Anda di halaman 1dari 14

“ANTARA KRISIS KEMANUSIAAN DAN FILANTROPI DITENGAH PANDEMI

CORONA VIRUS DISEASE 2019”

Disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Geografi Sosial

Oleh :

Kemal Dzikri Maulana / Pendidikan Geografi / 3201419035

Dosen Pengampu :
1. Prof. Dr. Eva Banowati, M.Si
2. Aprillia Findayani, S.Pd, M.GES

JURUSAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2020
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Akhir tahun 2019 merupakan bukan suatu akhir tahun dengan gemerlap kembang api
yang meriah erutama di negeri Tiongkok. Hal ini dikarenakan munculnya sebuah virus
yang mulanya dikenal dengan novel Corona Virus 2019 (Ncov 2019). Virus ini
merupakan keluarga dari virus SARS yang sempat sebelumnya menewaskan 650 orang
di daratan Tiongkok dan virus ini juga merupakan keluarga virus MERS yang sempat
mewabah juga di daerah Timur Tengah. Asal muasal dari virus ini secara pasti belum
dapat diketahui, namun terdapat beberapa hipotesis yang menjelaskan darimana virus ini
berasal. Salah satu hipotesis menjelaskan bahwa virus ini berasal dari pasar hewan liar di
Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China. Hal ini didasari bahwasannya mayoritas dari kasus
permulaan virus corona ditemukan bahwa pasien terjangkit mayoritas pernah
mengunjungi pasar hewan liar tersebut. Hipotesis tersebut juga didukung bahwasannya
virus corona merupakan virus yang terdapat dihewan liar seperti kelelawar yang ternyata
juga diperjual belikan secara bebas dipasar tersebut.
Virus corona akhir-akhir ini lebih dikenal dengan Corona Virus Disease 2019 atau
syndrome pernafasan akut. Gejala awal dari virus ini adalah pilek, batuk, radang
tenggorokan, sesak nafas, dan demam hingga 38 derajat celcius. Namun seiring
bermutasinya virus ini pada belakangan ini kerap ditemukan pasien virus tanpa gejala.
Hingga bulan April tercatat bahwasannya penderita virus corona di dunia telah mencapai
lebih dari 1 juta pasien positif terjangkit COVID 19.
Kehadiran wabah yang masih belum dapat dikendalikan secara maksimal ini membuat
negara-negara di dunia mengambil kebijakan demi menekan laju penyebaran virus.
Sebagai contoh China menerapkan lockdown di Provinsi Hubei yang diduga sebagai
cluster utama penyebaran COVID 19. Lalu Italia yang melakukan lockdown yang
berskala nasional terhitung mulai 9 Maret 2020. Selain kebijakan lockdown juga terdapat
kebijakan physical distancing atau pembatasan kontak fisik untuk menanggulangi laju
penyebaran COOVID 19. Sebagai contoh Indonesia yang memilih kebijakan physical
distancing daripada lockdown yang mengundang pro dan kontra. Namun belakangan
PSBB atau Pembatasan Sosial Berskala Besar telah diterapkan di daerah
JABODETABEK yang merupakan menjadi cluster utama penyebaran COVID 19 di
Indonesia.
COVID 19 tentunya membbawa beberapa dampak negatife karena akibat virus ini
segala sesuatunya menjadi terhambat. Sektor paling terdampak adalah kesehatan dan
ekonomi. Kesehatan tentunya karena virus ini mengancam kesehatan siapapun tanpa
pandang umur dan status ekonomi. Lalu dampak bagi sektor ekonomi adalah
melambatnya laju pertumbuhan ekonomi. Diprediksi bahwasannya laju pertumbuhan
ekonomi dunia akan melambat 1,9 persen. Di negara Indonesia sendiri diprediksi laju
pertumbuhan ekonomi akan melambat sekitar 4,8 persen.
Ditengah pandemik global COVID 19 seharusnya semua elemen manusia harus saling
support atau saling menguatkan terutama di saat-saat sulit seperti ini. Keadaan sosial di
Indonesia sendiri dimata penulis kini dapat dikelompokan menjadi dua, yakni krisis
kemanusiaan dan filantropi. Krisis kemanusiaan digambarkan dengan dikucilkannya
pasien positif dan tenaga kesehatan atau yang paling parah terjadi penolakan terhadap
jenazah pasien positif COVID 19. Sedangkan filantropi adalah dilihat bagaimana
ditengah ketidakpastian ekonomi terutama kaum menengah kebawah ternyata banyak
charity atau kegiatan amal yang diproyeksikan bagi mereka yang terdampak akibat
adanya pembatasan atau contohnya bantuan bagi mereka pekerja harian yang omsetnya
berkurang sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan harian.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tanggung jawab pemerintah dalam mewadahi kaum menengah kebawah
terutama dalam hal bantuan ekonomi?
2. Seberapa parahnya krisis kemanusiaan ditengah pandemic global COVID 19?
3. Seberapa massif kegiatan charity dilakukan ditengah pandemic global COVID 19
dengan sasaran kaum menengah kebawah?
1.3.Manfaat
1. Mengetahui tanggung jawab pemerintah dalam mewadahi kaum menengah kebawah
terutama dalam hal bantuan ekonomi.
2. Mengetahui seberapa parah krisis kemanusiaan ditengah pandemic global COVID 19.
3. Mengetahui seberapa massif kegiatan charity dilakukan ditengah pandemic global
COVID 19 dengan sasaran kaum menengah kebawah.
BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1. Corona Virus Disease 2019

