Anda di halaman 1dari 188

PANDUAN

PENATALAKSANAAN KANKER
PERABOI 2020

Editor

i
KATA PENGANTAR

Seiring dengan perkembangan Ilmu Kedokteran khususnya dalam bidang prinsip dasar
onkologi, diagnostik, staging dan terapi kanker pada solid organ, dirasa perlu dibuat
revisi Protokolol Peraboi yang ada.
Revisi Protokol ini pada prinsipnya adalah update dari Protokol PERABOI 2003 sehingga
pola umum penulisan tetap dipertahankan. Namun untuk isi banyak berubah karena
disesuaikan dengan perkembangan bedah onkologi Indonesia selama 17 tahun.
Disamping itu juga disesuaikan dengan perkembangan pedoman dan protokol diagnostik
dan terapi tumor solid organ dari luar negeri (NCCN, ESMO, ESSO, St Gallen
Consensus, dan lain lain). Prinsip Dasar Onkologis merupakan pedoman utama dalam
penyusunan Revisi Protokol ini.
Hasil dari Revisi Protokol Peraboi 2003 ini selanjutnya dijadikan Panduan
penatalaksanan kanker-kanker dalam ruang lingkup bedah onkologi sehingga nama buku
adalah PANDUAN PENATALAKSANAAN KANKER PERABOI 2020, sebagai
pengganti Protokol PERABOI.
Kami menyadari bahwa PANDUAN PENATALAKSANAAN KANKER PERABOI
2020 ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak kelemahan yang perlu diperbaiki.
Untuk itu kami membutuhkan masukan yang membangun untuk perbaikan Panduan ini,
seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran, khususnya dalam bidang
bedah onkologi.
Demikian, Semoga panduan ini bermanfaat untuk kita semua.

Tim Penyusun.

ii
TIM PENYUSUN

iii
KATA SAMBUTAN KEMENKES

iv
KATA SAMBUTAN KETUA PERABOI

v
KATA SAMBUTAN KETUA KOLEGIUM PERABOI

vi
KATA SAMBUTAN KETUA IDI

vii
KATA SAMBUTAN KETUA KKI

viii
DAFTAR ISI
Kata Sambutan .................................................................................................................................. ii
Daftar Isi ........................................................................................................................................... iii
Daftar Singkatan ............................................................................................................................... iv
Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara ..................................................................................... 1
Panduan Penatalaksanaan Nodul dan Kanker Tiroid ........................................................................ 34
Panduan Penatalaksanaan Kanker Kelenjar Liur .............................................................................. 59
Panduan Penatalaksanaan Kanker Rongga Mulut ............................................................................ 76
Panduan Penatalaksanaan Kanker Kulit ........................................................................................... 94
Kanker Kulit Melanoma ............................................................................................................... 93
Kanker Kulit Non-Melanoma....................................................................................................... 109
Panduan Penatalaksanaan Sarkoma Jaringan Lunak ........................................................................ 126
Panduan Penatalaksanaan Sistemik Terapi ....................................................................................... 141

ix
DAFTAR SINGKATAN

ENE Extracapsular node extension ISK imunositokimia


KGB Kelenjar getah bening BAJAH Biopsi aspirasi jarum halus
MRI Magnetic resonance imaging AUS atypia of uncertain significance
NOS Non origin spesifik/not other specified FLUS follicular lesion of uncertain
significance
PET Positron emission tomography
STSG Split thickness skin graft
FDG Fluorodeoxyglucose
LND Lateral neck dissection
RE Radiasi Eksterna
NT Near total thyroidectomy
RND Radical neck dissection
TG Tiroglobulin
MRND Modified Radical neck dissection
FTSG Full thickness skin graft
SJL Sarkoma Jaringan Lunak
STS Soft tissue sarcoma
SND Selective neck dissection
GIST Gastrointestinal stromal tumor
STS Soft Tissue Sarcoma
SSP Sistem saraf pusat
USG Ultrasonografi
FMTC Familial medullary thyroid cancer
CND Central neck dissection
DLS Diseksi Leher Sentral
MRND Modified radical neck dissection
DLL Diseksi Leher Lateral
KTA Karsinoma tiroid anaplastik
SND Selective Neck Dissection
KTM Karsinoma tiroid meduler
NST No special type
ER Estrogen receptor
PR Progesteron receptor
HER Human epidermal receptor
DCIS Ductal carcinoma in situ
ITC isolated tumor cells clusters;
RT-PCR reverse transcriptase polymerase chain
reaction
SBR Scarff-Bloom-Richardson
ECOG Eastern Cooperative Oncology Group
BIRADS Breast Imaging-Reporting and Data
System
ALP Alkali fosfatase
LCIS Lobular carcinoma in situ
ADH Atypical ductal hyperplasia
BCS/T Breast conserving surgery/treatment
GTV Gross tumor volume
MRM Modified radical mastectomy
IHK Imunohistokimia
SERM Selective Estrogen Receptor Modulator
SERD Selective Estrogen Receptor
Downregulator
OFS Ovarian function suppression
AI Aromatase inhibitor
FSH Follicle stimulating hormone
TKI thyrosin kinase inhibitor
FT4 Free T4
TSHS thyroid stimulating hormonesensitive
MEN multiple endocrine neoplasia

x
PANDUAN PENATALAKSANAAN KANKER PAYUDARA

I. Pendahuluan
A. Definisi
Kanker payudara merupakan keganasan pada jaringan payudara yang dapat berasal dari epitel duktus
maupun lobulusnya1
B. Epidemiologi
Payudara merupakan kanker dengan jumlah tertinggi pada perempuan di dunia dan terdapat
kecenderungan dari tahun ke tahun insidennya meningkat. Berdasarkan estimasi International
Agency for Research on Cancer (IARC) tahun 2012, kasus baru (insiden) kanker payudara adalah
sebesar 43,1 per 100.000 perempuan, dengan angka kematian sebesar 12,9 per 100.000 perempuan.
Angka ini lebih tinggi dari estimasi tahun 2008, yaitu insiden sebesar 39 per 100.000 perempuan dan
angka kematian sebesar 13 per 100.000 perempuan.2,3
Di Indonesia, kanker payudara merupakan jenis kanker terbanyak, baik pada perempuan saja
maupun pada seluruh populasi (laki-laki dan perempuan), dengan estimasi insiden 40.3 per 100.000
perempuan atau 48.998 kasus baru per tahun. Angka ini merupakan 30,5% dari seluruh jenis kanker
pada perempuan atau 16,4 dari seluruh jenis kanker pada laki-laki dan perempuan. Angka insiden
ini meningkat dari estimasi tahun 2008, yaitu sebesar 36 per 100.000 perempuan, sementara angka
kematian sebesar 16,6 per 100.000 perempuan atau sebanyak 19.750 orang.2-4

II. Klasifikasi Histopatologi WHO 2019 & Molekuler


Klasifikasi menurut WHO tahun 20195
Tabel 1. Klasifikasi histopatologi WHO
Epithelial tumours of the breast • Rare and salivary gland-type tumours
• Benign epithelial proliferations and precursors o Acinic cell carcinoma
o Usual ductal hyperplasia o Adenoid cystic carcinoma
o Collumnar cell lesions, including flat epithelial o Secretory carcinoma
atypia o Mucoepidermoid carcinoma
o Atypical lobular hyperplasia o Polymoorphous adenocarcinoma
• Adenosis and benign sclerosing lesions o Tall cell carcinoma with reversed polarity
o Sclerosing adenosis • Neuroendocrine neoplasms
o Apocrine adenosis and adenoma o Neuroendocrine tumour
o Microglandular adenosis o Neuroendocrine carcinoma
o Radial scar/complex sclerosing lesion Fibroepithelial tumours and hamartomas of the breast
• Adenomas • Fibroepithelial tumours and hamartomas of the breast
o Tubular adenoma o Hamartoma
o Lactating adenoma • Fibro-epithelial tumours
o Ductal adenoma o Fibroadenoma
• Epithelial-myoepithelial tumours o Phyllodes tumour
o Pleomorphic adenoma Tumours of the nipple
o Adenomyoepithelioma • Tumours of the nipple
o Malignant adenomyoepithelioma • Epithelial tumours
• Papillary neoplasms o Syringomatous tumour
o Intraductal papilloma o Nipple adenoma
o Papillaary ductal carcinoma in situ o Paget disease of the breast
o Encapsulated papillary carcinoma Mesenchymal tumours of the breast
o Solid papillary carcinoma (in situ and invasive)
1
o Invasive papillary carcinoma • Mesenchymal tumours of the breast
• Non-invasive lobular neoplasia • Vascular tumours
o Atypical lobular hyperplasia o Hemangioma
o Lobular carcinoma in situ o Angiomatosis
• Ductal carcinoma in situ o Atypical vascular lesions
o Ductal carcinoma in situ o Postradiation angiosarcoma of the breast
• Invasive breast carcinoma o Primary angiosarcoma of the breast
o Invasive breast carcinoma of no special type • Fibroblastic and myofibroblastic tumours
o Microinvasive carcinoma
o Invasive lobular carcinoma
o Tubular carcinoma
o Cribiform carcinoma
o Mucinous carcinoma
o Mucinous cystadenocarcinoma
o Invasive micropapillary carcinoma
o Carcinoma with apocrine differentiation
o Metaplastic carcinoma

Klasifikasi kanker payudara secara molekuler


Selama 15 tahun terakhir, profiling ekspresi gen telah memberikan dampak yang cukup berpengaruh
dalam pemahaman kita terhadap biologi kanker payudara. Terdapat pula klasifikasi subtipe kanker
payudara berdasarkan molekuler intrinsik kanker payudara yang diidentifikasi melalui analisis
microarray. Manfaat klasifikasi molekuler yang baru ini untuk memprediksi hasil terapi sehingga
memungkinkan prediksi terhadap terapi target baru.6

Tabel 2. Pembagian subtipe kanker payudara secara molekuler: korelasi klinis-patologis6


Subtipe Molekuler
Profile Luminal A Luminal B Her2 Basal like
Biomolekuler
ER, PR ER dan/atau PR (+) ER dan/atau PR (+) ER (-) dan PR (-) ER (-) dan PR (-)

HER 2, Ki67 HER 2 (-) HER 2 (+) atau HER 2 (+) HER 2 (-)
Ki 67 < 20% HER 2 (-)
Ki 67 > 20%

III. Klasifikasi stadium TNM (AJCC 2018)7


Klasifikasi stadium
Stadium kanker payudara ditentukan berdasarkan sistem klasifikasi TNM American Joint Committee
on Cancer (AJCC) 2018, Edisi 8, untuk kanker payudara

2
Tabel 3. Klasifikasi staging tumor primer (klinis dan patologi)
Tumor primer
T Kriteria T Ilustrasi
TX Tumor primer tidak dapat
dinilai.
T0 Tidak ada bukti keberadaan
tumor primer.
Tis Karsinoma duktal in situ.
(DCIS)
Tis Penyakit Paget pada puting
(Paget) payudara yang tidak disertai
karsinoma invasif dan/atau
karsinoma in situ (DCIS)
pada payudara di bawahnya.
Karsinoma payudara yang
disertai penyakit Paget
dikategorikan berdasarkan
ukuran dan karakteristik
kanker payudara tersebut
dengan tetap mencatat
adanya penyakit Paget
T1 Diameter terbesar tumor ≤20 (lihat gambar pada T1a, T1b, dan T1c).
mm

T1mi Diameter terbesar tumor ≤1


mm

T1a Diameter terbesar tumor >1


mm, tetapi ≤5 mm (bulatkan
menjadi 2 pada hasil
pengukuran >1,0–1,9).

T1b Diameter terbesar tumor >5


mm, tetapi ≤10 mm

T1c Diameter terbesar tumor >10


mm, tetapi ≤20 mm pada
dimensi terbesar.

3
T2 Diameter terbesar tumor >20
mm, tetapi ≤50 mm

T3 Diameter terbesar tumor >50


mm

T4 Tumor berukuran berapa


pun dengan ekstensi
langsung ke dinding dada
dan/atau ke kulit (ulkus
atau nodul makroskopis);
invasi yang hanya
melibatkan dermis saja tidak
termasuk ke dalam T4.
T4a Ekstensi ke dinding dada;
invasi atau penempelan ke
otot pektoral tanpa disertai
invasi struktur dinding dada
tidak termasuk sebagai T4.

T4b Pada kulit, terdapat ulserasi


dan/atau nodul satelit
makroskopis ipsilateral
dan/atau edema (termasuk
peau d’orange) yang tidak
memenuhi kriteria mastitis
karsinomatosa.

T4c Terdapat kriteria T4a dan


T4b sekaligus.

4
T4d Mastitis karsinomatosa.

Keterangan:
Karsinoma lobuler in situ (LCIS) merupakan entitas jinak sehingga sudah dikeluarkan dari staging
TNM AJCC Cancer Staging Manual Edisi ke-8

Tabel 4. Klasifikasi staging KGB secara klinis (cN)


KGB regional klinis (cN)
Kategori Kriteria cN Ilustrasi
cN
cNX* KGB regional tidak dapat dinilai
(misalnya, sudah pernah diangkat).
cN0 Tidak ada metastasis KGB regional
(melalui pemeriksaan pencitraan dan
pemeriksaan klinis).
cN1 Metastasis ke KGB aksila ipsilateral
level I dan II, yang tidak terfiksasi
(dengan jumlah satu atau lebih).

cN1mi** Mikrometastasis (±200 sel, >0,2


mm, tetapi ≤2,0 mm)
cN2 Metastasis pada KGB aksila
ipsilateral level I dan II, yang
terfiksasi secara klinis atau terfiksasi
satu sama lain (matted);

ATAU

metastasis pada KGB mammaria


interna ipsilateral tanpa metastasis
KGB aksila.

5
cN2a Metastasis pada KGB aksila
ipsilateral level I dan II yang
terfiksasi satu sama lain (matted)
atau ke struktur lain.

cN2b Metastasis hanya pada KGB


mammaria interna ipsilateral yang
terdeteksi secara klinis*, tanpa
disertai metastasis KGB aksila.

cN3 Metastasis pada KGB (jumlah ≥1)


infraklavikula (aksila level III)
ipsilateral, dengan/tanpa
keterlibatan KGB aksila level I dan
II;

ATAU

metastasis pada KGB (jumlah ≥1)


mammaria interna ipsilateral disertai
dengan metastasis KGB aksila level
I dan II;
ATAU

metastasis pada KGB (jumlah ≥1)


supraklavikula ipsilateral,
dengan/tanpa keterlibatan KGB
aksila atau mammaria interna
cN3a Metastasis pada KGB (jumlah ≥1)
infraklavikula ipsilateral.

6
cN3b Metastasis pada KGB (jumlah ≥1)
mammaria interna dan KGB (jumlah
≥1) aksila ipsilateral.

cN3c Metastasis pada KGB (jumlah ≥1)


supraklavikula ipsilateral.

Keterangan:
- Imbuhan akhir (sn) dan (f) harus ditambahkan pada kategori N untuk menandai metode
konfirmasi metastasis. Imbuhan akhir (sn) untuk metastasis yang dikonfirmasi dengan biopsi
KGB sentinel, sementara imbuhan akhir (f) untuk BAJAH/biopsi core.
- *Kategori cNX hanya digunakan untuk kasus-kasus yang KGB regionalnya sudah pernah
diangkat melalui pembedahan atau kasus yang tidak mempunyai dokumentasi pemeriksaan fisik
aksila.
- **cN1mi jarang digunakan, tetapi bisa dipakai pada kasus-kasus yang biopsi KGB sentinelnya
dilakukan sebelum reseksi tumor. Kasus-kasus seperti ini biasanya terjadi pada terapi
neoadjuvan.

Tabel 5. Klasifikasi staging KGB secara patologis


Patologis (pN)
Kategori Kriteria pN Ilustrasi
pN
pNX KGB regional tidak dapat dinilai
(misalnya, sudah pernah diangkat, atau
tidak diangkat untuk dipelajari secara
patologis).
pN0 Tidak ada metastasis KGB regional yang
teridentifikasi atau hanya ada ITC saja.

7
pN0(i+) Hanya ada ITC saja (kluster sel ganas ≤0,2
mm) pada KGB regional (jumlah ≥1).

pN0(mol+) Temuan molekuler positif menggunakan


RT-PCR; tidak ada ITC yang terdeteksi.

pN1 Mikrometastasis; atau metastasis pada 1–3


KGB aksila; dan/atau KGB mammaria
interna yang negatif secara klinis, disertai
mikrometastasis atau makrometastasis
yang terdeteksi dengan biopsi KGB
sentinel.
pN1mi Mikrometastasis (±200 sel, >0,2 mm, tetapi
≤2,0 mm).

pN1a Metastasis pada 1–3 KGB aksila (minimal Lihat gambar pada pN1mi.
1 metastasis >2,0 mm)
pN1b Metastasis pada KGB sentinel mammaria
interna ipsilateral, dengan mengabaikan
ITC.

8
pN1c Kombinasi pN1a dan pN1b.

pN2 Metastasis pada 4–9 KGB aksila; atau


KGB mammaria interna ipsilateral yang
positif berdasarkan pencitraan, tanpa
disertai metastasis KGB aksila.
pN2a Metastasis pada 4–9 KGB aksila (minimal Lihat gambar pada pN1mi.
1 deposit tumor >2,0 mm).
pN2b Metastasis pada KGB mammaria interna
yang terdeteksi secara klinis, dengan/tanpa
konfirmasi mikroskopis; dengan KGB
aksila yang negatif secara patologis.

pN3 Metastasis pada ≥10 KGB aksila;


ATAU
metastasis pada KGB infraklavikula (aksila
level III);
ATAU
KGB mammaria interna ipsilateral yang
positif berdasarkan pencitraan, disertai
dengan adanya ≥1 KGB aksila level I dan
II yang positif;
ATAU
metastasis pada >3 KGB aksila, disertai
mikrometastasis atau makrometastasis
yang terdeteksi melalui biopsi KGB
sentinel pada KGB mammaria interna
ipsilateral yang negatif secara klinis;
ATAU
metastasis pada KGB supraklavikula
ipsilateral.
pN3a Metastasis pada ≥10 KGB aksila (minimal Lihat gambar pada pN1mi.
1 deposit tumor >2,0 mm);
ATAU
metastasis ke KGB infraklavikula (KGB
aksila level III).

9
pN3b pN1a atau pN2a disertai cN2b (KGB
mammaria interna yang positif berdasarkan
pencitraan);
ATAU
pN2a disertai pN1b.

pN3c Metastasis pada KGB supraklavikula


ipsilateral.

Keterangan:
- Imbuhan akhir (sn) dan (f) harus ditambahkan pada kategori N untuk menandai metode
konfirmasi metastasis. Imbuhan akhir (sn) untuk metastasis yang dikonfirmasi dengan biopsi
KGB sentinel, sementara imbuhan akhir (f) untuk BAJAH/biopsi core. Konfirmasi tersebut
dilakukan tanpa reseksi KGB lebih lanjut.
- ITC = isolated tumor cells clusters; RT-PCR = reverse transcriptase polymerase chain
reaction.

Tabel 6. Klasifikasi staging metastasis jauh


Metastasis jauh (M)
M Kriteria M
M0 Tidak terdapat bukti klinis atau radiografi akan adanya metastasis jauh.

cM0(i+) Tidak terdapat bukti klinis atau radiografi akan adanya metastasis jauh pada seorang pasien yang
tidak menunjukkan gejala atau tanda metastasis, tetapi pasien tersebut mempunyai sel-sel tumor
atau deposit tumor ≤0,2 mm di dalam sirkulasi darah, sumsum tulang, atau jaringan KGB non-
regionalnya yang terdeteksi secara mikroskopis atau melalui teknik molekuler.
cM1 Metastasis jauh yang terdeteksi secara klinis atau pemeriksaan radiografi.

pM1 Metastasis pada organ jauh yang terbukti melalui teknik histologis apa pun; atau jika ada pada
KGB non-regional, metastasisnya >0,2 mm.

10
Tabel 7. Kelompok staging anatomis
Kelompok Staging T N M
0 Tis, paget disease N0 M0
IA T1 N0 M0
T0 N1mi M0
IB
T1 N1mi M0
T0 N1 M0
IIA T1 N1 M0
T2 N0 M0
T2 N1 M0
IIB
T3 N0 M0
T0 N2 M0
T1 N2 M0
IIIA T2 N2 M0
T3 N1 M0
T3 N2 M0
T4 N0 M0
IIIB T4 N1 M0
T4 N2 M0
IIIC T apa pun N3 M0
IV T apa pun N apa pun M1
Keterangan:
• T1 termasuk T1mi.
• Tumor T0 dan T1 dengan mikrometastasis KGB (N1mi)
diklasifikasikan sebagai stadium IB.
• Tumor T2, T3, dan T4 dengan mikrometastasis KGB (N1mi)
diklasifikasikan menggunakan kategori N1.
• M0 termasuk M0(i+).
• Penandaan pM0 tidaklah valid; M0 apa pun sifatnya klinis.
• Klasifikasi stadium dapat berubah jika pencitraan pascaoperasi
menunjukkan adanya metastasis jauh, asalkan pencitraan tersebut
dilakukan dalam waktu 4 bulan setelah diagnosis, tanpa adanya
progresi penyakit, dan pasien juga belum menjalani terapi
neoadjuvan.
• Pengklasifikasian setelah terapi neoadjuvan ditandai dengan
imbuhan awal “yc” atau “yp” yang dituliskan pada klasifikasi T dan
N. Pengelompokan berdasarkan kelompok staging anatomis tidak
perlu dilakukan jika terjadi respons patologis komplet (pCR)
terhadap terapi neoadjuvan, misalnya, ypT0ypN0cM0.

Tabel 8. Derajat histologis kanker invasif (modifikasi Nottingham pada sistem klasifikasi derajat
Scarff-Bloom-Richardson [SBR])
G Definisi G
Gx Derajat tidak dapat dinilai
G1 Derajat histologis kombinasi rendah (favorable); skor SBR 3–5
G2 Derajat histologis kombinasi sedang (moderately favorable); skor SBR 6–
7
G3 Derajat histologis kombinasi tinggi (unfavorable); skor SBR 8–9

11
Tabel 9. Tipe histopatologis
Karsinoma in situ
• Karsinoma duktal in situ
• Penyakit Paget
Karsinoma invasif
• Not otherwise specified (NOS)
• Duktal
• Inflamatori/mastitis karsinomatosa
• Meduler, NOS
• Meduler dengan stroma limfoid
• Mucinous
• Papiler (didominasi pola mikropapiler)
• Tubular
• Lobular
• Penyakit Paget dan infiltratif
• Undifferentiated
• Sel skuamosa
• Kistik adenoid
• Sekretori
• Kribriformis

IV. Prosedur diagnostik


A. Pemeriksaan klinis
1. Anamnesis:8,9
Keluhan di payudara atau ketiak dan riwayat penyakitnya.
• Benjolan
• Kecepatan tumbuh
• Rasa sakit
• Nipple discharge
• Nipple retraksi dan sejak kapan
• Krusta pada areola
• Kelainan kulit: dimpling, peau d’orange, edema kulit, eritema
• ulkus, venektasis
• Benjolan ketiak
• Edema lengan
b. Keluhan ditempat lain berhubungan dengan metastasis, antara lain:
• Sakit kepala hebat, muntah proyektil, gangguan penglihatan, penurunan kesadaran
• Nyeri tulang belakang, pelvis dan tungkai
• Batuk dan sesak napas
• Rasa penuh di ulu hati
c. Faktor risiko:
• Usia penderita
• Usia melahirkan anak pertama
• Punya anak atau tidak
• Riwayat menyusukan
• Riwayat menstruasi
o menstruasi pertama pada usia berapa
o keteraturan siklus menstruasi
o menopause pada usia berapa

12
• Riwayat pemakaian obat hormonal
• Riwayat keluarga sehubungan dengan kanker payudara atau kanker lain, terutama keluarga
derajat pertama.
• Riwayat pernah operasi tumor payudara atau tumor ginekologik
• Riwayat radiasi dinding dada pada usia muda
2. Pemeriksaan fisik:8,9
a. Status generalisata, cantumkan performance status (Status Karnofsky, ECOG)
b. Status lokalis:
• Payudara kanan dan kiri harus diperiksa
• Massa tumor:
o lokasi
o konsistensi
o permukaan
o Mobilitas, terfiksasi atau tidak ke kulit, otot pektoralis dan dinding dada
o Bentuk dan batas tumor
o Sensibilitas nyeri
o Ukuran
• Perubahan kulit: kemerahan, peau d’orange, ulserasi, dimpling, edema, nodul satelit
• Nipple: tertarik, erosi, krusta, discharge
c. Status KGB
• KGB aksila: jumlah, ukuran, terfiksir satu sama lain atau jaringan sekitar
• KGB infra klavikula: ada atau tidak
• KGB supra klavikula: ada atau tidak
d. Pemeriksaan pada daerah yang dicurigai metastasis:
• Lokasi organ (paru, tulang, hepar, otak)
B. Pemeriksaan radiodiagnostik/ imaging10-12
1. Ultrasonografi payudara
USG payudara dapat dilakukan sebagai metoda diagnostik awal pada wanita mulai pubertas
dengan keluhan di payudara serta evaluasi KGB regional.Gambaran USG pada benjolan yang
harus dicurigai ganas diantaranya:
• Permukaan tidak rata
• Diameter vertikal > horizontal
• Echo interna heterogen
• Vaskularisasi meningkat (dengan doppler)
2. Mammografi
Mammografi dikerjakan pada wanita berusia diatas 40 tahun atau pada wanita dengan densitas
payudara tidak padat. Pada wanita yang memiliki risiko sangat tinggi, mammografi disarankan
dikerjakan 5 tahun lebih awal. Untuk standarisasi penilaian dan pelaporan hasil mamografi
digunakan BIRADS yang dikembangkan oleh American College of Radiology. Tanda primer
berupa:
• Densitas yang meninggi pada tumor

13
• Batas tumor yang tidak teratur oleh karena adanya proses infiltrasi ke jaringan sekitarnya
atau batas yang tidak jelas (comet sign)
• Gambaran translusen disekitar tumor
• Gambaran stelata
• Adanya mikrokalsifikasi (ukuran <50 um), berkelompok (cluster) dan jumlah > 5
• Ukuran klinis tumor lebih besar dari radiologis.
Tanda sekunder:
• Retraksi atau penebalan kulit
• Bertambahnya vaskularisasi
• Perubahan posisi puting
• Terdapat pembesaran KGB aksila
• Keadaan daerah tumor dan jaringan fibroglandular tidak teratur
Hasil pelaporan USG dan mamografi dilaporkan dalam Breast Imaging and Reporting Data
System (BIRADS), dari BIRADS 0-5. Tindakan biopsi mulai dikerjakan pada lesi yang termasuk
kelompok BIRADS 4 (risiko keganasan 20% - 40%) dan BIRADS 5 (risiko keganasan >95%).
BIRADS 3 dipertimbangkan untuk biopsi.
3. MRI payudara
Pemeriksaan MRI payudara bukan pemeriksan rutin untuk diagnostik, dilakukan apabila:
• Terdapat diskrepansi antara pemeriksaan klinis, USG mammae dan mammografi,
• Apabila dibutuhkan informasi infiltrasi lesi terutama ke arah posterior jaringan payudara,
termasuk dinding dada
• Pasien kanker payudara usia muda yang membutuhkan informasi adanya multisentrisitas.
• Dipertimbangkan pada lesi residif
4. Pemeriksaan penunjang untuk mencari metastasis
• Pemeriksaan radiologi rutin
o Ultrasonografi abdomen
o Foto toraks
o Bone scan (pada tumor ukuran >5 cm)
• Untuk ukuran tumor <5 cm dan KGB aksila klinis negatif (stadium klinis I-IIB),
pertimbangkan pemeriksaan tambahan jika terdapat tanda atau gejala.
o CT abdomen (dengan atau tanpa CT pelvis), dikerjakan apabila:
- Terdapat gejala gastrointestinal
- Pemeriksaan fisik abdomen atau pelvis abnormal
- Peningkatan tes fungsi hepar
o CT toraks dikerjakan apabila terdapat gejala paru
o Bone scan, diindikasikan jika terdapat:
- Nyeri tulang terlokalisir
- Peningkatan alkali fosfatase (ALP)
• Untuk ukuran tumor >5 cm dan/atau KGB aksila klinis positif (stadium klinis IIIA
(T3N1M0)), dipertimbangkan pemeriksaan:
o CT Scan toraks
o CT atau MRI abdomen ± pelvis
14
o FDG/ PET CT (opsional)
• Karena keakuratan diagnostik yang kurang, biaya tinggi, dan akses yang terbatas,
PET/CT scan tidak dianjurkan sebagai perangkat diagnostik rutin. PET/CT scan
dapat memberikan informasi tambahan mengenai stadium preoperatif ataupun
pada observasi pasca operasi kanker payudara
C. Pemeriksaan histopatologi
1. Biopsi, pemeriksaan histopatologi untuk penentuan diagnosis. Biopsi tersebut dapat berupa:
a. Biopsi core dengan panduan USG adalah adalah standar diagnostik terpilih untuk evaluasi
diagnostik massa pada payudara. Tindakan ini merupakan prosedur invasi minimal
menggunakan jarum 14G untuk mengambil sampel jaringan dengan kesesuaiannya mencapai
90% dibandingkan biopsi terbuka.14
Indikasi dari biopsi core payudara menurut kategori BI-RADS14
• BI-RADS 5 (risiko keganasan 95%)
• BI-RADS 4 (risiko keganasan 20-40%)
• BI-RADS 3 (risiko keganasan < 20%), dipertimbangkan pada:
o Faktor psikologis pasien
o Hambatan dalam short-interval follow up
o Pasien dengan faktor risiko multipel kanker payudara
o Keperluan untuk diagnostic anticipation
Tabel 10. Rekomendasi berdasarkan hasil dari biopsi core payudara14
Hasil Radiologi Hasil Histopatologi Klasifikasi Rekomendasi

BI-RADS 3 atau 4 Lesi jinak Konkordan jinak Follow up 6 bulan


dengan imaging
BI-RADS 5 Lesi jinak Diskonkordan jinak Biopsi terbuka
Independen Karsinoma in situ, papilloma Lesi risiko tinggi, lesi Biopsi terbuka
perifer, radial scar, proliferasi prekursor atau lesi
epitel atipik, neoplasia lobuler, lesi dengan risiko
papiler, lesi fibroepitelial (dengan underestimate
kemungkinan tumor filoides)
Independen Karsinoma infiltratif Maligna Sesuai penanganan
kanker payudara
invasif

Pada beberapa lesi payudara yang dari hasil biopsi core diagnosanya belum bisa ditegakkan,
dilakukan biopsi terbuka. Selain itu, diagnosis beberapa lesi payudara relatif sukar dibuat karena
kompleksitas gambaran histopatologinya. Kesulitan diagnosis ini tidak bergantung kepada jumlah
specimen cores jaringan yang diambil. Pada kondisi ini, lesi payudara tersebut harus dieksisi
secara utuh untuk membuat diagnosa histopatologi yang akurat seperti ADH, DCIS, papilloma
perifer, tumor filoides, radial scar, lesi papiler dengan atau tanpa sel atipik, dan LCIS 14
b. BAJAH dengan menggunakan jarum berukuran 19-25G untuk mendapatkan aspirat.

15
• BAJAH merupakan pemeriksaan sitologi dan tidak dapat dipakai sebagai pemeriksaan tunggal
untuk diagnosis definitif, karena sulit menentukan subtipe tumor, grading, imunohistokimia
dan akurasinya bervariasi
• Bajah digunakan sebagai diagnostik keganasan payudara sebagai bagian dari tripel diagnostik
(klinis, radiologi (USG mamma/ mammografi), dan bajah)15,16
c. Biopsi eksisi merupakan teknik biopsi invasif melalui pembedahan terbuka yang untuk
mendapatkan seluruh sampel jaringan, yang dapat dikombinasikan dengan pemeriksaan potong
beku untuk mendapatkan diagnosa histopatologi intraoperatif. Biopsi eksisi masih dapat
dilakukan
• Jika biopsi core tidak dapat dilakukan karena alasan teknis
• Terdapat ketidaksesuaian antara hasil biopsi core dengan pencitraan atau
pemeriksaan klinis
• Untuk tumor non palpable → biopsi eksisi dengan panduan wire (hook wire
localization)17
d. Biopsi insisi merupakan teknik biopsi terbuka untuk mengambil sebagian dari massa tumor yang
dapat dikombinasikan dengan pemeriksaan potong beku untuk mendapatkan diagnosa
histopatologi intraoperatif. Biopsi insisi masih dapat dilakukan jika
• Biopsi core tidak dapat dilakukan karena alasan teknis
• Tumor payudara yang tidak dapat dieksisi utuh (massa fungating dan berukuran
besar)17
2. Imunohistokimia
Pemeriksaan imunohistokimia yang dibutuhkan pada kanker payudara adalah ER, PR, HER2,
Ki67, Topoisomerase-α. Profil biomarker ini dapat digunakan untuk menentukan prognosis serta
panduan pemilihan terapi sistemik.6
D. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin dan pemeriksaan kimia darah sesuai dengan perkiraan metastasis.
Tidak ada peranan pemeriksaan tumor marker untuk diagnostik kanker payudara.11-12

V. Prosedur Terapi
Penentuan terapi utama pada kanker payudara dilakukan hanya setelah didapatkan diagnostik definitif
kanker meliputi diagnosis histopatologi, sifat biologi tumor serta stadium yang tepat. Modalitas terapi
pada kanker payudara:18
• Pembedahan
• Radiasi
• Kemoterapi
• Terapi Hormonal
• Terapi Target
• Immunoterapi

16
a. Operasi:
• Mempertahankan jaringan payudara
o BCS (Breast Conserving Surgery)
• Tidak mempertahankan jaringan payudara
o Mastektomi simpel
o Mastektomi radikal modifikasi
o Mastektomi radikal klasik
o Skin sparing mastektomi
o Nipple areola sparing mastektomi

Tindakan-tindakan operasi tersebut diatas dapat disertai dengan prosedur onko rekonstruksi
untuk mengembalikan estetika payudara, antara lain:
• Volume replacement:
o Flap glandular
o Flap perforator
- Flap Lateral Intercostal Artery Perforator (LICAP)
- Flap Anterior Intercostal Artery Perforator (AICAP)
- Flap Toracodorsal Artery Perforator (TDAP)

o TRAM flap
o Latissimus dorsi flap
o Free flap
o Implant Silikon, tissue expander
• Volume displacement:
o Mammoplasti terapeutik/mastopeksi
b. Radiasi:
Radiasi eksterna pada kanker payudara dapat memiliki tujuan sebagai terapi adjuvan maupun
paliatif.
• Radioterapi kuratif adjuvan12,18
Radioterapi pasca BCS
o Bagian dari breast conserving theraphy (BCT), diberikan radiasi seluruh jaringan
payudara (whole breast radiotherapy)
o Radioterapi seluruh payudara dapat diabaikan pada pasien kanker payudara pasca BCS
berusia > 70 tahun dengan syarat:
- Reseptor hormonal positif (HR+)
- Klinis N0
- T1 yang mendapat terapi hormonal
o Radiasi regional adalah radiasi supraklavikula dan infraklavikula diberikan apabila pada
diseksi KGB aksila yang adekuat ditemukan
- KGB aksila yang mengandung massa tumor >4
o Radiasi aksila diberikan hanya pada:

17
- KGB aksila yang positif sudah dijumpai perluasan ekstra kapsular
- Terdapat massa tumor (gross tumour volume) pada daerah aksila
o Radiasi KGB mammaria interna tidak rutin, dimasukkan ke dalam lapangan radiasi bila
terbukti positif secara radiologik dan/atau patologi
*Pada pasien pasca BCS, jika ada indikasi pemberian kemoterapi adjuvan, maka kemoterapi
diberikan sebelum radiasi
• Radioterapi pasca mastektomi (radioterapi dinding dada)
Radioterapi dinding dada pada pasca MRM diberikan pada:
o Tumor T3-4
o KGB aksila yang diangkat ≥4 yang mengandung sel tumor dari sediaan diseksi aksila
yang adekuat
o Batas sayatan positif atau dekat dengan tumor.
o KGB aksila yang diangkat 1-3 yang mengandung sel tumor dari sediaan diseksi aksila
yang adekuat dengan faktor risiko kekambuhan, antara lain derajat tinggi (diferensiasi
jelek) atau esktensi ekstrakapsul
Radioterapi dinding dada pada pasca MRM diberikan karena dapat menurunkan kekambuhan
dan kematian karena kanker payudara. Radioterapi pada KGB regional sama seperti pada
BCS.
c. Kemoterapi:12,18
• Kemoterapi pada kanker payudara dapat memiliki tujuan, antara lain:
o Adjuvan
o Neoadjuvan
o Sensitizer
o Primer/ paliatif

Kemoterapi adjuvan
Kemoterapi adjuvan diberikan terutama pada kanker payudara stadium dini yang termasuk dalam
risiko tinggi. Stratifikasi risiko berdasarkan parameter klinikopatologi dan sifat biologi kanker.
Pasien yang termasuk kedalam risiko rendah diberikan terapi hormonal. Pada risiko menengah
jika terdapat semua kriteria yang terpenuhi sebaiknya kemoterapi tetap diberikan. Pada
kelompok risiko menengah yang masih indeterminate, jika ada fasilitas dapat dilanjutkan ke
pemeriksaan mutasi genetik (mammaprint, oncotye DX)19

18
Tabel 11. Kategori risiko berdasarkan parameter klinikopatologi
Kategori Parameter klinikopatologi
risiko
Risiko rendah KGB negatif dan semua parameter klinikopatologis berikut :
pT < 2 cm
Grade 1
Absensi invasi limfovaskuler peritumoral
Reseptor hormonal ER dan/atau PR (+)
Ki 67 rendah (< 10 %)
HER 2/ gen neu tidak amplifikasi/ overekspresi
Usia > 35 tahun
Risiko KGB negatif disertai minimal salah satu dari :
menengah pT > 2 cm
Grade 2-3
Terdapat invasi limfovaskular peritumoral
Reseptor hormonal ER dan/atau PR (-)/ positif lemah (1% - 9%)
Ki 67 intermediate (10% - 20%)
HER 2/ gen neu amplifikasi/ overekspresi
Usia < 35 tahun

KGB positif (1 – 3 KGB) dan


HER 2/ gen neu tidak amplifikasi/ overekspresi
Risiko tinggi KGB positif (1 – 3 KGB) dan
HER 2/ gen neu amplifikasi/ overekspresi

Reseptor hormonal ER dan PR (-), Ki 67 tinggi > 20%

KGB positif (4 atau lebih KGB)

