Anda di halaman 1dari 7

Melihat Wabah secara Dialektis

“. . . Ah,itu sampar! Kita mengalami epidemi itu di sini! Mendengar mereka itu, seolah-olah mereka
mengharapkan medali emas, piagam penghargaan! Padahal, apa itu sebenarnya sampar? Itulah
hidup! Begitu saja!” – The Plague, Albert Camus

Cuplikan pembicaraan tersebut, berasal dari buku karya Albert Camus yang berjudul The Plague
atau wabah (dalam terjemahannya buku ini diberi judul Sampar). Buku tersebut mengingatkan saya
pada kondisi saat ini, saat Informasi mewabahnya virus Corona di Wuhan, cukup membuat hangat
linimasa sosial media kita, dari mulai pemberitaan tentang gejala klinis, ketakutan akan penyebaran
di Indonesia, informasi Pasar Seafood Huanan yang menjadi tempat asal mewabahnya virus Corona,
hingga narasi yang saya rasa cukup rasial, berkaitan dengan “PERAZABAN” serta pemilihan makanan
yang turut berkontribusi dalam mempengaruhi munculnya virus Corona tersebut.
Rasanya kita perlu sesekali menyelami bagaimana wabah ini dilihat secara dialektis, tidak
dibatasi oleh faktor penyebab yang sifatnya deterministik saja.

Virus Corona 2020


Hingga saat ini, jumlah kasus yang
berhasil saya himpun dari peta
penyebaran virus Corona yang dinamai
Wuhan Coronavirus (2019-nCov) Global
Cases1 pada 30/1/2020 sebesar 7.783
kasus, dimana >90% kasus tersebut terjadi
di daratan Cina, dan sisanya tersebar di
Thailand, Jepang, Hong Kong, Singapore,
Taiwan, Australia, Macau, Malaysia,
France, Amerika Serikat, Jerman, Korea
Selatan, Arab Saudi, Kanada, Vietnam, Ilustrasi Black Death 1 The Plague, diambil dari Caleb Hennesy 1348,
Kamboja, Finlandia, Nepal dan Sri Lanka. Sound of Black Death
Meskipun eskalasi kasus virus
Corona cukup cepat, pemerintah Indonesia belum menetapkan status darurat untuk wabah ini.
Merujuk pada UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan2, INPRES Nomor 4 tentang
penanganan wabah dan pandemik global3, dan International Health Regulation – WHO tahun 20054.
Berdasarkan kebijakan di atas, Kemenkes RI menyatakan saat ini Indonesia masih dalam fase
preventif dan deteksi. Dalam fase preventif, negara membentuk perangkat kebijakan, undang-undang
yang dapat mendukung implementasi tata kelola global penanganan wabah penyakit menular dan
kekarantinaan kesehatan. Sehingga, diharapkan sebuah negara siap dalam menghadapi wabah baik
secara prosedural dan finansial.
Sedangkan dalam fase deteksi. Negara harus mendeteksi setidaknya tiga gejala utama yang
mengindikasikan potensi kedaruratan kesehatan masyarakat berdasarkan standar internasional,
melalui analisis rutin dan pelaporan data pengawasan secara berkala. Selanjutnya fase responsif, yang
baru akan dilakukan jika suatu negara sudah terdampak sebuah wabah.
Namun perlu kita ketahui juga, meskipun penyebaran virus Corona ini termasuk cepat, namun
case fatality rate atau tingkat kematiannya masih tergolong rendah. Per 30/1/2020, jumlah kematian
mencapai 170 jiwa. Artinya, jika dibandingkan dengan besaran kasus yang mencapai 7.783 kasus,
tingkat kematian masih sebesar 2,1%.

