Anda di halaman 1dari 76

GAMBARAN DERAJAT LUKA AKIBAT KEKERASAN TUMPUL

DI RSUP DR. M. DJAMIL PADANG


TAHUN 2016

Skripsi
Diajukan ke Fakultas Kedokteran Universitas Andalas sebagai
Pemenuhan Salah Satu Syarat untuk Mendapatkan
Gelar Sarjana Kedokteran

Oleh

MIRZA NURING TYAS


No. BP. 1410311084

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Traumatologi berasal dari kata trauma dan logos. Trauma berarti
kekerasan terhadap jaringan tubuh yang hidup (living tissue) yang dapat
menimbulkan efek pada fisik ataupun psikisnya, dalam ilmu kedokteran forensik
efek fisik berupa luka-luka yang ditemukan dalam tubuh atau fisik korban
sedangkan logos berarti ilmu.1 Traumatologi adalah ilmu yang mempelajari
tentang luka dan cedera serta hubungan dengan berbagai kekerasan (ruda paksa).
Luka adalah suatu keadaan ketidaksinambungan jaringan tubuh akibat kekerasan.2
Kekerasan secara medis adalah hilangnya kontinuitas jaringan yang
disebabkan karena kekuatan dari luar.1 Kekerasan dapat digolongkan menjadi
kekerasan mekanik, kekerasan fisik, dan trauma kimiawi. Kekerasan mekanik
terdiri dari kekerasan tumpul, kekerasan tajam, dan kekerasan akibat senjata api.1
Kekerasan tumpul adalah kasus yang lebih umum ditemui. Luka akibat kekerasan
tumpul adalah kerusakan jaringan yang disebabkan oleh benda atau alat yang
tidak bermata tajam, konsistensi keras atau kenyal, dan permukaan halus atau
kasar.2 Cara kejadian kekerasan tumpul lebih sering disebabkan oleh kecelakaan
atau penganiayaan, jarang karena bunuh diri.3
Setiap tahun, 1,4 juta orang di seluruh dunia kehilangan nyawa mereka
akibat kekerasan.4 Kekerasan adalah penyebab utama kelima kematian di dunia,
dan pada orang yang berusia di bawah 40 tahun, ini adalah penyebab utama
kematian.5 Korban yang meninggal akibat kekerasan, 56% meninggal dengan
tangan mereka sendiri, dan 33% ditimbulkan oleh orang lain.4 Lebih dari 90%
kematian terkait kekerasan terjadi di negara berpenghasilan rendah dan
menengah.6
Tahun 2013 di Indonesia terdapat peningkatan prevalensi kekerasan
menjadi 8,2% dengan penyebab terbanyak adalah kecelakaan sepeda motor
(40,6%), dan kekerasan akibat benda tajam atau tumpul (7,3%).2 Kekerasan akibat
kecelakaan lalu lintas menempati posisi 10 besar penyebab kematian.7
Jenis luka yang ditimbulkan akibat kekerasan tumpul yang sering dijumpai
antara lain luka memar, luka lecet, luka robek, serta patah tulang. Luka-luka
tersebut dapat menyebabkan dampak kerusakan jaringan maupun organ bervariasi
mulai dari ringan hingga berat, bahkan lebih parah yaitu kematian. Sebab
kematian terjadi karena kerusakan organ vital atau perdarahan yang banyak.2
Jenis luka terbanyak yang dialami penduduk akibat kekerasan tumpul
adalah luka lecet atau memar (70,9%), dan luka robek (23,2%). Urutan proporsi
terbanyak untuk tempat terjadinya kekerasan tumpul, yaitu di jalan raya (42,8%),
rumah (36,5%), area pertanian (6,9%), dan sekolah (5,4%). Proporsi terbanyak
terjadi pada umur 15-24 tahun, laki-laki, tamat SMA dan status pegawai.8
Ekstremitas adalah bagian yang paling sering terkena kekerasan pada semua
kelompok usia, pada laki-laki dan perempuan.6
Tingkat keparahan luka akibat kekerasan tumpul bergantung pada jumlah
energi kinetik yang ditransfer dan jaringan yang menerimanya. Energi kinetik
yang terkait dengan benda bergerak adalah setengah massa benda dikalikan
dengan objek kuadrat (1/2 mv2). Secara umum, satu kilogram bata yang
menempel pada kulit kepala tidak akan menyebabkan luka, namun bata yang sama
dilemparkan ke kepala pada kecepatan 10 m/s dapat menghancurkan tengkorak
tersebut. Selain itu, karakteristik dari benda tumpul dan permukaan tubuh yang
terkena juga mempengaruhi keparahan luka. Kejadian yang melibatkan
permukaan benda yang lebih kecil permukaannya akan menyebabkan hasil yang
lebih parah dari kejadian yang melibatkan benda permukaan besar dengan
kecepatan yang sama.9 Demikian juga, dampak pada area kecil dari permukaan
melengkung, seperti kepala, akan menyebabkan kerusakan yang lebih besar
daripada pada permukaan yang datar, seperti punggung.10
Pemeriksaan terhadap orang yang menderita luka akibat kekerasan, harus
dibuat keterangan selengkap mungkin dari luka korban tersebut yang akan
dijabarkan di rekam medis atau Visum et Repertum (VeR) yang bisa digunakan
untuk kepentingan peradilan nantinya. Pada pasal 133 ayat (1) Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan pasal 179 ayat (1) KUHAP
dijelaskan bahwa penyidik berwenang meminta keterangan ahli kepada ahli
kedokteran kehakiman atau dokter atau bahkan ahli lainnya. Keterangan ahli
tersebut adalah VeR, dimana didalamnya terdapat penjabaran tentang keadaan
korban, baik korban luka, keracunan, atau mati. Seorang dokter perlu menguasai
pengetahuan tentang mendeskripsikan luka. VeR harus dibuat sedemikian rupa,
yaitu memenuhi persyaratan formal dan material, sehingga dapat dipakai sebagai
alat bukti yang sah di sidang peradilan.11
Salah satu yang harus diungkapkan di dalam kesimpulan sebuah rekam
medis atau VeR korban hidup atau korban mati adalah derajat luka atau
kualifikasi luka. Derajat luka sangat berkaitan dengan jenis kekerasan yang
dilakukan oleh pelaku, keparahan dari luka, dan berat ringannya ancaman
hukuman maksimum yang dapat diberikan kepada pelaku. Menentukan derajat
luka tidaklah sulit bagi dokter, namun kadang-kadang dapat ditemukan kasus yang
sulit ditentukan derajat lukanya. Dalam menilai derajat luka dokter telah diberi
patokan, yaitu patokan tentang batasan luka ringan (derajat 1) sebagaimana
disyaratkan dalam pasal 352 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) dan
patokan tentang batasan luka berat (derajat 3) yang diuraikan dalam pasal 90
KUHP, sedangkan luka yang tidak termasuk ke dalam kedua batasan tersebut
praktis dapat dimasukkan ke dalam derajat luka sedang (derajat 2) yang diuraikan
dalam pasal 351 KUHP.12
Belum ada penelitian mengenai gambaran derajat luka akibat kekerasan
tumpul di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2016, sehingga mendorong penulis
untuk melakukan penelitian tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas didapatkan rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana distribusi frekuensi derajat perlukaan akibat kekerasan
tumpul di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2016?
2. Bagaimana distribusi frekuensi usia korban perlukaan akibat
kekerasan tumpul derajat 1 (satu), 2 (dua), dan 3 (tiga) di RSUP Dr.
M. Djamil Padang tahun 2016?
3. Bagaimana distribusi frekuensi jenis kelamin korban perlukaan akibat
kekerasan tumpul derajat 1 (satu), 2 (dua), dan 3 (tiga) di RSUP Dr.
M. Djamil Padang tahun 2016?
4. Bagaimana distribusi frekuensi jenis luka pada korban kekerasan
tumpul derajat 1 (satu), 2 (dua), dan 3 (tiga) di RSUP Dr. M. Djamil
Padang tahun 2016?
5. Bagaimana distribusi frekuensi lokasi luka pada korban kekerasan
tumpul derajat 1 (satu), 2 (dua), dan 3 (tiga) di RSUP Dr. M. Djamil
Padang tahun 2016?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran derajat luka akibat kekerasan tumpul di
Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2016.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui distribusi frekuensi derajat perlukaan akibat kekerasan
tumpul di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2016.
2. Mengetahui distribusi frekuensi usia korban perlukaan akibat
kekerasan tumpul derajat 1 (satu), 2 (dua), dan 3 (tiga) di RSUP Dr.
M. Djamil Padang tahun 2016.
3. Mengetahui distribusi frekuensi jenis kelamin korban perlukaan akibat
kekerasan tumpul derajat 1 (satu), 2 (dua), dan 3 (tiga) di RSUP Dr.
M. Djamil Padang tahun 2016.
4. Mengetahui distribusi frekuensi jenis luka pada korban kekerasan
tumpul derajat 1 (satu), 2 (dua), dan 3 (tiga) di RSUP Dr. M. Djamil
Padang tahun 2016.
5. Mengetahui distribusi frekuensi lokasi luka pada korban kekerasan
tumpul derajat 1 (satu), 2 (dua), dan 3 (tiga) di RSUP Dr. M. Djamil
Padang tahun 2016.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat terhadap Peneliti
Meningkatkan kemampuan dalam melakukan penelitian dan meningkatkan
pengetahuan tentang gambaran derajat luka akibat kekerasan tumpul di RSUP
Dr. M. Djamil Padang tahun 2016.
1.4.2 Manfaat terhadap Universitas dan Rumah Sakit
Memberikan informasi tentang gambaran derajat luka akibat kekerasan
tumpul di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2016.
1.4.3 Manfaat terhadap Ilmu Pengetahuan
Sumber referensi untuk memperluas ilmu pengetahuan mengenai
gambaran derajat luka akibat kekerasan tumpul.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Traumatologi Forensik