Kemoterapi neoadjuvan12,18,19
Kemoterapi neoadjuvan diberikan sebelum tindakan pembedahan definitif, yaitu pada:
• Kanker payudara stadium lokal lanjut
• Kanker payudara stadium klinis II dengan subtipe triple negative atau overekspresi HER2 diberikan
kemoterapi neoadjuvan full dose + trastuzumab sebelum terapi operatif. Jika ada fasilitas,
dipertimbangakan pemasangan metal clip intratumoral sebelum pemberian neoadjuvan
kemoterapi
• Kanker payudara stadium dini yang akan dilakukan BCS dan memenuhi semua syarat BCS,
kecuali ukuran tumor
Kemoterapi sensitizer
Kemoterapi yang diberikan untuk meningkatkan efikasi radiasi eksterna, umumnya diberikan
kemoterapi dosis rendah setiap minggu
Kemoterapi primer/ paliatif
Kemoterapi yang diberikan sebagai terapi utama pada kanker payudara dengan metastasis jauh
d. Terapi hormonal
Terapi hormonal diberikan pada kasus-kasus dengan hormonal positif (ER dan/atau PR positif).
• Kriteria IHK
o ER dan/ atau PR 0-1% : negatif
o ER dan/atau PR 2-9% : tetap dianggap positif, efektifitas terapi hormonal kurang
o ER dan/atau PR >10% : positif, kandidat untuk terapi hormonal
19
Terapi hormonal bisa diberikan pada stadium I sampai IV. Pilihan terapi hormonal:20-22
• Menghambat ikatan dengan reseptor
Selective Estrogen Receptor Modulator (SERM): tamoxifen, raloxifene, toramifene
• Aromatase inhibitor
• Downregulator reseptor (SERD): fulvestrant
• Ablasi ovarium/ ovarian function suppression (OFS)
o Pembedahan : bilateral salphingoovarektomi
o Medikamentosa : goserelin
o Radiasi
Indikasi pemilihan terapi hormonal22-24
• Pasien kanker payudara premenopause stadium awal dengan reseptor hormon positif (HR+)
yang dianggap risiko rendah dan tidak perlu mendapatkan kemoterapi dengan kriteria:
o Usia > 40 tahun
o Ukuran tumor kecil (<2 cm)
o KGB negatif
o Grade I-II
Pada kelompok pasien ini, terapi hormon tamoxifen saja sudah memadai dan tidak perlu
OFS. Terapi endokrin oral diberikan setelah kemoterapi selesai.
• Pasien kanker payudara premenopause dengan risiko rekurensi tinggi atau yang juga
memiliki indikasi kemoterapi, ditawarkan OFS selain terapi hormon. Kelompok pasien
tersebut, meliputi antara lain:
o Kelompok pasien dengan median usia 40 tahun; dan
o Pasien dengan indikasi kemoterapi (ukuran tumor besar, KGB positif, grade II-III) yang
kadar estradiol serum tetap premenopause setelah kemoterapi)
o Pada kelompok pasien ini OFS + aromatase inhibitor (AI) mengurangi risiko relatif
kanker payudara sebanyak 34% dibandingkan terapi dengan tamoxifene saja atau OFS
+ tamoxifen. AI diberikan 6-8 minggu setelah dimulainya OFS untuk menurunkan
produksi estrogen ovarium sebelum memulai terapi endokrin oral. Durasi pemberian
OFS medikamentosa yang umum diterima sekitar 3-5 tahun
• Pasien postmenopause dengan reseptor hormon positif (HR+) diberikan terapi hormonal
dengan aromatase inhibitor. Adapun kriteria untuk menopause yaitu:
o Riwayat salpingoovarektomi bilateral
o Usia >60 tahun
o Usia <60 tahun dan telah mengalami periode amenore selama 12 bulan dan bukan akibat
pemberian agen kemoterapi, SERM, atau telah menjalani OFS dengan kadar FSH dan
estradiol serum sesuai kondisi postmenopause

20
o Jika dalam terapi SERM dan usia <60 tahun, maka kadar FSH dan estradiol serum sesuai
kondisi postmenopause.12,22-24

Inisiasi terapi Menyelesaikan


hormonal terapi hormonal

12 bulan

Off terapi Off terapi


Terapi Adjuvan Endokrin endokrin endokrin

Pasien yang mengalami progresi penyakit saat atau dalam waktu 12 bulan setelah
menyelesaikan terapi hormonal dianggap sebagai resisten terhadap terapi hormonal
tersebut
Gambar 1. Ilustrasi resistensi terapi hormonal25
Pasien kanker payudara dengan reseptor hormon positif (HR+) yang mengalami progresivitas saat atau
dalam waktu 12 bulan setelah menyelesaikan terapi adjuvan endokrin memiliki indikasi untuk
mendapatkan terapi endokrin lini berikutnya atau kombinasi dengan terapi target, seperti berikut:
• AI
• Fulvestrant
• AI + Fulvestrant
• AI + Everolismus
• AI + CDK 4/6 Inhibitor
• Fulvestrant + CDK 4/6 inhibitor
e. Terapi anti HER2
• Pemberian trastuzumab dalam kombinasi dengan berbagai agen sitotoksik sebagai terapi
adjuvan selama 12 bulan
• Beberapa kombinasi dengan regimen kemoterapi antara lain
o TCH (docetaxel-carboplatin-trastuzumab)
o AC-TH (antracycline, cyclophosphamide – taxane, trastuzumab)
• Anti HER 2 lainnya (jika ada fasilitas)26,27
o Pertuzumab
- Penggunaan pertuzumab dan trastuzumab dengan docetaxel berhubungan dengan
peningkatan respon patologi komplet dibandingkan salah satu saja agen HER 2
ditambah docetaxel.
- Tiga macam kombinasi trastuzumab dan pertuzumab dalam regimen neoadjuvan
untuk kanker payudara HER 2, yaitu:
▪ 4 siklus THP (docetaxel-trastuzumab-pertuzumab
▪ 3 siklus FEC (5-FU-epirubicin-cyclophosphamide) diikuti 3 siklus THP
▪ 6 siklus TCHP (docetaxel-carboplatin-trastuzumab-pertuzumab)
21
o Lapatinib
- Anti HER 2 oral dan thyrosin kinase inhibitor (TKI) anti HER-1
- Diberikan sebagai lini kedua pada kasus rekurensi atau metastasis yang sebelumnya
sudah mendapat trastuzumab
- Kombinasi dengan capecitabine pada HR (-) atau dengan aromatase inhibitor pada
HR (+)
- Kombinasi dengan letrozole udah menjadi lini pertama.

Terapi kanker payudara berdasarkan stadium12,17


1. Kanker payudara stadium 0
Dilakukan: - BCS + radioterapi
- Mastektomi simpel + biopsi KGB sentinel
Tujuan terapi pada karsinoma in situ (DCIS) adalah mencegah perkembangan menjadi kanker
invasif. DCIS adalah lesi heterogen sehingga tidak ada terapi yang optimal, harus bersifat personal
dan multidisiplin.
Indikasi mastektomi pada DCIS:
• Pada kondisi multisentrisitas
• Tumor ukuran besar, yang batas sayatan bebas tidak bisa dicapai dengan estetika baik
Pada DCIS yang dilakukan mastektomi diikuti dengan biopsi KGB sentinel. Jika tidak ada fasilitas
KGB sentinel, dilakukan mastektomi simpel dan apabila hasil histopatologi definitif adalah
karsinoma invasif, dibutuhkan operasi diseksi KGB aksila. Mastektomi dapat dikerjakan prosedur
onko rekonstruksi pada saat bersamaan
Indikasi Breast Conserving Surgery (BCS) pada DCIS:
• Umumnya dilakukan pada tumor ukuran <5 cm, tetapi hal terpenting adalah perbandingan ukuran
tumor dengan ukuran payudara agar reseksi tumor menghasilkan batas sayatan bebas tumor
dengan hasil yang dapat diterima secara estetika.
BCS dapat disertai biopsi KGB sentinel jika lokasi tumor dekat aksila. Namun harus hati-hati, hal
ini dikarenakan tindakan operasi pada daerah payudara sisi lateral atas atau sekitar aksila dapat
mengakibatkan rusaknya jalur limfatik menuju aksila, yang nantinya mengakibatkan biopsi KGB
sentinel tidak dapat dikerjakan lagi jika hasil histopatologi karsinoma invasif. Kombinasi antara BCS
dan radiasi eksterna disebut breast conserving therapy (BCT)
Kontraindikasi absolut BCT:
• Radioterapi ketika kehamilan (hamil trimester ketiga bisa dilakukan BCT, radioterapi dilalukan
pasca partus)
• Terdapat mikrokalsifkasi yang luas dan curiga ganas

22
• Penyebaran tumor yang tidak dapat dikontrol dengan eksisi melalui satu insisi untuk mencapai
batas sayatan bebas tumor dan hasil estetika yang memuaskan
• Margin patologis positif yang luas
Kontraindikasi relatif BCT
• Riwayat radiasi pada dinding dada atau payudara. Penting mengetahui dosis dan volume radiasi
yang diberikan sebelumnya
• Terdapat penyakit aktif pada jaringan penunjang dan melibatkan kulit (terutama skleroderma
dan lupus)
• Tumor >5 cm
• Wanita diketahui memiliki predisposisi genetik kanker payudara (risiko sangat tinggi). Pada
kondisi ini terdapat peningkatan risiko kanker payudara dengan BCT.

Sistem skoring dari Van Nuys prognostic Index (VNPI) membantu mengarahkan terapi pada DCIS.
Sistem Skor Van Nuys Prognostic Index (VNPI)

Skor Ukuran Margin Kelas VN Usia

1 ≤15 mm ≥10 mm Derajat 1–2 tanpa nekrosis >60

2 16–40 mm 1–9 Derajat 1–2 tanpa nekrosis 40–60

3 >40 mm <1 Derajat 3 <40

Skor 4-5 : eksisi


Skor 7-9 : eksisi + radiasi
Skor 10-12 : mastektomi + biopsi KGB sentinel

23
Karsinoma Duktal In Situ (DCIS)

Lumpektomi/ Breast Mastektomi + Biopsi KGB


Conserving Surgery Sentinel
(BCS)

Risiko Rendah Risiko Tinggi

Lumpektomi ± biopsi KGB Lumpektomi + Whole Breast


sentinel Radiation
± biopsi KGB sentinel

Reseptor Hormonal

+ -

Terapi Hormonal

Bagan 1. Penanganan karsinoma duktal in situ


Keterangan:
1. Risiko tinggi : massa palpable, berukuran besar, grade tinggi, batas sayatan dekat atau positif, dan
usia <50 tahun
2. Risiko rendah : non palpable mass, grade rendah hingga menengah, ukuran tumor < 2,5 cm, batas
sayatan negative >3 mm11

24
2. Kanker payudara stadium dini dan stadium lokal lanjut operabel :12,18
Dilakukan: - BCS + biopsi KGB sentinel
- Mastektomi simpel + biopsi KGB sentinel
- Mastektomi radikal modifikasi
• BCS (harus memenuhi syarat-syarat yang telah disebut di atas). Baik prosedur BCS dan
mastektomi dapat diikuti dengan prosedur onko rekonstruksi sesuai dengan indikasi.
• Untuk penentuan staging aksila dilakukan dengan biopsi KGB sentinel dengan syarat-syarat
o Tumor ukuran <5 cm (T1 dan T2)
o Secara klinis (pemeriksaan fisik dan USG) tidak ada pembesaran KGB aksila yang
menurigakan (cN0)
Pada kondisi KGB aksila yang indeterminate, dapat dikerjakan biopsi BAJAH untuk
menentukan status KGB aksila. Jika biopsi KGB sentinel membuktikan adanya metastasis sel
tumor, dilanjutkan dengan diseksi KGB aksila level I dan II.
Pada kanker payudara stadium dini yang mendapat kemoterapi neoadjuvan, tindakan biopsi
KGB sentinel terbaik dengan kombinasi penggunaan gamma probe + blue dye. Jika hanya
menggunakan blue dye, diharapkan penemuan minimal tiga KGB sentinel untuk mencapai angka
negatif palsu <5 %.

25
Karsinoma payudara tipe luminal Karsinoma payudara tipe non luminal
T0-3,N1,M0; T1-3,N0-1,M0 T2-3,N0,M0; T1-3,N1,M0

Memenuhi kriteria BCS kecuali Kemoterapi neoadjuvan


ukuran tumor ± terapi target

Lumpektomi + Mastektomi + Respons No respon/ respon parsial, No respon/ respon parsial, Respon komplet
axillary staging axillary staging progresif, lumpektomi tidak bisa lumpektomi bisa

Kemoterapi adjuvan Kemoterapi dan/ Respons Respons Lumpektomi +


(jika ada indikasi) atau radiasi eksterna progresif, progresif, axillary staging
adjuvan tumor lumpektomi
(jika ada indikasi) inoperabel tidak bisa

Radiasi eksterna
Lihat bagan kanker Mastektomi + Radiasi eksterna (sesuai indikasi)
payudara lokal lanjut axillary staging
inoperabel

Reseptor Hormonal

+ -

Terapi hormonal
Bagan 2a. Penanganan kanker payudara stadium dini &
lokal lanjut operabel (T3N1M0) 26
Tumor payudara suspek ganas
T0-3, N1, M0; T1-3, N0, M0

Insisi/eksisi + potong beku

Ganas Jinak

Lumpektomi + Mastektomi + Eksisi


axillary staging axillary staging

Kemoterapi adjuvan ± terapi target


(jika ada indikasi)

Radiasi eksterna
(jika ada indikasi)

Reseptor hormonal

+ -

Terapi hormon

Bagan 2b. Penanganan kanker payudara stadium dini &


lokal lanjut operabel (T3N1M0) dengan potong beku

27
3. Inoperable Locally Advanced Breast Cancer (stadium klinis III A (kecuali T3N1M0); III B dan
III C)12,18
• Standar terapi berupa terapi inisial dengan kemoterapi dengan/terapi target.
• Terapi pembedahan pasca terdapatnya respon klinis dari kemoterapi dapat berupa
o Mastektomi dengan/tanpa delay reconstruction + diseksi KGB aksila level I dan II
o Lumpektomi dengan diseksi KGB aksila level I dan II
• Diberikan radioterapi adjuvan pada dinding dada (atau payudara) disertai radiasi regional pada
supraklavikula, infraklavikula, axillary bed at risk (terdapat sisa tumor makroskopis atau KGB
dengan ekstensi ekstra kapsul). Jika ada keterlibatan KGB mammaria interna maka termasuk
dalam daerah radiasi.
• Terapi adjuvan dapat berupa pemberian regimen kemoterapi, jika pemberiannnya belum komplet
sebelum prosedur operasi, diikuti terapi hormonal pada kelompok dengan reseptor hormonal
positif (HR +)
• Pada kelompok LABC dengan overekspresi HER 2, pemberian trastuzumab dilengkapi sampai
1 tahun.
• Pemberian terapi hormonal dan trastuzumab, jika ada indikasi, dapat diberikan bersamaan
dengan radioterapi
*pemilihan dan cara pemberian terapi hormonal dan trastuzumab sama dengan pada kanker payudara stadium dini

Pasien dengan LABC inoperable yang mengalami progresifitas selama pemberian kemoterapi
preoperatif, diberikan regimen kemoterapi lain dan/ atau radioterapi untuk meningkatkan kontrol
lokal.

28
Karsinoma payudara lanjut lokal inoperabel
T0-3,N2M0; T4,N0-3,M0

Kemoterapi neoadjuvan
+/- terapi target

Respons (+) Tidak ada respon,


tumor inoperabel

Respons komplet
Respons parsial Respons progresif,
tumor tidak operabel

Respons parsial, Respons parsial,


lumpektomi bisa lumpektomi tidak bisa

Lumpektomi + axillary staging Mastektomi + Regimen Kemoterapi


axillary staging lain dan/atau radiasi
preoperatif

Respons (+) Respons (-)

Terapi individual

Bagan 3. Penanganan kanker payudara lokal lanjut inoperabel

29
4. Kanker payudara lanjut dengan metastasis jauh
Prinsip: sifat terapi paliatif
• Metastasis jauh dengan reseptor hormonal (-), diberikan kemoterapi
• Metastasis jauh dengan reseptor hormonal (+)
o Terapi utama adalah terapi hormonal
o Kemoterapi hanya direkomendasikan pada pasien kanker payudara metastasis jauh dengan
visceral disease simptomatik atau krisis viseral dan kelompok yang tidak mendapatkan manfaat
setelah 3 sekuens terapi hormonal.
o Terapi lokoregional (radiasi & bedah) hanya untuk kondisi paliatif
*krisis viseral: metastasis viseral disertai disfungsi organ berat, ditandai dari gejala dan tanda klinis organ terkait dan parameter
laboratorium serta disertai progresifitas penyakit yang cepat

Terapi endokrin 1
Metastasis
visceral
Progresifitas simtomatik
Ya
Kemoterapi
Terapi endokrin 2

Progresifitas
Tidak ada
perbaikan klinis
setelah 3 sekuens
Terapi endokrin 3 terapi endokrin

Bagan 4. Penanganan kasus kanker payudara metastasis

VI. Rehabilitasi Dan Follow Up:12,18,27


Rehabilitasi:
Pra operatif
• latihan pernafasan
• latihan batuk efektif
Pasca operatif :

30
Hari 1-2
• latihan lingkup gerak sendi untuk siku pergelangan
• tangan dan jari lengan daerah yang dioperasi
• untuk sisi sehat latihan lingkup gerak sendi lengan
• secara penuh
• untuk lengan atas bagian operasi latihan esometrik
• latihan relaksasi otot leher dan toraks
• aktif mobilisasi
Hari 3-5
• latihan lingkup gerak sendi untuk bahu sisi operasi (bertahap)
• latihan relaksasi
• aktif dalam sehari-hari dimana sisi operasi tidak dibebani
Hari 6 dan seterusnya
• bebas gerakan
• edukasi untuk mempertahankan lingkup gerak sendi dan usaha untuk
mencegah/menghilangkan timbulnya limfedema

Follow up:11
• Pemeriksaan klinis setiap 1-4x/ tahun selama 5 tahun
• Mamografi setiap 1 tahun
• Pemeriksaan laboratorium (marker) dan imaging untuk skrining metastasis tidak rutin dilakukan.
Pemeriksaan tersebut dilakukan jika ada kecurigaan atau ditemukan gejala dan tanda klinis
metastasis
• Pasien dalam terapi endokrin
o Pasien dalam terapi tamoxifen: pemeriksaan ginekologi setiap tahun, jika uterus masih ada
o Pasien dalam terapi aromatase inhibitor: pemeriksaan baseline dan regular densitas tulang

31
VII. Daftar Pustaka
1. NCI dictionary of cancer terms: breast cancer United States: National Cancer Institute; [cited
2020 Jan 1]. Available from: https://www.cancer.gov/publications/dictionaries/cancer-
terms/def/breast-cancer.International Agency for Research on Cancer (IARC). Globocan, Lyon.
2012.
2. Ferlay J, Soerjomataram I, Ervik M, Dikshit R, Eser S, Mathers C, et al. GLOBOCAN 2012
v1.1, Cancer Incidence and Mortality Worldwide France: International Agency for Research on
Cancer; 2014. Available from: http://globocan.iarc.fr.
3. Bray F, Ferlay J, Soerjomataram I, Siegel RL, Torre LA, Jemal A. Global Cancer Statistics
2018: GLOBOCAN Estimates of Incidence and Mortality Worldwide for 36 Cancers in 185
Countries. CA Cancer J Clin. 2018;68:394-424.
4. Riset kesehatan dasar 2013. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI, 2013.
5. WHO. WHO classification of tumours. Breast Tumours. International Agency for Research on
Cancer; 2019
6. AJCC cancer staging manual. 8th ed. Amin MB, Edge SB, Greene FL, Byrd DR, Brookland RK,
Washington MK, et al., editors. United States: American College of Surgeons; 2018.
7. Morrow M. Physical Examination of the Breast. In: Harris JR, Lippman ME, Morrow M,
Osborne CK, editor. Diseases of The Breast. Edisi ke-5. Amerika Serikat: Wolters Kluwer
Health; 2014.
8. Hunt KK, Robertson JFR, Bland KI. The Breast. In: Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter
JG, Matthews JB, Pollock RE, editor. Schwartz’ Principles of Surgery. Edisi ke-10. Amerika
Serikat: McGraw-Hill Education; 2015
9. Shin HJ, Kim HH, Cha JH. Current status of automated breast ultrasonography.
Ultrasonography. 2015;34:165-72.
10. Siu AL. Screening for breast cancer: U.S. preventive services task force recommendation
statement. Ann Intern Med. 2016; 164(4): 279-97.
11. NCCN Clinical Practice Guideline in Oncology. Breast Cancer. Version 1. 2019
12. Rocha RD, Pinto RR, Tavares DPB, Goncalves CS. Step-by-step of ultrasound-guided core-
needle biopsy of the breast: review and technique. Radiol Bras 2013;46(4):234-41
13. Wibisana, IGN Gunawan. Biopsi tumor payudara. Dalam: Sobri FB, Azhar Y, Wibisana IGN
Gunawan, Rachman A. Manajemen Terkini Kanker Payudara. 2nd edition. Jakarta: CV Sagung
Seto;2018.h.122-43
14. Masroor I, Afzal S, Sufian SN. Imaging breast intervention. Journal of The College of Physicians
and Surgeons Pakistan 2016;26(6):521-6
15. Ahmed ME, Ahmad I, Akhtar S. Ultrasound guided fine needle aspiration cytology versus core
biopsy in the preoperative assesment of non-palpable breast lesion. J Ayub Med Coll Abbottabad
2010;22(2):138-42
16. Bleicher RJ. Management of the palpable breast mass. In: Harris JR, Lippman ME, Morrow M,
Osborne CK. Editors. Diseases of The Breast. 5th edition. Philadelphia: Wolters Kluwer Healt;
2014.p.29-36
17. Kurnia A, Brahma B, Hernowo B, Khambri D, Purwanto DJ, Suprabawati DGA, et al. Panduan
petalaksanaan Kanker Payudara. Jakarta: PERABOI; 2015.
18. Coates AS, Winer EP, Goldhirsch A, Gilber RD, Gnant M, Piccart-Gehbart M, et al. Tailoring
therapies--improving the management of early breast cancer: St Gallen International Expert
Consensus on the Primary Therapy of Early Breast Cancer 2015. Annals of Oncology. 2015; 26:
1533-46.
32
19. Hammond ME, Hayes DF, Dowsett M, et al. American Society of Clinical Oncology/College Of
American Pathologists guideline recommendations for immunohistochemical testing of estrogen
and progesterone receptors in breast cancer. J Clin Oncol 2010; 28:2784.
20. Miler et al. Breast Cancer Res Treat (2007) 103:149–160 2. Salkeni et al. Avicenna J Med. 2017
Oct-Dec; 7(4): 144–152
21. Francis PA, Regan MM, Fleming GF, et al. Adjuvant ovarian suppression in premenopausal
breast cancer. The New Engl J of Med 2014.
22. Regan MM, Pagani O, Francis PA, et al. Predictive value and clinical utility of centrally assessed
ER, PgR, and Ki-67 to select adjuvant endocrine therapy for premenopausal women with
hormone receptor-positive, HER-2 negative early breast cancer : TEXT and SFT trials. Breast
Cancer Res Treat 2015.
23. Olivia Pagani, M.D., Meredith M. Regan, Sc.D., Barbara A. Walley, M.D.,
Adjuvant
Exemestane with Ovarian Suppression in Premenopausal Breast Cancer . NEJM.org. June 1,
2014.
24. Sobri FB. Terapi sistemik kanker payudara dengan reseptor hormone positif. Dalam: Sobri FB,
Azhar Y, Wibisana IGN Gunawan, Rachman A. Manajemen Terkini Kanker Payudara. 2 nd
edition. Jakarta: CV Sagung Seto;2018.h.254-73
25. Eric P. Winer,MD; Dana-Faber Cancer Institute; Harvard Medical School; Boston USA; HER2+
Breast Cancer: When to Escalate and When to De-Escalate in the Adjuvant Setting; APBCS
Singapore 2016.
26. Mendes D, Alves C, Afonso N, et al, The benefit of HER2-targeted therapies on overall survival
of patients with metastatic HER2-positive breast cancer- a systematic review, Breast Cancer
Research, 2015 17:140
27. Nuhonni SA, Indriani, Hera KB. Rehabilitasi disabilitas pada kanker payudara. Dalam: Sobri
FB, Azhar Y, Wibisana IGN Gunawan, Rachman A. Manajemen Terkini Kanker Payudara. 2nd
edition. Jakarta: CV Sagung Seto;2018.h.331-9

33
PANDUAN PENATALAKSANAAN NODUL DAN KANKER TIROID

I. Pendahuluan
Struma atau nodul tiroid adalah pertumbuhan yang berlebihan dan perubahan struktural dengan atau
tanpa perubahan fungsional pada satu atau beberapa bagian didalam jaringan tiroid.
Secara klinis nodul tiroid ditemukan pada 19-39% populasi dewasa (dengan USG) dan lebih
sering pada wanita. Prevalensi kanker tiroid adalah 4-6,5% dari nodul tiroid secara keseluruhan (nodul
tunggal dan multipel).1 Kanker tiroid merupakan keganasan endokrin yang tersering dengan insiden
dunia 3,1%. Di Indonesia kanker ini menempati urutan ke-11 dari kanker tersering dengan insiden
pertahun 3,3%.2
Sembilan puluh persen kanker ini merupakan yang berdiferensiasi baik, 10% lagi merupakan
meduler, anaplastik dan tipe lainnya. Prognosis relatif baik, pada yang berdiferensiasi baik rerata
survival 5 tahun mencapai 100% namun pada anaplastik rerata survival 5 tahun hanya 5%.3
II. Klasifikasi Histopatologi4
Tabel 1. Klasifikasi tumor tiroid menurut WHO tahun 2017:
• Follicular adenoma • Mucinous carcinoma
• Hyalinizing trabecular tumour • Ectopic thymoma
• Other encapsulated follicular patterned thyroid • Spindle epithelial tumour with thymus-like
tumours differentiation
o Follicular tumours of uncertain malignant potential • Intrathyroid thymic carcinoma
o Well differentiated tumour of uncertain malignant • Paraganglioma and mesenchymal / stromal tumours
potential o Paraganglioma
o Noninvasive follicular thyroid neoplasm with o Peripheral nerve sheath tumours (PNSTs)
papillary-like nuclear features * Schwannoma
• Papillary thyroid carcinoma (PTC) * Malignant PNST
o Papillary carcinoma o Benign vascular tumours
o Follicular variant of PTC * Haemangioma
o Encapsulated variant of PTC * Cavernous haemangioma
o Papillary microcarcinoma * Lymphangioma
o Columnar cell variant of PTC o Angiosarcoma
o Oncocytic variant of PTC o Smooth muscle tumours
• Follicular thyroid carcinoma (FTC), NOS * Leiomyoma
o FTC, minimally invasive * Leiomyosarcoma
o FTC, encapsulated angioinvasive o Solitary fibrous tumour
o FTC, widely invasive • Hematolymphoid tumours
• Hürthle (oncocytic) cell tumours o Langerhans cell histiocytosis
o Hürthle cell adenoma o Rosai-Dorfman disease
o Hürthle cell carcinoma o Follicular dendritic cell sarcoma

34
• Poorly differentiated thyroid carcinoma (Insular o Primary thyroid lymphoma
carcinoma) • Germ cell tumours
• Anaplastic thyroid carcinoma o Benign teratoma
• Squamous cell carcinoma o Immature teratoma
• Medullary thyroid carcinoma o Malignant teratoma

• Mixed medullary and follicular thyroid carcinoma • Secondary tumours

• Mucoepidermoid carcinoma
• Sclerosing mucoepidermoid carcinoma with
eosinophilia

Terdapat empat tipe histopatologi mayor:


• Berdiferensiasi baik: karsinoma papiler (termasuk varian folikular) dan folikuler (termasuk
Hürthle cell carcinoma)
• Karsinoma meduler
• Berdiferensiasi buruk (Insular carcinoma)
• Tidak berdiferensiasi (Karsinoma anaplastik)
Untuk menyederhanakan penatalaksanaan, Mc Kenzie membedakan karsinoma tiroid atas empat tipe
yaitu:
• Karsinoma papiler
• Karsinoma folikuler
• Karsinoma meduler
• Karsinoma anaplastik

III. Klasifikasi Klinik TNM Untuk Karsinoma Tiroid AJCC, Edisi 8- 20185
A. Karsinoma papiler, folikuler, poorly differentiated, hurthle cell, meduler dan anaplastik
T-Tumor Primer

Tx Tumor primer tidak dapat dinilai


T0 Tidak didapat tumor primer
T1 Tumor dengan ukuran terbesar 2 cm atau kurang masih terbatas pada tiroid
T1a Tumor ≤1cm masih terbatas pada tiroid
T1b Tumor >1cm tetapi ≤2 cm masih terbatas pada tiroid
T2 Tumor dengan ukuran 2- 4 cm masih terbatas pada tiroid
T3 Tumor dengan ukuran > 4 cm masih terbatas pada tiroid atau tumor ukuran berapa saja dengan
ekstensi terbatas pada otot strap (strap muscles)
T3a Tumor >4 cm masih terbatas pada tiroid
T3b Tumor ukuran berapa saja dengan ekstensi terbatas pada otot strap (sternohioid,
sternotiroid, tirohioid atau omohioid)
35
T4 Melibatkan ekstensi Ekstratiroid yang jelas
T4a Tumor ukuran berapa saja dan telah berekstensi keluar kapsul tiroid dan menginvasi ke
tempat berikut : jaringan lunak subkutan, laring, trakea, esofagus, n.laringeus rekuren
T4b Tumor ukuran berapa saja dan telah menginvasi fasia prevertebra, pembuluh mediastinal
atau arteri karotis
T4* Advanced Disease (Penyakit lanjut)
T4a* Moderately Advanced Disease: Tumor ukuran berapa saja dan telah menginvasi ke
tempat berikut; jaringan lunak subkutan, laring, trakea, esofagus, dan nervus laringeus
rekuren
T4b* Very Advanced Disease: Tumor ukuran berapa saja dan telah menginvasi vertebra atau
pembuluh darah besar sekitar, invasi fasia prevertebra, pembuluh mediastinal atau arteri
karotis.
Catatan:
1. Tumor multifokal dari semua tipe histologi harus diberi tanda (m) (ukuran terbesar menentukan
klasifikasi), contoh: T2(m)
2. *Untuk karsinoma tiroid meduler

N KGB Regional

Nx KGB tidak dapat dinilai


N0 Tidak didapat metastasis ke KGB
N0a Pemeriksaan sitologi atau histpatologi menyatakan KGB jinak
N0b Pemeriksaan klinis atau radiologi tidak didapat metastasis ke KGB regional
N1 Terdapat metastasis ke KGB
N1a Metastasis pada KGB servikal level VI atau VII (pretrakeal, paratrakeal, termasuk
prelaringeal/Delphian, mediastinal superior) unilateral atau bilateral
N1b Metastasis pada KGB servikal (Level I, II, III, IV atau V) unilateral, bilateral atau
kontralateral atau ke KGB retroparingeal

M Metastasis jauh
M0 Tidak terdapat metastasis jauh
M1 Terdapat metastasis jauh

36
B. Pengelompokan stadium klinis

Tabel 2. Karsinoma tiroid berdiferensiasi baik, umur <55 tahun

Stadium T N M

Stadium I Tiap T Tiap N M0

Stadium II Tiap T Tiap N M1

Tabel 3. Karsinoma tiroid berdiferensiasi baik, umur ≥55 tahun

Stadium T N M

T1 N0/Nx M0
Stadium I
T2 N0 M0

T1 N1 M0

Stadium II T2 N1 M0

T3a/T3b Tiap N M0

Stadium III T4a Tiap N M0

Stadium IVA T4b Tiap N M0

Stadium IVB Tiap T Tiap N M1

Tabel 4. Karsinoma tiroid meduler

Stadium T N M

Stadium I T1 Tiap N M0
T2 N0 M0
Stadium II
T3 N0 M0
Stadium III T1-3 N1a M0

T4a Tiap N M0
Stadium IVA
T1-3 N1b M0

Stadium IVB T4b N0 M0

Stadium IVC Tiap T Tiap N M1

37
Tabel 5. Karsinoma anaplastik/tidak berdiferensiasi (semua kasus stadium IV)
Stadium T N M

Stadium IVA T1-3a N0/Nx M0

T1-3a N1 M0

Stadium IVB T3b Tiap N M0

T4 Tiap N M0

Stadium IVC Tiap T Tiap N M1

IV. Prosedur Diagnostik


A. Anamnesis dan pemeriksaan fisik6
Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik, kecurigaan adanya proses keganasan pada penderita
dengan nodul tiroid, apabila ditemukan hal sebagai berikut:

Tabel 6. Anamnesis dan pemeriksaan fisik


Anamnesis Pemerikasaan fisik

• Riwayat radiasi • Nodul padat dan keras


• Pertumbuhan cepat • Pembesaran KGB regional
• Suara serak • Metastasis jauh : tulang, paru, jaringan lunak
• Simptom obstruksi jalan napas • Terfiksasi dengan jaringan sekitarnya
• Riwayat keluarga positif • Paralisis pita suara

Riwayat keluarga dengan MEN • Penyempitan jalan napas
• Tetap membesar dengan terapi tiroksin • Horner’s syndrome (miosis, partial ptosis,
• Umur <20 tahun >50 tahun hemifacial anhidrosis and enophthalmos)
• MEN: Multiple Endocrine Neolplasia

Pada anamnesis juga perlu diketahui:


1. Riwayat gangguan mekanik di daerah leher
Keluhan gangguan menelan, perasaan sesak, perubahan suara dan nyeri (akibat desakan dan atau
infiltrasi tumor)
2. Riwayat kelainan genetik lain pada keluarga misalnya Sindroma Werner, Cowden ’ s disease dan
Familial adenomatous polyposis
Pada pemeriksaan fisik, jika fasilitas memungkinkan dan terdapat kecurigaan parese pita suara
dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan laringoskopi.

38
B. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
• Pemeriksaan kadar FT4 dan TSHs untuk menilai fungsi tiroid
• Tiroglobulin, penanda tumor untuk keganasan tiroid yang berdiferensiasi baik (papiler dan
folikuler), hanya untuk follow up pasca terapi bukan untuk diagnostik.
• Kadar kalsitonin hanya untuk pasien yang dicurigai karsinoma meduler

2. Pemeriksaan radiologi
• Foto toraks, untuk menilai ada tidaknya metastasis.
• Foto polos leher AP/Lat (terutama bila tumornya besar). Untuk melihat ada tidaknya
mikroklasifikasi dan diameter trakea.
• Esofagogram dilakukan bila secara klinis terdapat tanda-tanda adanya infiltrasi ke esofagus (tidak
rutin)
• Pembuatan foto tulang atau bone scan, dilakukan bila ada tanda-tanda metastasis ke tulang
• CT Scan, MRI, PET Scan tidak rutin dilakukan

3. Pemeriksaan ultrasonografi
Pemeriksaan USG dapat mendeteksi nodul 2-3 mm, membedakan nodul solid atau kistik,
menentukan jumlah dan letak nodul, pembesaran KGB, pengarah biopsi dan menilai respon terhadap
terapi supresi. Gambaran USG dari nodul tiroid yang menunjukan keganasan meliputi:7
• Vaskularisasi intranodul
• Halo perifer inkomplet
• Hipoekogenisiti yang jelas
• Mikrokalsifikasi sentral
• Batas irregular
• Diameter vertikal > horizontal
• Servikal adenopati

4. Pemeriksaan sidik tiroid


Pemeriksaan sidik tiroid:
• Nodul dingin (cold nodule)
• Nodul hangat (warm nodule)
• Nodul panas (hot nodule)

39
Karsinoma tiroid sebagian besar adalah nodul dingin. Sekitar 15% struma dengan nodul dingin
adalah suatu keganasan.6, 8 Persiapan pemeriksaan sidik tiroid:
• Obat-obatan yang mengganggu penangkapan iodium oleh tiroid harus dihentikan selama 2–4
minggu sebelumnya.
• Puasa levotiroksin 2-4 minggu
• Pemberian rekombinan TSH (thyroid stimulating hormone), tidak perlu puasa levotiroksin
• Target TSH > 30 miu/l
Pemeriksaan sidik tiroid ini tidak mutlak diperlukan, jika tidak ada fasilitasnya tidak perlu
dikerjakan.

5. Pemeriksaan BAJAH
Akurasi pemeriksaan BAJAH pada nodul tiroid sangat bervariasi yaitu 50.55 – 97.31%.9
Penggunaan BAJAH dengan tuntunan USG, akan memberikan hasil dan akurasi yang lebih baik.
Dengan kombinasi ini akurasinya pada nodul tiroid mencapai 87.2%.10
Ketepatan pemeriksaan sitologi untuk kanker tiroid anaplastik, medulare dan papilare cukup
tinggi (88-95%).11 Untuk jenis folikular BAJAH hampir tidak dapat digunakan karena gambaran
sitologi untuk adenomatous goiter, adenoma folikuler dan adeno karsinoma folikuler adalah sama,
tergantung dari gambaran invasi ke kapsul dan vaskular yang hanya dapat dilihat dari gambaran
histopatologi. Berdasarkan The Bethesda System, pelaporan hasil sitopatologi, risiko keganasan
beserta rekomendasi klinis dapat dilihat sesuai tabel berikut:

Tabel 7. Klasifikasi sitopatologi dan risiko keganasan berdasarkan Bethesda


Risiko
Kategori Diagnostik Keterangan
Keganasan
Nondiagnostik/ Unsatisfactory Sampel tidak memuaskan 1-4%
• Hanya cairan kista
• Terhalang oleh darah
• Apusan terlalu tebal
• Artefak/ noda pengeringan
• Jumlah sel tidak adekuat
(minimal 6 kelompok sel folikel, tiap
kelompok terdiri dari ≥ 10 sel)
Benigna • Spesimen mengandung cukup sel folikel dan 0-3%
membentuk folikel koloid
• Nodul folikel jinak (adenomatoid, koloid,
dll.)
• Tiroiditis limfositik (hashimoto)
• Tiroiditis granulomatosa (subakut)

40
Risiko
Kategori Diagnostik Keterangan
Keganasan
Atypical Follicular Lesion of • Tidak dapat diklasifikasikan kedalam 5-15%
Undetermined Significance benign, curiga atau maligna

Curiga neoplasma Folikuler • Sesuai Follicular neoplasm 15-30%

Curiga Maligna • Mencurigakan karsinoma papiler 60-75%


• Mencurigakan karsinoma meduler
• Mencurigakan karsinoma metastatik
• Mencurigakan limfoma
Maligna • Karsinoma tiroid papiler 97-99%
• Karsinoma dengan diferensiasi buruk
• Karsinoma tiroid moduler
Karsinoma tidak terdiferensiasi (anaplastik)
Karsinoma sel skuamosa

6. Potong beku (frozen section)

Dengan cara ini diharapkan dapat membedakan jinak atau ganas waktu operasi berlangsung, dan
sekaligus untuk menentukan tindakan operasi definitif. Ketepatan pemeriksaan potong beku 87,9 -
91,4%.9 Kekurangan pada pada potong, dapat ditanggulangi dengan mengkombinasinya dengan
pemeriksaan sitologi imprint karena gambaran sel individual tampak lebih jelas. Akurasi kombinasi
potong beku dengan imprint mencapai 94.8%.12

7. Pemeriksaan histopatologi

Pemeriksaan ini adalah merupakan pemeriksaan definitif atau baku emas. Merupakan pemeriksaan
diagnostik utama, jaringan diperiksa setelah dilakukan tindakan lobektomi, ismolobektomi, subtotal
tiroidektomi atau total tiroidektomi. Untuk kasus tidak resektabel, jaringan yang diperiksa diambil
dari tindakan biopsi insisi atau biopsi core.

