Anda di halaman 1dari 30

FRAKTUR MAKSILA

S UPA RM A N
FA K U LTA S K E D O K T E R A N
U N I V E R S I TA S C E N D E R A W A S I H
2015
Fraktur Maksila

Fraktur adalah hilang atau putusnya kontinuitas


jaringan keras tubuh
Fraktur maksila sendiri sebagai bagian dari trauma
maxillofacial cukup sering ditemukan, walaupun
lebih jarang dibandingkan dengan fraktur
mandibula.
Kecelakaan kendaraan bermotor merupakan
penyebab tersering fraktur maksila maupun fraktur
wajah lainnya.
ANATOMI WAJAH

Maksilofasial dibagi
menjadi tiga bagian
Sepertiga atas wajah =
tulang frontalis, regio
supra orbita, rima orbita
dan sinus frontalis.
Sepertiga tengah =
maksila, zigomatikus,
lakrimal, nasal,
palatinus, nasal konka
inferior, dan tulang
vomer
Sepertiga bawah =
mandibula
Anatomi Maksila
Epidemiologi

Insiden cedera maksilofasial telah meningkat


terutama karena kecelakaan lalu lintas jalan.
Fraktur maksila bertanggung jawab kira-kira 6-
25% dari semua fraktur wajah
Singapore General Hospital >>Departemen Bedah
maksilofasial menunjukkan bahwa mayoritas
fraktur maksila adalah tipe fraktur Le fort II (64%)
diikuti oleh fraktur Le ort I (14%) dan fraktur Le
fort III (8%).
Etiologi

Traumatic fracture
Perkelahian

Kecelakaan

Tembakan

Pathologic fracture
Penyakit tulang setempat
Penyakit umum yang mengenai tulang sehingga
tulang mudah patah
Klasifikasi Le Fort
Fraktur Le Fort tipe I (Guerins)/ (transversal)

Pada Fraktur Le Fort I, garis frakturnya dalam


jenis fraktur transverses rahang atas melalui
lubang piriform di atas alveolar ridge, di atas
lantai sinus maksilaris, dan meluas ke posterior
yang melibatkan pterygoid plate. Fraktur ini
memungkinkan maksila dan palatum durum
bergerak secara terpisah dari bagian atas wajah
sebagai sebuah blok yang terpisah tunggal.
Gambaran Klinis Le Fort I

Extra oral :
Pembengkakan wajah
Deformitas wajah, asimetris
Hematoma atau echymosis pada daerah fraktur,
Penderita tidak dapat menutup mulut karena gigi
posterior rahang atas dan rahang bawah telah
kontak lebih dulu.
Intra oral
Echymosis pacta mucobucal rahang atas
Vulnus laceratum, pembengkakan gingiva, kadang-
kadang disertai goyangnya gigi dan lepasnya gigi.
Perdarahan yang berasal dari gingiva
Open bite maloklusi sehingga penderita sukar
mengunyah
Hal ini dievaluasi dengan memegang gigi
seri dan palatum durum dan mendorong
masuk dan keluar secara lembut.
Fraktur Le Fort tipe II
Fraktur Le Fort tipe II = fraktur piramidal.
Berjalan melalui tulang hidung dan diteruskan
ke tulang lakrimalis, dasar orbita, pinggir
infraorbita dan menyebrang ke bagian atas dari
sinus maksila juga ke arah lamina pterigoid
sampai ke arah fossa pterigopalatina.
Extra oral :
Pembengkakan hebat pada muka dan hidung
Perdarahan dan deformitas hidung wajah tampak rata
Bilateral circum echymosis, subconjunctival echymosis.
Intra oral
Mulut sukar dibuka dan rahang bawah sulit digerakkan ke
depan, maloklusi open bite penderita sukar mengunyah.
Palatum mole sering jatuh ke belakang dorsum lidah
tertekan timbul kesukaran bernafas.
kelainan gigi berupa fraktur, avultio,luxatio.
.
Fraktur Le Fort III
Garis Fraktur melalui sutura nasofrontal
diteruskan sepanjang ethmoid junction
melalui fissure orbitalis superior melintang
kearah dinding lateral ke orbita, sutura
zigomatico-frontal dan sutura temporo-
zigomatikum.
Disebut juga sebagai cranio-facial
disjunction. Merupakan fraktur yang
memisahkan secara lengkap sutura tulang
dan tulang cranial.
Extra oral :
Pembengkakan hebat pada muka dan hidung.
Perdarahan pada palatum, pharinx, sinus maxillaris, hidung
dan telinga.
Terdapat bilateral circum echymosis dan subconjunctival
echymosis.
Pergerakan bola mata terbatas dan terdapat kelainan N.opticus
dan saraf motoris dari mata yang menyebabkan diplopia,
kebutaan dan paralisis bola mata yang temporer.
Deformitas hidung sehingga mata terlihat rata.
Adanya cerebrospinal rhinorrhoea dan umumnya bercampur
darah.
Bells Palsy.
Intra oral :
Mulut terbuka lebih lebar karena keadaan open bite yang berat.
Rahang atas dapat lebih mudah digerakkan.
Perdarahan pada palatum dan pharynx.
Pernafasan tersumbat karena tertekan oleh dorsum lidah.
DIAGNOSIS

