PRESENTAN
Syafnira Defiari Putri
Muhammad Zikra
Ane Laura
Wahdatul Fitri
Candra Firnando
OPPONENT
PRESEPTOR
dr.Yulson, Sp.S
KEPANITERAAN KLINIK
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa karena kehendak-Nya
penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Trauma Medula Spinalis”.
Referat ini dibuat sebagai salah satu tugas dalam Kepaniteraan Klinik Neurologi.
Mengingat pengetahuan dan pengalaman penulis serta waktu yang tersedia untuk
menyusun referat ini sangat terbatas, penulis sadar masih banyak kekurangan baik
dari segi isi, susunan bahasa, maupun sistematika penulisannya. Untuk itu kritik
dan saran pembaca yang membangun sangat penulis harapkan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dr.
Yulson, Sp.S selaku preseptor Kepaniteraan Klinik Neurologi di Rumah Sakit
Umum Daerah M. Natsir Solok, yang telah memberikan masukan yang berguna
dalam penyusunan referat ini.
Akhir kata penulis berharap sekiranya referat ini dapat menjadi masukan
yang berguna dan bisa menjadi informasi bagi tenaga medis dan profesi lain
terkait dengan masalah kesehatan pada umumnya, khususnya tentang Trauma
Medula Spinalis.
Penulis
i
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................1
1.3Manfaat Penulisan…………………………………………………………...2
BAB II.....................................................................................................................3
2.2.1 Definisi.................................................................................................11
2.2.2 Epidemiologi........................................................................................11
2.2.3 Etiologi.................................................................................................11
2.2.4 Patofisiologi.........................................................................................12
2.2.5 Klasifikasi............................................................................................19
2.2.6 Diagnosis..............................................................................................22
2.2.7 Tatalaksana..........................................................................................24
2.2.8 Komplikasi..........................................................................................28
2.2.9 Prognosa……………………………………………………………...28
iv
BAB III..................................................................................................................29
3.1 Kesimpulan..................................................................................................29
Daftar Pustaka
v
BAB I
PENDAHULUAN
Pusat Data Nasional Cedera Medula Spinalis (The National Spinal Cord
Injury Data Research Centre) memperkirakan ada 10.000 kasus baru cedera
medula spinalis setiap tahunnya di Amerika Serikat. Angka insidensi paralisis
komplet akibat kecelakaan diperkirakan 20 per 100.000 penduduk, dengan angka
tetraplegia 200.000 per tahunnya. Tercatat terjadi peningkatan ± 50 kasus per
100.000 populasi tiap tahun, dimana 3% penyebab kematian ini karena trauma
langsung pada medula spinalis, dan 2% karena trauma ganda.2
Insidensi cedera medulla spinalis pada laki-laki 5 kali lebih besar daripada
perempuan. Ducker dan Perrot melaporkan 40% cedera medulla spinalis
disebabkan kecelakaan lalulintas, 20% karena jatuh, 40% karena luka tembak,
trauma olahraga, dan kecelakaan kerja. Lokasi fraktur atau fraktur dislokasi
cervical paling sering pada vertebra C2 diikuti dengan C5 dan C6.2
Dokter dan petugas medis lain yang menangani pasien dengan cedera spinal
harus selalu berhati – hati bahwa manipulasi yang berlebihan dan imobilisasi yang
tidak adekuat akan menyebabkan kerusakan neurologis tambahan dan
memperburuk kondisi pasien. 5% pasien mengalami gejala neurologis atau
perburukan kondisi setelah sampai di unit gawat darurat. Hal ini disebabkan
iskemia atau terjadinya edema pada medula spinalis, tetapi bisa juga disebabkan
1
akibat gagalnya pemasangan imobilisasi yang adekuat. Selama tulang belakang
pasien diproteksi dengan baik, pemeriksaan tulang belakang dan ekslusi trauma
spinal dapat ditunda dengan aman, terutama bila terjadi instabilitas sistemik
seperti hipotensi dan respirasi yang tidak adekuat.3
1.2. Tujuan
1. Referat ini dibuat untuk memenuhi syarat dalam kepaniteraan klinik
senior pada Departemen Neurologi RSUD M. Natsir Kota Solok.
