Anda di halaman 1dari 21

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Isu terkini dan menggemparkan selalu mendapatkan perhatian publik
dengan beragam reaksi persepsi dan tingkah lakunya, termasuk dengan isu
wabah virus corona atau Covid-19 ini. Pada awal tahun 2020 ini dunia
dikejutkan dengan wabah virus corona atau Covid-19 yang menginfeksi
hampir seluruh negara di dunia. Semenjak Januari 2020, WHO telah
menyatakan dunia masuk ke dalam darurat global terkait virus ini. Ini
merupakan fenomena luar biasa yang terjadi di bumi pada abad ke 21, yang
skalanya mungkin dapat disamakan dengan Perang Dunia II. Hal ini bisa
dilihat dari event-event skala besar, seperti pertandingan-pertandingan
olahraga internasional hampir seluruhnya ditunda bahkan dibatalkan. Kondisi
ini pernah terjadi hanya pada saat terjadi perang dunia saja, tidak pernah ada
situasi lainnya yang dapat membatalkan acara-acara tersebut.
Khusus di Indonesia sendiri Pemerintah telah mengeluarkan status darurat
bencana terhitung mulai tanggal 29 Februari 2020 hingga 29 Mei 2020 terkait
pandemi virus Covid-19 ini dengan jumlah waktu 91 hari. Langkah-langkah
telah dilakukan oleh pemerintah untuk dapat menyelesaikan kasus luar biasa
ini, salah satunya adalah dengan mensosialisasikan gerakan Social Distancing.
Konsep ini menjelaskan bahwa untuk dapat mengurangi bahkan memutus
mata rantai infeksi Covid-19, seseorang harus menjaga jarak aman dengan
manusia lainnya minimal 2 meter, dan tidak melakukan kontak langsung
dengan orang lain, serta menghindari pertemuan massal.
Tetapi banyak masyarakat yang tidak menyikapi hal ini dengan baik,
seperti contohnya pemerintah sudah meliburkan para siswa dan mahasiswa
untuk tidak berkuliah atau bersekolah ataupun memberlakukan bekerja dari
rumah, namun kondisi ini malah dimanfaatkan oleh banyak masyarakat untuk
berlibur. Selain itu, walaupun Indonesia sudah dalam keadaan darurat masih
saja akan dilaksanakan tabliqh akbar, dimana akan berkumpul ribuan orang di
satu tempat, yang jelas dapat menjadi mediator terbaik bagi penyebaran virus
corona dalam skala yang jauh lebih besar. Selain itu masih banyak juga
masyarakat Indonesia yang menganggap enteng virus ini, dengan tidak
mengindahkan himbauan-himbauan pemerintah.
Hal yang harus dipikirkan dan disadari bersama sekarang ini adalah resiko
tingkat mortalitas (kematian) akibat hadirnya faktor-faktor penghambat
penanganan wabah ini. Salah satu faktor yang dapat memperlambat, bahkan
memperburuk penanganan persebaran Covid-19 adalah anakronisme
perspektif yang beredar luas di masyarakat. Yang dimaksud anakronisme
perspektif di sini adalah cara pandang yang kurang tepat dalam menyikapi dan
merespons persebaran virus ini, yang pada gilirannya turut menghambat
penanganan pandemi Covid-19 ini.
Di antara sekian banyak anakronisme perspektif yang beredar di
masyarakat, sekurangnya ada dua contoh yang paling mencolok. Pertama,
anakronisme sosial-budaya. Sebagaimana dimaklumi, masyarakat kita
dicirikan oleh budaya komunitarian-komunalistik (baca: suka ngumpul-
ngumpul, bergerombol) dalam sebuah unit sosial yang saling berjejaring.
Masyarakat kita dikenal memiliki ikatan sosiologis yang kuat melalui pola
hidup gotong-royong sebagai bentuk kepedulian dan empati sosial kita kepada
sesama. Ikatan sosiologis tersebut seringkali dimanifestasikan melalui
sentuhan fisik seperti bersalaman, berpelukan, cium pipi, dan semacamnya.
