Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

UPAYA KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PEDESAAN DARI ASPEK


EKONOMI DAN KESEHATAN

Disusun Oleh
Siti Utari Handayani
130100100

Pembimbing
Prof. Dr. dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT/ILMU KEDOKTERAN


PENCEGAHAN/ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2021
MAKALAH
UPAYA KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PEDESAAN DARI ASPEK
EKONOMI DAN KESEHATAN

“Makalah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi persyaratan
dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Departemen Ilmu
Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara.”

Disusun Oleh

Siti Utari Handayani


130100100

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT/ILMU KEDOKTERAN


PENCEGAHAN/ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Upaya Kesejahteraan Masyarakat Pendesaan Dari Aspek


Ekonomi Dan Kesehatan
Nama : Siti Utari Handayani
NIM : 130100100

Medan, Mei 2021


Pembimbing

Prof. Dr. dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes


NIP: 196906091999032001

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan berkat dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
“Upaya Kesejahteraan Masyarakat Pedesaan dari Aspek Ekonomi dan
Kesehatan”. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk melengkapi persyaratan
Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen Ilmu Kedokteran
Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Dalam penyelesaian makalah ini, penulis banyak mendapat bimbingan dan
arahan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada
Prof. Dr. dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes atas kesediaan beliau meluangkan
waktu dan pikiran untuk membimbing, mendukung, dan memberikan masukan
kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan
sebaik-baiknya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman
yang turut membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya. Untuk itu, penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan
makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat. Akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih.

Medan, Mei 2021

Siti Utari Handayani


130100100
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................i
KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................4
1.1. Latar Belakang..................................................................................4
1.2. Rumusan Makalah............................................................................5
1.3. Tujuan Makalah................................................................................5
1.4. Manfaat Makalah..............................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................6
2.1 Teori Kesejahteraan...........................................................................6
2.1.1 Kriteria Kesejahteraan.............................................................6
2.2 Konsep Desa.....................................................................................7
2.2.1 Ciri dan Karakteristik Desa......................................................7
2.2.2 Pemasalahan-permasalahan yang ada di Desa......................8
2.3 Kesejahteraan dari Aspek Ekomoni...................................................8
2.3.1 Perkembangan Kemiskinan....................................................9
2.3.2 Perkembangan Pola Konsumsi..............................................9
2.3.3 Upaya Kesejahteraan Masyarakat Pedesaan.......................10
2.4 Kesejahteraan dari Aspek Kesehatan..............................................11
2.4.1 Fasilitas Kesehatan..............................................................12
2.4.2 Jenis Pemberdayaan Masyarakat di Desa...........................13
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................16
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Terciptanya kesejahteraan masyarakat yang adil dan makmur merupakan


salah satu perwujudan dari cita-cita bangsa yang tertuang dalam Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Oleh karenanya upaya
mewujudkan kesejahteraan termasuk hakekat dari pembangunan nasional yang
diharapkan mampu menuju pada keseimbangan, keserasian dan keselarasan
dalam kehidupan bermasyarakat (Mubyarto, 2005). Kesejahteraan merupakan
suatu kondisi kehidupan atau keadaan sejahtera, yakni terpenuhinya kebutuhan-
kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial (Sugiarto, 2007). Dengan demikian,
secara umum, istilah kesejahteraan sering diartikan sebagai kondisi sejahtera,
yaitu suatu keadaan terpenuhinya segala bentuk kebutuhan hidup, khususnya
yang bersifat mendasar seperti makanan, pakaian, perumahan, pendidikan dan
perawatan kesehatan (Menkiw, 2006).
Desa merupakan daerah yang letaknya jauh dari keramaian kota, yang
dihuni sekelompok masyarakat di mana sebagian besar mata pencahariannya
lebih pada sektor agraris. Masyarakat desa adalah komunitas yang tinggal di
dalam satu daerah yang sama, yang bersatu dan bersama-sama, memiliki ikatan
yang kuat dan sangat mempengaruhi satu sama lain (Naimah, 2015). Desa
memiliki beberapa upaya untuk mencapai kesejahteraan masyarakatnya, yang
paling disoroti disini adalah dari segi aspek ekonomi dan aspek kesehatan di
desa. Permasalahan ekonomi dapat berdampak terhadap sektor kehidupan
lainnya. Dengan permasalahan-permasalahan ekonomi di desa, pembangunan
desa secara umum dapat mempengaruhi kemajuan dan kesejahteraan desa
(Irawan, 2017).
Sebagaimana telah diketahui bahwa separuh dari penduduk Indonesia
bermukim di perdesaan dan mayoritas bekerja di sektor pertanian. Kurangnya
kemampuan finansial penduduk perdesaan mengakibatkan kurang baiknya
kualitas kehidupan mereka. Ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan dasar minimal hidup layak dapat diartikan sebagai kemiskinan
(Nurhadi, 2007). Kemiskinan merupakan masalah yang bersifat multidimensi dan
multisektor yang harus segera diatasi, salah satunya dengan cara melibatkan
masyarakat dalam kegiatan pembangunan (Yunus, 2016). Salah satu
pendekatan yang diharapkan mampu menstimulan dan menggerakkan roda
perekonomian di pedesaan adalah melalui pendirian kelembagaan ekonomi yang
dikelola sepenuhnya oleh masyarakat desa. Lembaga ekonomi yang tidak lagi
didirikan atas dasar instruksi pemerintah tetapi didasarkan pada keinginan
masyarakat desa yang berangkat dari adanya potensi desa yang jika dikelola
dengan tepat akan menimbulkan permintaan di pasar (PPBUMD, 2007).
Kesehatan adalah salah satu hak asasi manusia dan unsur kesejahteraan
masyarakat. Derajat kesehatan masyarakat harus dipelihara dan ditingkatkan.
Bangsa yang memiliki tingkat derajat kesehatan yang tinggi akan lebih berhasil
dalam melaksanakan pembangunan. Oleh sebab itu kesehatan menjadi salah
satu aspek kesejahteraan dan menjadi fokus utama pembangunan manusia.
Setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan secara mudah, murah
dan merata karena memang salah satu hak dasar rakyat adalah mendapat
pelayanan kesehatan. Faktor-faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan
masyarakat di antaranya adalah kurangnya sarana pelayanan kesehatan,
4
keadaan sanitasi dan lingkungan yang tidak memadai, dan rendahnya konsumsi
makanan bergizi (BPS, 2020). Tetapi faktor terpenting dalam upaya peningkatan
kesehatan ada pada manusianya sebagai subyek dan sekaligus obyek dari
upaya tersebut. Masyarakat yang sehat akan menciptakan kehidupan yang
berkualitas, karena kesehatan merupakan modal berharga bagi seorang dalam
melakukan akivitasnya Tetapi pada kenyataannya berbagai fasilitas yang
diperlukan tersebut tidak cukup memadai bahkan untuk fasilitas dasar seperti
kesehatan (BPS, 2017). Oleh karena itu pembangunan nasional perlu diarahkan
untuk kesejahteraan penduduk termasuk mereka yang tinggal di perdesaan.
Dengan melihat potensi yang ada di desa dapat digambarkan keberhasilan
pembangunan serta tingkat kesejahteraan penduduk perdesaan.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan suatu rumusan