2. Untuk mengetahui dan memahami tentang trauma medula spinalis.
1.3. Manfaat
1.3.1. Bagi Penulis
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan referat ini
adalah untuk menambah pengetahuan bagi penulis tentang trauma medulla
spinalis terutama mengenai penegakan diagnosa dan penatalaksanaan
penyakit tersebut.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Gambar 2. Segmen – Segmen Medula spinalis4
4
Gambar 3. Segmen – segmen Medula spinalis3
5
1. Kornu anterior/dorsalis, yang mengandung serat saraf motorik, terdiri
atas lamina VIII, IX, dan bagian dari lamina VII.
2. Kornu posterior/ventralis, yang membawa serat-serat saraf sensorik,
terdiri atas lamina I-IV.
3. Kornu intermedium, yang membawa serat-serat asosiasi, terdiri atas
lamina VII.
4. Kornu lateral, merupakan bagian dari kornu intermedium yang terdapat
pada segmen torakal dan lumbal yangmembawa serat saraf simpatis.
6
Terdapat perbedaan regional antara substansia alba dan grisea pada
beberapa ketinggian medulla spinalis. Jumlah substansia grisea pada tiap
ketinggian medulla spinalis sebagian besar berhubungan dengan banyaknya
persarafan perifer. Substansia grisea yg paling besar terdapat pada segmen spinal
setinggi intumesensia servikal dan lumbosakral mensarafi anggota gerak atas dan
bawah. Segmen torakal dan lumbal atas mempunyai substansia grisea yang relatif
sedikit, oleh karena mensarafi daerah torak dan abdomen.5
7
Terdiri dari serabut aferen/sensorik yang meneruskan rangsang
(input) dari reseptor sensorik dalam tubuh ke medulla spinalis
Mengandung ganglion spinal (akar dorsal sensorik) yang terletak
didalam foramen intervertebralis.5
Saraf yang keluar dari medula spinalis melalui foramen
intervertebralis menuju saraf spinal. Tiap saraf spinal didistribusikan
ke segmen ataupun daerah spesifik pada tubuh (dermatom).4
8
ramus dorsal : otot-otot intrinsik punggung
ramus ventral : otot leher, dada, abdomen, ekstremitas
ramus komunikans : truncus sympaticus
ramus mening rekuren : selaput menings
Ramus ventral saraf spinal akan membentuk pleksus yang akan
menjadi tempat asal saraf perifer.
Perjalanan serabut saraf dalam medula spinalis terbagi menjadi dua jalur,
jalur desenden dan asenden.1
9
a. Sistem kolumna vertebralis
b. Traktus spinothalamikus
c. Traktus spinocerebellaris dorsalis
d. Traktus spinocerebellaris ventralis
e. Traktus spinoretikularis.
10
sehingga menimbulkan gangguan neurologis, dapat menyebabkan kecacatan
menetap atau bahkan kematian.6
2.2.2 Epidemiologi
Tingkat insidensi di Indonesia per tahun mencapai 40 kasus baru per 1 juta
penduduk setiap tahunnya atau diperkirakan sekitar 12.000 kasus baru per
tahun. Sekarang ini, diperkirakan terdapat sekitar 183.000-230.000 pasien
dengan cedera medulla spinalis yang masih bertahan hidup di Indonesia.7
2.2.3 Etiologi
Trauma medulla spinalis seringkali disebakan oleh kecelakaan lalu lintas,
meskipun penyebab lain juga bisa menyebabkan cedera pada 11 medulla
spinalis seperti luka tusuk/luka tumpul dan Tumor (massa). Penyebab trauma
medulla spinalis, secara garis besar dibagi 2, yaitu :
11
Tabel 1. Penyebab Trauma Medula Spinalis
2.2.4 Patofisiologi
Mekanisme Cedera
Lokasi SCI berturut-turut dari yang paling umum, antara lain daerah
servikal (level C5-C6), thoracolumbar junction, thorakalis, dan lumbalis.