1
https://gisanddata.maps.arcgis.com/apps/opsdashboard/index.html#/bda7594740fd40299423467b48e9ecf6
2
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan
3
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/110251/inpres-no-4-tahun-2019
4
https://www.who.int/ihr/finalversion9Nov07.pdf
Dengan melihat angka tersebut, bukan berarti kita juga menjadi menyepelekan kasus ini, namun
alih-alih menyebarkan informasi yang belum valid dan rasial, akan lebih baik kita melakukan verifikasi
terhadap hasil-hasil riset yang dilakukan untuk mendukung narasi pemberitaan yang sangat berisiko
terhadap penyebaran informasi yang belum valid dan menimbulkan kepanikan pada masyarakat.
Berdasarkan studi beberapa ilmuwan yang berasal dari beberapa institusi dalam jurnal ini5
menyebutkan bahwa kasus pertama virus Corona yaitu saat pasien sakit pada 1 Desember 2019,
ternyata tidak terhubung sama sekali dengan pasar seafood Huanan. Ilmuwan tersebut mengambil
sampel 41 kasus pertama virus Corona dan 13 di antaranya tidak pernah melakukan kontak langsung
dengan pasar Huanan. Berdasarkan opini pribadi, bisa saja pasien pertama terinfeksi pada saat Bulan
November 2019, mengingat masa inkubasi dari virus Corona hingga 14 hari, sehingga belum valid jika
kita menyimpulkan bahwa pasar seafood Huanan sebagai tempat penyebaran pertama virus Corona.

Wabah dalam Kerangka Historis


Merujuk kepada definisi dari Kemenkes, wabah adalah berjangkitnya suatu penyakit menular
dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan
yang lazim pada waktu dan daerah tertentu saja, serta dapat menimbulkan malapetaka. Menteri
menetapkan dan mencabut daerah tertentu dalam wilayah Indonesia yang terjangkit wabah sebagai
daerah wabah.
Namun, permasalahan kesehatan masyarakat yang kita alami saat ini –yang didefinisikan
sebagai wabah- ternyata pernah dialami hingga 300 tahun ke belakang, artinya permasalahan wabah
ini perlu dianalisa dalam kerangka historis saat wabah tersebut mulai muncul dalam dinamika
kehidupan bermasyarakat sejak dahulu.

1720

Selama periode 1347 sampai 1720,


wabah kematian menjadi penyebab utama
dari kematian di seluruh Eropa dan wabah
menjadi penyakit endemi yang paling
ditakuti. Semisal pada 1603, wabah
menewaskan 38.000 warga London. Wabah
abad ke-17 terkenal lainnya adalah Wabah
Italia (1629 – 1631), Wabah Sevilla (1647 –
1652), Wabah London 1665 – 1666) dan
Wabah Wina (1679). Dalam perjalanan
wabah tersebut, ada beberapa kontroversi
mengenai identitas penyakit, tetapi dalam
wujudnya yang mematikan, setelah Wabah
Marseille pada tahun 1720 – 1722,
tampaknya secara bertahap menghilang dari
Eropa6.
Letusan wabah yang disebut “Black
Death” pada abad tersebut berdampak
Ilustrasi Black Death 2 secara drastis terhadap populasi Eropa, dan
https://hosted.lib.uiowa.edu/histmed/plague/image- mengubah struktur sosial tanpa terkecuali.
gallery/image14.jpeg
Dapat dikatakan, kejadian tersebut