Menghentikan, setidaknya untuk sementara waktu saja manifestasi
komunitarian tersebut demi mencegah persebaran Covid-19 tentu saja bukan
persoalan mudah bagi masyarakat kita. Tentu saja ada perasaan ganjil, kikuk,
dan tidak lazim ketika harus mengabaikan “ritual sosial” sebagaimana
biasanya. Pasti ada sesuatu yang hilang ketika masyarakat kita dipaksa
menanggalkan kebiasaan sosial tersebut karena ada kontradiksi kognitif antara
nalar kesehatan seperti menjaga jarak sosial (social distancing) dengan nalar
komunitarian tersebut, yaitu kebiasaan bersosialisasi.
Pengabaian terhadap norma-norma sosial di atas tentu saja dapat
menimbulkan gangguan sosial-budaya karena norma-norma tersebut telanjur
membentuk gugusan kebermaknaan eksistensial di kalangan masyarakat kita.
Dari sinilah sebagian masyarakat kita cenderung mengacuhkan protokol medis
pencegahan Covid-19 sebagaimana dikeluarkan oleh lembaga-lembaga
otoritatif. Bagi sebagian mereka, protokol medis dimaknai sebagai upaya
mereduksi kebermaknaan sosial yang telah menancap kuat di masyarakat.
Anakronisme kedua adalah konstruksi pemahaman keagamaan masyarakat
kita yang berlawanan dengan protokol pencegahan Covid-19. Melalui
beragam media sosial, kita disuguhi berbagai macam narasi keagamaan yang
mengacuhkan, mereduksi, bahkan “melawan” protokol medis pencegahan
Covid-19. Diantara narasi keagamaan yang cukup populer di masyarakat
adalah menyangkut teologi kematian sebagai hak prerogatif Tuhan, pandemi
Covid-19 sebagai adzab (hukuman) Tuhan atas dosa-dosa manusia, tidak perlu
takut kepada siapapun termasuk kepada Covid-19, kecuali hanya kepada
Tuhan. Social distancing merupakan strategi mendangkalkan iman, dan
seterusnya. Padahal jika kita bisa berpikir lebih bijak, memang kematian hak
prerogatif Tuhan, ajal sudah ditakdirkan oleh-Nya, tetapi untuk menyikapi
pandemi Covid-19 ini, kita sebagai manusia juga harus berusaha agar tidak
terjangkit virus Covid-19 ini dengan tetap menjaga kesehatan sesuai protokol
medis pencegahan Covid-19.
Jika dibiarkan, dua contoh anakronisme perspektif di atas menjadi
penghambat penanganan persebaran pandemi Covid-19 yang pergerakannya
semakin liar, masif, dan eksponensial. Wajar saja jika tingkat mortalitas akibat
persebaran virus ini di Indonesia termasuk yang tertinggi di Asia Tenggara
(8,46%) akibat “kengototan” sikap-sikap non-ilmiah tersebut. Sikap semacam
ini telanjur menciptakan zona nyaman bagi mereka yang tidak terbiasa dengan
pola hidup disiplin dan taat-asas (compliance), dua syarat utama untuk
mempercepat penanganan Covid-19.
Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah kerendahhatian dari seluruh elemen
masyarakat untuk menyerahkan penanganan pandemi Covid-19 kepada pihak-
pihak yang memiliki otoritas terkait seperti WHO, Kemenkes dan Pemerintah
(via Satgas Pencegahan Covid-19). Selebihnya, lembaga-lembaga non-
otoritatif harus “tahu diri” untuk tidak mengintervensi lembaga-lembaga
otoritatif dan memperburuk situasi. Ada sebuah ungkapan populer, jika Anda
tidak dapat membantu menyelesaikan masalah maka jangan menjadi bagian
dari masalah tersebut. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat tidak membebani
negara dalam penanganan Covid-19. Sekali lagi, jika tidak bisa menjadi solusi,
maka kita jangan menjadi bagian dari persoalan itu sendiri. Mari bersama-
sama kita berpikir cerdas, bersikap bijak dan menyelaraskan persepsi untuk
mendukung langkah Pemerintah dalam menghadapi dan menangani Covid-19
ini