Mekanisme cedera umumnya merupakan aspek utama yang menentukan
lokasi cedera medulla spinalis, contohnya motor vehicle accident (MVA) atau
kecelakaan lalu lintas umumnya melibatkan cedera daerah servikal (akibat
hiperekstensi dan hiperfleksi), jatuh melibatkan beberapa daerah lokasi
tergantung bagian yang terjatuh menumpu ke tanah terlebih dahulu (jatuh
dengan kaki menumpu melibatkan daerah thoracolumbar akibat fraktur
kompresi atau burst fracture, jatuh di tangga dimana leher menumpu tangga
melibatkan hiperekstensi leher dan cedera servikal), jatuh dengan bokong
menumpu tanah melibatkan daerah lumbar).10
12
menyebabkan cedera medulla spinalis yang serius, namun hubungan tersebut
tidak selalu terjadi. Kerusakan minor dari kolumna vertebralis umumnya
tidak menyebabkan defisit neurologis, namun tetap mungkin menyebabkan
defisit neurologis yang serius. Seperti telah disinggung pada paragraf
sebelumnya, mekanisme cedera selain dapat menentukan tingkat cedera
medulla spinalis, juga menentukan jenis cedera pada kolumna vertebralis.
Trauma dapat menyebabkan cedera pada medulla spinalis melalui kompresi
langsung dari tulang, ligamen atau diskus, hematoma, gangguan perfusi dan
atau traksi.10
13
Gambar 9. Mekanisme Cedera Fleksi dan Dislokasi dari C5-C6 dengan Robekan
pada Interspinous dan Posterior longitudinal ligaments, Kapsul Facet, dan Diskus
Intervertebralis Posterior.
14
dimana dapat terjadi fraktur unilateral, bilateral, dan robekan dari ligamen
anterior. Cedera hiperekstensi dari medulla spinalis umumnya terjadi tanpa
terlihat adanya kerusakan vertebra atau misalignment dari vertebra,
walaupun begitu, cedera medulla spinalis yang terjadi dapat menjadi serius
dan permanen. Cedera tersebut dapat terjadi akibat penonjolan ligamentum
flavum atau dislokasi vertebra yang sementara karena robekan ligamen
(ketika di-xray atau CT-scan alignment sudah kembali normal).
Walaupun, penggunaan CT-scan dan x-ray tulang belakang lateral dapat
digunakan untuk melihat cedera tulang belakang (perlu dilakukan fleksi
dan ekstensi dari leher), adanya robekan dan penonjolan ligamen dari
dislokasi vertebra dapat dilihat dengan menggunakan MRI. Selain itu,
cedera medulla spinalis yang terjadi dapat diakibatkan oleh central
cervical cord syndrome. Cedera dengan mekanisme ini umumnya
melibatkan orang tua dan pasien dengan spinal canal stenosis.10
15
Gambar 11. Mekanisme cedera hiperekstensi.
16
Gambar 12. Cedera kompresi.
Patofisiologi molekuler
17
disertai kompresi persisten, yang terutama terjadi pada burst fracture dengan
retropulsi dari fragmen tulang yang memberikan kompresi pada medulla spinalis
(tear drop fracture), fraktur-dislokasi, dan ruptur diskus akut. Mekanisme kedua
yaitu benturan dengan kompresi sementara yang contohnya terjadi pada cedera
hiperekstensi di individu dengan penyakit degenerasi servikal. Distraksi yaitu
regangan kuat yang terjadi pada medulla spinalis akibat gaya fleksi, ekstensi,
rotasi atau dislokasi yang menyebabkan (dapat menyebabkan gangguan perfusi)
merupakan mekanisme ketiga.11
18
kerusakan sekunder akibat kalsium, gangguan cairan-elektrolit, cedera
imunologis, apoptosis, gangguan fungsi mitokondria, dan proses lainnya.11
2.2.5 Klasifikasi
Lesi pada medulla spinalis menurut ASIA resived 2000, terbagi atas :
a) Paraplegia : suatu gangguan atau hilangnya fungsi motorik dan atau sensorik
karena kerusakan pada segmen torako-lumbo-sakral.
b) Quadriplegia : suatu gangguan atau hilangnya fungsi motorik dan atau sensorik
karena kerusakan pada segmen servikal.