masalah yaitu, bagaimana upaya kesejahteraan masyarakat pedesaan dari
aspek ekonomi dan aspek kesehatan?

1.3 TUJUAN MAKALAH

Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk menjelaskan mengenai Upaya


Kesejahteraan Masyarakat Pendesaan Dari Aspek Ekonomi dan Kesehatan.
Penyusunan makalah ini sekaligus untuk memenuhi persyaratan kegiatan
Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

1.4 MANFAAT MAKALAH

Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat dalam mengembangkan


kemampuan dan pemahaman penulis serta pembaca khususnya peserta P3D
untuk lebih memahami tentang Upaya Kesejahteraan Masyarakat Pendesaan
Dari Aspek Ekonomi dan Kesehatan.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Kesejahteraan


Kehidupan yang didambakan oleh semua manusia di dunia ini adalah
kesejahteraan. Baik yang tinggal di kota maupun yang di desa, semua
mendambakan kehidupan yang sejahtera. Sejahtera lahir dan batin. Namun,
dalam perjalanannya, kehidupan yang dijalani oleh manusia tak selamanya
dalam kondisi sejahtera. Pasang surut kehidupan ini membuat manusia selalu
berusaha untuk mencari cara agar tetap sejahtera. Mulai dari pekerjaan kasar
seperti buruh atau sejenisnya, sampai pekerjaan kantoran yang bisa sampai
ratusan juta gajinya dilakukan oleh manusia (Bappeda, 2010).
Sejahtera menunjuk pada suatu keadaan yang lebih baik, kondisi dimana
orang-orang berada dalam keadaan makmur, sehat dan damai. Masyarakat yang
sejahtera adalah mereka yang telah mampu memenuhi kebutuhan hidupnya baik
jasmani maupun rohani. Kesejahteraan masyarakat menurut Piqou adalah
kepuasan agregat dari seluruh individu di dalam masyarakat. Kesejahteraan
individual ditujukan oleh kepuasan yang diperoleh individu atas konsumsi barang
dan jasa yang dikaitkan dengan pendapatan riil (Skousen, 2005).
Kesejahteraan pada intinya merupakan suatu kondisi kehidupan atau
keadaan sejahtera, yakni terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan jasmaniah,
rohaniah, dan sosial (Sugiarto, 2007). Dengan demikian, secara umum, istilah
kesejahteraan sering diartikan sebagai kondisi “sejahtera”, yaitu suatu keadaan
terpenuhinya segala bentuk kebutuhan hidup, khususnya yang bersifat mendasar
seperti makanan, pakaian, perumahan, pendidikan dan perawatan kesehatan.
Oleh karenanya, definisi menempatkan kesejahteraan adalah tujuan dari proses
pembangunan (Menkiw, 2006).

2.1.1 Kriteria Kesejahteraan


Kesejahteraan menurut Nasikun, dapat dirumuskan sebagai padanan makna
dari konsep martabat manusia yang dapat dilihat dari empat indikator yaitu: rasa
aman (security), kesejahteraan (welfare), kebebasan (freedom), dan jati diri
(identify) (Nasikun, 2004).
Kriteria yang paling banyak digunakan dalam menilai ekonomi kesejahteraan
adalah pareto criteria yang dikemukakan oleh ekonom berkebangsaan Italia
bernama Vilfredo Pareto. Kriteria ini menyatakan bahwa suatu perubahan
keadaan (eg. Intervention) dikatakan baik atau layak jika dengan perubahan
tersebut ada (minimal satu) pihak yang diuntungkan dan tidak ada satu pihakpun
yang dirugikan (Ghofar, 2016).
Dalam teori ekonomi mikro ada yang dikenal dengan teori pareto yang
menjelaskan tentang tiga jenis tingkatan kesejahteraan, yaitu:
1. Pareto optimal, dalam tingkatan pareto optimal terjadinya peningkatan
kesejahteraan seseorang atau kelompok pasti akan mengurangi
kesejahteraan orang atau kelompok lain.
2. Pareto non-optimal, dalam kondisi pareto non-optimal terjadinya
kesejahteraan seseorang tidak akan mengurangi kesejahteraan orang
lain.
3. Pareto superior, dalam kondisi pareto superior terjadinya peningkatan
kesejahteraan seseorang tidak akan mengurangi kesejahteraan tertinggi
dari orang lain.
Menurut teori pareto tersebut, ketika kondisi kesejahteraan masyarakat
sudah mencapai pada kondisi pareto optimal maka tidak ada lagi kebijakan

6
pemerintah yang dapat dilakukan (Lincoln, 2000).

