Anda di halaman 1dari 55

TRAUMA

WAJAH
PEMBIMBING:
dr. Utama Abdi Tarigan, Sp.BP-RE(K)

OLEH:
Fahreza Rahmadika Ainur (190131056)
Muhammad Ikhsan (190131104)
M. Ikhsan Syafri Amir Nasution (190131105)
Shaniya Mizarani Sovic (190131160)
Tiara Azriena Dzulkarnain (190131175)
ANATOMI
INERVASI
VASKULARISASI
ANATOMI
DEFINISI
Fraktur maksilofasial adalah fraktur yang terjadi pada tulang-tulang wajah, yaitu Os.
Maksilaris, Os. Zygomaticus dan Os. Ethmoidalis.

Trauma pada jaringan maksilofasial dapat mencakup jaringan lunak dan jaringan keras.
Yang dimaksud dengan jaringan lunak wajah adalah jaringan lunak yang menutupi
jaringan keras wajah. Sedangkan yang dimaksud dengan jaringan keras wajah
adalah tulang kepala
Trauma Maksilofasialis

Pattern Lokasi
- Soft tissue
- Bony skeleton
- Dento alveolar Fraktur 1/3 atas Fraktur 1/3 Fraktur 1/3
wajah tengah wajah bawah wajah

-os frontalis -Orbita


-mandibula
- Hidung
-atap orbital
- Regio -dentition
-sinus frontalis malar
- maksila
EPIDEMIOLOGI
Hampir 75% fraktur wajah terjadi pada mandibula, zygoma, dan hidung.
Beberapa studi dalam literatur menunjukkan bahwa fraktur os nasale merupakan kasus
yang paling sering terjadi, namun karena sebagian besar pasien tidak mencari
pertolongan medis, data statistik tidak menunjukkan jumlah kasus yang tinggi.
Tingginya kasus fraktur os nasale dikarenakan tingkat kekuatan jejas yang lebih
rendah yang dibutuhkan untuk mematahkan tulang tersebut.
Fraktur pada regio orbita lebih sering terjadi pada dewasa muda dan remaja pria,
dengan usia rata-rata 32 tahun. Pada anak-anak, usia rata-ratanya 12 tahun, dan
sebagian besar terjadi pada anak laki-laki.
ETIOLOGI
• Biasanya akibat kejahatan/kekerasan, kecelakaan lalu lintas, jatuh, olahraga
• Panfacial fracture
- MVC / Kecelakaan lalu lintas : sering
- Gun shot wound : jarang
• Sports injury : mandibula, bagian atas midface
• Assaults : mandibula, midface, zigomatik

PEDIATRI
- Lebih jarang terjadi : pengawasan orangtua, faktor anatomis intrinsic
- Lebih sering terjadi trauma pada dentoalveolar (crown fractures) : aktivitas sehari-hari, bermain, KLL, olahraga
- Pada wajah: tersering terjadi pada mandibula (20-50%), nasal

0 – 5 tahun : injury
6 - 11 tahun : MVC, olahraga, bermain
12 -18 tahun : violence, olahraga, MVC
GERIATRI
- Terjatuh
- Fraktur Dasar orbita, maksilar, condylar
- Soft tissue injury

DEWASA (NON-GERIATRI)
- Kekerasan / penyerangan, MVC, KLL (sebagai
pejalan kaki)
- Mandibula, panfacial
TANDA DAN GEJALA
• Nyeri, dapat dirasakan ketika pasien mencoba mennggerakan rahang untuk berbicara,
mengunyah atau menelan
• Perdarahan dari orngga mulut
• Maloklusi
• Trismus
• Ketidakmampuan menutup rahang
• Krepitasi tulang
• Mati rasa pada bibir dan pipi
FRAKTUR 1/3 ATAS WAJAH

• Destruksi atau krepitasi pada rima supraorbita, parestesi N. Supraorbita

Pasien dengan fraktur sinus frontalis. Pembengkakan


pada regio frontalis.
FRAKTUR 1/3 TENGAH WAJAH ( FRAKTUR MAKSILA / LE FORT)

• Maksila menjadi mobile dan dapat mengakibatkan maloklusi.

