Anda di halaman 1dari 4

A.

Sejarah Wabah Pes


Dahulu ada sebuah penyakit yang menyebabkan angka kematian yang tinggi.
Penyakit ini dijulukan The Black Death. Penyakit ini menyebabkan wabah yang
besar di kalangan masyarakat. Wabah plague diyakini telah bermula di Mesir dan
Etiopia pada tahun 540 bergerak ke Sungai Nil dan menumpang kapal-kapal menuju
ke Konstantinopel sepanjang rute perdagangan. Wabah ini diperkirakan telah
membunuh 300.000 orang di Konstantinopel dalam waktu setahun pada tahun 544.
Kemudian pada tahun 1347 penyakit ini kembali melanda populasi Eropa
(Konstantinopel Turki, kepulauan Italia, Prancis, Yunani, Spanyol, Yugoslavia,
Albania, Austria, Jerman, Inggris, Irlandia, Norwegia, Swedia, Polandia, Bosnia-
Herzegovina dan Kroasia) selama kira-kira 300 tahun, dari tahun 1348 sampai akhir
abad ke-17. Selama kurun waktu itu, wabah ini membunuh 75 juta orang, kira-kira
1/3 populasi pada waktu itu. Seluruh komunitas tersapu bersih, di tahun 1386 di kota
Smolensk, Rusia, hanya lima orang yang tidak terserang penyakit ini dan di London,
peluang bertahan hidup hanya satu dalam sepuluh (Thomas, 2009).
Wabah plague disebabkan oleh bakteri yang disebut Yersinia pestis. Bakteri ini
dibawa oleh kutu, sedangkan kutu hidup pada tikus. Kutu menyebarkan penyakit
ketika mengisap darah tikus atau manusia. Plaguemerupakan penyakit yang
disebabkan oleh enterobakteria Yersinia pestis(dinamai dari bakteriolog Perancis
A.J.E. Yersin). Penyakit plague dibawa oleh hewan pengerat (terutama tikus).
Wabah penyakit ini banyak terjadi dalam sejarah, dan telah menimbulkan korban
jiwa yang besar. Wabah pes masih dapat ditemui di beberapa belahan dunia hingga
kini. Tetapi bakteri wabah pes belum terbasmi tuntas. Di Bolivia dan Brazil,
misalnya, terdapat lebih dari 100 laporan kasus pes per sejuta penduduk. Wabah pes
dikenal dengan black death karena menyebabkan tiga jenis wabah, yaitu bubonik,
pneumonik dan septikemik. Ketiganya menyerang system limfe tubuh,
menyebabkan pembesaran kelenjar, panas tinggi, sakit kepala, muntah dan nyeri
pada persendian. Wabah pneumonik juga menyebabkan batuk lendir berdarah,
wabah septikemik menyebabkan warna kulit berubah menjadi merah lembayung.
Dalam semua kasus, kematian datang dengan cepat dan tingkat kematian bervariasi
dari 30-75% bagi bubonik, 90-95% bagi pneumonik dan 100% bagi septikemik.
Akan tetapi, dengan pengobatan yang tepat, penyakit pes dapat disembuhkan,
karena berhasil diobati dengan sukses menggunakan antibiotika.
Penyakit pes masuk ke Indonesia pada akhir tahun 1910. Sejak itu sampai
tahun 1952 selama ± 40 tahun telah menyerang ± 240.000 orang di Pulau Jawa atau
setiap tahunnya ± 6.000 orang yang terserang. Jumlah penderita yang paling banyak
tercatat pada tahun 1934, yalah sebanyak 23.275 orang. Mortalitas penyakit terse-
but sangat tinggi dan beribu-ribu orang telah meninggal karena penyakit tersebut
(Alfikri, Sutiyah and Isawati, 2020).
Cara masuknya ke Indonesia yalah lewat angkutan beras. Di dalam angkutan
beras tersebut ikut pula tikus-tikus yang terjangkit penyakit pes. Dari pelabuhan
Surabaya menyebar ke Malang, Kediri, Madiun, Surakarta dan Yogyakarta. Melalui
pelabuhan Semarang pada tahun 1919 penyakit pes masuk pula dan merembes ke
Ambarawa, Salatiga, Magelang, Wonosobo terus ke Banyumas dan Pekalongan
melalui Dieng. Tempat msuk ketiga ialah pelabuhan Tegal pada tahun 1922 dan dari
sini pes merembes ke Bumiayu. Tempat masuk keempat adalah pelabuhan Cirebon
pada tahun 1924. Selanjutnya melalui Kuningan dan Majalengka penyakit pes
menjalar ke Bandung dan sekitarnya. Setelah Perang Dunia ke-II ada serangari pes
di daerah sebelah barat Cirebon yaitu di Plumbon (Fidiyani, 2013).
Usaha pemberantasannya, karena penyebab utamanya tikus dengan pinjalnya,
maka tentu saja binatang tersebut harus dijauhkan dari manusia. Guna menghindar-
kan kemungkinan bersarangnya tikus, maka kondisi perumahan yang tidak me-
menuhi syarat harus diperbaiki. Perbaikan rumah rakyat dilakukan dengan macam-
macam cara supaya tikus tidak dapat masuk rumah dan bersarang. Ternyata cara ter-
sebut menemui kegagalan, karena apabila masih ada pes berjangkit, rumah-rumah
tak boleh dibongkar, karena takut lebih menjalar lagi. Vaksinasi telah diusahakan
dari semula dengan vaksin Haffkin. Hasilnya ter- nyata tak memuaskan, kemudian
Dr Otten menemukan jenis Ciwidey" yang me- rupakan jenis avirulent. Beliau
kemudian membuat vaksin hidup yang memberi ke- kebalan selama 8 bulan sampai
1 tahun.
Pada tahun 1935 diadakan vaksinasi besar-besaran. Jumlah penderita
berkurang, tetapi penyakit tidak terbasmi. Pembasmian dilakukan pula dengan DDT.
Usaha ini baru dapat dimulai pada tahun 1952 dengan jalan menyemprot rumah-
rumah dengan DDT. Percobaan pertama dilakukan di Karesidenan Surakarta, yang
sedang dilanda epidemi pes. Penyemprotan dilakukan di tempat-tempat yang biasa
dipakai persem- bunyian tikus. Tikus tersebut biasanya hidup di sela-sela kayu di
bawah atap rumah. Lantai dan dinding juga disemprot untuk membunuh pinjal. Jika
tikus menginjak DDT dan ia garuk-garuk, maka pinjalnya yang ada di antara bulu-
bulu ti- kus akan segera mati (Fidiyani, 2013).