2.2. Konsep Desa


Secara etimologi kata desa berasal dari bahasa Sansekerta, deca yang
berarti tanah air, tanah asal, atau tanah kelahiran. Dari perspektif geografis, desa
atau village diartikan sebagai “a groups of houses or shops in a country area,
smaller than a town”. Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1979, desa adalah suatu
wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk, sebagai kesatuan masyarakat
hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah
Camat dan mempunyai hak otonomi dalam ikatan negara kesatuan RI.
Desa menurut H.A.W. Widjaja adalah sebagai kesatuan masyarakat hukum
yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal-usul yang bersifat istimewa.
Landasan pemikiran dalam mengenai Pemerintahan Desa adalah
keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan
masyarakat. Desa adalah suatu kesatuan hukum di mana bermukim suatu
masyarakat yang berkuasa dan masyarakat tersebut mengadakan pemerintah
sendiri. Sedangkan pengertian desa menurut tinjauan geografi, desa adalah
suatu perwujudan geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografis, sosial,
ekonomi, politik dan budaya dan memiliki hubungan timbal balik dengan daerah
lain (Wahyudin, 2015).
Pengertian desa dalam kehidupan sehari-hari atau secara umum sering di
istilahkan dengan kampung, yaitu suatu daerah yang letaknya jauh dari
keramaian kota, yang dihuni sekelompok masyarakat di mana sebagian besar
mata pencahariannya sebagai petani, sedangkan secara administratif desa
adalah yang terdiri dari satu atau lebih atau dusun digabungkan hingga menjadi
suatu daerah yang berdiri sendiri atau berhak mengatur rumah tangga sendiri
(otonomi).
Unsur-unsur dalam desa sebagai berikut.
a) Wilayah (lingkungan geografis)
b) Penduduk, yang meliputi berbagai hal tentang kependudukan seperti jumlah,
persebaran, mata pencaharian, dan lain-lain.
c) Tata kehidupan, meliputi segala hal yang menyangkut seluk beluk kehidupan
masyarakat desa (Mansyur, 2009).

2.2.1 Ciri dan Karakteristik Desa

Menurut Naimah (2015) karakteristik desa adalah sebagai berikut:


a) Aspek morfologi, desa merupakan 765 pemanfaatan lahan atau tanah oleh
penduduk masyarakat yang bersifat agraris, serta bangunan rumah tinggal
yang terpencar.
b) Aspek jumlah penduduk, maka desa didiami oleh sejumlah kecil penduduk
dengan kepadatan yang rendah.
c) Aspek ekonomi, desa merupakan wilayah yang penduduknya bermata
pencaharian pokok di bidang pertanian, bercocok tanam atau agrarian atau
nelayan.
d) Aspek sosial budaya, desa itu tampak dari hubungan sosial antar
penduduknya yang bersifat khas, yakni hubungan kekeluargaan, bersifat
pribadi, tidak banyak pilihan, serta bergotong royong.

Sedangkan ciri-ciri desa adalah sebagai berikut:


a) Umumnya mereka curiga terhadap orang luar yang masuk
b) Para orang tua umumya otoriter terhadap anak-anaknya
c) Cara berfikir dan sikapnya konservatif dan statis

7
d) Mereka amat toleran terhadap nilai-nilai budayanya sendiri, sehingga kurang
toleran terhadap budaya lain
e) Adanya sikap pasrah menerima nasib dan kurang kompetitif
f) Memiliki sikap udik dan isolatif serta kurang komunikatif dengan kelompok
sosial di atasnya.

2.2.2 Permasalahan-permasalahan yang ada di Desa

Pada umumnya masyarakat pedesaan pengalami beberapa permasalahan


sebagai berikut:
a) Masalah insfrastruktur yang kurang mendukung, seperti jalan yang berbatu
atau becek apa bila hujan, dan berdebu apabila musim kemarau. Sarana air
bersih masih secara alami.
b) Masalah transportasi, karena sarana jalannya kurang mendukung maka
transportasi juga menjadi masalah, hal ini terasa sekali apabila warga desa
ada yang menderita sakit dan harus berobat ke rumah sakit yang  biasanya
ada di perkotaan.
c) Masalah berkurangnya sumber daya alam, karena alam yang telah
menyediakan berbagai kebutuhan masyarakat tidak dipelihara bahkan
cederung di biarkan terlantar, sehingga tidak bisa menyediakan kebutuhan
masyarakat desa.
d) Masalah rusaknya lingkungan sekitarnya, sebagai akibat diekploitasi dan
tidak di jaga kelestariannya, maka lambat laun akan berkurang sumber daya
alamnya.
e) Masalah komunikasi, di pedesaan pada umumnya sarana komunikasi juga
minim, akibatnya warga desa akan kurang bisa berkembang karena sulit
untuk dapat mengakses informasi dari luar pedesaan.
f) Masalah tanah, juga biasanya bisa menjadi permasalahan, karena mereka
rata-rata enggan untuk mengurus tanahnya secara resmi, seperti mengurus
sertifikat kepemilikan yang legal.
g) Masalah kesehatan di pedesaan terasa masih rendah, apabila ada sarana
tempat berobat, biasanya hanya pusksemas pembantu, dengan tenaga yang
sangat terbatas. Peran non medis lebih menonjol, karena dianggap lebih
murah, dan percaya bahwa penyakit disebabkan oleh alam sekitar.
h) Masalah pendidikan sepertinya lebih menonjol di pedesaan, karena
disamping sarana pendidikan yang ada hanya sampai tingkat SD atau SMP,
maka orang-orang yang berpendidikan tinggi biasanya enggan untuk tinggal
di desa, mereka lebih senang mencari pekerjaan di kota.

i) Masalah Sosial, sebagaian besar masyarakat desa bisa dikatakan belum


sejahtera, karena berbagai keterbatasan tersebut diatas, apabila masyarakat
desa di beri akses seperti masyarakat kota, mereka juga bisa lebih sejahtera
(Djoko, 2014)

2.3. Kesejahteraan dari Aspek Ekonomi

Sektor pertanian masih memegang peranan yang cukup penting dalam


kehidupan perekonomian masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat yang
tinggal di wilayah perdesaan. Hingga saat ini sebagian besar penduduk
Indonesia masih tinggal di perdesaan dan mayoritas menggantungkan hidup
mereka pada sektor pertanian. Buruh tani sebagai salah satu komponen pada
sektor pertanian, mempunyai kontribusi yang cukup besar dalam menentukan
keberhasilan sektor ini. Namun pada kenyataannya, keberhasilan sektor
pertanian tidak selalu diikuti oleh meningkatnya kesejahteraan buruh tani
terutama dalam situasi perekonomian Indonesia saat ini. Hal tersebut disebabkan

8
masih rendahnya upah buruh di Indonesia, sementara harga barang-barang
untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari semakin tinggi. (BPS, 2020)
Permasalahan kemiskinan di pedesaan merupakan salah satu masalah
pokok pedesaan yang harus segera diselesaikan dan menjadi prioritas utama
dalam pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial. Oleh karena itu
pembangunan ekonomi nasional berbasis pertanian dan perdesaan secara
langsung akan berdampak pada pengurangan penduduk miskin. Permasalahan
mendasar yang dihadapi petani adalah kurangnya akses pada sumber
permodalan, pasar dan teknologi, serta organisasi petani yang masih lemah.
(Solekhan, 2014).

