Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH BEDAH SARAF

PENGARUH WORK FROM HOME TERHADAP KESEHATAN MATA:


COMPUTER VISION SYNDROME

Disusun oleh:

Siti Utari Handayani (130100100) Hubert Halim (190131071)


Dandy Daffa Anwar (190131039) Lintong Mawar Siregar (190131087)
Diajeng Putri Dewanti (190131042) Nurul Atiqah binti Ramlan
(190131131)
Nicholas Davis (190131121) Yuni Ruth Artha Silalahi (190131191)
Vincent Alexander (190131183) Wilbert Joe (190131202)
Mufidah Khalishah Moeza (190131205)

Pembimbing:

Dr.dr. Andre M. Siahaan, M.Ked, SpBS

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

DEPARTEMEN BEDAH SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN
2021
I. COVID - 19 dan WFH

Coronavirus disease 2019 (COVID-19) merupakan penyakit infeksi saluran


pernapasan yang disebabkan oleh severe acute respiratory syndrome virus corona
2 (SARS-CoV-2), atau sering disebut virus Corona. Transmisi virus antar manusia
melalui droplet yang disebarkan baik secara langsung maupun tidak langsung dari
permukaan benda yang terkontaminasi. Virus ini merupakan patogen zoonotik yang
memiliki tingkat mutasi tinggi, dan dapat menetap pada manusia dan binatang dengan
presentasi klinis beragam, mulai dari asimptomatik, gejala ringan sampai berat,
sampai kematian.
Secara global, Kasus COVID-19 pertama kali ditemukan pada Desember 2019 di
Kota Wuhan Cina. Setelah itu, virus SARS-Cov-2 menyebar ke seluruh bagian negara
Cina dalam waktu beberapa minggu, dan ke negara lain dalam waktu beberapa bulan.
Epidemiologi COVID-19 telah ditetapkan sebagai pandemi global pada tanggal 11
Maret 2020 oleh WHO. Sampai pada bulan Juli 2021, COVID-19 sudah ditemukan di
216 negara, dengan total terkonfirmasi lebih dari 190.000.000 kasus. Amerika Serikat
merupakan negara dengan kasus COVID-19 terbanyak, yaitu lebih dari 33.000.000
kasus kumulatif. Diikuti dengan negara India sekitar 31.000.000 kasus dan Brazil
sekitar 19.000.000 kasus.
Kasus terkonfirmasi COVID-19 pertama di Indonesia dilaporkan pada tanggal 2
Maret 2020, dengan jumlah pasien 2 orang. Sampai bulan Juli 2021, COVID-19 di
Indonesia sudah mendekati 3.000.000 kasus konfirmasi dan menempati peringkat ke
14 total kumulatif kasus COVID-19 di dunia. Pemerintah Indonesia pun telah
mengambil kebijakan untuk membatasi berbagai kegiatan pada saat pandemi dengan
menerapkan proses bekerja dari rumah (work from home) maupun belajar dari rumah
(study from home) guna pencegahan penyebaran virus COVID-19 lebih lanjut.
Perubahan kebiasaan kerja pada pandemi Covid-19 mengharuskan setiap
orang untuk memaksimalkan penggunaan perangkat modern/ teknologi yang lebih
maju seperti smartphone, laptop, maupun komputer. Teknologi telah menjadi satu-
satunya alat bagi orang untuk berinteraksi, berkomunikasi, dan melanjutkan tanggung
jawabnya. Interaksi manusia telah menjadi virtual dalam bentuk pertemuan online,
audio, konferensi video, kegiatan rekreasi seperti game online, blogging, jejaring
sosial yang mengakibatkan lonjakan pesat dalam peningkatan digitalisasi di setiap
aspek kehidupan manusia. Hal ini telah menciptakan lonjakan besar dalam waktu
eksposur ke layar seluler dan lainnya.
Peningkatan penggunaan perangkat digital merupakan predisposisi untuk berbagai
masalah kesehatan yang tidak hanya terbatas pada masalah visual tetapi juga
mencakup berbagai masalah muskuloskeletal, yang secara kolektif dikenal sebagai
digital eye syndrome (DES) atau computer vision syndrome (CVS). American
Optometric Association (AOA) mendefinisikan CVS/DES sebagai kumpulan
gangguan mata yang berkaitan dengan penggunaan gawai. Gejala CVS/DES dapat
meliputi sakit kepala, mata lelah, mata kering, mata mudah berair, dan mata merah.
Selain itu, penglihatan buram, penglihatan ganda, dan rasa tidak nyaman di daerah
leher atau bahu juga menjadi gejala CVS/DES.