8. Imunositokimia (ISK) atau Imunohistokimia (IHK)5, 13

Di senter dengan fasilitas yang lengkap, dianjurkan pemeriksaan ISK pada spesimen BAJAH
dengan hasil Indeterminate (AUS (atypia of uncertain significance), FLUS (follicular lesion of
uncertain significance), lesi folikuler, suspek lesi folikuler) untuk evaluasi adanya mutasi BRAF atau
RAS dan adanya rearrangement RET/ PTC atau PAX8 / PPAR. Pemeriksaan ini berguna untuk
mendukung diagnosis ganas atau jinak. Nodul tiroid dengan mutasi BRAF lebih dari 99% adalah
maligna.
Pemeriksaan IHK untuk BRAF dan/atau RAS, berguna untuk prediksi agresivitas kanker dan
prognosis. Marker prognostik terbaik untuk karsinoma papiler adalah mutasi BRAF V600E. Mutasi

41
marker ini menunjukan bahwa kanker tersebut lebih agresif, cenderung metastasis ke KGB dan
prognosis buruk. Mutasi RAS merupakan marker prognostik yang potensial untuk karsinoma
folikulare dan PDTC (poorly differetiated thyroid cancer). Kedua pemeriksaan (ISK dan IHK) ini
tidak rutin dianjurkan.

V. Penatalaksanaan Nodul Tiroid


Tahap pertama dilakukan pemeriksan klinis dan TSH/ FT4 untuk menentukan apakah nodul tiroid
tersebut eutiroid, hipotiroid atau hipertiroid. Bila hipertiroid diberikan terapi medikamentosa atau
operasi tiroidektomi total/subtotal tiroidektomi. Pada nodul eutiroid/hipotiroid, tahap selanjutnya
tergatung pada ketersediaan fasilitas dan akurasi dari modalitas diagnostik dan terapi. Atas dasar itu,
terdapat tiga algoritma penatalaksanaan nodul tiroid yang pemilihannya diserahkan pada Senter
Pendidikan/ Pelayanan Kesehatan atau DPJP (Dokter Penanggung Jawab Pelayanan). Algoritma
penatalaksanaan nodul tersebut adalah:
A. Algoritma dengan Potong Beku
B. Algoritma dengan Trias Diagnostik
C. Algoritma dengan Trias Diagnostik dan Sidik Tiroid

A. Penatalaksanaan dengan Potong Beku (Bagan 1)


Nodul tiroid yang pemeriksaan klinis dan USG tiroid hasilnya ganas atau indeterminate dilakukan
operasi ismolobektomi atau subtotal tiroidektomi dengan potong beku saat operasi. Bila hasil potong
beku jinak operasi selesai, bila ganas tindakan operasi tergantung faktor risiko apakah risiko rendah atau
tinggi.14

42
Nodul Tiroid

TSH/FT4

Eutiroid/Hipotiroid Hipertiroid

Klinis + USG - Medikamentosa


- Operasi: TT/ST

BAJAH
Ganas/ Intermediate Jinak

- Susp. Ganas Jinak


IL + FS
- Lesi Folikuler
ST + FS
- Hurthle cell

Jinak Ganas Ø>2cm Ø<2cm

IL -Supresi 6 bulan
ST -Obsevasi 6 bulan
Selesai RR : Selesai RT : TT

Tetap atau Mengecil :


membesar: IL lanjutkan

Bagan 1. Penatalaksanaan nodul tiroid dengan potong beku


Keterangan:
1. Intermediate: hasil klinis dan USG tidak sinkron atau hasil keduanya meragukan atau tanpa USG
2. TT: Total Tiroidektomi, ST: Subtotal Tiroidektomi, IL: Ismolobektomi, L: Lobektomi, FS: frozen section
3. RR: Risik rendah, berdasarkan skor AMES, AGES, MACIS, ATA, atau ETA
4. RT: Risiko tinggi, berdasarkan skor AMES, AGES, MACIS, ATA, atau ETA

43
Pada karsinoma papiler untuk menentukan kelompok risiko tinggi atau risiko rendah digunakan
Klasifikasi Prognosis AMES, AGES, MACIS, ATA, atau ETA (lihat tabel di bawah). Pada karsinoma
papiler dengan risiko tinggi, folikuler, meduler, anaplastik dan tipe lainnya tindakan operasi definitif
yang direkomendasikan adalah tiroidektomi total. Namun pada karsinoma papiler dengan risiko rendah,
direkomendasikan ismolobektomi saja.
Bila klinis dan USG hasilnya jinak, dilakukan BAJAH. Bila hasil BAJAH ternyata jinak dan
diameter nodul <2 cm maka diobservasi atau disupresi dengan levotiroksin. Supresi dengan levotiroksin,
dimulai dosis kecil 25 µgr sampai 1,7 µgr/KgBB. Follow up 6 bulan, bila nodul mengecil lanjutkan,
namun jika diameter tetap atau membesar direkomendasikan untuk dilakukan ismolobektomi.5 Namun
pada nodul dengan diameter >2 cm direkomendasikan untuk dioperasi.1

Tabel 8. Klasifikasi prognosis karsinoma tiroid menurut AMES, AGES dan MACIS.

AMES (Age, Metastatic Disease, Extrathyroidal extension, Size)


Risiko Rendah :
- Pasien muda (laki-laki < 40 th, perempuan < 50 th)
- Pasien tua (intrathyroid papillary, invasi kapsul minor untuk lesi folikular)
- Karsinoma primer < 5 cm
- Tidak ada metastasis
Risiko Tinggi :
- Semua pasien dengan metastasis jauh
- Extrathyroid papillary, invasi kapsul mayor untuk lesi folikular
- Karsinoma primer > 5 cm pada pasien tua (laki-laki > 40 th, perempuan > 50 th)
Survival (20 tahun)
Risiko Rendah = 99%
Risiko Tinggi = 61%
AGES (Age, tumor Grade, tumor Extent, tumor Size)
Skor Prognostik = 0,05 x usia (jika usia > 40 th)
+ 1 (jika grade 2)
+ 3 (jika grade 3 atau 4)
+ 1 (jika ekstratiroid)
+ 3 (jika metastasis jauh)
+ 0,2 x ukuran tumor (diameter terbesar dalam cm)
Survival (20 tahun)
≤ 3,99 = 99 %
4 - 4,99 = 80 %
44
5 - 5,99 = 67 %
≥ 6 = 13 %
MACIS (Metastasis, patient Age, Completeness of resection, local Invasion, Tumor Size)
Skor Prognostik = 3,1 (jika usia < 40 th) atau 0,08 x usia (jika usia > 40 th)
+ 0,3 x ukuran tumor (diameter terbesar dalam cm)
+ 1 (jika reseksi inkomplet)
+ 1 (jika invasif lokal)
+ 3 (jika metastasis jauh)
Survival (20 tahun)
< 6 = 99 %
6 – 6,99 = 89 %
7 – 7,99 = 56 %
> 8 = 24 %

Tabel 9. Stratifikasi risiko menurut ATA


Risiko rendah Risiko sedang Risiko tinggi

▪ Tidak ada metastasis lokal atau jauh ▪ Pada operasi pertama; ▪ Infiltrasi tumor terlihat
▪ Tumor telah diangkat seluruhnya terdapat infiltrasi mikroskopik secara makroskopik
(makroskopik) pada jaringan sekitar. ▪ Reseksi tumor inkomplet
▪ Tidak ada infiltrasi ke jaringan atau ▪ Metastasis KGB servikal ▪ Metastasis jauh
131
struktur sekitar ▪ uptake I diluar tiroid bed ▪ Tiroglobulinemia pasca
▪ bukan tipe histologi agresive setelah WBS ablasi .
▪ Tidak ada vascular invasion ▪ Ada tipe histologi agresif
▪ Jika di berikan I131 tidak ada uptake ▪ Terdapat vascular invasion
diluar tiroid bed setelah WB

Tabel 10. Stratifikasi risiko menurut ETA

Risiko rendah Risiko sedang Risiko tinggi

▪ Tumor telah diangkat seluruhnya ▪ Tidak ada metastasis lokal ▪ Operasi selain total
▪ Pasien dengan mikrokarsinoma atau jauh tiroidektomi
unifokal (<1cm) tanpa ekstensi ▪ Tidak ada infiltrasi ke ▪ Infiltrasi tumor ke jaringan
keluar kapsul tiroid dan tanpa jaringan atau struktur sekitar atau struktur sekitar
metastasis KGB ▪ Bukan tipe histologi agresif ▪ Metastasis KGB
▪ Tidak ada vascular invasion ▪ Metastasis Jauh
▪ Tipe histologi agresif
▪ Terdapat invasi vaskuler

45
B. Penatalaksanaan dengan trias diagnostik (Klinis, USG, BAJAH) (Bagan 2)
Pada nodul dengan hasil pemeriksaan trias diagnostik konkordan ganas, langsung dilakukan tidakan
definitif tiroidektomi (total tiroidektomi untuk risiko tinggi dan ismolobektomi untuk risiko rendah).

Nodul Tiroid

TSH/FT4

Eutiroid/Hipotiroid Hipertiroid

Klimis + USG + BAJAH - Medikamentosa


- Operasi: TT/ST

Trias Ganas - Trias: ganas & jinak Trias Jinak


- Trias tidak lengkap

Ø>2cm Ø<2cm

Tetap/membesar:
ismolobektomi
RR : IL/ST RT: TT - IL - IL Supresi
- ST - ST Observasi
Mengecil :
lanjutkan
sampai 6 bulan

RR : selesai

HP :Ganas

*
RT : Completion TT

Bagan 2. Penatalaksanaan dengan trias diagnostik (klinis, USG, BAJAH)


Keterangan:
• Trias ganas: dari 3 modalitas hasilnya sama yaitu ganas (konkordan ganas)
• Trias jinak: dari 3 modalitas hasilnya sama yaitu jinak (konkordan jinak)
• Trias tidak lengkap: tidak melakukan 3 modalitas (klinis, usg, bajah), satu atau 2 modalitas saja
• HP: Histopatologi pasca operasi
• * Jika hasil HP→ papiler atau meduler → TT ± Diseksi leher sentral (lihat keterangan).
46
Pada hasil trias diagnostik yang berbeda-beda atau tidak lengkap triasnya (hanya 1 atau 2 modalitas
diagnostik saja) dilakukan ismolobektomi atau tiroidektomi subtotal dulu, tindakan definitif menunggu
hasil histopatologi pasca operasi. Untuk hasil pasca operasi karsinoma papiler dengan risiko tinggi,
folikuler, meduler, anaplastik dan tipe lainnya dianjurkan untuk tindakan operasi berikutnya yaitu
tiroidektomi total completion. Namun pada karsinoma papiler dengan risiko rendah, direkomendasikan
ismolobektomi saja (tidak perlu operasi lagi).
Diseksi leher profilaksis (elektif) pada karsinoma papiler dianjurkan berupa diseksi leher sentral
ipsilateral pada saat total tiroidektomi, terutama bila tumor primer lebih dari 4 cm atau terdapat ekstensi
ekstratiroid yang ditemukan preopatif atau saat operasi.3 Diseksi leher sentral adalah pengangkatan
struktur limfatik dan non limfatik pada level VI (pretrakheal, prelaringeal dan paratrakheal) dengan
preservasi kelenjar paratiroid dan n.laringeus rekuren. KGB positif mengandung metastasis ditemukan
30-80% pasien karsinoma papiler yang dilakukan propilaksis. Pada karsinoma folikuler tidak dianjurkan
diseksi elektif oleh karena insiden metastasis KGB rendah.
Pada karsinoma Meduler yang tidak terdeteksi pembesaran KGB leher secara klinis dan USG
serta tidak ada metastasis jauh harus dilakukan total tiroidektomi dan diseksi leher sentral bilateral.
Namun jika ada dilakukan pemeriksaan kalsitonin, total tiroidektomi dan sekaligus diseksi leher
sentral dilakukan bila tidak ditemukan pembesaran kgb leher dan kadar serum kalsitonin < 20
pg/mL.3,15 (lihat juga bagan 6 dan 7).

C. Penatalaksanaan dengan trias diagnostik dan sidik tiroid


Pada algoritma ini, selain trias diagnostik juga dilakukan pemeriksaan sidik tiroid pada nodul yang
hipertiroid. Bila hasil pemeriksaan sidik tiroid cold nodule langkah selanjutnya seperti pada algoritma
trias diagnostik. Namun bila nodul ternyata nodul panas (hot nodule) direkomendasikan untuk tindakan
konservatif dengan medikamentosa atau operasi atau ablasi dengan I 131. Medikamentosa dengan
Tiamazole 20mg/ hari dan atau Propiltiourasil 100-150 mg/ per 8 jam. Operasi tiroidektomi total atau
tiroidektomi subtotal, bisa dilakukan saat eutiroid ataupun saat hipertiroid.
Pada nodul tiroid besar atau multipel yang secara makroskopis tidak terlihat jaringan tiroid normal,
direkomendasikan untuk langsung dilakukan tiroidektomi total tanpa tergantung pada hasil
histopatologi.

47
Bagan 3. Penatalaksanaan nodul tiroid dengan trias diagnostik dan sidik tiroid

Keterangan:
1. Supressi: Follow up 6 bulan → mengecil lanjutkan, namun jika diameter tetap atau membesar → lobektomi.
2. Makroskopis tidak teridentifikasi jaringan normal →Tiroidektomi Total
3. Subtotal Tiroidektomi: menyisakan jaringan tiroid 3-5 gram, near total: menyisakan 1 ml
4. *jika hasil HP→ papiler atau medulare → TT ± Diseksi leher sentral (lihat keterangan)

Pemilihan algoritma diatas (bagan 1,2, atau 3) diserahkan ke Senter/ DPJP


masing masing berdasarkan ketersediaan fasilitas dan kehandalan modalitas
diagnostik dan terapi.

48
C. Penatalaksanaan nodul tiroid tidak resektabel (Bagan 4)
Pada nodul tiroid yang tidak resektabel direkomendasikan untuk dilakukan Debulking atau
biopsi insisi atau biopsi core. Setelah ada hasil histipatologinya, kemudian diberikan radiasi
eksterna untuk karsinoma papiler, folikulare, medulare maupun anaplastik. Khusus pada
karsinoma papiler dan folikuler yang menyengat I 131 diberikan juga radiasi interna.16 Pada
karsinoma papiler dan folikuler yang tidak menyengat I131 dipertimbangkan untuk pemberian
terapi target (Sorafenib, Lenvatinib) dan kemoterapi. 17, 18

Nodul tidak resektabel

Debulking / insisi biopsi/


biopsi core

Papiler /Folikuler Meduler dan Anaplastik Radiasi eksterna

• Radiasi eksterna + supressi


131 131
• Sorafenib
Menyengat I Tidak Menyengat I • Lenvatinib
• Kemoterapi

Radiasi interna dan eksterna +


supresi levotiroksin

Bagan 4. Penatalaksanaan nodul tiroid tidak resektabel

D. Penatalaksanaan kanker tiroid dengan metastasis regional (Bagan 5)


Dipastikan terlebih dahulu apakah kasus yang dihadapi resektabel atau tidak resektabel. Bila tidak
resektabel tindakan yang dipilih adalah debulking tumor dan limfedenektomi. Berikutnya diberikan
radioterapi eksterna (lihat bagan 4). Radiasi interna diberikan jika sisa tumor dan KGB menyengat
I131. Bila progresi dan tidak menyengat I131 dipertimbangkan pemberian target terapi (Lenvatinib,
sorafenib) atau kemoterapi.17-19 Regimen kemoterapinya adalah doxorubicin dengan atau tanpa
cisplatin. Doxorubicin, dosis 50-60 mg/m2 luas permukaan tubuh dan cisplatin 40mg/m2 D1, siklus
21 hari.

49
Bila kasus tersebut resektabel, dan histopatologinya karsinoma papiler atau folikuler dilakukan
penilaian infiltrasi KGB terhadap 3 struktur vital nonlimfatik (Bagan 5). Tiga struktur non limfatik
tersebut adalah Vena jugularis interna, Nervus asesorius dan Muskulus sternokleidomastoideus. 14

DTC + Metastasis Regional

Infiltrasi ke

V. Jugularis
N. Asessorius M. Sternokleidomastoideus Infiltrasi (-)
interna

TT + RND TT + RND TT + RND TT + RND


Standar Modif. 1 Modif 2 Fungsional

Bagan 5. Penatalaksanaan kanker tiroid papiler dan folikuler dengan metastasis regional
Keterangan:
• MRND Tipe 1: RND dengan preservasi N. Asessorius.
• MRND Tipe 2: RND dengan preservasi N. Asessorius dan V. Jugularis Interna
• MRND Tipe 3 = Fungsional RND: RND dengan preservasi M. Sternokleidomastoideus, V.
Jugularis Interna dan N. Asessorius.
• DTC: Differentiated Thyroid Cancer, MRND: modified radical neck dissection

Bila tidak ada infiltrasi pada 3 struktur diatas dilakukan tiroidektomi total (TT) dan “RND fungsional”
(tiga struktur vital dpertahankan). Bila ada infiltrasi pada Vena jugularis interna tanpa infiltrasi pada
Nervus asessorius dilakukan TT + RND modifikasi 1 (Nervus asessorius dipertahankan). Bila ada
infiltrasi hanya pada M. Sternocleidomastoideus dilakukan TT + RND modifikasi 2 (Nervus asesorius
dan Vena jugularis interna dipertahankan). Bila ada infiltrasi N. asessorius dilakukan TT+ RND standar
(tiga struktur vital direseksi).
Pada kanker tiroid meduler tindakan diseksi tergantung pada ada tidak KGB dengan USG, diameter
tumor dan kadar kalsitonin. Terdapat 2 algoritma, yaitu dengan atau tanpa pemeriksaan kalsitonin
(Bagan 6 dan 7).20, 21

50
Klinis KTM

Tumor <1 cm Tumor ≥1 cm


USG KGB (-) USG suspek KGB (+)
KGB sentral (+)

TT + DLS Bilateral
TT + DLS Bilateral
+ DLL ipsilateral

USG KGB kontralateral (+)


Keterlibatan KGB ipsilateral
ekstensif
Bilateral tumor ≥1 cm

KTM: kanker tiroid meduler


DLS: Diseksi leher sentral Ditambahkan DLL
DLL: Diseksi leher lateral kontralateral

Bagan 6. Penatalaksanaan kanker tiroid medulare dengan metastasis KGB regional tanpa
pemeriksaan kalsitonin

KTM

Pembesaran kgb (-), Pembesaran kgb (-), Pembesaran kgb (+),


serum kalsitonin < 20 serum kalsitonin > 20 serum kalsitonin >200
pg/mL pg/mL pg/mL

Tiroidektomi total Tiroidektomi total Tiroidektomi total +


dan DLS + DLS + DLS + diseksi leher
ipsilateral DLL ipsilateral + diseksi
leher kontralateral

Bagan 7. Karsinoma tiroid meduler metastasis KGB regional dengan pemeriksaan kalsitonin

51
Bila jenis KTM sudah terdiagnosis, penatalaksanaan tergantung pada jenisnya yaitu sporadis atau
herediter. Pada KTM sporadis dilakukan tiroidektomi total dengan Diseksi leher sentral dan RND
modifikasi ipsilateral tumor. Bila KGB leher teraba sebelum operasi maka dilakukan RND bilateral
sekaligus saat melakukan tiroidektomi total. Tindakan ini bertujuan untuk memaksimalkan kontrol
locoregional dan meningkatkan survival. Hal ini juga didukung oleh perilaku dari KTM yang tidak
menyengat iodium radioaktif, multifocal, bermetastasis cepat dan tidak adekuat dengan penatalaksanaan
nonbedah.3
Pada KTM herediter yang merupakan bagian dari FMTC atau sindrom MEN 2A dilakukan
tiroidektomi total tanpa limfadenektomi, jika sebelum operasi kadar kalsitonin basal normal USG
servikal normal dan terdapat mutase RET. Pasin yang kadar kalsitonin basalnya meningkat atau terdapat
nodul tiroid yang terdeteksi dengan pemeriksaan fisik atau USG dilakukan Diseksi leher sentral dan RND
modifikasi bilateral.3

E. Penatalaksanaan kanker tiroid dengan metastasis jauh


Dibedakan terlebih dahulu apakah kasus yang dihadapi berdiferensiasi baik atau buruk. Untuk kanker
tiroid berdiferensiasi buruk, pada lokal dan regional dilakukan tiroidektomi total atau debulking atau
insional biopsi dan limfadenektomi. Juga dipertimbangkan pemberian radiasi eksterna paliatif
lokoregional. Terapi sistemiknya adalah kemoterapi dengan regimen kombinasi doxorubicin 60mg/m 2
dan cisplatin 40mg/m2, siklus per 21 hari.22
Bila berdiferensiasi baik dilakukan TT + MRND kemudian dinilai dengan sidik seluruh tubuh.
Bila terdapat metastasis jauh atau residu tumor yang menyengat radioaktif I131 dilanjutkan dengan terapi
ablasi dengan radiasi interna I131. Pasca ablasi diberikan tiroksin dengan dosis supresi atau substitusi.
Syarat untuk melakukan radiasi interna yaitu tidak boleh ada jaringan tiroid normal yang akan bersaing
dalam afinitas terhadap radioaktif dengan sel kanker (afinitas terhadap jaringan tiroid normal lebih tinggi
dibanding sel kanker).

52
KT + Metastasis Jauh

Diferensiasi Buruk Diferensiasi Baik

TT/Debulking/ Insisi ± TT/NT + MRND+ WBS


limfadenektomi

131 131
Radiasi eksterna Tidak menyengat I Menyengat I
Kemoterapi

Kemoterapi/ Radiasi eksterna


/Lenvatinib/ Sorafenib Ablasi: Radiasi Interna

Supresi/ Substitusi

Bagan 8. Penatalaksanaan kanker tiroid dengan metastasis jauh


Keterangan:
NT: Near total tiroidectomy
TT: Total tiroidectomy
WBS: Whole body scan
Bila terdapat metastasis jauh ataupun residu tumor tapi tidak menyengat radioaktif I 131 diberikan
kemoterapi doxorubicin dan cisplatin ataupun terapi target (lenvatinib, sorafenib). Radiasi eksterna juga
dipertimbangkan pada kondisi seperti ini. Untuk ke metastasis tulang juga dianjurkan pemberian injeksi
biphosponat.19 Pada lesi metastasis yang resektabel juga dapat dilakukan eksisi (metastasektomi).

VI. Follow Up
A. Karsinoma tiroid berdiferensiasi baik
Untuk karsinoma tiroid papiler dengan risiko rendah pasca tiroidektomi total diberikan supresi
levotiroksin dengan target TSHs: 0,5-2 mU/lt.

53
Tiroidektomi total

Risiko
Risiko rendah
sedang/tinggi

Sidik tiroid
Supressi Levotiroksin
Periksa TSHs setelah 1 bulan
Periksa TSHs & TG setelah 3 & 6 bulan
Target TSHs : Residu (+) dan
- Risiko rendah : 0,5 – 2 mU/lt Residu (-) 131
menyengat I
- Risiko sedang : 0,1 – 0,5 mU/lt
- Risiko tinggi : < 0,1 mU/lt
Ablasi dengan
131
I

Respon baik dengan ablasi


(residu dan metastasis tidak ada)
6 bulan: WBS

- Radiasi eksterna
- Kemoterapi 1. Tidak respon dengan ablasi
- Sorafenib 2. Metastasis/residu
makroskopis (+) tidak
- Lenvatinib 131
menyengat I

Bagan 9. Follow up kanker tiroid berdiferensiasi baik


Keterangan:
131
• Persiapan ablasi I : Puasa levotiroksin 3 minggu (sampai TSH > 30), atau pemberian
rekombinan TSH tanpa puasa
• TG: tiroglobulin

Namun pada kanker tiroid risiko sedang dan tinggi, empat minggu setelah tindakan TT dilakukan
pemeriksaan sidik tiroid.
• Bila masih ada sisa jaringan tiroid normal dilakukan ablasi dengan Iodium radioaktif. 16
Kemudian dilanjutkan dengan terapi supresi dengan levotiroksin sampai kadar TSHs 0,1- 0,3
mU/lt.1
• Bila tidak ada sisa jaringan tiroid normal dilakukan terapi substitusi dengan dosis 2,1µgr/BB.1

54
Setelah 6 bulan terapi subtitusi dilakukan pemeriksaan sidik selutuh tubuh (WBS/whole body
scan) dengan terlebih dahulu menghentikan terapi substitusi selama 3 minggu sebelum
pemeriksaan atau diberikan rekombinan TSH sehingga tidak perlu puasa levotiroksin.
• Bila terdapat metastasis jauh dan menyengat radioaktif, dilakukan radiasi interna I 131 dilanjutkan
terapi supresi
• Bila tidak ada metastasis jauh dan lokoregional bersih diberikan terapi substitusi dilanjutkan
pemeriksaan sidik seluruh tubuh diulang setiap tahun selama 2 – 3 tahun dan bila 2 tahun berturut
– turut hasilnya tetap negatif makan evaluasi cukup dilakukan 3-5 tahun sekali.
Dalam follow up kanker tiroid diferensiasi baik, pemeriksaan kadar human tiroglobulin dapat dipakai
sebagai pertanda tumor untuk mendeteksi kemungkinan adanya residif tumor.23

B. Kanker tiroid meduler (KTM)


Pasca operasi diberikan substitusi hormon dengan pemberian levotiroksin untuk mencapai kadar normal
TSH. Dua hingga tiga bulan pasca operasi dilakukan pemeriksaan TSH untuk menilai kecukupan
pemberian hormon levotiroksin, serta pemeriksan tumor marker, yaitu kalsitonin basal atau kalsitonin
terstimuli pentagastrin.23
Pemeriksaan kadar kalsitonin ulang dan USG leher dilakukan pada saat kontrol 6 bulan pasca operasi
jika didapatkan kalsitonin basal negatif. Jika didapatkan kadar kalsitonin positif tapi kurang dari 150
pg/ml, perlu dilakukan evaluasi lebih cepat dengan pemeriksaan kalsitonin ulang dan USG leher 3 bulan
kemudian. Dan apa bila didapatkan kadar kalsitonin 150 pg/ml atau lebih, maka dilakukan USG leher
atau PET scan jika diperlukan.23
Pada pasien yang mengalami residif lokal regional, yang dibuktikan dengan peningkatan kadar
kalsitonin dan USG atau PET scan, dilakukan operasi lagi selama masih resektabel, kemudian dilakukan
radioterapi. Pada pasien dengan metastasis jauh dipertimbangkan untuk pemberian kemoterapi paliatif
atau terapi target. Rerata respon kemoterapi 15-30% dengan regimen doksorubicin tunggal atau dengan
cisplatin atau 5FU. Target terapi yang dianjurkan adalah Vandetanib atau cabozantinib.3, 18
Apabila tidak didapatkan residif, evaluasi rutin perlu dilakukan paling tidak 1 tahun sekali dengan
pemeriksaan kalsitonin, TSHs, USG leher dan liver serta foto toraks

55
Tiroidektomi total dan diseksi KGB sentral (level VI) profilaksis

Periksa kadar kalsitonin (CT) basal


(dan kadar CT terstimulasi pentagastrin, jika memungkinkan)

Kalsitonin Kalsitonin meningkat kalsitonin


negatif < 150 pg/ml meningkat
> 150 pg/ml

CT dan USG leher tiap USG leher dan kalsitonin tiap 3 USG leher/ PET Scan tiap 3
6 bulan bulan bulan

Residif Tidak ada residif maupun


positif metastasis

Lokal regional Metastasis Levotiroksin substitusi


Ulang staging tiap tahun:
• Kalsitonin
• TSHs
• Foto Toraks
Trial: • USG liver
Operasi Kemoterapi Paliatif
Radioterapi Target: Vandetanib/
Cabozantinib

Bagan 10. Follow up kanker tiroid meduler (KTM)

C. Kanker tiroid anaplastik (KTA)24-26


Prognosis KTA adalah buruk, median overall survival adalah 4.9 bulan dan harapan hidup 1 tahun
20%. Faktor prediktor untuk survival adalah:
- ukuran tumor (diameter < 5cm prediktor baik)
- komplet tidaknya operasi (komplet reseksi prediktor baik)
- metastasis jauh (prediktor buruk).
56
Radioterapi meningkatkan kontrol lokoregional dan mengurangi kematian karena komplikasi jalan
napas dan esofagus tapi tidak memperbaiki survival. Kombinasi multimodalitas, juga tidak memperbaiki
survival, modalitas tunggal merupakan terapi yang optimal pada KTA.
Pasca total tiroidektomi harus dilakukan follow up secara agresif dengan pemeriksaan fisik dan
penunjang setiap 1-3 bulan untuk tahun pertama dan setiap 4-6 bulan setelahnya. Pemeriksaan penunjang
yang yang dianjurkan:
1. USG leher, rutin dilakukan setiap kontrol
2. CT scan leher dan toraks
CT scan leher harus dilakukan untuk kasus KTA yang telah dilakukan pembedahan dengan hasil
patologi menyatakan risiko tinggi untuk rekurensi di lokasi yang pemeriksaan USG punya
keterbatasan. Struktur yang diperiksa meliputi voice box (laring), trakea, esofagus, tulang-tulang
leher dan dinding dada. Pada semua KTA baseline CT scan toraks harus dilakukan secara rutin.
3. MRI
Pemeriksaan ini sangat baik untuk evaluasi otak, spinal atau tulang. Dilakukan jika ada
kecurigaan metastasis pada ketiga lokasi diatas.
4. PET Scan
PET Scan sangat berguna pada follow up KTA. Pemeriksaan ini dapat memberikan informasi
lengkap tentang lokasi rekurensi dan metastasis jauh kecuali pada otak dan sumsum tulang.
Pemeriksaan Tiroglobulin dan Iodium radioaktif tidak bermanfaat untuk KTA.

57
VII. Daftar Pustaka
1. Sakorafas GH, Peros G. Thyroid nodule: A potentially malignant lesion; optimal management from
a surgical perspective. Cancer Treatment Reviews. 2006;32(3):191-202.
2. Bray F, Ferlay J, Soerjomataram I, Siegel RL, Torre LA, Jemal A. Global Cancer Statistics 2018:
GLOBOCAN Estimates of Incidence and Mortality Worldwide for 36 Cancers in 185 Countries.
CA Cancer J Clin. 2018;68:394-424.
3. Long KL, Grubbs E. Carcinoma of the thyroid gland and neoplasms of the parathyroid glands. In:
Feig B, Ching C, editors. The MD Anderson Surgical Oncology Handbook. 6th ed. Philadephia:
Wolters Kluwer; 2019.
4. Bychkov A. Thyroid cancer World Health Organization (WHO) classification United States2017
[cited 2020 Jan 1]. Available from: http://www.pathologyoutlines.com/topic/thyroidwho.html.
5. AJCC cancer staging manual. 8th ed. Amin MB, Edge SB, Greene FL, Byrd DR, Brookland RK,
Washington MK, et al., editors. United States: American College of Surgeons; 2018.
6. Wartofsky L. The thyroid nodule: evaluation, risk of malignancy and management. In: Wartofsky
L, Nostrand DV, editors. Thyroid Cancer: A Comprehensive Guide to Clinical Management. 3rd
ed. United States: Springer-Verlag New York; 2016.
7. Papini E, Pacella CM, Frasoldati A, Hegedüs L. Ultrasonic imaging of the thyroid gland. In:
Wartofsky L, Nostrand DV, editors. Thyroid Cancer: A Comprehensive Guide to Clinical
Management. 3rd ed. United States: Springer-Verlag New York; 2016.
8. Nostrand DV, Schneider M, Acio ER. Radionuclide imaging of thyroid nodules. In: Wartofsky L,
Nostrand DV, editors. Thyroid Cancer: A Comprehensive Guide to Clinical Management. 3rd ed.
United States: Springer-Verlag New York; 2016.
9. Huang J, Luo J, Chen J, Sun Y, Zhang C, Xu K, et al. Intraoperative frozen section can be reduced
in thyroid nodules classified as Bethesda categories V and VI. Scientific Reports. 2017;7(1).
10. Young JK, Lumapas-Gonzales CG, Mirasol RC. The diagnostic accuracy of ultrasound guided fine
needle aspiration biopsy and intraoperative frozen section examination in nodular thyroid disease.
Journal of The Asean Federation of Endocrine Societies. 2011;26(1):44-50.
11. Cady B, Rossi R. Differentiated carcinoma of thyroid gland In: Cady B, editor. Surgery of The
Thyroid and Parathyroid Blands. Philadelphia: Saunders 1991. p. 139-51.
12. Makes B. Accuracy of frozen-section combined with imprint and fine needle aspiration biopsy in
thyroid nodules. Medical Journal of Indonesia. 2007.
13. Mingzhao X. Diagnostic and prognostic molecular markers in thyroid cancer. In: Wartofsky L,
Nostrand DV, editors. Thyroid Cancer: A Comprehensive Guide to Clinical Management. 3rd ed.
United States: Springer-Verlag New York; 2016.