2.1.1 Definisi
Traumatologi berasal dari kata trauma dan logos. Trauma berarti kekerasan
atas jaringan tubuh yang hidup (living tissue) sedangkan logos adalah ilmu.
Traumatologi adalah cabang ilmu yang membahas tentang luka dan cedera serta
hal-hal yang berkaitan dengan luka, seperti klasifikasi, penyebab, derajat luka,
dll.2 Traumatologi forensik adalah suatu bagian dari ilmu kedokteran, khususnya
tentang kekerasan, yang mempelajari derajat keparahan luka, hubungan luka
dengan kekerasan serta kaitannya dengan hukum.13
2.1.2 Klasifikasi Luka
Luka dapat diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya atas:1
a. Kekerasan Mekanik
1) Kekerasan tumpul
A. Luka lecet (abration);
B. Luka memar (bruise, contusion);
C. Luka terbuka atau luka robek (laceration);
D. Patah tulang.
2) Kekerasan tajam
A. Luka tusuk, tikam (punctured wound);
B. Luka sayat(incised wound);
C. Luka bacok (chopped wound).
3) Kekerasan akibat senjata api
a) Luka tembak masuk
Luka tembak jarak jauh, luka tembak jarak dekat, luka
tembak jarak sangat dekat, dan luka tempel.
b) Luka tembak keluar
b. Kekerasan Fisik
1) Suhu
a) Suhu tinggi
I. Terpapar suhu panas (heat stroke, heat exhaustion, heat
cramp).
II. Benda panas (luka bakar dan scald).
b) Suhu rendah
I. Terpapar dingin (hipothermia)
II. Efek lokal (frost bite).
2) Arus listrik
AC atau DC
3) Petir
4) Tekanan udara tinggi (ledakan) atau rendah
5) Radiasi
6) Akustik
c. Trauma kimiawi
A. Zat korosif
B. Zat iritatif
2.1.3 Deskripsi Luka
Pemeriksaan luka terhadap korban yang mengalami perlukaan akibat
kekerasan tumpul harus mencantumkan deskripsi dari luka tersebut yang
kemudian didokumentasikan ke dalam VeR atau rekam medis dan nantinya akan
digunakan untuk kepentingan peradilan.
Deskripsi dari luka adalah:14
1. Jumlah luka
2. Lokasi luka, meliputi:
a. Lokasi berdasarkan regio anatominya
b. Lokasi berdasarkan garis koordinat atau bagian-bagian tertentu dari
tubuh
c. Menentukan lokasi luka berdasarkan garis koordinat dilakukan
pada luka yang berada pada regio yang luas seperti di dada,
punggung, dan perut. Koordinat tubuh dibagi menjadi garis khayal
yang membagi tubuh menjadi dua bagian yaitu bagian kanan dan
bagian kiri, garis khayal mendatar yang melewati puting susu, garis
khayal mendatar yang melewati pusat, dan garis khayal mendatar
yang melewati kedua ujung tumit untuk kepentingan rekonstruksi.
3. Bentuk luka
4. Ukuran luka, ditulis dalam bentuk panjang x lebar x tinggi dalam
satuan sentimeter atau milimeter.
5. Sifat-sifat luka, meliputi:
a. Daerah pada garis batas luka, meliputi:
- Batas (tegas atau tidak tegas)
- Tepi (rata atau tidak rata)
- Sudut luka (runcing atau tumpul)
b. Daerah di dalam garis batas luka, meliputi:
- Jembatan jaringan (ada atau tidak ada)
- Tebing (ada atau tidak ada, jika ada terdiri dari apa)
- Dasar luka
c. Daerah di sekitar garis batas luka, meliputi:
- Memar (ada atau tidak)
- Lecet (ada atau tidak)
- Tatoase (ada atau tidak)
2.2 Luka akibat Kekerasan Tumpul
2.2.1 Definisi
Luka yang disebabkan oleh benda – benda dengan permukaan tumpul
yaitu tidak bermata tajam, konsistensi keras atau kenyal, permukaan halus atau
kasar. Luka yang terjadi dapat berupa luka memar (kontusio, hematom), luka lecet
(ekskoriasi, abrasi), dan luka terbuka (laserasi) atau luka robek.2 Jika kekerasan
tumpul tersebut sedemikian hebatnya dapat pula menyebabkan patah tulang.
Insiden kematian akibat luka yang disebabkan kekerasan tumpul mencapai 9%
dari angka kematian di seluruh dunia, yang setara dengan lima juta kematian
setiap tahun.15
2.2.2 Mekanisme Luka
Tubuh manusia secara terus menerus mengalami kekuatan mekanis yang
bervariasi, mulai dari gaya gravitasi hingga dampak kuat dari benturan oleh benda
tumpul. Dampak dari kekuatan mekanis tersebut terhadap tubuh, ditentukan oleh
beberapa faktor, yaitu:9
- Ketahanan tubuh manusia
- Elastisitas jaringan lunaknya
- Kekuatan kerangka-kerangkanya yang kaku.
Bila kekuatan mekanis yang mengenai tubuh melebihi kemampuan
jaringan untuk dapat menyesuaikan, maka luka dapat terjadi.9
Efek dari kekuatan mekanik yang berlebihan pada jaringan tubuh dapat
menyebabkan kompresi, daya tarik, torsi, atau tekanan tangensial (geser).
Kerusakan yang diakibatkan tidak hanya tergantung dari jenis kekuatan
mekanisnya tetapi juga pada sifat jaringan target yang terkena. Contohnya,
kompresi yang mengenai daerah abdomen, mungkin efek kerusakan pada otot
minimal, tetapi dapat menyebabkan rusaknya organ dalam abdomen seperti usus
atau hepar. Sementara, torsi dapat sedikit mempengaruhi jaringan adiposa, namun
bisa menyebabkan fraktur spiral pada tulang paha.9
Tingkat keparahan luka akibat kekerasan tumpul bergantung pada jumlah
energi kinetik yang ditransfer dan jaringan yang menerimanya. Energi kinetik
yang terkait dengan benda bergerak adalah setengah massa benda dikalikan
dengan objek kuadrat (1/2 mv2). Secara umum, satu kilogram bata yang
menempel pada kulit kepala tidak akan menyebabkan luka, namun bata yang sama
dilemparkan ke kepala pada kecepatan 10 m/s dapat menghancurkan tengkorak
tersebut. Prinsip ini tidak hanya untuk benda tumpul, tapi juga bisa untuk benda
tajam. Selain itu, karakteristik dari benda tumpul dan permukaan tubuh yang
terkena juga mempengaruhi keparahan luka. Kejadian yang melibatkan
permukaan benda yang lebih kecil permukaannya akan menyebabkan hasil yang
lebih parah dari kejadian yang melibatkan benda permukaan besar dengan
kecepatan yang sama. Ini relevan dengan luka tusuk, karena semua energi kinetik
pisau terkonsentrasi ke area ujung pisau. Demikian juga, dampak pada area kecil
dari permukaan melengkung, seperti kepala, akan menyebabkan kerusakan yang
lebih besar daripada permukaan yang datar, seperti punggung.9 Keparahan luka
setelah terjadinya kekerasan juga tergantung kepada energi kinetik yang mengenai
tubuh, respon inflamasi dan patofisiologis pembawa inang, serta perawatan luka
tepat waktu.16
2.2.3 Klasifikasi Luka akibat Kekerasan Tumpul
Luka akibat kekerasan tumpul dapat berupa salah satu atau kombinasi dari
luka memar, luka lecet, luka terbuka atau luka robek, dan patah tulang. Derajat
luka, perluasan luka, serta penampakan dari luka yang disebabkan kekerasan
tumpul bergantung kepada:17
- Kekuatan dari benda yang mengenai bagian tubuh
- Waktu dari benda yang mengenai tubuh
- Bagian tubuh yang terkena
- Perluasan terhadap bagian tubuh yang terkena
- Jenis benda yang mengenai tubuh
Luka akibat kekerasan tumpul dapat dibagi menurut beberapa kategori:
2.2.3.1 Luka Memar
Mekanisme terbentuknya luka memar yaitu benturan antara benda tumpul
dengan area permukaan tubuh, meskipun dapat tidak mencederai area tubuh
tersebut tapi dapat mencederai pembuluh darah kapiler di bawahnya sehingga
terjadi perdarahan di bawah epidermis (kulit ari), di bawah dermis (kulit), ataupun
di jaringan dan otot.12 Bila kekerasan tumpul yang mengakibatkan luka memar
terjadi pada daerah di mana jaringan longgar, seperti di daerah mata, leher, atau
pada orang yang lanjut usia, luka memar yang tampak sering kali tidak sebanding
dengan kekerasan, dalam arti sering kali lebih luas, dan adanya jaringan longgar
tersebut memungkinkan berpindahnya “memar” ke daerah yang lebih rendah,
berdasarkan gaya gravitasi. Misalnya, jika memar terjadi di dahi bagian atas,
maka perdarahan bisa turun ke punggung alis dan muncul di orbita, memberi
kesan mata hitam yang mungkin salah diartikan sebagai trauma langsung.14
Salah satu bentuk luka memar yang dapat memberikan informasi
mengenai bentuk dari benda tumpul ialah apa yang dikenal dengan istilah
Marginal Haemorrhages (perdarahan tepi).14 Memar terjadi di tepi daerah yang
terkena trauma, terjadi karena adanya tekanan yang besar dan memar jenis ini bisa
menggambarkan bentuk benda penyebabnya, misalnya jejas ban, jejas pukulan
cambuk atau tongkat, dsb.12 Misalnya bila tubuh korban terlindas ban kendaraan,
di mana pada tempat terdapat tekanan justru tidak menunjukkan kelainan,
perdarahan akan menepi sehingga terbentuk perdarahan tepi yang bentuknya
sesuai dengan bentuk celah antara kedua kembang ban yang berdekatan. Hal yang
sama bila seseorang dipukul dengan rotan atau benda yang sejenis, akan tampak
memar yang memanjang dan sejajar yang membatasi darah yang tidak
menunjukkan kelainan, daerah di antara kedua memar yang sejajar dapat
menggambarkan ukuran lebar dari alat pemukul yang mengenai tubuh korban.14
Klasifikasi dari luka memar:10
- Luka memar superfisial (Superficial)
Luka memar yang dapat terjadi segera setelah terkena kekerasan
tumpul, disebabkan karena akumulasi darah subkutan.
- Luka memar dalam (Deep)
Luka memar dalam menandakan adanya luka memar yang lebih
dalam dari subkutan. Biasanya luka ini baru terlihat di permukaan
kulit 1-2 hari.
- Luka memar berbekas (Patterned/imprint)
Luka memar berbekas disebabkan oleh penekanan pada tubuh,
biasanya objek yang menekan tubuh meninggalkan bekas pada
permukaan kulit. Waktu antara terjadinya luka memar, kematian,
dan waktu pemeriksaan pada mayat menentukan juga karakteristik
memar yang timbul. Semakin lama waktu antara kematian dan
pemeriksaan luka akan membuat luka memar menjadi gelap.
Jenis dari luka memar yaitu:
1. Kontusio
Kontusio terjadi karena adanya tekanan yang besar dalam waktu
yang singkat, penekanan ini menyebabkan kerusakan atau pecah pada
pembuluh darah kecil dan terjadi pengumpulan darah pada jaringan bawah
kulit atau organ di bawahnya yang diakibatkan karena kekerasan tumpul.
Kontusio juga dapat terjadi pada organ dan jaringan dalam. Kontusio pada
tiap organ memiliki karakteristik yang berbeda. Pada organ vital seperti
otak dan jantung jika terjadi kontusio, dapat menyebabkan kelainan fungsi
dan bahkan kematian.10
Contoh kasus dari kontusio yaitu kontusio serebri yang datang
dengan kasus terbanyak karena Cedera Kepala Berat (CKB), angka
kematian kontusio serebri cukup tinggi. Penanganan kontusio serebri
secara konservatif di RS Dr. Kariadi Semarang mencapai 87,1%
mengalami kematian, sedangkan yang mengalami kematian paska operasi
sebesar 12,9%.18
Kontusio pada otak dengan adanya perdarahan pada otak, dapat
menyebabkan timbulnya reaksi peradangan dengan akumulasi bertahap
produk asam yang dapat menyebabkan reaksi peradangan bertambah
hebat. Peradangan ini dapat menyebabkan penurunan kesadaran, koma,
dan kematian. Hampir seluruh kontusio otak terjadi superfisial yaitu di
daerah abu-abu otak, beberapa dapat lebih dalam yaitu mengenai daerah
putih otak. Rupturnya pembuluh darah otak sehingga menyebabkan
terhambatnya aliran darah menuju otak menyebabkan adanya
pembengkakan, dan seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa
lingkaran kekerasan dapat terbentuk jika kontusio yang terbentuk cukup
besar, edema otak dapat menghambat sikulasi darah menuju otak yang
menyebabkan kematian otak, koma, dan kematian total. Penyembuhan
kontusio tersebut dapat menyebabkan terbentuknya jaringan parut yang
dapat menjadi fokus epilepsi.10
2. Hematoma
Hematoma adalah suatu proses perdarahan di bawah kulit yang
berukuran besar dan luas akibat pecahnya pembuluh darah kapiler karena
benturan benda tumpul.10
Pada kasus-kasus cedera kepala yang datang ke rumah sakit
sebagian berlanjut menjadi hematom. Frekuensi hematom ini terdapat pada
75% kasus yang datang sadar dan berakhir dengan kematian.19
Letak, bentuk, dan luas luka memar dipengaruhi oleh berbagai
faktor seperti besarnya kekerasan, jenis benda penyebab (karet, kayu,
besi), kondisi dan jenis jaringan (jaringan ikat longgar, jaringan lemak),
usia, jenis kelamin, corak dan warna kulit, kerapuhan pembuluh darah,
penyakit (hipertensi, penyakit kardiovaskular, diatesis hemoragik).2
Luka memar tampak seringkali tidak sebanding dengan kekerasan,
dalam arti lebih luas. Ada 4 faktor yang mempermudah terjadinya luka
memar, yaitu:20
1. Jaringan lemak yang berada di bawah jaringan subkutan.
2. Kulit (epidermis) yang tipis.
3. Wanita lebih mudah mengalami luka memar daripada laki-laki.
4. Penyakit, seperti defisiensi vitamin K, penyakit kronis,
hemophilia, sirosis, dan lain-lain.
Pada bayi, hematom cenderung lebih mudah terjadi karena sifat
kulit yang longgar dan masih tipisnya jaringan lemak subkutan, demikian
pula pada usia lanjut sehubungan dengan menipisnya jaringan lemak
subkutan dan pembuluh darah yang kurang terlindung.2
Lokasi memar tak selalu sama dengan lokasi trauma, contohnya
trauma pada dahi yang jaringan ikat di bawahnya jarang, memar dapat
terjadi di daerah kelopak mata. Dengan demikian brill-hematom belum
menunjukkan letak traumanya. Trauma pada betis, memar dapat terlihat di
pergelangan kaki.12
Umur luka memar secara kasar dapat diperkirakan melalui
perubahan warnanya, pada saat timbul, memar berwarna merah, kemudian
berubah warna jadi ungu atau hitam, setelah 4 sampai 5 hari akan berubah
warna menjadi hijau yang kemudian akan berubah menjadi kuning dalam
7 sampai 10 hari, dan akhirnya menghilang dalam 14 sampai 15 hari.2
Adanya warna kuning di sekitar warna memar menunjukkan bahwa memar
telah berusia lebih dari 18 jam.10 Perubahan warna tersebut berlangsung
mulai dari tepi dan waktunya dapat bervariasi tergantung derajat dan
berbagai faktor yang mempengaruhinya.2
Efek samping yang terjadi pada luka memar luas dan masif yaitu
adanya penurunan perfusi darah ke seluruh jaringan sehingga bisa
menimbulkan syok, penurunan kesadaran, bahkan kematian. Efek samping
yang kedua adalah terjadinya agregasi darah di bawah kulit yang akan
mengganggu aliran balik vena pada organ yang terkena sehingga dapat
menyebabkan gangrene dan kematian jaringan. Efek samping yang ketiga,
memar dapat menjadi media berkembangbiak kuman, kematian jaringan
dengan kekurangan atau ketiadaan aliran darah sirkulasi menyebabkan
saturasi oksigen menjadi rendah sehingga kuman anaerob dapat hidup,
kuman tersering adalah golongan Clostridium yang dapat memproduksi
gas gangrene.14

