Anda di halaman 1dari 26

TUGAS MID

MANAJEMEN BENCANA
“Review Materi kelompok ”

DOSEN MATA KULIAH:


INDAH ADE PRIANTI, S.KM., M.PH.

DISUSUN OLEH:
NAMA : A’QILA NUR RAMADHANI
NIM : J1A121098
KELAS : B KESMAS

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2023
MATERI KELOMPOK 1
“PROSEDUR PERTOLONGAN PERTAMA KORBAN BENCANA”
A. Definisi Prosedur Pertolongan Pertama Korban Bencana
Pengertian pertolongan pertama adalah upaya pertolongan dan perawatan
sementara terhadap korban kecelakaan sebelum mendapatkan pertolongan yang
lebih sempurna dari dokter (Abu Al Fatih, 2014). Ini berarti pertolongan tersebut
bukan sebagai pengobatan atau penanganan yang sempurna, tetapi hanyalah
pertolongan sementara yang di lakukan petugas.
Pemberian pertolongan pertama harus secara cepat dan tepat menggunkan
sarana dan pasarana yang ada di tempat kejadian bila tindakan pertolongan pertama
ini di lakukan dengan benar dan baik akan mengurangin cacat atau penderitaan
bagi korban dan bahkan dapat menyelamatkan korban dari kematian, tetapi bila
tindakan pertolongan pertama ini tidak berjalan baik makan kemungkinan besar
memperburuk keadaan dan bahkan dapat mengakibatkan cacat dan kematian.
Pertolongan pertama adalah tindakan tanggap darurat yang dapat diberikan oleh
tenaga medis maupun masyarakat umum yang terlatih dengan tujuan memberikan
rasa nyaman dan menghilangkan rasa sakit bagi korban yang mengalami luka
(Hanifa, 2022).
B. Prinsip Dasar Prosedur Pertolongan Pertama Korban Bencana
Prinsip penanggulangan bencana merupakan suatu proses berkesinambungan
untuk menangani daerah-daerah yang terkena bencana alam. Umumnya kegiatan
penanggulangan bencana alam yang dilakukan meliputi perencaan hingga
penanganan dimulai saat sebelum bencana sampai pada setelah terjadinya bencana.
Kegiatan yang dilakukan mencangkup pencegahan, mitigasi bencana seperti
mitigasi bencana banjir dan cara melakukan mitigasi bencana bumi, kesiapan
dalam menghadapi bencana, penanganan darurat, dan terakhir pemulihan.
Prinsip-prinsip penanggulangan untuk bencana yang telah dirumuskan oleh
para ahli, adapun prinsip-prinsip tersebut adalah:
1. Cepat dan tepat, di Indonesia banyak sekali bencana, macam-macam bencana
alam di Indonesia antara lain banjir, tanah longsor, gunung meletus. Sudah
sewajarnya kalau penanggulangan bencana harus dilakukan secara tepat dan
tepat.
2. Prioritas, Harus mengetahui mana yang diprioritaskan dalam prosesnya, sudah
tentu jika penyelamatan nyawa harus selalu didahulukan dibandikan
penyelamatan harta benda dan seterusnya berdasarkan skala prioritas.
3. Koordinasi, Merupakan bentuk koordinasi antara Pemerintah dan Masyarakat
harus mampu melakukan hubungan yang baik dan saling mendukung.
4. Berdaya guna, Jangan sampai penangangan bencana hanya merupakan upaya
sia-sia yang membuang waktu, tenaga, dan biaya yang tentunya sangat besar.
5. Transparansi, Transparansi bahwa segala bentuk penangulangan bencana harus
terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan,
6. Kemitraan, Kemitraan tersebut bisa dengan cara pemerintah bekerjasama
dengan masyarakat membentuk Posdaya penanggulangan bencana di Daerah
sekitar.
7. Pemberdayaan, Pemberdayaan merupakan bentuk peningkatan dan pemahaman
kepada masyarakat dalam bentuk sosialisasi dan pembelajaran praktis terkait
dengan langkah antisipasi, penyelamatan dan pemulihan bencana.
8. Non diskriminatif, Proses penanganan bencana kepada siapa pun harus
dilakukan secara adil dan seimbang.
9. Non proletisi, larangan pemanfaat penanggulangan bencana sebagai upaya
untuk meraih suatu bentuk kepentingan tertentu.
10. Ketepaduan, Penanggulangan bencana merupakan tanggungjawab berbagai
pihak dari pemerintah, masyarakat dan lembaga swadaya lainya.
11. Berhasil Guna, dalam penanggulangan bencana agar seluruh biaya, waktu dan
tenaga yang dikeluarkan tidak sia-sia haruslah mampu berhasil guna yang
sifatnya berkepanjangan.
12. Akuntabilitas, bagi pihak yang terlibat langsung dalam proses penanggulangan
bencana setiap kegiatan yang dilakukan haruslah jelas, terarah dan dapat
dipertanggungjawabkan.
C. Jenis dan Langkah Prosedur Pertolongan Pertama Korban Bencana
1. Penyelamatan saat terjadi gempa bumi
Bersikap tenang dan jangan panik agar dapat melakukan tindakan
penyelamatan diri dan keluarga dengan baik
Segera keluar rumah jika berada di dalam rumah. Carilah tempat yang
agak lapang agar tidak tertimpa pohon atau bangunan yang mungkin
runtuh.
Saat berada di dalam gedung bertingkat atau bangunan yang tinggi ,
kemungkinan untuk keluar sangat sulit dan membutuhkan waktu yang
lama, tindakan yang harus diambil adalah berlindung di bawah meja atau
tempat yang dapat menahan diri dari reruntuhan atau jatuhnya benda –
benda.
2. Evakuasi Korban Luka – Luka ke Rumah Sakit
Bencana alam terjadi secara tiba – tiba terkadang menimbulkan korban
luka – luka maupun meninggal dunia. Korban yang mengalami luka – luka
harus segera dievakuasi ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan
kesehatan.
3. Pemberian Bantuan yang Dibutuhkan Korban Korban
Bencana sangat membutuhkan bantuan. Bantuan yang sangat
dibutuhkan, antara lain berupa makanan, minuman, pakaian, selimut, tenda –
tenda, atau alat – alat sekolah. Bantuan tersebut bisa berasal dari pemerintah
pusat, pemerintah daerah, masyarakat sekitar, masyarakat yang berasala dari
daerah lain, lembaga swadaya masyarakat, lembaga sosial atau dari negara
lain.
D. Evakuasi dalam Prosedur Pertolongan Pertama Korban Bencana
Evakuasi Korban Bencana adalah serangkaian kegiatan untuk memindahkan
korban bencana dari lokasi korban bencana ditemukan menuju lokasi aman yang
telah ditentukan. Prinsip-prinsip pada evakuasi korban harus diperhatikan seperti
korban dirujuk jika dalam keadaan stabil dan tidak menambah cidera baru.