2.3.1. Perkembangan Kemiskinan


Kemiskinan ialah satu kata yang sempat menjadi trending topic di berbagai
media pada pertengahan Tahun 2018. Kemiskinan merupakan masalah
kompleks dan bersifat multidimensional, bukan hanya mencakup kondisi
ekonomi, tetapi juga berkaitan dengan aspek sosial, budaya dan aspek lainnya.
Kompleksnya masalah kemiskinan ini membuatnya terus menjadi masalah
fenomenal di belahan dunia, termasuk Indonesia yang merupakan negara
berkembang.
Terjadinya kemiskinan ini sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang
saling berkaitan satu sama lain yaitu: tingkat pendapatan, kesehatan, pendidikan,
akses terhadap barang dan jasa, kondisi geografis dan lainnya. Standar
kehidupan atau kebutuhan minimal juga berbeda antara satu daerah dengan
daerah lainnya, tergantung kebiasaan/ adat, fasilitas transportasi dan distribusi
serta letak geografis. Secara ekonomi, kemiskinan merupakan suatu kondisi
kehidupan serba kekurangan yang dialami seseorang sehingga tidak mampu
memenuhi kebutuhan minimal hidupnya.
Jumlah penduduk miskin Sumatera Utara pada Maret 2018 yaitu sebanyak
1,28 juta penduduk atau 8,75 persen dari total penduduk Sumatera Utara.
Penduduk miskin yang berada di daerah perkotaan sebanyak 695,75 ribu jiwa
dan di daerah perdesaan sebanyak 587,54 ribu jiwa. Jika dibandingkan dengan
penduduk yang tinggal pada masing-masing daerah tersebut, maka persentase
penduduk miskin di daerah perkotaan sebesar 8,73 persen, lebih rendah
dibandingkan di daerah perdesaan yang sebesar 8,77 persen.
Hal ini menunjukkan walaupun secara jumlah penduduk miskin di perkotaan
lebih tinggi dibandingkan perdesaan, namun secara persentase lebih tinggi di
perdesaan. Hal ini dikarenakan jumlah penduduk Sumatera Utara di wilayah
perkotaan lebih tinggi dibanding di perdesaan (BPS, 2020)

2.3.2. Perkembangan Pola Konsumsi


Tingkat kesejahteraan rumah tangga secara nyata dapat diukur dari tingkat
pendapatan yang dibandingkan dengan kebutuhan minimum untuk hidup layak.
Perubahan pada tingkat kesejahteraan dapat dilihat dari pola pengeluaran rumah
tangga, yang dibedakan menjadi dua yaitu pengeluaran untuk makanan dan
bukan makanan. Ada beberapa alasan yang menyebabkan pentingnya
mengetahui pola konsumsi masyarakat. Pertama, data konsumsi merupakan
komponen penting dalam pendapatan daerah sehingga sedikit saja pergerakan
dalam konsumsi masyarakat dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Jika dilihat menurut wilayah, persentase pengeluaran untuk makanan
terhadap total pengeluaran rumah tangga di daerah perdesaan lebih besar
dibandingkan dengan daerah perkotaan. Di perkotaan perbedaan pengeluaran
untuk konsumsi makanan dan bukan makanan tidak terlalu signifikan, yaitu untuk
konsumsi makanan sebesar 50,14 persen dan untuk bukan makanan sebesar
49,86 persen. Pola konsumsi di perdesaan menunjukkan perbedaan yang cukup
9
jauh antara pengeluaran untuk konsumsi makanan dan bukan makanan.
Pengeluaran untuk konsumsi makanan mencapai 58,23 persen, sedangkan
untuk konsumsi bukan makanan hanya 41,77 persen.
Keadaan ini menunjukkan bahwa penduduk di daerah perdesaan masih
cenderung menggunakan pendapatan rumah tangganya untuk keperluan
konsumsi makanan. Sedangkan di daerah perkotaan, porsi untuk konsumsi
makanan sudah mulai dialihkan kepada keperluan lain di luar konsumsi
makanan. Ini merupakan salah satu indikator bahwa kesejahteraan masyarakat
di daerah perkotaan relatif lebih baik dibanding di perdesaan (BPS, 2020)

2.3.3 Upaya Kesejahteraan Masyarakat Pedesaan

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, terdapat beberapa upaya


pemerintah dalam usaha untuk menciptakan dan meningkatkan kesejaheraan
masyarakat sesuai dengan tujuan pembangunan Indonesia dalam pembukaan
UUD 1945. Diantaranya:

1. Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)

Berdasarkan UU NO 32 Tahun 2004, Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)


adalah lembaga usaha desa yang dikelola oleh masyarakat dan pemerintahan
desa dalam upaya memperkuat perekonomian desa dan dibentuk
berdasarkan kebutuhan dan potensi desa. Tujuan Pendirian BUMDes
diantaranya sebagai berikut: meningkatkan perekonomian desa,
meningkatkan pendapatan asli desa, meningkatkan pengelolaan potensi desa
sesuai dengan kebutuhan masyarakat, Menjadi tulang punggung
pertumbuhan dan pemerataan ekonomi desa.
Untuk mencapai tujuan BUMDes dilakukan dengan cara memenuhi
distribusi barang dan jasa yang dikelola masyarakat dan Pemdes.
Pemenuhan kebutuhan ini diupayakan tidak memberatkan masyarakat,
mengingat BUMDes akan menjadi usaha desa yang paling dominan dalam
menggerakkan ekonomi desa. Lembaga ini juga dituntut mampu memberikan
pelayanan kepada non anggota (di luar desa) dengan menempatkan harga
dan pelayanan yang berlaku standar pasar. Artinya terdapat mekanisme
kelembagaan/tata aturan yang disepakati bersama, sehingga tidak
menimbulkan distorsi ekonomi di pedesaan disebabkan usaha yang
dijalankan oleh BUMDes. kebutuhan (produktif dan konsumtif) masyarakat
melalui pelayanan (PPBUMD, 2017)

2. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)


Mandiri Pedesaan

PNPM Mandiri adalah program pemberdayaan masyarakat yang


mengusahakan semua warganya bisa berpartisipasi langsung untuk
membangun daerahnya, sehingga setiap warga bisa merasakan proses
dalam pencapaian kesejahteraan yang direncanakan.
Untuk mencapai kesejahteraan tersebut tidaklah gampang, dibutuhkan
program-program yang bagus dalam menjalankannya. Dan salah satunya
adalah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan,
program ini adalah program yang dicanangkan oleh Pemerintah Indonesia
untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan secara terpadu dan
berkelanjutan yang dititik beratkan pada pencapaian kesejahteraan dan
kemandirian masyarakat miskin perdesaan. Berikut beberapa langkah yang
di tempuh dalam mencapai hal tersebut antara lain: peningkatan kapasitas
masyarakat dan kelembagaannya, pelembagaan sistem pembangunan
10
partisipatif, pengefektifan fungsi dan peran pemerintahan lokal, peningkatan
kualitas dan kuantitas prasarana dan sarana sosial dasar dan ekonomi
masyarakat, pengembangan jaringan kemitraan dalam masyarakat (Nurul,
2012).

3. Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaaan


(PUAP).

Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaaan (PUAP) merupakan salah


satu program yang dikembangkan oleh Departemen Pertanian yang
dilaksanakan secara terintegrasi dengan Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat Mandiri (PNPM-M). PUAP merupakan bentuk fasilitas modal
usaha untuk petani, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani,
maupun rumah tangga miskin di perdesaan. Salah satu tujuan dari PUAP
adalah untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran dengan
menggerakkan kegiatan agribisnis sesuai potensi wilayah. Sedangkan
sasaran PUAP salah satunya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
rumah tangga tani miskin, petani skala kecil, dan buruh tani (PUAP,2008).

2.4. Kesejahteraan dari Aspek Kesehatan

Upaya perbaikan kesehatan masyarakat dikembangkan melalui Sistem


kesehatan Nasional. Pelaksanaannya diusahakan dengan meningkatkan
partisipasi aktif masyarakat yang diarahkan terutama kepada golongan
masyarakat yang berpenghasilan rendah. Selain itu upaya pencegahan dan
penyembuhan penyakit serta peningkatan pembangunan pusat-pusat kesehatan
masyarakat serta sarana penunjangnya terus dilakukan oleh Pemerintah, seperti
Puskesmas, Posyandu, pos obat desa, pondok bersalin desa serta penyediaan
fasilitas air bersih. Dengan adanya upaya tersebut diharapkan akan tercapai
derajat kesehatan masyarakat yang baik. Oleh karena itu, pembangunan yang
sedang digiatkan pemerintah diharapkan dapat berakselerasi positif (BPS, 2020).
Ketersediaan fasilitas kesehatan merupakan salah satu faktor penting dalam
meningkatkan taraf kesehatan masyarakat. Fasilitas kesehatan yang biasanya
ada di tingkat desa adalah puskesmas, puskesmas pembantu (pustu), dan
poliklinik desa (polindes). Disamping itu, keberadaan toko obat dan posyandu
juga sangat mendukung pelayanan Kesehatan masyarakat di suatu wilayah.
Faktor penting lainnya adalah keberadaan tenaga kesehatan yang melayani
penduduk, seperti dokter, bidan, dan mantri kesehatan. Peran dukun bayi
terutama dukun bayi terlatih juga sangat membantu masyarakat yang masih
menggunakan jasa mereka dalam membantu proses persalinan.
Tingkat kesejahteraan penduduk dapat dilihat dari indikator kesehatan yang
menggambarkan kualitas penduduk secara fisik. Penduduk yang sehat
cenderung memiliki kualitas fisik yang baik. Dengan fisik yang baik tersebut,
maka segala aktivitas dalam kehidupan sehari-hari akan berjalan dengan lancar,
baik bekerja, sekolah, mengurus rumah tangga maupun melakukan aktivitas
lainnya. Salah satu indikator yang menggambarkan status kesehatan penduduk
adalah angka kesakitan, yaitu persentase penduduk yang mengalami gangguan
kesehatan hingga mengganggu aktivitasnya sehari-hari (BPS,2017).
Menurut Laporan Sosial Indonesia tahun 2006, menunjukkan bahwa
penduduk perdesaan lebih rentan terhadap suatu penyakit yang salah satunya
penyebabnya adalah kurangnya sarana dan prasarana kesehatan yang ada di
daerah perdesaan. Untuk mewujudkan peningkatan derajat dan status kesehatan
penduduk, ketersediaan dan keterjangkauan fasilitas dan sarana kesehatan