Gambar 2.1 Luka Memar pada Pasien Kecelakaan Lalu Lintas. (Sumber: Payne
James.Simpson’s Forensic Medicine.London:Hodder Arnold.2011.h.84)

2.2.3.2 Luka Lecet (Abrasi)


Luka lecet adalah luka yang superfisial dimana kerusakan tubuh hanya
terbatas pada lapisan kulit luar atau epidermis akibat bersentuhan dengan benda
yang kasar atau runcing, misalnya pada kejadian kecelakaan lalu lintas dimana
tubuh terbentur dengan aspal jalan.2 Tidak menimbulkan perdarahan karena
pembuluh darah terbatas pada dermis.9
Karakteristik luka lecet:10
- Sebagian atau seluruh epitel yang hilang hanya terbatas pada lapisan
epidermis
- Penyebabnya adalah bergesekan dengan permukaan yang keras, kasar
dan tumpul
- Pada permukaan luka tertutup eksudasi yang akan mengering (krusta)
- Timbul reaksi radang (PMN)
- Sembuh dalam waktu 1-2 minggu dan pada saat penyembuhan tidak
akan terbentuk jaringan parut
Beberapa kasus, luka lecet bisa mengenai bagian dermis dan menimbulkan
timbulnya titik perdarahan di permukaan luka, karena struktur papila dermis yang
bergelombang menyebabkan luka lecet dapat terbatas mengenai epidermis saja
atau bahkan bisa menembus bagian dermis.9
Bila kulit terkena benda tumpul relatif ringan, maka epidermis akan
terluka tapi proses penyembuhannya tidak melalui jaringan parut. Jika kerusakan
epidermisnya sedang hingga berat maka pembuluh kapiler di bawah epidermis
juga akan ikut terluka sehingga menimbulkan ekstravasasi. Darah dan serum akan
tampak keluar dari epidermis yang terluka dan jaringan parut bisa terbentuk.12
Regenerasi epitel akan terjadi 24 jam paska terjadi trauma, pada umumnya
7-14 hari luka akan menyembuh tapi masih terlihat warnanya lebih terang dari
warna kulit sekitarnya. Biasanya menghilang setelah 2-6 minggu.12
Penyembuhan luka lecet terdiri dari 4 tahap:10
a. Pembentukan krusta
Serum, sel darah merah, dan fibrin diendapkan pada permukaan luka.
Terjadi infiltrasi sel PMN di bawah epitel, ini menandakan bahwa luka
sudah terjadi 4-5 jam dan pada 8 jam setelah luka, keropeng akan
dilapisi oleh sel PMN. 12 jam kemudian, terbentuk 3 lapisan : zona
permukaaan ditutupi oleh fibrin dan sel darah merah, zona yang lebih
dalam dilapisi sel PMN, dan lapisan lebih dalam adalah lapisan
kolagen. 12 jam – 18 jam ke depan, zona terakhir secara progresif
tertutupi oleh sel PMN
b. Regenerasi epitel
Regenerasi epitel muncul akibat rangsangan dari folikel rambut yang
masih hidup. Regenerasi epitel muncul 30 jam pada luka lecet yang
superficial, dan 72 jam pada kebanyakan luka lecet.
c. Granulasi subepitel dan hiperplasia epitel
Terjadi pada hari ke 5-8, hanya terjadi setelah abrasi tertutup oleh
epitel. Tahap ini yang menonjol adalah infiltrasi dari sel-sel inflamasi
kronis. Epitel di atasnya semakin hiperplastik dengan pembentukan
keratin. Tahap ini paling menonjol pada hari ke 9-12 setelah luka.
d. Regresi jaringan epitel
Dimulai sekitar 12 hari. Selama fase ini epitel mengalami remodelling
dan menjadi tipis bahkan atropi. Serat kolagen yang mulai muncul
pada fase granulasi subepidermal akhir, kini mulai menonjol.
Terbentuk mebran dasar dan vaskularisasi dermis menurun.
Jenis-jenis dari luka lecet adalah :
1. Luka lecet geser
Epitel berkumpul pada arah yang berlawanan dengan arah trauma.12
Dapat digunakan sebagai petunjuk arah kekerasan dengan melihat
tempat kulit ari yang terkelupas banyak terkumpul pada tepi luka,
Misalnya pengumpulan tersebut terdapat di sebelah kanan, maka arah
kekerasan berasal dari kiri ke kanan.14

Gambar 2.2. Luka Lecet Geser yang Terjadi Setelah Kecelakaan Sepeda
Motor karena Berkontak dengan Jalan Raya (Sumber: Payne James.Simpson’s
Forensic Medicine.London:Hodder Arnold.2011.h.84)