II. COMPUTER VISION SYNDROME

EPIDEMIOLOGI COMPUTER VISION SYNDROME

Pandemi COVID-19 berpengaruh besar terhadap berbagai sektor, termasuk sektor


pendidikan. Semua sekolah dan perguruan tinggi hampir di semua negara yang
terdampak COVID-19 termasuk Indonesia memberlakukan kebijakan pembelajaran
dari rumah atau pembelajaran jarak jauh (PJJ). Sekitar 70% pengguna komputer di
seluruh dunia dilaporkan memiliki masalah kesehatan pada mata dan hampir 90%
anak di Amerika Serikat menggunakan komputer di rumah dan di sekolah setiap hari.
Penderita Computer Vision Syndrome (CVS) diperkirakan hampir 60 juta orang
secara global dan sekitar satu juta kasus baru terjadi setiap tahun. Kasus CVS
mempengaruhi sekitar 90% orang yang menghabiskan waktu 3 jam atau lebih di
depan komputer. Sebanyak 75 persen orang yang menggunakan dua atau lebih
perangkat secara bersamaan melaporkan mengalami gejala CVS dibandingkan 53
persen orang yang hanya menggunakan satu perangkat dalam satu waktu dan
sebanyak 73% orang berusia 20-an melaporkan gejala.
Computer Vision Syndrome dilaporkan memiliki prevalensi lebih besar pada laki-
laki dibandingkan perempuan. Laki-laki memiliki risiko lebih tinggi untuk
mengalami gejala seperti mata merah, rasa panas pada mata, penglihatan kabur, dan
mata kering dibandingkan gejala sakit kepala, sakit pada leher, dan sakit pada bahu
yang dialami oleh perempuan. Hasil berbeda didapatkan dari penelitian oleh
Shantakumari yang menyatakan jenis kelamin perempuan memiliki risiko lebih tinggi
untuk mengalami gejala CVS, yaitu sakit kepala dan penglihatan kabur. Penelitian
oleh Rahman dan Sanip (2014) menyebutkan bahwa perempuan memiliki risiko 2,69
kali lebih tinggi untuk terkena CVS dibandingkan laki-laki.
Usia sebetulnya tidak berhubungan secara signifikan dengan kejadian CVS
namun dari penelitian didapatkan data prevalensi CVS pada subyek berusia kurang
dari 20 tahun adalah sebesar 58%. Namun, penelitian lain menyebutkan bahwa usia
lebih dari 40 tahun berpotensi lebih tinggi untuk mengalami keluhan CVS disebabkan
oleh terjadinya perubahan anatomi dan penurunan fungsi tubuh akibat proses
penuaan.
Prevalensi dan gejala CVS banyak ditemukan pada kalangan pekerja. Hasil
penelitian Gowrisankaran (2015), melaporkan bahwa 64-90% pekerja yang
menggunakan komputer mengalami CVS. Hal ini juga dilaporkan oleh Sa EC et al.
(2012), bahwa pekerja operator di Sao Paulo, Brasil mengalami CVS sebanyak
54,6%.10 Selain dikalangan pekerja, CVS juga banyak ditemukan dikalangan
mahasiswa. Hasil penelitian Abudawood (2020) prevalensi CVS diantara mahasiswa
kedokteran di Saudi Arabia sebanyak 95% dan melaporkan setidaknya satu gejala
selama belajar menggunakan komputer. Gejala yang sering dilaporkan adalah mata
perih, nyeri leher, nyeri bahu, dan nyeri punggung sedangkan, menurut hasil
penelitian Logaraj et al. (2014), prevalensi CVS diantara mahasiswa kedokteran
ditemukan 78,6%. Mahasiswa yang menggunakan komputer selama 4-6 jam secara
signifikan lebih berisiko mengalami kemerahan, sensasi terbakar, dan mata kering
dibandingkan dengan mereka yang menggunakan komputer kurang dari 4 jam.