Pada akhir Desember 2019 otoritas kesehatan masyarakat China melaporkan sejumlah
kasus kasus syndrome pernafasan akut di Kota Wuhan, provinsi Hubei, China. Para
ilmuwan china lantas mengidentifikasi kasus tersebut dan pada akhirnya ditemukan virus
corona baru sebagai penyebab utama atau sekarang lebih dikenal dengan Corona Virus
Disease 2019 (COVID 19). Virus corona ini kemudian mulai menyebar luas hingga pada
akhirnya Kota Wuhan yang dianggap sebagai klaster utama pun menerapkan lockdown
untuk menahan laju penyebaran virus COVID 19.

Mengutip World Health Organization atau WHO, COVID 19 merupakan penyakit


menular yang disebabkan oleh virus corona jenis baru. Orang yang paling beresiko
secara kesehatan adalah mereka yang berada di usia 60 tahun serta memiliki penyakit
bawaan seperti diabetes, hipertensi, tbc, dan lain sejenisnya. Sedangkan secara sosial
orang paling beresiko adalah mereka yang memiliki mobilitas tinggi dan sering
berinteraksi dengan orang banyak mengingat virus ini telah menyebar diseluruh belahan
dunia.

Menurut WHO berikut adalah gejala umum COVID 19:

1. Demam
2. Kelelahan
3. Batuk kering
4. Sesak nafas dan nyeri
5. Sakit tenggorokan
6. Mual
7. Pilek
8. Diare (tidak selalu)
Bagi mereka yang memiliki gejala ringan yang dinyatakan sehat maka harus
melakukan isolasi mandiri dan menghubungi petugas medis untuk penanganan dan
rujukan. Sedangkan bagi penderita yang memiliki gejala berat atau kritis maka harus
segera dirujuk ke fasilitas kesehatan untuk mendapatkan perawatan medis.
WHO juga menuturkan untuk senantiasa melakukan pencegahan agar tidak tertular
COVID 19. Diantaranya adalah dengan mencucui tangan sesering mungkin, physical
distancing, hindari menyentuh wajah, menerapkan etika batuk dan bersin, dan
menghindari kerumunan.
2.2. Krisis Kemanusiaan
Krisis kemanusiaan adalah suatu keadaan darurat atau kekacauan hidup umat manusia
secara universal yang mengakibatkan multi dimensi problema hidup seperti krisis
mentalitas, krisis keimanan, dan krisis moralitas. Ditengah pandemic global COVID 19
secara tidak langsung krisis manusia begitu terasa. Seperti diawal mulanya munculnya
virus orang Asia di dunia barat kerap mendapatkan rasisme karena dianggap membawa
virus, ini adalah suatu krisis mentalitas, krisis keimanan, dan krisis moralitas. Tanpa
mereka sadari kini negeri mereka bahkan yang berlabel adidaya pun mulai takluk oleh
virus. Krisis kemanusiaan ini dapat ditilik karena kurangnya edukasi terhadap virus
sehingga terjadi panic yang berlebbihan sehingga membuuat individu terkadang
bertindak menyimpang dalam hal sosial berdalih menghindari virus ini. Seperti di negeri
tercinta bagaimana tak perih melihat jasad pahlawan medis yang berjuang digarda
terdepan ditolak secara mentah mentah, bagaimana kerabat yang salah satu saudaranya
positif COVID 19 diteror oleh mereka yang tidak bertanggun jawab. Bagitu miskinnya
rasa sosial beberapa individu dalam berdalih menghindari virus. Disinilah perlunya
edukasi atau pengetahuan sehingga tiap individu tau apa yang harus dilakukan dengan
dasar kewaspadaan bukan panic yang berlebihan.