1.2. Masalah
Rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan dampak buruk
penyakit covid 19, semakin memperpanjang masalah kesehatan masyarakat
terutama angka kesakitan dan kematian akibat penyakit ini.

1.3. Tujuan
1.3.1. Memberikan informasi kepada masyarakat akan dampak buruk
penyakit akibat corona virus desease-19 (covid-19)
1.3.2. Memberikan pemahaman/ sosialisasi melalui media kepada masyarakat
akan dampak buruk penyakit akibat corona virus desease-19 (covid-19)
1.3.3. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melakukan tindakan
pencegahan penyebaran covid-19

1.4. Manfaat
Membantu masyarakat untuk mendapatkan informasi yang benar dan
diharapkan dapat dijadikan pedoman untuk penatalaksaan penanggulangan
penyebaran Covid-19, agar dapat dilakukan pemutusan rantai penularan covid-
19, yang di mulai dari lingkungan terkecil yaitu keluarga, kelompok dan
masyarakat luas.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2. Tinjuan Pusataka
2.1. Definisi
Menurut World Health Organization (WHO) virus corona adalah
keluarga besar virus yang dapat menyebabkan penyakit pada hewan atau
manusia. Pada manusia corona diketahui menyebabkan infeksi pernafasan
mulai dari flu biasa hingga penyakit yang lebih parah seperti Middle East
Respiratory Syndrome (MERS), dan Severe Acute Respiratory Syndrme
(SARS)
Gejala COVID-19 yang paling umum adalah demam, kelelahan, dan
batuk kering. Beberapa pasien mungkin mengalami sakit dan nyeri, hidung
tersumbat, pilek, sakit tenggorokan atau diare. Gejala-gejala ini bersifat
ringan dan terjadi secara bertahap. Namun, beberapa orang yang terinfeksi
tetapi tidak menunjukkan gejala apa pun dan tak merasa tidak enak badan.
Kebanyakan orang (sekitar 80%) pulih dari penyakit tanpa perlu perawatan
khusus. Sekitar 1 dari setiap 6 orang yang mendapatkan COVID-19 sakit
parah dan mengalami kesulitan bernapas. Orang yang lebih tua, dan
mereka yang memiliki masalah medis seperti tekanan darah tinggi,
masalah jantung atau diabetes, lebih mungkin terkena penyakit serius.
Orang dengan demam, batuk dan kesulitan bernapas harus mendapat
perhatian medis. Menurut WHO, virus corona COVID-19 menyebar orang
ke orang melalui tetesan kecil dari hidung atau mulut yang menyebar
ketika seseorang batuk atau menghembuskan nafas. Tetesan ini kemudian
jatuh ke benda yang disentuh oleh orang lain. Orang tersebut kemudian
menyentuh mata, hidung, atau mulut. Berdasarkan studi yang ada saat ini
belum ditemukan penyebaranCOVID-19 melalui udara bebas

2.2. Corona Virus Desease 2019 (Covid-19)


Virus Corona atau severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-
CoV-2) adalah virus yang menyerang sistem pernapasan. Penyakit karena
infeksi virus ini disebut COVID-19. Virus Corona bisa menyebabkan gangguan
ringan pada sistem pernapasan, infeksi paru-paru yang berat, hingga kematian.
Severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) yang
lebih dikenal dengan nama virus Corona adalah jenis baru dari coronavirus
yang menular ke manusia. Virus ini bisa menyerang siapa saja, seperti
lansia (golongan usia lanjut), orang dewasa, anak anak dan bayi, termasuk
ibu hamil dan ibu menyusui.
Infeksi virus Corona disebut Covid-19 (Corona Virus Disease 2019)
dan pertama kali ditemukan di kota Wuhan, China pada akhir Desember
2019. Virus ini menular dengan sangat cepat dan telah menyebar ke hampir
semua negara, termasuk Indonesia, hanya dalam waktu beberapa bulan.
Hal tersebut membuat beberapa negara menerapkan kebijakan untuk
memberlakukan Lockdown dalam rangka mencegah penyebaran virus
Corona. Di Indonesia sendiri, diberlakukan kebijakan Pembatasan Sosial
Berskala Besar (PSBB) untuk menekan penyebaran virus ini.
Coronavirus adalah kumpulan virus yang bisa menginfeksi sistem
pernapasan. Pada banyak kasus, virus ini hanya menyebabkan infeksi
pernapasan ringan, seperti flu. Namun, virus ini juga bisa menyebabkan
infeksi pernapasan berat, seperti infeksi paru-paru (pneumonia).
Virus ini menular melalui percikan dahak (droplet) dari saluran pernapasan,
misalnya ketika berada di ruang tertutupyang ramai dengan sirkulasi udara
yang kurang baik atau kontak langsung dengan droplet.
Selain virus SARS-CoV-2 atau virus Corona, virus yang juga termasuk
dalam kelompok ini adalah virus penyebab Severe Acute Respiratory
Syndrome (SARS) dan virus penyebab Middle-East Respiratory Syndrome
(MERS). Meski disebabkan oleh virus dari kelompok yang sama, yaitu
coronavirus, COVID-19 memiliki beberapaperbedaan dengan SARS dan
MERS, antara lain dalam hal kecepatan penyebaran dan keparahan gejala.
2.2.1. Tingkat Kematian Akibat Virus Corona (COVID-19)
Virus Corona yang menyebabkan COVID-19 bisa menyerang siapa
saja. Menurut data yang dirilis Gugus Tugas Percepatan Penanganan
COVID-19 Republik Indonesia, jumlah kasus terkonfirmasi positif
hingga 27 November 2020 adalah 516.753 orang dengan jumlah
kematian 16.352 orang. Tingkat kematian (case fatality rate) akibat
COVID-19 adalah sekitar 3,2%. Jika dilihat dari persentase angka
kematian yang di bagi menurut golongan usia, maka kelompok usia
46-59 tahun memiliki persentase angka kematian yang lebih tinggi
dibandingkan golongan usia lainnya. Sedangkan berdasarkan jenis
kelamin, 56,7% penderita yang meninggal akibat COVID-19 adalah
laki-laki dan 43,3% sisanya adalah perempuan.