Le Fort 1 Le Fort II
Le Fort III
(Guerin’s / Horizontal) (Piramidal)

Edema Wajah dan pergerakan dari Edema masif Wajah, dengan wajah
Edema Wajah, pergerakan maksila pada
palatum durum, alveolus maksila sutura nasofrontal, epistaksis, dan rinore yang elongasi atau mendatar,
dan gigi CSF, ekimosis jar. Lunak, dystopia, epistaksis, atau rinore CSF atau
perdarahan subkonjungtiva, otorea, maksila goyang
FRAKTUR 1/3 BAWAH WAJAH
Fraktur Mandibula : simfisis, parasimfisis, body
• Inflamasi, nyeri, bengkak, kemerahan dan panas terlokalisasi
• Sulit membuka mulut dan maloklusi
• Perubahan sensasi dari bibir bawah dan dagu
• Ekimosis sublingual
TRAUMA JARINGAN LUNAK
Trauma benda tajam, akibat pecahan kaca pada kecelakaan lalu
lintas atau pisau dan golok pada perkelahian:

1. Berdasarkan jenis luka dan penyebab


- Ekskoriasi
- Luka sayat (vulnus scissum), luka robek(vulnus
laceratum) , luka tusuk (vulnus punctum)
- Luka bakar (combustio)
- Luka tembak (Vulnus Sclopetorum)
2. Berdasarkan ada atau tidaknya kehilangan jaringan
Laserasi yang menyilang garis Langer tidak (Skin Avulsion & Skin Loss)
menguntungkan mengakibatkan penyem- 3. Dikaitkan dengan unit estetik
buhan yang secara kosmetik jelek. B. Insisi
fasial ditempatkan sejajar dengan garis Menguntungkan atau tidak mengun- tungkan, dikaitkan
Langer dengan garis Langer. (Gambar 1)
TRAUMA JARINGAN
LUNAK
Berdasarkan Derajat Kontaminasi
a) Luka Bersih
• Luka Sayat Elektif
• Steril Potensial TerinfeksI
• Tidak ada kontak dengan orofaring, traktus respiratorius, traktus elemen-tarius, dan tractus genitourinarius

b) Luka Bersih Tercemar


• Luka sayat elektif.
• Potensial terinfeksi : Spillage minimal, Flora normal.
• Kontak dengan orofaring, traktus respi-ratorius, traktur elementarius, dan traktur genitourinarius.
• Proses penyembuhan lebih lama.
TRAUMA JARINGAN
LUNAK
c) Luka Tercemar
• Potensi terinfeksi Spillage traktur elementarius, dan traktur genitourinarius dan kandung empedu.
• Luka trauma baru: laserasi,fraktur terbuka dan luka penetrasi.
d) Luka Kotor
• Akibat pembedahan yang sangat terkontaminasi.
• Perforasi viscera,abses dan trauma lama.

5.Klasifikasi Lain
•Luka dengan pergeseran flap pedicle (trapp door).
•Luka Tusukan (puncture).
•Luka pada kulit yang berhubungan dengan mukosa secara langsung.
TRAUMA JARINGAN KERAS

Fraktur Nasoorbitoetmoid (NOE)

Klasifikasi yang digunakan pada fraktur NOE adalah klasifikasi Markowitz-Manson yang terdiri dari tiga tipe yaitu:

1. Tipe I : MCT menempel pada sebuah fragmen sentral yang besar.

2. Tipe II : MCT menempel pada fragmen sentral yang telah pecah namun dapat diatasi atau MCT menempel pada fragmen

yang cukup besar untuk memungkinkan osteosynthesis.

3. Tipe III : MCT menempel pada sentral fragmen yang pecah dan tidak dapat diatasi atau fragmen terlalu kecil untuk

memungkinkan terjadinya osteosynthesis atau telah terlepas total.


FRAKTUR ZIGOMATIKOMAKSILA

KLASIFIKASI KNIGHT DAN NORTH

• Kelompok 1:

Fraktur tanpa pergeseran signifikan yang dibuktikan secara klinis dan radiologi.

• Kelompok 2 :

Fraktur yang hanya melibatkan arkus yang disebabkan oleh gaya langsung yang menekuk malar eminence ke dalam.

• Kelompok 3 :

Fraktur yang tidak berotasi.


FRAKTUR ZIGOMATIKOMAKSILA

KLASIFIKASI KNIGHT DAN NORTH

• Kelompok 4 :

Fraktur yang berotasi ke medial.

• Kelompok 5 :

Fraktur yang berotasi ke lateral.

• Kelompok 6 :

Fraktur kompleks yaitu adanya garis fraktur tambahan sepanjang fragmen utama.
FRAKTUR NASAL

• Tipe I: Fraktur unilateral ataupun bilateral tanpa adanya deviasi garis tengah.

• Tipe II: Fraktur unilateral atau bilateral dengan deviasi garis tengah.

• Tipe III: Pecahnya tulang nasal bilateral dan septum yang bengkok dengan penopang septal yang utuh.

