID
ECAUSA KOMPRESI MEDULLA SPINALIS. Alami Journal (Alauddin Islamic
Medical) Journal, 2(2), 1-7. Retrieved from : https://journal3.uin-
alauddin.ac.id/index.php/alami/article/view/11408

Anda mungkin juga menyukai