2. Luka lecet tekan


Luka yang terjadi akibat penekanan benda tumpul pada kulit, sehingga
dapat menentukan benda penyebabnya dilihat dari lebarnya dan
gambaran atau cetakan yang terdapat pada permukaan kulit, seperti
jalinan tambang, jalinan ikat pinggang, atau bekas cetakan ban
kendaraan.14
Luka lecet tekan pada kasus penjeratan sering dinamakan “jejas jerat”.
Beberapa kasus penjeratan dengan tangan atau disebut dengan
pencekikan, bekas kuku dari pelaku bisa tercetak lengkungan atau
seperti bulan sabit di leher korban. Arah serta lokasi luka korban bisa
ditentukan pencekikan menggunakan tangan kanan, tangan kiri, atau
keduanya.14
3. Luka lecet regang
Akibat regangan yang kuat pada suatu bagian tubuh sehingga terjadi
diskontinuitas epidermis, misalnya striae.12
Luka lecet juga harus dibedakan terjadinya ante mortem atau post
mortem. Berikut perbedaan anatara luka lecet ante mortem dan post
mortem:
2.2.3.3 Luka Terbuka Tepi Tidak Rata (Luka Robek)
Luka robek atau luka terbuka yang terjadi akibat kekerasan tumpul dapat
terjadi karena kekerasan yang terjadi sangat kuat sehingga melampaui elastisitas
kulit dan otot, atau arah dari kekerasan tumpul membentuk sudut dengan
permukaan tubuh yang terkena. Kerusakan jaringan lebih dalam dari epidermis.14
Avulsi adalah bentuk luka robek yang lebih parah dimana jaringan lunak, otot-
otot, atau tulang terlepas dari titik-titik pelekatan normal.22
Luka robek disebabkan oleh benda dengan permukaan runcing tetapi tidak
begitu tajam sehingga dapat merobek kulit dan jaringan di bawah kulit. Tepi dari
laserasi irregular dan kasar, disekitarnya terdapat luka lecet yang diakibatkan oleh
bagian yang lebih rata.10
Luka robek memiliki ciri-ciri tepi tidak teratur kecuali jika penyebabnya
merupakan sudut berbentuk garis (tepi meja, besi siku, dsb), terdapat jembatan
jaringan yang menghubungkan kedua tepi luka, akar rambut tampak hancur atau
bisa tercabut jika kekerasan terjadi di daerah yang berambut, dan di sekitar luka
robek terdapat luka lecet atau luka memar.14
Beberapa kasus, robeknya kulit atau membran mukosa dan jaringan di
bawahnya tidak sempurna dan terdapat jembatan jaringan. Adanya jembatan
jaringan, tepi luka yang irregular dan kasar, serta adanya luka lecet membedakan
luka robek akibat kekerasan tajam dan kekerasan tumpul.23 Perbedaan antara
kekerasan tumpul dan kekerasan tajam adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1 Perbedaan antara Kekerasan Tumpul dan Kekerasan Tajam.10
No. Kekerasan Tumpul Tajam

1. Bentuk luka Tidak teratur Teratur

2. Tepi luka Tidak rata Rata

3. Jembatan Ada Tidak ada


jaringan
4. Rambut Tidak terpotong Terpotong

5. Dasar luka Tidak teratur Teratur

6. Sekitar luka Ada luka lecet atau Tidak ada luka lain
luka memar

Tepi dari luka robek dapat menunjukkan arah terjadinya kekerasan. Tepi
yang paling rusak dan tepi yang paling landai menunjukkan arah awal kekerasan.
Sisi luka robek yang terdapat memar juga menunjukkan arah awal kekerasan.
Luka robek dapat menyebabkan perdarahan hebat. Sebuah laserasi tanpa adanya
robekan arteri dapat menyebabkan akibat yang fatal jika perdarahan terjadi terus
menerus. Luka robek multiple yang mengenai jaringan kutis dan subkutis dapat
menyebabkan perdarahan yang hebat sehingga bisa sampai terjadi kematian.
Adanya diskontinuitas kulit atau membran mukosa dapat menyebabkan kuman
yang berasal dari permukaan luka maupun dari sekitar kulit yang luka masuk ke
dalam jaringan. Port de entree tersebut tetap ada sampai dengan terjadinya
penyembuhan luka yang sempurna.10
Bila luka robek terjadi dekat dengan persendian maka akan terasa nyeri,
khususnya pada saat sendi digerakkan ke arah luka robek tersebut sehingga dapat
menyebabkan disfungsi dari sendi tersebut. Benturan yang terjadi pada jaringan
bawah kulit yang memiliki jaringan lemak dapat menyababkan emboli lemak pada
paru dan sirkulasi sistemik. Luka robek juga dapat terjadi pada organ akibat
tekanan yang kuat dari suatu pukulan seperti pada organ jantung, aorta, hati, dan
limpa. Hal yang harus diwaspadai dari luka robek pada organ yaitu robekan yang
komplit yang dapat terjadi dalam jangka waktu lama setelah trauma yang dapat
menyebabkan perdarahan hebat.14

Gambar 2.3 Luka Terbuka dengan Gambaran Pinggiran Luka yang Tidak Rata.
(Sumber: Payne James.Simpson’s Forensic Medicine.London:Hodder
Arnold.2011.h.84)