11
merupakan salah satu faktor penentu utama. Termasuk di dalamnya adalah
tempat rujukan penduduk untuk berobat yang dapat menunjukkan akses
penduduk untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan.
Pada umumnya pemanfaatan fasilitas kesehatan oleh penduduk di
perdesaan berbeda dengan penduduk perkotaan, hal ini dapat disebabkan
karena ketersediaan dan jarak ke fasilitas tersebut serta perilaku penduduk itu
sendiri. Pada umumnya penduduk yang berobat ke rumah sakit maupun dokter
lebih banyak di perkotaan dibandingkan di perdesaan, karena di perkotaan cukup
banyak tersedia sarana kesehatan dan jaraknya pun tidak terlalu jauh atau
mudah dijangkau. Selain itu kesadaran penduduk untuk menjaga kesehatan di
perkotaan juga lebih baik. Untuk menunjang kesehatan penduduk perlu
diperhatikan juga prasarana kesehatan seperti penolong persalinan. Hal ini
berkaitan dengan upaya menurunkan angka kematian bayi dan kematian ibu,
dimana pemerintah mengupayakan agar para ibu hamil dapat melahirkan
dengan selamat, demikian pula bayi yang dilahirkan dapat terlahir dengan sehat.
Usaha tersebut adalah mendorong para ibu hamil agar dapat melahirkan dengan
bantuan tenaga kesehatan yang telah didistribusikan ke berbagai wilayah di
Indonesia termasuk ke daerah-daerah terpencil yang ada di wilayah perdesaan
( Kartasasmita, 2016).
Pada tahun 2019, penolong kelahiran anak lahir hidup di Pedesaan
Sumatera Utara pada umumnya adalah bidan/perawat. Hal ini ditunjukkan
persentase wanita berumur 15-49 tahun yang berstatus pernah kawin dengan
penolong kelahiran anak lahir hidup terakhirnya ditolong oleh bidan/perawat
sebesar 67.61 persen. Tingginya persentase kelahiran yang ditolong oleh
bidan/perawat, sangat mungkin disebabkan ketersediaan dan tingkat
kepercayaan terhadap bidan relatif tinggi. Selain itu biaya penolong persalinan
dengan bidan lebih terjangkau dibandingkan dengan dokter. Dokter sebagai
penolong kelahiran di perkotaan sebesar 39,38 persen sedangkan di perdesaan
hanya 24,86 persen. Di Pedesaan, masih terdapat adanya penolong kelahiran
oleh selain tenaga medis. Penolong persalinan dalam hal ini adalah dukun, famili
atau bahkan tanpa penolong kelahiran yaitu sekitar 7,34 persen kelahiran yang
ditolong oleh bukan tenaga medis (BPS, 2020)
Masih cukup besarnya peran dukun beranak/ lainnya dalam membantu
kelahiran balita perlu terus mendapat perhatian. Usaha yang mungkin dapat
dilakukan adalah menambah kekurangan tenaga medis secara merata di daerah-
daerah tertentu serta meningkatkan kemampuan dan keterampilan dukun bayi
agar mengerti tata cara menolong kelahiran yang aman dan sehat. Karena tidak
tertutup kemungkinan bahwa di daerah tertentu masyarakat dengan alasan
ekonomi dan pendidikan masih cenderung percaya kepada dukun dibandingkan
dengan tenaga medis. Selain itu, sosialisasi di daerah tertinggal dapat dilakukan
agar meningkatkan pengetahuan ibu terhadap risiko kehamilan dan kelahiran
bayi (BPS, 2020).

2.4.1 Fasilitas Kesehatan

Menurut Badan Statistik Nasional, salah satu aspek penting yang dapat
menggambarkan kesejahteraan penduduk adalah kualitas fisik penduduk yang
biasanya dapat dilihat dari derajat kesehatan penduduk. Peningkatan derajat
kesehatan penduduk sangat ditunjang oleh tersedianya fasilitas kesehatan dan
tenaga Kesehatan yang ada di suatu daerah termasuk perdesaan. Penduduk
perdesaan yang sehat akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan
penduduk perdesaan secara keseluruhan. Fasilitas kesehatan yang umumnya
mudah diakses atau dikunjungi penduduk desa untuk berobat dan sebagai
12
sarana pelayanan kesehatan dasar adalah puskesmas, puskesmas pembantu
(pustu), bidan praktek, polindes dan posyandu. Namun fasilitas-fasilitas
kesehatan tersebut belum menjangkau seluruh daerah perdesaan di Indonesia.

Pada pengumpulan data melalui Susenas, salah satu alasan yang berkaitan
dengan keterjangkauan pelayanan kesehatan yaitu tidak punya biaya berobat.
Padahal pemerintah telah melaksanakan program pemberian pelayanan
kesehatan gratis khususnya untuk rakyat miskin. Program yang terkait dukungan
pembiayaan Kesehatan tersebut adalah Jamkesmas, Biaya Operasional
Kesehatan (BOK), Dana Alokasi Khusus (DAK), Jaminan Persalinan (Jampersal),
serta bantuan sosial lainnya.

Pemerintah terus berusaha untuk menguatkan pelayanan kesehatan di


Daerah Tertinggal, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK). Namun, masih ada
beberapa masyarakat yang tidak mampu mengakses pelayanan kesehatan
karena kendala biaya. Hal ini dapat dikarenakan rendahnya pengetahuan
masyarakat akan bebasnya biaya pengobatan. Terbatasnya komunikasi di
daerah terpencil menjadi salah satu sumber permasalahan rendahnya
pengetahuan masyarakat.

Upaya untuk meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat suatu wilayah/


desa juga dapat dilakukan dengan menyediakan fasilitas kesehatan posyandu.
Kegiatan posyandu umumnya dilakukan sebulan sekali untuk memantau tingkat
kesehatan bayi dan balita serta ibu hamil. Mayoritas desa-desa di setiap pulau
sudah memiliki fasilitas posyandu.

Fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, rumah sakit bersalin dan poliklinik
umumnya berada di daerah perkotaan, hanya desa-desa tertentu saja yang
memiliki fasilitas tersebut. Terbatasnya akses dan layanan kesehatan tersebut
membuat penduduk yang tinggal di perdesaan sangat kurang mendapatkan
layanan kesehatan dari rumah sakit. Puskesmas sebagai salah satu fasilitas
layanan kesehatan dasar belum dimiliki semua desa yang ada di Indonesia.
Namun dengan adanya pembangunan fasilitas kesehatan di desa, Selain fasilitas
dan sarana kesehatan, perlu diperhatikan juga prasarana kesehatan yaitu tenaga
kesehatan seperti dokter dan bidan. Selain bidan, dukun bayi, baik yang terlatih
maupun yang tidak terlatih, juga cukup banyak tersedia di perdesaan (BPS,
2019).

Pada tahun 2018, persentase desa/ kelurahan yang memiliki fasilitas


Kesehatan di Sumatera Utara beragam, yaitu rumah sakit sebesar 3,25 persen,
Puskesmas sebesar 10,78 persen, Pustu sebesar 30,77 persen, Poskesdes
sebesar 39,77 persen dan Polindes sebesar 13,45 persen. Masih ada desa/
kelurahan di Sumatera Utara yang belum memiliki Puskesmas ataupun
Puskesmas Pembantu (Pustu). Meski demikian, persentase desa yang memiliki
puskesmas atau pustu antar kabupaten/kota di Sumatera Utara tidak
menunjukkan variasi yang cukup besar. Persentase terendah ada pada
Kabupaten Padang Lawas Utara, yaitu hanya 4,12 persen desa yang memiliki
puskesmas dan 8,76 persen desa yang memiliki pustu (BPS, 2019).