Tindakan evakuasi korban terutama pada kecelakaan lalu lintas dan bencana
hendaknya diketahui oleh semua masyarakat termasuk para remaja yang juga
sering menjadi korban. Pencegahan sejak dini pada masyarakat khususnya siswa
dapat mencegah terjadinya kematian akibat kesalahan penolong dalam
mengevakuasi korban pada kasus-kasus kecelakaan lalu lintas ataupun bencana.
Prosedur evakuasi sebagai berikut:
1. Segera tinggalkan gedung sesuai dengan petunjuk team evakuasi tanggap
darurat atau ikuti arah jalur evakuasi/arah tanda keluar, jangan kembali untuk
alasan apapun.
2. Turun atau berlarilah ikuti arah tanda keluar, jangan panik, saling membantu
untuk memastikan evakuasi selamat.
3. Wanita tidak boleh menggunakan sepatu hak tinggi dan stoking pada saat
evakuasi.
4. Beri bantuan terhadap orang yang cacat atau wanita sedang hamil.
5. Berkumpul di daerah aman (muster point) yang telah ditentukan, tetap
berkumpul sambil menunggu instruksi selanjutnya, pengawas team tanggap
darurat dibantu atasan masing-masing mendata jumlah karyawan, termasuk
yang hilang dan terluka lalu melaporkan kepada koordinator.
E. Transportasi dalam Prosedur Pertolongan Pertama Korban Bencana
Metode telah dikembangkan menjadi satu konsep yang dapat digunakan
dalam mengoptimalkan evakuasi, termasuk mengenai pemilihan rute perjalanan,
pemilihan moda serta kesiapan infrastruktur jalan untuk memberikan pelayanan
pada pelaku evakuasi agar dapat selamat sampai ketujuan. a konsep yang berkaitan
dengan transportasi untuk evakuasi secara umum dibagi atas dua bagian, bagian
pertama fokus pada kinerja jaringan jalan dan perilaku pengungsi pada saat
melakukan perpindahan.
Perencanaan transportasi untuk evakuasi fokus pada pengungsi
Model dengan Pendekatan Multi-obyektif Pendekatan model
multiobjektif yang bertujuan untuk menentukan jumlah dan lokasi dari tempat
pengungsian dan jalur yang harus diambil oleh korban dari gedung menuju
tempat pengungsian yang telah ditetapkan pada saat terjadi kasus berupa
bencana yang membutuhkan evakuasi.
1) Model dengan pemanfaatan jaringan sosial untuk efisiensi evakuasi
2) Model berbasis multi agen
3) Model dengan penjadwalan waktu evakuasi dan pengaturan lalu lintas
Keuntungan dan kekurangan konsep model
Keuntungannya adalah setiap individu pengungsi dapat disimulasikan
dengan menambahkan tingkat kemampuan intelektual dan pengetahuan akan
evakuasi (self evacuation). Kekurang dari konsep ini adalah penggunaan
sumber daya yang cukup besar, mengingat luasnya wilayah cakupan dalam
model (makro), sehingga sangat diperlukan kecermatan dalam mendapatkan
data, proses analisis dan kalibrasi model.
Penerapan konsep model transportasi untuk evakuasi
Dengan demikian, System optimized dan user optimized merupakan
bagian dari skenario dalam pemodelan transportasi evakuasi untuk memilih
rute paling optimal dari sisi kinerja dalam melayani pengungsi pada berbagai
kasus kebencanaan di Indonesia
F. Sistem Penanggulangan dalam Prosedur Pertolongan Pertama Korban
Bencana
1. Bantuan darurat
2. Inventarisasi kerusakan
3. Evaluasi kerusakan
4. Pemulihan (Recovery)
5. Rehabilitasi (Rehabilitation)
6. Rekonstruksi
7. Melanjutkan pemantauan

MATERI KELOMPOK 2
“KEBIJAKAN PUBLIK MENGENAI MANAJEMEN BENCANA”
A. Perundang-Undangan Tentang Penanggulangan Bencana
Di Indonesia, perundang-undangan tentang penanggulangan bencana terdiri
dari beberapa undang-undang dan peraturan pemerintah :
1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana.
Undang-undang ini mengatur tentang prinsip-prinsip, kebijakan, struktur, tugas,
tanggung jawab, serta mekanisme koordinasi dalam penanggulangan bencana di
Indonesia.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana merupakan salah satu aturan yang penting dalam
pengaturan penanggulangan bencana di Indonesia.
3. Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 1 Tahun 2019 tentang
Pedoman Umum Penanggulangan Bencana adalah peraturan yang mengatur
pedoman umum dalam pelaksanaan penanggulangan bencana di Indonesia.
B. Perencanaan Dalam Penanggulangan Bencana
Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) merupakan salah satu rencana
pembangunan untuk penyelenggaraan penanggulangan bencana pada suatu daerah.
RPB disusun berdasarkan hasil pengkajian risiko bencana daerah.
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana. Pada dasarnya penyelenggaraan
adalah tiga tahapan yakni :
1. Pra bencana adalah periode sebelum terjadinya bencana
a. Situasi tidak terjadi bencana
Situasi ini terjadi ketika kondisi lingkungan dan kehidupan
masyarakat stabil dan aman dari berbagai jenis bencana seperti gempa
bumi, banjir, longsor, kebakaran hutan dan lain sebagainya.
b. Situasi terdapat potensi bencana
Ketika ada ancaman atau kejadian yang dapat berpotensi
menimbulkan bencana dalam jangka waktu tertentu.
2. Saat Tanggap Darurat yang dilakukan dalam situasi terjadi bencana.
Saat terjadi bencana, upaya tanggap darurat dilakukan untuk
memberikan pertolongan dan mengurangi dampak buruk yang mungkin
terjadi.
1) Evakuasi, mengevakuasi masyarakat berada dalam daerah terdampk
bencana ke tempat yang lebih aman.
2) Pelayanan kesehatan, memberikan pertolongan kesehatan seperti
pemberian obat-obatan, perawatan luka, dan penanganan medis darurat.
3) Pelayanan kebutuhan dasar, memberikan bantuan kebutuhan dasar
seperti pangan, air bersih, dan tempat tinggal sementara.
4) Sistem peringatan dini, memberikan informasi dan peringatan dini
kepada masyarakat terkait kemungkinan adanya bencana.
5) Pemulihan, melakukan upaya pemulihan dan rekonstruksi setelah
terjadinya bencana
3. Pasca bencana yang dilakukan saat setelah terjadi bencana
Kegiatan ini bertujuan untuk memulihka keadaan pasca bencana dan
membantu masyarakat kembali bangkit dari keterpurukan akibat bencana
yang terjadi.