5
Huang, et al. Clinical features of patients infected with 2019 novel coronavirus in Wuhan, China, The Lancet
(Published Online). 2020
6
https://resources.saylor.org/wwwresources/archived/site/wp-content/uploads/2011/06/Black-Death.pdf
memberikan pukulan serius bagi Gereja Katolik, dan mengakitbatkan penganiayaan yang meluas
kepada minoritas seperti Yahudi, orang asing, hingga pengemis.
Dalam Novelnya yang berjudul The Plague, Albert Camus menggambarkan suasana Prancis pada
masa Nazi, dimana ada sebuah penyakit yang menyerang kepada manusia seperti perang tanpa
diketahui sebelumnya. Latar novel ini adalah Kota Oran, kota yang terserang penyakit yang sangat
hebat dan memicu penyingkiran dan pengucilan7
Bagaimana cerita wabah tersebut terjadi, merujuk pada jurnal yang ditulis oleh Calabrese, et al,
2015, menuliskan bahwa sampar atau penyakit menular tersebut, pertama kali muncul di Caffa (yang
saat ini dikenal dengan Theodosia), sebuah pos perdagangan kecil di pantai Krimea di Laut Hitam. Pada
1344 sebuah perusahaan pedagang Italia yang terlibat dalam perdagangan darat antara Eropa dan
Cina berlindung di Caffa dari gerombolan Tartar (yang berasal dari Turkestan). Gerombolan Tartar
mengepung kota. Satu anggota mengatakan bahwa wabah pecah di Caffa sendiri, sementara yang lain
mengatakan wabah diperkenalkan ke kota oleh pengepung yang melemparkan mayat yang sudah
terinfeksi ke dinding.
Apapun kasusnya, kedua pasukan sangat menderita. Pengepungan selesai dan gerombolan
Tartar bubar, membawa wabah tersebut ke Laut Kaspian. Wabah menyebar ke utara Rusia, ke timur
India dan tiba di Cina pada tahun 1352. Orang Italia melarikan diri ke Jenewa, membawa wabah
bersama mereka. Pada tahap ini infeksi masih terjadi melalui siklus tikus-kutu-manusia. Kemudian
setelah itu, terus menyebar menuju Inggris hingga Skotlandia dan puncaknya menyerang Polandia
juga Prancis. Yang juga menjadi faktor pendukunya adalah adanya kepadatan populasi dan mobilitas
yang mudah, berkontribusi pada tingginya tingkat infeksi8.

1820

Berlanjut pada 1820, yang menjelaskan tentang


wabah Kolera. Wabah tersebut, terjadi di India,
tepatnya pada Sungai Gangga sebagai tempat asal
Kolera. Di sana, aktivitas ziarah dan perayaan Hindu
menarik banyak orang untuk terkena Kolera,
memperkuat korelasi yang sangat tinggi antara Kolera
dan Hari Suci.
Ilustrasi Cholera 1 Sungai Gangga di India sumber: Sementara di Bengal, Ola Bibi, dewi kolera,
https://www.passporthealthusa.com/2018/02/the-
history-of-cholera-and-the-ganges-delta/
disembah, dan sebuah kuil untuk menghormatinya
telah berdiri di Calcutta sejak akhir abad kesembilan
belas.
Berdasarkan narasi historis yang berasal dari 2.500 tahun yang lalu, disertai tulisan suci
Sanskerta abad ke-5 Masehi merinci penyebaran penyakit dengan gejala seperti Kolera. Penyakit ini
secara berkala melampaui batas alamiahnya, kemungkinan juga dibawa oleh kapal. Karena Pandemik
besar dimulai di India, dan penyebarannya bertepatan dengan peningkatan perdagangan dan
komunikasi pada masa revolusi industri. Pandemi tersebut mencakup bentan Asia, Eropa dan sbagian
besar Amerika.
Asal-usul Kolera ada di Bengal, dimana secara endemik muncul setiap tahun. Air adalah medium
penyebaran yang paling mendasar, sebagai akibat dari pencemaran air Sungai Gangga secara terus
menerus. Kebiasaan seperti meninggalkan mayat di sungai, kurangnya kualitas air bersih, karena telah
terkontaminasi dengan kotoran dan urin.
Bahkan faktor-faktor tersebut, bagaimanapun kurang menjelaskan bentangan yang dicapai
pada abad ke-18. Ekspedisi militer dan upaya Inggris untuk memperluas pengaruh kolonial di India
merupakan hal mendasar selama pandemi pertama tahun 1817. Rute yang diambil oleh pasukan

7
Albert Camus, The Plague. 1986.
8
Sigerist H, Welch W, Civilization and Disease, Cornwall University Press 1970.
Perusahaan Hindia Timur Britania, mirip dengan jalur penyebaran kolera. Gerakan pasukan juga
memungkinkan perluasan kolera di seluruh dunia.