58
14. Lukito Pisi, Manopo A, Tjindarbumi D dkk. Protokol Penatalaksanaan Tumor/Kanker Tiroid. dalam.
Zalfiral A.A., Tjindarbumi D., Ramli M., Lukitto P., Reksoprawiro S., Handojo D., Suardi D.R., Dimyati
A.: Protokol PERABOI 2003. Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia. Jakarta
15. Wells SA, Asa SL, Dralle H, Elisei R, Evans DB, Gagel RF, et al. Revised American Thyroid
Association Guidelines for the Management of Medullary Thyroid Carcinoma. Thyroid.
2015;25(6):567-610.
16. Hackshaw A, Harmer C, Mallick U, Haq M, Franklyn JA. 131I Activity for Remnant Ablation in
Patients with Differentiated Thyroid Cancer: A Systematic Review. The Journal of Clinical
Endocrinology & Metabolism. 2007;92(1):28-38.
17. Schlumberger M, Tahara M, Wirth LJ, Robinson B, Brose MS, Elisei R, et al. Lenvatinib versus
Placebo in Radioiodine-Refractory Thyroid Cancer. New England Journal of Medicine.
2015;372(7):621-30.
18. Liebner DA, Haraldsdottir S, Shah MH. Medullary carcinoma of the thyroid: chemotherapy. In:
Wartofsky L, Nostrand DV, editors. Thyroid Cancer: A Comprehensive Guide to Clinical
Management. 3rd ed. United States: Springer-Verlag New York; 2016.
19. NCCN. NCCN cinical practice guidelines in oncology: thyroid carcinoma. United States: National
Comprehensive Cancer Network; 2018.
20. Sippel RS, Kunnimalaiyaan M, Chen H. Current Management of Medullary Thyroid Cancer. The
Oncologist. 2008;13(5):539-47.
21. ESMO. ESMO pocket guideline: Endocrine and neuroendcrine cancer recommendation. European
Society for Medical Oncologist; 2019.
22. Chu E, DeVita VT. Physicians' cancer chemotherapy drug manual. 12th ed. United States: Jones &
Bartlett Learning Oncology; 2012.
23. Elisei R. A comparison of the ATA, NCCN, ETA, and BTA: Guidelines for the management of
medullary thyroid cancer. In: Wartofsky L, Nostrand DV, editors. Thyroid Cancer: A
Comprehensive Guide to Clinical Management. 3rd ed. United States: Springer-Verlag New York;
2016.
24. Smallridge RC, Abate EG. Anaplastic thyroid carcinoma: prognosis. In: Wartofsky L, Nostrand
DV, editors. Thyroid Cancer: A Comprehensive Guide to Clinical Management. 3rd ed. United
States: Springer-Verlag New York; 2016.
25. Smallridge RC, Ain KB, Asa SL, Bible KC, Brierley JD, Burman KD, et al. American Thyroid
Association Guidelines for Management of Patients with Anaplastic Thyroid Cancer. Thyroid.
2012;22(11):1104-39.
26. Clayman G. Anaplastic thyroid cancer: long-term follow-up: Thyroid Cancer Center; 2015-2020
[cited 2020 Jan 1]. Available from: https://www.thyroidcancer.com/thyroid-
cancer/anaplastic/follow-up.
59
PANDUAN PENATALAKSANAAN TUMOR KELENJAR LIUR

I. Pendahuluan
A. Batasan
Neoplasma kelenjar liur (C07-C08) adalah neoplasma jinak atau ganas yang berasal dari sel epitel
kelenjar liur, baik dari kelenjar liur mayor (glandula parotis, glandula submandibula, dan glandula
sublingual) maupun minor yang tersebar di mukosa traktus aerodigestivus atas (rongga mulut, rongga
hidung, faring, dan laring) dan sinus paranasal.1,2

B. Epidemiologi
Insiden tumor ini jarang dan mencakup 6% dari seluruh neoplasma regio kepala dan leher. 2 Mayoritas
neoplasma kelenjar liur adalah jinak dan hanya 20% yang merupakan kasus ganas. Menurut data WHO
2017, insiden tahunan tumor kelenjar liur di dunia sebesar 0,4-13.5 kasus per 100.000 penduduk dan
insiden keganasan kelenjar parotis sebanyak 0.4-2.6 kasus per 100.000 populasi.3,4 Data GLOBOCAN
2018 menunjukan 0.51-0.69 % kasus baru dan 0.24% kematian akibat kanker kelenjar liur.5
Penyebab tumor kelenjar liur terutama kasus ganas belum diketahui. Beberapa faktor risiko yang telah
dilaporkan adalah riwayat radiasi di daerah kepala dan leher, paparan terhadap asbes, debu silika, dan
nikel, pekerjaan di industri kayu dan karet, imunosupresi, infeksi virus Epstein-Barr, HIV, nutrisi
(rendah kadar vitamin C), genetika serta kebiasaan merokok.1,6
Kelenjar liur major yang paling sering terkena ialah glandula parotis yaitu 70-80%, sedangkan
palatum merupakan kelenjar liur minor yang paling sering terkena. Kurang lebih 20-25% dari tumor
parotis, 35-40% dari tumor submandibula, 50% dari tumor palatum, dan 95-100% dari tumor glandula
sublingual adalah tumor ganas.7,8
Tumor kelenjar liur yang umum ditemukan adalah adenoma pleomorfik, sedangkan keganasan yang
paling umum adalah karsinoma mukoepidemoid untuk kelenjar parotis (33%) serta karsinoma adenoid
kistik untuk kelenjar submandibular dan liur minor (42-49%).7,9,10
Adenoma pleomorfik umumnya diderita pasien usia rerata 42 tahun, perempuan lebih berisiko 2x
lebih besar daripada laki-laki. Lebih sering terjadi pada lobus superfisial kelenjar parotis. Untuk
intraoral paling sering ditemukan di palatum. Umumnya soliter namun dapat sinkronus atau metakronus
dengan tumor kelenjar liur lainnya.
Warthin tumor lebih sering diderita oleh laki-laki yang memiliki kebiasaan merokok; dengan risiko
8x lebih besar bila dibandingkan dengan non perokok. Sering timbul pada kutub bawah parotis, 10%
dapat mengalami rasa nyeri, 12-20% multisentris dan 5-14% bilateral. Umumnya timbul pada dekade
ke-7 dan jarang pada usia kurang dari 40 tahun.11

60
Insiden tumor ganas kelenjar liur meningkat sesuai dengan umur, baik laki maupun perempuan dan
tersering terjadi pada dekade ke-6.12

II. Klasifikasi Dan Stratifikasi


A. Klasifikasi histopatologi berdasarkan WHO 2017
Tabel 1. Klasifikasi histopatologi3
Tumor ganas Tumor borderline
• Karsinoma sel asinus • Sialoblastoma
• Karsinoma sekretoris Tumor jinak
• Karsinoma mukoepidermoid • Adenoma pleomorfik
• Karsinoma adenoid kistik • Mioepitelioma
• Adenokarsinoma polimorfis • Adenoma sel basal
• Karsinoma sel-mioepitelial • Tumor Warthin
• Karsinoma sel jernih • Onkositoma
• Adenokarsinoma sel basal • Limfadenoma
• Adenokarsinoma sebasea • Kistadenoma
• Karsinoma intraduktal • Sialadenoma papiliferum
• Kistadenokarsinoma • Adenoma sebasea
• Adenokarsinoma non-origin spesifik (NOS) • Papiloma duktal
• Karsinoma duktal saliva • Adenoma kanalikular dan adenoma ductal
• Karsinoma mioepitelial lainnya
• Karsinoma eks-adenoma pleomorfik Lesi epitel lain

• Karsinosarkoma • Adenosis polikistik sclerosis

• Karsinoma diferensiasi buruk • Hiperplasia onkositik nodular

• Neuroendokrin dan non-neuroendokrin • Lesi limfoepitelial

• Karsinoma tidak berdiferensiasi • Hiperplasia duktus interkalasi

• Karsinoma neuroendokrin sel besar Lesi jaringan lunak

• Karsinoma neuroendokrin sel kecil • Hemangioma

• Karsinoma limfoepitelial • Lipoma/Sialolipoma

• Karsinoma sel skuamosa • Fasitis nodular

• Karsinoma onkositik Tumor hematolimfoid


• Limfoma Ekstranodal Zone Marginal

61
B. Stratifikasi risiko tumor kelenjar liur
Tabel 2. Stratifikasi risiko tumor kelenjar liur13
Jinak Ganas risiko rendah Ganas Risiko Tinggi
• Adenoma sel basal • Karsinoma sel asinus • Adenokarsinoma NOS
• Adenoma kanalikular • Adenokarsinoma NOS derajat tinggi
• Kistadenoma (derajat rendah) • Kistadenokarsinoma
• Papiloma duktal • Adenokarsinoma sel basal derajat tinggi
• Limfadenoma • Karsinoma eks adenoma • Karsinoma adenoid kistik
• Mioepitelioma pleomorfik • Karsinoma eks adenoma
• Onkositoma (intrakapsul/invasi pleomorfik (invasi luas

• Adenoma pleomorfik minimal/derajat rendah) atau derajat tinggi)

• Adenoma sebasea • Karsinoma sel jernih • Karsinosarkoma

• Tumor Warthin • Kistadenokarsinoma • Karsinoma sel kecil


(derajat rendah) • Karsinoma sel besar
• Karsinoma mioepitelial • Karsinoma limfoepitelial
• Karsinoma • Adenoma pleomorfik
mukoepidermoid (derajat dengan metastasis
rendah) • Adenokarsinoma musinosa
• Karsinoma mioepitelial • Karsinoma
• Karsinoma onkositik mukoepidermoid derajat
• Adenokarsinoma tinggi
polimorfik derajat rendah • Karsinoma sebasea
• Karsinoma duktal saliva • Limfadenokarsinoma
derajat rendah • Karsinoma sel skuamosa
• Sialoblastoma

C. Laporan histopatologi
Laporan histopatologi dari spesimen jaringan mencakup:
• Detail dari spesimen tumor primer: lokasi, lateralitas, tipe dari spesimen (biopsi insisi, biopsi
eksisi, hasil operasi), dan tipe dari operasi
• KGB: tipe diseksi leher yang dilakukan dan level KGB yang diangkat
• Spesimen lain yang turut disertakan, misalnya revisi margin atau tulang

Pelaporan diagnosis patologi akhir mencakup lokasi tumor primer, tipe karsinoma, derajat dan
ekstensinya, status margin, dan keterlibatan KGB serta pTNM.14

62
III. Stadium Klinis15

Status Deskripsi

T Tx Tumor primer tidak dapat dinilai

T0 Tidak terdapat bukti adanya tumor primer

T1 Ukuran dimensi terbesar tumor primer < 2 cm tanpa ekstensi ekstra parenkim

T2 Ukuran dimensi terbesar tumor primer 2-4 cm tanpa ekstensi ekstra parenkim

T3 Ukuran dimensi terbesar tumor primer > 4 cm tanpa ekstensi ekstra parenkim

Tumor menginvasi kulit, mandibula, liang telinga atau nervus fasialis


T4a

Tumor menginvasi dasar tengkorak dan atau pterygoid plates dan atau arteri
T4b
karotis

KGB regional tidak dapat dinilai


N Nx

N0 Tidak terdapat metastasis pada KGB regional

Metastasis pada 1 buah KGB regional sisi ipsilateral dengan


N1
ukuran dimensi terbesarnya < 3 cm

Metastasis pada 1 buah KGB regional sisi ipsilateral dengan ukuran dimensi
N2a
terbesarnya 3-6 cm
N2b Metastasis pada KGB lebih dari 1 buah sisi ipsilateral dengan
ukuran dimensi terbesarnya < 6 cm
Metastasis pada KGB kontralateral atau bilateral dengan ukuran dimensi
N2c
terbesarnya < 6 cm

Metastasis pada KGB dengan ukuran dimensi terbesarnya


N3
> 6 cm

M Mx Metastasis jauh sulit dinilai

M0 Tidak terdapat metastasis jauh

M1 Terdapat metastasis jauh

63
Tabel 3. Pengelompokkan stadium
Stadium T N M

I T1 N0 M0

II T2 N0 M0

T3 N0 M0

T1 N1 M0
III
T2 N1 M0

T3 N1 M0

T4a N0 M0

T4a N1 M0

T1 N2 M0
IVA
T2 N2 M0

T3
N2 M0

T4a N2 M0

T4b N0-N3 M0
IVB
T1-4
N3 M0

IVC T1-4 N0-N3 M1

Keterangan: ekstensi ekstra parenkim berdasarkan manifestasi klinis atau adanya gambaran
makroskopik ekstensi ke jaringan lunak ke sekitarnya.

IV. Prosedur Diagnostik


A. Anamnesis dan pemeriksaan klinis
Kemungkinan tumor jinak:
• Adanya massa yang pertumbuhannya lambat dan tidak disertai nyeri
• Tidak terdapat paralisis nervus fasialis, glosofaringeus, vagus, asesorius, hipoglosus dan pleksus
simpatikus
• Pada pemeriksaan fisik: massa umumnya padat kenyal atau kistik, tidak terfiksir, dan berbatas tegas
• Dapat didapatkan massa pada orofaring disertai disfagia (pada kasus tumor parotis lobus profunda)

64
Kemungkinan tumor ganas:
• Massa dengan pertumbuhan lambat atau cepat dan dapat disertai nyeri
• Pada pemeriksaan fisik: massa umumnya berkonsistensi keras dan terfiksir serta berbatas tidak tegas
• Dapat ditemukan paralisis nervus fasialis, glosofaringeus, vagus, asessorius, hipoglosus, dan pleksus
simpatikus
• Adanya keterlibatan kulit di atas massa
• Trismus
• Ditemukan pembesaran KGB servikal
• Adanya gejala metastasis jauh seperti sesak dan nyeri tulang belakang

B. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan radiologi
a. Ultrasonografi (USG): diindikasikan untuk seluruh kasus tumor kelenjar liur parotis dan
submandibula.
Gambaran jinak:
• Lesi hipoekoik atau campuran hipo-hiperekoik (penampakan pseudokistik)
• Lesi berbatas tegas
• Lesi dapat berlobulasi dengan penyangatan akustik di bagian posterior
• Mungkin terdapat kalsifikasi.
• Untuk tumor Warthin: gambaran oval yang hipoekoik, massa kistik berbatas tegas atau massa
padat dengan penyangatan yang heterogen dan mengandung beberapa area yang anekoik
Gambaran ganas:
• Lesi heterogen yang hipoekoik, tepi dan bentuk ireguler
• Adanya invasi lokal dan terdapat KGB
• Menghilangnya penyangatan akustik distal
• Adanya nekrosis sentral, peningkatan vaskularisasi, dan resistensi vaskular intratumoral
• Untuk kasus tumor berderajat rendah: dapat ditemukan lesi kecil (diameter <2 cm), homogen
dengan tepi yang tegas
b. CT scan dan MRI: bukan pemeriksaan yang rutin. MRI lebih direkomendasikan untuk kasus
tumor ganas kelenjar liur dibandingkan CT scan.
Indikasi CT scan:
• Bila terdapat kecurigaan destruksi tulang pada daerah dasar tengkorak atau temporal
• Bila dicurigai adanya infiltrasi tumor ke daerah mandibula

Keunggulan Ct scan:

65
• Dapat menilai destruksi tulang lebih baik
• Mampu mengevaluasi ekstensi KGB dan struktur pembuluh darah utama yang terlibat

Keunggulan MRI:
• Dapat menilai keterlibatan lobus profunda atau ruang parafaring
• Dapat mengevaluasi ada tidaknya invasi perineural pada kasus karsinoma adenoid kistik
• Mampu mengevaluasi ada tidaknya infiltrasi tumor ke sumsum tulang rawan serta status
keterlibatan nervus fasialis atau nervus kranialis lainnya
c. PET scan: Pemeriksaan PET tidak rutin dilakukan
d. Pemeriksaan radiologi untuk mendeteksi metastasis jauh, misalnya foto toraks. Bone scan/bone
survey dan USG abdomen dilakukan bila ada indikasi
2. Pemeriksaan patologi
a. Biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH)
• Prosedur yang sederhana, aman, dan morbiditasnya minimal.
• Keseluruhan akurasi pemeriksaan ini dari berbagai institut masih amat bervariasi
• Dianjurkan dilakukan untuk seluruh pasien dengan tumor kelenjar liur dengan guiding USG
• Membantu pemberian konseling
b. Biopsi core:
• Hasil lebih akurat dibandingkan biopsi jarum halus
• Diindikasikan bila:
o hasil BAJAH meragukan
o kecurigaan lesi limfoid yang memerlukan pemeriksaan imunohistokimia
o tidak resektabel
c. Pemeriksaan potong beku:
• Dilakukan untuk konfirmasi diagnosis dan mengevaluasi margin operasi
• Menentukan ada tidaknya metastasis KGB (jugulodigastrik dan periparotid) pada kasus
maligna
d. Biopsi terbuka:
• Pilihan terakhir dan tidak dianjurkan kecuali bila:
- tidak terdapat fasilitas jarum halus/core
- pada tumor yang tidak resektabel
- bila terdapat kecurigaan lesi limfoid.
• Untuk kasus tumor kelenjar liur minor, usahakan untuk dilakukan biopsi cakot (punch
biopsy).

66
V. Prosedur Terapi
Pembedahan merupakan terapi utama pada tumor kelenjar liur, oleh karena umumnya tumor bersifat
radioresisten dan kemoresisten. Modalitas kemoterapi dan radioterapi lebih banyak digunakan sebagai
terapi adjuvan atau paliatif.
A. Resektabel
Tumor primer
1. Kelenjar parotis
• Parotidektomi superfisialis: prosedur pengangkatan keseluruhan lobus superfisialis dengan
preservasi nervus fasialis. Merupakan prosedur untuk tumor parotis yang terletak di lobus
superfisialis yang belum menginfiltrasi nervus fasialis
• Parotidektomi total: prosedur pengangkatan lobus superfisialis dan profunda dengan preservasi
nervus fasialis. Prosedur ini diindikasikan untuk kasus:
- Tumor dari lobus profunda tanpa gangguan fungsi nervus fasialis
- Tumor ganas derajat tinggi yang memiliki risiko metastasis
- Tumor ganas parotis dengan metastasis intraglandular atau KGB leher
- Tumor ganas parotis yang berasal dari lobus profunda
- Margin yang positif setelah dilakukan parotidektomi superfisialis
• Parotidektomi radikal: prosedur sama dengan parotidektomi total namun dilakukan
pengangkatan nervus fasialis yang terlibat oleh tumor. Dilakukan bila secara makroskopis saat
operasi terdapat infiltasi ke trunkus fasialis.
• Parotidektomi radical extended: prosedur pengangkatan kedua lobus parotis dan nervus fasialis
serta struktur di luar parotis yang telah terinfiltrasi tumor yaitu kulit, fossa infra temporal,
mandibula, sendi temporomandibular dan tulang temporal
2. Kelenjar submandibular: Untuk kasus tumor jinak dilakukan eksisi glandular submandibular,
sedangkan pada kasus tumor ganas dilakukan eksisi luas berupa diseksi submandibula
3. Kelenjar sublingual dan kelenjar liur minor: Untuk kasus tumor jinak dilakukan eksisi, sedangkan
untuk kasus tumor ganas dilakukan eksisi luas. Apabila tumor telah menginfiltrasi ke tulang, maka
dilakukan reseksi terhadap tulang tersebut

KGB
Metastasis regional terutama ditemukan pada KGB level II-III.16
1. Pada kasus N0 servikal belum terdapat konsensus penanganan.
Diseksi leher elektif berupa SND II-IV pada kasus N0 direkomendasikan pada kasus:
• Tumor dengan T3 atau T4 (insiden occult metastasis 54-65%)14

67
• Keganasan derajat tinggi terutama kasus adenokarsinoma, karsinoma mukoepidermoid,
karsinoma tidak berdiferensiasi, karsinoma eks adenoma pleomorfik, dan karsinoma sel
skuamosa 14,17-19
2. Pada kasus N positif, maka dilakukan diseksi leher komprehensif (level I-V).

Terapi adjuvan: Radioterapi


Diindikasikan untuk kasus:
1. Tumor ganas T3/T4
2. Margin operasi dekat atau positif
3. Adanya metastasis regional
4. Karsinoma adenoid kistik
5. Tumor ganas berderajat sedang atau tinggi
6. Tumor ganas lobus profunda
7. Adanya keterlibatan perineural
8. Tumor ganas rekuren
9. Terdapat residu tumor ganas
B. Tidak resektabel
Tumor primer
Bila memungkinkan, operasi dapat dipertimbangkan untuk tujuan paliatif yang dapat dilanjutkan dengan
radioterapi atau kemoradiasi. Regimen kemoterapi yang diberikan:
1. Untuk jenis adenokarsinoma, karsinoma adenoid kistik, karsinoma sel asinus, karsinoma ex mixed
tumor dapat diberikan regimen kombinasi adriamisin, 5FU dan sisplatin yang diulang tiap 3
minggu. Alternatif lain adalah kombinasi siklofosfamid, adriamisin, 5FU dan sisplatin yang
diulang tiap 3 minggu
2. Untuk jenis karsinoma sel skuamosa maka dapat diberikan kombinasi metotreksate dan sisplatin
yang diulang tiap 3 minggu.
3. Untuk jenis karsinoma mukoepidermoid dapat diberikan kombinasi adriamisin, 5FU dan sisplatin
yang diulang tiap 3 minggu. Alternatif lain adalah kombinasi siklofosfamid, adriamisin dan
cisplatin atau kombinasi sisplatin, bleomisin, dan metotreksate

KGB
Diberikan radioterapi atau kemoradiasi. Operasi dapat dipertimbangkan untuk tujuan paliatif
o Penanganan nervus fasialis
• Nervus fasialis dapat dikorbankan bila intra operatif secara makroskopik nervus telah terinfiltrasi
tumor
• Bila fasilitas tersedia maka dapat dilakukan rekonstruksi nervus fasialis (reanimasi saraf)
o Metastasis jauh
68
Terapi paliatif: kemoterapi
1. Untuk jenis adenokarsinoma, karsinoma adenoid kistik, karsinoma sel asinus, karsinoma ex mixed
tumor dapat diberikan regimen kombinasi adriamisin, 5FU dan sisplatin yang diulang tiap 3
minggu. Alternatif lain adalah kombinasi siklofosfamid, adriamisin, 5FU dan sisplatin yang
diulang tiap 3 minggu
2. Untuk jenis karsinoma sel skuamosa maka dapat diberikan kombinasi metrotreksat dan sisplatin
yang diulang tiap 3 minggu.
3. Untuk jenis karsinoma mukoepidermoid dapat diberikan kombinasi adriamisin, 5FU dan sisplatin
yang diulang tiap 3 minggu. Alternatif lain adalah kombinasi siklofosfamid, adriamisin dan
sisplatin atau kombinasi sisplatin, bleomisin, dan metrotreksat
Pemberian terapi target seperti cetuximab, imatinib dan lapatinib hingga kini belum menjadi
protokol, dikarenakan belum memberikan respon terapi yang bermakna untuk kasus keganasan kelenjar
liur. Selanjutnya dapat dilihat detil selengkapnya di Bab Terapi Sistemik.

Tumor parotis

Lobus superfisialis Lobus profunda

Parotidektomi
Parotidektomi total
superfisialis

Potong
beku/histopatologi

Jinak Ganas

Observasi Parotidektomi total*

Bagan1. Penanganan tumor parotis resektabel

* Keterangan: pilihan lain adalah cukup observasi (parotidektomi superfisial saja)


apabila hasil potong beku ganas namun margin dasar sudah bebas tumor 69
Sampling KGB BAJAH positif

Potong beku

N0 N+

Observasi Diseksi leher


komprehensif
(level I-V)

Bagan 2. Penatalaksanaan KGB

70
Tumor submandibula

Eksisi glandula
submandibula

Potong beku

Jinak Ganas

Eksisi luas +
Observasi diseksi
submandibula

Potong beku KGB

N0 N+

Observasi Diseksi leher


komprehensif
(level I-V)

Bagan 3. Penanganan tumor submandibula

71
Tumor sublingual/kel.
liur minor

Eksisi

Potong beku/hasil PA

Jinak Ganas

Observasi Eksisi luas

Bagan 4. Penanganan tumor sublingualis / kelenjar liur minor

Tumor ganas
residif

Resektabel Tidak resektabel

Operasi ±
radioterapi ± Radioterapi*
kemoterapi Kemoterapi
Terapi suportif
Operasi paliatif

Bagan 5. Penangangan tumor kelenjar liur residif ganas

Keterangan:
*Radiasi diberikan bila
- belum pernah mendapatkan terapi radiasi
- pernah mendapat terapi radiasi minimal 6 bulan sebelumnya dan tidak pernah
mengalami efek samping derajat 3-4 dari terapi radiasi tersebut.

72
VI. Prosedur Follow Up

Jadwal follow up yang dianjurkan sebagai berikut:


• Dalam 1 tahun pertama : setiap 1-3 bulan
• Tahun ke-2 : setiap 2-6 bulan
• Tahun ke-3 hingga ke-5 : setiap 4-8 bulan
• Setelah 5 tahun : setiap tahun sekali seumur hidup
Pada follow up dilakukan
• Pemeriksaan klinis berkala. Bila terdapat fasilitas juga dilakukan pemeriksaan fiber optic
• Pemeriksaan baseline imaging (MRI atau CT Scan) terapi 3-6 bulan setelah terapi definitif
• Dianjurkan bila memungkinkan MRI atau CT scan diulang setiap enam bulan selama dua tahun
pertama dan selanjutnya setiap tahun
• PET Scan tidak rutin dilakukan
Pada periode ini ditentukan:
• Lama hidup dalam tahun dan bulan
• Lama interval bebas kanker dalam tahun dan bulan
• Keluhan penderita
• Status umum dan penampilan
• Status penyakit
• Komplikasi terapi
• Tindakan atau terapi yang akan diberikan

73
VII. Daftar Pustaka

1. Reksoprawiro S, Senapi B, Suardi DR DKK. Protokol Penatalaksanaan Tumor/Kanker Kelenjar Liur. dalam.
Zalfiral A.A., Tjindarbumi D., Ramli M., Lukitto P., Reksoprawiro S., Handojo D., Suardi D.R., Dimyati
A.: Protokol PERABOI 2003. Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia. Jakarta
2. WHO classification of head and neck tumours. Tumours of the oral cavity and mobile tongue.
France: International Agency for Research on Cancer; 2017. p. 100-6.
3. Everson J, Auclair P, Gnepp D, El-Naggar A. Tumors of the salivary glands. In: Barnes L, Everson
J, Reichart P, Sidransky D, editors. Pathology and Genetics of Head and Neck Tumors. Lyon:
IARC Press; 2005. p. 212-5.
4. Bray F, Ferlay J, Soerjomataram I, Siegel RL, Torre LA, Jemal A. Global Cancer Statistics 2018:
GLOBOCAN Estimates of Incidence and Mortality Worldwide for 36 Cancers in 185 Countries.
CA Cancer J Clin. 2018;68:394-424.
5. To VSH, Chan JYW, Tsang RKY, Wei WI. Review of Salivary Gland Neoplasms. ISRN
Otolaryngology. 2012;2012:1-6.
6. Shah J, Patel S, Singh B, Wong R. Jatin Shah’s Head and Neck Surgery and Oncology 5th ed.
United States: Elsevier; 2019.
7. SEER training modules: head & neck cancer United States: U. S. National Institutes of Health,
National Cancer Institute; [cited 2019 Nov 1]. Available from:
https://training.seer.cancer.gov/head-neck/abstract-code-stage/keys.html.
8. Agulnik M, McGann CF, Mittal BB, Gordon SC, Epstein JB. Management of salivary gland
malignancies: current and developing therapies. Oncology Reviews. 2008;2(2):86-94.
9. Luksic I, Virag M, Manojlovic S, Macan D. Salivary gland tumours: 25 years of experience from a
single institution in Croatia. J Craniomaxillofac Surg. 2012;40(3):e75-81.
10. Rousseau A, Badoual C. Head and Neck: Salivary gland tumors: an overview: Atlas of Genetics
and Cytogenetics in Oncology and Haematology; 2010 [cited 2019 Nov 1]. Available from:
http://atlasgeneticsoncology.org/Tumors/SalivGlandOverviewID5328.html.
11. Licitra L. Major and minor salivary glands tumours. Critical Reviews in Oncology/Hematology.
2003;45(2):215-25.
12. Seethala RR. An Update on Grading of Salivary Gland Carcinomas. Head and Neck Pathology.
2009;3(1):69-77.
13. D'Cruz AK, Chaukar D, Gupta T. Evidence based management of cancers in India: Guidelines for
head and neck cancers (Part A). India: Tata Memorial Centre; 2012.
14. AJCC cancer staging manual. 8th ed. Amin MB, Edge SB, Greene FL, Byrd DR, Brookland RK,
Washington MK, et al., editors. United States: American College of Surgeons; 2018.

74
15. Lloyd S, Yu JB, Ross DA, Wilson LD, Decker RH. A prognostic index for predicting lymph node
metastasis in minor salivary gland cancer. Int J Radiat Oncol Biol Phys. 2010;76(1):169-75.
16. Stennert E, Kisner D, Jungehuelsing M, Guntinas-Lichius O, Schroder U, Eckel HE, et al. High
incidence of lymph node metastasis in major salivary gland cancer. Arch Otolaryngol Head Neck
Surg. 2003;129(7):720-3.
17. Regis De Brito Santos I, Kowalski LP, Cavalcante De Araujo V, Flavia Logullo A, Magrin J.
Multivariate analysis of risk factors for neck metastases in surgically treated parotid carcinomas.
Arch Otolaryngol Head Neck Surg. 2001;127(1):56-60.
18. Sood S, McGurk M, Vaz F. Management of Salivary Gland Tumours: United Kingdom National
Multidisciplinary Guidelines. J Laryngol Otol. 2016;130(S2):S142-S9.

75
PANDUAN PENATALAKSANAAN KANKER BIBIR DAN RONGGA MULUT
(KBRM)1

I. Pendahuluan
A. Batasan
Kanker bibir yang dimaksud disini adalah daerah mukosa bibir yang dibatasi oleh vermilion.
Kanker rongga mulut ialah kanker yang berasal dari epitel mukosa pada dinding rongga mulut
dengan batas-batas anatomi sebagai berikut: 2
• Depan : batas bibir (tepi vermilion bibir atas dan bawah)
• Atas : palatum durum dan molle
• Lateral : bukal kanan dan kiri
• Bawah : dasar mulut dan lidah
• Belakang : arkus faringeus anterior kanan kiri dan uvula, arkus glossopalatinus kanan
kiri, tepi lateral pangkal lidah, papilla sirkumvalata lidah

Ruang lingkup KBRM meliputi daerah spesifik dibawah ini:1


• Bibir
• Lidah 2/3 anterior
• Mukosa bukal
• Dasar mulut
• Gingiva atas dan bawah
• Trigonum retromolar
• Palatum durum
• Palatum molle
Tidak termasuk KBRM ialah: 1
• Sarkoma dan tumor ganas odontogen pada maksila atau mandibula
• Sarkoma jaringan lunak dan saraf perifer pada bibir atau pipi
• Karsinoma kulit bibir atau kulit pipi

B. Epidemiologi
1. Insidens dan frekuensi relatif
Data GLOBOCAN 2018 menunjukkan jumlah kasus baru kanker bibir rongga mulut (KBRM)
di dunia mencapai 354.864 dengan angka kematian sebanyak 177.384. Meski tidak termasuk
dalam 10 besar keganasan terbanyak di dunia, KRM disebut sebagai kanker yang sering
ditemukan di Asia Selatan dan Kepulauan Pasifik dengan Papu a Nugini sebagai negara dengan
insidensi KRM tertinggi di dunia pada pria maupun wanita. Di India dan Sri Lanka, KRM juga
menjadi penyebab kematian akibat kanker terbanyak pada pria. 3

2. Distribusi kelamin
Kanker rongga mulut lebih banyak terdapat pada laki-laki daripada perempuan dengan
perbandingan 3:2 – 2:1.1
3. Distribusi umur
76
Kanker rongga mulut sebagian besar timbul pada usia diatas 40 tahun (70%).1
4. Distribusi geografis
Kanker rongga mulut tersebar luas di seluruh dunia. Daerah yang tinggi insidensnya antara lain
Perancis dan India, sedangkan yang rendah yaitu Jepang. 1
5. Etiologi dan faktor risiko
Etiologi kanker rongga mulut ialah paparan dengan karsinogen yang banyak terdapat pada rokok
atau tembakau. Risiko tinggi mendapat kanker rongga mulut terdapat pada orang yang perokok,
nginang/susur, peminum alkohol, karies gigi, hygiene mulut yang buruk.

II. Klasifikasi Histopatologi


A. Tipe histologi berdasarkan WHO 20174
NO TIPE HISTOLOGI ICD.M
1 Squamous cell carcinoma 8070/3
2 Oral epithelial dysplasia 8077/0
3 Proliferative verrucous 8077/2
leukoplakia
4 Papillomas 8052/0
5 Congenital granular cell
epulis
6 Ectomesenchymal 8982/0
chondromyxoid tumour
7 Oral mucosal melanoma 8720/3
8 CD30-positive T-cell 9718/3
lymphoproliferative
disorder
9 Plasmablastic lymphoma 9735/3
10 Langerhans cell 9751/3
histiocytosis
11 Hodgkin lymphoma, 9659/3
nodular lymphocyte
predominant
12 Classical Hodgkin 9663/3
lymphoma 9652/3
9651/3
9653/3
13 Burkitt lymphoma 9687/3
14 Follicular lymphoma 9690/3
15 Mantle cell lumphoma 9673/3
16 T-lymphoblastic 9837/3
leukaemia/lymphoma

77
Sebagian besar (±90%) kanker rongga mulut berasal dari mukosa yang berupa karsinoma epidermoid
atau karsinoma sel skuamosa dengan diferensiasi baik, tetapi dapat pula berdiferensiasi sedang, buruk
atau anaplastik. Bila gambaran patologi menunjukkan suatu rhabdomiosarkoma, fibrosarkoma,
malignant fibrohistiocytoma atau tumor ganas jaringan lunak lainnya, perlu diperiksa dengan teliti
apakah tumor itu benar suatu tumor ganas rongga mulut (C00-C06) ataukah suatu tumor ganas jaringan
lunak pipi, kulit atau tulang yang mengadakan invasi ke rongga mulut.

B. Derajat diferensiasi
DERAJAT DIFERENSIASI
GRADE KETERANGAN
Gx Tidak dapat dinilai
G1 Diferensiasi baik
G2 Diferensiasi sedang

G3 Diferensiasi buruk

C. Laporan patologi standar


Yang perlu dilaporkan pada hasil pemeriksaan patologi dari spesimen operasi meliputi:
a. tipe histopatologi tumor tumor
b. derajat diferensiasi (grade)
c. pemeriksaan TNM untuk menentukan stadium patologi (pTNM)

T = tumor primer
• Ukuran tumor
• Adanya invasi ke dalam pembuluh darah/limfe
• Adanya invasi ke jaringan sekitar tumor
N = nodus regional
• Ukuran KGB
• Jumlah KGB yang ditemukan
• Level KGB yang positif
• Jumlah KGB yang positif
• Ekstensi tumor ekstranodal
M = metastase jauh

III. Klasifikasi Stadium Klinis5


Menentukan stadium kanker rongga mulut dianjurkan memakai sistem TNM dari 8 th AJCC 2018.
Tatalaksana terapi sangat tergantung dari stadium.

78
Tumor primer (T)
Tx ukuran tumor tidak dapat dinilai
Tis karsinoma in situ
T1 tumor ≤2 cm, kedalaman invasi ≤5 mm
T2 tumor ≤2 cm, kedalaman invasi >5 mm hingga ≤10 mm
atau tumor >2 cm dan ≤4 cm, kedalaman invasi ≤10 mm
T3 tumor >2 cm dan ≤4 cm, kedalaman invasi >10 mm
atau tumor >4 cm, kedalaman invasi ≤10mm
T4 stadium lanjut lokal atau stadium lanjut lokal berat
T4a stadium lanjut lokal
Tumor >4 cm, kedalam invasi >10 mm atau tumor hanya menginvasi jaringan sekitar
(contoh: menginvasi korteks mandibula/maksila, atau meliputi sinus maksilaris, atau
kulit wajah)
Ket: erosi superfisial tulang/soket gigi oleh primer tumor yang berasal dari gingiva tidak
dapat diklasifikasikan sebagai T4
T4b stadium lanjut lokal berat
Tumor menginvasi masticator space, pterygoid plates, basis cranii dan/atau
menyelubungi arteri karotis interna
KGB regional (N)
Nx KGB regional tidak dapat dinilai
N0 tidak terdapat metastasis ke KGB regional
N1 metastasis ke 1 KGB ipsilateral, diameter terbesar ≤3 cm, extracapsular node extension (ENE)

N2 N2a metastasis ke 1 KGB ipsilateral, diameter terbesar ≤3 cm dan <6 cm, ENE (-)
N2b metastasis KGB ipsilateral multipel, diameter terbesar <6 cm, ENE (-)
N2c metastasis KGB bilateral atau kontralateral, diameter terbesar <6 cm, ENE (-)
N3 N3a metastasis KGB diameter terbesar >6 cm, ENE (-)
N3b metastasis pada KGB manapun dengan ENE (+)
Metastasis Jauh (M)
M0 tidak terdapat metastasis jauh
M1 terdapat metastasis jauh

79
Pengelompokkan stadium
Stadium 0 Tis N0 M0
Stadium I T1 N0 M0
Stadium II T2 N0 M0
Stadium III T1, T2 N1 M0
T3 N0, N1 M0

Stadium IVA T1 N2 M0
T2 N2 M0

T3 N2 M0

T4a N0, N1, N2 M0

Stadium IVB T1-4 N3 M0


T4b N0-3 M0

Stadium IVC T1-4 N0-3 M1

IV. Prosedur Diagnostik


1. Pemeriksaan klinis
a. Anamnesis
Anamnesis pasien atau keluarga dengan menanyakan keluhan utama, perjalanan penyakit, faktor
etiologi dan risiko, pengobatan yang telah diberikan, serta respon pengobatan.
b. Pemeriksaan fisik
• Inspeksi dengan bantuan spatel lidah dan perabaan lesi rongga mulut dilakukan dengan
memasukkan 1 atau 2 jari ke dalam mulut (palpasi bimanual)
• Evaluasi seluruh rongga mulut dilihat, mulai bibir sampai batas belakang rongga mulut.
Tentukan lokasi tumor primer, bentuk, ukuran dalam cm, ekstensi, dan bagaimana
resektabilitasnya. Untuk memudahkan inspeksi, dapat dibantu dengan headlamp atau
senter.
• Status regional dievaluasi dengan palpasi untuk mengevaluasi pembesaran KGB leher
ipsilateral dan kontralateral. Bila ada pembesaran tentukan lokasinya (level), jumlah, dan
ukurannya (yang terbesar).
• Lesi pre kanker berupa lesi asimtomatik yang permukaannya rata ata u meninggi (plak),
menyerupai titik-titik, bekerut, ulserasi atau mengalami erosi dengan warna kemerahan
(eritroleukoplakia/eritroplasia) dan putih (leukoplakia).6
• Tanda keganasan lanjut: massa keras yang terfiksir ke area tertentu di rongga mulut disertai
indurasi atau perdarahan.6

2. Pemeriksaan radiologi
80
a. Evaluasi lokal tumor dilakukan dengan CT scan atau MRI, baik dengan atau tanpa kontras pada
RS dengan fasilitas memadai.
b. Evaluasi KGB regional selain CT scan dan MRI dapat dilakukan dengan USG
c. CT Scan direkomendasikan jika dicurigai infiltrasi ke tulang mandibula
d. Evaluasi rutin metastasis dilakukan dengan foto toraks.
e. USG abdomen dan sidik tulang dilakukan berdasarkan indikasi
f. Pada stadium III dan IV serta kasus rekurensi dipertimbangkan pemeriksaan PET scan

3. Pemeriksaan patologi

Semua penderita KBRM atau diduga KBRM harus diperiksa patologi dengan teliti. Spesimen
diambil dari:
• Biopsi tumor melalui beberapa cara, yaitu eksisi, insisi atau biopsi cakot (punch
biopsy) menggunakan tang alligator (Bagan 1)
• BAJAH untuk pemeriksaan sitologi dapat dilakukan pada KGB.

Suspek KBRM

≤1 cm >1 cm

Biopsi Punch biopsy/


eksisi biopsi insisi

Jinak Ganas Jinak Ganas

Observasi Eksisi

Bagan 2

Bagan 1. Penanganan kasus curiga KBRM

81
Keterangan:
- KBRM= Karsinoma bibir dan rongga mulut
- Biopsi eksisi dilakukan dalam anestesi umum, sedangkan biopsi cakot atau biopsi insisi dapat
dilakukan dalam anestesi umum atau lokal. Keuntungan jika dilakukan dalam anestesi umum,
dokter dapat melakukan eksplorasi rongga mulut untuk melihat batas-batas tumor dengan jelas
- Pemeriksaan Potong beku (Frozen Section) disarankan untuk pemeriksaan batas sayatan dan
infiltrasi saraf
- Kasus tidak resektabel (unreectable) adalah kondisi dimana keadaan batas sayatan bebas tumor
sulit dicapai akibat infilitrasi tumor yang mencakup sruktur penting (dijelaskan di bagian
berikutnya).
- Kasus inoperable adalah kondisi dimana terdapat komorbid lain seperti penyakit jantung atau
penyakit lainnya yang menyebabkan pasien tidak memungkinkan untuk menjalani tindakan operasi
V. Prosedur Terapi
Penanganan kanker rongga mulut (KRM) sebaiknya dilakukan secara multidisplin yang melibatkan
beberapa bidang spesialis sesuai dengan stadium klinis (Bagan 2).