2.2.2. Gejala Virus Corona (COVID-19)


Gejala awal infeksi virus Corona atau COVID-19 bisa menyerupai
gejala flu, yaitu demam, pilek, batuk kering, sakit tenggorokan, dan
sakit kepala. Setelah itu, gejala dapat hilang dan sembuh atau malah
memberat. Penderita dengan gejala yang berat bisa mengalami
demam tinggi, batuk berdahak bahkan berdarah, sesak napas, dan
nyeri dada. Gejala-gejala tersebut muncul ketika tubuh bereaksi
melawan virus Corona.
Secara umum, ada 3 gejala umum yang bisa menandakan seseorang
terinfeksi virus Corona, yaitu:
 Demam (suhu tubuh di atas 38 derajat Celsius)
 Batuk kering
 Sesak napas
Ada beberapa gejala lain yang juga bisa muncul pada infeksi virus
Corona meskipun lebih jarang, yaitu:
 Diare
 Sakit kepala
 Konjungtivitis
 Hilangnya kemampuan mengecap rasa atau mencium bau
 Ruam di kulit
Gejala-gejala COVID-19 ini umumnya muncul dalam waktu 2 hari
sampai 2 minggu setelah penderita terpapar virus Corona. Sebagian
pasien yang terinfeksi virus Corona bisa mengalami penurunan
oksigen tanpa adanya gejala apapun. Kondisi ini disebut Happy
hypoxia.
Guna memastikan apakah gejala-gejala tersebut merupakan gejala
dari virus Corona, diperlukan rapid test atau PCR. Untuk
menemukan tempat melakukan rapid test atau PCR.

2.2.3. Langkah pencegahan dan penanggulangan tingkat individu


Segera lakukan isolasi mandiri bila Anda mengalami gejala
infeksi virus Corona (COVID-19) seperti yang telah disebutkan di
atas, terutama jika dalam 2 minggu terakhir Anda berada di daerah
yang memiliki kasus COVID-19 atau kontak dengan penderita
COVID-19. Setelah itu, hubungi hotline COVID-19 di 119 Ext. 9
untuk mendapatkan pengarahan lebih lanjut. Bila mungkin terpapar
virus Corona tapi tidak mengalami gejala apa pun, maka tidak perlu
memeriksakan diri ke rumah sakit, cukup tinggal di rumah selama
14 hari dan membatasi kontak dengan orang lain. Bila muncul
gejala, baru lakukan isolasi mandiri dan tanyakan kepada dokter
melalui telepon atau aplikasi mengenai tindakan apa yang perlu
Anda lakukan dan obat apa yang perlu Anda konsumsi.

2.2.4. Penyebab Virus Corona (COVID-19)


Infeksi virus Corona atau COVID-19 disebabkan oleh
coronavirus, yaitu kelompok virus yang menginfeksi sistem
pernapasan. Pada sebagian besar kasus, coronavirus hanya
menyebabkan infeksi pernapasan ringan sampai sedang, seperti flu.
Akan tetapi, virus ini juga bisa menyebabkan infeksi pernapasan
berat, seperti pneumonia, Middle-East Respiratory Syndrome
(MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).
Ada dugaan bahwa virus Corona awalnya ditularkan dari hewan ke
manusia. Namun, kemudian diketahui bahwa virus Corona juga
menular dari manusia ke manusia.
Seseorang dapat tertular COVID-19 melalui berbagai cara, yaitu:
 Tidak sengaja menghirup percikan ludah (droplet) yang keluar
saat penderita COVID-19 batuk atau bersin
 Memegang mulut atau hidung tanpa mencuci tangan terlebih
dulu setelah menyentuh benda yang terkena cipratan ludah
penderita COVID-19
 Kontak jarak dekat dengan penderita COVID-19
Virus Corona dapat menginfeksi siapa saja, tetapi efeknya akan
lebih berbahaya atau bahkan fatal bila terjadi pada orang lanjut
usia, ibu hamil, orang yang memiliki penyakit tertentu, perokok,
atau orang yang daya tahan tubuhnya lemah, misalnya pada
penderita kanker.
Karena mudah menular, virus Corona juga berisiko tinggi
menginfeksi para tenaga medis yang merawat pasien COVID-19.
Oleh karena itu, para tenaga medis dan orang-orang yang memiliki
kontak dengan pasien COVID-19 perlu menggunakan alat
pelindung diri (APD).