1920
Wabah Influenza Spanyol atau The
Spanish Influenza Pandemic merupakan salah
satu pandemi yang paling mematikan di Zaman
Mdern. Jumlah kematian di seluruh dunia
diperkirakan 21,5 juta jiwa9.
Gelombang pertama epidemi pada
musim semi 1918, merupakan inluenza
musiman dan sedikit sekali menyebabkan
kematian. Riset yang ditulis oleh Anton
Erkeroka dari University of Basque Country10,
menyimpulkan bahwa asal usul dan awal Ilustrasi Influenza Spanyol 1 sumber dari
pandemi Influenza Spanyol memiliki https://www.france24.com/en/20180321-history-wwi-health-
spanish-flu-pandemic-century-grief-added-grief-world-war-
keterkaitan erat dengan tentara yang
france-usa
bertempur selama perang dunia pertama.
Jutaan pria muda di barak tentara, kamp
militer dan parit merupakan ruang hidup yang rentan di mana virus influenza berkembang, menjadi
sangat ganas dan menyebar ke seluruh dunia pada bulan Oktober dan November antara 1918 dan
1920.
Orang-orang tersebut berasal dari hampir setiap negara di dunia tentara dan pekerja dari Eropa,
Amerika, Asia, Afrika dan Negara-negara Oceania (Australia, Fiji, Papua New Guinea, Pulau Solomon)
yang tumpah ruah di Prancis. Faktor-faktor penyebabnya meliputi kondisi hidup para prajurit yang
buruk, stress, gas yang digunakan saat perang yang pertama kali digunakan dalam sejarah dengan cara
yang masif dan tidak pandang bulu, kehidupan yang terpapar oleh unsur-unsur, hawa dingin dengan
musim dingin yang ekstrim, seperti tahun 1916; hujan, salju, dan kontak langsung dengan burung,
babi, dan hewan lainnya, baik liar maupun domestik.

Epidemiologi Deterministik dan Tawaran Dialektis


Berdasarkan kerangka historis per 100 tahun itu kita dapat melihat, bahwa kejadian atau kasus
wabah, tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan melalui sebuah rangkaian yang juga dipengaruhi oleh
dinamika kehidupan masyarakat secara dialektis. Melalui perubahan struktur sosial dan corak
produksi seperti pada kondisi revolusi industri pertama, dengan penyebarannya yang terkait dengan
pola dagang masa itu, penghyatan pada kepercayaan dengan mengambil sudut pandang masyarakat
yang beribadah di Sungai Gangga India, hingga perang dunia pertama.
Namun, dalam narasi perkembangan wabah yang biasanya ditinjau dari sudut pandang
epidemiologi -yang cenderung bersifat kuantitatif dan deterministik- rasanya kita juga perlu untuk
memberikan cara pandang yang lain, sehingga proses analisa terhadap terjadinya suatu wabah dapat
luas dan variatif.
Tujuannya tentu bukanlah memperbesar atau memperluas permasalahan, namun jangan
sampai ada hal-hal yang luput untuk dimaknai dan tersembunyi lagi seperti fenomena gunung es yang
sering disebutkan dalam teori-teori epidemiologi.
Dialektika sendiri, merupakan salah satu pemikiran yang lahir dari filsafat Marxisme. Dialektika
adalah salah satu cara pandang atas sesuatu dalam keadaannya yang dinamis, bahwa segala hal selalu

9
Jordan EO. Epidemic Influenza: A Survey. Chicago, American Medical Association. 1927.
10
Erkeroka. Origins of the Spanish Influenza pandemic (1918-1920) and its relation to the First World War.
University of Basque Country. 2009.
ada dalam proses perubahan yang dinamis, yang seringkali prosesnya tidak terlihat dan tidak bergerak
dalam garis lurus11.
Jika kita juga meninjau wabah secara historis dalam proses dialektikanya, maka, perlu juga kita
sandingkan dengan salah satu kalimat yang menyebutkan bahwa “sejarah umat manusia adalah
sejarah perjuangan kelas”. Ya, kalimat yang padat dan jelas tersebut, tertera pada bagian I Manifesto
Komunis. Buku tersebut memaparkan sejumlah fakta historis dari keberadaan kelas-kelas. Pada Jaman
Romawi Kuno hingga saat ini, yang mengerucut pada borjuasi dan proletariat12.
Tentunya keberadaan masyarakat kelas tersebut, dapat menjadi salah satu analisa kita, dari
masyarakat kelas mana saja yang terdampak oleh wabah tersebut, atau kepentingan apakah yang
menyebabkan terjadinya perpecahan antar kelas dan perang dunia, sehingga terjadinya penyebaran
wabah dapat dengan mudah terjadi? Seperti salah satu tulisan yang menarik berjudul Neoliberalisme
dalam penanganan kasus HIV/AIDS13, yang juga menjelaskan penyebaran wabah HIV/AIDS pada awal
tahun 1980-an yang terjadi pada rakyat miskin di Afrika. Bahkan dalam laporan World Bank tahun
1992, menyebutkan bahwa dampak dari epidemik AIDS adalah mengurangi angka pertumbuhan
penduduk, yang artinya akan meningkatkan pertumbuhan pendapatan per kapita14. Saya tidak bisa
membayangkan, bagaimana kematian penduduk miskin dilihat sebagai sebuah kondisi yang
menguntungkan secara ekonomi.
Selain itu, masih terkait neoliberalisme, adanya kepentingan kapitalisme farmasi yang menaruh
sedikit perhatiannya pada wabah penyakit tropis, karena dianggap bukan merupakan pasar yang
menguntungkan. Korporasi farmasi menganggap, penanganan wabah tropis tidak menguntungkan
mereka, karena kebanyakan mereka yang terkena wabah adalah kalangan orang miskin.
Pola pikir deterministik, sejalan dengan logika masyarakat kapitalisme yang saat ini ada sebagai
moda produksi yang paling unggul. Mengapa? Karena patogen seperti virus dan bakteri menjadi satu-
satunya penyebab dari berbagai macam penyakit, dan masyarakat atau individu merupakan fokus dari
suatu penyakit, sehingga dengan demikian obat-obatan farmasi lah yang menjadi jalan keluar satu-
satunya, sedangkan di satu sisi perusahaan farmasi pun terus mengakumulasikan modalnya.
Perlu kita sadari, bahwa perspektif dan cara pandang yang kita tawarkan dalam membangun
argumentasi penyebab timbulnya masalah kesehatan, eksplorasinya seringkali terjebak kedalam
patogen virus atau bakteri penyebabnya saja, jarang mempertimbangkan faktor-faktor lain yang turut
berkontribusi terhadap penyebaran penyakit tersebut, seperti lingkungan, tata ruang, kearifan lokal,
ekonomi politik, perjuangan kelas masyarakat, bahkan geopolitik yang juga ikut menjadi penyumbang
penyebaran permasalahan kesehatan masyarakat.
Tawaran dialektis ini diharapkan dapat membawa epidemiologi sebagai sebuah prosesa analisa
yang dapat membongkar perebutan Sumberdaya dalam konteks ekonomi, hingga peperangan
biologis, ataupun praktik kapitalisme yang menjadikan penyakit sebagai komoditas yang dapat
menghasilkan keuntungan untuk pihak-pihak tertentu, dan tak kalah pentingnya adalah, mendukung
perjuangan kelas-kelas bagi masyarakat yang akhirnya mengalami kesulitan mendapatkan akses
pelayanan kesehatan yang berkualitas.

11
https://www.militanindonesia.org/teori/sosialisme/8186-mengenal-dasar-dasar-filsafat-marxisme-bagian-i-
dialektika-materialisme.html
12
Phil Gasper (ed.), “The Communist Manifesto A Road Map to History’s Most Important Political
Document,” Haymarket Books, 2005, p. 39.
13
https://indoprogress.com/2009/12/neoliberalisme-dan-penyebaran-hivaids/
14
http://siteresources.worldbank.org/INTHIVAIDS/Resources/375798-
1136997394502/PovertyHIVAIDSInterfaceEnglish.pdf

Anda mungkin juga menyukai