Ganas

T1-2, N0 T3, N0; T4b, N0-3 atau M1


T1-3, N1-3; KGB tidak resektabel
T4a, N0-3 atau inoperable

Bagan Bagan
Bagan 5 Bagan 6
3a-c 4a-b

Bagan 2. Penanganan KBRM berdasarkan stadium

Prinsip operasi pada KBRM7, 8


Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam tindakan operasi KBRM ialah:
• Eradikasi dari tumor berupa eksis luas hingga bebas tumor dengan atau tanpa diseksi KGB
• Pengembalian fungsi dari rongga mulut
• Aspek kosmetik /penampilan penderita.
Rekonstruksi pasca eksisi tumor dapat dipertimbangkan sejak evaluasi awal. Beberapa faktor yang
perlu dipertimbangkan dalam penentuan jenis terapi ialah usia, kondisi umum pasien, dan fasilitas yang

82
tersedia. Uji klinis dapat dilakukan jika kasus stadium III, IV, kambuh, atau kasus yang tidak respon
terhadap modalitas terapi lainnya.
Suatu tumor didefiniskan tidak resektabel secara teknis, bila:2, 9
- Terdapat ekstensi pada basis kranii misalnya erosi pada pterygoid plates, sfenoid, serta
pelebaran foramen ovale
- Terdapat ekstensi pada nasofaring superior, tuba eustachius atau dinding lateral nasofaringeal
- Menyelubungi arteri karotis interna hingga >270 derajat secara radiologi
- Adanya metastasis subdermal
- Adanya keterlibatan struktur fascia prevertebral fascia atau vertebra servikal
Pada beberapa kasus lokal lanjut, masih dapat dipertimbangkan untuk dilakukan operasi, misalnya
pada tumor dengan ekstensi ke kulit eksterna, otot pterygoid, mediastinum, fasia prevertebral dan
vertebra servikal.
Prinsip terapi sesuai dengan:
1. Stadium I-II: T1-2, N0 (Bagan 3a-c)
a. Pembedahan
• Tumor primer: eksisi luas dengan atau tanpa potong beku
Pada fasilitas tanpa potong beku, batas sayatan: 1 – 2 cm dari indurasi tumor
• KGB: tanpa limfadenektomi, SLNB, atau diseksi leher
Pada kasus karsinoma bibir dengan N0 tidak dilakukan diseksi leher
b. Terapi adjuvan berupa radiasi dan/atau terapi sistemik diindikasikan bila terdapat adverse
features seperti ekstensi ekstranodal, margin positif, pN2/N3 atau invasi limfovaskuler
2. Stadium III-IVa: T3, N0; T1-3, N1-3; T4a, N0-3 (Bagan 4a-b)
a. Pembedahan
• Tumor primer: eksisi luas
• KGB:
- Pada kasus N0, dilakukan SND I-III yang dilanjutkan menjadi diseksi leher komprehensif
bila terbukti terdapat metastasis regional
- Pada kasus N+ secara patologi, dilakukan diseksi leher komprehensif
- Diseksi leher bilateral dilakukan bila terdapat metastasis regional bilateral
b. Terapi adjuvan berupa radiasi dan/atau terapi sistemik diindikasikan bila terdapat adverse
features seperti ekstensi ekstranodal, margin positif, pN2/N3 atau invasi limfovaskuler
3. Stadium IVb (T4b, N0-3) atau KGB tidak resektabel atau kasus inoperable (Bagan 5)
Pilihan terapi yang disesuaikan dengan skor performans:
a. Kemoterapi induksi
b. Radioterapi
c. Operasi atau radioterapi paliatif

83
d. Kemoradiasi
e. Terapi suportif
4. Stadium IVc: Kasus KBRM dengan metastasis jauh (Bagan 6)
a. Kombinasi terapi sistemik
b. Terapi sistemik single-agent
c. Operasi atau radioterapi paliatif
d. Kemoradiasi
e. Terapi suportif

T1-2, N0

Eksisi luas Eksisi luas* + Eksisi luas* +


tanpa diseksi SLNB Selective Neck
leher** Dissection

SLN pN0 Diseksi leher jika


SLN pN+ /
identifikasi SLN
tidak berhasil

KGB (-) dan KGB (+) dan KGB (+) dan


adverse features adverse features adverse features
(-) (-) (+)

Comprehensive neck
dissection atau
radioterapi

ENE ± positive Adverse


positive margin features
margin lainnya

Re-eksisi
luas atau Radioterapi atau
kemoradiasi kemoradiasi

Re-eksisi luas atau


radioterapi atau
kemoradiasi

Observasi

Bagan 3a. Penatalaksanaan KRM stadium I, II

84
Keterangan:
*Pemilihan operasi ditentukan oleh dokter sesuai fasilitas yang ada
- SLNB= sentinel lymph node biopsy
Pemeriksaan SLNB dikonfirmasi dengan potong beku
- Pilihan diseksi leher= RND, MRND
- Batas sayatan dikonfirmasi dengan potong beku
- ENE= extranodal extension
- Adverse features sama dengan karakteristik buruk yaitu: ENE, positive margin, pN2/pN3, nodal
disease in level invasion, invasi vaskular, invasi limfatik
- Terapi sistemik/radioterapi = kemoradiasi
- Terapi sistemik yang diberikan dapat berupa agent kemoterapi atau terapi target

T1-2, N0

Eksisi
luas*

Positive Invasi Negative


margin limfatik/vaskular margin
/perineural

Re-eksisi
Radioterapi
luas/radioterap
i

Observasi

Bagan 3b. Penatalaksanaan karsinoma bibir stadium I, II tanpa fasilitas potong beku

Keterangan:
*Pada fasilitas tanpa potong beku, batas sayatan: 1 – 2 cm dari indurasi tumor

85
T1-2, N0

Eksisi luas +
potong beku

Invasi
limfatik/vaskular
/perineural

negatif positif

Observasi Radioterapi

Bagan 3c. Penatalaksanaan karsinoma bibir stadium I, II dengan fasilitas potong beku

86
T3, N0;
T1-3, N1-3;
T4a, N0-3

N1, N2a-b, N2c


N0
N3 (bilateral)

Eksisi luas + Eksisi luas + Eksisi luas +


SND comprehensive neck comprehensive
dissection ipsilateral neck dissection
atau bilateral* bilateral

KGB KGB
(-) (+)

Adverse Adverse
features (-) features (+)

comprehensive neck Adverse


positive
dissection** atau ENE (+) features
Radioterapi margin lainnya

Terapi Radioterapi atau


kemoradiasi kemoradiasi

Re-eksisi luas jika


memungkinkan atau
Kemoradiasi atau
radioterapi

Observasi

Bagan 4a. Penatalaksanaan KRM stadium III dan IVa


Keterangan:
*Pada tumor yang terletak di midline
** jika sudah dilakukan comprehensive neck dissection, terapi pilihan berikutnya adalah radioterapi

87
T3, T4, N0
T1-4, N1-3

Inoperable Operable

BAGAN 5 N0 N1, N2c


N2a-b
N3

Eksisi luas ± diseksi Eksisi luas +


leher ipsilateral atau diseksi leher
bilateral bilateral

Eksisi luas +
diseksi leher
ipsilateral ±
kontralateral

Adverse
N0 1 KGB (+)
features(+)
dan adverse
features (-)

Radioterapi ENE ± Adverse features


atau observasi positive lainnya
margin

Terapi Radioterapi
sistemik/radioterap Atau
i atau Terapi
Re-eksisi luas sistemik/radioterap
(pada positive i
margin)
atau
Radioterapi

Observasi

Bagan 4b. Penatalaksanaan karsinoma bibir stadium III dan IVa

88
T4b, N0-3 atau
KGB unresectable
atau inoperable

ECOG 0-1 atau ECOG 2 atau


ECOG 3 atau KS ≤50
KS 80-100 KS 60-70

Kemoradiasi Kemoterapi induksi Terapi paliatif:


dilanjutkan dengan - Radioterapi
operasi atau
- Supportive
radioterapi atau
care
kemoradiasi

Radioterapi definitif ±
terapi sistemik single
agent bersamaan

Bila PR atau
CR observasi,
jika SD atau
PD uji klinis

Bagan 5. Penatalaksanaan KBRM Stadium IVb (T4b, N0-3) atau KGB tidak resektabel atau
kasus inoperable

Keterangan
CR: complete response
PR: partial response
SD: stable disease
PD: progressive disease

89
M1

ECOG 0-1 atau ECOG 2 atau ECOG 3 atau


KS 80-100 KS 60-70 KS ≤50

- Kombinasi terapi sistemik - Radiasi paliatif


- Terapi sistemik single-agent - Best supportive
- Operasi atau radioterapi care
paliatif
- Kemoradiasi
- Best supportive care

- Operasi atau radioterapi


paliatif
- Terapi sistemik single-agent
atau
- Best supportive care

Bagan 6. Penatalaksanaan KBRM Stadium IVc

Regimen kemoterapi pada KBRM umumnya merupakan terapi berbasis platinun dengan atau tanpa
Taxan dan 5 FU. Alternatif lain dapat diberikan terapi target seperti cetuximab. Kemoterapi dapat
diberikan sebagai terapi induksi, concurrent dengan radiasi pada kasus pasca pembedahan atau paliatif.
Imunoterapi seperti pembrolizumab dapat diberikan untuk kasus KBRM yang tidak resektabel, dengan
M1 atau rekuren yang tidak dapat dilakukan radiasi atau pembedahan. Detil regimen kemoterapi pada
KBRM dapat dilihat pada bab Terapi Sistemik.

VI. Prosedur Follow Up


Jadwal follow up dianjurkan sebagai berikut:
• Dalam 1 tahun pertama → setiap 2 bulan
• Pada tahun ke-2 → setiap 3 bulan
• Dalam 3-5 tahun → setiap 6 bulan
• Setelah 5 tahun → 1 tahun sekali selama seumur hidup
Pada follow up tahunan pasien diperiksa lengkap meliputi pemeriksaan fisik dan penunjang.

90
VII. Daftar Pustaka

1. Reksoprawiro S, Senapi B, Achmad D dkk. Protokol Penatalaksanaan Kanker Rongga Mulut.


dalam. Zalfiral A.A., Tjindarbumi D., Ramli M., Lukitto P., Reksoprawiro S., Handojo D., Suardi
D.R., Dimyati A.: Protokol PERABOI 2003. Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia. Jakarta
2. NCCN clinical practice guidelines in oncology: head and neck cancers. Salivary gland tumors.
United States: National Comprehensive Cancer Network; 2019.
3. Bray F, Ferlay J, Soerjomataram I, Siegel RL, Torre LA, Jemal A. Global Cancer Statistics 2018:
GLOBOCAN Estimates of Incidence and Mortality Worldwide for 36 Cancers in 185 Countries.
CA Cancer J Clin. 2018;68:394-424.
4. WHO. WHO classification of head and neck tumours. Tumours of the oral cavity and mobile
tongue. France: International Agency for Research on Cancer; 2017. p. 100-6.
5. AJCC cancer staging manual. 8th ed. Amin MB, Edge SB, Greene FL, Byrd DR, Brookland RK,
Washington MK, et al., editors. United States: American College of Surgeons; 2018.
6. CQ S. Cancers of the oral mucosa United States: Medscape; 2017 [updated Jun 29, 2017; cited
2019 Dec 28]. Available from: https://emedicine.medscape.com/article/1075729-clinical#b1.
7. NCCN. NCCN clinical practice guidelines in oncology. Lip and oral cancer. United States:
National Comprehensive Cancer Network; 2019.
8. Shah JP, Patel SG, Singh B, Shah JP. Jatin Shah's head and neck surgery and oncology. 4th ed.
Philadelphia, PA: Elsevier/Mosby; 2012. viii, 838 p. p.
9. D'Cruz AK, Chaukar D, Gupta T. Evidence based management of cancers in India: Guidelines for
head and neck cancers (Part A). India: Tata Memorial Centre; 2012.

91
PANDUAN PENATALAKSANAAN KANKER KULIT

I. Pendahuluan
Kanker kulit adalah neoplasia yang paling umum di dunia, dominan pada populasi Kaukasia dan insiden
yang lebih tinggi di daerah dengan paparan matahari yang lebih besar. Kanker ini terjadi 35-45% dari
semua kanker pada orang Kaukasia, 4–5% pada orang Hispanik, 2-4% pada orang Asia, dan 1-2% pada
populasi kulit hitam.1
Insiden kanker kulit cenderung meningkat dalam 30 tahun terakhir pada orang kulit putih, dengan
insiden yang relatif stabil pada populasi kulit berwarna. Hal ini terjadi karena adanya proteksi melanin
dan struktur berbeda dari melanosom. Informasi tepat mengenai kejadian nyata dan / atau kematian yang
disebabkan tumor kulit sulit untuk dikumpulkan, kecuali untuk melanoma, karena karsinoma kulit
umumnya tidak terdaftar dalam register tumor nasional dan jarang menjadi penyebab kematian utama.1
Data pasti di Indonesia belum didapatkan namun estimasi Globocan terjadi peningkatan tiap
tahunnya untuk wilayah Asia Tenggara.2
II. Klasifikasi Histopatologi
Tumor kulit diklasifikasikan sebagai berikut: (WHO 2018) 3
A. Keratinositik/epidermal tumor
1. Lesi Prekursor dan Keganasan In Situ (ICD 10 : D00-D09)
a. Actinic keratosis (solar keratosis)
b. Bowen disease
c. Erythroplasia of queyrat
d. Leukoplakia
e. Actinic cheilitis
f. Cutaneous horn (cornu cutaneum)
g. Arsenical keratosis
h. Chronic radiodermatitis
i. Keratoacanthoma
2. Keganasan berupa: (ICD 10: C.44.5-7, C63.2)
1. Karsinoma sel basal
2. Karsinoma sel skuamosa
B. Melanositik tumor (ICD 10: C.43)
1. Lesi prekursor dan keganasan insitu berupa:
a. Atypical naevus
b. Melanoma insitu
2. Keganasan berupa:

92
a. Melanoma maligna
C. Appendageal tumor (ICD 10: C.44) (Sebaceous and sweat gland)
D. Tumor haematopoietic dan lymphoid
E. Sindroma tumor bawaan yang berhubungan dengan keganasan kulit (Inherited tumours syndrome
associated with skin malignancies)

MELANOMA MALIGNA
I. Pendahuluan
A. Definisi
Neoplasma maligna yang berasal dari sel melanosit. Selain di kulit dapat pula terjadi pada mukosa. (ICD
10: C.43).
B. Epidemiologi
Insiden melanoma di Amerika Serikat telah meningkat secara dramatis. Sekitar 76.250 kasus baru
melanoma invasif didiagnosa tiap tahunnya di AS. Insiden Melanoma meningkat dari 8,2 kasus pada
perempuan dan 9,4 kasus pada laki-laki per 100.000 penduduk pada tahun 1975, menjadi sekitar 24,2
kasus pada perempuan dan 35,4 kasus pada laki-laki per 100.000 penduduk pada tahun 2010.4
C. Faktor risiko
• Demografis
Insiden meningkat seiring bertambahnya usia. Risiko paling besar pada kelompok etnis
dengan jenis kulit yang lebih terang. Sebelum usia 40 tahun, angka kejadian pada wanita
lebih tinggi daripada pria, namun setelah usia 40 tahun, insiden pada pria 2 kali lebih tinggi
daripada wanita.5
• Lingkungan – Radiasi Ultraviolet / Paparan Matahari
Mayoritas melanoma dikaitkan dengan paparan radiasi ultraviolet. Radiasi ultraviolet B
(UVB) dan ultraviolet A (UVA) bersifat karsinogenik dan dapat memicu melanoma. Insiden
meningkat pada orang yang tinggal dekat dengan garis khatulistiwa atau pada daerah
ketinggian serta pada orang yang sering terpapar sinar ultraviolet pada jam 10 pagi sampe 4
sore. Lokasi anatomi yang paling sering pada pria adalah batang tubuh dan kaki pada wanita.
Secara umum terdapat peningkatan risiko terutama pada tungkai atas, kepala dan leher.5
• Fenotip
Golongan individu berfenotip RHC (Red Hair Color) lebih berisiko. Fenotipe RHC ditandai
dengan kurangnya pigmentasi kulit seperti kulit putih, dan berbintik-bintik, berambut merah
dan sensitif terhadap sinar matahari. Varian human melanocortin-1 receptor gene (MC1R)
dikaitkan dengan fenotip RHC ini.5
• Tahi lalat (Nevi dan / atau Atypical nevi)

93
Peningkatan jumlah tahi lalat, large nevi dan atypical nevi adalah faktor risiko terjadinya
melanoma. Atipikal nevi yang berjumlah 10 atau lebih berisiko hingga 12 kali lipat
berkembang menjadi melanoma. Peningkatan jumlah nevi tanpa nevi atypical meningkatkan
risiko 2 - 4 kali lipat. Namun kebanyakan melanoma timbul secara de novo dari kulit yang
secara klinis normal.5
• Riwayat kanker kulit melanoma atau nonmelanoma
Pasien dengan riwayat melanoma sebelumnya memiliki peluang sekitar 2% - 5%
berkembang kembali menjadi melanoma. Riwayat kanker kulit jenis sel skuamosa berisiko
3 kali lipat terkena melanoma. Riwayat kanker kulit jenis sel basal berisiko 2 kali lipat
terkena melanoma. 5
• Riwayat keluarga
Pada melanoma sporadis, risiko meningkat 2,62 kali lebih besar jika orang tua memiliki
riwayat melanoma dan 2,94 kali lebih besar jika saudara kandung yang memiliki melanoma.
Kurang dari 10% pasien yang true familial melanoma.5
D. Etiologi dan karakteristik biologi
Beberapa perubahan genetik dan molekuler berkontribusi dalam terjadinya melanoma dan usaha
identifikasi terhadap beberapa subgroup molekuler telah menghasilkan terapi target, yang digunakan
untuk meningkatkan hasil terapi. Terdapat beberapa jalur utama yang terlibat dalam patogenesis
terjadinya melanoma, antara lain: 5,6
a. Penekanan ekspresi gen CDKN2A/p16
b. Pengaktifan jaras RAS, RAF dan MAPK melalui mutasi RAS, BRAF
c. Pengaktifan jaras Phosphatidylinositol-3-Kinase (PI3K) melalui mutasi NRAS, kehilangan
fungsi PTEN, dan /atau Akt overexpression
d. Pengaktifan KIT/CD117 yang menyebabkan aktifasi MAPK, PI3K, STAT dan disregulasi
MITF
e. Menghindari jalur apoptosis intrinsik dan ekstrinsik melalui down regulasi cytochrome c-
associated factor Apaf-1 dan reseptor tumor necrosis factor–related apoptosis-inducing ligand
(TRAIL) death.
II. Klasifikasi Histologi
Klasifikasi histologi melanoma adalah sebagai berikut:
1. Lentigo melanoma maligna (LMM)
2. Superfisial spreading melanoma (SSM)
3. Nodular malignant melanoma (NMM)
4. Acral lentigenous melanoma (ALM)
5. Melanoma yang tidak terklasifikasi

94
III. Stadium Klinis
Stadium klinis melanoma ditentukan sesuai dengan AJCC 20187
A. Klasifikasi stadium
Tabel 1. Definisi klasifikasi
Klasifikasi Definisi
cTNM atau TMN Klasifikasi Klinis: digunakan untuk semua pasien kanker yang diidentifikasi sebelum
dilakukan terapi. Terdiri dari informasi diagnosis kerja, sampai terapi awal, termasuk
riwayat klinis dan gejala, pemeriksaan fisik, pencitraan, endoskopi, biopsi tumor primer,
biopsi atau eksisi satu KGB regional atau KGB sentinel, atau sampel dari KGB regional,
dengan T klinis, biopsi dari bagian metastasis jauh, eksplorasi operasi tanpa reseksi dan
pemeriksaan relevan lainnya.
pTMN Klasifikasi Patologi: digunakan untuk pasien jika pembedahan merupakan terapi definitif
pertama. Terdiri dari informasi diagnosis kerja berdasarkan stadium klinis digabungkan
dengan temuan operasi dan gambaran patologi dari spesimen yang direseksi saat operasi.
ycTNM Klasifikasi Klinis Paska-terapi: setelah terapi sistemik primer dan/atau radiasi primer,
atau setelah terapi neoadjuvant dan sebelum direncanakan operasi. Kriteria : terapi awal
berupa sistemik dan/atau terapi radiasi
ypTNM Klasifikasi Patologi Paska-terapi: digunakan untuk staging setelah terapi neoadjuvant
dan setelah terapi operasi pasca neoadjuvant. Kriteria : terapi awal berupa sistemik
dan/atau terapi radiasi dan disertai dengan tindakan operasi.
rTNM Klasifikasi Rekurensi atau Terapi Ulang: digunakan untuk menetapkan staging saat
terjadinya kekambuhan atau progresifitas sampai dilakukannya terapi.

Tabel 2. Klasifikasi tumor primer


Kategori Kriteria ketebalan Kriteria status ulkus Ilustrasi
TX Ketebalan tumor primer tidak Tak dapat ditentukan
dapat dinilai
T0 Tak ada tumor primer (mis: Tak dapat ditentukan
unknown primary atau melanoma
berregresi komplet)
Tis Melanoma in situ Tak dapat ditentukan
T1 ≤ 1,0 mm Tak diketahui atau tidak spesifik
T1a < 0,8 mm Tanpa ulkus

T1b < 0,8 mm Disertai ulkus


T1b 0,8 – 1,0 mm Dengan atau tanpa ulkus

T2 1,0 – 2,0 mm Tak diketahui atau tidak spesifik

95
Kategori Kriteria ketebalan Kriteria status ulkus Ilustrasi
T2a 1,0 – 2,0 mm Tanpa ulkus

T2b 1,0 – 2,0 mm Disertai ulkus

T3 2,0 – 4,0 mm Tak diketahui atau tidak spesifik


T3a 2,0 – 4,0 mm Tanpa ulkus

T3b 2,0 – 4,0 mm Disertai ulkus

T4 > 4,0 mm Tak diketahui atau tidak spesifik


T4a > 4,0 mm Tanpa ulkus

T4b > 4,0 mm Disertai ulkus

96
Tabel 3. Klasifikasi KGB Regional

Ekstensi KGB regional dan/atau metastasis limfe

Kategori N Keberadaan in-transit, satellite dan


Jumlah KGB regional yang terlibat
atau mikrosatelit metastasis
KGB regional tidak dinilai (mis: Tidak dilakukan Biopsi Tidak ditemukan
KGB sentinel, KGB telah didiseksi sebelumnya atas alasan
NX lain
Pengecualian: kategori pN tidak digunakan utk T1,
gunakan cN
N0 Tidak ditemukan metastasis regional Tidak ditemukan
• Ditemukan satu KGB regional, atau
N1
• Ditemukan in-transit, satellite dan atau mikrosatelit metastasis tanpa keterlibatan KGB
Ditemukan satu occult KGB (mis: terdeteksi dgn biopsi Tidak ditemukan
N1a
sentinel)
N1b Satu KGB terdeteksi klinis Tidak ditemukan
N1c Tidak terdeteksi secara klinis Ditemukan
• Ditemukan dua atau tiga KGB, atau
N2
• Ditemukan satu KGB dan ditemukan in-transit, satellite dan atau mikrosatelit metastasis
Ditemukan dua atau tiga occult KGB (mis: terdeteksi dgn Tidak ditemukan
N2a
biopsi sentinel)
N2b Dua atau tiga KGB terdeteksi klinis Tidak ditemukan
Ditemukan satu occult KGB atau satu KGB terdeteksi Ditemukan
N2c
klinis
• Ditemukan empat atau lebih KGB, atau
• Ditemukan dua atau lebih KGB dan ditemukan in-transit, satellite dan atau mikrosatelit metastasis
N3
• Ditemukan KGB yang berkonglomerasi dengan atau tanpa in-transit, satellite dan atau mikrosatelit
metastasis
Ditemukan empat atau lebih occult KGB (mis : terdeteksi Tidak ditemukan
N3a
dgn biopsi sentinel)
• Ditemukan empat atau lebih KGB secara klinis, atau Tidak ditemukan
N3b
• Ditemukan KGB yang berkonglomerasi
• Ditemukan empat atau lebih KGB secara klinis, dan Ditemukan
N3c
• Ditemukan KGB yang berkonglomerasi

97
Tabel 4. Klasifikasi metastasis jauh
Kategori M Kriteria M
Patologis
Kadar serum laktat
Klinis (terbukti Metastatic site
dehidrogenase (LDH)
mikroskopis)
cM0 Tidak ada bukti metastasis jauh Tidak bisa menjadi acuan
cM1 pM1 Adanya bukti metastasis jauh Ada
Kulit, jaringan lunak termasuk otot, dan/atau nodul limfa Tidak diperiksa atau tidak
cM1a pM1a
nonregional. spesifik
Kulit, jaringan lunak termasuk otot, dan/atau nodul limfa
cM1a(0) pM1a(0) Normal
nonregional.
Kulit, jaringan lunak termasuk otot, dan/atau nodul limfa
cM1a(1) pM1a(1) Meningkat
nonregional.
Tidak diperiksa atau tidak
cM1b pM1b Paru dengan atau tanpa kriteria M1a
spesifik
cM1b(0) pM1b(0) Paru dengan atau tanpa kriteria M1a Normal
cM1b(1) pM1b(1) Paru dengan atau tanpa kriteria M1a Meningkat
Non-sistem saraf pusat (SSP) bagian visceral dengan Tidak diperiksa atau tidak
cM1c pM1c
atau tanpa kriteria M1a atau M1b spesifik
Non-SSP bagian visceral dengan atau tanpa kriteria M1a
cM1c(0) pM1c(0) Normal
atau M1b
Non-SSP bagian visceral dengan atau tanpa kriteria M1a
cM1c(1) pM1c(1) Meningkat
atau M1b
Tidak diperiksa atau tidak
cM1d pM1d SSP dengan atau tanpa kriteria M1a, M1b, atau M1c
spesifik
cM1d(0) pM1d(0) SSP dengan atau tanpa kriteria M1a, M1b, atau M1c Normal
cM1d(1) pM1d(1) SSP dengan atau tanpa kriteria M1a, M1b, atau M1c Meningkat
Catt :
Penanda untuk kategori M (0) untuk LDH yang tidak meningkat, (1) Untuk LDH yang meningkat
Penanda tidak dipakai jika LDH tidak diperiksa atau tidak spesifik

98
Tabel 5. Pengelompokkan stadium
Stadium klinis Stadium patologis
T N M T N M
0 Tis N0 M0 0 Tis N0 M0
IA T1a N0 M0 IA T1a N0 M0
IB T1b N0 M0 IB T1b N0 M0
T2a N0 M0 T2a N0 M0
IIA T2b N0 M0 IIA T2b N0 M0
T3a N0 M0 T3a N0 M0
IIB T3b N0 M0 IIB T3b N0 M0
T4a N0 M0 T4a N0 M0
IIC T4b N0 M0 IIC T4b N0 M0
Any T, T1a/b, N1a,
III N1 M0 IIIA M0
Tis T2a N2a
N1b,
IIIB T0 M0
N1c
T1a/b, N1b/c,
M0
T2a N2b
T2b, N1a/b/c,
M0
T3a N2a/b
N2b/c,
IIIC T0 M0
N3b/c
T1a/b,
N2c,
T2a/b, M0
N3a/b/c
T3a
T3b, Any N,
M0
T4a N1
N1a/b/c,
T4b M0
N2a/b/c
IIID T4b N3a/b/c M0
Any T,
IV Any T Any N M1 IV Any N M1
Tis

B. Faktor prognostik melanoma


Setelah diagnosis melanoma ditegakkan, beberapa fitur histologis hendaknya dapat dinilai karena secara
evidence base sangat penting dalam hal prognosis, yaitu:
1. Ketebalan tumor (Breslow)
2. Clark’s level
3. Adanya ulserasi
4. Mitotic count (per mm2), khususnya pada lesi yang tipis (ketebalan ≤ 1 mm)
5. Adanya lesi satelit
Ciri-ciri lain untuk dievaluasi dalam melanoma meliputi: subtipe tumor, growth phase, invasi
limfovaskular dan perineural, tumor-infiltrating lymphocyte (host response), dan regresi. Dalam

99
pemeriksaan patologi juga harus ditentukan margin eksisi, konfirmasi diagnostik lesi transit, dan
mengukur ukuran ulserasi jika memungkinkan.8,9

1. Kedalaman dan level invasi8,9


Breslow’s Thickness
Kedalaman Breslow adalah prediktor prognostik terkuat dalam melanoma. Ketebalan tumor
berbanding lurus dengan kemungkinan terjadinya rekurensi dan metastasis. Tingkat kedalaman ini
menentukan kategori T dalam sistem TNM:
• Tis : in situ
• T1 : ≤ 1.0 mm
• T2 : 1.01 – 2.0 mm
• T3 : 2.01 – 4.0 mm
• T4 : > 4.0 mm
2. Clark’s level
Merupakan metode awal dalam menilai kedalaman tumor. Prognosisnya bergantung pada
microanatomical landmarks.8
a. Level I : Sel melanoma terletak di atas membrana basalis epidermis (in situ).
b. Level II : Invasi sel melanoma sampai lapisan papilaris dermis.
c. Level III : Invasi sel melanoma sampai dengan perbatasan antara lapisan papilaris
dan retikularis dermis.
d. Level IV : Invasi sel melanoma sampai lapisan retikularis dermis
e. Level V : Invasi sel melanoma sampai jaringan subkutan

3. Ulserasi
Adanya ulserasi yang diinduksi tumor merupakan faktor prognostik yang merugikan dan turut
memodifikasi kategori T. Pengukuran dan dokumentasi ulserasi sangat direkomendasikan.

4. Mitotic count
Mitotic count dinilai hanya dalam komponen dermal (invasif) dan dilaporkan dalam milimeter
kuadrat. Penilaian mitosis sangat penting, karena keberadaan mitosis menentukan kategori T1 dan
mendorong dilakukannya biopsi KGB sentinel.

5. Lesi satelit
Parameter yang agak kontroversial dari lesi satelit termasuk konsep lesi microscopic satellites,
clinical satellites dan lesi transit

100
• Microscopic satellites didefinisikan sebagai sarang tumor diskrit yang berdiameter lebih dari
0,05 mm dan dipisahkan dari koloni utama tumor oleh kolagen dermal retikuler yang normal
atau lemak subkutan dengan jarak minimal 0,3 mm.
• Clinical satellites / satelit nodul ialah lesi yang terpisah dari koloni tumor primer dan jaraknya <
2 cm dari tumor primer
• Lesi transit / transit metastasis adalah lesi yang jaraknya >2 cm dari tumor primer, tetapi tidak
melampaui KGB regionalnya.8
IV. Prosedur Diagnosis
A. Pemeriksaan klinis
1. Anamnesis:
Keluhan utama: tahi lalat yang cepat membesar, tumbuh progresif, gatal, mudah berdarah dan
disertai tukak.
2. Pemeriksaan fisik:
• Lokal: tumor primer di kulit berwarna coklat muda sampai hitam, bentuk nodul, plak, disertai
luka. Kadang-kadang tidak berwarna (amelanotik melanoma).5,8
Lesi bersifat: A (Asymmetry): tidak teratur
B (Border) : tepi tak teratur
C (Colour) : warna bervariasi
D (Diameter) : umumnya > 6 mm
E (Elevation) : permukaan yang tidak teratur
Variasi gambaran klinis:
1. Lentigo melanoma maligna (LMM)
• Ciri: Lesi coklat seperti kehitaman, beberapa cm, tepi irreguler, pada permukaan
dijumpai bercak- bercak warna gelap (warna biru) tersebar tidak teratur, dapat
menjadi nodul biru kehitaman invasive agak hiperkeratonik.
2. Superfisial spreading melanoma
• Ciri: Lesi berupa plak archiformis berukuran 0,5 – 3 cm tepi meninggi, irreguler,
dapat mencapai 2 cm dalam 1 tahun. Nodul biru kehitaman pada permukaan terdapat
campuran bermacam- macam warna seperti coklat, abu-abu, biru, hitam, sering
kemerahan.
• Lokasi : wanita : tungkai bawah
laki-laki : badan dan leher.
3. Nodular malignant melanoma

101
• Ciri: Lesi berupa nodul bentuk setengah bola (dome shaped) atau polipoid dan
eksofitik, warna coklat kemerahan atau biru sampai kehitaman dapat mengalami
ulserasi perdarahan, timbul lesi satelit.
• Lokasi: laki- laki punggung, dapat pada setiap lokasi.
4. Acral lentigenous melanoma
• Ciri: lesi berupa makula, warna bervariasi, pada permukaan timbul papul, nodul,
ulserasi, kadang- kadang lesi tidak mengandung pigmen.
• Lokasi: letak kaki, tumit, telapak tangan, dasar kuku, ibu jari tangan.
5. Melanoma yang tidak terklasifikasi
• Pemeriksaan KGB regional.
• Pemeriksaan metastasis jauh ke paru dan hati.

B. Pemeriksaan penunjang
1. Radiologi
a. Rutin: foto toraks, USG Abdomen atas untuk evaluasi metastasis hepar dan USG
abdomen bawah untuk evaluasi KGB Para Aorta dan KGB Para Iliaka
b. Opsional: foto polos tulang, CT scan, MRI, PET scan
2. Sitologi: BAJAH untuk KGB yang dicurigai metastasis
3. Pemeriksaan histopatologi:
a. Biopsi:
i. Biopsi eksisi merupakan tindakan biopsi terbaik
ii. Biopsi insisi dan biopsi punch dilakukan pada:
- tindakan awal pada pemeriksaan potong beku
- masa/ ulkus yang besar
- keadaan paliatif.
iii. Biopsi Core dapat dilakukan untuk menentukan metastasis ke KGB
b. Spesimen operasi:
i. Tumor primer: ukuran tumor, jenis histopatologi, derajat diferensiasi sel, luas dan
dalamnya infiltrasi, radikalitas operasi. Spesimen dikirimkan dengan mapping
dan diberi tanda batas-batas sayatan.
ii. Regional: konfirmasi diagnostik dan jumlah kelenjar yang ditemukan, jumlah
kelenjar yang positif terdapat metastasis, infiltrasi tumor ke kapsul atau
ekstranodal

102
V. Prosedur Terapi
A. Kuratif
A. Definitif
• Lokal: tindakan eksisi luas dengan tepi bebas tumor sesuai kriteria ketebalan dan dilakukan
rekonstruksi jika dibutuhkan. Batas sayatan bebas tumor berhubungan dengan diameter lesi
dan dasar lesi.10,11,12
Tabel 6. Rekomendasi batas sayatan berdasarkan ketebalan tumor
Ketebalan tumor Rekomendasi batas sayatan
In situ 0,5 - 1.0 cm
≤ 1.0 mm 1 cm
> 1.0 – 2 mm 1 – 2 cm
> 2 – 4 mm 2.0 cm
> 4 mm 2.0 cm

Bila hasil operasi batas sayatan bebas tumor tidak sesuai dengan ketebalan Breslow, harus
dilakukan re-eksisi secepatnya.
• Biopsi eksisi lebih direkomendasikan karena dapat menurunkan risiko misdiagnosis (false
negative atau false positive) dan ketidaktepatan microstaging (karena dasar melanoma dapat
terpotong pada biopsi insisi atau karena gagal mendapatkan sampel terdalam dari melanoma).5
• Jika dibutuhkan, rekonstruksi dapat dilakukan. Pemilihan cara rekonstruksi hendaknya
memenuhi kaidah onko-rekonstruksi.
• Mapping KGB sentinel adalah prosedur yang digunakan untuk staging melanoma dan untuk
memberikan informasi prognostik.
• Biopsi KGB sentinel sebaiknya dilakukan pada pasien dengan melanoma dengan ketebalan >
1 mm atau melanoma yang berukuran ≤ 1 mm dan disertai ulserasi atau laju mitosis > 1
mitosis/mm2 dan dapat dipertimbangkan untuk pasien dengan fitur risiko tinggi lainnya. (mis.
Ukuran > 0,75 mm, invasi limfovaskular atau Clark level IV).
• Regional: pada KGB positif, dilakukan diseksi KGB8
o Di daerah inguinal: dilakukan diseksi inguinal superfisial. Diseksi inguinal profunda
dilakukan jika metastasis ke cloquet node positif atau terdapat ≥3 KGB superfisial positif
metastasis
o Di daerah aksila: Level I – III
o Di daerah leher: diseksi leher radikal klasik

103
B. Adjuvan
• Terapi ajuvan dengan interferon alfa dosis tinggi dapat ditawarkan kepada pasien dengan
melanoma yang tidak resektabel dengan atau tanpa metastasis nodal.
• Pemberian immunoterapi dan terapi target dalam beberapa trial memberikan hasil
peningkatan survival13
B. Paliatif
• Median survival pasien melanoma dengan metastasis jauh sekitar 9 hingga 12 bulan.
• Pilihan pengobatan termasuk terapi target, terapi imun seperti BCG yang diberikan intra lesi,
kemoterapi sitotoksik atau yang berpartisipasi dalam clinical trials.
• Semua pasien dengan melanoma stadium lanjut dapat dilakukan pemeriksaan ada tidaknya
mutasi BRAF V600 E sebelum pemberian terapi target dengan inhibitor BRAF.
• Pilihan imun terapi termasuk CTLA-4 inhibitor dengan Ipilimumab, Interleukin-2 dosis tinggi,
dan uji klinis.
• Pilihan kemoterapi mencakup terapi Dacarbazine-based (Cisplatin, Vinblastin dan Dacarbazin)
dan Darthmouth regimen (Cisplatin, Carmustine, Dacarbazine and Tamoxifen).
• Pilihan perawatan suportif dan paliatif tambahan seperti radiasi, harus dipertimbangkan pada
semua pasien13
C. Khusus
Lesi transit: kombinasi treatment.
Recurrent: Dilakukan reevaluasi
▪ Lokal: Eksisi luas ulang
▪ Regional: Bila sebelumnya belum dilakukan diseksi, dilakukan diseksi dan adjuvan. Bila
sudah pernah diseksi, dilakukan radiasi.

104
Suspek Melanoma
Melanoma Maligna
Maligna

Metastasis (-
Biopsi

Re-biopsi

Jinak Melanoma maligna Tidak adekuat

Observasi
Informasi :
• Ketebalan tumor (Breslow)
• Adanya ulserasi
• Dermal mitotic count (per mm2), khususnya pada
lesi yang tipis (ketebalan ≤ 1 mm)
• Adanya lesi satelit
• Margin insisi

Tatalaksana melanoma maligna

Bagan 1. Tatalaksana tumor primer suspek melanoma maligna

105
Tatalaksana Tumor Primer Melanoma Maligna

Tidak teraba KGB


Tidak ada klinikal satelit / lesi transit

Metastasis (-) Metastasis (+)

Primary ≤1mm, Primary ≤1mm dgn ulserasi


In situ atau adverse features 2
atau mitotic rate ≥1 per mm
primary ≤1mm, tanpa
atau primary >1mm
adverse features

Sentinel Lymph Node Biopsy

Sentinel Lymph Node Biopsy Palliatif

Dilakukan Dilakukan Tidak dilakukan


Tidak dilakukan

N (-) N (+) N (-)

Eksisi Luas Tumor Primer


+ Diseksi KGB
Adjuvant Systemic Therapi

Eksisi Luas Tumor Primer

Observasi

Bagan 2. Tatalaksana tumor primer melanoma maligna

106
Curiga lesi transit +
Tidak teraba KGB

Biopsi lesi transit

Melanoma maligna (-) Melanoma maligna (+)

Tumor primer Tumor primer


Metastasis (-) Metastasis
tidak diketahui diketahui
(+)

Tatalaksana sesuai bagan


sebelumnya

Tumor primer Tumor Primer Paliatif


tidak diketahui diketahui
Observasi

Eksisi luas lesi transit +


Diseksi KGB • Tatalaksana tumor primer
sesuai bagan
• Eksisi luas lesi transit
• Diseksi KGB

Bagan 3. Tatalaksana lesi transit melanoma maligna

107
Kelenjar getah bening
teraba

Biopsi KGB

Melanoma maligna (-) Melanoma maligna (+)

M0 M1
Tumor primer Tumor primer
tidak diketahui diketahui

Palliatif
Tumor primer Tumor Primer
tidak diketahui Diketahui
(Tatalaksana sesuai bagan
sebelumnya)

Eksisi luas tumor primer + Diseksi


Diseksi KGB
Observasi KGB
Adjuvan sistemik adjuvan
Adjuvan terapi sistemik

Bagan 4. Tatalaksana KGB pada melanoma maligna

VI. Follow Up10


• Pada stadium IA – IIA, dilakukan follow up klinis tiap 6 hingga 12 bulan selama 5 tahun.
• Pada stadium IIB – IV, dilakukan follow up klinis tiap 3-6 bulan selama 2 tahun pertama
dan tiap 3-12 bulan untuk 3 tahun berikutnya. Pemeriksaan penunjang seperti Ro Thorax,
CT Scan, Brain MRI dan/atau PET Scan dilakukan tiap 3-12 bulan dalam 3 tahun
pertama. Pemeriksaan penunjang rutin tidak direkomendasikan untuk 2 tahun berikutnya.

108
KARSINOMA KULIT NON-MELANOMA

I. Pendahuluan
A. Definisi
Neoplasma maligna yang berasal dari sel keratin. Biasa dikenal dengan karsinoma kulit non-
melanoma. Jenis karsinoma sel keratin terbanyak dan akan dibahas pada panduan ini adalah:
A. Karsinoma sel basal
B. Karsinoma sel skuamosa

B. Epidemiologi
Diperkirakan terdapat lebih dari 1 milyar kasus keganasan sel keratinosit yang terdiagnosa di USA
saja. Hanya sedikit register kanker yang mengikutsertakan keganasan sel keratinosit karena
tingginya insiden, prognosis yang secara umum bagus dan terapi pasien yang berpotensial dilakukan
tanpa rawatan dan tanpa evaluasi histologis.

II. Stadium Klinis


Stadium klinis didasarkan pada lokasi tumor primer. Stadium klinis ditentukan sesuai AJCC 20187
1. Karsinoma kulit non-melanoma regio kepala dan leher

Tabel 7. Klasifikasi tumor primer (T)

Kategori T Kriteria T
TX Tumor primer tidak bisa dinilai
T0 Tak ditemukan tumor primer (mis: unknown primary)
Tis Karsinoma in situ
T1 Dimensi terbesar tumor 2 cm
T2 Dimensi terbesar tumor > 2 cm, tapi 4 cm
Dimensi terbesar tumor > 4cm, atau terdapat erosi minor pada tulang atau invasi perineural atau
T3
deep invasion*
Tumor dengan gross invasi ke tulang kortikal / sumsum tulang, invasi ke tulang basis kranii
T4
dan/atau ke foramen di basis kranii
T4a Tumor dengan gross invasi ke tulang kortikal / sumsum tulang
T4b Tumor berinvasi ke tulang basis kranii dan/atau ke foramen di basis kranii
Deep invasion / Invasi profunda didefinisikan sebagai invasi yang melebihi kedalaman lemak subkutaneus atau
> 6 mm (yaitu ukuran dari lapisan granuler dari batas epidermis normal yang berdekatan ke dasar tumor ).
Invasi perineural untuk klasifikasi T3 didefinisikan sebagai ditemukannnya sel tumor di dalam selubung syaraf
pada syaraf yang terdapat lebih profunda di banding dermis, atau dengan pengukuran kaliber 0,1 mm, atau
muncul dengan gejala keterlibatan syaraf secara klinis atau radiografis tanpa adanya invasi atau transgressi ke
dasar tulang.

109
Tabel 8. Klasifikasi KGB regional klinis (cN)
Kategori N Kriteria N
Nx KGB regional tidak bisa dinilai
N0 Tidak ada metastasis KGB regional
Metastasis pada satu KGB ipsilateral, dengan dimensi terbesar 3 cm dan Extra Nodal
N1
Extension (ENE) (-)
Metastasis pada satu KGB ipsilateral dengan dimensi terbesar > 3 cm, tapi 6 cm dan ENE (-);
atau metastasis pada KGB ipsilateral multipel, dengan dimensi terbesar 6 cm dan ENE (-);
N2
atau metastasis pada KGB bilateral atau kontralateral, dengan dimensi terbesar 6 cm dan ENE
(-)
N2a Metastasis pada satu KGB ipsilateral dengan dimensi terbesar > 3 cm, tapi 6 cm dan ENE (-)
N2b Metastasis pada KGB ipsilateral multipel, dengan dimensi terbesar 6 cm dan ENE (-)
N2c Metastasis pada KGB bilateral atau kontralateral, dengan dimensi terbesar 6 cm dan ENE (-)
Metastasis pada KGB dengan dimensi terbesar > 6 cm dan ENE (-);
N3
atau metastasis pada KGB bentuk apapun dan secara klinis ENE (+)
N3a Metastasis pada KGB dengan dimensi terbesar > 6 cm dan ENE (-)
N3b Metastasis pada KGB bentuk apapun dan secara klinis ENE (+)
Catatan :
Penanda “U” atau “L” digunakan untuk mengkategorikan N yang berindikasi metastasis di atas batas terendah
krikoid (U) atau di bawah batas terendah dari krikoid (L).
Demikian pula dengan klinis dan patologis Extra Nodal Extension (ENE) ditandai dengan ENE (-) atau ENE (+)

Keterangan:
Akhiran N Definisi
Digunakan jika metastasis dari KGB didapatkan hanya dari biopsi Sentinel Lymph
(sn)
Node.
Digunakan jika metastasis dari KGB didapatkan hanya dari FNA atau core needle
(f)
biopsy saja
U Metastasis di atas batas terendah dari krikoid
L Metastasis di bawah batas terendah krikoid

Tabel 9. Klasifikasi KGB regional Patologis (pN)


Kategori N Kriteria N
Nx KGB regional tidak bisa dinilai
N0 Tidak ada metastasis ke KGB regional
N1 Metastasis pada satu KGB ipsilateral, dengan dimensi terbesar 3 cm dan ENE (-)
Metastasis pada satu KGB ipsilateral dengan dimensi terbesar 3 cm dan ENE (+)
atau metastasis pada satu KGB ipsilateral dengan dimensi terbesar > 3 cm, tapi 6 cm dan
ENE (-);
N2
atau metastasis pada KGB ipsilateral multipel, dengan dimensi terbesar 6 cm dan ENE (-);
atau metastasis pada KGB bilateral atau kontralateral, dengan dimensi terbesar 6 cm dan
ENE (-)
Metastasis pada satu KGB ipsilateral dengan dimensi terbesar 3 cm dan ENE (+)
N2a atau metastasis pada satu KGB ipsilateral dengan dimensi terbesar > 3 cm, tapi 6 cm dan
ENE (-);
N2b Metastasis pada KGB ipsilateral multipel, dengan dimensi terbesar 6 cm dan ENE (-)
N2c Metastasis pada KGB bilateral atau kontralateral, dengan dimensi terbesar 6 cm dan ENE (-)
Metastasis pada KGB dengan dimensi terbesar > 6 cm dan ENE (-);
atau metastasis pada KGB tunggal ipsilateral dengan dimensi terbesar > 3 cm dan ENE (+)
N3 atau metastasis multipel ipsilateral, kontralateral atau KGB bilateral dalam bentuk apapun
dengan ENE (+);
atau metastasis tunggal KGB kontralateral ukuran apapun dan ENE (+)
N3a Metastasis pada KGB dengan dimensi terbesar > 6 cm dan ENE (-)
Metastasis pada KGB tunggal ipsilateral dengan dimensi terbesar > 3 cm dan ENE (+)
atau metastasis multipel ipsilateral, kontralateral atau KGB bilateral dalam bentuk apapun
N3b
dengan ENE (+);
atau metastasis tunggal KGB kontralateral ukuran apapun dan ENE (+)

110
Tabel 10. Klasifikasi metastasis jauh (M)
Kategori M Kriteria M
cM0 Tidak ada metastasis jauh
cM1 Metastasis jauh
pM1 Metastasis jauh, terkonfirmasi secara mikroskopis

Tabel 11. Stadium non-melanoma regio kepala dan leher berdasarkan AJCC

Stadium T N M

0 Tis N0 M0

I T1 N0 M0

II T2 N0 M0
T3 N0 M0
III
T1, T2, T3 N1 M0

T1, T2, T3 N2 M0

Any T N3 M0
IV
T4 Any N M0

Any T Any N M1

2. Karsinoma kulit non-melanoma


(Diluar kepala & leher, kelopak mata, perianal, vulva dan penis)
Tabel 12. Klasifikasi tumor primer
Kategori T Kriteria
TX Tumor primer tidak teridentifikasi
T0 Tidak ada bukti adanya tumor primer
Tis Karsinoma in situ
T1 Tumor dengan dimensi terbesar 2 cm
T2 Tumor dengan dimensi terbesar > 2 cm tapi 4
Tumor dengan dimensi terbesar > 4 cm
T3
atau terdapat erosi tulang minor atau invasi perineural atau deep invasion*
Tumor dengan gross invasi ke tulang kortikal/sumsum tulang atau Tumor dengan invasi ke tulang-
T4 tulang sumbu tubuh termasuk keterlibatan foramen tulang dan/atau keterlibatan foramen vertebrae
hingga ke rongga epidural
T4a Tumor dengan gross invasi ke tulang kortikal/sumsum tulang
Tumor dengan invasi ke tulang-tulang sumbu tubuh termasuk keterlibatan foramen tulang dan/atau
T4b
keterlibatan foramen vertebrae hingga ke rongga epidural
Deep invasion / invasi profunda didefinisikan sebagai invasi yang melampaui lemak subkutan atau > 6 mm
(ukuran dari lapisan granuler epidermis normal yang berdekatan hingga ke dasar tumor)
Invasi perineural untuk klasifikasi T3 didefinisikan sebagai keterlibatan syaraf secara klinis atau radiografis
tanpa invasi atau transgressi ke foramen atau ke basis cranii
Pada kasus tumor simultan multiple, tumor diklasifikasikan dengan kategori T yang paling tinggi dan jumlah
tumor yang terpisah dinyatakan dengan menggunakan tanda kurung, misalnya T2(5)

111
Tabel 13. Klasifikasi KGB regional
Kategori N Kriteria
NX KGB regional tidak bisa dinilai
N0 Tidak ada metastasis KGB regional
N1 Metastasis pada satu KGB ipsilateral dengan dimensi terbesar 3 cm
Metastasis pada satu KGB ipsilateral dengan dimensi terbesar > 3 cm tapi 6 cm
N2
atau metastasis pada KGB multipel ipsilateral dengan dimensi terbesar < 6 cm
N3 Metastasis pada KGB dengan dimensi terbesar > 6 cm

Tabel 14. Klasifikasi metastasis jauh


Kategori M Kriteria
M0 Tidak ada metastasis jauh
M1* Ditemukan metastasis jauh

Catatan:
KGB kontralateral pada karsinoma sel keratinosit yang bukan pada daerah kepala leher
diklasifikasikan sebagai metastasis jauh (M1)

Tabel 15. Stadium klinis


Stadium T N M
0 Tis N0 M0
I T1 N0 M0
II T2 N0 M0
III T3 N0 M0
T1, T2, T3 N1 M0
IV A T1, T2, T3 N2, N3 M0
T4 Any N M0
IV B Any T Any N M1

III. Jenis Karsinoma Kulit Non-Melanoma


A. Karsinoma sel basal
1. Pendahuluan
a. Epidemiologi
Karsinoma Sel Basal (KSB)/Basal Cell Carcinoma umumnya tumbuh lambat, invasi jaringan
lunak minimal dan memiliki potensi metastasis rendah. Namun, terkadang tumbuh agresif dan
mampu invasi yang dalam, menghancurkan struktur yang berdekatan, tingkat rekurensi tinggi
dan sangat jarang bermetastasis regional dan jauh.9
KSB sering ditemukan pada laki-laki dan terjadi sekitar 75% dari seluruh kanker kulit non-
melanoma (NMSCs) di AS. KSB semakin sering pada pasien yang lebih muda. Faktor risiko
KSB yaitu paparan ultraviolet (UVL), laki-laki, rambut tipis dan warna mata biru dan keturunan
Eropa. KSB cenderung menunjukkan tipikal distribusi tubuh: 70% di kepala (paling sering di

112
wajah dengan 30% terjadi di hidung), 25% di batang tubuh dan 5% di penis, vulva atau kulit
perianal.5,8,12

b. Etiologi
Disregulasi jaras Hedgehog berperan sebagai titik sentral patogenesis KSB. Disregulasi terjadi
karena: 6
• Delesi gen Patched Homolog 1 (PTCH1), atau
• Overaktivasi pada protein smoothened (SMO).
Keadaan ini umumnya karena mutasi yang diinduksi oleh radiasi ultraviolet.3,12 Faktor keturunan
juga berperan pada patogenesis basalioma seperti yang terjadi pada Nevoid basal cell carcinoma
syndrome, Bazex syndrome, Rombo syndrome dan Unilateral basal cell nevus syndrome.

2. Klasifikasi histopatologi (WHO 2018)3


a. Nodular Basal Cell Carcinoma
b. Superficial Basal Cell Carcinoma
c. Micronodular Basal Cell Carcinoma
d. Infiltrating Basal Cell Carcinoma
e. Sclerosing/Morpheic Basal Cell Carcinoma
f. Basosquamous Basal Cell Carcinoma
g. Pigmented Basal Cell Carcinoma
h. Basal Cell Carcinoma with Sarcomatoid Differentiation
i. Basal Cell Carcinoma with Adnexal Differentiation
j. Fibroepithelial Basal Cell Carcinoma

3. Prosedur diagnosis14
a) Anamnesis
Dikeluhkan adanya lesi seperti tahi lalat yang membesar, dapat pula lesi tersebut berupa
borok yang tidak sembuh-sembuh.
b) Pemeriksaan Fisik
• Gambaran klasik dikenal sebagai” ulkus rodent” yaitu ulkus dengan tepi yang tidak rata,
warna kehitaman di daerah perifer tampak hiperplasia dan di sentral tampak ulkus.
• Bentuk lain yang tidak klasik, tergantung dari variasi klinis, yaitu:
1. Jenis Nodulo ulseratif (paling sering)
Lesi: mula-mula papul / nodul, diameter < 2 cm, tepi meninggi, permukaan
mengkilat, sering ada telangiektasi, kadang dengan skuama halus dan krusta tipis.

113
Warna seperti mutiara kadang translusen keabu-abuan atau kekuningan. Tumbuh
lambat, bagian tengah timbul cekungan hingga ulserasi (ulkus rodens).
2. Jenis berpigmen
Gambaran sama dengan nodulo ulseratif hanya berwarna coklat / hitam bintik-bintik
atau homogen.
3. Jenis “morphea like” atau fibrosing (agak jarang)
Lesi: bentuk plakat, warna kekuningan, tepi tidak jelas, kadang tepi meninggi. Pada
permukaan tampak beberapa folikel rambut yang mencekung (gambaran klinik,
seperti sikatrik), kadang tertutup krusta yang melekat erat (jarang ulserasi).
4. Jenis superficial
Lokasi: badan, leher, kepala. Lesi: bercak kemerahan dengan skuama halus, tepi
meninggi seperti kawat. Dapat meluas secara lambat, ulserasi (-). Biasanya multiple.
5. Jenis fibroepitelial
Lokasi: punggung. Lesi: soliter, nodul keras, sering bertangkai pendek. Permukaan
halus, sedikit kemerahan (mirip fibroma).
6. Sindroma karsinoma sel basal nevoid (Sindroma Gorlin Galzt). Autosomal dominan,
Sindroma ini terdiri dari:
a. Kelainan kulit:
− Kanker sel basal multiple jenis nevoid
− Cekungan (pits) pada telapak tangan dan kaki
− Milia, lipoma, fibroma.
b. Kelainan tulang:
- Kista pada rahang
- Kelainan tulang iga dan tulang belakang (skoliosis, spinabifida)
c. Kelainan system saraf:
- Perubahan neurologik (EEG abnormal, cerebeller meduloblastoma)
- Retardasi mental
d. Kelainan mata: katarak, buta kongenital.
e. Lain-lain:
− Kalsifikasi falks serebri
− Fibroma ovari dengan kalsifikasi
− Kista limfatik di mesenterium
c) Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi
a. Rutin: foto polos daerah lesi untuk melihat infiltrasi

114
b. Opsional:, Foto Thorax, CT scan, MRI, PET scan
2. Biopsi insisi/eksisi untuk menentukan diagnosis histopatologis
3. Sitologi: BAJAH untuk KGB yang dicurigai metastasis

d) Pemeriksaan histopatologi:
a. Biopsi:
1) Biopsi eksisi merupakan tindakan biopsi terbaik
2) Biopsi insisi dan punch biopsy dilakukan pada:
- tindakan awal pada pemanfaatan pemeriksaan potong beku
- masa/ ulkus yang besar
- keadaan paliatif.
3) Biopsi core dapat dilakukan pada KGB (jarang kasusnya)
b. Spesimen operasi:
1) Tumor primer: ukuran tumor, jenis histopatologi, derajat diferensiasi sel, luas
dan dalamnya infiltrasi, radikalitas operasi. Spesimen dikirimkan dengan
mapping dan diberi tanda batas-batas sayatan.
2) Regional: sangat jarang ada metastasis KGB

4. Prosedur terapi
Dalam penatalaksanaaan basalioma, kita harus mencapai eksisi lesi yang radikal dan rekonstruksi
dengan mempertahankan fungsi yang baik. Terapi yang dianjurkan adalah:
a. Eksisi luas dilakukan dengan safety margin 0,5-1 cm.15,16
b. Jila radikalitas tidak tercapai dilakukan radioterapi
c. Untuk lesi rekuren, bila masih resektabel maka dilakukan eksisi luas, bila inoperabel
dilakukan radioterapi
d. Penutupan defek akibat eksisi luas dapat berupa:
1. Jahitan primer,
2. Transplantasi kulit baik secara STSG atau FTSG
3. Pembuatan flap kulit, bila radikalitas operasi tercapai
e. Untuk sistemik terapi, dapat diberikasn targeted therapi vismodegib atau sonidegib.
Pemberian targeted therapi ini masih dalam trial fase II

115
Tabel 16. Faktor risiko rekurensi
Gejala klinis Low risk High risk
Lokasi / Ukuran Area L < 20 mm Area L 20 mm
Area M < 10 mm Area M 10 mm
Area H
Batas Jelas Tidak jelas
Primer vs Rekuren Primer Rekuren
Immunosupresi (-) (+)
Riwayat radioterapi (-) (+)
Patologi
Subtipe Nodular, Superfisial, Pigmented, Aggressive Growth Pattern
Fibroepitelial, BCC with adnexal (Basosquamous, sclerosing morpheic,
differentiation (infundibulocystic) Infiltrating, micronodular, BCC with
sarcomatoid differentiation)
Keterlibatan perineural (-) (+)

Area H : Mask area pada wajah {pertengahan wajah, kelopak mata, alis, periorbital, hidung, bibir
(kulit dan merah bibir), dagu, rahang, kulit/sulkus preaurikula dan postaurikula, telinga},
genitalia, tangan dan kaki.
Area M : Pipi, dahi, scalp leher dan pretibial
Area L : Batang tubuh dan ekstremitas (kecuali tangan, kuku, pretibial, pergelangan kaki, kaki)17

116
Curiga Basalioma

Resektabel Tidak Resektable

Biopsi Eksisi + Biopsi insisi


1
potong beku

Jinak Ganas Ganas Jinak

Observasi Eksisi luas ± Radioterapi Review histopatologi /


rekonstruksi ± targeted therapy biopsi ulang / tumor board

Low Risk High Risk

Negative Positive
Negative Positive Margins Margins
Margins Margins

Keterlibatan Keterlibatan Reeksisi ±


Syaraf + Syaraf -
Radioterapi ±
Observasi 2 Targeted Terapi
Reeksisi
3
± Radioterapi Observasi

Ket :
1 : Jika ada fasilitas
2 : Jika Jelas dan memungkinkan
3 : Jika Tidak Jelas dan Tidak Memungkinkan eksisi
± : Dipertimbangkan

Bagan 5 Penanganan karsinoma sel basal (Basalioma)

117
B. Karsinoma sel skuamosa (KSS)
1. Pendahuluan
a. Definisi
Karsinoma sel skuamosa adalah neoplasma maligna dari sel keratinizing dengan karakteristik
anaplasia, tumbuh cepat, invasi lokal dan berpotensi metastasis

b. Epidemiologi
Insidens tertinggi usia 50 – 70 tahun, paling sering pada kulit berwarna di daerah tropik. Laki-
laki lebih banyak dari wanita. Dapat timbul dari kulit normal atau dari lesi prakanker, pada orang
kulit kulit putih diduga akibat rangsangan sinar ultraviolet, karsinogen kimia (coal tar, arsen,
hidrokarbon polisiklik). Sedangkan pada kulit berwarna predisposisi trauma, ulkus kronik,
jaringan parut dan dapat pula terjadi dari fistel yang tidak sembuh-sembuh. Predileksi: kulit yang
terpapar sinar matahari, membrana mukosa, lokasi terbanyak pada orang kulit putih adalah wajah
dan ekstremitas atas, sedangkan pada kulit berwarna pada ekstremitas bawah, badan, bibir
bawah, dorsum manus.

c. Etiologi
Patogenesis karsinoma sel skuamosa sama seperti karsinoma sel basal yaitu adanya peran
paparan sinar ultraviolet sinar matahari yang menyebabkan terjadinya mutasi gen supresor,
disamping itu terdapat pula peran imunosupresi dan infeksi virus. Karsinoma sel skuamosa dapat
pula terjadi pada parut/scar luka bakar, yang disebut sebagai Marjolin ulcer. Yang berisiko tinggi
untuk mendapat kanker kulit adalah penderita kelainan pre kanker (xeroderma pigmentosum,
keratosis senilis, compound nevus, multiple dysplastic nevi), bangsa kulit putih, terbakar sinar
matahari, terpapar sinar pengion, arsen, jelaga, keloid luka bakar, penderita dengan fistula,
immuno supresi, dan sebagainya.

2. Klasifikasi histopatologi
Berdasarkan derajat diferensiasinya, Karsinoma sel skuamosa dibagi atas:
1) Berdiferesiasi baik: terdapat keratinisasi sitoplasma yang ditandai dengan adanya
mutiara keratin / kista tanduk (horn cysts), individual cell dyskeratosis dan sedikit sel
atipik.
2) Berdiferesiasi buruk/ Tidak Berdiferesiasi: terdapat penurunan keratinisasi, derajat sel
atipik yang lebih tinggi dan peningkatan gambaran mitosis.

118
3. Prosedur diagnostik
a) Anamnesis:
Penderita mengeluh adanya lesi di kulit yang tumbuh menonjol, mudah berdarah, bagian
atasnya terdapat borok seperti gambaran kembang kol.
b) Pemeriksaan fisik:
Didapatkan suatu lesi yang tumbuh eksofitik, endofitik, infiltratif, tumbuh progresif, mudah
berdarah dan pada bagian akral terdapat ulkus dengan bau yang khas. Selain pemeriksaan
pada lesi primer, perlu diperiksa ada tidaknya metastasis regional dan tanda-tanda metastasis
jauh ke paru-paru, hati, dan tulang.
c) Pemeriksaan penunjang:
1. Radiologi
a. Rutin: foto thoraks, foto polos daerah lesi untuk melihat infiltrasi, USG Abdomen
atas untuk evaluasi metastasis hepar dan USG abdomen bawah untuk evaluasi KGB
Para Aorta dan KGB Para Iliaca
b. Opsional: CT scan, MRI, PET scan
2. Biopsi insisi/eksisi untuk menentukan diagnosis histopatologis
3. Sitologi: BAJAH untuk KGB yang dicurigai metastasis
4. Pemeriksaan histopatologi:
a. Biopsi:
1. Biopsi eksisi merupakan tindakan biopsi terbaik
2. Biopsi insisi dan biopsi cakot (punch biopsy) dilakukan sebagai tindakan awal
dalam rangkaian terapi yang memanfatkan pemeriksaan potong beku atau sebagai
tindakan biopsy pada keadaan paliatif.
3. Biopsi core dapat dilakukan untuk menentukan metastasis ke KGB
b. Spesimen operasi:
1) Tumor primer: ukuran tumor, jenis histopatologi, derajat diferensiasi sel, luas dan
dalamnya infiltrasi, radikalitas operasi. Spesimen dikirimkan dengan mapping dan
diberi tanda batas-batas sayatan.
2) Regional: konfirmasi diagnostik dan jumlah kelenjar yang ditemukan, jumlah
kelenjar yang positif terdapat metastasis, infiltrasi tumor ke kapsul atau
ekstranodal

119
4. Prosedur terapi
Terapi sama seperti basalioma, dalam melaksanakan tindakan operasi pada karsinoma sel
skuamosa haruslah tercapai radikalitas operasi dan rekonstruksi penutupan defek yang baik.
Hindari tindakan cryotherapy atau elektrodesikasi dan kuretase karena tidak mampu
memberikan konfirmasi histologis mengenai clear margins.15,18
Dianjurkan untuk melakukan tindakan:
o Eksisi luas dengan safety margin 1-2 cm diluar zona reaktif tumor, tergantung lokasi
tumor.13
o Bila radikalitas tidak tercapai dilakukan radioterapi
o Untuk lesi rekuren, bila masih operabel dilakukan eksisi luas, bila inoperabel dilakukan
radioterapi
o Untuk lesi yang inoperabel dapat diberikan pemberian radioterapi pra operatif atau
dilakukan operasi debulking dilanjutkan dengan radioterapi pasca operatif.
o Bila terdapat metastasis ke KGB regional, dilakukan diseksi KGB regional.
o Penutupan defek akibat eksisi luas dapat berupa:
▪ Jahitan primer
▪ Transplantasi kulit baik secara STSG atau FTSG
▪ Pembuatan flap kulit, bila radikalitas operasi tercapai
Sistemik terapi dilakukan dengan setting konkuren radio terapi atau sebagai terapi paliatif.
Regimen sistemik terapi dapat berupa:
o Kemoterapi: cisplatin, cisplatin + 5FU, karboplatin
o Terapi target: EGFR inhibitor, seperti: cetuximab19

120
Tabel 17. Faktor risiko rekurensi karsinoma sel skuamosa
Risiko tinggi
Gejala klinis Risiko rendah
Lokasi / Ukuran Area L < 20 mm Area L 20 mm
Area M < 10 mm Area M 10 mm
Area H
Batas Jelas Tidak jelas
Primer vs Rekuren Primer Rekuren
Immunosupresi (-) (+)
Riwayat radioterapi atau inflamasi kronik (-) (+)
Pertumbuhan tumor yang cepat (-) (+)
Gejala neurologis (-) (+)
Patologi
Derajat Differensiasi Well atau Moderately Poorly Differentiated
Differentiated
Subtipe: (-) (+)
Acantholytic (adenoid), adenosquamous,
desmoplastic atau metaplastic
(carcinosarcomatous)
Kedalaman : Ketebalan atau level invasi 6 mm dan tanpa invasi yang > 6 mm atau dengan invasi yang
melampaui lemak subkutan melampaui lemak subkutan
Keterlibatan perineural, limfe atau (-) (+)
vascular

Area H: Mask area pada wajah {pertengahan wajah, kelopak mata, alis, periorbital, hidung, bibir
(kulit dan merah bibir), dagu, rahang, kulit/sulkus preaurikula dan postaurikula, telinga},
genitalia, tangan dan kaki.
Area M: Pipi, dahi, scalp leher dan pretibial
Area L: Batang tubuh dan ekstremitas (kecuali tangan, kuku, pretibial, pergelangan kaki, kaki)19

121
Curiga KSS,
N0, M0

Resektabel Tidak resektabel

Biopsi Eksisi
1 Biopsi insisi
+ potong beku

Jinak Ganas Ganas Jinak

Observasi Eksisi luas ± Radioterapi ± Review histopatologi /


rekonstruksi terapi sistemik ± biopsi ulang /
terapi target tumor board

Low Risk High Risk

Positive Negative Negative Positive


Margins Margins Margins Margins

2
T1-2 T3-4 Reeksisi
2 3 + Radioterapi
Reeksisi ± Radioterapi ± Diseksi KGB profilaksis
± Terapi Sistemik

Observasi ± Diseksi KGB


profilaksis

Keterangan :
1 : Jika ada fasilitas
2 : Jika Jelas dan memungkinkan
3 : Jika Tidak Jelas dan Tidak Memungkinkan eksisi
± : Dipertimbangkan

Bagan 6. Penatalaksanaan karsinoma sel skuamosa kulit N0, M0

122
Curiga KSS
N(+), M0

Resektabel Tidak resektabel

Biopsi Eksisi + biopsi Biopsi insisi


KGB
+ potong beku*

Ganas Jinak

Jinak Ganas
Radioterapi
± terapi sistemik Review histopatologi
± terapi target / biopsi ulang /
tumor board
Eksisi luas ±
Observasi rekonstruksi

N0 N(+)

Kepala leher Batang tubuh dan


ekstremitas
Lihat bagan
sebelumnya

N1 N2,N3 Meta KGB


Diseksi KGB regional
parotis
± radioterapi

Diseksi leher Diseksi leher Diseksi leher


selektif ipsilateral komprehensif ipsilateral +
ipsilateral /bilateral superfisial parotidektomi

Observasi ± terapi ENE - ENE +


sistemik

Observasi ± radioterapi ± Radioterapi ±


terapi sistemik konkuren terapi sistemik konkuren

Ket :
* : Jika ada fasilitas
± : Dipertimbangkan
ENE : Extra Nodal Ekstension

Bagan 7. Penatalaksanaan karsinoa sel skuamosa kulit N+, M0


123
5. Follow up
• Pemeriksaan klinis dilakukan setiap 3 hingga 6 bulan selama 2 tahun pertama.
• Pemeriksaan penunjang seperti radiografi, MRI dan CT dilakukan jika ada keluhan.19

IV. Daftar Pustaka


1. Scarabello A, Muti P. Epidemiology and Prevention of Cutaneous Tumors. Dalam: Baldi A,
Pasquali P, Spugnini EP. Skin Cancer: A Practical Approach, Humana Press, New York. 2014.
17-18. DOI: 10.1007/978-1-4614-7357-2
2. Bray F, Ferlay J, Soerjomataram I, etc. Global Cancer Statistics 2018: GLOBOCAN Estimates
of Incidence and Mortality Worldwide for 36 Cancers in 185 Countries. American Cancer
Society. CA: Cancer J Clin. 2018; 68: 394-424. DOI: 10.3322/caac.21492.
3. Elder DE, etc. WHO Classification of Skin Tumour. International Agency for Research on
Cancer 2018
4. Berwick M, etc. Melanoma Epidemiology and Prevention. Dalam : Kaufman HL, Mehnert JM.
Melanoma. Cancer Treatment and Research. Springer International Publishing Switzerland
2016. DOI: 10.1007/978-3-319-22539-5
5. Gangadhar TC, etc. Melanoma. Dalam: Niederhuber JE, etc. Abeloff’s Clinical Oncology, Fifth
ed, Churchill Livingstone, Philadelphia, 2014
6. Colegio OR, Leffell DJ. Genetics of Skin Cancer. Dalam : Rigel DS. Cancer of The Skin. 2nd
ed. Elsevier. 2011. 12-22
7. American Joint Committee on Cancer, Cancer Staging Manual, Eight edition, Last updated 05
Juni 2018
8. Granada CP, Howe N, McCardle T. Melanoma Pathology. Dalam: Zager JS, Kudchadkar R,
Sondak VK. Melanoma. Oxford University Press, 2016
9. Christensen SR, Leffell DJ. Cancer of the Skin, Dalam: DeVita VT, Lawrence TS, Rosenberg
SA. Devita, Hellman, and Rosenberg’s Cancer: Principles & Practice of Oncology. 10th Edition.
Wolters Kluwer Health / Lippincott Williams & Wilkins. 2011. 1944-2062.
10. National Comprehensive Cancer Network. Cutaneous Melanoma, National Comprehensive
Cancer Network Clinical Practice Guidelines in Oncology, Version 1.2020. Fort Washington.
Didownload di: www.nccn.org, tanggal 7 Januari 2020
11. Haigh PI, DiFronzo LA, McCready DR, Optimal Excision Margins for Primary Cutaneous
Melanoma : A Systematic Review and Meta-analysis. Canadian Medical Association Can J Surg,
Vol. 46, No. 6, December 2003. 419
12. Goulart JM, Halpern AC. Management of the Patient with Melanoma. Dalam: Rigel DS. Cancer
of The Skin. 2nd ed. Elsevier. 2011. 318-326

124
13. Ribas A, Slingluff Jr. CL, Rosenberg SA. Cutaneous Melanoma. Dalam: DeVita VT, Lawrence
TS, Rosenberg SA. Devita, Hellman, and Rosenberg’s Cancer: Principles & Practice of
Oncology. 10th Edition. Wolters Kluwer Health / Lippincott Williams & Wilkins. 2011. 1990-
2050.
14. Handoyo Djoko, Azamris, Purwanto H. dkk. Protokol Penatalaksanaan Kanker Kulit. dalam.
Zalfiral A.A., Tjindarbumi D., Ramli M., Lukitto P., Reksoprawiro S., Handojo D., Suardi D.R.,
Dimyati A.: Protokol PERABOI 2003. Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia. Jakarta
15. Zalfiral A.A., Tjindarbumi D., Ramli M., Lukitto P., Reksoprawiro S., Handojo D., Suardi D.R.,
Dimyati A., 2004: Protokol PERABOI 2003. Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia.
Jakarta
16. Neves RI, Brgoch M. Treatment of Squamous and Basal Cell Carcinoma of the Skin. Dalam:
Gastman BR. Cutaneous Malignancies: A Surgical Perspective. 2018. Thieme Medical
Publishers, Inc. New York. 2018. 43-85
17. Gulleth Y, Goldberg N, Silverman RP, Gastman BR. What is the best surgical margin for a Basal
cell carcinoma: a meta-analysis of the literature. Plast Reconstr Surg. 2010; 126(4):1222–1231
18. National Comprehensive Cancer Network. Basal Cell Skin Cancer, National Comprehensive
Cancer Network Clinical Practice Guidelines in Oncology, Version 1.2020. Fort Washington.
Didownload di: www.nccn.org, tanggal 7 Januari 2020
19. Samarasinghe V, Madan V. Nonmelanoma skin cancer. J Cutan Aesthet Surg. 2012; 5(1):3–10
20. National Comprehensive Cancer Network. Squamous Cell Skin Cancer, National
Comprehensive Cancer Network Clinical Practice Guidelines in Oncology, Version 1.2020. Fort
Washington. Didownload di: www.nccn.org, tanggal 7 Januari 2020

125
PANDUAN PENATALAKSANAAN SARKOMA JARINGAN LUNAK ( SJL )
(SOFT TISSUE SARCOMA)
I. Pendahuluan
A. Definisi
Sarkoma jaringan (soft tissue sarcoma=STS) adalah keganasan dari jaringan mesodermal
mesenchymal (meski pada persentase kecil terdapat sarkoma dari komponen ectodermal neuro-
ektodermal).1
Sebagian besar STS dijumpai pada ekstremitas (50%) sisanya pada badan (trunk) (15%)
atau retroperitoneal (15%).2 Perilaku klinis dari STS banyak bergantung pada grading
histologisnya meskipun lokasi/letak anatomis, variannya turut mempengaruhi. Grading
histologis yang rendah berkolerasi dengan rekurensi lokal, sedangkan grading tinggi lebih
banyak berhubungan dengan metastasis jauh yang berakibat fatal.1,2

B. Epidemiologi

Insiden sarkoma secara umum adalah 1% pada orang dewasa dan mencapai 6-7% pada anak-
anak. Di USA 2014, didapatkan 12.020 kasus baru sarkoma dan 4.740 kasus di perkirakan
meninggal di tahun yang sama. Di Indonesia data yang akurat dan berbasis komunitas tidak
tersedia termasuk Globocan 20182,3

Pada umumnya, sarkoma dibagi atas soft tissue sarcoma, bone sarcoma, Ewing sarcoma,
dan peripheral primitive neuroecodermal tumors.2

C. Etiologi

Penyebab atau etiologi dari sarkoma hingga saat ini belum jelas diketahui. Beberapa faktor
dihubungkan dengan kejadian sarkoma, seperti :
• Chronic lymphedema (post diseksi aksila dan radioterapi lymphangiosarcoma),
• Radiasi (Undifferentiated sarcoma, lymphangiosarcoma, angiosarcoma)
• Bahan kimia tertentu (herbicide phenoxyacetic acid; vinyl chloride; thorium oxydel
thorotrast,
• Asbes (mesothelioma)
• Arsenic (hepatic angiosarcoma).
• Predisposisi genetik, seperti sindrom Gardner, Neurofibromatosis von Recklinghausen Type
1 (neurofibrosarcoma), Heriditary retinoblastoma (secondary STS), germline mutation of p53
gene (Li Fraumeni syndrome).
126
Aktivasi beberapa jenis oncogenes dihubungkan dengan sarkoma, seperti MDM gene, n-
myc, c-erB2 dan keluarga ras.
Genes rearrangement (diagnosis cytogenetic), dihubungkan dengan beberapa jenis
sarkoma, seperti Ewing sarcoma, clear cell sarcoma, alveolar rhabdomyosarcoma, desmoplastic
small round cell tumor, synovial sarcoma
Dari segi patologis STS merupakan penyakit yang sangat heterogen (highly
heterogenous) menyulitkan bagi ahli patologi untuk dapat menggali semua subtipe sarkoma
jaringan lunak ataupun untuk menyatakan grading histologinya. 3

Sebagian besar STS dijumpai pada ekstremitas (50%) sisanya pada badan (trunk) (15%)
atau retroperitoneal (15%).2,3
Perilaku klinis dari STS banyak bergantung pada grading histologisnya meskipun
lokasi/letak anatomis, variannya turut mempengaruhi. Grading histologis yang rendah
berkolerasi dengan rekurensi local, sedangkan grading tinggi lebih banyak berhubungan dengan
metastasis jauh yang berakibat fatal.3,4

127
II. Klasifikasi Histopatologi Menurut WHO 20135
A. Klasifikasi histopatologi
Tabel 1. Klasifikasi histopatologi sarkoma jaringan lunak

Klasifikasi Menurut WHO 2013

Adipocytic tumour Fibroblastic/myofibroblastic tumours


Benign Benign
Lipomatosis Nodular fasciitis
Lipomatosis of nerve Proliferative fasciitis
Lipoblastoma Proliferative myositis
Angiolipoma Myositis ossificans
Fibro-osseous pseudotumour of digits
Myolipoma of soft tissue Ischaemic fasciitis
Chondroid lipoma Elastofibroma
Spindlecell/pleomorphic lipoma Fibrous hamartoma of infancy
Hibernoma Fibromatosis colli
Intermediate (locally aggressive) Juvenile hyaline
Atypical lipomatous tumour Intermediate (locally aggressive)
Intermediate (rarely metastasizing) Palmar/plantar fibromatosis
- Desmoid-type fibromatosis
Lipofibromatosis
Malignant Giant cell fibroblastoma
Dedifferentiated liposarcoma
Myxoid liposarcoma Intermediate (rarely metastasizing)
Pleomorphic liposarcoma Dermatofibrosarcoma protuberans
Liposarcoma, not otherwise specified Fibrosarcomatous dermatofibrosarcoma protuberans
Pigmented dermatofibrosarcoma protuberans
Solitary fibrous tumour
Solitary fibrous tumor, malignant
Inflammatory myofibroblastic tumour
Low-grade myofibroblastic sarcoma
Myxoinflammatory fibroblastic sarcoma
Atypical myxoinflamatory fibroblastic tumour
Malignant
Adult fibrosarcoma
Myxofibrosarcoma
Low-grade fibromyxoid sarcoma
Sclerosing epithelioid fibrosarcoma
So-called fibrohistiocytic tumours Smooth-muscle tumours
Benign Benign
Tenosynovial giant cell tumour, Deep Leiomyoma
Localized type Intermediate (locally aggressive)
Diffuse type -
Malignant Intermediate (rarely metastasizing)
Deep benign fibrous histiocytoma -
Intermediate (locally aggressive) Malignant
- Leiomyosarcoma (excluding skin)
Intermediate (rarely metastasizing)
Plexiform fibrohistiocytic tumour
Giant cell tumour of soft tissue
Malignant
-
Pericytic (perivascular) tumours Skeletal-muscle tumours
Benign Benign
- Rhabdomyoma
Intermediate (locally aggressive) Adult type
- Fetal type