2.3. Diagnosis Virus Corona (COVID-19)


Untuk menentukan apakah pasien terinfeksi virus Corona, dokter
akan menanyakan gejala yang dialami pasien dan apakah pasien baru saja
bepergian atau tinggal di daerah yang memiliki kasus infeksi virus Corona
sebelum gejala muncul. Dokter juga akan menanyakan apakah pasien ada
kontak dengan orang yang menderita atau diduga menderita COVID-19.
Guna memastikan diagnosis COVID-19, dokter akan melakukan beberapa
pemeriksaan berikut:
 Rapid test untuk mendeteksi antibodi (IgM dan IgG) yang diproduksi
oleh tubuh untuk melawan virus Corona
 Swab test atau tes PCR (polymerase chain reaction) untuk mendeteksi
virus Corona di dalam dahak
 CT scan atau Rontgen dada untuk mendeteksi infiltrat atau cairan di
paru-paru
Hasil rapid test COVID-19 positif kemungkinan besar menunjukkan bahwa
Anda memang sudah terinfeksi virus Corona, namun bisa juga berarti Anda
terinfeksi kuman atau virus yang lain. Sebaliknya, hasil rapid test COVID-
19 negatif belum tentu menandakan bahwa Anda mutlak terbebas dari virus
Corona.
2.4. Pengobatan Virus Corona (COVID-19)
Belum ada obat yang benar-benar efektif untuk mengatasi infeksi virus
Corona atau COVID-19. Pilihan pengobatan akan disesuaikan dengan
kondisi pasien dan tingkat keparahannya. Beberapa pasien dengan gejala
ringan atau tanpa gejala akan di sarankan untuk melakukan protokol isolasi
mandiri di rumah sambil tetap melakukan langkah pencegahan penyebaran
infeksi virus Corona.
Selain itu, dokter juga bisa memberikan beberapa beberapa langkah untuk
meredakan gejalanya dan mencegah penyebaran virus corona, yaitu:
 Merujuk penderita COVID-19 yang berat untuk menjalani perawatan
dan karatina di rumah sakit rujukan
 Memberikan obat pereda demam dan nyeri yang aman dan sesuai
kondisi penderita
 Menganjurkan penderita COVID-19 untuk melakukan isolasi mandiri
dan istirahat yang cukup
 Menganjurkan penderita COVID-19 untuk banyak minum air putih
untuk menjaga kadar cairan tubuh
2.5. Komplikasi Virus Corona (COVID-19)
Pada kasus yang parah, infeksi virus Corona bisa menyebabkan beberapa
komplikasi berikut ini:
 Pneumonia (infeksi paru-paru)
 Infeksi sekunder pada organ lain
 Gagal ginjal
 Acute cardiac injury
 Acute respiratory distress syndrome
 Kematian
Selain itu, pada beberapa kasus, seseorang juga bisa mengalami kondisi yang
disebut post-acute COVID-19 syndrome, meski telah dinyatakan sembuh dari
infeksi virus Corona.

2.6. Pencegahan Virus Corona (COVID-19)


Sampai saat ini, belum ada vaksin untuk mencegah infeksi virus Corona
atau COVID-19. Namun, beberapa perusahaan farmasi dan institusi
kesehatan tengah berupaya untuk meneliti dan mengembangkan vaksin
COVID-19. Apabila lulus uji klinis dan dinyatakan efektif dan aman untuk
mencegah COVID-19, vaksin tersebut akan mulai diproduksi lebih banyak
agar dapat diberikan pada masyarakat.
Oleh sebab itu, cara pencegahan yang terbaik adalah dengan menghindari
faktor-faktor yang bisa menyebabkan Anda terinfeksi virus ini, yaitu:
 Terapkan physical distancing, yaitu menjaga jarak minimal 1 meter dari
orang lain, dan jangan dulu ke luar rumah kecuali ada keperluan
mendesak.
 Gunakan masker saat beraktivitas di tempat umum atau keramaian,
termasuk saat pergi berbelanja bahan makanan dan mengikuti ibadah di
hari raya, misalnya Idul Adha.
 Rutin mencuci tangan dengan air dan sabun atau hand sanitizer yang
mengandung alkohol minimal 60%, terutama setelah beraktivitas di luar
rumah atau di tempat umum.
 Jangan menyentuh mata, mulut, dan hidung sebelum mencuci tangan.
 Tingkatkan daya tahan tubuh dengan pola hidup sehat, seperti
mengonsumsi makanan bergizi, berolahraga secara rutin, beristirahat
yang cukup, dan mencegah stres.
 Hindari kontak dengan penderita COVID-19, orang yang dicurigai
positif terinfeksi virus Corona, atau orang yang sedang sakit demam,
batuk, atau pilek.
 Tutup mulut dan hidung dengan tisu saat batuk atau bersin, kemudian
buang tisu ke tempat sampah.
 Jaga kebersihan benda yang sering disentuh dan kebersihan lingkungan,
termasuk kebersihan rumah.
Untuk orang yang diduga terkena COVID-19 (termasuk kategori suspek dan
probable) yang sebelumnya disebut sebagai ODP (orang dalam
pemantauan) maupun PDP (pasien dalam pengawasan), ada beberapa
langkah yang bisa dilakukan agar tidak menularkan virus Corona ke orang
lain, yaitu:
 Lakukan isolasi mandiri dengan cara tinggal terpisah dari orang lain
untuk sementara waktu. Bila tidak memungkinkan, gunakan kamar tidur
dan kamar mandi yang berbeda dengan yang digunakan orang lain.
 Jangan keluar rumah, kecuali untuk mendapatkan pengobatan.
 Bila ingin ke rumah sakit saat gejala bertambah berat, sebaiknya
hubungi dulu pihak rumah sakit untuk menjemput.
 Larang orang lain untuk mengunjungi atau menjenguk Anda sampai
Anda benar-benar sembuh.
 Sebisa mungkin jangan melakukan pertemuan dengan orang yang
sedang sedang sakit.
 Hindari berbagi penggunaan alat makan dan minum, alat mandi, serta
perlengkapan tidur dengan orang lain.
 Pakai masker dan sarung tangan bila sedang berada di tempat umum
atau sedang bersama orang lain.
 Gunakan tisu untuk menutup mulut dan hidung bila batuk atau bersin,
lalu segera buang tisu ke tempat sampah.
Kondisi-kondisi yang memerlukan penanganan langsung oleh dokter di
rumah sakit, seperti melahirkan, operasi, cuci darah, atau vaksinasi anak,
perlu ditangani secara berbeda dengan beberapa penyesuaian selama
pandemi COVID-19.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3. Hasil dan Pembahasan