2.4.2 Jenis Pemberdayaan Masyarakat di Desa

1.  Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)

Posyandu merupakan jenis UKBM yang paling memasyarakatkan saat ini.


Gerakan posyandu ini telah berkembang dengan pesat secara nasional sejak

13
tahun 1982. Saat ini telah populer di lingkungan desa dan RW diseluruh
Indonesia. Posyandu meliputi lima program prioritas yaitu: KB, KIA, imunisasi,
dan penanggulangan diare yang terbukti mempunyai daya ungkit besar terhadap
penurunan angka kematian bayi.
Sebagai salah satu tempat pelayanan kesehatan masyarakat yang langsung
bersentuhan dengan masyarakat level bawah, sebaiknya posyandu digiatkan
kembali seperti pada masa orde baru karena terbukti ampuh mendeteksi
permasalahan gizi dan kesehatan di berbagai daerah. Permasalahn gizi buruk
anak balita, kekurangan gizi, busung lapar dan masalah kesehatan lainnya
menyangkut kesehatan ibu dan anak akan mudah dihindarkan jika posyandu
kembali diprogramkan secara menyeluruh. Salah satu penyebab menurunnya
jumlah posyandu adalah tidak sedikit jumlah posyandu diberbagai daerah yang
semula ada sudah tidak aktif lagi.

2.  Pondok Bersalin Desa (Polindes)

Pondok bersalin desa (Polindes) merupakan salah satu peran serta


masyarakat dalam  menyediakan tempat pertolongan persalinan pelayanan dan
kesehatan ibu serta kesehatan anak lainnya. Kegiatan pondok bersalin desa
antara lain melakukan pemeriksaan (ibu hamil, ibu nifas, ibu menyusui, bayi dan
balita), memberikan  imunisasi, penyuluhan kesehatan masyarakat terutama
kesehatan ibu dan anak, serta pelatihan dan pembinaan kepada kader dan
mayarakat.
Polindes ini dimaksudkan untuk menutupi empat kesenjangan dalam KIA,
yaitu kesenjangan geografis, kesenjangan informasi, kesenjangan ekonomi, dan
kesenjangan sosial budaya. Keberadaan bidan di tiap desa diharapkan mampu
mengatasi kesenjangan geografis, sementara kontak setiap saat dengan
penduduk setempat diharapkan mampu mengurangi kesenjangan informasi.
Polindes dioperasionalkan melalui kerja sama antara bidan dengan dukun bayi,
sehingga tidak menimbulkan kesenjangan sosial budaya, sementara tarif
pemeriksaan ibu, anak, dan melahirkan yang ditentukan dalam musyawarah
LKMD diharapkan mampu mengurangi kesenjangan ekonomi.

3.   Pos Obat Desa (POD) atau Warung Obat Desa (WOD)

Pos obat desa (POD) merupakan perwujudan peran serta masyarakat dalam
pengobatan sederhana terutama penyakit yang sering terjadi pada masyarakat
setempat (penyakit rakyat/penyakit endemik). Di lapangan POD dapat berdiri
sendiri atau menjadi salah satu kegiatan dari UKBM yang ada. Gambaran situasi
POD mirip dengan posyandu dimana bentuk pelayanan menyediakan obat bebas
dan obat khusus untuk keperluan berbagai program kesehatan yang disesuaikan
dengan situasi dan kondisi setempat.

4.   Upaya Kesehatan Tradisional

Tanaman obat keluarga (TOGA) adalah sebidang tanah di halaman atau


ladang yang dimanfaatkan untuk menanam yang berkhasiat sebagai obat.
Dikaitkan dengan peran serta masyarakat, TOGA merupakan wujud partisipasi
mereka dalam bidang peningkatan kesehatan dan pengobatan sederhana
dengan memanfaatkan obat tradisional. Fungsi utama dari TOGA adalah
menghasilkan tanaman yang dapat dipergunakan antara lain untuk menjaga
meningkatkan kesehatan dan mengobati gejala (keluhan) dari beberapa penyakit
yang ringan. Selain itu, TOGA juga berfungsi ganda mengingat dapat
14
dipergunakan untuk memperbaiki gizi masyarakat, upaya pelestarian alam dan
memperindah taman dan pemandangan.

5.   Pos Gizi (Pos Timbangan)

Salah satu akibat krisis ekonomi adalah penurunan daya beli masyarakat
termasuk kebutuhan pangan. Hal ini menyebabkan penurunan kecukupan gizi
masyarakat yang selanjutnya dapat menurunkan status gizi. Dengan sasaran
kegiatan yakni bayi berumur 6-11 bulan terutama mereka dari keluarga miskin,
anak umur 12-23 bulan terutama mereka dari keluarga miskin, anak umur 24-59
bulan terutama mereka dari keluarga miskin, dan seluruh ibu hamil dan ibu nifas
terutama yang menderita kurang gizi.
Perlu ditekankan bahwa untuk kegiatan pada pos gizi ini apabila setelah
diberikan PMT anak masih menderita kekurangan energi protein (KEP) maka,
makanan tambahan terus dilanjutkan sampai anak pulih dan segera diperiksakan
ke puskesmas (dirujuk)

6.   Pos KB Desa (RW)

Sejak periode sebelum reformasi upaya keluarga berencana telah


berkembang secara rasional hingga ketingkat pedesaan. Sejak itu untuk
menjamin kelancaran program berupa peningkatan jumlah akseptor baru dan
akseptor aktif, ditingkat desa telah dikembangkan Pos KB Desa (PKBD) yang
biasanya dijalankan oleh kader KB atau petugas KB ditingkat kecamatan.

7.   Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren)

Lingkup kegiatan oleh poskestren adalah tak jauh berbeda dengan Pos Obat
Desa namun pos ini khusus ditujukan bagi para santri dan atau masyarakat
disekitar pesantren yang seperti diketahui cukup menjamur di lingkungan
perkotaan maupun pedesaan.

