Anda di halaman 1dari 9

PORTOFOLIO WABAH YANG

PERNAH TERJADI DI INDONESIA

D
I
S
U
S
U
N
OLEH:

Nama : Della Rizkiani Putri (08)


Kelas : XII – IPS 3
Guru Pembimbing : Drs. Arsil Azim

DELLA RIZKIANI PUTRI | XII IPS 3


Epidemi
Epideni adalah penyebaran penyakit dengan jumlah banyak yg menyerang secara cepat.

Endemi
Endemi adalah penyakit yang menjangkit orang dalam jumlah besar yang terjadi di suatu
wilayah atau populasi tertentu. 

Pandemi
Pandemi adalah penyakit yang menyerang orang dalam jumlah banyak dan terjadi di
banyak tempat. Lebih singkatnya pandemi adalah epidemi yang tersebar.

DELLA RIZKIANI PUTRI | XII IPS 3


PENYAKIT YANG PERNAH MEWABAH DI
INDONESIA
1. BLACK DEATH (PES)

Sebelum Indonesia merdeka, sejarah mencatat negeri ini pernah diserang penyakit
menular yaitu pes, yang menyebabkan ribuan nyawa berjatuhan.
Malang merupakan daerah yang diserang penyakit yang cukup buas tersebut.
Sekitar 1911 hingga 1916, ribuan masyarakat tercatat meninggal dunia lantaran penyakit
yang ditularkan melalui tikus yang terinfeksi basil Pes tersebut.
Alumnus Jurusan Sejarah Universitas Indonesia (UI), Syefri Luwis yang memiliki
konsentrasi mengenai sejarah penyakit di Indonesia sebelumnya sempat melakukan
penelitian di Malang. Untuk menyelesaikan program Sarjananya, Syefri mengangkat
tulisan tentang Pemberantasan Penyakit Pes di Malang, 1911-1916 (2008).
Dari hasil penelitiannya tersebut, Syefri mengungkapan sederet fakta menarik.
Salah satunya adalah perkembangan penyakit pes yang pada awal abad ke 20 tersebut
telah menyerang wilayah Malang. Hingga akhirnya, Malang menjadi wilayah pertama
yang sempat dilakukan karantina lokal.

Penderita Black Death akan mengalami kematian jaringan pada ujung jari tangan,
kaki, atau hidung hingga warnanya menghitam. Dunia medis menamakan pes jenis
ini septicemic plague, yang menyerang aliran darah. Jenis ini paling berbahaya karena
penderitanya bisa mati bahkan sebelum gejala muncul. Penyakit ini ditandai dengan
pendarahan, bagian tubuh yang menghitam, nyeri perut, diare, muntah, demam, dan
lemas.
Namun, sejatinya ada tiga jenis serangan penyakit pes. WJ Simpson dalam A
Treatise On Plague menyebut, jenis pes lainnya ialah bubonic plague, yang menyerang
sistem limfatik (sistem imun). Gejala pes limfatik muncul setelah penderita tiga hari
terjangkit. Penderita pes jenis ini akan mengalami pembengkakan pada kelenjar getah
bening yang terdapat di lipatan paha, ketiak, atau leher. Benjolan ini terasa lunak dan
hangat ketika dipegang. Gejala lain umumnya berupa demam, menggigil, pusing, lemas,
nyeri otot, serta kejang.

DELLA RIZKIANI PUTRI | XII IPS 3


Pes juga bisa menyerang paru-paru (pneumonic plague). Pes jenis ini, yang
disebabkan bakteri yersinia pestis, paling cepat mengakibatkan kematian. Gejalanya bisa
terlihat dalam beberapa jam setelah seseorang digigit kutu tikus. Begitu terinfeksi,
penderita akan sesak nafas hingga batuk-batuk. Gejala lain yang ditermui bila terinfeksi
ialah batuk darah, muntah, demam tinggi, pusing, serta lemas.

2. FLU SPANYOL

Di Hindia (kini Indonesia), pandemi itu terbawa masuk besar kemungkinan melalui jalur
laut, entah lewat kapal penumpang ataupun kapal kargo. Pemerintah Hindia Belanda mencatat,
virus ini pertamakali dibawa oleh penumpang kapal dari Malaysia dan Singapura dan menyebar
lewat Sumatera Utara.

Investigasi polisi laut terhadap kapal penumpang Maetsuycker, Singkarah, dan Van


Imhoff mendapati beberapa penumpang positif terjangkit virus tersebut. Virus bahkan
menjangkiti seluruh penumpang dan awak kapal Toyen Maru yang baru tiba di Makassar dari
dari Probolinggo.

Ketika virus itu mulai menyerang kota-kota besar di Jawa pada Juli 1918, pemerintah dan
penduduk tidak memperhatikan. Mereka tidak sadar virus tersebut akan menjalar dengan cepat

DELLA RIZKIANI PUTRI | XII IPS 3


dan mengamuk dengan sangat ganas. Terlebih, saat itu perhatian pemerintah lebih terfokus pada
penanganan penyakit-penyakit menular lain seperti kolera, pes, dan cacar.

Tidak diketahui pasti berapa jumlah korban Flu Spanyol di Hindia mengingat jumlah
penduduk Indonesia saat itu belum diketahui pasti dan sensus pertama baru diadakan pemerintah
kolonial pada 1920 sehingga besar kemungkinan korban Flu Spanyol di daerah-daerah terpencil
tidak tercatat. Pewarta Soerabaia menyebutkan, hingga 23 November 1918, jumlah korban
meninggal akibat berbagai wabah penyakit di Indonesia mencapai 1,5 juta jiwa dan mayoritas
adalah korban Flu Spanyol. Sementara menurut Colin Brown dalam “The Influenza Pandemic of
1918 in Indonesia”, korban Flu Spanyol di Indonesia sebanyak 1,5 juta jiwa.

3. KOLERA

Pada pertengahan abad ke-19 kolera menjangkiti kota-kota dengan sanitasi dan
kebersihan yang buruk. Berhasil diberantas dengan deteksi dini, pola hidup sehat, dan vaksinasi.
Wabah kolera menghantam Hindia Belanda pada pandemi gelombang pertama.

Pada Desember 1819 pemerintah Hindia Belanda menerima peringatan kematian massal
yang terjadi di Mauritius, Penang, dan Malaka akibat penyakit kolera. Saat itu diketahui bahwa
daerah-daerah itu, dan tentu saja Hindia Belanda, punya hubungan dagang dengan Bengal.
“Kolera mulai masuk ke wilayah Jawa pada tahun 1819 akibat hubungan dagang antara India dan
Jawa melalui Malaka. Daerah yang pertama terindikasi penyakit kolera adalah daerah di
sepanjang pantai utara Jawa, mulai dari Batavia, Semarang, hingga Surabaya,” tulis Usman
Manor dalam skripsi di Program Studi Ilmu Sejarah FIB UI bertajuk Wabah Kolera di Batavia
1901-1927 (2015: 33).

Di Batavia penyakit ini mudah mewabah karena lingkungan kota yang kotor dan sanitasi
yang buruk. Di awal abad ke-19 itu kebanyakan rumah di Batavia tak memiliki kakus atau kamar
mandi. Kualitas air tanah dan kanal di Batavia juga sudah menurun sejak seabad sebelumnya. Ini
karena segala limbah dan kotoran yang dihasilkan manusia Batavia dibuang begitu saja ke kanal-
kanal. Kondisi kanal juga makin rusak gara-gara gelontoran limbah penggilingan tebu hingga
penyulingan arak dari daerah selatan kota.

Seturut penelusuran Usman, wabah kolera yang besar terjadi lagi pada 1881-1882, 1889,
1892, 1897, 1901-1902, dan 1909-1911. Dari serentetan epidemi itu yang paling parah adalah

DELLA RIZKIANI PUTRI | XII IPS 3


epidemi 1909-1911. Bermula dari Jambi, wabah lalu menyebar ke daerah lain di Sumatra, Jawa,
dan Madura. Dalam tahun 1910 saja diperkirakan 60.000 jiwa tewas di Jawa dan Madura.

4. FLU BURUNG (H1N1)

Wabah flu burung (Avian Influenza : AI) saat ini telah menjadi isu global. Avian
Influenza itu sendiri adalah penyakit infeksi pada unggas yang disebabkan oleh virus influenza
strain tipe A. Wabah Avian Influenza disebabkan oleh virus Influenza tipe A jenis H5N1 yang
tergolong dalam family Orthomyxoviridae. Virus Influenza dapat menginfeksi antar unggas, dan
menyebabkan gangguan pada pernafasan unggas dari kasus ringan hingga kasus yang sangat
fatal, sedangkan virus jenis B dan C menyerang pada manusia dan Babi.

Indonesia merupakan negara yang paling banyak terinfeksi Avian Influenza dengan
populasi masyarakatnya yang cukup besar. Mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan
yang padat penduduk dan memiliki banyak unggas, sehingga sangat sesuai bagi kehidupan virus
flu burung dengan patogenitas.

Indonesia termasuk negara yang mendapatkan peringatan dari FAO sebagai Negara yang
memiliki tingkat penyebaran wabah Avian Influenza yang cukup tinggi. Di Indonesia, pada
rentang waktu antara bulan Oktober 2003 hingga Februari 2005, virus flu burung telah
merenggut nyawa 60 orang dan mematikan 14,7 juta ekor ayam. Selain itu Tahun 2007 kasus
kematian akibat wabah Avian Influenza di Indonesia mencapai 78,72%.

Berdasarkan pada hasil diatas, maka Indonesia bisa dikatakan sebagai negara yang
memiliki kasus terbanyak di dunia akibat wabah Avian Influenza. Penyebaran Avian Influenza di
Indonesia berawal dari kabupaten Indramayu, kabupaten tersebut kerap menjadi lalu lintas
migrasi jutaan burung terutama saat perpindahan musim. Kepulauan rakit, yaitu pulau Rakit
Utara, Pulau Gosong, dan Pulau Rakit Selatan adalah tempat beristirahatnya burung-burung dari
Australia dan Eropa yang bermigrasi.

5. DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia. Sejak tahun 1968 jumlah kasusnya cenderung meningkat dan
penyebarannya semakin luas. Hal ini disebabkan karena persebaran virus dengue yang sudah

DELLA RIZKIANI PUTRI | XII IPS 3


meluas di berbagai wilayah di Indonesia dengan faktor pertambahan jumlah penduduk dan faktor
peningkatan mobilitas penduduk yang sejalan dengan semakin membaiknya sarana transportasi
menyebabkan penyebaran virus DBD semakin mudah dan semakin luas (Brahim dkk, 2010).

Namun demikian, wabah DBD bukan dimulai dari Indonesia, melainkan di Yunani,
Amerika Serikat, Australia dan Jepang yang terjadi pada sekitar tahun 1920. Di Indonesa sendiri,
selain Iran, Malaysia, Singapura dan Vietnam, penyakit dengue atau serangan virus penyebab
DBD untuk pertama kali bersifat endemik dan senantiasa hadir di Indonesia dari musim ke
musim (Nadesul, 2007).

Penyakit DBD di Indonesia pertama kali dicurigai di Surabaya pada tahun 1968 tetapi
konfirmasi pasti melalui isolasi virus baru dapat dilakukan pada tahun 1970. Sejak saat itu,
penyakit DBD menyebar ke seluruh provinsi di Indonesia (ketika itu berjumlah 27 provinsi),
kecuali Timor-Timur, telah terjangkit penyakit DBD. Jumlah penyakitnya terus meningkat secara
signifikan, baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit (Ginanjar, 2008). Mufidah
(2012), berdasarkan data World Health Organization (WHO), diperkirakan 500.000 pasien DBD
membutuhkan perawatan di rumah sakit dalam setiap tahunnya dan sebagian besar penderitanya
adalah anak-anak. Ironisnya, sekitar 2,5% diantara pasien anak tersebut diperkirakan meninggal
dunia.

Penyebaran penyakit DBD semakin besar ketika musim hujan atau pancaroba tiba.
Hampir bisa dipastikan terjadi peningkatan jumlah masyarakat yang terjangkit DBD (Mufidah,
2012). Menurut data Kementrian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2008 jumlah
Incident Rate (IR) 59,02 per 100.000 penduduk dengan Case Fatality Rate (CFR) 0,86%.
Sedangkan di tahun 2009 jumlah Incident Rate (IR) 68,22 per 100.000 penduduk dengan Case
Fatality Rate (CFR) 0,89%. Dan pada tahun 2010 jumlah Incident Rate (IR) 65,70 per 100.000
penduduk dengan Case Fatality Rate (CFR) 0,87% (Kemenkes RI, 2011).

DELLA RIZKIANI PUTRI | XII IPS 3


 Kemungkinan Wabah merebak lagi

Menurut saya, dari 5 wabah yang pernah menjangkit Indonesia di atas, ada beberapa
wabah yang bias kembali merebak di Indonesia. Seperti Demam Berdarah Dengue (DBD),
mengingat kondisi Indonesia sekarang ini memasuki musim pancaroba, kasus demam berdarah
kembali merebak di Indonesia dengan total kasus DBD di seluruh Indonesia sejak Januari
hingga 4 April 2020 sebanyak 39.876 kasus.

 Usaha yang dilakukan

Sudah banyak usaha yang dilakukan untuk melakukan pencegahan berbagai macam
wabah yang terjadi di Indonesia ini, mulai dari kegiatan mendaur ulang sampah atau mengubur
sampah, lockdown satu lokasi pada kala itu, dan lain lain.

 Tindakan yang Telah dilakukan Orang Tua

Berbagai macam tindakan pencegahan sudah diterapkan oleh orang tua saya. Mulai dari
menjaga kebersihan rumah dan sekitarnya, mengonsumsi makanan yang sehat dan bergizi,
mengonsumsi vitamin dalam jumlah cukup, hingga mendapatkan vaksin.

DELLA RIZKIANI PUTRI | XII IPS 3


DAFTAR PUSTAKA

https://historia.id/sains/articles/seabad-flu-spanyol-DBKbm
https://tirto.id/akibat-impor-beras-tak-diawasi-wabah-pes-merundung-hindia-belanda-eFYg
https://historia.id/sains/articles/biang-kerok-di-balik-wabah-pes-Dpggo
https://www.suara.com/yoursay/2020/03/12/133941/perbedaan-epidemi-endemi-dan-pandemi
https://tirto.id/gara-gara-sanitasi-buruk-wabah-kolera-melanda-hindia-belanda-eGrc
file:///C:/Users/User/Downloads/Documents/jiptummb--ekkitriyun-28140-2-bab1.pdf
file:///C:/Users/User/Downloads/Documents/3._BAB_I.pdf
https://nasional.tempo.co/read/1328757/idi-sistem-rujukan-kacau-bikin-pasien-corona-lambat-
ditangani

DELLA RIZKIANI PUTRI | XII IPS 3

Anda mungkin juga menyukai