128
Intermediate (rarely metastasizing) Genital type
- Intermediate (locally aggressive)
Malignant -
Glomus tumours (and variants) Intermediate (rarely metastasizing)
Glomangiomatosis -
Malignant glomus tumour Malignant
Myopericytoma Embryonal rhabdomyosarcoma
Myofibroma (including botryoid, anaplastic)
Myofibromatosis Alveolar rhabdomyosarcoma
Angioleiomyoma (including solid, anaplastic)
Pleomorphic rhabdomyosarcoma
Spindle cell/sclerosing rhabdomyosarcoma
Chondro-osseous tumours Vascular tumours of Soft Tissue
Benign Benign
- Haemangiomas
Intermediate (locally aggressive) Synovial
- Venous
Intermediate (rarely metastasizing) Arteriovenous haemangioma/malformation
- Intramuscular
Epithelioid haemangioma
Malignant Angiomatosis
Soft-tissue chondroma Lymphangioma
Extraskeletal mesenchymal chondrosarcoma
Extraskeletal osteosarcoma Intermediate (locally aggressive)
Kaposiform haemangioendothelioma
Intermediate (rarely metastasizing)
Retiform haemangioendothelioma
Papillary intralymphatic angioendothelioma
Composite haemangioendothelioma
Pseudomyogenic (epithelioid sarcoma-like)
Haemangioendothelioma
Kaposi sarcoma
Other intermediate vascular neoplasms
Malignant
-
Gastrointestinal stromal tumours Tumours of uncertain differentiation
Benign Benign
- Acral fibromyxoma
Intermediate (locally aggressive) Intramuscular myxoma
- (including cellular variant)
Intermediate (rarely metastasizing) Juxta-articular myxoma
- Deep ("aggressive") angiomyxoma
Pleomorphic hyalinizing angiectatic tumour of soft parts
Malignant Ectopic hamartomatous thymoma
Benign gastrointestinal stromal tumour
Gastrointestinal stromal tumour, uncertain malignant Intermediate (locally aggressive)
Potential Haemosiderotic fibrolipomatous tumour
Gastrointestinal stromal tumour, malignant Intermediate (rarely metastasizing)
Atypical fibroxanthoma
Angiomatoid fibrous histiocytoma
Ossifying fibromyxoid tumour
Ossifying fibromyxoid tumour, malignant
Mixed tumour NOS
Mixed tumour NOS, malignant
Myoepithelioma
Myoepithelial carcinoma
Phosphaturic mesenchymal tumour, benign
Phosphaturic mesenchymal tumour, malignant
Malignant
Synovial sarcoma NOS
Synovial sarcoma, spindle cell
Synovial sarcoma, biphasic
129
Epithelioid sarcoma
Alveolar soft-part sarcoma
Clear cell sarcoma of soft tissue
Extraskeletal myxoid chondrosarcoma
Extraskeletal Ewing sarcoma
Desmoplastic small round cell tumour
Extra-renal rhabdoid tumour
Neoplasms with perivascular epithelioid cell
differentiation
(PEComa)
PEComa NOS, benign
PEComa NOS, malignant
Intimal sarcoma
Nerve sheath tumours Undifferentiated/Unclassified sarcoma
Benign Benign
Schwannoma (including variants) -
Melanotic schwannoma Intermediate (locally aggressive)
Neurofibroma (including variants) -
Plexiform neurofibroma Intermediate (rarely metastasizing)
Perineurioma -
Malignant perineurioma
Granular cell tumour Malignant
Dermal nerve sheath myxoma Undifferentiated spindle cell sarcoma
Solitary circumscribed neuroma Undifferentiated pleomorphic sarcoma
Ectopic meningioma/meningothelial hamartoma Undifferentiated round cell sarcoma
Nasal glial heterotopia Undifferentiated epithelioid sarcoma
Benign Triton tumour Undifferentiated sarcoma NO
Hybrid nerve sheath tumours
Intermediate (locally aggressive)
-
Intermediate (rarely metastasizing)
-
Malignant
Malignant peripheral nerve sheath tumour
Epitheloid malignant peripheral neural sheath tumour
Malignant triton tumor
Malignant granular cell tumour
Ectomesenchymoma

130
B. Grading histopatologi STS
Grading histologis penting terutama untuk mengenal perilaku STS. Grading yang banyak digunakan
berdasarkan Costa et al., NCL dan system FNCLCC (Federation National Des Centers de Lutte Le
Cancer/ French Federation of Cancer Centers Sarcoma Group). Grading berdasarkan tipe histologis,
tumor nekrosis, peliomorfism, jumlah mitosis. Grading penting perannya untuk memprediksi
metastasis jauh (grade tinggi lebih sering terjadi metastasis jauh) dan mempunyai prognosis yang
lebih buruk.
Sistem FNCLCC secara univariat dan multivariat lebih baik dalam memprediksi kemungkinan
terjadi metastasis jauh.1,2,5
Tabel 2. FNLCC grading histologis
G Pengertian
Gx Grading tidak dapat dinilai
G1 Diferensiasi total, mitotic count dan skor nekrosis 2 atau 3
G2 Diferensiasi total, mitotic count dan skor nekrosis 4 atau 5
G3 Diferensiasi total, mitotic count dan skor nekrosis 6, 7 atau 8

Tabel 3. Spectrum Grading berdasarkan Subtipe Histologi2


Histologi Grading
Fibrosarcoma Grade II dan III
Infantile Fibrosarcoma Grade I dan II
Dermatfibrosarcoma protuberans Grade I
MFH/Undifferentiated sarcoma Grade I (sebagian), II dan III
Liposarcoma Grade I, II dan III
Well diff. liposarcoma Grade I
Myxoid sarcoma Grade I
Round cell sarcoma Grade I (sebagian), II dan III
Pleomorphic sarcoma Grade II dan III
Leiomyosarcoma Grade I,II dan III
Rhabdomyosarcoma Grade III
Angiosarcoma Grade I (sebagian), II dan III
Malignant Hemangiopericytoma Grade I,III dan III
Synovial Sarcoma Grade I (sebagian), II dan III
Malignant Mesothelioma Grade II (sebagian), III
Malignant Schwannoma Grade I (sebagian), II dan III
Neuroblastoma Grade III
Ganglioneuroblastoma Grade III
Extraskeletal Chondrosarcoma Grade I (sebagian), II dan III
Myxoid chondrosarcoma Grade I (sebagian), II dan III (sebagian)
Mesenchymal chondrosarcoma Grade III
Extraskeletal osteosarcoma Grade II (sebagian), III
Malignant Granular cell tumor Grade II (sebagian), III
Alveora soft part sarcoma Grade II, III (sebagian)
Epitheloid sarcoma Grade II, III (sebagian)
Clear Cell Sarcoma Grade II, III (sebagian)
Extraskeletal Ewig sarcoma Grade III

C. Informasi pemeriksaan patologi


- Ukuran tumor
- Type dan subtipe histologi
- Grading
131
- Margin/batas sayatan (jarak dalam cm tumor/zona reaktif dan sayatan)
- Invasi
- Sel nekrosis dan sel spesifik (round cell)
- KGB : (+) /(-)
III. Stadium Klinik
Berdasarkan stadium klinis TNM dari AJCC atau UICC 2018. Berbeda dengan system TNM untuk
keganasan ditempat lain, pada STS penentuan grading histologis penting untuk penentuan
regrouping karena sangat menentukan prognosisnya.6 Klasifikasi TNM sarkoma sedikit berbeda
tergantung lokasinya. Klasifikasi T (ukuran tumor) pada sarkoma kepala leher berbeda dengan
klasifikasi T pada trunk, ekstremitas dan retroperitoneum. Sedangkan klasifikasi N dan M sama
pada lokasi-lokasi tersebut.
Sarkoma pada kepala leher
Tumor primer (T)
Tx ukuran tumor tidak dapat dinilai
T0 tidak terdapat tumor primer
T1 tumor ≤2 cm
T2 tumor >2 cm dan ≤4 cm
T3 tumor >4 cm
T4 tumor dengan invasi struktur sekitar
T4a Tumor dengan invasi orbita, basis cranii/dura, kompartemen viseral sentral, keterlibatan
tulang-tulang wajah atau invasi M. pterygoid
T4b Tumor dengan invasi parenkin otak, perselubungan A. karotis, invasi otot prevertebral
atau keterlibatan SSP via penyebaran perineural

Sarkoma pada trunk, ekstremitas dan retroperitoneum


Tumor primer (T)
Tx ukuran tumor tidak dapat dinilai
T0 tidak terdapat tumor primer
T1 tumor dengan dimensi terbesar ≤5 cm
T2 tumor >5 cm dan ≤10 cm
T3 tumor >10 cm dan ≤15 cm
T4 tumor >15 cm

KGB regional (N)


N0 tidak terdapat metastasis ke KGB regional atau status KGB tidak diketahui
N1 terdapat metastasis KGB regional

132
Metastasis Jauh (M)
M0 tidak terdapat metastasis jauh
M1 terdapat metastasis jauh

Tabel 4. Pengelompokan sarkoma jaringan lunak pada trunkus dan ekstremitas berdasarkan AJCC
Edisi 8 tahun 2018
Staging
GX T1 N0 M0
Stadium IA G1 T1 N0 M0
GX T2 N0 M0
GX T3 N0 M0
GX T4 N0 M0
Stadium IB
G1 T2 N0 M0
G1 T3 N0 M0
G1 T4 N0 M0
G2 T1 N0 M0
Stadium II
G3 T1 N0 M0
G2 T2 N0 M0
Stadium IIIA
G3 T2 N0 M0
G2 T3 N0 M0
G2 T4 N0 M0
Stadium IIIB
G3 T3 N0 M0
G3 T4 N0 M0
Any G Any T N1 M0
Stadium IV
Any G Any T Any N M1

IV. Prosedur Diagnostik


A. Pemeriksaan klinis
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik2,3
- Keluhan bergantung pada lokasi STS dan infiltrasi jaringan atau organ yang terkena tumor
- Pada umumnya dikeluhkan benjolan yang tidak nyeri dan gejala nyeri timbul bila ukuran
tumor besar
- Keluhan yang berhubungan dengan metastasis umumnya ke paru, dan jaringan ke KGB
regional.
2. Pemeriksaan fisik
• Pemeriksaan lokal pada organ atau daerah yang terkena (tumor primer):
- Lokasi, ukuran, letak tumor (superfisial atau profundus/subfasial), konsistensi,
permukaan, mobilitas tumor
- tanda-tanda invasi/ infiltrasi kejaringan atau organ sekitar
- gangguan saraf sensorik atau motorik, bendungan pembuluh darah
• Ada/tidaknya pembesaran KGB
STS jaringan metastasis pada KGB regional (<5%), menunjukan prognosis yang buruk.
Beberapa tipe STS metastasis pada KGB regional, antara lain rhabdomyosarcoma,

133
epithelioid sarcoma, Undifferentiated Sarcoma, Clear cell sarcoma, angiosarcoma dan
synovial sarcoma2,3
B. Pemeriksaan penunjang
1. Untuk diagnostik
• CT scan untuk ekstensi tumor. CT scan akan lebih baik pada STS dengan infiltrasi pada tulang
• MRI merupakan imaging yang sangat penting untuk STS, untuk melihat ukuran tumor, batas
tumor dengan jaringan lunak sekitar. MRI sangat baik untuk melakukan assessment pada STS
ekstreminitas
• Angiografi/ CT Angiografi dilakukan jika ada indikasi
• Biopsi

• Biopsi. Lebih dianjurkan untuk biospi terbuka seperti biopsi insisi. Biopsi core/ tru
cut, dianjurkan pada senter dengan ahli patologi yang berpengalaman dengan STS,
mengingat hererogenitas STS dengan bantuan USG atau CT scan
• Biopsi jarum halus (BAJAH) untuk pemeriksaan histologi tidak dianjurkan, terutama
mengingat heterogenitas STS, dan varian STS. Grading histologis tidak mungkin
dilakukan dengan pemeriksaan sitologi.
• Pada prinsipnya, pemeriksaan histopatologi, harus mendapatkan spesimen cukup banyak
untuk dapat memberikan gambaran histologis, varian tumor dan grading.
• Hasil pemeriksaan histopatologi yang diharapkan oleh ahli bedah adalah tipe/subtipe STS
dan terutama grading histologis untuk kepentingan penatalaksanaan, terapi adjuvant, dan
prognosis penderita. Pemeriksaan IHK tertentu dapat membedakan STS dengan
keganasan lain secara lebih akurat (karsinoma), terutama dalam keadaan Unknow
Primary Malignancy (IHK yang sering digunakan adalah cytokeratin, EMA, S 100,
Desmin, dan lain-lain).
• Jika terdapat fasilitas dianjurkan pemeriksaan kromosom untuk melihat adanya
genes/chromosomal traslocation. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan
diagnosis dan prognosis.2,3

2. Untuk penentuan stadium


• Foto toraks untuk melihat metastasis paru
• CT scan toraks dilakukan bila grade III ukuran tumor lebih dari 10 cm
• USG hepar untuk melihat metastasis
• PET scan dilakukan untuk follow up pasca terapi (tidak rutin dilakukan)2,3

134
V. Terapi
Modalitas terapi:
- Pembedahan
- Radioterapi
- Terapi sistemik: kemoterapi dan terapi target
A. Pembedahan
Pembedahan merupakan pilihan utama pengobatan pada STS, dimana prosedur standar
pembedahannya adalah eksisi luas dengan batas bebas tumor (negatif margin). Ekstensi
pembedahan tergantung pada ukuran tumor, lokasi, tipe histopatologi, grading, keterlibatan struktur
jaringan disekitarnya dan performance status pasien.3,7
Pembedahan dapat berbentuk: 7
- Eksisi luas dengan margin 2 – 5 cm
- Kompartemen eksisi
- Amputasi
- Limb sparing surgery
- Debulking
Debulking dilakukan hanya pada kasus tidak resektabel
Limfadenektomi dilakukan jika terdapat pembesaran KGB secara klinis. Di dalam
pembedahan harus dihindari melakukan enukleasi, karena sel-sel sarkoma biasanya telah
menembus pseudokapsul dari tumor. Pada kasus STS residif, jika masih resektabel dilakukan re-
eksisi luas dilanjutkan dengan radioterapi dan kemoterapi. 3,7

B. Radioterapi
Indikasi radioterapi:8,9,10
a. High grade dengan diameter tumor >5 cm
b. Low grade dengan diameter tumor >10 cm
c. Jika hasil histopatologi menunjukkan margin dekat atau tidak bebas tumor
d. Pada kasus tidak resektabel

C. Terapi sistemik
1. Kemoterapi
Indikasi kemoterapi:
1) Metastasis jauh
2) High grade dengan diameter tumor >10 cm
3) Pada kasus tidak resektabel yang tidak dapat dilakukan radiasi

135
Pilihan pertama kemoterapi adalah doxorubicin dan ifosfamide. Namun, terdapat
beberapa obat yang sensitif pada tipe histologi tertentu, seperti
- Dacarbazine atau tenozolamide untuk leiomyosarcoma
- Taxane untuk angiosarcoma
- Ifosfamide untuk synovial sarkoma
- Kombinasi gemcitabine dan docetaxel untuk leiomyosarcoma, undifferentiated
pleomorfic sarcoma dan pleomorfik liposarkoma.11

2. Terapi target
Beberapa terapi target mulai digunakan pada STS yang rekurens atau metastasis jauh, pada
umumnya digunakan pada lini kedua atau lini ketiga yaitu:
a. Imatinib:
- GIST
b. Trabectedin
- Liposarcoma
- Leiomyosarcoma
c. Pazopanib
- Adipocytic STS
- Synovial STS
- Liposarcoma11

136
Diagnosis Klinis Onkologis
Diagnosis Histopatologis
Grading/Stadium

STS yang resektabel

Grading Tinggi Grading Rendah

Eksisi Luas Eksisi Luas

> 10 cm 5 - 10 cm > 5 cm 5 cm

BT/RE BT/RE RE Observasi

Kemoterapi post op/ BT : Brakhi terapi


kemoterapi target jika ada RE : Radiasi Eksterna
indikasi

Bagan 1. Pengelolaan STS ekstremitas resektabel1

Diagnosis Klinis Onkologis


Diagnosis Histopatologis
Gradasi / Stadium

STS yang tidak resektabel

*/** Tidak resektabel


Radioterapi preoperatif
Debulking ± onko rekonstruksi
*/**
Kemoterapi Neoajuvan

Resektabel

Radiasi/Kemoradiasi
Eksisi Luas ± onko rekonstruksi
Kemoterapi Ajuvan

Terapi target

optional

Bagan 2. Pengelolaan STS pada ekstremitas yang tidak resektabel1

137
Ada beberapa pilihan tindakan pada STS tidak resektabel:11
• Kemoterapi neoadjuvan atau radioterapi diikuti dengan pembedahan/ eksisi luas.
• Pembedahan (primer) dengan compromised margin (narrow margin, positive margin/R1 atau R2
residual tumor) diikuti dengan radioterapi dan kemoterapi (terutama pada grading histologi
tinggi).
• Untuk tipe STS yang resisten terhadap kemoterapi atau radioterapi dan eksisi akan meninggalkan
gross tumor (R2) dipertimbangkan untuk amputasi.
• Hyperthermic Isolated limb perfusion (HILP) (dengan menggunakan TNF, INFA, melphalan)
merupakan pilihan modalitas terapi pada STS tidak resektabel dan berfungsi sebagai neoadjuvant
therapy.
VI. STS Lainnya
A. STS retroperitoneal
STS retroperitoneal sering dijumpai terlambat, dan telah mencapai ukuran sangat besar, sebelum
terdiagnosis. Pada umumnya, jenis STS retroperitoneal liposarcoma, myxoliposarcoma atau
leiomyosarcoma (dari usus) dengan grading bervariasi antara lowgrade, intermediate sampai high
grade.
Pada pembedahan dimana struktur vital terkena, pembedahan hanya bersifat debulking terutama
pada tumor yang besar, dengan penekanan-penekanan struktur sekitar tentu saja dengan prognosis yang
buruk. 2,3

Diagnosis Klinis +
Pemeriksaan Penunjang
= STS viseral / retroperitoneal

Resektabel Tidak resektabel

Eksisi Luas Debulking

Ukuran Ukuran
tumor < tumor ≥ Kemoterapi adjuvan, radiasi
10 cm 10 cm , kemoradiasi atau terapi
target

Observasi Radiasi

Bagan 3. Pengelolaan STS viseral / retroperitoneal1

138
B. Sarkoma jaringan lunak (STS) pada anak
1. Pendahuluan
Sarkoma pada anak jarang dijumpai, yaitu sekitar 7,4% dari keganasan anak. 40% merupakan tipe
rhabdomyosarcoma, sisanya adalah Ewing Sarcoma dan osteosarcoma.
Faktor prognosis bergantung pada stadium, tipe histopatologis, ukuran tumor, lokasi anatomi
dan umur anak. Secara umum, sarkoma pada anak mempunyai sensitivitas yang lebih baik terhadap
kemoterapi dan radioterapi dan mempunyai prognosis yang relatif lebih baik dibandingkan dewasa.

2. Tipe histopatologi
Subtipe rabdhomyosarcoma pada anak adalah:
• Embryonal Rabdhomyosarcoma
• Alveolar Rabdhomyosarcoma
• Spindle Cell Rabdhomyosarcoma
• Botryoid Rabdhomyosarcoma
• Undifferentiated Rabdhomyosarcoma
• Rabdhomyosarcoma with Rhabdoid Features

3. Stadium klinis
Berdasarkan TNM (lihat di depan)

4. Terapi
Terapi utama adalah pembedahan (eksisi luas), kecuali pada embryonal rabdhomyosarcoma terapi
utamanya adalah kemoterapi dan radioterapi. Eksisi luas sangat dianjurkan diikuti dengan
rekonstruksi.
Indikasi radioterapi pada anak sama dengan dewasa akan tetapi berbeda dosis, fraksinasi dan
lokasi tumor.2,3,7,8,9,10

139
VII. Daftar Pustaka

1. Darwis Idral, Tjindarbumi D, Achmad D. dkk. Protokol Penatalaksanaan Sarkoma Jaringan


Lunak. dalam. Zalfiral A.A., Tjindarbumi D., Ramli M., Lukitto P., Reksoprawiro S., Handojo
D., Suardi D.R., Dimyati A.: Protokol PERABOI 2003. Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi
Indonesia. Jakarta
2. Golblum J.R., Folpe A.L., Weiss S.W. Enzinger and Weiss’s Soft Tissue Tumors. 6th ed.
Elsevier;2014
3. Brennan M.S., Singer S., Maki R.G., Sullivan B.O., 2009: Sarcoma of Soft Tissue and Bone.
InDeVita, Vincent T.; Lawrence, Theodore.; Rosenberg, Steven A., (editors), Devita, Hellman
& Rosenberg’s Cancer: Principles & Practic of Oncology, 15th Edition. Wolter
Kluwers/Lippincott Williams & wILKINS. Philadelphia. 45: 1742-1794.
4. Benjamin R., Pister P.W.T., Helman L.J., Bramwell V.H.C., Rubin B.P., O’Sullivan B., 2008:
Sarcoma of Soft Tissue. In Abeloff M.D., Armitage J.O., Niederhuber J.E., Kastan M.B.,
McKenna W.G., (editors), Abeloff’s Clinical Oncology. 4th edition. Churchill, Livingstone,
Elsevier. Philadelphia. 97: 2009-2056.
5. Fletcher C.D.M, Bridge J.A., Hogendoorn P.C.W, Mertens Fredrik. WHO Classification of
Tumours of Soft Tissue and Bone. 4th ed. IARC. 2013.
6. AJCC cancer staging manual. 8th ed. Amin MB, Edge SB, Greene FL, Byrd DR, Brookland
RK, Washington MK, et al., editors. United States: American College of Surgeons; 2018.
7. Brennan M.F., Lewis J.J., 2002: Diagnosis and Management of Soft Tissue Srcoma. Martin
Duntz. London.
8. J. C. Yang, A. E. Chang, A. R. Baker, et al., “Randomized prospective study of the benefit of
adjuvant radiation therapy in the treatment of soft tissue sarcomas of the extremity,” Journal of
Clinical Oncology, vol. 16, no. 1, pp. 197-203, 1998.
9. A.M. Davis, B. O’Sullivan, R. Turcotte, et al., ”Late radiation morbidity following
randomization to preoperative versus postoperative radiotherapy in extremity soft tissue
sarcoma,” Radiotherapy and Oncology, vol. 75, no. 1, pp. 48-53, 2005.
10. Tiong S.S., Dickie C., Haas R.L., O’Sullivan B. The Role of Radiotherapy in the Management
of Localized Soft Tissue Sarcomas. Cancer Biol Med.2016.
11. Boyiadzis M.M., Frame J.N., Kohler D.R., Fojo T., 2014: Hematology – Oncology Therapy. 2nd
edition. Mc Graw Hill. New York.

140
PANDUAN SISTEMIK TERAPI

I. Pendahuluan
Perkembangan kemoterapi pada 1950-an dan 1960-an menghasilkan strategi terapi kuratif untuk pasien
dengan keganasan hematologis dan beberapa jenis tumor solid lanjut. Kemoterapi merupakan
pemberian obat anti kanker (sitostatika) yang bertujuan untuk membunuh sel kanker. Dengan
perkembangan dan penerapan teknik molekuler untuk menganalisis ekspresi gen sel normal dan sel
ganas pada tingkat DNA, RNA, dan / atau protein telah sangat memudahkan mengidentifikasi beberapa
dari mekanisme dimana kemoterapi memberikan efek antitumornya dan mengaktifkan program
kematian sel kanker.1
Kemoterapi saat ini digunakan dalam empat pengaturan klinis utama:
1. Primer induction kemoterpi untuk penyakit lanjut atau untuk kanker yang tidak ada pendekatan
pengobatan efektif lain.
2. Kemoterapi neoadjuvan, pengobatan sebelum tindakan operasi dengan tujuan mengecilkan
tumor, mengontrol mikrometastasis tumor dan menilai respon kemoterapi.
3. Kemoterapi adjuvan, untuk modalitas tambahan dari pengobatan lokal (termasuk pembedahan
dan/ atau terapi radiasi)
4. Isolated perfusion/infusion kemoterapi yaitu Kemoterapi yang diarahkan langsung ke tempat-
tempat tertentu di tubuh yang secara langsung dipengaruhi oleh kanker1
5. Kemoradiasi, pengobatan kemoterapi bersamaan dengan radiasi2

Kemoterapi kombinasi menghasilkan efek yang lebih baik dari kemoterapi tunggal, karena
memberikan pembunuhan sel maksimal dalam kisaran toksisitas yang dapat ditoleransi. Keberhasilan
pemberian kemoterapi bergantung pada beberapa faktor penting pasien: usia, kondisi status pasien,
penyakit penyerta, terapi sebelumnya, kondisi hematologis, hati, dan ginjal awal.1

II. Syarat Pasien Kemoterapi IV3


Adapun syarat pasien kemoterapi IV adalah sebagai berikut:
1. Karnofsky: 50 - 100% atau ECOG: 0 – 21*
2. Pemeriksaan kardiologis baik (klinis, EKG atau ekokardiografi)
3. Laboratorium (Hb > 10 g/dl, leukosit > 4000/ml, trombosit > 100.000/ml, fungsi ginjal dan hati
<2 x batas atas normal)

1
* Lihat lampiran
141
III. Kontra Indikasi Kemoterapi4
Kontra indikasi kemoterapi yaitu:
1. Kontra indikasi absolut
a. Penyakit stadium terminal
b. Hamil semester pertama
c. Sepsis
d. Koma.
2. Kontra indikasi relatif
a. Usia lanjut
b. Gangguan fungsi organ vital berat seperti : hati, ginjal, jantung, sumsum tulang, dll
c. Demensia
d. Pasien tidak kooperatif
e. Tumor resisten terhadap obat.

Premedikasi3:
Sebelum kemoterapi diberikan obat untuk mencegah atau mengurangi efek samping dari obat
kemoterapi. Efek samping kemoterapi yang sering adalah mual dan muntah.
Tabel 1. Contoh pemberian obat antiemetik 2*
Akut Delayed
mual dan muntah (24 jam mual dan muntah (> 24 jam, hari
No Potensial emetik Sistemik terapi
pertama, hari 1) 2-5)
Kombinasi antiemetik Kombinasi antiemetik
1. Frekuensi Ondansetron (8 mg/IV) + Dexamethasone (4 mg/2x/hari Cisplatin 50mg/m2
Tinggi Dexamethason (8-20 mg/IV) + atau 8 mg/1x/hari) Atau
> 90% Aprepitant (125 mg/oral) 2-4 hari Cyclophospahmide
30-60 menit sebelum +Aprepitant (80 mg/hr) 2 hari
kemoterapi
2. Frekuensi Ondansetron (8 mg/IV) + Dexamethasone (4 mg oral/2x/hari Doxorubicin
Sedang, Dexamethason (8-20 mg/IV) + atau 8 mg oral/1x/hari) atau
30-60% Aprepitant (125 mg/oral) 2-4 hari ifosfamide
30-60 menit sebelum Atau
kemoterapi Ondansetron (8 mg Ora/2x/hr) 2-4
hari
3. Frekuensi Rendah Dexamethason (8-20 mg/IV) Tidak perlu Cetuximab
10-30% 30 menit sebelum kemoterapi Atau
Flurouracil
4. Frekuensi Tidak selalu diberikan Tidak perlu Bleomycin
Minimal Rituximab
< 10%

2
* Lihat lampiran
142
IV. Perhitungan Dosis Kemoterapi5
A. Body Surface Area (BSA)
yaitu berdasarkan luas permukaan tubuh dengan rumus “Mosteller”

height (cm)xweight (kg)


BSA(m2 ) = √
3600

B. Creatinine Clearance (CrCl)


dengan rumus “The Cockcroft-Gault Formula”
Laki-laki
𝑚𝐿 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑘𝑔) 𝑥 (140 − 𝑢𝑠𝑖𝑎)
𝐶𝑟𝑒𝑎𝑡𝑖𝑛𝑖𝑛𝑒 𝑐𝑙𝑒𝑎𝑟𝑎𝑛𝑐𝑒 ( )= 𝑚𝑔
𝑚𝑖𝑛 72 𝑥 𝑠𝑒𝑟𝑢𝑚 𝑐𝑟𝑒𝑎𝑡𝑖𝑛𝑖𝑛𝑒 ( )
𝑑𝑙
Perempuan
𝑚𝐿 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑘𝑔) 𝑥 (140 − 𝑢𝑠𝑖𝑎)𝑥0,85
𝐶𝑟𝑒𝑎𝑡𝑖𝑛𝑖𝑛𝑒 𝑐𝑙𝑒𝑎𝑟𝑎𝑛𝑐𝑒 ( )= 𝑚𝑔
𝑚𝑖𝑛 72 𝑥 𝑠𝑒𝑟𝑢𝑚 𝑐𝑟𝑒𝑎𝑡𝑖𝑛𝑖𝑛𝑒 ( )
𝑑𝑙
Atau
𝑢𝑟𝑖𝑛𝑒 𝑐𝑟𝑒𝑎𝑡𝑖𝑛𝑖𝑛𝑒 𝑢𝑟𝑖𝑛𝑒 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
𝐶𝑟𝑒𝑎𝑡𝑖𝑛𝑖𝑛𝑒 𝑐𝑙𝑒𝑎𝑟𝑎𝑛𝑐𝑒 = 𝑥
𝑠𝑒𝑟𝑢𝑚 𝑐𝑟𝑒𝑎𝑡𝑖𝑛𝑖𝑛𝑒 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢

C. Area Under the Curve (AUC)


Rumus yang digunakan yaitu konsentrasi obat x kurve waktu. Rumus ini digunakan untuk
menghitung dosis carboplatin dengan formula yang dibuat oleh Calvert, et al (1989), sebagai
berikut6:
Dose (mg) = target AUC (mg/mL x min) x (GFR (mL/min) +25)

143
Tabel 2. Penyesuaian dosis kemoterapi5

Penyesuaian Gangguan fungsi ginjal


No. Nama Obat Kriteria
Dosis atau hati
1. Bilirubin: 3-5 mg/dl atau SGOT
25%
> 180 mg/dl Gangguan fungsi hati
Cyclophosphamide Tidak boleh Bilirubin > 5 mg/dl
25% CrCl 10-50 mL/min
Gangguan fungsi ginjal
50% CrCl < 10 mL/min
2. 25% CrCl 30-50 mL/min
Capecitabine Gangguan fungsi ginjal
Tidak boleh CrCl < 30 mL/min
3. 25% CrCl 10-60 mL/min
Bleomycin Gangguan fungsi ginjal
50% CrCl < 10 mL/min
4. 50% Bilirubin: 1,5-3 mg/dl
Doxorubicin 75% Bilirubin: 3,1-5 mg/dl Gangguan fungsi hati
Tidak boleh Bilirubin > 5 mg/dl
5. 50% Bilirubin: 1,5-3 mg/dl atau
SGOT 60- 180 mg/dl
Gangguan fungsi hati
Tidak boleh Bilirubin > 3 mg/dl atau SGOT >
Etoposide
180 mg/dl
25% CrCl 10-50 mL/min
Gangguan fungsi ginjal
50% CrCl < 10 mL/min
6. 25% Bilirubin: 3,1-5 mg/dl atau
SGOT >180 mg/dl
Gangguan fungsi hati
Tidak boleh Bilirubin > 5 mg/dl atau SGOT >
Methotrexate
180 mg/dl
50% CrCl 30-60 mL/min
Gangguan fungsi ginjal
Tidak boleh CrCl < 30 mL/min
7. 50% Bilirubin: 1,5-3 mg/dl atau
SGOT 60-180 mg/dl
Vinblastine Gangguan fungsi hati
Tidak boleh Bilirubin > 3 mg/dl atau SGOT >
180 mg/dl
8. 50% Bilirubin: 1,5-3 mg/dl atau
SGOT 60-180 mg/dl
Vincristine Gangguan fungsi hati
Tidak boleh Bilirubin > 3 mg/dl atau SGOT >
180 mg/dl
9. 50% Bilirubin: 2-3 mg/dl
Vinorelbine 75% Bilirubin: 3,1-5 mg/dl Gangguan fungsi hati
Tidak boleh Bilirubin > 5 mg/dl

V. Regimen Sistemik Terapi


A. Kanker payudara
1. Hormonal terapi7
Tabel 3. Daftar obat terapi hormonal pada kanker payudara
No. Group obat Nama obat Dosis Frekuensi Cara Status Efek samping
dan lama pemberian menopause
pemberian
1. Selective Tamoxifen 20 mg 1x/hari Oral Pre Hot flashes
estrogen (5-10 menopause Endometrial cancer
receptor tahun) Thromboembolic
modulator phenomena
(SERM) Vaginal symtoms
Fraktur tulang
Toremifene 60 mg 1x/hari Oral Post Hot flashes,
menepouse mual,muntah pusing,
vaginal symtoms
Raloxifene 60 mg 1x/hari Oral Post Endometrial cancer
menopause Thromboembolic
phenomena
144
2. Aromatase Anastrozole 1 mg 1x/hari Oral Post Arthralgia
inhibitor (AI) (5 tahun) menopause Myalgia
Fraktur tulang
Letrozole 2,5 mg 1x/hari Oral Post Arthralgia
(5 tahun) menopause Myalgia
Fraktur tulang
Exemestane 25 mg 1x/hari Oral Post Arthralgia
menoposue Myalgia
Fraktur tulang
3. Estrogen Fulvestrant 500 mg 1x/bulan IM Post Reaksi lokal injeksi
receptor menopause Hot flashes
downregulator Metastasis Sakit kepala, lemas,
(SERD) Mual,muntah,daire

4. Luteinizing Goserelin 7,5 mg 1x/bulan IM/sc Pre Hot flashes,


hormone menopause penurunan libido, skin
releasing rash, depresi,sakit
hormone kepala, vaginal
agonist symtoms
Leuprolide 3,6 mg 1x/bulan IM/sc Pre Hot flashes,
menopause penurunan libido, skin
rash, depresi,sakit
kepala, vaginal
symtoms, insomnia,
diare, mual.
5. Androgen Fluoxymeste 10 mg 2x/hari Oral Suara serak,jerawat,
rone berubah libido
6. Estrogen Estradiol 10 mg s/d 3x/hari Oral Post
menopouse
7. Somatostatin Octreotide Bervariasi s/d 3x/hari SC atau IV Bradycardia, diare,
analog Lanreotide hypo/hyperglycemia,
hypothyroidism,
cholelithiasis
8 Progestational Megestrol Bervariasi s/d Oral Anorexia
agents 3x/hari Endometrial cancer
Medroxypro Bervariasi 1x/hari Oral atau Anorexia
gesterone Bervariasi IM Endometrial cancer
acetat Hot flashes

Tabel 4 Daftar Obat Pada Resisten Hormonal Terapi (Terapi Target) 7

No. Group obat Nama obat Dosis Frekwensi Cara Status Efek samping
dan lama pemberian menopause
pemberian
1. Cyclin Palbocilib 125 mg 1x/hari Oral Pre/post Leukopenia,
dependent Minum : 1- Kombinasi menopouse anemia,imun
kinase 21 hari AI atau system, mual
(CDK) 4/6 + Stop 7 hari Fulvestrant muntah lemas, sakit
inhibitor kepala
Ribociclib 600 mg 1x/hari Oral Pre/post Netrofenia
Minum : 1- Kombinasi menopouse Hepatobiliary toxic
21 hari AI atau
+ Stop 7 hari Fulvestrant
Atau
tamoxifen
Abemaciclib 200 mg 1x/hari Oral Pre/post Hematology toxic
(monoterapi) Monoterapi menopause Diare
150 mg atau Hepatotoxic
(Kombinasi Kombinasi
) AI atau
Fulvestrant

145
2. mTOR Everolimus 10 mg 1x/hari Oral Pre/post Stomatitis, febril
inhibitor Kombinasi menopouse netrofenia,
tamoxifen, trombositopenia
exemestane
Fulvestrant

2. Kemoterapi pada pasien kanker payudara dengan hasil ER/PR negative dan Her2
negatif8,9

a. Regimen AC+ paclitaxel

No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus


Cara Hari Waktu Jumlah
ke
1. Doxorubicin 60 mg/m2 IV 1 Setiap 14 hari 4 siklus
2. Cyclophosphamide 600 mg/m2 IV 1
Dilanjutkan paclitaxel
3. Paclitaxel 175 mg/m2 IV 3 jam 1 Setiap 14 hari 4 siklus

b. Regimen AC + paclitaxel

No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus


Cara Hari Waktu Jumlah
ke
1. Doxorubicin 60 mg/m2 IV 1
Setiap 14 hari 4 siklus
2. Cyclophosphamide 600 mg/m2 IV 1
Dilanjutkan paclitaxel
3. Paclitaxel 80 mg/m2 IV 1 jam 1 Setiap 7 hari 12 kali

c. Regimen TC
No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Hari Waktu Jumlah
ke
1. Docetaxel 75 mg/m2 IV 1
Setiap 21 hari 4 siklus
2. Cyclophosphamide 600 mg/m2 IV 1

d. Regimen AC
No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Hari Waktu Jumlah
ke
1. Doxorubicin 60 mg/m2 IV 1
Setiap 21 hari 4 siklus
2. Cyclophosphamide 600 mg/m2 IV 1

e. Regimen CMF

No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus


Cara Hari ke Waktu Jumlah
1. Cyclophosphamide 100 mg/m2 Oral 1 - 14
2. Methotrexate 40 mg/m2 IV 1 dan 8 Setiap 28 hari 6 kali
3. 5-flurouracil 600 mg/m2 IV 1dan 8

146
g. Regimen AC + Docetaxel

No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus


Cara Hari ke Waktu Jumlah
1. Doxorubicin 60 mg/m2 IV 1
Setiap 21 hari 4 siklus
2. Cyclophosphamide 600 mg/m2 IV 1
Dilanjutkan Doxetacel
3. Doxetacel 100 mg/m2 IV 1 Setiap 21 hari 4 siklus

h. Regimen EC

No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus


Cara Hari Waktu Jumlah
ke
1. Epirubicin 100 mg/m2 IV 1
Setiap 21 hari 8 siklus
2. Cyclophosphamide 830 mg/m2 IV 1

i. Regimen TAC

No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus


Cara Hari ke Waktu Jumlah
1. Docetaxel 75 mg/m2 IV 1
2. Doxorubicin 50 mg/m2 IV 1 Setiap 21 hari 6 siklus
3. Cyclophosphamide 500 mg/m2 IV 1

j. Regimen Capacitabine
(setelah pemberian kemoterapi taxane, ankylator atau antrasiklin)

No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus


Cara Hari ke Waktu Jumlah
1. Capecitabine 1250 mg mg/m2 oral 1 -14 Setiap 21 hari 6-8 siklus