FAKTOR RESIKO COMPUTER VISION SYNDROME

Adapun faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya CVS meliputi factor


individu/pekerja seperti jenis kelamin, durasi bekerja di depan computer, durasi
istirahat setelah menggunakan computer, penggunaan kacamata, penggunaan lensa
kontak, jarak pandang, sudut pandang terhadap computer, kelainan refraksi, usia,
perilaku yang berisiko, faktor keturunan, lama kerja, kurangnya kedipan, penggunaan
lensa kontak, adanya penyakit sistemik dan penggunaan obat-obatan; faktor dari luar
individu seperti pencahayaan yang tidak sesuai, cahaya yang silau, ukuran objek dari
layar monitor yang sulit dibaca, kelembaban ambient rendah, pengaturan pendingin
udara atau penggunaan kipas ventilasi, dan pola istirahat mata.

GEJALA COMPUTER VISION SYNDROME

Gejala CVS dikategorikan menjadi empat kategori:


1. Gejala astenopia
Gejala astenopia terdiri dari mata lelah, mata tegang, mata terasa sakit, mata
kering, dan nyeri kepala. Beberapa penelitian menyatakan bahwa mata lelah menjadi
salah satu gejala dominan dari CVS, di antaranya penelitian oleh Bhanderi et al.
terhadap operator komputer di NCR Delhi yang menyatakan 46,3% responden
mengalami mata lelah dengan kejadian lebih banyak pada perempuan meskipun tidak
terdapat perbedaan yang bermakna. Kejadian mata lelah berasosiasi secara signifikan
dengan usia saat menggunakan komputer, adanya kelainan refraksi, jarak penglihatan,
posisi layar monitor terhadap mata, penggunaan layar antiglare, dan penyesuaian
terhadap kontras dan kecerahan layar monitor.
Hasil penelitian terhadap pengguna komputer di Universitas Benin, Nigeria
oleh Chiemeke et al. melaporkan bahwa 42,7% responden mengalami mata tegang,
22 responden yang mengeluhkan hal tersebut bekerja selama lebih dari 8 jam sehari
di depan komputer dengan jarak penglihatan kurang dari 10 inci (25,4 cm) dan sudut
penglihatan sebesar 150-300. The International Headache Society mengemukakan
ada beberapa tipe nyeri kepala, salah satunya adalah nyeri kepala tipe tegang yang
sering dialami pekerja komputer. Nyeri kepala sering muncul di daerah kepala bagian
frontal, timbul menjelang tengah dan atau akhir hari, jarang muncul di pagi hari, dan
dalam pola yang berbeda pada hari libur dibandingkan hari kerja.
Mata tegang atau eyestrain didefinisikan sebagai keluhan subjektif pengguna
komputer berupa rasa tidak nyaman, rasa sakit, dan/atau rasa iritasi pada penglihatan.
Gejala mata tegang adalah gejala CVS yang paling sering dilaporkan. Mata tegang
timbul ketika beban visual untuk melakukan fungsi akomodasi dan konvergensi
melebihi kemampuan visual normal saat penggunaan komputer.
Sindrom mata kering diakibatkan oleh berkurangnya kualitas dan kuantitas air
mata untuk melembabkan, membersihkan, dan melindungi mata saat mata melakukan
refleks berkedip. Saat air mata berkurang, mata dapat merasakan hal seperti
permukaan mata yang kasar. Selanjutnya hal ini menyebabkan keluhan lain, seperti
rasa gatal dan rasa panas pada mata, rasa tidak nyaman saat menggunakan kacamata,
meningkatkan sensitivitas terhadap cahaya, dan bahkan penglihatan kabur.
2. Gejala yang berkaitan dengan permukaan okuler
Gejalanya berupa mata berair, mata teriritasi, dan akibat penggunaan lensa
kontak. Studi oleh Talwar et al. tentang keluhan penglihatan dan muskuloskeletal
pada pekerja komputer di Delhi melaporkan bahwa kejadian mata berair (23,2%)
lebih tinggi dari pada mata teriritasi (18,6%), berbeda dengan hasil penelitian Das et
al. yang mendapatkan bahwa kejadian mata teriritasi lebih tinggi daripada mata berair
meskipun perbedaannya tidak signifikan. Kedua hasil penelitian tersebut bertolak
belakang, namun ternyata Das et al. dan Talwar et al. mendapatkan hasil yang sama
tentang penyebab kejadian mata berair dan mata teriritasi, yaitu pantulan cahaya dan
bayangan yang terbentuk pada monitor.13 Penyebab terjadinya mata berair selama
penggunaan komputer, yaitu refleks yang ditimbulkan akibat mata kering. Permukaan
mata yang kering akan merangsang nervus kranial 5 dan 7 untuk memproduksi air
mata yang lebih banyak dengan komposisi yang berbeda dengan air mata normal,
yaitu memiliki lebih banyak kandungan air dibandingkan musin untuk fungsi
lubrikasi sehingga tidak dapat mengontrol mata kering namun meningkatkan refleks
produksi air mata.
3. Gejala visual
Gejala visual terdiri dari penglihatan kabur, penglihatan ganda, presbiopia,
kesulitan dalam memfokuskan penglihatan. Penglihatan kabur merupakan gejala yang
banyak dikeluhkan oleh pekerja komputer. Pernyataan tersebut didukung oleh hasil
penelitian dari Chiemeke et al. berupa 45,7% responden mengeluhkan hal tersebut,
namun keluhan yang dirasakan bukan merupakan suatu keluhan yang berat.
Presbiopia merupakan suatu keadaan akibat berkurangnya kemampuan akomodasi
lensa dan pada umumnya dialami oleh seseorang yang telah berusia 40 tahun.
Pekerjaan dengan menggunakan komputer dapat menyebabkan presbiopia muncul
pada usia lebih muda karena terjadi perubahan kemampuan akomodasi yang berusaha
menyesuaikan kebutuhan melihat monitor dalam jarak dekat.
Gejala visual yang lain adalah kesulitan dalam memfokuskan penglihatan,
yang menurut hasil penelitian oleh Cabrera et al., prevalensinya cukup tinggi
(45,1%). Gejala tersebut berkorelasi sangat kuat dengan lama bekerja di depan
komputer sehari dan lama bekerja di kantor.
4. Gejala ekstraokuler
Gejala ekstraokuler terdiri dari nyeri bahu, nyeri leher, dan nyeri punggung.
Studi oleh Talwar et al. mengenai kelainan visual dan muskuloskeletal pada pekerja
komputer mendapatkan gejala muskuloskeletal, seperti : nyeri leher, yang merupakan
keluhan terbanyak (48,6%), nyeri punggung bawah (35,6%), dan nyeri bahu
(15,7%).13 Penyebab utama terjadinya keluhan ini adalah karena posisi duduk yang
tidak layak saat menggunakan komputer. Letak layar komputer yang terlalu tinggi
atau lebih rendah dibandingkan dengan level mata meningkatkan risiko untuk
terjadinya sakit pada leher, punggung, dan bahu. Bahkan beberapa penelitian juga
menunjukkan sakit kepala sebagai gejala tersering yang dikeluhkan. Gejala sakit
kepala biasanya timbul pada bagian depan kepala atau salah satu sisi kepala pada
siang sampai malam hari.

III. PENCEGAHAN COMPUTER VISION SYNDROME

Kesadaran menjadi langkah penting dalam upaya mencegah maupun mengobati


gangguan kesehatan mata. Dampak buruk terhadap kesehatan mata dan fisik akibat
penggunaan komputer yang berlebihan sesungguhnya dapat dicegah, dengan
beberapa cara :

a. Posisi duduk ergonomis dan layar

 Perhatikan posisi duduk yang ergonomis misalnya komputer/laptop diletakkan


sejajar pandangan mata. Penelitian menyimpulkan bahwa ada hubungan antara
jarak mata ke monitor dan intensitas pencahayaan dengan kejadian CVS.
 Perlu dilakukan pengaturan pencahayaan ruangan secara optimal karena
penerangan yang baik mendukung kesehatan mata. Kecerahan layar dan dan
ruang sekitar harus seimbang. Di samping itu, distribusi cahaya sebaiknya merata
sehingga mata tidak dipaksa untuk menyesuaikan terhadap bermacam-macam
kontras kilau yang menyebabkan kelelahan mata.
 Jarak pandang mata ke komputer sebaiknya ≥ 45cm karena idealnya jarak
penglihatan mata terhadap layar komputer adalah sebesar 50-100 cm . Sedangkan
sudut antara layar komputer terhadap level mata sebaiknya sekitar 15-20 derajat.
Dan untuk lebih memperhatikan aspek kesehatan sebaiknya monitor komputer
dipasang screen untuk mencegah pantulan cahaya/silau.
 Durasi menatap monitor (screen time) yang dianjurkan menurut usia adalah
sebagai berikut: usia 0-4 tahun sebaiknya tidak menggunakan monitor (no
screen); usia 5 tahun diperbolehkan hanya 1 jam perhari; usia 6-10 tahun 1-1,5
jam perhari; usia 11-13 tahun 2 jam perhari; dan dewasa < 4 jam perhari

b. 20/20/20

Biasakan untuk memberikan cukup waktu bagi tubuh untuk beristirahat secara
periodik misalnya ;

 Mengistirahatkan mata setiap 2 jam setelah penggunaan gawai. Frekuensi


istirahat setelah menggunakan komputer terbukti menambah kenyamanan dan
merelaksasi daya akomodasi mata. Saat menggunakan komputer dikatakan
bahwa lebih baik melakukan istirahat kecil dengan frekuensi 5-10 menit daripada
istirahat panjang setiap 2-3 jam.

 Hal lain yang dapat dilakukan adalah aturan 20/20/20, yaitu setelah bekerja
selama 20 menit di depan komputer sebaiknya mengalihkan pandangan dari
monitor dengan melihat obyek yang jauhnya sekitar jarak 20 kaki (6 meter)
selama 20 detik.

 Saat mengistirahatkan mata disarankan melakukan aktivitas fisik di luar ruangan


agar terpapar oleh sinar matahari. Mengistirahatkan mata dapat pula dengan
memejamkan mata.

c. Refleks kedip

Refleks berkedip pada orang normal adalah sekitar 15-16 kedipan tiap menit. Studi
menunjukan bahwa terjadi penurunan frekuensi berkedip pada individual yang
menggunakan komputer. Biasanya refleks berkedip ini mengalami penurunan
menjadi sekitar 5-6 kedipan permenit pada pengguna komputer. Penurunan frekuensi
ini disebabkan karena konsentrasi pada hal yang dilakukan pada komputer. Faktor
lingkungan seperti suhu dan kelembaban juga mempengaruhi lamanya berkedip.
Suhu yang tinggi dan kelembaban yang rendah cenderung menyebabkan penurunan
frekuensi berkedip. Penurunan frekuensi berkedip mengakibatkan terjadinya
penurunan produksi air mata. Penurunan produksi air mata dapat memicu gejala CVS.

d. Tetes mata

Hal lain yang dapat dilakukan untuk menjaga kesehatan mata misalnya penggunaan
tetes mata yang berisi air mata buatan untuk mengurangi rasa tidak nyaman dan
melakukan pemijatan ringan di sekitar mata, punggung atau leher.
e. Makan bergizi

Kita perlu juga menjaga kesehatan mata dari dalam dengan mengonsumsi makanan
bergizi dan bervitamin, misalnya sayur dan buah-buahan berwarna. Dan untuk
seseorang yang memang dalam kesehariannya menggunakan kacamata karena
gangguan refraksi dianjurkan tetap memakainya saat menatap layar monitor.
DAFTAR PUSTAKA

1. Abudawood, G. A., Ashi, H. M., & Almarzouki, N. K. 2020, ‘Computer Vision


Syndrome among Undergraduate Medical Students in King Abdulaziz University,
Jeddah, Saudi Arabia’, Journal of Ophthalmology.
https://doi.org/10.1155/2020/2789376

2. Affandi, 2005, Kesehatan Mata Pengguna Komputer


http://www.Elektroindonesia.com/ Elektro/kompt6.html.

3. American Optometric Association. The effects of video display terminal use on eye
health and vision. 2013. http://www.aoa.org/optometrists/education-and-
training/clinical- care/effects-of-video-display 4

4. Bhattacharya, S. Saleem, S. M. & Singh, A. 2020, ‘Digital Eye Strain in The Era of
COVID-19 Pandemic: An Emerging Public Health Threat’, Indian Journal of
Ophthalmology, vol. 68, no. 8, pp. 1709.