2.2.3.4 Patah Tulang


Patah tulang dapat terjadi pada kekerasan tumpul dengan tenaga yang
relatif besar.12 Beberapa kasus dimana kepala korban dipukul dengan benda
tumpul sehingga menyebabkan patah tulang, akan sering dijumpai daerah yang
patah akan tertekan ke dalam (fraktur kompresi).14
Patah tulang terbanyak di dapatkan pada trauma di kepala. Tulang
tengkorak yang tidak terlindung kulit hanya mampu menahan benturan sampai 40
pound/inch2, tetapi bila terlindung oleh kulit dapat menahan benturan hingga
425.900 pound/inch.8
Selain kelainan pada kulit kepala dan patah tulang tengkorak, kekerasan
pada kepala dapat mengakibatkan terjadinya perdarahan di dalam rongga
tengkorak, seperti perdarahan epidural, subdural, subarachnoid, kerusakan selaput
otak dan jaringan otak.2
Perdarahan epidural sering terjadi pada usia dewasa sampai pertengahan,
dan sering disebabkan karena kekerasan tumpul di daerah pelipis (kurang lebih
50%) dan di daerah belakang kepala (10-15%). Perdarahan subdural diakibatkan
robeknya sinus, vena jembatan, arteri basilaris atau berasal dari perdarahan
subarachnoid. Perdarahan subarachnoid biasanya berasal dari kekerasan yang
menyebabkan kontusio atau laserasi jaringan otak.2
Lesi otak tidak hanya terjadi pada daerah benturan saja (coup) tetapi dapat
juga muncul lesi di seberang titik benturan (contre coup) atau di antara keduanya
(intermediate lesion). Lesi contre coup terjadi karena adanya liquor atau cairan
otak yang menyebabkan pergerakan otak saat terjadi benturan, sehingga pada sisi
kontra lateral dari benturan terjadi gaya positif akibat akselerasi. Penelitian lain
menyatakan bahwa lesi contre coup muncul karena adanya deformitas tulang
tengkorak yang menyebabkan terjadinya tekanan negatif pada sisi kontra lateral
dari benturan. Cedera kontra lateral dapat terjadi bila tekanan negatif yang terjadi
minimal 1 ata (atmosfir absolut). Kontusio terjadi bila ada kekerasan paling tidak
sebesar 250 g gaya gravitasi (1 g = 9,81 m/detik2), sedangkan komosio kira-kira
60-100 g.2
Patah tulang impresi pada tulang pipih (kepala) dapat memperlihatkan
bentuk benda penyebabnya, patah tulang berbentuk radier terjadi pada kekerasan
yang bergerak ke arah kepala yang relatif diam, sedangkan patah tulang berbentuk
linier sering terjadi pada kepala yang bergerak ke arah benda keras yang relatif
diam. Bila terdapat dua patah tulang yang berturutan pada tempat yang
berdekatan, maka garis patah yang terjadi belakangan akan berhenti pada garis
patah yang telah terbentuk lebih dulu.12
Kasus kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan tungkai korban terkena
bumper kendaraan, patah tulang yang terjadi dapat memberikan informasi dari
mana arah datang kendaraan yang mengenai tungkai korban. Bila ditabrak dari
belakang, tulang yang patah akan terdorong ke depan sehingga dapat merobek
otot dan kulit (fraktur terbuka). Hal yang sebaliknya bila arah datang kendaraan
berasal dari depan.14
2.2.4 Aspek Medikolegal
Luka dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yaitu
kelalaian atau karena yang disengaja. Luka yang terjadi ini disebut Kejahatan
terhadap Tubuh. Kejahatan terhadap jiwa ini diperinci menjadi dua yaitu
kejahatan yang dilakukan dengan sengaja dan kejahatan yang dilakukan karena
kelalaian. Jenis kejahatan yang dilakukan dengan sengaja diatur dalam Bab XX,
pasal 351 sampai dengan pasal 358. Jenis kejahatan yang disebabkan karena
kelalaian diatur dalam pasal 359, 360, dan 361 KUHP.24
Pasal 361 KUHP menambah hukumannya menjadi sepertiga lagi jika
kejahatan yang dilakukan dalam suatu jabatan atau pekerjaan. Pasal ini dapat
dikenakan pada dokter, bidan, apoteker, supir, masinis kereta api, dan lain lain.
Dalam pasal-pasal tersebut tercantum istilah penganiayaan dan merampas dengan
sengaja jiwa orang lain, suatu istilah hukum semata-mata dan tidak dikenal dalam
istilah medis.24
Dari aspek medikolegal, luka dapat diklasifikasikan atas:1
A. Perbuatan sendiri (suicide), kadang dijumpai luka percobaan (tentative
wound)
B. Perbuatan orang lain (homicide), kadang dijumpai luka tangkis
(defence wound)
C. Kecelakaan (accidental)
Interpretasi luka akibat kekerasan tumpul merupakan hal yang penting,
karena dapat memberikan petunjuk dari bentuk permukaan benda tersebut. Luka-
luka lecet yang berbentuk garis lengkung seperti bulan sabit di leher korban,
disebabkan oleh kuku si pencekik. Pada kasus penjeratan dengan tali tambang,
maka di leher korban dapat ditemukan luka lecet yang berbentuk seperti tali
tambang. Korban yang tubuhnya terlindas ban kendaraan atau terkena sabetan
cemeti atau rotan, maka gambaran lukanya yaitu luka memar dengan motif seperti
ban atau cemeti.14
Arah datangnya kekerasan yang menyebabkan luka lecet pada korban
dapat diketahui dari pengumpulan kulit ari yang terkelupas. Orang yang dijerat
dapat dibedakan dengan orang yang digantung, yaitu dari posisi luka lecet tekan
(jejas jerat). Pada orang yang dijerat, posisi jejas jerat berjalan mendatar
sedangkan pada orang yang digantung, jejas jerat berjalan serong.14
Distribusi luka-luka lecet atau luka terbuka dapat memberikan petunjuk
tentang kasusnya, seperti adanya luka akibat tangkisan di bagian dalam lengan
bawah pada kasus penganiayaan atau pembunuhan, luka-luka percobaan di
pergelangan tangan yang berjalan sejajar, dapat ditemukan pada korban yang
mencoba melukai diri sendiri.14
Bentuk dan arah retaknya tulang tengkorak pada korban yang
mendapatkan kekerasan di bagian kepala dapat menunjukkan proses terjadinya
retak atau patahnya tulang tersebut. Kepala korban yang dipukul benda tumpul,
akan menyebabkan terjadinya kompresi fraktur, sedangkan retakan pada kepala
korban akibat jatuh atau membentur lantai, akan menghasilkan retakan atau
fraktur yang linier.
Sebagai seorang dokter, hendaknya dapat membantu pihak penegak
hukum dalam melakukan pemeriksaan terhadap pasien atau korban perlukaan
yang nantinya dapat diarsipkan di sebuah Visum et Repertum (VeR). Dokter yang
melakukan pemeriksaan terhadap orang yang menderita luka akibat kekerasan,
pada hakikatnya wajib memberikan penjelasan dari permasalahan sebagai
berikut:14
A. Jenis luka apakah yang terjadi?
B. Jenis kekerasan atau senjata apakah yang menyebabkan luka?
C. Bagaimana kualifikasi dari luka tersebut?
Pengertian kualifikasi luka atau derajat luka di sini baru bisa dipahami
setelah mempelajari pasal-pasal dalam KUHP yang bersangkutan dengan Bab XX
(Tentang Penganiayaan), terutama pasal 351 dan 352, dan Bab IX (Tentang Arti
Beberapa Istilah Yang Dipakai Dalam Kitab Undang-Undang), yaitu pasal 90.11
Istilah “Penganiayaan” merupakan istilah hukum, yaitu “dengan sengaja
melukai atau menimbulkan perasaan nyeri pada seseorang,” maka di dalam VeR
yang dibuat dokter tidak boleh mencantumkan istilah penganiayaan, oleh karena
degan sengaja atau tidak itu merupakan urusan Hakim. Kewajiban dokter di dalam
membuat VeR hanyalah menentukan secara objektif adanya luka, dan bila
terdapat luka, dokter harus menentukan derajatnya.14
Istilah Visum et Repertum tidak dijumpai dalam KUHAP. Pasal 133
KUHAP memakai istilah “surat keterangan” bila dibuat oleh dokter umum atau
dokter spesialis lainnya, adalah identik dengan Visum et Repertum.
Ada empat kualifikasi luka atau derajat luka yang dapat dipilih dokter dan
dicantumkan di dalam kesimbulan sebuah VeR:14
1. Orang yang bersangkutan tidak menjadi sakit atau mendapat halangan
dalam melakukan pekerjaan atau jabatan.
2. Orang yang bersangkutan menjadi sakit tetapi tidak ada halangan
untuk melakukan pekerjaan atau jabatan.
3. Orang yang bersangkutan menjadi sakit dan berhalangan untuk
melakukan pekerjaan atau jabatannya.
4. Orang yang bersangkutan mengalami:
- Penyakit atau luka yang tidak dapat diharapkan akan sembuh
- Dapat mendatangkan bahaya maut
- Tidak dapat menjalankan pekerjaan
- Tidak dapat memakai salah satu atau kedua panca indera
- Terganggu pikiran lebih dari empat minggu
2.2.5 Derajat Luka
Di dalam melakukan pemeriksaan terhadap orang yang mengalami
kekerasan, dokter diwajibkan dapat mencantumkan kualifikasi luka atau derajat
luka di bagian kesimpulan rekam medis atau VeR.
Pengertian kualifikasi atau derajat luka tercantum dalam KUHP. Derajat
luka dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:11
a. Luka Ringan (derajat satu)
Luka ringan menurut pasal 352 ayat 1 adalah luka yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan
jabatan atau pencaharian. Contoh luka ringan yaitu luka lecet yang
superfisial dan kecil, kemudian luka memar yang kecil ukurannya.
Lokasi dari luka lecet atau memar tersebut juga perlu diperhatikan,
karena luka lecet atau memar di lokasi-lokasi tertentu dapat
mencederai bagian dalam tubuh lebih hebat dari yang terlihat pada
kulit, misalnya di daerah kepala. Luka lecet atau memar yang luas dan
derajatnya cukup parah tidak termasuk luka ringan.
b. Luka Sedang (derajat dua)
Luka sedang menurut pasal 351 berada di antara luka ringan dan luka
berat. Luka sedang yaitu luka yang menimbulkan halangan dan
penyakit. Contoh luka sedang yaitu adanya luka memar, luka lecet,
dan luka robek atau terbuka sehingga korban harus dirawat selama 7
hari.
c. Luka berat (derajat tiga)
Luka berat menurut pasal 90 ayat 6 yaitu:
 Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan
akan sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut
 Tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan
atau pekerjaan pencaharian
 Kehilangan salah satu panca indra
 Mendapat cacat berat (verminking)
 Menderita sakit lumpuh
 Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih
 Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan.
Contoh luka berat yaitu jika pada korban didapatkan luka lecet, luka
memar, luka robek pada limpa sehingga butuh pengangkatan limpa
untuk menyelamatkan jiwanya, dan dibutuhkan waktu satu bulan
untuk penyembuhannya.
2.3 Kerangka Teori

Kekerasan
Mekanik

Tumpul Tajam Senjata Api

Korban Karakteristik

Luka Usia Jenis Kelamin

Derajat Luka Deskripsi Luka

1 (satu) 2 (dua) 3 (tiga) Jenis Lokasi Jumlah Bentuk Sifat


Luka Luka Luka Luka Luka

Luka Memar Luka Lecet Luka Terbuka Tepi Patah Tulang


Tidak Rata

Diteliti

Tidak Diteliti
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian
deskriptif.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2017-Januari 2018.
Penelitian dilaksanakan di bagian Forensik RSUP Dr. M. Djamil Padang.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh data rekam medis korban
kekerasan tumpul yang masuk Instalasi Gawat Darurat RSUP Dr. M. Djamil
Padang dan dikonsulkan ke bagian Forensik RSUP Dr. M. Djamil Padang pada
tahun 2016.
3.3.2 Sampel Penelitian
Sampel pada penelitian ini diambil dari semua rekam medis korban
kekerasan tumpul yang masuk Instalasi Gawat Darurat RSUP Dr. M. Djamil
Padang dan dikonsulkan ke bagian Forensik RSUP Dr. M. Djamil Padang pada
tahun 2016. Sampel adalah bagian populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi.
3.3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
a. Kriteria Inklusi
1. Data rekam medis korban tindak pidana hidup dengan luka
kekerasan tumpul yang masuk Instalasi Gawat Darurat RSUP dr.
M. Djamil Padang dan dikonsulkan ke bagian Forensik RSUP dr.
M. Djamil Padang pada tahun 2016.
2. Korban yang memiliki kelengkapan data (pola luka, lokasi luka,
usia, dan jenis kelamin).
b. Kriteria Eksklusi
1. Korban kekerasan tumpul yang meninggal
2. Korban dengan luka kekerasan tumpul yang memiliki luka akibat
kekerasan lain
3.3.4 Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel penelitian ini menggunakan teknik Total
Sampling.
3.4 Definisi Operasional
3.4.1 Derajat Luka
Derajat Luka adalah parameter yang berkaitan dengan jenis kekerasan
yang dilakukan oleh pelaku, keparahan dari luka, dan berat ringannya ancaman
hukuman maksimum yang dapat diberikan kepada pelaku yang tercantum di
dalam data rekam medis kekerasan tumpul yang masuk Instalasi Gawat Darurat
RSUP Dr. M. Djamil Padang dan dikonsulkan ke bagian Forensik RSUP Dr. M.
Djamil Padang pada tahun 2016.12
a. Cara ukur : Melihat rekam medis korban kekerasan tumpul.
b. Alat ukur : Rekam medis
c. Hasil ukur : 1) Derajat Luka 1 (satu)
2) Derajat Luka 2 (dua)
3) Derajat Luka 3 (tiga)
d. Skala ukur: Ordinal
3.4.2 Usia
Usia adalah pengukuran waktu yang berlangsung sejak seseorang
dilahirkan mulai dari usia 1 tahun sampai lebih dari 70 tahun yang tercantum
dalam data rekam medis korban kekerasan tumpul yang masuk Instalasi Gawat
Darurat RSUP Dr. M. Djamil Padang dan dikonsulkan ke bagian Forensik RSUP
Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2016.25
a. Cara ukur : Melihat usia korban dalam data rekam medis subjek
penelitan
b. Alat ukur : Rekam medis
c. Hasil ukur : 1) 1-10 tahun
2) 11-20 tahun
3) 21-30 tahun
4) 31-40 tahun
5) 41-50 tahun
6) 51-60 tahun
7) 61-70 tahun
8) > 70 tahun
d. Skala ukur: Interval
3.4.3 Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan identitas korban yang dapat digunakan untuk
membedakan korban laki-laki dan perempuan yang tercantum dalam data rekam
medis korban kekerasan tumpul yang masuk Instalasi Gawat Darurat RSUP Dr.
M. Djamil Padang dan dikonsulkan ke bagian Forensik RSUP Dr. M. Djamil
Padang pada tahun 2016.
a. Cara ukur : Melihat jenis kelamin korban dalam data rekam medis
subjek penelitian
b. Alat ukur : Rekam medis
c. Hasil ukur : 1) Laki-laki
2) Perempuan
d. Skala ukur: Nominal
3.4.4 Jenis Luka
Jenis luka adalah suatu gambaran khusus dari rusaknya kesatuan atau
komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak
atau hilang.2 Jenis luka akibat kekerasan tumpul terdiri dari empat jenis yang
tercantum dalam data rekam medis korban kekerasan tumpul yang masuk Instalasi
Gawat Darurat RSUP Dr. M. Djamil Padang dan dikonsulkan ke bagian Forensik
RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2016
a. Cara ukur : Melihat jenis luka korban dalam data rekam medis subjek
penelitian
b. Alat ukur : Rekam medis
c. Hasil ukur : 1) Luka memar
2) Luka lecet
3) Luka terbuka tepi tidak rata
4) Patah tulang
d. Skala ukur: Nominal
3.4.5 Lokasi Luka
Lokasi luka adalah letak dimana terdapat jaringan tubuh yang rusak
berdasarkan regio anatomis luka yang ditemukan yang tercantum dalam data
rekam medis korban kekerasan tumpul yang masuk Instalasi Gawat Darurat RSUP
Dr. M. Djamil Padang dan dikonsulkan ke bagian Forensik RSUP Dr. M. Djamil
Padang pada tahun 2016.14
a. Cara ukur : Melihat lokasi luka pada korban dalam data
rekam medis subjek penelitian
b. Alat ukur : Rekam medis
c. Hasil ukur : 1) Kepala 11) Lengan Bawah
2) Wajah 12) Siku
3) Leher 13) Telapak Tangan
4) Dada 14) Punggung Tangan
5) Perut 15) Tungkai Atas
6) Punggung 16) Tungkai Bawah
7) Pinggang 17) Lutut
8) Genitalia 18) Telapak Kaki
9) Bokong 19) Punggung Kaki
10) Lengan Atas
d. Skala ukur: Nominal
3.5 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan adalah alat tulis (pensil, pena, buku,
penghapus, penggaris, dll), laptop, dan rekam medis bagian Forensik RSUP Dr.
M. Djamil Padang.
3.6 Prosedur Pengambilan Data
Data dikumpulkan dari rekam medis korban kekerasan tumpul yang masuk
ke Instalasi Gawat Darurat RSUP Dr. M. Djamil Padang dan dikonsulkan ke
bagian Forensik RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2016 yang masuk dalam
kriteria inklusi.
3.7 Pengolahan dan Analisis Data
3.7.1 Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan secara manual dan dihitung presentasenya,
kemudian disajikan dalam bentuk tabel frekuensi.
3.7.2 Analisis Data
Analisis data yang dilakukan dengan menggunakan analisis univariat yang
dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian berupa distribusi frekuensi
tiap variabel.
BAB 4
HASIL PENELITIAN