2.3. Filantropi

  Istilah “filantropi”, yang dalam bahasa Indonesia dimaknai “kedermawanan” dan


“cinta kasih” terhadap sesama belum terlalu dikenal oleh khalayak luas, meski secara
praktis kegiatan filantropi telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan
masyarakat di Indonesia (Latief, 2013). Menurut elaborasi Hilman Latief (2013) konsep
filantropi berhubungan erat dengan rasa kepedulian, solidaritas dan relasi sosial antara
orang miskin dan orang kaya, antara yang “kuat‟ dan yang “lemah”, antara yang
“beruntung” dan “tidak beruntung” serta antara yang “kuasa” dan “tuna-kuasa”. Dalam
perkembangannya, konsep filantropi dimaknai secara lebih luas yakni tidak hanya
berhubungan dengan kegiatan berderma itu sendiri melainkan pada bagaimana
keefektifan sebuah kegiatan “memberi‟, baik material maupun non-material, dapat
mendorong perubahan kolektif di masyarakat.
Secara etimologis istilah Filantropi (Philanthropy) berasal dari bahasa
Yunani, Philos (berarti Cinta), dan Anthropos (berarti Manusia), sehingga secara harfiah
Filantropi adalah konseptualisasi dari praktek memberi (giving), pelayanan (services) dan
asosiasi (association) secara sukarela untuk membantu pihak lain yang membutuhkan
sebagai ekspresi rasa cinta. Dipandemi ini kita dapat melihat banyaknya charity atau
kegiatan amal sebagai wujud membantu pihak lain sebagai ekspresi peduli dan cinta.
Peduli kepada mereka yang masih harus keluar rumah demi mendapatkan pundi pundi
rupiah, peduli kepada mereka yang tidak bisa #dirumahaja. Kehadiran wabah
memunculkan kepedulian yang besar serta secara tidak langsung membuat yang tidak
peduli menjadi peduli sehingga terjadii perubahan sosial yang besar dan positif teutama
soal gotong royong membantu sesama.
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1.Sumber Data

Sumber data pada suatu penelitian ada dua yakni sumber data primer dan sumber data
sekunder. Sumber data primer adalah data original yang didapatkan dari obyek utama
penelitian ini. Sedangkan sumber data sekunder adalah berasal dari literasi cetak maupun
digital atau yang sifatnya sudah ada. Namun dipenelitian kali ini penulis berpedoman
dari data sekunder atau data yang telah ada. Karena yang kaitannya tentang krisis
kemanusiaan dan filantropi ditengah pandemic telah banyak dibahas dibanyak media
digital seperti portal berita online maupun melalui media instagram,twitter, dan
facebook. Sehingga penulis beranggapan dengan didukung data dari website resmi
pemerintah maka data yang didapatkan sudah lebih dari cukup dan memadai untuk
disusun sebagai karya tulis ilmiah.