Perencanaan dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
Disusun suatu rencana yang spesifik pada setiap tahapan penyelenggaraan
penanggulangan bencana
1. Pada tahap Prabencana dalam situasi tidak terjadi bencana, dilakukan
penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana (Disaster Management
Plan), yang merupakan rencana umum dan menyeluruh yang meliputi
seluruh tahapan / bidang kerja kebencanaan.
2. Pada tahap Prabencana dalam situasi terdapat potensi bencana dilakukan
penyusunan Rencana Kesiapsiagaan untuk menghadapi keadaan darurat
yang didasarkan atas skenario menghadapi bencana tertentu (single hazard)
maka disusun satu rencana yang disebut Rencana Kontinjensi (Contingency
Plan).
3. Pada Saat Tangap Darurat dilakukan Rencana Operasi (Operational Plan)
yang merupakan operasionalisasi/aktivasi dari Rencana Kedaruratan atau
Rencana Kontinjensi yang telah disusun sebelumnya.
4. Pada Tahap Pemulihan dilakukan Penyusunan Rencana Pemulihan
(Recovery Plan) yang meliputi rencana rehabilitasi dan rekonstruksi yang
dilakukan pada pasca bencana
Perencanaan Penanggulangan Bencana
Perencanaan penanggulangan bencana merupakan bagian dari perencanaan
pembangunan. Setiap rencana yang dihasilkan dalam perencanaan ini
merupakan program/kegiatan yang terkait dengan pencegahan, mitigasi dan
kesiapsiagaan yang dimasukkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang
(RPJP), Jangka Menengah (RPJM) maupun Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
tahunan.
Jenis-jenis Perencanaan dalam Penanggulangan Bencana
1. Rencana Penanggulangan Bencana
2. Rencana Kontinjensi
3. Rencana Operasi
4. Rencana Pemulihan
C. Rencana Pelaksanaan Penanggulangan Bencana
1. Pada Pra Bencana
a. Dalam situasi tidak terjadi bencana
Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi
bencana meliputi :
a) perencanaan penanggulangan bencana;
b) pengurangan risiko bencana;
c) pencegahan;
d) pemaduan dalam perencanaan pembangunan;
e) persyaratan analisis risiko bencana;
f) pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang;
g) pendidikan dan pelatihan; dan
h) persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.
b. Situasi Terdapat Potensi Bencana
Pada situasi ini perlu adanya kegiatan-kegiatan kesiap siagaan, peringatan
dini dan mitigasi bencana dalam penanggulangan bencana.
a) Kesiapsiagaan
b) Peringatan Dini
c) Mitigasi Benca
2. Saat Tanggap Darurat
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat meliputi:
a. Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan sumber
daya.
b. Penentuan status keadaan darurat bencana.
c. Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana
d. Pemenuhan kebutuhan dasar
e. Perlindungan terhadap kelompok rentan.
f. Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.
3. Pasca Bencana
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pasca bencana meliputi:
a. Rehabilitasi. merupakan upaya untuk memulihkan kehidupan masyarakat
dan lingkungan pasca bencana agar dapat berfungsi kembali secara normal.
b. Rekonstruksi. proses pembangunan kembali infrastruktur dan lingkungan
yang rusak akibat bencana.
4. Mekanisme Penanggulangan Bencana
Mekanisme penanggulangan bencana yang akan dianut dalam hal ini adalah
mengacu pada UU No 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana dan
Peraturan Pemerintah No 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana.
a. Pada pra bencana maka fungsi BPBD bersifat koordinasi dan pelaksana,
b. Pada saat Darurat bersifat koordinasi, komando dan pelaksana
c. Pada pasca bencana bersifat koordinasi dan pelaksan
MATERI KELOMPOK 3
“PENERAPAN METODE EPIDEMIOLOGI BENCANA”
A. Pengertian Epidemiologi Bencana, dan wabah
Berdasarkan Central of Disease Control and Prevention (CDC), epidemiologi
bencana adalah penggunaan epidemiologi untuk menilai efek buruk bagi kesehatan
baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap suatu bencana dan
serta memprediksi akibat dari bencana yang akan dating (Purnama Tri, 2021).
Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam
masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi daripada
keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan
malapetaka.
B. Metode Epidemiologi Bencana
Metode konseptual bertujuan untuk memberikan informasi yang akurat
terhadap pembuat suatu kebijakan atau keputusan, dalam hal ini ahli epidemiologi
dapat membantu dengan melakukan penilaian untuk mengkarakterisasi ruang
lingkup masalah mengidentifikasi faktor risiko yang terkait dengan kematian dan
morbiditas mengembangkan strategi intervensi, dan mengevaluasi efektivitas
intervensi.
a) Penelitian Kebutuhan Cepat
Sebuah teknik pengambilan sampel berupa survey di lapangan yang
bertujuan untuk menentukan dengan cepat status kesehatan dan kebutuhan
dasar komunitas yang terkena dampak bencana dengan cara yang valid dan
statistic untuk respon yang dapat ditindak lanjuti.
b) Pengawasan Kesehatan
Dalam pengawasan kesehatan petugas kesehatan masyarakat melakukan
teknik surveilans yang bertujuan untuk :
a. Mengkarakterisasi beban kesehatan bencana
b. Upaya respon target
c. Mengidentifikasi wabah antarbencana atau kelompok kondisi
d. Menggambarkan distribusi kejadian kesehatan yang merugikan secara
spesifik.
Menurut CDC dalam situasi bencana, surveilans kesehatan merupakan
pengumpulan, analisis interpretasi, dan distribusi kesehatan secara sistematis
untuk mengkarakterisasi beban morbiditas dan mortalitas terkait bencana pada
komunitas yang terkena dampak. Kegiatan surveilans awalnya berfokus pada
masyarakat yang cedera dan yang memiliki penyakit serta dirawat dirumah
sakit ataupun klinik perawatan setempat.
c) Sistem Pelacakan
Sistem pelacakan merupakan pengumpulan dan integrasi data dari
pemantauan lingkungan paparan dan efek kesehatan pada manusia dari waktu
ke waktu. CDC dalam program pelacakan menyebutkan bahwa sistem
pelacakan bertujuan unuk mengindetifikasi menemukan orang-orang yang
mungkin beresiko terpapar terutama terhadap bahaya kimiawi, untuk
meminimalkan hasil yang merugikan secara langsung dan menjelaskan kisaran
dan tingkat keparahan hasil yang merugikan diantara populasi yang terpapar.