Sedangkan lesi medulla spinalis berdasarkan spesifik level, terdiri atas9 :
19
lengan
20
menyebabkan HNP dibawah lesi
syndrome pada T4-6 2. Dapat disertai disosiasi sensibilitas
3. Gangguan eksteroseptif,
proprioseptif normal
4. Disfungsi spinkter
21
Gambar 13 Potongan Melintang Medulla Spinalis: (a) central cord syndrome, (b)
anterior cord syndrome, (c) brown sequard syndrome, dan (d) posterior cord
syndrome.9
2.2.6 Diagnosis
a. Anamnesis
Keluhan utama : kelemahan pada ekstremitas, tanyakan lama keluhan
Kaji keluhan kelemahan : lokasi kelemahan, paraplegi/ quadriplegi,
tiba-tiba atau perlahan, semakin parah atau tidak, timbul setelah maka
atau tidak, obat-obatan yang digunakan untuk mengurangi gejala, serta
hasil pengobatan.
Kaji keluhan tambahan, nyeri (lokasi, terus-menerus atau hilang timbul,
penjalaran, kapan nyeri bertambah dan berkurang), adanya kesemutan,
sesak, nyeri perut, keluhan buang air kecil, keluhan buang air besar.
Tanyakan apakah sebelumnya pernah mengalami gejala yang sama,
kegiatan sehari-hari (angkat benda berat), pola BAK dan BAB sebelum
sakit.
22
Riwayat penyakit dahulu : riwayat trauma sebelumnya, riwayat
kelainan tulang belakang, riwayat DM, hipertensi, alergi, low back pain,
osteoporosis, osteoartritis, riwayat TB.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan awal : penilaian kondisi jalan napas, pernapasan, dan
sirkulasi darah
Inspeksi : edema anggota gerak, atrofi otot, warna, dan kondisi kulit
sekitarnya, kemampuan beraktivitas, alat bantu yang digunakan untuk
beraktivitas, serta posisi pasien
Palpasi : temperatur, edema, spasme
Pemeriksaan fungsi gerak : fungsi gerak aktif dan gerak isometrik. Pada
pemeriksaan ini umumnya ditemukan adanya rasa nyeri, keterbatasan
gerak, kelamahan otot dan sebagainya
Pemeriksaan fungsional : kemampuan pasien dalam beraktivitas, baik
posisi miring kanan kiri, perpindahan dari tidur ke duduk dan
sebaliknya.
Kekuatan otot : manual muscle testing (MMT)
ROM (range of motion) : menggunakan goniometer dan dituliskan
dengan metode ISOM (International Standard of Measurement)
Pemeriksaan nyeri dengan VAS
Pemeriksaan sensorik
Pemeriksaan motorik
Kriteria Diagnosis
c. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium : pemeriksaan darah lengkap, ureum, kreatinin, SGOT,
SGPT, kultur darah, elektrolit, gula darah 2jam PP, gula darah puasa,
hemostasis lengkap, prokalsitonin, albumin, analisa gas darah.