• Tipe IV: Fraktur unilateral atau bilateral dengan deviasi berat atau rusaknya garis tengah hidung, sekunder

terhadap fraktur septum berat atau dislokasi septum.

• Tipe V: Cedera berat meliputi laserasi dan trauma dari jaringan lunak, saddling dari hidung, cedera terbuka, dan

robeknya jaringan.
FRAKTUR MAKSILA DAN LE FORT

Le Fort I Le Fort II Le Fort III


• Garis fraktur horizontal • Fraktur dimulai inferior ke sutura Pada fraktur Le Fort III, wajah terpisah
memisahkan bagian bawah dari nasofrontal dan memanjang melalui sepanjang basal tengkorak akibat gaya yang
maksila, lempeng horizontal tulang nasal dan sepanjang maksila langsung pada level orbita.
menuju sutura zygomaticomaxillary, Garis fraktur berjalan dari regio nasofrontal
dari tulang palatum, dan sepertiga termasuk sepertiga inferomedial dari sepanjang orbita medial melalui fissura orbita
inferior dari sphenoid pterygoid orbita. Fraktur kemudian berlanjut superior dan inferior, dinding lateral orbita,
processes dari dua pertiga superior sepanjang sutura zygomaticomaxillary melalui sutura frontozygomatic. Garis fraktur
dari wajah. melalui lempeng pterygoid. kemudian memanjang melalui sutura
zygomaticotemporal dan ke inferior melalui
sutura sphenoid dan pterygomaxillary.
ANAMNESIS
Dapat dilakukan langsung dengan pasien atau dengan orang lain yang melihat
langsung kejadian.
Yang harus ditanyakan adalah :

● Penyebab pasien mengalami trauma ● Dimana kejadiannya


● Kecelakaan lalu lintas ● Sudah berapa lama sejak saat kejadian
● Trauma tumpul sampai tiba di Rumah Sakit
● Trauma benda keras ● Apakah setelah kejadian pasien sadar atau
● Terjatuh tidak, dan jika tidak sadar, berapa lama
● Kecelakaan olah raga pasien tidak sadarkan diri
● Berkelahi
PEMERIKSAAN FISIK
Inspeksi
Secara sistematis bergerak dari atas ke bawah

● Telecanthus, Battle’s sign, Raccoon’s sign


● Deformitas, memar, abrasi, laserasi, edema
● Luka tembus. ● Cedera kelopak mata
● Simetris atau tidak
● Ecchymosis, epistaksis
● Adanya Maloklusi/trismus, pertumbuhan gigi
● Defisit pendengaran
yang abnormal
● Otorrhea / Rhinorrhea ● Perhatikan ekspresi wajah untuk rasa

nyeri,serta rasa cemas


PEMERIKSAAN FISIK
Palpasi

● Periksa kepala dan wajah untuk melihat adanya lecet, bengkak, ecchymosis, jaringan


hilang, luka, dan perdarahan, periksa luka terbuka untuk memastikan adanya benda asing
seperti pasir, batu kerikil.

● Periksa gigi untuk mobilitas, fraktur, atau maloklusi. Jika gigi avulsi, mengesampingkan


adanya aspirasi. 

● Palpasi untuk cedera tulang, krepitasi, dan mati langkah,


terutama didaerah pinggiran supraorbital dan infraorbital, tulang
frontal,lengkungan zygomatic, dan pada artikulasi zygoma dengan tulang frontal,
temporal, dan rahang atas.
PEMERIKSAAN FISIK
Palpasi

● Periksa mata untuk memastikan adanya exophthalmos atau enophthalmos, menonjol


lemak dari kelopak mata, ketajaman visual, kelainan gerakan okular, jarak interpupillary,
dan ukuran pupil, bentuk, serta reaksi terhadap cahaya, baik langsung dan konsensual.

● Periksa hidung untuk telecanthus (pelebaran sisi tengah hidung) atau dislokasi. Palpasi


untuk kelembutan dan krepitasi.

● Periksa septum hidung untuk hematoma, massa menonjol


kebiruan,laserasi pelebaran mukosa, fraktur,  atau dislokasi, dan rhinorrhea cairan
serebrospinal.
PEMERIKSAAN FISIK
Palpasi

● Periksa mata untuk memastikan adanya exophthalmos atau enophthalmos, menonjol


lemak dari kelopak mata, ketajaman visual, kelainan gerakan okular, jarak interpupillary,
dan ukuran pupil, bentuk, serta reaksi terhadap cahaya, baik langsung dan konsensual.