3.2.Tehnik Pengumpulan Data

Pada penelitian kali ini dikarenakan himbauan pemerintah untuk #dirumahaja maka
tehnik pengumpulan data terbaik yang dapat dimaksimalkan oleh peneliti adalah studi
pustaka. Data dikumpulkan dari berbagai portal berita online maupun melalui situs resmi
pemerintah. Portal berita online mengandalkan situs terpercaya dan berpengalaman
seperti kumparan dan katadata.id. Terpercaya dan berpengalaman menjadi kunci dalam
metode studi pustaka tentunya agar tidakmudah terkecoh oleh hoax dan agar hasil karya
tulis dapat dipertanggungjawabkan ketika dipertanyakan. Untuk situs pemerintah
tentunya mengandalkan website informasi terkait COVID 19 yang telah disebar luaskan
agar mempermudah masyarakat mendapatkan informasi terpercaya dan resmi.

3.3.Analisis Data

Analisis data pada penelitian kali ini memaksimalkan pada analisi kualitatif. Alasan
menerapkan analisis kualitatif adalah karena objek penelitian merupakan suatu prilaku
sosial yang akan tabu jika dianalisis menggunakan angka atau sistem kuantitatif. Perilaku
sosial adalah suatu obyek kajian yang memiliki kandungan alamiah karena asalnya dari
makhluk sosial yakni manusia. Perilaku sosial juga merupakan aktivitas yang bernilai
kualitas bukan kuantitas sehingga data yang dihimpun dari banyak sumber pada nantinya
akan digeneralisasi sehingga mendapatkan kualitas penelitian yang maksimal tergantung
daripada kedalaman data. Analisi kualitatif juga akan lebih fleksibel dalam mengkaji
suatu perilaku sosial karena perilaku sosial bersifat dinamis atau berubah ubah sehingga
sejalan dengan konsep analisis kualitatif yang mana penelti dapat mengembangkan
rencana penelitiannya dalam prosesnya.
BAB 4

PEMBAHASAN

4.1. Hasil Kajian

Krisis kemanusiaan, Merupakan suatu keadaan darurat atau kekacauan hidup umat
manusia yang memicu kekacauan multi dimensi seperti :

- Krisis mentalitas, mental adalah suatu pemikiran atau kemampuan manusia belajar dan
merespon suatu hal. Ketika krisis mentalitas terjadi maka diibaratkan manusia
kehilangan jati dirinya. Keadaan darurat membuat kondisi psikisnya kacau sehingga
dalam merespon sesuatu terkadang menjadi tidak rasional.

- Krisis keimanan, iman adalah kepercayaan terhadap sesuatu. Iman memiliki konsep
yang luas yang berkaitan dengan tuhan dan segala ketentuannya. Krisis keimanan di
keadaan darurat dapat berupa tidak dapat menerima takdir, serta jika dalam peribahasa
islam mendahulukan tawakal tanpa adanya ikhtiar. Krisis keimanan dalam keadaan
darurat adalah sesuatu yang sangat fatal. Karena sesungguhnya segala permasalahan
telah dijawab oleh iman melalui firman tuhan dan segala kebesaran-Nya.

- Krisis moralitas, ini adalah puncak perubahan perilaku sosial ketika terjadi krisis
kemausiaan. Moralitas berkaitan dengan akhlak, etika, dan atau susila. Ketika telah
terjadi krisis moralitas maka nilai positif artinya berkurang tergeserkan akibat keadaan
kacau yang membuat manusia sakit psikis.