Penelusuran kesehatan masyarakat lingkungan adalah pengumpulan,
integrasi, analisis, interpretasi, dan penyebaran data yang sedang berlangsung
dari pemantauan bahaya lingkungan dan pengawasan terkait paparan manusia
dan hasil kesehatan. Hal ini bertujuan untuk melindungi masyarakat dengan
memberikan informasi yang dapat digunakan untuk merencanakan,
menerapkan, dan mengevaluasi tindakan kesehatan masyarakat untuk
mencegah dan mengendalikan penyakit yang berhubungan dengan lingkungan
serta dapat berguna untuk menangani hasil jangka menengah hingga jangka
panjang dan fase pemulihan.
d) Investigasi dan Studi Epidemiologi
Investigasi dan studi epidemiologi pasca bencana merupakan teknik
deskriptif dan analitis untuk lebih memahami masalah yang dihasilkan dari
penilaian kebutuhan atau surveilans serta untuk menetapkan determinan untuk
hasil kesehatan yang merugikan sehingga intervensi dapat dilakukan.
e) Epidemiologi Deskriptif
Epidemiologi deskriptif merupakan studi terhadap frekuensi dan distribusi
penyakit, kondisi, cedera ketidakmampuan, kematian atau masalah/peristiwa
kondisi kesehatan lainnya dalam populasi.
f) Epidemiologi Analitik
Epidemiologi analitik adalah epidemiologi yang menekankan pada
pencarian jawaban terhadap penyebab terjadinya frekuensi, penyebaran serta
munculnya suatu masalah kesehatan. Studi analitik digunakan untuk menguji
hubungan sebab akibat dan berpegangan pada pengembangan data baru.
g) Pencatatan
Sebagai surveilans khusus register menggunakan struktur dan proses untuk
mendokumentasikan bahaya lingkungan dan eksposur untuk observasi pasien
longitudinal sebelum atau setelah studi dan investigas epidemiologi.
C. Penyelidikan/Investigasi Wabah
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian
kesakitan dan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu
daerah dalam kurun waktu tertentu, dan merupakan keadaan yang dapat menjurus
pada terjadinya wabah. Disamping penyakit menular penyakit yang juga dapat
menimbulkan KLB adalah penyakit tidak menular dan keracunan serta keadaan
tertentu yang rentan terjadinya KLB yaitu keadaan bencana dan kedaruratan.
Investigasi atau penyelidikan KLB (Kejadian Luar Biasa)/wabah adalah suatu
kegiatan untuk memastikan adanya KLB wabah, mengetahui penyebab,
mengetahui cara penyebaran, mengetahui faktor risiko da menetapkan program
penanggulangan KLB.
Alasan dilakukannya investigasi adanya kemungkinan KLB/wabah adalah:
1) Untuk melakukan penanggulangan dan pencegahan,
2) Adanya kesempatan mengadakan penelitian dan pelatihan Beberapa penyakit
infeksi pertama kali ditemukan melalui investigasi KLB/wabah.
3) Pertimbangan Program, investigasi KLB/wabah, informasi yang diperoleh
dapat memberikan kewaspadaan dini terhadap mekanisme transmisi penyakit.
4) Kepentingan Umum dan Ekonomi,
5) Keresahan masyarakat,
D. Langkah Investigasi/Penyelidikan Wabah
Langkah-langkah dalam melakukan investigasi wabah adalah dengan
menggunakan pendekatan yang sistemik, antara lain:
1. Persiapan Investigasi di Lapangan
2. Memastikan adanya Wabah
3. Memastikan diagnosis
4. Membuat definisi kasus
5. Menemukan dan menghitung Kasus
E. Penyusunan Laporan Penyelidikan
Tujuan pokok dari laporan penyelidikan adalah untuk meningkatkan
kemungkinan agar pengalaman dan penemuan-penemuan yang diperoleh dapat
dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mendesain dan menerapkan teknik-teknik
surveilans yang lebih baik serta tindakan pencegahan dan penanggulangan.
Susunan Laporan hasil penyelidikan adalah sebagai berikut:
1. Judul Laporan
2. Pendahuluan
3. Latar Belakang
4. Tujuan Penyelidikan
5. Metodologi
6. Hasil penelitian
7. Analisis Data dan Kesimpulan
8. Uraian Tentang Tindakan yang Diambil ( Tindakan Penanggulangan )
9. Uraian Tentang Dampak-Dampak Penting Lainnya,
10. Saran Mengenai Perbaikan Prosedur Surveilans dan Penanggulangan di Masa
Depan.
F. Komponen Penyelidikan Wabah
Tahapan penyelidikan epidemiologi secara umum meliputi:
1. Konfirmasi awal KLB
Kesehatan melakukan konfirmasi awal untuk memastikan adanya kasus
konfirmasi dengan cara wawancara dengan petugas puskesmas atau dokter
yang menangani kasus.
2. Pelaporan segera Mengirimkan laporan W1 ke Dinkes Kab/Kota dalam waktu
<24 jam, kemudian diteruskan oleh Dinkes Kab/Kota ke Provinsi dan PHEOC
3. Persiapan penyelidikan
a. Persiapan formulir penyelidikan sesuai form terlampir (lampiran 5)
b. Persiapan Tim Penyelidikan
c. Persiapan logistik (termasuk APD) dan obat-obatan jika diperlukan
4. Penyelidikan epidemiologi
a. Identifikasi kasus
b. Identifikasi faktor risiko
c. Identifikasi kontak erat
d. Pengambilan spesimen di rumah sakit rujukan
e. Penanggulangan awal
5. Pengolahan dan analisis data
6. Penyusunan laporan penyelidikan epidemiologi
MATERI KELOMPOK 4
“RAPID NEEDS ASSESSMENT DALAM BENCANA/KLB”
A. Pengertian Rapid Needs Assessment
Rapid needs assessments adalah cara penting untuk mengurangi dampak
kesehatan yang merugikan dari bencana di antara populasi. Metode
pengambilan sampel klaster rapid needs assessments, yang awalnya
dikembangkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia pada tahun 1970-an, pada
awalnya digunakan untuk mendapatkan data tentang cakupan vaksin dan
memastikan ketersediaan vaksin untuk semua anak secara global pada tahun
1990. Pada tahun 1980-an, metode pengambilan sampel klaster rapid needs
assessments digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang menyusui dan
nutrisi anak untuk melengkapi statistik vital dan catatan rumah sakit yang
tersedia (Frerichs, 1988)..
Pendekatan epidemiologis untuk penanggulangan dan respons bencana
berevolusi dan tumbuh secara signifikan selama tahun 1990-an, dengan
penerapan jaringan darurat yang lebih baik untuk bantuan bencana dan
perencanaan bencana yang lebih kuat (Lillibridge S.R., Noji E.K., 1993).