8. Pelayanan Puskesmas dan Puskesmas Pembantu

Puskesmas merupakan fasilitas kesehatan pemerintah terdepan yang


memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat. Sejalan dengan upaya
pemerataan pelayanan kesehatan di wilayah terpencil dan sukar dijangkau telah
dikembangkan pelayanan puskesmas dan puskesmas pembantu dalam kaitan ini
dipandang selaku tempat rujukan bagi jenis pelayanan dibawahnya yakni
berbagai jenis UKBM sebagaimana tertera di atas (Notoadmojdo, 2017).

15
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN
Kesejahteraan adalah kondisi masyarakat dimana mereka telah mampu
memenuhi kebutuhan hidupnya baik jasmani maupun rohani. Pengertian desa
dalam kehidupan sehari-hari atau secara umum sering di istilahkan dengan
kampung, yaitu suatu daerah yang letaknya jauh dari keramaian kota, yang
dihuni sekelompok masyarakat di mana sebagian besar mata pencahariannya
sebagai petani, sedangkan secara administratif. Kesejahteraan masyarakat desa
akan ditinjau baik dari aspek ekonomi maupun kesehatan.
Aspek ekonomi membahas kesejahteraan masyakat berdasarkan pada
permasalahan yang ada dan upaya pemerintah untuk meningkatkan
kesejahteraan seperti adanya BUMDes, PNPM Mandiri Pedesaan, dan PUAP.
Sedangkan Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial
yang memungkinkan setiap orang hidup produktif. Kesehatan dilihat berdasarkan
pada persepsi masyarakat mengenai sarana kesehatan yang ada dan kesadaran
masyarakat akan pemanfaatan fasilitas kesehatan yang tersedia. Penduduk
perdesaan yang sehat akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan
penduduk perdesaan secara keseluruhan. Fasilitas kesehatan yang umumnya
mudah diakses atau dikunjungi penduduk desa untuk berobat dan sebagai
sarana pelayanan kesehatan dasar adalah puskesmas, puskesmas pembantu
(pustu), bidan praktek, polindes dan posyandu.

SARAN

Diperlukan peran aktif pemerintah daerah untuk selalu memberikan motivasi k


epada masyarakatnya untuk bekerja sama dan tetap meningkatkan serta mengu
payakan kesejahteraan masyarakat pedesaan dari segi aspek ekonomi dan juga
masyarakat desa tetap membutuhkan pelayanan kesehatan untuk dapat semakin
meningkatkan kesejahteraan mereka dengan tetap melangsungkan pemberdaya
an kesehatan yang ada. Dan bagi masyarakat agar dapat berpartisipasi dan berk
ontribusi dalam mendukung program-program yang dibuat oleh kepala daerah se
tempat.

16
DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Lincoln., 2020, Ekonomi Mikro, Jakarta: Gemapress.

Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda), 2010, Publikasi


Pertumbuhan Ekonomi Bali, Bali.

Badan Pusat Statistik (BPS), 2006, Laporan Sosial Indonesia, Perkembangan


Tingkat Kesejahteraan Penduduk Perdesaan, Jakarta.

Badan Pusat Statistik (BPS), 2017, Indikator Kesejahteraan Rakyat, Pemerataan


Akses Pelayanan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat, Jakarta.

Badan Pusat Statistik (BPS), 2020, Statistik Upah Buruh Tani di Pedesaan.

Badan Pusat Statistik (BPS), 2020, Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi


Sumatera Utara 2020.

Buku Panduan Pendirian dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (PPBUMD),
2007 Malang: DEPDIKNAS PKDSP FEUB.

Dhechoriyah, Nurul., 2012, PNPM Mandiri Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan


Kesejahteraan Bagi Masyarakat Pedesaan.

Djoko, Dadang., 2014, Permasalahan yang dihadapi dalam Pembangunan Desa.

Irawan, Nata., 2017, Tata Kelola UU Desa Era Pemerintahan Desa: yayasan
pustaka Obor Indonesia 2017

Kartasasmita, 2016. Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan.

Kessa, Wahyudin., 2015, Perencanaan Pembangunan Desa: jakarta pusat,


Kementrian Desa, pembangunan Daerah tertinggal.

Mansyur, M. Cholil., 2009, Sosiologi Masyarakat Kota dan Desa. Surabaya:


Usaha Nasional.

Menkiw, N. G., 2006. Pengantar Ekonomi Makro. Jakarta: Salemba Empat.

Mubyarto, 2005, Reformasi Sistem Ekonomi, Yogyakarta: UII Press, Hlm: 7.

Naimah, 2015, ciri-ciri Pedesaan dan Karakteristik Pedesaan, Jakarta.


Nasikun, 2004, Urbanisasi dan Kemiskinan di Dunia Ketiga, Yogyakarta: PT.
Tiara Wacana.
Nurhadi, 2007, Mengembangkan Jaminan Sosial Mengentaskan Kemiskinan,
Yogyakarta: Media Wacana, Hlm: 14-15.
Pedoman Umum Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP), 2008,
Jakarta: Departemen Pertanian RI.
17
Purbaya, A. Ghofar., 2016, Strategi Peningkatan Kesejahteraan Ekonomi
Masyarakat: Kasus Pengusaha Krupuk Dan Camilan Hasil Laut di Pantai
Kenjeran Lama Surabaya, OECONOMICUS: Journal Of Economics, Vol. 1,
No. 1, Des 2016.
Skousen, M. 2005. Sang Maestro Teori – Teori Ekonomi Modern. Jakarta:
Prenada Media.
Solekhan, 2014, Penyelenggaraan Pemerintah Desa Berbasi Masyarakat, Setara
Perss: Malang.

Sugiarto, E. 2007. Teori Kesejahteraan Sosial Ekonomi dan Pengukurannya.


Jurnal Eksekutif, 4 (2).
Undang-Undang No.5 tahun 1979 tentang Pemerintah Daerah Desa.
Undang-Undang No.10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan &
Pembangunan Keluarga Sejahtera.
Undang-Undang No.11 tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial .
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 213
ayat 1.
Widjaja. HAW, 2013, Otonomi Desa, Jakarta: Grafindo Persada.
Yunus, Muhammad., 2017, Bank Kaum Miskin: Kisah Yunus dan Grameen Bank
Memerangi Kemiskinan. Terjemahan: Irfan Nasution, Depok.

18

Anda mungkin juga menyukai