3.1. Hasil Wawancara
3.2. Pembahasan
Demografi dan usia responden Perempuan 55,6 persen Laki-laki 44,4 persen
Responden tinggal di kota, 72,1 persen Responden tinggal di kabupaten 27,9
persen Domisili Jakarta, mencapai 29,8 persen Domisili Jawa Barat, mencapai
20 perse Domisili Jawa Timur, mencapai 10 persen Domisili Banten mencapai
8,3 persen Domisili Jawa Tengah dan provinsi lainnya, 7,2 persen Usia 12-17
tahun mencapai 5 persen Usia 18-24 tahun mencapai 29,7 persen Usia 25-34
tahun mencapai 26,3 persen Usia 35-44 tahun mencapai 20,2 persen Usia 45-54
tahun mencapai 12,4 persen Usia 55-64 tahun mencapai 5 persen Usia di atas 65
tahun mencapai 1,6 persen Persepi berbahaya atau tidak Covid-19 Mengenai
pendapat responden tentang situasi penyebaran Covid-19 saat ini. Ada 69,6
persen responden yang menganggap situasi saat ini serius dan tidak boleh
diremehkan Ada 27,9 persen menjawab situasinya sudah gawat darurat Hanya
2,5 persen saja yang manganggap penyebaran Covid-19 ini bukan ancaman,
dibesar-besarkan atau tidak tahu. Lalu apa saja yang mereka (responden)
lakukan untuk menghadapi krisis ini? Perilaku pencegahan Menjaga kekebalan
tubuh mencapai 76,3 persen Sering mencuci tangan, 66,8 persen Bekerja,
Belajar dan Beribadah di rumah mencapai 58,2 persen Menghindari salaman
atau bersentuhan fisik, 55,3 persen Mencoba tidak menyentuh muka, 39,5
persen Memborong masker, sembako dan barang lainnya, 1,5 persen Tetap
bersalaman dengan alasan budaya, 0,9 persen Menganggap saat ini liburan, 0,2
persen Baca juga: Cegah Corona: WHO Tak Sarankan Semprot Disinfektan, Ini
Solusi Tentang bekerja atau belajar dari rumah Pelajar dan mahasiswa merasa
diberi kesempatan untuk belajar dari rumah mencapai 98,7 persen Responden
yang bekerja hanya 54,9 persen merasakan bekerja dari rumah Responden
merasa tidak diberi kesempatan bekerja dari rumah mencapai 11,8 persen
padahal semestinya mereka bisa Responden tidak kerja dari rumah karena jenis
pekerjaannya tidak memungkinkan mencapai 26 persen Responden yang jika
tidak kerja di luar maka mereka tidak dapat penghasilan mencapai 7,3 persen
Perilaku publik dalam beribadah Responden memilih beribadah di rumah
sendiri mencapai 93,6 persen Responden tetap pergi ke rumah ibadah ada
sekitar 6,1 persen
Efek dari gerakan #DiRumahAja Batal pergi ke acara-acara yang sudah
direncanakan sebelumnya mencapai 63,6 persen responden Tetap pergi kalau
acaranya sangat penting mencapai 35,3 persen Tetap pergi seperti biasanya ada
sekitar 1,1 persen responden Pengetahuan tentang Covid-19 Responden yang
masih mengaku agak ragu atau kurang tahu gejala-gejala Covid-19 mencapai 28
persen Responden yang masih ragu atau tidak tahu cara menularnya Covid-19,
mencapai 13,7 persen Responden yang ragu atau kurang tahu apa yang harus
dilakukan dan kemana mencapai 26,1 persen Baca juga: Kapan Pandemi
Corona Mereda di Indonesia? Ini 3 Skenario Ahli Pengetahuan orang positif
Covid-19 tanpa gejala Responden menganggap orang yang tidak menunjukkan
gejala berarti bebas terinfeksi Covid-19, mencapai 83,6 persen Responden
menganggap benar orang yang tidak menunjukkan gejala berarti bebas
terinfeksi virus, mencapai 7,6 persen Responden yang tidak tahu mencapai 8,8
persen Sumber informasi Covid-19 bagi responden Media sosial, 69,8 persen
Media online, 69,2 persen Sites resmi pemerintah, 57,8 persen Televisi, 49,7
persen WhatsApp 38,7 persen Dengan catatan, responden survei terkait isu
wabah virus corona dalam kategori ini bisa memilih lebih dari satu pilihan.
Hasil wawancara
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan secara langsung pada 5 responden
yang dipilih dalam penulisan karya ilmiah ini, dapat digambarkan bahwa responden
terdiri dari 3 orang berjenis kelamin laki laki (60%) dan yang berjenis kelamin
perempuan sebesar 2 orang (40%). Dari hasil wawancara dengan responden
didapatkan bahwa bersepsi masyarakat dari kasus covid-19 di Indonesia
menyimpulkan bahwa dari hasil wawancara responden sebanyak 5 orang tersebut
terhadap pandangan dalam memahami keberadaan covid-19. Dapat disampaikan
sebagai berikut:
1. Responden (r1) Fatahollah, jenis kelamian laki-laki, umur 36 tahun, pendidikan
SMA ,alamat BTN BPN Sumbawa, pekarjaan swasta, responden ini
beranggapan bahwa covid tidak berbahaya dan tidak ada kegawatan yang
mengancam kehidupan, responden ini juga berpendapat bahwa pembatasan
wilayah maupun sosial distance hanya membatasi silaturrahim dan menjauhkan
diri dari keluarga sehingga berpotensi renggangnya hubungan antar kelauarga.
Responden juga menyatakan bahwa mati hidup seseorang sudah ditakdirkan
jadi tidak perlu takut dengan penyakit covid 19.

