Anda di halaman 1dari 4

FLU SPANYOL

Pada tahun 1918, sebuah wabah raya (pandemi) influenza merebak di seluruh penjuru
dunia, dimulai dari Benua Eropa, lalu menyebar ke Amerika, Asia, Afrika, dan Australia.
Hampir seluruh populasi dunia saat itu, yang diperkirakan mencapai 3 miliar penduduk,
terkena dampak wabah raya tersebut, baik terjangkit langsung, meninggal dunia, maupun
terkena dampak sosial dan ekonomi akibat pandemi.

Bermula pada bulan Maret 1918, terdapat laporan mengenai sejumlah serdadu yang
terkena penyakit influenza di Fort Riley, Kansas. Dalam waktu singkat, jumlah pasien
melebihi 500 orang, bersamaan dengan laporan ditemukannya gejala-gejala pneumonia
atau radang paru-paru.

Pada akhir bulan itu, lebih dari 200 orang lagi dilaporkan terkena pneumonia dan lebih
dari 40 orang di antaranya meninggal dunia. Pada tahun 1918, kematian yang tinggi
akibat pneumonia bukanlah suatu hal yang wajar. Beberapa ahli kesehatan awalnya
memperkirakan bahwa penyakit ini kemudian mulai menyebar, tidak hanya ke seluruh
daratan Amerika, tetapi juga menuju ke Benua Eropa.

Penyebaran influenza ini ke Eropa diperkirakan bersamaan dengan pengiriman pasukan


Amerika Serikat ke Eropa sebagai bentuk keikutsertaan mereka dalam Perang Dunia I.
Penyebaran penyakit influenza ke Eropa ini dianggap sebagai gelombang pertama dari
pandemi tersebut.

Namun, laporan lain yang mengatakan bahwa sebenarnya influenza H1N1-1918


ditemukan pertama kali di Eropa setelah dilaporkannya kasus influenza pada salah satu
resimen tentara Amerika Serikat di Prancis pada pertengahan Mei 1918, kemudian
dengan cepat menulari tentara Perancis dan Inggris. Pada bulan yang sama, wabah ini
sampai di Spanyol; yang pada masa perang tersebut merupakan negara yang netral, tidak
terlibat dalam perang.

Penyebutan pandemi influenza 1918 sebagai flu Spanyol disebabkan beberapa hal.
Pertama, karena pada saat itu terjadi Perang Dunia I, negara-negara yang ikut berperang
melakukan sensor terhadap segala pemberitaan yang dianggap dapat meruntuhkan moral
pasukannya. Oleh karena itu, laporan mengenai penyakit ini tidak dengan serta-merta
diberitakan kepada masyarakat umum.
Kedua, netralitas Spanyol pada Perang Dunia I menyebabkan negara tersebut tidak
melakukan sensor terhadap pers sehingga publikasi mengenai wabah ini pertama kali
dilakukan oleh pers Spanyol. Sejak itulah wabah ini dinamakan flu Spanyol, bukan flu
Amerika--negara yang mencatat korban pertama--atau Flu Perancis--sebagai daerah yang
dianggap pertama kali mencatat merebaknya wabah tersebut secara luas.

Uniknya, pandemi influenza 1918 tidak menyerang dalam satu periode. Wabah ini
menyerang dalam beberapa gelombang. Gelombang pertama terjadi pada awal 1918,
kemudian mereda pada pertengahan tahun. Namun, penyebarannya saat itu sudah
mewabah ke seluruh wilayah Eropa. Akibat pandemi influenza ini, dalam waktu tiga
bulan saja, 2,5 juta penduduk Eropa tewas.

Hingga akhir Juli, penyakit ini dilaporkan telah melanda wilayah-wilayah luar Eropa
seperti Afrika Utara, Cina, India, Filipina, Selandia Baru, dan Hawai. Tiga orang pelaut
Amerika yang baru pulang dari Eropa menunjukkan gejala influenza. Influenza masuk
melalui Negara Bagian Massachusetts sebelum akhirnya mewabah di seluruh Amerika
Serikat.

Dalam waktu yang hampir bersamaan, pada tiga pelabuhan yang jaraknya terpisah ribuan
mil, diberitakan meningkatnya angka kematian penduduk. Ketiga pelabuhan itu adalah
Freetown, Sierra Leone; Brest, Prancis; dan Boston, Massachusetts. Brest adalah tempat
pendaratan bagi tentara Amerika. Dari sana kapal-kapal laut dapat dengan mudah dan
cepat membawa virus untuk menyebar ke Amerika Utara maupun pelabuhan-pelabuhan
di Afrika. Gelombang kedua dari pandemi influenza dimulai.

Perkiraan konservatif menyatakan kemungkinan 20 juta sampai dengan 40 juta orang


meninggal. Bahkan, ada juga yang memperkirakan 100 juta orang meninggal. Ada yang
memperkirakan sepertiga populasi dunia terjangkit influenza. Daya bunuhnya tinggi; 1 di
antara 20 orang yang terjangkit meninggal dunia, delapan kali lebih ganas dibandingkan
wabah flu musiman. Mereka yang tewas karena flu ini berusia sekitar 20 hingga 40 tahun.