Filantropi, dalam keadaan kacau atau darurat terdapat hal positif yang terjadi, yakni
filantropi. Filantropi merupakan kedermawanan dan cinta kasih, hal ini dapat meningkat
ketika terjadi keadaan kacau karena didasari rasa solidaritas dan kepedulian dalam
rangka mengharapkan keadaan segera membaik. Filantropi lebih dari sekedar empati
karena relasi antara si kaya dan si miskin, antara si kuat dan si lemah, antara si kuasa dan
si tuna kuasa dapat dimaknai lebih luas bukan hanya sebatas berderma. Filantropi dapat
dikatakan sebagai puncak dari suatu hubungan positif dalam kegiatan bermasyarakat
karena didalamnya mencerminkan cinta kasih saying baik secara material maupun non
material. Hal ini dapat memicu perubahan kolektif dimasyarakat yang akan
menghindarkan individu dari efek negative keadaan darurat atau kacau seperi krisis
kemanusiaan.
4.2. Pembahasan

Dampak keadaan darurat atau kekacauan umat manusia dapat menghadirkan dua
sisi, yakni sisi positif dan sisi negative. Sisi positif adalah akan adanya filantropi dan sisi
negatifnya adalah akan terjadi sebuah krisis kemanusiaan. Berorientasi kepada keadaan
darurat akibat COVID 19 kita dalam melihat dalam sisi negative tercurah krisis
mentalitas, krisis keimanan, dan krisis moralitas. Hal ini berkaca pada kondisi sosial
pasca COVID 19 mulai menular di Indonesia. Krisis mentalitas masyarakat Indonesia
diawali ketika virus mulai menyebar di negara China. Yang mana masyarakat mencela
negeri tersebut terutama melalui jejaring sosial. Hal ini kerap dijumpai di komentar
postingan contohnya instagram. Hal ini membuktikan bagaimana sebelum virus ini
masuk ke Indonesia pun masyarakatnya sudah mengalami krisis mentalitas. Hal ini
diperparah ketika virus mulai masuk ke Indonesia krisis mental semakin menjadi – jadi.
Dapat dilihat bagaimana kebanyakan masyarakat hanya menyalahkan pemerintah tanpa
sadar pemerintah perlu bergandengan dengan masyarakat dalam menghadapi pandemi
ini.

Krisis mentalitas juga terlihat pada pedagang masker atau hand sanitizer yang
menaikan harga produknya menjadi tidak wajar. Mental mereka diibaratkan seperti
mental pembunuh yang mana disadari kedua produk tersebut sangat penting dalam hal
pencegahan. Namun sebaliknya oleh pedagang mental pembunuh di berikan harga yang
tidak wajar dan tidak manusiawi.

Berlanjut ke krisis keimanan yang mana kebanyakan menganggap tidak perlu takut
virus karena takut hanya perlu kepada tuhan saja. Padahal tanpa disadari virus adalah
ciptaan tuhan yang mana dalam pencegahannya diperlukan usaha atau tidak hanya
berserah diri. Hal yang paling menyedihkan adalah terjadinya krisis moralitas terutama di
Indonesia. Hal ini terlihat dari adanya kasus penolakan jenazah pasien COVID 19, teror
kepada keluarga pasien positif COVID 19, banyaknya penyebaran berita hoax yang
berkaitan dengan COVID 19, dan dikucilkannya tenaga medis yang berjibaku merawat
pasien positif COVID 19. Memang semuanya didasarkan pada mencegah penularan,
namun sejatinya hal itu telah merusak moral seorang mahkluk sosial yang mana tampak
kehilangan sisi kemanusiaannya. Disadari sebenarnya hal yang paling berbahaya pada
saat ini itu bukan COVID 19, hal yang paling berbahaya saat ini adalah manusia dengan
segala ego dan ketidaktahuannya.
Berikut adalah kumpulan berita yang meliput tentang krisis kemanusiaan yang terjadi