Pada penelitian ini diperoleh data selama satu tahun sebanyak 653 kasus
kekerasan tumpul, diantaranya 622 kecelakaan lalu lintas, 29 kasus penganiayaan,
dan 2 kasus bunuh diri.
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Derajat Perlukaan Akibat Kekerasan
Tumpul di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2016
Klasifikasi Jumlah (%)

Derajat 1 (Satu) 125 (19,1%)

Derajat 2 (Dua) 460 (70,4%)

Derajat 3 (Tiga) 68 (10,4%)

Total 653

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada periode 2016 didapatkan
distribusi derajat perlukaan korban kekerasan tumpul derajat 2 sebanyak 460
orang (70,4%) paling banyak daripada derajat luka 1 sebanyak 125 orang (19,1%)
dan derajat luka 3 sebanyak 68 orang (10,4%).
Terdapat 653 kasus kekerasan tumpul yang menimpa korban dengan
distribusi usia sebagai berikut:
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Usia Korban Perlukaan Akibat Kekerasan
Tumpul di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2016
Usia Derajat 1 (%) Derajat 2 (%) Derajat 3 (%)

1-10 tahun 8 (6,4%) 35 (7,6%) 8 (11,8%)

11-20 tahun 43 (34,4%) 160 (34,8%) 12 (17,6%)

21-30 tahun 41 (32,8%) 90 (19,6%) 10 (14,7%)

31-40 tahun 13 (10,4%) 63 (13,7%) 10 (14,7%)

41-50 tahun 7 (5,6%) 37 (8,0%) 7 (10,3%)

51-60 tahun 8 (6,4%) 44 (9,6%) 6 (8,8%)

61-70 tahun 3 (2,4%) 23 (5%) 11 (16,2%)

>70 tahun 2 (1,6%) 8 (1,7%) 4 (5,9%)


Total 125 460 68

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa korban kekerasan tumpul periode
2016 pada perlukaan derajat 1 terbanyak pada golongan usia 11-20 tahun
sebanyak 43 orang (34,4%), kemudian yang paling sedikit pada golongan usia
lebih dari 70 tahun sebanyak 2 orang (1,6%). Korban kekerasan tumpul periode
2016 pada perlukaan derajat 2 terbanyak pada golongan usia 11-20 tahun
sebanyak 160 orang (34,8%), kemudian yang paling sedikit pada golongan usia
lebih dari 70 tahun sebanyak 8 orang (1,7%). Korban kekerasan tumpul periode
2016 pada perlukaan derajat 3 terbanyak pada golongan usia 11-20 tahun
sebanyak 12 orang (17,6%), kemudian yang paling sedikit pada golongan usia
lebih dari 70 tahun sebanyak 4 orang (5,9%).
Korban kekerasan tumpul periode 2016 dikelompokkan berdasarkan jenis
kelamin dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Korban Perlukaan Akibat
Kekerasan Tumpul di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2016
Jenis Kelamin Derajat 1 (%) Derajat 2 (%) Derajat 3 (%)

Laki-laki 77 (61,6%) 354 (76,9%) 53 (77,9%)

Perempuan 48 (38,4%) 106 (23,0%) 15 (22,0%)

Total 125 460 68

Dari tabel di atas dapat dilihat distribusi korban kekerasan tumpul periode
2016 pada perlukaan derajat 1 yang terbanyak adalah jenis kelamin laki-laki
sebanyak 77 orang (61,6%) diikuti oleh jenis kelamin perempuan sebanyak 48
orang (38,4%). Korban kekerasan tumpul periode 2016 pada perlukaan derajat 2
yang terbanyak adalah jenis kelamin laki-laki sebanyak 354 orang (76,9%) diikuti
oleh jenis kelamin perempuan sebanyak 106 orang (23,0%). Korban kekerasan
tumpul periode 2016 pada perlukaan derajat 3 terbanyak adalah jenis kelamin
laki-laki sebanyak 53 orang (77,9%) diikuti oleh jenis kelamin perempuan
sebanyak 15 orang (22,0%). Dari data di atas didapatkan rasio antara korban laki-
laki dan perempuan pada perlukaan derajat 1 yaitu 77 : 48 , pada perlukaan derajat
2 yaitu 177 : 53 , dan pada perlukaan derajat 3 yaitu 53 : 15.
Korban kekerasan tumpul periode 2016 mempunyai pola luka, dengan
distribusi sebagai berikut:
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Jenis Luka Pada Korban Kekerasan Tumpul
di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2016
Jenis Luka Derajat 1 (%) Derajat 2 (%) Derajat 3 (%)

Memar 71 (56,8%) 325 (70,6%) 58 (85,3%)

Lecet 115 (92%) 420 (91,3%) 62 (91,2%)

Terbuka Tepi Tidak Rata 21 (16,8%) 360 (78,3%) 48 (70,6%)

Patah Tulang 0 (0%) 247 (53,7%) 38 (55,9%)

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jenis luka terbanyak untuk perlukaan
derajat 1 adalah luka lecet (92%) dan jenis luka yang paling sedikit adalah luka
terbuka tepi tidak rata (16,8%).
Jenis luka terbanyak untuk perlukaan derajat 2 adalah luka lecet (91,3%)
dan jenis luka yang paling sedikit adalah patah tulang (53,7%).
Jenis luka terbanyak untuk perlukaan derajat 3 adalah luka lecet (91,2%)
dan jenis luka paling sedikit adalah patah tulang (55,9%).
Korban kekerasan tumpul periode 2016 mempunyai distribusi lokasi luka
dengan distribusi sebagai berikut:
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Lokasi Luka Pada Korban Kekerasan
Tumpul di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2016
Lokasi Luka Derajat 1 (%) Derajat 2 (%) Derajat 3 (%)

Kepala 25 (20%) 184 (40%) 47 (69,1%)

Wajah 72 (57,6%) 302 (65,6%) 47 (69,1%)

Leher 1 (0,8%) 22 (4,8%) 2 (2,9%)

Dada 5 (4%) 63 (13,7%) 10 (14,7%)

Perut 8 (6,4%) 27 (5,9%) 10 (14,7%)

Punggung 9 (7,2%) 15 (3,3%) 6 (8,8%)

Pinggang 3 (2,4%) 21 (4,6%) 1 (1,5%)

Panggul 0 (0%) 10 (2,2%) 0 (0%)


Genitalia 1 (0,8%) 2 (0,4%) 0 (0%)

Bokong 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)

Lengan Atas 20 (16%) 94 (20,4%) 25 (36,8%)

Lengan Bawah 33 (26,4%) 177 (38,5%) 25 (36,8%)

Siku 15 (12%) 56 (12,2%) 6 (8,8%)

Telapak Tangan 9 (7,2%) 29 (6,3%) 0 (0%)

Punggung 30 (24%) 154 (33,5%) 22 (32,3%)


Tangan

Tungkai Atas
17 (13,6%) 80 (17,4%) 9 (13,2%)
Tungkai Bawah
40 (32%) 190 (41,3%) 35 (51,5%)
Lutut
38 (30,4%) 127 (27,6%) 14 (20,6%)
Punggung Kaki
29 (23,2%) 121 (26,3%) 21 (30,9%)
Telapak Kaki
2 (1,6%) 21 (4,6%) 2 (2,9%)

Dari tabel di atas didapatkan lokasi luka terbanyak pada perlukaan derajat
1 adalah pada bagian wajah yaitu sebesar 57,6%. Lokasi luka yang paling sedikit
pada perlukaan derajat 1 adalah pada bagian leher dan genitalia yaitu sebesar
0,8%.
Lokasi luka terbanyak pada perlukaan derajat 2 adalah pada bagian wajah
yaitu sebesar 65,6%. Lokasi luka yang paling sedikit pada perlukaan derajat 2
adalah pada bagian genitalia yaitu sebesar 0,4%.
Lokasi luka terbanyak pada perlukaan derajat 3 adalah pada bagian kepala
dan wajah yaitu sebesar 69,1%. Lokasi luka yang paling sedikit pada perlukaan
derajat 3 adalah pada bagian pinggang yaitu sebesar 1,5%.
BAB 5
PEMBAHASAN

5.1 Distribusi Frekuensi Derajat Perlukaan Korban Kekerasan Tumpul


Hasil penelitian yang dilakukan di bagian Forensik RSUP Dr. M. Djamil
Padang pada tahun 2016 yang diambil dari data rekam medis korban kekerasan
tumpul tahun 2016 didapatkan bahwa korban perlukaan akibat kekerasan tumpul
derajat 2 paling banyak daripada korban perlukaan akibat kekerasan tumpul
derajat 1 dan derajat 3 dengan perbandingan persentase 70,4% berbanding 19,1%
berbanding 10,4%. Menurut peneliti, penyebab lebih dominannya derajat 2 pada
kasus kekerasan tumpul adalah karena korban kekerasan tumpul pada tahun 2016
sebanyak 94% adalah kecelakaan lalu lintas yang dapat menyebabkan luka pada
bagian-bagian tubuh yang penting untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari.
Luka pada korban kecelakaan lalu lintas yaitu pada pejalan kaki dan pengendara
sepeda motor dapat timbul sebagai akibat benturan pertama, benturan kedua, dan
luka sekunder (akibat benturan dengan obyek lain, misalnya jalan) yang bisa
meningkatkan derajat luka menjadi luka derajat sedang.2
Bebeda dari hasil penelitian dari Dedi Afandi (2014) tentang total luas luka
sebagai indikator penentuan derajat luka pada kasus medikolegal yang dilakukan
di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Bhayangkara Polda Riau pada tahun
2011-2013 dinyatakan bahwa sebanyak 507 sampel (89,4 %) adalah luka derajat
ringan (derajat 1) dan 69 sampel (10,6 %) merupakan luka derajat sedang (derajat
2). Hal ini disebabkan adanya perbedaan pada bagian metode penelitian, pada
penelitian Dedi Afandi (2014) kriteria inklusi hanya untuk luka lecet dan luka
memar, sedangkan kriteria eksklusi adalah luka terbuka tepi tidak rata. Pada
umumnya dokter spesialis forensik sepakat apabila terdapat luka terbuka dan
membutuhkan perawatan luka, maka dapat digolongkan ke dalam luka derajat
sedang (derajat 2).28 Selain itu, RSUP. Dr. M. Djamil Padang merupakan rumah
sakit rujukan, sehingga kasus-kasus perlukaan yang membutuhkan penanganan
lebih lanjut dirujuk ke RSUP Dr. M. Djamil Padang. Hal itulah yang
menyebabkan pada hasil penelitian Dedi Afandy luka derajat ringan (derajat 1)
lebih banyak daripada luka derajat sedang (derajat 2).
5.2 Distribusi Frekuensi Usia Korban Perlukaan Akibat Kekerasan
Tumpul
Berdasarkan kelompok usia korban kekerasan tumpul derajat 1, 2, dan 3
banyak terjadi pada rentang usia 11-20 tahun. Korban kekerasan tumpul yang
94% terjadi akibat kecelakaan lalu lintas lebih banyak pada golongan usia 11-20
tahun disebabkan oleh usia ini adalah usia manusia beraktifitas secara aktif dan
produktif yang mengharuskan seseorang berpindah tempat dari satu area ke area
yang lainnya dengan cepat, misalnya sekolah atau bermain, hal inilah yang
menyebabkan resiko menjadi korban kekerasan tumpul khususnya korban
kecelakaan lalu lintas meningkat. Usia <18 tahun adalah usia anak-anak, usia
anak-anak adalah usia untuk mencari jati diri dan mencoba hal yang baru, oleh
sebab itu sudah banyak anak-anak yang mengedarai kendaraan saat ini, kemudian
kurangnya perhatian dari orang tua juga bisa meningkatkan faktor menjadi korban
kekerasan tumpul meningkat.
Hasil penelitian ini berkaitan dengan data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2013 tentang korban kekerasan baik tumpul maupun tajam yang
menyebutkan bahwa korban kekerasan tumpul banyak terjadi pada usia produktif
yaitu usia 15-24 tahun.8 Penelitian dari Fikri (2016) tentang korban kecelakaan
lalu lintas pada pejalan kaki dan pengendara sepeda motor menyatakan bahwa
korban kecelakaan pada pengendara sepeda motor yang masuk ke RSUP Dr. M.
Djamil Padang pada tahun 2015 banyak pada golongan usia 11-20 tahun dengan
persentase 39,4% dari total kasus.26 Menurut penelitian dari Ridho Maulana
(2014) tentang kualitas visum et repertum di RSUD Dumai pada tahun 2008-2012
menyatakan bahwa persentase tertinggi korban kekerasan tumpul yaitu pada
rentang usia < 18 tahun sebesar 33,1%, menurut Undang-Undang Nomor 23 tahun
2002 tentang perlindungan anak, kelompok usia <18 tahun adalah usia yang
termasuk dalam kategori anak, pada umumnya anak-anak memiliki sifat rasa ingin
tahu yang tinggi, suka berimajinasi dan berfantasi terhadap yang mereka lihat dan
dengar dari lingkungan sekitar, hal tersebut terlihat dari perkembangan motorik
fisik anak usia <18 tahun seperti berlari, berjalan, melompat, menarik dan
memukul.29
5.3 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Korban Perlukaan Akibat
Kekerasan Tumpul
Penelitian ini menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak mengalami
kekerasan tumpul dibandingkan dengan perempuan. Hasil penelitian ini
didapatkan rasio antara korban laki-laki dan perempuan pada perlukaan derajat 1
yaitu 77 : 48 , pada perlukaan derajat 2 yaitu 177 : 53 , dan pada perlukaan derajat
3 yaitu 53 : 15. Menurut peneliti, hal ini disebabkan oleh kebiasaan laki-laki yang
lebih sering berada di luar rumah dan memiliki mobilitas yang tinggi
dibandingkan dengan perempuan, misalnya untuk bekerja memenuhi kebutuhan
hidup. Selain itu, laki-laki lebih cenderung melanggar peraturan lalu lintas
dibandingkan dengan perempuan yang lebih cenderung menaati peraturan lalu
lintas, hal itulah yang menyebabkan laki-laki lebih rentan mengalami luka ringan,
sedang, atau berat dibandingkan dengan perempuan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan data dari Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2013 tentang korban kekerasan baik kekerasan tumpul atau tajam
yang menyebutkan bahwa laki-laki lebih sering mengalami kekerasan daripada
perempuan.8 Penelitian dari Reflus (2014) menyatakan bahwa dari 48 kasus
kecelakaan lalu lintas yang masuk ke RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2013
persentase korban laki-laki 75% lebih banyak daripada perempuan dengan
persentase 25%.27 Hasil penelitian yang sama didapatkan pada penelitian Wilda
Septi (2014) tentang gambaran visum et repertum di RSUD Kuantan Singingi
pada tahun 2009-2013, menyatakan bahwa laki-laki merupakan kelompok jenis
kelamin terbanyak yang menjadi korban kekerasan tumpul yaitu sebesar 61,7%
dari total kasus, hal ini disebabkan karena gen Sex Determining Region Y (SRY)
yang dimiliki laki-laki dapat mempengaruhi agresifitasnya dalam keadaan stress
sehingga laki-laki lebih agresif dibandingkan perempuan dan sifat agresif yang
dimiliki laki-laki selalu lebih berkompetitif dibandingkan perempuan, hal ini
menyebabkan laki-laki lebih sering melakukan kejahatan dan kemungkinan besar
mereka juga menjadi korban dari kejahatan tersebut.30 Penelitian dari Ridho
Maulana (2014) juga menyebutkan kelompok jenis kelamin laki-laki merupakan
kelompok jenis kelamin terbanyak yang menjadi korban kekerasan tumpul yaitu
sebanyak 78,9% dari total kasus.29
5.4 Distribusi Frekuensi Jenis Luka Pada Korban Kekerasan Tumpul
Jenis luka yang paling banyak ditemukan pada korban kekerasan tumpul
derajat 1, derajat 2, dan derajat 3 dalam penelitian ini adalah luka lecet dengan
persentase masing-masing 92%, 91,3%, dan 91,2%. Jenis luka yang paling sedikit
ditemukan pada perlukaan derajat 1 adalah luka terbuka tepi tidak rata dengan
persentase 16,8% , sedangkan pada perlukaan derajat 2 dan derajat 3 adalah patah
tulang dengan persentase masing-masing 53,7% dan 55,9%. Menurut peneliti,
luka lecet paling banyak ditemukan pada korban kekerasan tumpul derajat 1,
derajat 2, dan derajat 3 khususnya pada korban kecelakaan lalu lintas karena pada
saat korban terjatuh ke aspal, biasanya korban akan terseret akibat gaya tolak,
gesekan antara aspal, baju, dan kulit sehingga akan menghasilkan luka lecet pada
bagian tubuh yang berkontak langsung. Untuk kasus perlukaan derajat 3 banyak
ditemukan luka lecet karena pada penelitian ini tidak mencantumkan variabel
pemeriksaan penunjangnya seperti CT-scan kepala, padahal dari hasil
pemeriksaan CT-scan kepala pada sebagian besar kasus perlukaan terlihat adanya
perdarahan subdural yang membahayakan nyawa, namun pada bagian luar terlihat
hanya sebagai luka lecet.
Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Fikri (2016) tentang korban
kecelakaan lalu lintas pada pejalan kaki dan pengendara sepeda motor di RSUP
Dr. M. Djamil tahun 2015, jenis luka yang banyak ditemukan pada pejalan kaki
dan pengendara sepeda motor adalah luka lecet dengan persentase 86,3%.26 Hasil
penelitian dari Reflus (2014) tentang korban kecelakaan lalu lintas yang masuk ke