5. Das B, & Ghosh T. 2010, ‘Assessment of Ergonomical and Occupational Health


Related Problems among VDT Workers of West Bengal, India’, Asian Journal Med,
Sci.1:26–31

6. Guo Y-R, Cao Q-D, Hong Z-S, Tan Y-Y, Chen S-D, Jin H-J, et al. The origin,
transmission and clinical therapies on virus corona disease 2019 (COVID-19)
outbreak - an update on the status. Mil Med Res. 2020;7(1):11.

7. Kartini, K. H., A. A., Z. N. Yenny, Y. & C., A. 2020, ‘Penyuluhan Menjaga


Kesehatan Mata Anak Selama Pembelajaran Daring di Masa Pandemik COVID-19’,
Jurnal Wahana Abdimas Sejahtera, vol. 2, no. 1, pp. 9-32.
8. Kemenkes RI. Situasi COVID-19, Kementerian Kesehatan RI. 2021.
https://infeksiemerging.kemkes.go.id.

9. Logaraj, M., Madhupriya, V., & Hegde, S. 2014, ‘Computer Vision Syndrome and
Associated Factors among Medical and Engineering Students in Chennai’, Annals of
Medical and Health Sciences Research. https://doi.org/10.4103/2141- 9248.129028.

10. Loh, K. Y., & Reddy, S. C. 2008, Understanding and Preventing Computer Vision
Syndrome In Malaysian Family Physician.

11. Mersha, G. A. et al., 2020, ‘Knowledge about Computer Vision Syndrome among
Bank Workers in Gondar City, Northwest Ethiopia’, Occupational Therapy
International, pp. 1-5. doi: 10.1155/2020/2561703

12. Pratiwi D.A. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Computer Vision
Syndrome Pada Pegawai PT. Media Kita Sejahtera Kendari. Jurnal Kesehatan
Masyarakat. 2020; 7 (1): 41-47

13. Rahman, Z. A. & Sanip, S. 2011, ‘Computer User: Demographic and Computer
Related Factors that Predispose User to Get Computer Vision Syndrome’, Int J Bus
Humanit Technol, vol. 1, pp. 84–91.

14. Rosenfield M. Computer vision syndrome : a review of ocular causes and potential
treatments. Ophthalmic Physiol Opt. 2011;31(1):502–15

15. Sa E. C., Ferreira, J. M., & Rocha, L. E., 2012, Risk Factors for Computer Visual
Syndrome (CVS) among Operators of Two Call Centers in São Paulo, Brazil. Work.
2012;41 Suppl 1:3568-74. doi: 10.3233/WOR-2012-0636-3568. PMID: 22317263

16. Sari, F. T. A. & Himayani, R. 2018, ‘Faktor Risiko terjadinya Computer Vision
Syndrome’, Jurnal Majority, 7(2):278-82. Available at:
https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/ article/view/1890/1858.
17. Shantakumari, N. Eldeeb, R. Sreedharan, J. & Gopal, K. 2014, ‘Computer use and
vision related problems among university students in Ajman, United Arab Emirate’,
Ann Med Heal Sci Res, 4(2):258–63.

18. Setyowati, D. L. Nuryanto, M. K. Sultan, M. Sofia, L. Gunawan, S. & Wiranto, A.


2021, ‘Computer Vision Syndrome Among Academic Community In Mulawarman
University, Indonesia During Work From Home In COVID-19 Pandemic’, Annals of
Tropical Medicine and Public Health, vol. 24, no. 1.

19. Sheppard, A. L., & Wolffsohn, J. S. 2018, ‘Digital Eye Strain: Prevalence,


Measurement and Amelioration’, BMJ Open Ophthalmology, 3(1),
e000146. doi:10.1136/bmjophth-2018-000146. 

20. The Vision Councill, 2016, Eyes Overexposed: The Digital Device Dilemma, 2016
Digital Eye Strain Report - The Vision Council

21. WHO, Virus corona disease (COVID-19) outbreak situation, WHO,


2021.https://experience.arcgis.com/experience/685d0ace5.

22. Yan, Z. Hu, L. Chen, H. & Lu, F., 2008, ‘Computer vision syndrome: a widely
spreading but largely unknown epidemic among computer users’, Comput Human
Behav. 24(5):2026–42

Anda mungkin juga menyukai