2. Responden (r2) Andri Febriansyah, jenis kelamin laki-laki, umur 27 tahun,


pendidikan sarjana, pekerjaan karyawan, alamat Sumbawa Besar. Responden
ini menyatakan bahwa pandemi covid sangat berbahaya dan mengancam
kesehatan dan keselamatan masyarakat luas,pembatasan kegiatan sosial
kemasyarakatan seperti acara syukuran, perkawinan harus dibatasi agar
penyebaran virus corona dapat ditanggulangi dan rantai penyebarannya dapat di
putus. Jika perilaku masyarakat terhadap kepatuhan penggunaan/protokol covid
dilaksanakan dengan baik dan benar maka bukan tidak mungkin pandemi ini
akan berakhir. Covid 19 memiliki tingkat kegawatan yang serius dan sangat
berbahaya karena penyebarannya yang begitu cepat dan virus ini juga
mengancam keselamatan jiwa.
3. Responden (r3) Syahli Mutia, jenis kelamin perempuan, umur 20 tahun,
pendidikan D4, pekerjaan mahasiswa, alamat Labuhan Sumbawa. Responden
ini menyatakan bahwa pandemi covid 19 sangat berbahaya meskipun tidak
terlihat akan tetapi dapat mengancam jiwa apabila tidak berhati hati dan
mengikuti protokol covid seperti yang dianjurkan pemerintah. Tingginya angka
penderita terkonfirmasi covid-19, sangat di pengaruhi oleh kurangnya
kesadaran masyarakat dan pemahaman akan bahaya covid 19, kegiatan seperti
PHBS di masyarakat harus di tingkatkan guna menekan terjadinya penyabaran
virus corona.Sampai saat ini belum terdapat vaksin yang dapat menghentikan
virus vorona ini. Responden ini juga berpendapat bahwa masyarakat terlalu
menyepelekan keberadaan virus penyebab covid-19, hal ini dapat dilihat dari
kebiasaan masyarakat yang jarang mencuci tangan, masyarakat masih sering
berkumpul dalam beberapa kegiatan di dalam lingkungan tempat tinggalnya.