RSUP Dr. M. Djamil tahun 2013 didapatkan luka yang paling banyak ditemukan
pada korban kecelakaan lalu lintas adalah luka lecet dengan persentase 49,57%.27
Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menyatakan bahwa jenis luka
terbanyak yang dialami penduduk akibat kekerasan tumpul adalah luka lecet
dengan persentase 70,9%.8 Kejadian ini terjadi disebabkan karena luka lecet
adalah luka yang paling mudah terjadi dibandingkan luka lainnya.9
5.5 Distribusi Frekuensi Lokasi Luka Pada Korban Kekerasan Tumpul
Lokasi luka pada korban kekerasan tumpul terbanyak pada penelitian ini
yaitu perlukaan derajat 1 dan derajat 2 pada bagian wajah yaitu sebesar 57,6% dan
65,65 , sedangkan pada perlukaan derajat tiga lokasi luka terbanyak pada bagian
kepala dan wajah dengan persentase 69,1%. Lokasi luka yang paling sedikit pada
perlukaan derajat 1 adalah pada bagian leher dan genitalia yaitu sebesar 0,8% ,
pada perlukaan derajat 2 adalah pada bagian genitalia yaitu sebesar 0,4% , dan
pada perlukaan derajat 3 adalah pada bagian pinggang yaitu sebesar 1,5%.
Lokasi luka terbanyak pada korban kekerasan tumpul derajat 1 dan 2
adalah wajah, hal ini disebabkan kurangnya kesadaran para pengguna kendaraan
khususnya pengendara sepeda motor untuk menggunakan helm, sehingga pada
saat terjadi kecelakaan lalu lintas akan mendapatkan cedera baik di kepala
maupun di wajah saat berkontak dengan unsur-unsur yang ada di jalan raya.
Lokasi luka terbanyak pada korban kekerasan tumpul derajat 3 yaitu di bagian
kepala karena derajat 3 artinya luka yang menyebabkan bahaya maut dan kepala
merupakan organ vital yang sangat berpengaruh mengatur regulasi tubuh,
sehingga apabila terjadi cedera pada kepala maka bisa meningkatkan risiko
menyebabkan bahaya maut. Lokasi luka pada ekstremitas juga sering ditemukan
pada korban kekerasan tumpul karena kurangnya kesadaran pengguna kendaraan
di jalan raya untuk menggunakan alat pelindung diri seperti jaket, celana panjang,
dan sepatu.
Berdasarkan hasil penelitian dari Fikri (2016) tentang korban kecelakaan
lalu lintas pada pejalan kaki dan pengendara sepeda motor yang masuk RSUP Dr.
M. Djamil tahun 2015, disebutkan bahwa lokasi luka yang paling sering terjadi
pada pejalan kaki dan pengendara sepeda motor adalah bagian wajah dengan
persentase 71,9% dan 63,5% dari total kasus.26 Penelitian dari Reflus (2014)
menyatakan bahwa lokasi luka terbanyak pada korban kecelakaan lalu lintas pada
tahun 2013 ditemukan pada bagian kepala sebanyak 92 luka (26,36%), hal ini
disebabkan karena kepala merupakan organ vital sehingga saat didapatkan luka
pada kepala sering berakibat fatal atau terjadi kematian.27 Berbeda dengan hasil
penelitian dari Steward (2013) yang dilakukan di USA tentang luka akibat
kekerasan di negara berkembang, menyatakan bahwa ekstremitas adalah bagian
yang paling sering terkena kekerasan pada semua kelompok usia, laki-laki
maupun perempuan karena pada korban kecelakaan lalu lintas yang biasanya
terkena adalah bagian terendah pada tubuh atau bahkan tangan.6
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Distribusi frekuensi derajat luka terbanyak pada korban kekerasan
tumpul yaitu derajat luka 2.
2. Kelompok usia terbanyak yang mengalami kekerasan tumpul baik
derajat 1, derajat 2, dan derajat 3 yaitu kelompok usia remaja 11-20
tahun.
3. Korban kekerasan tumpul pada laki-laki lebih banyak daripada
perempuan.
4. Jenis luka terbanyak yang ditemukan pada tubuh korban kekerasan
tumpul baik derajat 1, derajat 2, dan derajat 3 adalah luka lecet.
5. Lokasi luka terbanyak pada tubuh korban kekerasan tumpul baik pada
derajat 1, derajat 2, dan derajat 3 yaitu pada bagian wajah.
6.2 Saran
1. Melanjutkan penelitian dengan menambahkan variabel mengenai
mekanisme terjadinya kekerasan tumpul sehingga hasil penelitian akan
lebih baik.
2. Menambahkan variabel untuk pemeriksaan penunjang pada kasus
perlukaan akibat kekerasan tumpul, sehingga penampakan luka bisa
terlihat dari luar dan dari dalam.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ferdinan J dan Mistar Ritongga. Penilaian Alur Luka untuk Menentukan
Penyebab Kematian. Medan: Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, RSUP H.
Adam Malik Medan. 2012.
2. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Winardi T, Abdul Mun’im,
Sidhi, et.al. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. 1997.
3. Mason JK and Purdue BN. The Pathology of Trauma. London: Arnold
Publisher. 1999.
4. WHO. 10 Facts About Violence Prevention. 2017.
http://www.who.int/features/factfiles/violence/en/ Diakses pada 25
Oktober 2017
5. Vugt RV, Frederik K, Digna K, Jaap D, Michael E. Selective Computed
Tomography (CT) Versus Routine Thoracoabdominal CT for High-Energy
Blunt-Trauma Patients. Netherlands:John Wiley & Sons,Ltd. 2013.
6. Steward KA, Groen RS, Kamara TB, Farahzard M, Samai M, Yambasu
SE, et.al. Traumatic Injury in Developing Countries : Report From a
Nationwide Cross-Sectional Survey of Sierra Leone. USA: JAMA Surg.
2013.
7. WHO. The Top 10 Causes of death. 2015.
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs310/en/index1.html. Diakses
pada 25 Oktober 2017
8. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI. 2013.
https://www.depkes.go.id/resources/download/general/HasilRiskesdas201
3.pdf. Diakses pada 25 Oktober 2017.
9. Knight B and Saukko P.Knight’s Forensic Pathology Fourth Edition.
Florida:CRS Press.2016.h.138.
10. DiMaio VJ and DiMaio D. Forensic Pathology. Florida: CRC Press LLC.
2001.h.109-125.
11. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
12. Susanti, R dan Hidayat, T. Ilmu Kedokteran Forensik. Padang: Bagian
Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas. 2013.
13. Sampurna B, Syamsu Z dan Siswaja TD. Peranan Ilmu Kedokteran
Forensik dalam Penegakan Hukum. Jakarta: Pustaka Dwipar. 2005.
14. Idries, AM. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses
Penyidikan. Jakarta: Sagung Seto.
15. WHO. World Health Statistics 2008. 2008.
http://www.who.int/whosis/whostat/2008/en/index.html. Diakses pada
tanggal 2 November 2017.
16. Almahmoud K, Namas RA, Malak OA, Zaaqoq AM, Zamora R,
Zuckerbraun BS, et.al. Impact of Injury Severity on Dynamic
InflammationNetworks Following Blunt Trauma. Pittsburgh: HHS Public
Access. 2015.
17. Luthfia T, Mirza Fitri, Khairulanwar. Aspek Medikolegal Korban Mati
Akibat Trauma Benda Tumpul. Malang: Laboratorium Ilmu Kedokteran
Forensik, RSU dr. Saiful Anwar Malang. Hal 9. 2013.
18. Sumardjono. Perbandingan Skala Keluaran Glasgow pada Contusio
Serebri disertai Cedera Kepala Berat Antara Tidakan Craniektomi
Dekompresi dengan Konservatif. Semarang: Bagian Ilmu Bedah Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro, RSUP Dr. Kariadi Semarang. Hal 1.
2004.
19. Usmanto A. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Prognosis pada
Subdural Hematoma Akut. Semarang: Bagian Bedah Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro, SMF Bedah RS Dr. Kariadi. Hal 1. 2004.
20. Herlambang PM. Mekanisme Biomolekular Luka Memar. Surakarta:
Kepaniteraan Klinik Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran UNS,
RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Hal 6. 2008.
21. Payne-James Z, Jones R, Karch SB and Manlove J. Simpson’s Forensic
Medicine. London: Hodder Arnold. 2011.h.84.
22. Batalis NI. Forensic Autopsy of Blunt Force Trauma. USA: Pathology and
Laboratory Medicine, Medica University of South Carolina. 2016.
https://emedicine.medscape.com/article/1680107-overview#a1. Diakses
pada tanggal 4 November 2017.
23. Shkrum MJ and Ramsay DA. Forensic Pathology of Trauma. India:
Humana Press. 2007.
24. Satyo, AC. Aspek Medikolegal Luka Pada Forensik Klinik. Medan:
Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara, RSUP H. Adam Malik Medan.
2006.
25. Rahmawati, M.L.A. Hubungan Antara Usia dengan Prevalensi Dugaan
Mati Mendadak. Skripsi. Surakarta:Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret. 2010.
26. Fikri I. Gambaran Pola Luka Korban Kecelakaan Lalu Lintas pada
Pejalan Kaki dan Pengendara Sepeda Motor di RSUP Dr. M. Djamil
Periode 2015. Padang, Universitas Andalas. Skripsi. 2016.
27. Refluz RZ. Gambaran Pola Luka pada Pemeriksaan Luar Korban
Kecelakaan Lalu Lintas di Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal RSUP Dr. M. Djamil Padang Periode Januari-Desember
2013. Padang, Universitas Andalas. Skripsi. 2014.
28. Afandi, D. Total Luas Luka Sebagai Indikator Penentuan Derajat Luka
pada Kasus Medikolegal. Riau:Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal, Fakultas Kedokteran Universitas Riau. 2014.
29. Maulana, R. Kualitas Visum et Repertum Perlukaan di Rumah Sakit
Umum Daerah Dumai Periode 1 Januari 2008 – 31 Desember 2012. Riau,
Fakultas Kedokteran Universitas Riau. Skripsi. 2014.
30. Septi, W. Gambaran Visum et Repertum Perlukaan di Rumah Sakit Umum
Daerah Kuantan Singingi Periode 1 Januari 2009 – 31 Desember 2013.
Riau, Fakultas Kedokteran Universitas Riau. Skripsi. 2014.
Lampiran 1 : Surat Izin Penelitian
Lampiran 2 : Ethical Clearance
Lampiran 3 : Master Table

Anda mungkin juga menyukai