Anamnesis
Keluhan subyektif berkaitan dengan fraktur maksila
Riwayat trauma seperti kecelakaan lalu lintas, kekerasan,
terjatuh, kecelakaan olah raga ataupun riwayat penyakit
patologis.
Inspeksi. Epistaksis, ekimosis (periorbital, konjungtival,
dan skleral), edema, dan hematoma subkutan mengarah
pada fraktur segmen maksila ke bawah dan belakang
mengakibatkan terjadinya oklusi prematur pada pergigian
posterior.
Palpasi. Palpasi bilateral dapat menunjukkan step
deformity pada sutura zygomaticomaxillary,
mengindikasikan fraktur pada rima orbital inferior.
Manipulasi Digital. Mobilitas maksila dapat
ditunjukkan dengan cara memegang dengan kuat
bagian anterior maksila diantara ibu jari dengan
keempat jari lainnya, sedangkan tangan yang
satunya menjaga agar kepala pasien tidak bergerak.
Jika maksila digerakkan maka akan terdengar suara
krepitasi jika terjadi fraktur
The method to palpate the midface for Le
Fort fractures. The anterior teeth are
grasped and the maxilla manipulated to
determine whether it moves. If motion is
palpated at the nasal bridge (A), a Le Fort II
or III fracture is present. If motion is also
detected at the zygoma (B), a Le Fort III
fracture is present. If motion is not detected
at either point but the maxilla is loose, a Le
Fort I fracture is likely.
Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan radiologi
dilakukan untuk
mengkonfirmasi diagnosis.
Pemeriksaan radiologi dapat
berupa foto polos, namun CT
scan merupakan pilihan untuk
pemeriksaan diagnostik.
Teknik yang dipakai pada foto
polos diantaranya; waters,
caldwell, submentovertex,
dan lateral view.
Penatalaksanaan Awal

Dimulai dengan Primary Survey


Perawatan Fraktur
Reposisi
Reduksi
Fiksasi
Imobilisasi
Phisiotherapy
CLOSED REDUCTION
REDUCTION Reduksi yang dilakukan pada
fraktur dengan cara manipulasi
21
Reduksi dengan tarikan

OPEN REDUCTION
Dengan cara operasi

Rowes disimpaction forceps


Hayton william forceps
MAXILLARY FIXATION
22
IMMOBILIZATION
23
IMMOBILIZATION
Methods
Maxillo-mandibular fixation
Internal fixation
Skeletal suspension
Support
External fixation
Pada fraktur Le Fort I dirawat dengan menggunakan arch
bar, fiksasi maksilomandibular, dan suspensi
kraniomandibular yang didapatkan dari pengawatan
sirkumzigomatik. Apabila segmen fraktur mengalami
impaksi, maka dilakukan pengungkitan dengan menggunakan
tang pengungkit, atau secara tidak langsung dengan
menggunakan tekanan pada splint/arch bar.
perawatan pada fraktur Le Fort II serupa dengan
fraktur Le Fort I. Hanya perbedaannya adalah perlu
dilakukan perawatan fraktur nasal dan dasar orbita
juga. Fraktur nasal biasanya direduksi dengan
menggunakan molding digital dan splinting
pada fraktur Le Fort III dirawat dengan
menggunakan arch bar, fiksasi maksilomandibular,
pengawatan langsung bilateral, atau pemasangan
pelat pada sutura zigomatikofrontalis dan suspensi
kraniomandibular pada prosessus zigomatikus ossis
frontalis
Perawatan Postoperative Fraktur Maksila

Tujuan yang paling penting selama periode pasca


operasi awal adalah menjaga keadaan imobilisasi.
Tergantung pada usia dan kesehatan umum pasien,
periode ini bisa berkisar dari 4-8 minggu.
Kontrol nyeri
Menjaga kebesihan gigi dan mulut
Nutrisi yang cukup
Prognosis

Fiksasi intermaksilari merupakan treatment paling


sederhana dan salah satu yang paling efektif pada
fraktur maksila. Jika teknik ini dapat dilakukan
sesegera mungkin setelah terjadi fraktur, maka akan
banyak deformitas wajah akibat fraktur dapat kita
eliminasi
Komplikasi

Komplikasi Awal
Perdarahan
Sumbatan jalan nafas
Infeksi

Komplikasi Lambat
Malunion
Obstruksi nasal
Sinusitis kronik
Maloklusi
Deformitas
LE FORT I

Anda mungkin juga menyukai