Setelah 2000, fokus rapid needs assessments bergeser untuk mencapai waktu
respons yang lebih cepat, waktu penyelesaian yang lebih singkat, dan
pengembangan alat standar untuk mengumpulkan dan menganalisis data secara
sistematis. Salah satu cara mempersingkat lamanya waktu yang diperlukan
untuk memulai penilaian adalah dengan menggunakan alat sistem informasi
geografis (GIS) untuk mempercepat proses pemilihan sampel (Waring S.C.,
Reynolds K.M., D’Souza G., 2002). Perangkat genggam seperti tablet, ponsel
pintar, dan perangkat sistem posisi global dapat digunakan untuk mengumpulkan
data secara elektronik, mengurangi waktu yang diperlukan untuk pengumpulan
data (CDC, 2000).
B. Tujuan Rapid Needs Assessment
Pada penerapannya, RNA memiliki tujuan yang kompleks yaitu untuk
menilai permasalahan kesehatan, potensi risiko, mengidentifikasi kebutuhan
kesehatan serta membuat rekomendasi dalam rangka respon cepat
penanggulangan krisis kesehatan. Untuk mendapatkan data secepat dan
seakurat mungkin, RNA dilakukan secara langsung di lokasi bencana, seperti
di Rumah Sakit, Puskesmas, Dinas Kesehatan, pos kesehatan, lingkungan
tempat tinggal, hingga pada lokasi-lokasi pengungsian.
Penilaian Kebutuhan Cepat merupakan sebuah teknik pengambulan
sampel berupa survey di lapangan yang bertujuan untuk menentukan dengan
cepat status kesehatan dan kebutuhan dasar komunitas yang terkena dampak
bencana dengan cara yang valid dan statistic untuk respon yang dapat
ditindaklanjuti. Hal ini dikarenakan tanggap darurat seringkali membutuhkan
informasi segera terkait status kesehatan dan kebutuhan masyarakat, maka
informasi tersebut haruslah dikumpulkan di lapangan dan dianalisis dengan
cepat.
C. Persiapan Rapid Needs Assessment
Mengetahui hal-hal yang harus dipersiapkan, juga merupakan hal penting
agar proses pendataan dapat berjalan dengan baik dan maksimal. Adapun pada
proses persiapannya, ada beberapa poin yang perlu diperhatikan sebagai
berikut:
1. Membentuk Tim dan menentukan Ketua
2. Mempelajari situasi di lokasi bencana, yang terdiri dari potensi masalah
kesehatan, kapasitas kesehatan yang ada, serta akses transportasi dan
komunikasi di lapangan.
3. Pelajari aspek keamanan dan keselamatan tim
4. Mengidentifikasi potensi bahaya atau hazard serta prosedur penyelamatan.
5. Mempelajari profil kesehatan dari wilayah terdampak.
6. Koordinasi di lokasi bencana dengan pihak terkait seperti Rumah sakit,
Dinas Kesehatan, BPBD.dll.
7. Membawa kartu identitas, surat tugas, form penilaian, keperluan
administrasi serta peralatan pribadi seperti makanan dan obat.
Setelah adanya persiapan yang baik dan matang dari seluruh anggota
sebelum berangkat, maka proses pelaksanaan RNA atau Rapid Needs
Assessment dapat dilakukan. Dalam penerapannya, hal pertama yang harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan adalah dengan mengumpulkan data terkait
lokasi serta situasi dan kondisi lapangan setelah terjadinya bencana alam.
D. Penyusunan Laporan Rapid Needs Assessment
Pelaporan Penilaian Kebutuhan Cepat kejadian krisis kesehatan agar tidak
terjadi kesalahan, seperti berikut :
1. Data Pra Bencana
Pada data pra bencana, ada beberapa hal yang perlu diisi, seperti :
a) Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk
b) Jumlah populasi kelompok rentan (Balita, Bumil, Buteki, Lansia, dan
Penyandang Disabilitas).
c) Nama dan Jumlah fasilitas kesehatan
d) Data jumlah SDM Kesehatan
e) Jenis Kejadian Krisis Kesehatan
f) Waktu Kejadian Krisis Kesehatan
g) Deskripsi Kejadian Krisis Kesehatan
h) Lokasi Kejadian Krisis Kesehatan
i) Jumlah Korban
j) Fasilitas Kesehatan yang Rusak
k) Fasilitas Umum
l) Kondisi sanitasi dan Kesehatan Lingkungan di Lokasi Penampungan
m) Ketersediaan sumberdaya seperti obat, sarana pendukung kesehatan,
hinga alat komunikasi
n) Upaya Penanggulangan yang Telah dilakukan
o) Bantuan yang Diperlukan
p) Rekomendasi.
Setelah data terinput dengan baik dan telah sesuai dengan prosedur dan
ketentuan yang telah dijelaskan, maka proses analisis data dan rekomendasi
RNA (Rapid Needs Assessment) baru dapat dilakukan. Proses analisis data
dilakukan cara metode perbandingan, yaitu membandingkan data sebelum
terjadinya bencana, dengan data setelah terjadi bencana. Selain itu, proses
analisis data juga dapat dilakukan dengan membandingkan data RNA dengan
data Standar Pelayanan Minimal Kesehatan.
Data RNA yang telah dikumpulkan dan dianalisis, dapat segera disusun
dalam bentuk laporan kegiatan RNA atau infografis yang didalamnya termuat
beberapa poin, seperti :
1. Gambaran singkat kejadian bencana. Termasuk didalamnya yaitu jenis,
waktu, lokasi, jumlah korban dan fasilitas yang rusak hingga perkiraan
luas daerah serta informasi populasi yang terdampak oleh bencana
2. Kapasitas Respon. Termasuk didalamnya dibagi menjadi 3 yaitu, Jenis dan
jumlah SDM Kesehatan, Data Fasilitas pelayanan kesehatan dan logistik
kesehatan.
Dalam penerapannya, proses pelaporan dapat dilakukan secara berjenjang,
yaitu melalui Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi,
kemudian disampaikan kepada Kementerian Kesehatan melalui Pusat Krisis
Kesehatan. Sehingga dengan demikian, proses penyajian data yang sesuai dan baik,
diharapkan dapat membantu proses pengambilan keputusan dengan cepat,
tepat, dan akurat.

MATERI KELOMPOK 5
“SURVEILANS KEGAWATDARURATAN ATAU BENCANA”
A. Definisi Surveilans Kegawatdaruratan Atau Bencana
Surveilens bencana adalah upaya untuk mengumpulkan data pada situasi
bencana, data yang dikumpulkan berupa jumlah korban meninggal, luka sakit, jenis
luka, pengobatan yang dilakukan, kebutuhan yang belum dipenuhi, jumlah korban
anak-anak, dewasa, lansia. Surveilans sangat penting untuk monitoring dan
evaluasi dari sebuah proses, sehingga dapat digunakan untuk menyusun
kebijakan dan rencana program (Purnama 2016).
B. Peran Dalam Surveilans Kegawatdaruratan Atau Bencana
Jejaring kerja atau peran surveilans adalah suatu mekanisme koordinasi
kerja antar unit penyelenggara Surveilans Kesehatan, sumber-sumber data,
pusat penelitian, pusat kajian dan penyelenggara program kesehatan, meliputi
tata hubungan Surveilans Kesehatan antar wilayah Kabupaten/Kota, Provinsi dan
Pusat. Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan dilaksanakan melalui jejaring
kerja Surveilans Kesehatan antara unit surveilans dengan sumber data, pusat
penelitian dan kajian, program intervensi kesehatan, dan unit surveilans lainnya.
Jejaring kerja Surveilans Kesehatan bertujuan untuk menguatkan kapasitas
surveilans, tersedianya data dan informasi yang komperehensif, meningkatkan
kemampuan respon cepat terhadap kejadian penyakit dan faktor risiko dalam
rangka menurunkan angka kesakitan, kematian serta kecacatan.
Penyelenggaraan jejaring kerja Surveilans Kesehatan dilaksanakan oleh
unit penyelenggara Surveilans Kesehatan baik di unit-unit utama pusat
danUPT pusat (UPT Kementerian Kesehatan), pusat-pusat penelitian dan
pengembangan, pusat-pusat data dan informasi, Dinas Kesehatan Provinsi dan
UPT Dinas Kesehatan Provinsi, serta Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan
UPT Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, baik pada kondisi normal maupun sedang
terjadi KLB atau wabah (nel arianty 2014).
C. Masalah Epidemiologi Dalam Surveilans Bencana
Epidemiologi bencana memiliki ruang lingkup yang cukup penting
dalam penanganan setiap bencana (Logue, 1996). Epidemiologi memiliki
metode yang dikembangkan untuk memberikan informasi terkait dampak dari
bencana dalam aspek fisik, mental, dan social dengan harapan dapat
menyelamatkan kehidupan dan dapat mengendalikan penyebaran penyakit
akibat dari bencana yang terjadi. Hasil dari metode ini nantinya akan
digunakan untuk membantu dan memberi pelajaran kedepannya jika terjadi
bencana yang sama kemungkinan apa yang akan terjadi, diupayakan memakan
korban yang lebih sedikit dan lebih cepat dalam penangan serta lebih
mempersiapkan sebaik mungkin mitigasi, kesiapsiagaan dan perencanaanya.
1. Pertolongan pada pasien / korban bencana terhadap kelaparan
2. Melakukan pengontrolan epidemik dan layanan pengaduan
3. Surveilans Pencegahan Kematian, sakit dan cedera.
4. Surveilans Kebutuhan Perawatan Kesehatan
5. Penelitian untuk menghindari tindakan tidak perlu
6. Analisis Epidemiologi dan Konsekuensi Pencegahan Kesehatan pada
Bencana yang akan datang.
7. Analisis peringatan dari usaha pertolongan.
D. Sistem Pelaporan Surveilans Kegawatdaruratan Atau Bencana
Berikut ketentuan sistem pelaporan Surveilans dalam kondisi bencana:
1. Menggunakan form khusus laporan Surveilans bencana, seperti form
penyakit diare, ISPA, pneumonia, DBD, malaria, campak dan lokal spesifik
(Lepto Spirosis) yang bisa dalam bentuk laporan harian atau mingguan.
2. Menggunakan form W.1 bila ada kejadian luar biasa (KLB) terutama terkait
penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
3. Menggunakan form khusus untuk menggambarkan kondisi lingkungan dan
keadaan gizi masyarakat dilokasi bencana.
Bentuk data-data dan laporan lainnya yang dibutuhkan dalam kegiatan
Surveilans bencana di antaranya adalah:
1. Data Pengungsi (Mingguan - Bulanan)
2. Surveilans Kematian / Data kematian
3. Surveilans Penyakit (Data morbiditas)
E. Cara Analisis Surveilans Bencana
Alur kegiatan yang dilakukan dalam rangka analisis Surveilans bencana
yaitu:
1. Melakukan kegiatan analisis tim (Tim gerak cepat dll)
2. Melakukan pertemuan berkala tingkat kabupaten/kota
3. Menghasilkan suatu rekomendasi Surveilans dalam bentuk penelitian dan
intervensi.
Indikator yang bisa digunakan untuk melakukan analisis Surveilans bencana :
1. Orientasi tidak cukup hanya penyakit
2. Pertimbangkan faktor risiko diluar sektor kesehatan
3. Ketajaman analisis tidak cukup hanya deskriptif
4. Pertimbangkan lintas batas wilayah, tidak cukup hanya pertimbangan
wilayah administrasi pemerintahan.
Tujuan desiminasi Informasi Surveilans Bencana: Agar Tim dapat
mendapatkan bantuan sarana dengan prioritas yang jelas, mendapatkan
assistensi strategi penanggulangan yang tepat, serta mampu menjelaskan kondisi
pengungsi sebagai pertanggung jawaban Publik, Management et al., (2019).
Sementara sasaran dari desiminasi Informasi dalam Surveilans bencana di
antaranya adalah unit pelayanan pemerintah,swasta dan lembaga lain, unit
pengendali program dan pendukung, unit Surveilans lain, riset dan
penyelidikan serta lembaga bantuan pemerintah ataupun swasta.
Ada beberapa persyaratan yang perlu diperhatikan dalam kegiatan
Desiminasi informasi bencana, Pengembangan, (2012):
1. Komitmen dan dukungan politis dari Pimpinan yang kuat dan sustainable
2. Dukungan anggaran yang memadai dari Pemerintah
3. Komunikasi yang efektif untuk memperkuat keikut sertaaan berbagai pihak
terkait.
MATERI KELOMPOK 6
“PERENCANAAN INTERVENSI KEBUTUHAN GIZI (PAKAN/MAKANAN)”
PADA PRA DAN PASCA BENCANA
A. Pengertian Perencanaan
Pandangan perencanaan adalah proses penetapan dan pemanfaatan
sumber daya secara terpadu yang diharapkan dapat menunjang kegiatan-
kegiatan dan upaya-upaya yang dilaksanakan secara efisien dan efektif dalam
mencapai tujuan. Pandangan perencanaan adalah proses penetapan dan
pemanfaatan sumber daya secara terpadu yang diharapkan dapat menunjang
kegiatan-kegiatan dan upaya-upaya yang dilaksanakan secara efisien dan
efektif dalam mencapai tujuan.
Perencanaan adalah proses yang sistematis dalam pengambilan keputusan
tentang tindakan yang akan dilakukan pada waktu yang akan datang. Disebut
sistematis karena perencanaan dilaksanakan dengan menggunakan prinsip-
prinsip tertentu tersebut mencakup proses pengambilan keputusan,
penggunaan pengetahuan dan teknik secara ilmiah, serta tindakan atau
kegiatan yang terorganisasi.
B. Pengertian Bencana
Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam
dan mengganggu pola kehidupan normal masyarakat, serta menyebabkan
kerugian-kerugian besar terhadap jiwa, harta dan struktur sosial masyarakat yang
melebihi kemampuan dari masyarakat yang tertimpa bencana untuk
menanggulanginya sehingga membutuhkan perlindung - an dan bantuan dari
pihak lain.
Bencana yang mengganggu dan merugikan manusia baik yang
disebabkan karena faktor alam, karena faktor perbuatan manusia ataupun
bencana karena kombinasi antara faktor alam dan ulah tangan manusia, perlu
dikelola atau dimanajemen dengan baik agar masyarakat dapat menghindari
terjadinya bencana atau mengatasi dampak apabila telah terjadi suatu
bencana. Kegiatan pengelolaan inilah yang seringkali disebut dengan
manajemen bencana.
Jenis-jenis bencana alam dan bencana non alam:
1. Bencana alam
a) Tanah Longsor
b) Banjir
c) Gempabumi
d) Tsunami
e) Gunung api meletus
f) Kekeringan
g) Kegagalan Teknologi
2. Bencana Non Alam
Bencana non alam dapat terjadi karena ulah atau kelalaian manusia yang
kadang-kadang diperparah dengan kondisi alam. Bencana ini dapat
berupa: banjir akibat penggundulan hutan, kecelakaan transportasi,
kecelakaan industry, kegagalan konstruksi dan bangunan seperti: lereng
galian/timbunan longsor, tanggul saluran jebol, situ/embung/ bendungan
runtuh, dan lain sebagainya.
C. Perkiraan Dampak Bencana
Dampak bencana terhadap kesehatan masyarakat relatif berbeda- beda,
antara lain tergantung dari jenis dan besaran bencana yang terjadi. Kasus
cedera yang memerlukan perawatan medis misalnya, relatif lebih banyak
dijumpai pada bencana gempa bumi dibandingkan dengan kasus cedera akibat
banjir dan gelombang pasang. Sebaliknya, bencana banjir yang terjadi dalam
waktu relatif lama dapat menyebabkan kerusakan sistem sanitasi dan air
bersih, serta menimbulkan potensi kejadian luar biasa (KLB) penyakit-
penyakit yang ditularkan melalui media air.
Masalah kesehatan utama yang muncul akibat bencana adalah masalah gizi
dan penyakit menular. Meskipun masalah gizi dan penyakit menular tidak
serta merta muncul sesaat sesudah bencana akan tetapi, apabila tidak ada
pengamatan penyakit secara seksama dengan sistem surveilans yang baik, maka
masalah gizi dan penyakit menular akan mempunyai potensi yang sangat besar
untuk terjadi, sebagai akibati dari:
• Berkumpulnya manusia dalam jumlah yang banyak
• Sanitasi, air bersih, nutrisi yang tidak memadai
• Perpindahan penyakit karena perubahan lingkungan paska bencana,
maupun karena perpindahan penduduk karena pengungsian.
Penyakit menular merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian
besar, mengingat potensi munculnya KLB penyakit menular pada periode
pasca bencana yang besar sebagai akibat banyaknya faktor risiko yang
memungkinkan terjadinya penularan bahkan KLB penyakit.
D. Efek Negatif Pra & Pasca Bencana
1. Pra Bencana
Penurunan status kesehatan yang berasal dari infeksi menular dan
penurunan status gizi menjadi masalah pokok yang umumnya terjadi pada
kondisi kedaruratan bencana. Dampak kesehatan ini dapat mengubah
fungsi dan kualitas hidup masyarakat terdampak bencana. Permasalahan
kesehatan dan status gizi terjadi pada seluruh kelompok masyarakat,
terutama kelompok rentan seperti bayi, balita, ibu hamil,ibu menyusui dan
lanjut usia. Ibu hamil dan ibu menyusui yang kekurangan asupan.
Dasar timbulnya dampak kesehatan dan gizi pada saat bencana
adalah rusaknya berbagai sarana dan prasarana pelayanan umum dan
kesehatan. Terputusnya jalur distribusi pangan dan ketersediaan pangan yang
terbatas, sanitasi lingkungan yang buruk dan rusaknya sarana air bersih
menjadikan dasar bagi permasalahan kesehatan akibat bencana.
Penanganan tanggap darurat bencana yang komprehensif terkadang
terkendala dengan derajat dan luasnya keparahan bencana. Situasi ini
diperburuk dengan pengetahuan masyarakat yang masih terbatas terhadap
situasi darurat bencana.
2. Pasca Bencana
Bencana yang diikuti dengan pengungsian berpotensi menimbulkan
masalah kesehatan yang sebenarnya diawali oleh masalah bidang/sektor
lain. Bencana gempa bumi, banjir, longsor dan letusan gunung berapi,
dalam jangka pendek dapat berdampak pada korban meninggal, korban
cedera berat yang memerlukan perawatan intensif, peningkatan risiko
penyakit menular, kerusakan fasilitas kesehatan dan system penyediaan
air. Timbulnya masalah kesehatan antara lain berawal dari kurangnya air
bersih yang berakibat pada buruknya kebersihan diri, buruknya sanitasi
lingkungan yang merupakan awal dari perkembangbiakan beberapa jenis
penyakit menular. Persediaan pangan yang tidak mencukupi juga
merupakan awal dari proses terjadinya penurunan derajat kesehatan yang
dalam jangka panjang akan mempengaruhi secara langsung tingkat
pemenuhan kebutuhan gizi korban bencana.
Bencana alam sering menimbulkan kejadian penyakit menular
secara besar-besaran dan pada keadaan tertentu bencana alam dapat
meningkatkan potensi penularan penyakit.
Potensi timbulnya masalah gizi dan penyakit menular pada
kondisi pasca bencana dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: penyakit
yang sudah ada sebelum bencana, perubahan ekologis karena bencana,
pengungsian, perubahan kepadatan penduduk, rusaknya fasilitas umum,
dan hilangnya layanan kesehatan dasar.
E. Estimasi Kebutuhan Korban Pra & Pasca Bencana
1. Pra Bencana
Upaya Kesiapan Anggaran
yang sangat dibutuhkan dalam setiap aktivitas kehidupan,termasuk
juga dalam upaya pra bencana alam. Ada juga biaya tak terduga
sebagai anggaran yang telah disiapkan untuk dapat mengakomodir
kebutuhan-kebutuhan pokok para korban bencana saat situasi bencana
(Machruf et al., 2020).