Berlanjut pada sisi positif dari keadaan darurat akibat COVID 19. Filantropi, istilah
yang mungkin sangat asing ditelinga. Berasaskan rasa cinta dan kedermawanan yang
lebih dari sekedar simpati maupun empati. Dapat dilihat banyaknya charity atau kegiatan
amal yang dilakukan saat ini baik untuk membantu petugas medis dalam pengadaan alat
protocol penanganan COVID 19 maupun charity dalam rangka membantu kaum
terdampak ekonomi akibat dilakukannya pembatasan (pekerja harian, pekerja ter PHK,
ojek online, dan lain sejenisnya). Mulai dari filantropi skala kecil yang mana sering
dijumpai video beredar di media sosial aksi bagi – bagi sembako, uang, ataupun
makanan kepada mereka kaum yang terdampak. Skala besar dapat digambarkan oleh
kegiatan charity dengan target perolehan besar missal melalui situs kitabisa.com. Skala
besar juga digambarkan dengan maraknya donasi dari para influencer yang bernilai tidak
sedikit. Serta puncak charity sekala besar adalah sumbangan dari instansi seperti
sidomuncul, tik tok, kimia farma, dan lain sebagainya. Hasil dari kegiatan charity ini
dialokasikan ke masyarakat terdampak dan ke pengadaan alat protocol penanganan
COVID 19.

Tentunya pemerintah juga tidak hanya mengandalkan charity namun pemerintah


sebagai contoh memangkas THR para PNS yang di klaim menghemat anggaran negara
kurang lebih 5 Triliun. Hal ini dilakukan dalam alih alokasi dana ke focus penanganan
COVID 19. Dalam mengatasi banyaknya karyawan terkena PHK akibat dampak
ekonomi, pemerintah mensiasatinya dengan meluncurkan program kartu pra Kerja.
Pemilik kartu ini akan mendapatkan pelatihan dalam rangka menambah ketrampilan di
dunia kerja. Sertapemegang kartu akan mendapatkan tunjangan hidup setiap bulannya
selama masa pelatihan atau belum mendapatkan pekerjaan. Kita dapat melihat kini
filantropi begitu massif, tidak hanya berderma yang dilakukan. Dukungan cinta kasih
pun melengkapi arti filantropi ditengah wabah. Dengan adanya filantropi diharapkan
akan mengalahkan krisis kemanusiaan yang terjadi. Karena bagaimanapun hati manusia
tidak sekeras batu sehingga akan luluh oleh cinta kasih dan kedermawanan berbalut
filantropi. Saling mendukung baik material maupun non material, serta bersinergi dengan
pemerintah dalam menghadapi wabah. Karena ini bukan soal peran pemerintah, tapi
peran aku, kamu, dan kita semua.

Berikut adalah beberapa kegiatan charity yang dilakukan ditengah pandemic global
Covid 19 :
BAB 5

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Dikeadaan darurat seperti ini sudah semestinya sebagai makhluk yang berbudi
pekerti dan berakal sehat harus saling mendukung dan bahu – membahu dalam
menangani pandemic global COVID 19. Mulai dari diri sendiri lalu menghimbau
keluarga, teman, dan masyarakat untuk bersinergi bersatu mendukung pemerintah dalam
upaya penanganan pandemic global COVID 19. Sekarang bukanlah saatnya
mengutamakan ego, karena sesungguhnya itulah yang paling berbahaya. Cinta kasih dan
kedermawanan berbalut filantropi pun patut untuk didukung dan disebar luaskan. Agar
pada nantinya di pandemic ini tidak ada terkesan membunuh perlahan mereka yang
terdampak. Jika belum mampu menerapkan filantropi maka terapkanlah empati. Jika
empati pun belum mampu maka terapkanlah simpati. Yakinlah pandemi ini segera
berakhir dan berdoa agar semuanya pulih kembali agar bahagia terlahir.

5.2. Saran

Peneliti menyarankan perlunya dikembangkan penelitian tentang perubahan


perilaku sosial atau kondisi sosial di tengah pandemi global COVID 19. Tentunya
dengan adanya penelitian maka akan dapat dijadikan bahan acuan mengenai kebijakan
yang akan diambil. Karena perlu disadari COVID 19 tidak hanya berakibat pada krisis
kesehatan namun juga krisis sosial. Perlunya penelitian lebih lanjut terkait perubahan
prilaku sosial atau kondisi sosial dapat dilihat dari karya ini yang masih rumpang karena
literasi hanya di dasarkan dari berita online. Hal itu karena belum adanya didapati jurnal
atau karya ilmiah yang membahas tentang tajuk tersebut.

Anda mungkin juga menyukai