4. Responden (r4), Masita, jenis kelamian perempuan, umur 52 tahun, pendidikan


SMA, pekerjaan IRT, alamat Labuahan Sumbaewa. Responden ini menyatakan
bahwa virus corona hanya kabar untuk memisah dan memecah belah
masyarakat dikarenakan pembatasan kegiatan seperti ibadah, acara perkawinan
dan hajatan di kurangi bahkan di larang. Banyak kabar yang beredar bahwa
covid 19 ini hanyalah alat untuk mendapatkan keuntungan bagi instansi atau
Rumah sakit saja, dimana masyarakat yang pergi berobat saja dengan keluhan
batuk di identifikasi sebagai covid. Penetapatan protokol covid-19 telah
membuat kami menjadi sulit untuk saling mengunjungi satu sama lain dalam
lingkungan keluarga dan kerabat. Kami semakin jarang bertemu dengan
keluarga kami, dengan saudara kami sehingga ikatan keluarga terasa semakin
jauh dengan timbulnya masalah covid-19 yang dibesar besarkan. Padahal kalu
mau sadar, bahwa hidup dan mati manusia sudah ditentukan ALLAH SWT, jadi
tidak ada sesuatu apapun yang mematikan mahluk hidup itu selain atas
kehendak Penciptanya. Kalau boleh saran kenapa tidak dianjurkan masyar
5. Responden (r5) Safikri, jenis kelamin laki-laki, umur 29 tahun, pendidikan
SMA, pekerjaan swasta, alamat Sumbawa Besar. Responden ini menyatakan
covid ini penyakit biasa saja tetapi di angkat menjadi luar biasa dimana sampai
saat ini penyakit ini masih belum terlihat ataupun terbukti bagi kami yang
berada di lingkungan sekitar tempat tinggal kami. Kami masih ragu begitu juga
masyarakat sekitar kami bahwa penyakit seperti batuk atau panas bisa dikatakan
covid, belum lagi dengan cara pemeriksaannya dimana pemeriksaannya ada
yang 1 hari dan adapula yang berhari-hari baru hasilnya keluar dan ini menjadi
keruaguan bagi kami masyarakat bahwa covid ini hanya menjadi media untuk
menaikkan keuntungan instansi tertentu.

Pembahasan.
Dalam rangka penyusunan karya ilmiah ini, penuls mengumpulkan sebayak 5
orang responden yang dipilih untuk dimintai pendapat dan saran terkait dengan
perkembangan penyakit Covid-19 yang sedang merebak saat ini. Dari 5 orang
responden yang terpilih, bila dilihat jenis kelamin maka dapat di kategorikan
bahwa sebanyak 3 orang (60%) responden terdiri dari responden dengan jenis
kelamin laki laki dan 2 orang (40%) dengan dengan jenis kelamin perempuan.
Sedangkan bila dilihat dari tingkat pendidikan responden, maka dapat di
gambarkan bahwa 3 orang (60%) responden dengan kategori pendidikan
sekolah menengah atas (SMA) dan 2 orang (40%) responden dengan tingkat
pendidikan sarjana,.
Berdasarkan hasil wawancara responden sebnayak perempuan 2 orang (40%)
dan laki-laki sebanyak 3 orang (60%) dapat disimpulkan bahwa 3 orang (60%)
responden memberikan persepsi negatif bahwa covid 19 tidak berbahaya dan
sebanyak 2 orang (40%) memberikan persepri positif bahwa covid 19 sangat
berbahaya. Dikarenakan kurangya sosialisasi ataupun pemahaman tentang
bahaya virus corona bagi kesehatan, dimana virus corona dianggap sepele dan
tidak dipercaya oleh masyarakat.
Terjadinya persepsi negatif dari masyarakat dikarenakan kuarangnya
pemahaman akan bahaya virus corona disisni Pemerintah harus berperan aktif
untuk pemberantasan virus corona dimana prefentif dan promotif yang utama
dalam mengurangi peneyebaran virus corona, selain itu juga kesadaran dari
masyarakat pilar utama dalam penanganan virus corona.
BAB IV PENUTUP
4. Penutup
4.1. Kesimpulan
4.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA

https://covid19.go.id/edukasi/masyarakat-umum/suara-komunitas-
persepsi-masyarakat-terhadap-covid-19

https://nasional.sindonews.com/read/191796/15/persepsi-
masyarakat-masih-remehkan-covid-19-satgas-genjot-sosialisasi-
1602285037?showpage=all

http://lipi.go.id/siaranpress/survei-persepsi-masyarakat-terhadap-
covid-19-dan-satwa-liar-/22082

https://www.antaranews.com/berita/1651190/ada-persepsi-
masyarakat-bahwa-covid-19-bakal-selesai-sendiri

Anda mungkin juga menyukai