● Periksa hidung untuk telecanthus (pelebaran sisi tengah hidung) atau dislokasi. Palpasi


untuk kelembutan dan krepitasi.

● Periksa septum hidung untuk hematoma, massa menonjol


kebiruan,laserasi pelebaran mukosa, fraktur,  atau dislokasi, dan rhinorrhea cairan
serebrospinal.
PEMERIKSAAN FISIK
Palpasi

● Periksa liang telinga, kebocoran cairan serebrospinal, integritas membran


timpani, hemotympanum, perforasi, atau ecchymosis daerah mastoid (Battle sign).
● Periksa lidah dan mencari luka intraoral, ecchymosis, atau bengkak.
Secara Bimanual meraba mandibula, dan memeriksa tanda-tanda krepitasi atau
mobilitas.
● Meraba seluruh bagian mandibula dan sendi temporomandibular untuk memeriksa nyeri,
kelainan bentuk, atau ecchymosis.
● Periksa paresthesia atau anestesi saraf.
DIAGNOSIS

Secara umum yang dinilai adalah sebagai berikut:

• Lokasi nyeri dan durasi nyerinya


• Adanya krepitasi
• Fraktur
• Deformitas, kelainan bentuk 
• Trismus (tonik kontraksi rahang) 
• Edema
• Ketidakstabilan, atau keabnormalan bentuk dan gerakan yang terbatas.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. X-ray Skull AP/Lat, water’s view
Proyeksi standar adalah anterior / posterior (AP) dan pandangan lateral seluruh tengkorak.
Gambar-gambar ini sensitif terhadap patah tulang tengkorak diantara dua kategori umum:
(1) Patah tulang direk yang diidentifikasi sebagai garis fraktur, fraktur gap dan dislokasi
fragmen tengkorak
(2) fraktur tidak langsung yang diidentifikasi sebagai opasitas dari sinus paranasal dan
emfisema jaringan lunak

Untuk kerangka wajah, foto semi-aksial dari midface diperlukan selain di proyeksi occipito-
mental atau occipito-frontal,
sedangkan Fraktur mandibula memerlukan panorama dan foto Clementschitsch.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
2. CT Scan Kepala
Untuk evaluasi tulang wajah, gambar aksial dan gambar koronal adalah hal yang wajib. Foto
tiga dimensi (3D) sangat penting untuk analisis dan visualisasi fraktur kompleks. Foto
tersebut memberikan gambaran fragmen dan dislokasi yang lebih relevan, sehingga dapat
dicari kesimpulan mekanisme trauma.

Intraoperatif, CT dapat digunakan untuk navigasi. Untuk tujuan ini, CT gambar aksial primer
dimuat ke dalam program komputer yang menampilkan CT lalu ditampilkan di layar. Pasca
operasi, CT dapat digunakan untuk memeriksa dan mendokumentasikan fragmen fraktur
direposisi dan posisi bahan osteosynthesis
TATALAKSANA
• Primary survey:

Airway
Breathing
Circulation
Disability
Exposure
• Berikan oksigen, menjaga jalan napas.
Bersihkan mulut dari berbagai debris, benda
asing, dan lakukan suction bila ada darah. Bila
perlu dapat melakukan krikotiroidotomi atau
trakeostomi dapat dilakukan pada pasien trauma
nasal atau oral yang menghalangi jalur
pernapasan atas. AIRWAY
• Lakukan pula stabilisasi servikal dengan
memasang neck collar sampai dibuktikan tidak
ada cedera servikal
• Nilai frekuensi napas, dinding dada dan
diafragma jika kelainan, mungkin ada cedera
toraks yang menyertai perlu segera diatasi.
BREATHING
• Nilai frekuensi nadi dan suhu akral. Jika ada
tanda-tanda syok, harus dicurigai ada
perdarahan pada
abdomen/femur/toraks/pelvis/retroperitoneal.
intra
CIRCULATIO
• Segera lakukan resusitasi cairan dan atasi
perdarahan tersebut. Kemudian secara simultan
N
dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan
factor pembekuan darah
• Nilai kesadaran dengan Glasglow coma scale
(GCS), lakukan pemeriksaan neurologis secara
singkat.
DISABILITY
Beberapa yang perlu diperhatikan dalam penilaian:
• Mata racoon (ekimosis periorbital) – fraktur basis
cranii.
• Battle’s sign (ekimosis periauricular) –fraktur
basis cranii.