B. Pengertian Penyakit Pes


Wabah pes disebabkan oleh bakteri yang disebut Yersinia Pestis. Bakteri ini
dibawa oleh kutu yang hidup pada tubuh tikus. Kutu menyebarkan penyakit ketika
mengisap darah tikus atau manusia. Wabah pes dikenal dengan black death serta
menyebabkan tiga jenis wabah, yaitu bubonik, pneumonik dan septikemik.
Ketiganya menyerang sistem limfe tubuh, menyebabkan pembesaran kelenjar getah
bening, panas tinggi, sakit kepala, muntah dan nyeri pada persendian. Wabah
pneumonik juga menyebabkan batuk lendir berdarah, wabah septikemik
menyebabkan warna kulit berubah menjadi merah lembayung. Dalam semua kasus,
kematian datang dengan cepat dengan tingkat kematian bervariasi dari 30-75% bagi
bubonik, 90-95% bagi pneumonik dan 100% bagi septikemik (Alfikri, Sutiyah and
Isawati, 2020)
Penyakit pes menyerang daerah-daerah yang udaranya sejuk. Daerah-daerah
yang udaranya sejuk adalah daerah pegunungan. Hal ini disebabkan karena penyakit
pes bersumber pada pinjal (kutu). Pinjal lebih aktif bergerak dan lebih tahan hidup
di daerah yang berhawa sejuk 170 230 C. Pinjal hidup dan berkembangbiak pada
tubuh tikus. Tikus yang berada di kota lebih suka tinggal di bawah tembok dengan
membuat liang yang dangkal sebagai tempat tinggalnya. Ketika tikus mati di
liangnya, pinjal yang ada di tubuhnya mengalami kesulitan untuk masuk ke dalam
rumah, baik karena jaraknya maupun disebabkan mereka mati dimakan semut
sebagai predator alaminya. Sementara tikus yang ada di pedesaan, biasanya tinggal
dibalik atap atau langit-langit rumah penduduk. Ketika tikus mati, pinjal dengan
mudah dapat jatuh ke bawah atau meloncat ke badan manusia yang ada di
bawahnya. Pinjal kemudian menggigit tubuh dan menimbulkan infeksi. Infeksi
tersebut menyebabkan bakteri Yersinia Pestis masuk dan berkembang di dalam
tubuh manusia sehingga menimbulkan penyakit pes.
Pes dapat berkembang secara cepat dan mengakibatkan kematian jika tidak
segera diobati. Penyakit ini pernah mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) di
Indonesia pada tahun 2007 yaitu 82 kasus dengan tingkat kematian sekitar 80%. Pes
merupakan penyakit zoonosis (bersumber dari binatang) yang masih memerlukan
pengamatan intensif di Indonesia, terutama di Kabupaten Pasuruan (Jawa Timur),
Kabupaten Sleman (DI Yogyakarta), Kabupaten Boyolali (Jawa Tengah), dan
Ciwidey (Jawa Barat). Gejala awal pes ditunjukkan dengan gejala mirip flu, seperti
demam, yang biasanya terjadi dua hingga enam hari setelah infeksi terjadi. Namun
gejala penyakit pes juga dapat bervariasi berdasarkan organ yang terinfeksi bakteri
ini (Alfikri, Sutiyah and Isawati, 2020).

Referensi:
Alfikri, A.W., Sutiyah and Isawati (2020) ‘Wabah Penyakit Pes dan Upaya
Penanggulangannya Di KabupatenBoyolali Tahun 1968-1979’, Jurnal Candi, 20(2), pp.
70–92.
Fidiyani, M. (2013) ‘PEMBERANTASAN WABAH PENYAKIT PES DI
LINGKUNGAN PENDUDUK PRAJA MANGKUNEGARAN TAHUN 1915-1929’, e-
Journal Pendidikan Sejarah, 1(1).
Thomas, C. (2009) Epidemiologi Suatu Pengantar. Jakarta: FKIK UIN.

Anda mungkin juga menyukai