23
Pemeriksaan radiologi dengan standar yang tinggi merupakan aspek krusial
dalam mendiagnosis cedera spinal. Plain x-ray posisi lateral dan
anteroposterior merupakan pemeriksaan yang fundamental untuk
mendiagnosis cedera spinal, sedangkan pemeriksaan CT dan MRI dapat
digunakan untuk evaluasi lebih lanjut. Pemeriksaan CT-Scan jauh lebih
superior dibandingkan plain x-ray karena dapat melihat dari potongan sagittal,
koronal, atau potongan lainnya sesuai dengan keinginan. Namun, apabila CT-
Scan tidak tersedia, plain x-ray tetap memberikan gambaran penting
untuk screening dari fraktur dan dislokasi. Pemeriksaan MRI yang normal
memperbolehkan dilepasnya collar support dan mobilisasi dini, hal ini
dikarenakan MRI servikal dapat memperlihatkan setiap cedera pada daerah
servikal dari medulla spinalis, kompresi dari radiks, herniasi diskus, dan
cedera pada ligament dan jaringan lunak.10
2.2.7 Tatalaksana
Kerusakan medulla spinalis akibat dari cedera primer umumnya tidak
dapat diperbaiki sehingga seluruh usaha dikerahkan untuk mencegah terjadinya
kerusakan lebih lanjut yang belum terjadi (sekunder) dan komplikasi-komplikasi
dari cedera tersebut. Prinsip utama dari tatalaksana CMS, antara lain mencegah
kerusakan sekunder dari CMS, reduksi dan stabilisasi dari cedera (tulang dan
ligamen), mencegah dan menangani komplikasi dari CMS, dan
rehabilitasi. Berdasarkan waktu penanganannya tatalaksana CMS dibagi menjadi
dua fase, antara lain fase pra-rumah sakit dan fase di rumah sakit.11
24
pra-rumah sakit dengan di rumah sakit adalah tindakan imobilisasi dari tulang
belakang serta memindahkan pasien ke unit gawat darurat (UGD) rumah sakit.11
25
(hipovolemik bila takikardia). Syok neurogenik diatasi dengan pemasangan dua
IV line large bore (16-18 G), pemberian cairan isotonis, penggunaan vasopressor
(norepinefrin) dan atropine untuk meningkatkan nadi.11
Prinsip awal saat menerima pasien di UGD rumah sakit umumnya sama,
yaitu ditindaklanjuti sesuai penanganan trauma (ATLS) yaitu survei primer dan
sekunder. Apabila pada saat diterima di rumah sakit belum dilakukan tindakan
imobilisasi tulang belakang, maka tindakan awal yang harus dilakukan adalah
tindakan imobilisasi. Hal yang berbeda dengan penanganan pra-rumah sakit
adalah pada pemeriksaan neurologis harus dilakukan secara lengkap (apabila
tanda-tanda vital ABC sudah stabil). Pemeriksaan neurologis yang lengkap
dilakukan sesuai International Standards for Neurological Classification of
Spinal Cord Injury revisi 2011 yang dipublikasikan oleh ASIA. Pada saat
pemeriksaan neurologis awal dapat ditentukan level ketinggian lesi, lesi komplit
atau inkomplit, dan ada-tidaknya fase shok spinal. Pemeriksaan radiologi
kemudian dilakukan untuk melihat atau menyingkirkan kemungkinan terjadinya
trauma medulla spinalis.11
26
d. Pindahkan pasien ke rumah sakit yang memiliki fasilitas
penanganan kasus cedera medulla spinalis
2. Perawatan khusus.
a. Komosio medula spinalis : fraktur atau dislokasi tidak stabil harus
disingkirkan. Jika pemulihan sempurna pengobatan tidak
diperlukan
b. Kontusio/ transeksi/ kompresi medula spinalis.
3. Kortikosteroid:
a. Metil prednisolon 30 mg/kgBB bolus intravena selama 15 menit
dilanjutkan dengan 5,4 mg/kgBB/jam, 45 menit. Setelah bolus,
selama 23 jam hasil optimal bila pemberian dilakukan < 8 jam
onset
b. Deksametason ( dosis : 16-48 mg/hari), tambahkan profilaksis stres
ulkus : antasid/antagonis H2
4. Tindakan operasi diindikasikan pada :
a. Reduksi terbuka pada dislokasi
b. Fraktur servikal dengan lesi parsial medulla spinalis.
c. Cedera terbuka dengan benda asing/tulang dalam kanalis spinalis
d. Lesi parsial medula spinalis dengan perdarahan yang progresif
5. Perawatan umum.
a. Perawatan vesika urinaria dan fungsi defekasi
b. Perawatan kulit/dekubitus
c. Nutrisi yang adekuat
d. Kontrol nyeri : analgetik, obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS),
dll.
Fisioterapi, terapi vokasional, dan psikoterapi sangat penting terutama pada
pasien yang mengalami skuele neurologis berat dan permanen.11
2.2.8 Komplikasi
1. Neurogenik shock
2. Hipoksia
27
3. Instabilitas spinal
4. Ileus paralitik
5. Infeksi saluran kemih
6. Kontraktur
7. Dekubitus
8. Konstipasi12
2.2.9 Prognosis
Sebuah penelitian prospektif selama 27 tahun menunjukkan bahwa rata-
rata harapan hidup pasien cedera medula spinalis lebih rendah dibanding
populasi normal. Penurunan rata-rata lama harapan hidup sesuai dengan
beratnya cedera. Penyebab kematian utama adalah komplikasi disabilitas
neurologik yaitu : pneumonia, emboli paru, septikemia, dan gagal ginjal.
Penelitian Muslumanoglu dkk terhadap 55 pasien cedera medula spinalis
traumatik (37 pasien dengan lesi inkomplet) selama 12 bulan menunjukkan
bahwa pasien dengan cedera medula spinalis inkomplet akan mendapatkan
perbaikan motorik, sensorik, dan fungsional yang bermakna dalam 12 bulan
pertama. Penelitian Bhatoe dilakukan terhadap 17 penderita medula spinalis
tanpa kelainan radiologik (5 menderita CentralCord Syndrome). Sebagian
besar menunjukkan hipo/isointens pada T1 dan hiperintens pada T2,
mengindikasikan adanya edema. Seluruh pasien dikelola secara konservatif,
dengan hasil: 1 orang meninggal dunia, 15 orang mengalami perbaikan, dan 1
orang tetap tetraplegia. Pemulihan fungsi kandung kemih baru akan tampak
pada 6 bulan pertama pasca trauma pada cedera medula spinalis traumatika.12
BAB III
PENUTUP
28
3.1 Kesimpulan
Trauma medula spinalis adalah cedera pada tulang belakang baik langsung
maupun tidak langsung, yang menyebabkan lesi di medula spinalis sehingga
menimbulkan gangguan neurologis, dapat menyebabkan kecacatan menetap atau
kematian. Mekanisme cedera, antara lain cedera fleksi, hiperekstensi, dan
kompresi. Diagnosis dari trauma medulla spinalis dilakukan secara pemeriksaan
klinis dan evaluasi radiologis. Penanganan cedera medulla spinalis, dimulai pada
saat evaluasi awal, dimana terjaminnya jalan nafas menjadi prioritas utama,
oksigenasi dan ventilasi yang adekuat, dan dilanjutkan dengan terapi untuk
mencegah ataupun mengatasi komplikasi yang terjadi. Tujuan penanganan medis
pada cedera medulla spinalis adalah keselamatan hidup serta meminimalkan
kerusakan neurologis akibat cedera maupun komplikasinya.
DAFTAR PUSTAKA
29
1. Advance Trauma Life Support for Doctor, ATLS Student Course Manual,
Eight Edition. Trauma Medulla Spinalis.
2. Saptiningsih M, Wong cho lee. Telemonitoring Pada Cedera Medula
Spinalis. 2011;1-10.
3. G.B Tjokorda. Diagnosis dan tatalaksana kegawatdaruratan tulang belakang.
Jakarta 2013.
4. Snell R. Anatomi Klinis. Jakarta: EGC; 2015
5. Guyton. Fisiologi Manusia. Jakarta: EGC; 2008
6. M S. Myelopati E.C. Fraktur Kompresi Vertebrata Lumbal 1. J Fak Kedokt
Univ Lampung. 2013;1(5):42-50.
7. Schreiber D. Spinal Cord Inuries, eMedicine Journal, April, 2002
8. Sidharta P, Mardjono M, Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta, 1981
9. Adams RD, Victor M, Ropper AH. Disease of Spinal Cord in Principles of
Neurology, 7th ed. McGraw-Hill, New York, 2001.
10. Alpert MJ. Central Cord Syndrome. eMedicine Journal 2001.
11. Hurlbert RJ. Methylprednisolone for Acute Spinal Cord Injury: An
Inappropriate Standard of Care. J Neurosurg (Spine). 2000.
12. Braken MB. Steroid For Acute Spinal Cord Injury (Cochrane Review):
Cochrane Library, Issue 3, 2002.
30