EXPOSURE
• Otorea –fraktur basis cranii, fraktur kondilar.
• Perforasi membrane timpani.
• Epistaksis.
• CSF Rinore.
• Trauma intraoral.
TATALAKSANA
• Secondary survey:

Anamnesis :
Mekanisme injury
Waktu injury
Tingkat kesadaran
Trauma lainnya
Pemeriksaan fisik
TATALAKSANA TRAUMA JARINGAN KERAS
RECOGNITION
• Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur
dengan anamnesis, pemeriksaan klinis dan radiologi. Pada awal
pengobatan perlu diperhatikan: lokasi fraktur, bentuk fraktur,
menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan, komplikasi
yang terjadi selama pengobatan.
TATALAKSANA TRAUMA JARINGAN KERAS
REDUCTION / REPOSISI
• Tujuannya untuk mengembalikan panjang dan kesegarisan tulang.
Dapat dicapai yang manipulasi tertutup atau reduksi terbuka
progresi
TATALAKSANA TRAUMA JARINGAN KERAS
RETENTION/FIKSASI DAN IMOBILISASI
• Imobilisasi fraktur tujuannya mencegah pergeseran fragmen dan mencegah pergerakan yang dapat
mengancam union. Untuk mendapatkan hasil penyembuhan fraktur yang baik, fragmen – fragmen
tulang harus terikat dengan kuat pada posisi anatomi semula.
• Adanya pergerakan antar fragmen tulang dapat mengganggu proses penyembuhan dan
meningkatkan resiko terjadinya fibrous union. Fiksasi yang baik menghasilkan terbentuknya kalus
pada proses penyembuhan fraktur dimana terjadi remodeling tulang secara perlahan sehingga
terbentuk kontur tulang yang normal.
TATALAKSANA TRAUMA JARINGAN KERAS
RETENTION/FIKSASI DAN IMOBILISASI
• Pada prinsipnya fiksasi dapat berupa alat yang rigid, semi-rigid, atau non-rigid dimana
penempatannya dapat internal maupun eksternal.
• Posisi yang akurat, oklusi dan angulasi yang baik, tidak adanya interposisi jaringan lunak serta
reduksi yang benar sangat penting untuk memastikan terjadinya penyembuhan tulang yang baik.
• Penutupan jaringan lunak baik itu mukosa maupun kulit sangat penting khususnya dalam kasus –
kasus penggunaan fiksasi internal.
TATALAKSANA TRAUMA JARINGAN KERAS
REHABILITASI
• Mengembalikan aktifitas fungsional seoptimal mungkin
TATALAKSANA TRAUMA JARINGAN LUNAK
LASERASI
• Luka robekan pada wajah  eksisi tepi marginal luka dan penutupan berlapis. Luka dengan tepi
tidak teratur, hancur dan mengandung jaringan mati diubah menjadi lurus dengan insisi yang akan
meningkatkan kosmetik pada waktu penutupan dan juga mengurangi risiko terjadinya infeksi.
• Tahapan dasar dalam penutupan luka meliputi perbaikan struktur-struktur yang lebih dalam
terlebih dahulu yaitu; tulang, kelenjar, duktus dan saraf. Diikuti dengan aproksimasi terhadap otot,
lemak, dermis dan epidermis.
TATALAKSANA TRAUMA JARINGAN LUNAK
LASERASI
• Penggunaan jahitan dengan benang halus yang dapat diserap hendaknya cukup kuat untuk
mempertahankan penyatuan kulit setelah jahitan kulit dilepaskan pada hari ke-3 dan ke-5.
Pengangkatan jahitan lebih dini, yaitu pada hari ke-5 dan ke-7 post operasi, mencegah terbentuknya
bekas jahitan dan jaringan parut
TATALAKSANA TRAUMA MATA
• Sebelum kelopak mata diperbaiki, inspeksi dan pemeriksaan bola mata yang teliti adalah hal yang
terpenting. Hal ini harus didahulukan daripada perbaikan jaringan lunak. Konjungtiva, tarsal, septal,
levator, dan orbicularis oris dapat diperbaiki dengan menggunakan benang yang dapat diabsorbsi.
PROGNOSIS
Hasil yang diharapkan dari perawatan pada pasien fraktur maksilofasial adalah penyembuhan tulang yang
cepat, normalnya kembali okular, sistem mastikasi, dan fungsi nasal, pemulihan fungsi bicara, dan
kembalinya estetika wajah dan gigi.
Selama fase perawatan dan penyembuhan, penting untuk meminimalisir efek lanjutan pada status nutrisi
pasien dan mendapatkan hasil perawatan dengan minimalnya kemungkinan pasien merasa tidak nyaman.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai