Vol. 2, 2020
E-ISSN: 2715-002X
Ratna Supradewi
Fakultas Psikologi Universitas Islam Sultan Agung Semarang
ratnavina4@gmail.com
Abstrak
Tulisan ini memaparkan sisi budaya Jawa dalam menghadapi wabah (pageblug).
Virus Corona yang telah menjadi pandemi bagi masyarakat di seluruh dunia, perlu
dilakukan tindakan untuk mencegah, menanggulangi, dan menyirnakannya dari
alam ini. Beragam strategi, pendekatan, dan teknik digunakan untuk menanggani
wabah pandemi Corona ini. Secara umum ada dua cara, yaitu medis dan non medis.
Covid-19 sebagai suatu penyakit akan ditangani secara medis. Sebagai suatu wabah,
sebagai ujian dan cobaan dari Tuhan, keberhasilan penangganannya bukan semata-
mata karena medis, tetapi ada uluran tangan Tuhan sebagai sumber kekuatan
religio magis. Oleh karena itu, cara non medispun perlu diupayakan. Terutama bagi
masyarakat Jawa yang masih kental menjunjung nilai-nilai budaya dan
mempraktekannya dalam kehidupan sehari-hari. Pada masyarakat Jawa menolak
balak, wabah, atau malapetaka dapat diselenggarakan dengan berbagai cara.
Antara lain, doa atau mantra, sesajian, dan benda atau simbol magis yang lain. Salah
satu ritual yang masih dilakukan melakukan doa atau mantra, dan menyanyikan
kidung-kidung yang dianggap mempunyai kekuatan untuk menolak bala.
Kata kunci: Pandemi Covid-19, ritual budaya Jawa, kidung penolak bala
Pendahuluan
Secara terminologi pandemi adalah suatu epidemi penyakit yang menyebar
di wilayah yang luas, yang bersifat mendunia atau di seluruh dunia. Pada awalnya
wabah tersebut bermula dari lingkup kecil tertentu yang biasa disebut “outbreak”.
Saat laju wabah tersebut lebih besar dari dugaan dan menyerng wilayah yang lebih
luas, maka dinyatakan sebagai epidemi (Syamsudin, 2020). Dalam sejarah penyakit
menular yang bersifat pandemik, dapat dikemukan perkembangan pandemi yang
menimpa dunia (Syamsudin, 2020), yaitu:
1. Wabah Antonine, terjadi tahun 165 M. Diduga penyakit tersebut adalah
campak atau cacar meskipun tidak ada yang benar-benar dapat
membuktikan kepastian jenis penyakit tersebut. Penyebabnya tidak
Dipresentasikan dalam Seminar Nasional “Membangun Resiliensi Era Tatanan Baru (New Normal) 339
Melalui Penguatan Nilai-Nilai Islam, Keluarga dan Sosial
Fakultas Psikologi Universitas Islam Sultan Agung, 18 November 2020
PSISULA: Prosiding Berkala Psikologi
Vol. 2, 2020
E-ISSN: 2715-002X
diketahui dan wabah ini dicurigai sebagai pandemi kuno yang menyerang
Asia Kecil, Mesir, Yunani, dan Italia. Total kematian diperkirakan 5 juta jiwa.
2. Wabah Justinian, terjadi tahun 541-542 M. Diperkirakan lima ribu
orang terbunuh setiap harinya karena wabah ini sehingga pada masa itu
sebanyak 40% populasi kota meninggal dan lenyap. Wabah ini menyerang
Kekaisaran Bizantium dan kota-kota pelabuhan Mediterania. Penyebabnya
Pes dan penyakit ini diperkirakan telah membunuh setengah populasi Eropa.
Total kematian diperkirakan 25 juta jiwa.
3. The Black Death, terjadi tahun 1346-1353 M. Wabah ini dibawa oleh
kutu yang tinggal pada tikus dan menumpang hidup di atas kapal dagang.
Fatalnya, pada tahun-tahun tersebut, perdagangan dunia sedang berada di
titik puncak sehingga memudahkan penyebaran wabah tersebut yang
akhirnya menelan korban puluhan juta jiwa. Penyebabnya Pes dan penyakit
ini juga menjadi salah satu wabah paling mengerikan yang pernah tercatat
oleh dunia. Wabah ini menghancurkan penduduk tiga benua sekaligus yaitu
Asia, Afrika, dan Eropa. Total kematian diperkirakan 25 juta jiwa.
4. Kolera, terjadi tahun 1852-1860 M. Seorang dokter di Inggris bernama John
Snow berhasil melacak bahwa penyebab wabah ini berasal dari air yang
tercemar. Di Inggris, sebanyak 23 ribu orang meninggal karena wabah ini.
Penyebabnya kolera. Wabah kolera pertama dan kedua dan ketiga berasal
dari India. Wabah ini menyebar dari sungai Gangga hingga ke Asia, Eropa,
Afrika, dan Amerika Utara. total kematian diperkirakan 1 juta jiwa.
5. Flu Rusia, terjadi tahun 1889-1890 M. Flu yang menyerang pada tahun-
tahun awal disebut "Flu Asia" atau "Flu Rusia". Penyebabnya influenza.
Pertumbuhan populasi yang cepat membantu penyebaran wabah ini meluas
hingga ke seluruh dunia. Tercatat selama kurun waktu tersebut, satu juta
orang dilaporkan meninggal karena wabah ini.
6. Kolera, terjadi tahun 1910-1911 M. total kematian diperkirakan sekitar
800 ribu jiwa. Penyebabnya kolera. Wabah ini berasal dari India dan
Dipresentasikan dalam Seminar Nasional “Membangun Resiliensi Era Tatanan Baru (New Normal) 340
Melalui Penguatan Nilai-Nilai Islam, Keluarga dan Sosial
Fakultas Psikologi Universitas Islam Sultan Agung, 18 November 2020
PSISULA: Prosiding Berkala Psikologi
Vol. 2, 2020
E-ISSN: 2715-002X
menyebar hingga ke Timur Tengah, Afrika Utara, Eropa Timur, dan Rusia.
Wabah ini juga tercatat sebagai wabah kolera terakhir di Amerika Serikat.
Otoritas Kesehatan Amerika yang telah belajar dari masa lalu bergerak cepat
dengan mengisolasi pasien yang terinfeksi sehingga hanya ada 11 kematian
yang terjadi di Amerika. Pada 1923, wabah kolera di India berkurang secara
drastis meskipun masih ada beberapa kasus yang tercatat.
7. Flu Spanyol, terjadi tahun 1918-1920 M, total kematian diperkirakan 50
juta jiwa. Penyebabnya influenza. Dalam kurun waktu tersebut, muncul
wabah influenza yang mematikan dan menginfeksi hampir sepertiga
populasi dunia. Yang menyebabkan pandemi influenza 1918 berbeda
dengan yang lainnya adalah para korban justru berusia produktif. Wabah ini
bukan hanya menyerang orang tua atau pasien yang daya tahan tubuhnya
lemah, namun juga menyerang mereka yang berusia dewasa produktif dan
dalam kondisi sehat. Ini menyebabkan anak-anak mereka atau generasi
setelah mereka menjadi lemah.
8. Flu Asia, terjadi tahun 1956-1958 M. Penyebabnya influenza. Wabah ini
menyerang penduduk Cina. Selama kurun waktu tersebut, wabah ini
menyebar dari provinsi Guizhou ke Singapura, Hongkong, dan Amerika
Serikat. Total kematian diperkirakan 2 juta jiwa.
9. Flu Hong Kong, terjadi tahun 1968 M. Penyebabnya influenza. Pandemik ini
disebut juga sebagai flu kategori 2 atau "Flu Hongkong" karena menginfeksi
pertama kali di Hongkong. Berdasarkan catatan laporan tentang pandemik
ini, kasus "Flu Hongkong" pertama kali dilaporkan pada 13 Juli 1968.
Setelah itu, hanya butuh waktu tiga bulan sampai virus ini menyerang
penduduk di Singapura, Vietnam, Filipina, India, Australia, Eropa, hingga
Amerika Serikat. Meski tingkat kematiannya relatif rendah (0,5%), pandemik
ini mengakibatkan lebih dari satu juta orang meninggal dan separuh di
antaranya adalah penduduk Hongkong.
Dipresentasikan dalam Seminar Nasional “Membangun Resiliensi Era Tatanan Baru (New Normal) 341
Melalui Penguatan Nilai-Nilai Islam, Keluarga dan Sosial
Fakultas Psikologi Universitas Islam Sultan Agung, 18 November 2020
PSISULA: Prosiding Berkala Psikologi
Vol. 2, 2020
E-ISSN: 2715-002X
Dipresentasikan dalam Seminar Nasional “Membangun Resiliensi Era Tatanan Baru (New Normal) 342
Melalui Penguatan Nilai-Nilai Islam, Keluarga dan Sosial
Fakultas Psikologi Universitas Islam Sultan Agung, 18 November 2020
PSISULA: Prosiding Berkala Psikologi
Vol. 2, 2020
E-ISSN: 2715-002X
Dipresentasikan dalam Seminar Nasional “Membangun Resiliensi Era Tatanan Baru (New Normal) 343
Melalui Penguatan Nilai-Nilai Islam, Keluarga dan Sosial
Fakultas Psikologi Universitas Islam Sultan Agung, 18 November 2020
PSISULA: Prosiding Berkala Psikologi
Vol. 2, 2020
E-ISSN: 2715-002X
disebut para penjahat lepas sesuai dengan ramalan Prabu Jaya baya. Dampak
selanjutnya yang terlihat akibat pandemi Corona adalah Kawula cilik padha
keluwen. Kawula cilik padha keluwen atau rakyat kecil banyak yang kelaparan
terjadi akibat banyak lapangan pekerjaan tidak dapat dikerjakan sebagaimana
mestinya sebagai contoh, driver ojol dan pedagang kaki lima yang mulai kehilangan
pelanggannya, bahkan tidak sedikit perusahaan yang memutuskan untuk melakukan
PHK untuk meminimalisir kerugian yang ditimbulkan akibat pagebluk Corona.
Dengan demikian dapat dimengerti bahwa hal yang terjadi saat ini telah diramalkan
oleh Prabu Jaya Baya ratusan tahun lalu ( Pratista, 2020).
Di seluruh negeri di dunia, termasuk di bumi Nusantara, telah lama dikenal
berbagai cara dan upaya masyarakat lokal untuk melawan atau menanggulangi
terhadap apa yang mereka anggap penyakit. Dengan demikian, ini berarti bahwa
nilai dan norma kebudayaan serta sistem sosial menentukan usaha kesehatan, tidak
saja dari aspek biomedis (medis modern) atau kesehatan tradisional (medis
tradisional), tetapi juga dalam kesehatan keluarga atau upaya sendiri (home atau
self treatment) (Manullang, 2020).
Salah satunya dengan cara memasak makanan. Bila dipandang dari sudut
sains-medis mengkonsumsi sayuran termasuk 7 macam sayuran dalam sayur lodeh
dapat memberikan dampak positif bagi tubuh manusia karena sayur memang
memiliki kandungan nutrisi maupun vitamin yang tinggi. Namun bagi masyarakat
Jawa terutama masyarakat Jogja, sayur lodeh 7 macam memiliki makna tersendiri .
Berdasarkan pendapat dari para sesepuh, makna 7 macam sayuran tersebut adalah:
1. Kluwih: kluwargo luwihono anggone gulowentah gatekne (perintah untuk lebih
memperhatikan keluarga); 2. Cang gleyor (kacang panjang): cancangen awakmu ojo
lungo-lungo( tetap di rumah jangan bepergian apabila tidak bermanfaat).; 3.Terong:
terusno anggone olehe manembah Gusti ojo datnyeng (Teruslah beribadah dan
menyembah Gusti Allah Tuhan YME); 4. Kulit melinjo: ojo mung ngerti njobone,
ning kudu ngerti njerone babakan pagebluk (Jangan hanya melihat dari luar saja
mengenai suatu pagebluk/wabah, namun analisislah secara mendalam); 5. Waluh:
Dipresentasikan dalam Seminar Nasional “Membangun Resiliensi Era Tatanan Baru (New Normal) 344
Melalui Penguatan Nilai-Nilai Islam, Keluarga dan Sosial
Fakultas Psikologi Universitas Islam Sultan Agung, 18 November 2020
PSISULA: Prosiding Berkala Psikologi
Vol. 2, 2020
E-ISSN: 2715-002X
Dipresentasikan dalam Seminar Nasional “Membangun Resiliensi Era Tatanan Baru (New Normal) 345
Melalui Penguatan Nilai-Nilai Islam, Keluarga dan Sosial
Fakultas Psikologi Universitas Islam Sultan Agung, 18 November 2020
PSISULA: Prosiding Berkala Psikologi
Vol. 2, 2020
E-ISSN: 2715-002X
Dalam kidungnya ini Sunan Kalijaga memaparkan bahwa setiap hari manusia
tidak bisa terlepas dari istirahat (tidur), khususnya dimalam hari, namun malam
merupakan tempat berlindung yang baik bagi perbuatan jahat. Kelemahan di waktu
malam ini sangat penting agar besoknya bisa melanjutkan kehidupan di bumi.
Iamenawarkan tata cara berdoa keselamatan di malam hari karena keselamatan
merupakan bagian pokok dari misi agama. Agama apa saja kurang memiliki makna
bagi pemeluknya jika tidak ada keselamatan yang bisa ditawarkan kepada pemeluknya
(Purwadi, 2004).
Kesimpulan
Dipresentasikan dalam Seminar Nasional “Membangun Resiliensi Era Tatanan Baru (New Normal) 346
Melalui Penguatan Nilai-Nilai Islam, Keluarga dan Sosial
Fakultas Psikologi Universitas Islam Sultan Agung, 18 November 2020
PSISULA: Prosiding Berkala Psikologi
Vol. 2, 2020
E-ISSN: 2715-002X
Daftar Pustaka
Bayuadhy, G. (2018). Tradisi adiluhung para leluhur jawa. Jakarta : Dian Rakyat.
Pratista, M.I. 2020. Pagebluk Corona dari sudut pandang mitos. Yogyakarta: Gama
Cendekia.
Purwadi. 2003. Sejarah Sunan Kalijaga : Sintesis ajaran Walisanga vs Syekh Siti
Jenar. ( 2003). Yogyakarta: Persada
Purwadi. 2004. Dakwah Sunan Kalijaga : penyebaran agama islam berbasis kultural.
Pustaka Pelajar.
Sakdullah, M. 2014.Kidung rumeksa ing wengi karya Sunan Kalijaga dalam kajian
teologis. Teologia, 25 (5), h.11- 17, Juli-Desember.
Dipresentasikan dalam Seminar Nasional “Membangun Resiliensi Era Tatanan Baru (New Normal) 347
Melalui Penguatan Nilai-Nilai Islam, Keluarga dan Sosial
Fakultas Psikologi Universitas Islam Sultan Agung, 18 November 2020
PSISULA: Prosiding Berkala Psikologi
Vol. 2, 2020
E-ISSN: 2715-002X
Syamsudin, M. 2020. Buku bunga rampai asosiasi pengajar hukum adat ( APHA) :
Menolak balak wabah pandemi covid 19 dari sisi religio-magis hukum adat
jawa, h. 327-348. Jakarta : Lembaga Studi Hukum Indonesia.
Dipresentasikan dalam Seminar Nasional “Membangun Resiliensi Era Tatanan Baru (New Normal) 348
Melalui Penguatan Nilai-Nilai Islam, Keluarga dan Sosial
Fakultas Psikologi Universitas Islam Sultan Agung, 18 November 2020