Tanpa adanya vaksin untuk melindungi diri dari infeksi virus, cara yang bisa dilakukan
saat itu adalah dengan menerapkan non-pharmaceutical interventions (NPI) atau
intervensi nonfarmasi, yakni langkah-langkah yang dimaksudkan untuk mencegah
penyebaran virus dengan mengurangi kontak dalam populasi.
CORONAVIRUS

Pada tanggal 31 Desember 2019, Komisi Kesehatan Kota Wuhan di Kota Wuhan,
provinsi Hubei, Cina, melaporkan sekelompok 27 kasus pneumonia (termasuk tujuh
kasus parah) yang tidak diketahui etiologinya, dengan tautan yang dilaporkan bersama ke
Pasar Grosir Makanan Laut Huanan Wuhan, grosir pasar ikan dan hewan hidup.

Kasus infeksi pneumonia misterius ini memang banyak ditemukan di pasar hewan
tersebut. Virus Corona atau COVID-19 diduga dibawa kelelawar dan hewan lain yang
dimakan manusia hingga terjadi penularan. Coronavirus sebetulnya tidak asing dalam
dunia kesehatan hewan, tapi hanya beberapa jenis yang mampu menginfeksi manusia
hingga menjadi penyakit radang paru.

Pasar ditutup pada 1 Januari 2020. Menurut Komisi Kesehatan Kota Wuhan, sampel dari
pasar dinyatakan positif virus corona baru. Kasus menunjukkan gejala seperti demam,
batuk kering, dyspnoea; Temuan radiologis menunjukkan infiltrat paru bilateral.

Pada 9 Januari 2020, CDC Cina melaporkan bahwa coronavirus baru (yang kemudian
bernama SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan COVID-19) telah terdeteksi sebagai
agen penyebab untuk 15 dari 59 kasus pneumonia.

Pada 20 Januari 2020, ada laporan kasus yang dikonfirmasi dari tiga negara di luar China:
Thailand, Jepang dan Korea Selatan. Semua kasus ini telah diekspor dari Tiongkok.

Pada 23 Januari 2020, Kota Wuhan dikunci - dengan semua perjalanan masuk dan keluar
dari Wuhan dilarang - dan pergerakan di dalam kota dibatasi.

Kasus Eropa pertama dilaporkan dari Perancis pada 24 Januari 2020. Kasus ini memiliki
sejarah perjalanan ke Tiongkok. Di Jerman, kasus dilaporkan pada 28 Januari, terkait
dengan seseorang yang berkunjung dari Tiongkok.

Pada 30 Januari 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan wabah pertama
coronavirus baru ini sebagai 'darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian
internasional'. Selama minggu-minggu berikutnya, beberapa negara menerapkan langkah-
langkah penyaringan masuk untuk penumpang yang tiba dari Tiongkok. Segera, beberapa
maskapai besar menangguhkan penerbangan mereka dari dan ke Cina. Beberapa negara
memulangkan warga yang tinggal di Wuhan.
Pandemi atau epidemi global mengindikasikan infeksi COVID-19 yang sangat cepat
hingga hampir tak ada negara atau wilayah di dunia yang absen dari virus Corona.
Peningkatan jumlah kasus terjadi dalam waktu singkat hingga butuh penanganan
secepatnya. Sayangnya, hingga kini belum ada obat spesifik untuk menangani kasus
infeksi virus Corona atau COVID-19.

WHO menyatakan saat ini Eropa telah menjadi pusat pandemi virus Corona secara
global. Eropa memiliki lebih banyak kasus dan kematian akibat COVID-19 dibanding
China. Jumlah total kasus virus Corona, menurut WHO, kini lebih dari 136 ribu di
sedikitnya 123 negara dan wilayah. Dari jumlah tersebut, kasus positif terinfeksi virus
corona kini telah memasuki angka lebih dari 1 juta kasus di seluruh dunia. Melansir
Worldometers, per Jumat (3/4/2020) pukul 06.20 WIB, kasus positif terpapar virus
corona SARS-CoV-2 mencapai 1.013.709 kasus. Dari jumlah tersebut, sebanyak 212.015
orang dinyatakan sembuh, dan 52.975 orang meninggal dunia.

Data menunjukkan, Amerika Serikat menjadi negara dengan kasus terkonfirmasi


terbanyak, bahkan melebihi China, yang pertama kali menemukan kasus Covid-19 di
negaranya. Amerika Serikat melaporkan 243.970 kasus (28.967 kasus baru), dan angka
kematian 5.883 orang (781 kasus baru). Lebih dari 48.000 kasus yang dilaporkan otoritas
AS terjadi di New York.

Sementara itu disusul Italia dengan 114.242 kasus, dan Spanyol melaporkan 112.065
kasus positif. Meski demikian, Italia menjadi Negara yang melaporkan kematian tertinggi
dengan 13.915 kasus (760 kasus baru).

Indonesia sejauh ini melaporkan 1.790 kasus positif terpapar virus (113 kasus baru), di
mana virus telah membunuh 170 0rang (13 kasus baru). Sementara, di Timur Tengah,
Iran tercatat mengonfirmasi jumlah kasus paling banyak dengan lebih dari 50.000 kasus.
Adapun Israel telah melaporkan sedikitnya 6800 kasus. Diperkirakan, ada 7,8 miliar
orang di dunia atau 0,01 persen populasi dunia saat ini akan terpapar virus corona.

Anda mungkin juga menyukai