Ketersediaan Sarana Prasarana dan Sumber Daya Manusia
Seperti mempersiapkan beberapa sarana dan prasarana untuk
mendukung kegiatan pra bencana dan saat terjadi bencana. Secara
personil atau sumber daya manusia, yang senantiasa siap untuk
menghadapi kejadian bencana seperti dibeberapa desa dibentuk
TAGANA (Taruna Siaga Bencana) juga KSB (Kampung Siaga
Bencana) dan DESTANA (Desa Tangguh Bencana). Aktor-aktor
kebencanaan lain seperti Satpolpp, Tentara, Polisi, PMI dan tenaga
kesehatan menjadi aktor pendukung yang membantu memenuhi
ketersediaan sarana prasarana dan sumber daya manusia dalam
kegiatan penanggulangan bencana.
Upaya Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan dilakukan pada tahapan pra-bencana yang bertujuan
untuk membangun dan mengembangkan kapasitas yang diperlukan
untuk secara efektif mampu mengelola segala macam keadaan
kedaruratan dan menjembatani masa transisi dari respon ke pemulihan
yang berkelanjutan.
Adapun langkah-langkah kesiapsiagaan dapat dilakukan sesuai situasi
dan kondisi masing-masing yang dibutuhkan. Berdasarkan framework
kesiapsiagaan terhadap bencana yang dikembangkan oleh LIPI
bekerjasama dengan Unesco/ISDR dalam Deny Hidayati, dkk
(2011:1), kesiapsiagaan dikelompokkan kedalam lima parameter yaitu:
a) Sistem Pengetahuan dan sikap/ Knowledge and Attitude
b) Kebijakan dan Panduan
c) Perencanaan kedaruratan/ Emergency Planning
d) Sistem peringatan/ Warning System
e) Mobilisasi sumberdaya
2. Pasca Bencana
Pemulihan Sektor Sosial
Upaya pemulihan awal yang dilakukan adalah dengan membuat
tenda-tenda darurat atau sekolah sementara untuk proses belajar
mengajar. Di bidang Kesehatan pemulihan yang dilakukan pada awal
masa pemulihan adalah pendirian puskesmas darurat atau sementara
untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang
terdampak bencana. Pada aspek keagamaan juga upaya pemulihan awal
yang dapat dilakukan yaitu membangun fasilitas ibadah baik semi
permanan ataupun permanen.
Sektor Pemukiman
Untuk pemulihan awal adalah membangun rumah sementara
kepada masyarakat yang terdampak serta dalam penanggulangan pasca
bencana terdapat lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT), tak hanya
ACT tetapi PMI juga membangun fasilitas umum berupa toilet umum
serta mushola.
Sektor Infrastruktur
Pemulihan pada sektor Infrastruktur dilakukan melalui sub bidang di
antaranya terdiri atas pemenuhan kebutuhan sub sektor transportasi baik
darat laut dan sebagainya, energi, sumber daya air, pos dan komunikasi
serta sanitasi dan kebutuhan air bersih.
Lintas Sektor
Prioritas awal yang dilakukan adalah pemulihan kembali fungsi
pelayanan publik dan sarana prasarana pemerintahan seperti
pembangunan tenda-tenda darurat atau kantor sementara untuk
kebutuhan pelayanan kepada masyarakat.
F. Upaya Pengadaan Kebutuhan Pra & Pasca Bencana
1. Pra Bencana
Penanganan gizi pada pra bencana pada dasarnya adalah kegiatan
antisipasi terjadinya bencana dan mengurangi risiko dampak bencana.
Kegiatan yang dilaksanakan antara lain sosialisasi dan pelatihan petugas
seperti manajemen gizi bencana, penyusunan rencana kontinjensi kegiatan
gizi, konseling menyusui, konseling Makanan Pendamping Air Susu Ibu
(MP-ASI), pengumpulan data awal daerah rentan bencana, penyediaan
bufferstock MP-ASI, pembinaan teknis dan pendampingan kepada petugas
terkait dengan manajemen gizi bencana dan berbagai kegiatan terkait
lainnya.
Situasi keadaan darurat bencana terbagi menjadi 3 tahap, yaitu
siaga darurat, tanggap darurat dan transisi darurat.
2. Pasca Bencana
Masalah mendasar yang selalu terjadi pasca bencana yaitu penurunan
status gizi masyarakat diwilayah bencana. Penurunan status gizi
masyarakat penyintas bencana dapat menyebabkan munculnya masalah-
masalah kesehatan lainnya seprti diare, yang bisa mengamcam nyawa para
penyintas bencana. Kegiatan dalam penanganan gizi pada kedaruratan
meliputi beberapa kegiatan yaitu pelayanan gizi, penyuluhan gizi, tenaga
khusus atau sumber daya manusia dibidang gizi, dan penyediaan makanan.
Dalam kedaruratan pasca bencana juga perlu adanya tenaga
khusus dibidang gizi yang diperbantukan untuk dapur-dapur umum yang
menyediakan makanan bagi para penyintas. Yang perlu diperhatikan juga
pasca bencana, penyediaan bahan makanan harus dalam waktu yang
sesingkat mungkin untuk memenuhi kebutuhan gizi para penyintas
(Batalipu et al., 2019).
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, dkk. 2018. Pendidikan Kesehatan Pertolongan Pertama pada Kecelakaan


pada Masyarakat di Kelurahan Dandangan. STIKES Surya Mitra Husada
Kediri. Kediri
Maarif, S. (2015). Petunjuk Teknis Penyususnan Rencana Penanggulangan Bencana
Daerah Tingkat Kabupaten/Kota. 5–100.
Purnama, T. (2021). Bahan Ajar Epidemiologi Bencana. Medan:Universitas Islam
Negeri Sumatera Utara .
Asari Y., Koido Y., Nakamura K., Yamamoto Y., O. M. (2000). Analysis of medical
needs on day 7 after the tsunami disaster in Papua New Guinea. Prehospital
and Disaster Medicine, 15(2), 9–13.
Prasetyo, Wijar. 2019. “Literature Review: Kesadaran Dan Kesiapan Dalam
Manajemen Bencana.” Jurnal Ners Lentera 7 (2): 153–66.
http://journal.wima.ac.id/index.php/NERS/article/view/2130.
Arsyad, M. (2017). Modul manajemen penanggulangan bencana pelatihan
penanggulangan bencana banjir 2017. Pusat Pendidikan Dan Pelatihan Sumber
Daya Air Dan Kontruksi, 77.

KOMENTARI DAFTAR PUSTAKA

Format daftar pustaka yang digunakan dalam makalah kelompok 1-6 ini telah
memenuhi standar baku dalam penulisan referensi atau sumber rujukan yang
mencakup : nama penulis, tahun terbit, judul tulisan, kota terbit serta penerbit,
sehingga dapat dipahami oleh pembaca atau pereview khususnya menjadi panduan
yang baik dan benar dalam pembuatan daftar pustaka bagi mahasiswa.

Anda mungkin juga menyukai