3. Kemoterapi pada pasien kanker payudara dengan hasil ER/PR negative dan Her2
positive9

a. Regimen AC + paclitaxel + trastuzumab

No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus


Cara Hari ke Waktu Jumlah
1. Doxorubicin 60 mg/m2 IV 1
Setiap 21 hari 4 siklus
2. Cyclophosphamide 600 mg/m2 IV 1
Dilanjutkan paclitaxel dengan Trastuzumab
No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari Waktu Waktu
ke
3. Paclitaxel 80 mg/m2 IV 1 jam 1 Setiap 7 hari 12 siklus
4. Trastuzumab 4 mg/kg IV Dosis pertama pemberian
Dilanjutkan dengan
Trastuzumab 2 mg/Kg IV - 1 Setiap 7 hari 1 tahun
Atau
Trastuzumab 6 mg/Kg IV 1 Setiap 21 hari 1Tahun

b. Regimen AC + paclitaxel + trastuzumab

No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus


Cara Hari ke Waktu Jumlah
1. Doxorubicin 60 mg/m2 IV 1
Setiap 14 hari 4 siklus
2. Cyclophosphamide 600 mg/m2 IV 1

147
Dilanjutkan paclitaxel dengan Trastuzumab
No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari Waktu Jumlah
ke
3. Paclitaxel 175 mg/m2 IV 3 jam 1 Setiap 21 hari 4 siklus
4. Trastuzumab 4 mg/kg IV Dosis pertama pemberian
Dilanjutkan dengan
Trastuzumab 2 mg/Kg IV - 1 Setiap 7 hari 1 tahun
Atau
Trastuzumab 6 mg/Kg IV 1 Setiap 21 hari 1 tahun

c. Regimen AC + paclitaxel + trastuzumab + pertuzumab

No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus


Cara Hari ke Waktu Jumlah
1. Doxorubicin 60 mg/m2 IV 1 Setiap 21
4 siklus
2. Cyclophosphamide 600 mg/m2 IV 1 hari
Dilanjutkan paclitaxel + Trastuzumab + Pertuzumab
No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari Waktu Jumlah
ke
3. Paclitaxel 80 mg/m2 IV 1,8,
Setiap 21
1 jam dan 4 siklus
hari
15
4. Tranztuzumab 8 mg/Kg IV Dosis pertama pemberian
Dilanjutkan dengan
Trastuzumab IV Setiap 21
6 mg/Kg 1 4 siklus
hari
5. Pertuzumab 840 mg IV Dosis pertama pemberian
Dilanjutkan dengan
Pertuzumab IV Setiap 21
420 mg 1 4 siklus
hari
Dilanjutkan dengan Trastuzumab + Pertuzumab
6. Trastuzumab 6 mg/Kg IV 1 Setiap 21
1 tahun
7. Pertuzumab 420 mg IV 1 hari

d. Regimen paclitaxel + trastuzumab

No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus


Cara Lama Hari Waktu Jumlah
ke
1. Paclitaxel 80 mg/m2 IV 1 jam 1 Setiap 7 hari 12 siklus
2. Trastuzumab 4 mg/kg IV Dosis pertama pemberian
Dilanjutkan dengan
Trastuzumab 2 mg/Kg IV - 1 Setiap 7 hari 1 tahun
Atau
Trastuzumab 6 mg/Kg IV 1 Setiap 21 hari 1 tahun

e. Regimen TCH

No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus


Cara Hari ke Waktu Jumlah
1. Docetaxel 75 mg/m2 IV 1
Setiap 21 hari 6 siklus
2. Carboplatin AUC 6 IV 1
Ditambah Trastuzumab
No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari Waktu Jumlah
ke
3. Trastuzumab 4 mg/kg IV Dosis pertama pemberian
Dilanjutkan dengan
148
Trastuzumab 2 mg/Kg IV - 1 Setiap 7 hari 17 siklus
Dilanjutkan dengan
Trastuzumab 6 mg/Kg IV 1 Setiap 21 hari 1 tahun

Atau
Trastuzumab 8 mg/Kg IV - 1 Minggu 1 1 siklus
Dilanjutkan dengan
Trastuzumab 6 mg/Kg IV 1 Setiap 21 hari 1 tahun

f. Regimen TCH + pertuzumab

No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus


Cara Hari ke Waktu Jumlah
1. Docetaxel 75 IV 1
Setiap 21
mg/m2 6 siklus
hari
2. Carboplatin AUC 6 IV 1
Ditambah Trastuzumab + pertuzumab
No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari Waktu Jumlah
ke
3. Tranztuzumab 8 mg/Kg IV Dosis pertama pemberian
Dilanjutkan dengan
Trastuzumab IV Setiap 21
6 mg/Kg 1 4 siklus
hari
4. Pertuzumab 840 mg IV Dosis pertama pemberian
Dilanjutkan dengan
Pertuzumab 420 mg IV Setiap 21
1 4 siklus
hari

g. Regimen docetaxel/cyclophosphamide + trastuzumab

No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus


Cara Hari ke Waktu Jumlah
1. Docetaxel 75 mg/m2 IV 1
Setiap 21 hari 4 siklus
2. Cyclophosphamide 600 mg/m2 IV 1
Ditambah Trastuzumab
3. Trastuzumab 4 mg/kg IV Dosis pertama pemberian
Dilanjutkan dengan
Trastuzumab 2 mg/Kg IV - 1 Setiap 7 hari 11 siklus
Dilanjutkan dengan
Trastuzumab 6 mg/Kg IV 1 Setiap 21 hari 1 tahun

ATAU
Trastuzumab 8 mg/Kg IV - 1 Minggu 1 1 siklus
Dilanjutkan dengan
Trastuzumab 6 mg/Kg IV 1 Setiap 21 hari 1 tahun

h. Regimen AC + docetaxel + trastuzumab

No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus


Cara Hari ke Waktu Jumlah
1. Doxorubicin 60 mg/m2 IV 1
Setiap 21 hari 4 siklus
2. Cyclophosphamide 600 mg/m2 IV 1
Dilanjutkan docetaxel dengan Trastuzumab
No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari Waktu Waktu
ke
3. Docetaxel 100 mg/m2 IV 1 Setiap 21 hari 4 siklus

149
4. Trastuzumab 4 mg/kg IV Dosis pertama pemberian
Dilanjutkan dengan
Trastuzumab 2 mg/Kg IV - 1 Setiap 7 hari 11 siklus
Dilanjutkan dengan
Trastuzumab 6 mg/Kg IV 1 Setiap 21 hari 1 Tahun

i. Regimen Ac + docetaxel + trastuzumab + pertuzumab

No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus


Cara Hari ke Waktu Jumlah
1. Doxorubicin 60 mg/m2 IV 1
Setiap 21
2. Cyclophosphamide 600 IV 1 4 siklus
hari
mg/m2
Dilanjutkan docetaxel + Trastuzumab + pertuzumab
3. Docetaxel 75 - 100 IV 1 Setiap 21
4 siklus
mg/m2 hari
4. Tranztuzumab 8 mg/Kg IV Dosis pertama pemberian
Dilanjutkan dengan
Trastuzumab IV 1 Setiap 21
6 mg/Kg 4 siklus
hari
5. Pertuzumab 840 mg IV Dosis pertama pemberian
Dilanjutkan dengan
Pertuzumab IV 1 Setiap 21
420 mg 4 siklus
hari
Dilanjutkan dengan Trastuzumab + Pertuzumab
6. Trastuzumab 6 mg/Kg IV 1 Setiap 21
1 tahun
7. Pertuzumab 420 mg IV 1 hari

4. Kemoterapi pada kanker payudara metastasis jauh (M1) atau recurrent dengan hasil ER/PR
negatif dan HER2 negatif.

Regimen single agent


No. Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Hari ke Waktu Jumlah
1. Anthracycline
Doxorubicin 60-75 IV 1 Setiap 21 hari
mg/m2
Doxorubicin 20 mg/m2 IV 1 Setiap 7 hari
Liposomal Doxorubicin 50 mg/m2 IV 1 Setiap 28 hari
2. Taxane
Paclitaxel 175 mg/m2 IV 1 Setiap 21 hari

Paclitaxel 80 mg/m2 IV 1 Setiap 7 hari


3. Antimetabolites
Capecitabine 1000-1250 Oral 1-14 Setiap 21 hari
mg/m2
Gemcitabine 800-1200 IV 1,8, dan Setiap 28 hari
mg/m2 15
4. Microtubule Inhibitors
Vinorelbine 25 mg/m2 IV 1 Setiap 7 hari
Eribulin 1,4 mg/m2 IV 1 dan 8 Setiap 21 hari
5. PARP inhibitors
Olaparib tablet 300 mg Oral 2x1 Setiap 28 hari
Talazoparib tablet 1 mg Oral 1x1 Setiap 28 hari
6. Platinum
Carboplatin AUC 6 IV 1 Setiap 21-28 hari
Cisplatin 75 mg/m2 IV 1 Setiap 21 hari
7. Lain-lain
Cyclophosphamide 50 mg Oral 1-21 Setiap 28 hari

150
No. Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Hari ke Waktu Jumlah
Docetaxel 60-100 IV 1 Setiap 21 hari
mg/m2
8. Docetaxel 35 mg/m2 IV 1 Setiap 7 hari 6 siklus
9. Albumin bound paclitaxel 100mg/m2 IV 1,8, dan Setiap 28 hari
Atau 15
125 mg/m2
10 Albumin bound paclitaxel 260 mg/m2 IV 1 Setiap 21 hari
11 Epirubicin 60-90 IV 1 Setiap 21 hari
mg/m2

Regimen kombinasi
No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Hari ke Waktu Jumlah
1. Regimen AC
Doxorubicin 60 mg/m2 IV 1 Setiap 21
Cyclophosphamide 600 mg/m2 IV 1 hari
2. Regimen EC
Epirubicin 75 mg/m2 IV 1 Setiap 21
Cyclophosphamide 600 mg/m2 IV 1 hari
3. Regimen CMF
Cyclophosphamide 100 mg/m2 oral 1-14 Setiap 28
Methotrexate 40 mg/m2 IV 1 dan 8 hari
5 flurourasil 600 mg/m2 IV 1 dan 8
4. Docetaxel/capecitabine
Docetaxel 75 mg/m2 IV 1 Setiap 21
Capecitabine 950 mg/m2 Oral 1-14 hari
5. Regiment GT
Paclitaxel 175 mg/m2 IV 1 Setiap 21
Gemcitabine 1250 IV 1 dan 8 hari
mg/m2
6. Regimen Gemcitabine/carboplatin
Gemcitabine 1000 IV 1 dan 8 Setiap 21
mg/m2 hari
Carboplatin AUC 2 IV 1 dan 8
7. Paclitaxel plus bevacizumab
Paclitaxel 90 mg/m2 IV 1,8, dan Setiap 28
15 hari
Benacizumab 10 mg/Kg IV 1 dan 15

151
5. Kemoterapi pada kanker payudara metastasis atau recurrent dengan hasil ER/PR negative
dan HER 2 positif

No. Nama obat Dosis Pemberian Siklus


Cara Hari ke Waktu Jumlah
1. Regimen Pertuzumab + Trastuzumab + docetaxel
Docetaxel 75-100 mg/m2 IV 1 Setiap 21
hari
Pertuzumab 840 mg IV Dosis pertama pemberian
Selanjutnya pertuzumab 420 mg IV 1 setiap 21
hari
Trastuzumab 8 mg/kg IV Dosis pertama pemberian
Selanjutnya Trastuzumab 6 mg/Kg IV 1 Setiap 21
hari
2. Regimen paclitaxel + Pertuzumab + Trastuzumab
Paclitaxel 80 mg/m2 IV 1 Setiap 7
hari
Atau Paclitaxel 175 mg/m2 IV 1 Setiap 21
hari
Pertuzumab 840 mg IV Dosis pertama pemberian
Selanjutnya Pertuzumab 420 mg IV 1 Setiap 21
hari
Trastuzumab 4 mg/kg IV Dosis pertama pemberian
Selanjutnya trastuzumab 2mg/Kg IV 1 Setiap 7
hari
Atau
Trastuzumab 8 mg/KG IV Dosis pertama pemberian
Selanjutnya Trastuzumab 6 mg/kg IV 1 Setiap 21
hari
3. Ado-trastuzumab emtansine 3,6mg/Kg IV 1 Setiap 21
(T-DM1) hari
4. Paclitaxel/carboplatin + Trastuzumab
Carboplatin AUC 6 IV 1 Setiap 21
Paclitaxel 175 mg/m2 IV 1 hari
Trastuzumab 4 mg/Kg IV Dosis pertama pemberian
Selanjutnya trastuzumab 2mg/Kg IV 1 Setiap 7
hari
Atau
Trastuzumab 8 mg/KG IV Dosis pertama pemberian
Selanjutnya Trastuzumab 6 mg/kg IV 1 Setiap 21
hari
5. Regimen paclitaxel/carboplatin + trastuzumab
Paclitaxel 80 mg/m2 IV 1,8,dan 15 Setiap 28
Carboplatin AUC 2 IV 1,8, dan 15 hari
Trastuzumab 4 mg/Kg IV Dosis pertama pemberian
Selanjutnya trastuzumab 2mg/Kg IV 1 Setiap 7
hari
Atau
Trastuzumab 8 mg/KG IV Dosis pertama pemberian
Selanjutnya Trastuzumab 6 mg/kg IV 1 Setiap 21
hari
6. Regimen paclitaxel + trastuzumab
Paclitaxel 175 mg/m2 IV 1 Setiap 21
hari
Atau
Paclitaxel 80-90 mg/m2 IV 1 Setiap 7
hari
Trastuzumab 4 mg/Kg IV Dosis pertama pemberian
Selanjutnya trastuzumab 2mg/Kg IV 1 Setiap 7
hari
Atau
Trastuzumab 8 mg/KG IV Dosis pertama pemberian

152
No. Nama obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Hari ke Waktu Jumlah
Selanjutnya Trastuzumab 6 mg/kg Setiap 21
IV 1
hari
7. Regimen Docetaxel + Trastuzumab
Docetaxel 80-100 mg/m2 Setiap 21
IV 1
hari
Atau
Docetaxel 35 mg/m2 Setiap 7
IV 1
hari
Trastuzumab 4 mg/Kg IV Dosis pertama pemberian
Selanjutnya trastuzumab 2mg/Kg Setiap 7
IV 1
hari
Atau
Trastuzumab 8 mg/KG IV Dosis pertama pemberian
Selanjutnya Trastuzumab 6 mg/kg IV Setiap 21
1
hari
8. Regimen Vinorelbine + trastuzumab
Vinorelbine 25 mg/m2 IV 1 Setiap 7
hari
Atau
Vinorelbine 30-35 mg IV 1 dan 8 Setaip 21
hari
Trastuzumab 4 mg/Kg IV Dosis pertama pemberian
Selanjutnya trastuzumab 2mg/Kg IV Setiap 7
1
hari
Atau
Trastuzumab 8 mg/KG IV Dosis pertama pemberian
Selanjutnya Trastuzumab 6 mg/kg IV Setiap 21
1
hari
9. Regimen Capecitabine + trastuzumab
Capecitabine 1000-1250 Oral 1-14 hari Setiap 21
mg/m2 2x sehari hari
Trastuzumab 4 mg/Kg IV Dosis pertama pemberian
Selanjutnya trastuzumab 2mg/Kg IV Setiap 7
1
hari
Atau
Trastuzumab 8 mg/KG IV Dosis pertama pemberian
Selanjutnya Trastuzumab 6 mg/kg IV Setiap 21
1
hari
10 Regimen lapatinib + trastuzumab
Lapatinib 1000 mg Oral Setiap hari
Trastuzumab 4 mg/Kg IV Dosis pertama pemberian
Selanjutnya trastuzumab 2mg/Kg IV Setiap 7
1
hari
Atau
Trastuzumab 8 mg/KG IV Dosis pertama pemberian
Selanjutnya Trastuzumab 6 mg/kg IV Setiap 21
1
hari
11. Regimen Lapatinib + capecitabine
Lapatinib 1250 mg Oral 1-21
Capecitabine 1000mg/m2 Oral 1-14 Setiap 21
2 x sehari hari

153
B. Kanker kepala dan leher
1. Kemoterapi kanker non nasofaring8,10
a. Kemoterapi + concurrent radioterapi
High dose cisplatin 3 minggu (100 mg)
No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari Waktu Jumlah
ke
1. Cisplatin Selama
100 mg/m2 IV 1 jam 1 Setiap 21 hari
radiasi

Regimen carboplatin + 5 fu
No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari Waktu Jumlah
ke
1. Carboplatin 70 mg/m2 IV 15-30 1-4 Setiap 21 hari Selama
menit radiasi
2. Fluorouracil 600mg/m2 IV 24 jam 1-4

Regimen carboplatin + paclitaxel


No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari Waktu Jumlah
ke
1. Paclitaxel 40 - IV 15-30 1 Setiap 7 hari Selama
45mg/m2 menit radiasi
2. Carboplatin 100mg/m2 IV 15-30 1
menit

Regimen cisplatin + 5 fu
No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari Waktu Jumlah
ke
1. Cisplatin 100 mg/m2 IV 15 1 Setiap 21 hari Selama
menit radiasi
2. Fluorouracil 1000mg/m2 IV 24 jam 1-5

Regimen cisplatin + paclitaxel


No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari Waktu Jumlah
ke
1. Paclitaxel 30 mg/m2 IV 3-24 1 Setiap 7 hari Selama
jam radiasi
2. Cisplatin 20 mg/m2 IV 15-60 2
menit

Regimen cetuximab
No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari Waktu Jumlah
ke
1. Cetuximab 400mg/m2 IV 120 1 7 hari sebelum Sebelum
menit radiasi radiasi
Lanjut cetuximab 250 mg/m2 IV 120 1 Setiap 7 hari
menit

154
Regimen cisplatin weekly
No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari Waktu Jumlah
ke
1. Cisplatin 15 Selama
40 /m2 IV 1 Setiap 7 hari
menit radiasi

b. Induction/Sequential Chemotherapy

Regimen docetaxel + cisplatin + 5 FU


No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari Waktu Jumlah
ke
1. Docetaxel 75 mg/m2 IV 60 1
menit
Setiap 21 hari 3 siklus
2. Cisplatin 75 mg/m2 IV 1 jam 1
3. 5-Flurouracil 750 mg/m2 IV 24 jam 1-5

Regimen paclitaxel + cisplatin + 5 FU


No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari Waktu Jumlah
ke
1. Paclitaxel 175
IV 3 jam 1
mg/m2
2. Cisplatin 100 15-60
IV 2 Setiap 21 hari 3 siklus
mg/m2 menit
3. 5-Flurouracil 500 24
IV 2
mg/m2 jam
Single agent (cisplatin atau cetuximab)
No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari Waktu Jumlah
ke
1. Cetuximab 120
400mg/m2 IV 1 Setiap 21 hari 1 siklus
menit
Lanjut cetuximab 120
250 mg/m2 IV 1 Setiap 21 hari 3 siklus
menit
2. Cisplatin 15-20
100 mg/m2 IV 1 Setiap 21 hari 1 siklus
menit

c. Kemoterapi kanker non nasofaring (Recurrent, Unresectable or Metastatic)

Regimen cisplatin+ 5 FU + cetuximab


No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari Waktu Jumlah
ke
1. Cetuxumab 120
400mg/m2 IV 1 Setiap 7 hari 1 siklus
menit
Lanjut cetuximab 60
250 mg/m2 IV 1 Setiap 7 hari 6 siklus
menit
2. Cisplatin 60
100 mg/m2 IV 1 Setiap 21 hari 6 siklus
menit
3. 5-Flurouracil 100 0mg/m2 IV 24 jam 1-4 Setiap 21 hari 6 siklus

155
Regimen carboplatin+ 5 FU + cetuximab
No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari Waktu Jumlah
ke
1. Cetuximab 120
400mg/m2 IV 1 Setiap 7 hari 1 siklus
menit
Lanjut cetuximab 60
250 mg/m2 IV 1 Setiap 7 hari 6 siklus
menit
2. Carboplatin 60
5 AUC IV 1 Setiap 21 hari 6 siklus
menit
3. 5-Flurouracil 100 0mg/m2 IV 24 jam 1-4 Setiap 21 hari 6 siklus

Regimen pembrolizumab + platinum (carboplatin/cisplatin) +5 FU


No Nama obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari Waktu Jumlah
ke
1. Pembrolizumab 120
200mg/m2 IV 1
menit
2. Cisplatin 60
100 mg/m2 IV 1
menit Setiap 21 hari 6 siklus
atau Carboplatin 60
5 AUC IV 1
menit
3. 5-Flurouracil 100 0mg/m2 IV 24 jam 1-4

Regimen cisplatin + cetuximab


No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari Waktu Jumlah
ke
1. Cetuximab 200mg/m2 IV 120 1 1 siklus
menit
2. Cisplatin 100 mg/m2 IV 60 1 Setiap 4 minggu
menit

Regimen cisplatin/carboplatin + docetaxel + cetuximab


No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari Waktu Jumlah
ke
1. Cetuxumab 400mg/m2 IV 120 1 Setiap 7 hari 1 siklus
menit
Lanjut cetuximab 250 mg/m2 IV 60 1 Setiap 7 hari 4siklus
menit
2. Cisplatin 75 mg/m2 IV 60 1 Setiap 21 hari 4 siklus
menit
3. Docetaxel 75 mg/m2 IV 60 1 Setiap 21 hari 4 siklus
menit

Regimen cisplatin/carboplatin + paclitaxel + cetuximab


No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari Waktu Jumlah
ke
1. Cetuxumab 400mg/m2 IV 120 1 Setiap 7 hari 1 siklus
menit
Lanjut cetuximab 250 mg/m2 IV 60 1 Setiap 7 hari 4 siklus
menit
2. Cisplatin 75 mg/m2 IV 60 1 Setiap 21 hari 4 siklus
menit
3. Paclitaxel 175 mg/m2 IV 3jam 1 Setiap 21 hari

156
Single agent
No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari Waktu Jumlah
ke
1. Cisplatin 100mg/m2 IV 60 1 Setiap 21 hari
menit
2. Methotrexate 40 mg/m2 IV 60 1 Setiap 7 hari
menit
3. Docetaxel 100 mg/m2 IV 60 1 Setiap 21 hari
menit
Sampai
4. Paclitaxel 80 mg/m2 IV 3jam 1 Setiap 7hari
Progress
5. Capecitabine 1250mg/m2 Oral 1-14 Setiap 21 hari
6. Nivolumab 3 mg/KG BB IV 60 1 Setiap 14 hari
menit
7. Pembrolizumab 200 mg IV 120 1 Setiap 21 hari
menit
8. Afatimib 40 mg Oral Setiap setiap 21 hari
hari

2. Kemoterapi kanker nasofaring


a. Kemoradiasi + adjuvan kemoterapi
Regimen Cisplatin +RT Followed Cisplatin + 5 FU
No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari Waktu Jumlah
ke
1. Cisplatin + Radiasi 100mg/m2 IV 100 1 Setiap 21 hari Selama
menit radiasi
Dilanjutkan
2. Cisplatin 80 mg/m2 IV 60 1 Setiap 21 hari 3 siklus
menit
3. Fluorouracil 1000mg/m2 IV 24 jam 1-4

Regimen Cisplatin + Radioterapi followed carboplatin + 5 FU


No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari Waktu Jumlah
ke
1. Cisplatin + Radiasi 100mg/m2 IV 100 1 Setiap 21 hari Selama
menit radiasi
Dilanjutkan
2. Carboplatin 6 AUC IV 60 1 Setiap 21 hari 2 siklus
menit
3. Flurouracil 1000mg/m2 IV 24jam 1-4

Cisplatin + Radioterapi
No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari Waktu Jumlah
ke
1. Cisplatin + Radiasi 100mg/m2 IV 100 1 Setiap 21 hari Selama
menit radiasi

157
b. Induction/Sequential Chemotherapy
Regimen Docetaxel + Cisplatin + 5 FU
No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari Waktu Jumlah
ke
1. Docetaxel 75 mg/m2 IV 60 1 Setiap 21 hari 3 siklus
menit
2. Cisplatin 75 mg/m2 IV 1 jam 1
3. Fluorouracil 750 mg/m2 IV 24 jam 1-5

Regimen Cisplatin + 5 FU
No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari Waktu Jumlah
ke
1. Cisplatin 100 mg/m2 IV 15 1 Setiap 21 hari 3 siklus
menit
2. Fluorouracil 1000mg/m2 IV 24 jam 1-5

Regimen Docetaxel + Cisplatin


No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari Waktu Jumlah
ke
1. Cisplatin 75 mg/m2 IV 60 menit 1 Setiap 21 hari 2 siklus
2. Docetaxel 75 mg/m2 IV 60 menit 1

c. Kemoterapi Kanker Nasofaring (Recurrent, Unresectable atau Metastatic)


Regimen cisplatin + gemcitabine
No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari ke Waktu Jumlah
1. Cisplatin 80 mg/m2 IV 4 jam 1 Setiap 21 hari 6 siklus
2. Gemcitabine 1000 mg/m2 IV 30 menit 1 dan 8

Regimen cisplatin/carboplatin + docetaxel


No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari Waktu Jumlah
ke
1. Docetaxel 65 mg/m2 IV 60 menit 1 Setiap 21 hari
2. Carboplatin 6 AUC IV 30 menit 1

Regimen cisplatin/carboplatin + paclitaxel


No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari Waktu Jumlah
ke
1. Paclitaxel 175 mg/m2 IV 3 jam 1 Setiap 21 hari
2. Cisplatin 75 mg/m2 IV 15-60 1
menit

158
Regimen carboplatin + cetuximab
No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari Waktu Jumlah
ke
1. Cetuximab 400mg/m2 IV 120 1 Setiap 7 hari 1 siklus
menit
Lanjut cetuximab 250 mg/m2 IV 60 1 Setiap 7 hari 8 siklus
menit
2. Carboplatin 5 AUC IV 60 1 Setiap 21 hari 8 siklus
menit

Single agent
No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari ke Waktu Jumlah
1. Cisplatin 100mg/m2 IV 60 1 Setiap 21 hari
menit
2. Methotrexate 40 mg/m2 IV 60 1 Setiap 7 hari
menit
3. Docetaxel 100 mg/m2 IV 60 1 Setiap 21 hari
menit
4. Paclitaxel 80 mg/m2 IV 3jam 1 Setiap 7hari
5. Capecitabine 1250mg/m2 Oral 1-14 Setiap 21 hari
6. Nivolumab 3 mg/KG BB IV 60 1 Setiap 14 hari
menit
7. Pembrolizumab 200 mg IV 120 1 Setiap 21 hari
menit

C. Sistemik terapi pada kanker kenjar Liur11


1. Jenis adenokarsinoma, karsinoma adenoid kistik, karsinoma sel asinus dan karsinoma
ex-mixed tumor
No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari Waktu Jumlah
ke
1. Regimen Adriamisin+5FU+cisplatin
Adriamisin 50 mg/m2 IV 1 Setiap 21
Flurourasil 500 mg/m2 IV 1 hari
Cisplatin 100 mg/m2 IV 2
2. Regimen cyclophosphamide+ Adriamisin + 5Fu + cisplatin
Cyclophosphamide 500 mg/m2 IV 1 Setiap 21 -
Adriamisin 50 mg/m2 IV 6 jam 1 28 hari
Flurouracil 500 mg/m2 IV 1-2
Cisplatin 40 mg/m2 IV 4 jam 2-3

2. Kasinoma sel skuamosa


No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari ke Waktu Jumlah
1. Regimen methotrexate+ cisplatin
Methotrexate 50 mg/m2 IV 1 dan 7 Setiap 21
Cisplatin 100 mg/m2 IV 2 hari

159
3. Karsinoma mucoepidermoid
No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari ke Waktu Jumlah
1. Regimen Adriamisin+5FU+cisplatin
Adriamisin 50 mg/m2 IV 1 Setiap 21
5-Flurourasil 500 mg/m2 IV 1 hari
Cisplatin 100 mg/m2 IV 2
2. Regimen cyclophosphamide+ Adriamisin + cisplatin
Cyclophosphamide 200 mg/m2 IV 3-6 Setiap 28
Adriamisin 40 mg/m2 IV 1 hari
Cisplatin 50 mg/m2 IV 1
3. Regimen Cisplatin+Bleomycin+metrotrexat
Cisplatin 20 mg/m2 IV 1-5 Setiap 28
Bleomycin 10 mg/m2 IV 24 3-7 hari
jam
Metrotrexat 200 mg/m2 IV 14 dan
21

4. Single agent
No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari Waktu Jumlah
ke
1. Cisplatin 100mg/m2 IV 60 1 Setiap 21 hari
menit
2. Metrotrexat 12-14 mg/m2 IV 60 1 Setiap 21 hari
menit
3. Docetaxel 100 mg/m2 IV 60 1 Setiap 21 hari
menit
4. Paclitaxel 200 mg/m2 IV 3 jam 1 Setiap 21 hari
5. Epirubicin 30 mg/m2 IV 1 Setiap 7 hari
6. Epirubicin 90 mg/m2 IV 1 Setiap 21 hari
7. Vinorelbine 30 mg/m2 IV 1 Setiap 7 hari
8. Cyclophosphamide 100 mg/m2 IV 1 Setiap 21 hari
9. Gemcitabine 1250 mg/m2 IV 1 dan 8 Setiap 21 hari

D. Kemoterapi pada tiroid anaplastik dan jenis kanker tiroid yang tidak respon dengan
modalitas terapi lain8,12
1. Sistemik terapi adjuvan atau radiosensitizer pada kanker tiroid
No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari Waktu Jumlah
ke
1. Regimen paclitaxel + carboplatin
Paclitaxel 50 mg/m2 IV 1 Setiap 7 hari
Carboplatin 2 AUC IV 1
2. Regimen docetaxel + doxorubicin
Docetaxel 60 mg/m2 IV 1 Setiap 21-28
Doxorubicin 60 mg/m2 IV 1 hari
(pegfilgrastim)
3. Regimen docetaxel+doxorubicin
Docetaxel 20 mg/m2 IV 1 Setiap 7 hari
Doxorubicin 20 mg/m2 IV 1
4. Paclitaxel 30-60 IV 1 Setiap 7 hari
mg/m2
5. Cisplatin 30-40 IV Setiap 7 hari
mg/m2
6 Doxoubicin 60mg/m2 IV 1 Setiap 21
hari
7 Doxorubicin 20 mg/m2 IV 1 Setiap 7 hari
160
2. Sistemik terapi metastasis jauh pada kanker tiroid
No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari ke Waktu Jumlah
1. Regimen dabrafenib + trametinib
(BRAF V600E mutase positive)
Dabrafenib 150 mg oral 2x/hari
Trametinib 2 mg oral 1x/hari
2. Larotrectinib 100 mg oral 1x/hari
(NTRK gene fusion
positive)
3. Entrectinib 600 mg oral 2x/hari
(NTRK gene fusion
positive)
4 Regimen paclitaxel + carbopastin
Paclitaxel 60-100 IV 1 Setiap 7
mg/m2 hari
Carboplatin AUC 2 IV 1
5. Regimen paclitaxel + carbopastin
Paclitaxel 135- IV 1 Setiap 21
175mg/m2 hari
Carboplatin AUC 5-6 IV 1
6. Regimen docetaxel + dosorubicin
Docetaxel 60 mg/m2 IV 1 Setiap 21-
Doxorubicin 60 mg/m2 IV 1 28 hari
(pegfilgrastim)
7. Regimen docetaxel+doxorubicin
Docetaxel 20 mg/m2 IV 1 Setiap 7
Doxorubicin 20 mg/m2 IV 1 hari
8. Paclitaxel 60--90 IV 1 Setiap 7
mg/m2 hari
9. Paclitaxel 135-200 IV 1 Setiap 21-
mg/m2 28 hari
10. Doxoubicin 60-75 mg/m2 IV 1 Setiap 21
hari
11. Doxorubicin 20 mg/m2 IV 1 Setiap 7
hari
12. Lenvatinib 24 mg Oral 1x/hari

E. Kanker Kulit
1. Sistemik terapi pada kanker kulit advance basal cell carcinoma13

No. Group obat Nama obat Dosis Frekwensi Cara Efek samping
dan lama pember
pemberian ian
1. Hedgehog Vismodegib * 150 mg 1x/hari Oral Kejang otot
pathway Alopecia
inhibitors Dysgeusia
Penurunan berat
badan
Kelelahan
Mual
Diare
Nafsu Makan
menurun
Sembelit
Arthalgia
Muntah
Ageusia
2. Sonidegib* 200 mg 1x/hari Oral

161
Sonidegib* 800 mg 1x/hari Oral Peningkatan kreatinin
serum
Peningkatan serum
creatine kinase
Kejang otot
Alopecia
Hiperglikemia
Dysgeusia
Peningkatan lipase
Kelelahan
Mual
Diare
Anemia
Nyeri
Muskuloskeletal
Penurunan berat
badan
Limfopenia
Nafsu makan
berkurang
Mialgia
ALT atau AST
meningkat
Nyeri perut
Peningkatan amilase
Sakit kepala
Nyeri
Muntah

* NB trial phase II

2. Sistemik terapi pada kanker kulit kasinoma sel skuamosa14

No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus


Cara Lama Hari Waktu Jumlah
ke
1. Cisplatin RT 100mg/m2 IV 60 menit 1 Setiap 21
hari
2. Cisplatin +RT 30-40 mg/m2 IV 60 menit 1 Setiap 7 6 siklus
hari
3. Cetuximab +RT 400 mg/m2 IV 120 4-5 Setiap 21
menit hari
Lanjut Cetuximab +RT 250 mg/m2 IV 60 menit 1 Setiap 7 Selama
hari radiasi
4. Regimen cisplatin-doxorubicin
Cisplatin 50-60 mg/m2 IV 60 menit 1 Setiap 21-
Doxorubicin 50-60 mg/m2 IV 60 menit 1 28 hari
5. Regimen carboplatin + paclitaxel
Carboplatin 1,5-2 AUC IV >60 1 Setiap 7 6 siklus
menit hari
Paclitaxel 80-100 mg/m2 IV >3 jam 1
6. Regimen cisplatin + capecitabine14
Cisplatin 60-70 mg/m2 IV 60 menit Setiap 21-
Capecitabine 1000mg Oral 2x/hari 1-14 28 hari
7. Regimen cisplatin + 5FU15
Cisplatin 100mg/m2 IV 60 menit 1 Setiap 21-
Fluorouracil 1000mg/m2 1V 24jam 1-4 28 hari

162
3. Kemoterapi pada kanker kulit melanoma8,17

No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus


Cara Lama Hari ke Waktu Jumlah
Anti PD-1 monoterapi
1. Pembrolizumb 2 atau 10 IV 120menit 1 Setiap 21
mg/KG BB hari
2. Nivolumab 3 mg/Kg BB IV 30 menit 1 Setiap 14
hari
3. Regimen Ipilimumab+Nivolumab
Ipilimumab 3mg/KgBB IV 30 menit 1 Setiap 4 siklus
Nivolumab 1mg/kg BB IV 30 menit 1 21-28
hari
Lanjut Nivolumab 3 mg/KgBB iv 30 menit 1 Setiap 2 2 tahun
mgg
Target terapi
4. Dabrafenib 150 mg Oral Setiap hari
5. Vemurafenib 960 mg Oral Setiap hari
6. Trametinib 2 mg Oral Setiap hari
7 Regimen Dabrafenib + trametinib
Dabrafenib 150 mg Oral Setiap hari
Trametinib 2 mg Oral Setiap hari
8. Regimen vemurafemid+ cobimetinib
Vemurafenib 960 mg Oral Setiap hari
Cobimetinib 60 mg Oral 1-21 hari
+ aff 7
hari
9. Regimen encorafenib+ binimefinib
Encorafenib 450 mg Oral 1x/Hari
Binimefinib 45 mg Oral 2x/hari
10. Ipilimumab 10 mg/KgBB IV 90 menit 1 Setiap 21 4 siklus
hari
Lanjut ipilimumab 10 mg/KgBB IV 1 Setiap 3 tahun
12 mgg
11. Interferon alpha high dose 20 million IV 20menit 5hr/mgg Setiap 7 4 siklus
units/m2 hari
10 million sc 3x/mgg Setiap 7 48 siklus
units/m2 hari
12 Imatinib 400 mg oral 1-2x/hari
13 Regimen paclitaxel + carboplatin
Paclitaxel 100 mg/m2 IV 3jam 1 Setiap 28
Carboplatin 2 AUC IV 60 menit 1,8 dan 15 hari
14. Dacarbazine 1000 mg/m2 IV 30 menit 1 Setiap 28 2 siklus
hari
Atau Dacarbazine 250 mg/m2 IV 30 menit 1-5 Setiap 21
hari
15 Temozolomide 200 mg/m2 Oral 1-5 Setiap 28
hari
16. Regimen CVD (16)
Cisplatin 20 mg/m2 IV 60 menit 2-5 Setiap 21
Vinblastin 1,6 mg/m2 IV 1-5 hari
Dacarbazin 800 mg/m2 IV 1
17. Regimen CBDT (Dartmount regimen) (17)
Cisplatin 25 mg/m2 IV 60 menit 1-3 Setiap 21
Carmustine 150 mg/m2 IV 1 hari
Dacarbazine 220 mg/m2 IV 30 menit 1-3
Tamoxifen 10 mg Oral 2x/Hari Setiap
hari

163
F. Kanker jaringan lunak (soft tissue sarcoma)
Kemoterapi pada kanker jaringan lunak8,19

No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus


Cara Lama Hari ke Waktu Jumlah
1. Regimen AD
Doxorubicin 15 mg/m2 IV 24jam 1-4 Setiap 21
Dacarbacine 250 mg/m2 IV 24jam 1-4 hari
2. Regimen AIM
Doxorubicin 50mg/m2 IV 3-5 menit 1 Setiap 21
Mesna 600mg/m2 IV 15 menit 1 hari
Ifosfamide +mesna 5000mg/m2 IV 24jam 1
+ mesna
2500mg/m2
Mesna 1250mg/m2 IV 12jam 2
3. Regimen MAID
Mesna 2500 mg/m2 IV 96 jam 1-4 Setiap 21
Doxorubicin 20 mg/m2 IV 5 menit 1-3 hari
Ifosfamide 2500mg/m2 IV 24jam 1-3
Dacarbazin 300 mg/m2 IV 24jam 1-3
4. Regimen Ifosfamid + epirubicin + mesna
Epirubicin 60 mg/m2 IV 3-5 menit 1-2 Setiap 21 5 siklus
Ifosfamid 1,8 mg/m2 IV 1 jam 1-5 hari
Mesna 20% x ifos IV Bolus Before
4jam IFO
After 8
jam IFO
5. Regimen Gemcitabine+ docetaxel
Gemcitabine 900mg/m2 IV 90 menit 1 dan 8 Setiap 21
Docetaxel 100mg/m2 IV 60 menit 8 hari
6. Regimen Gemcitabine + vinorelbine
Gemcitabine 800 mg/m2 IV 90 menit 1 dan 8 Setiap 21
Vinorelbine 25 mg/m2 IV 1 dan 8 hari
7. Regimen gemcitabine + Dacarbazine
Gemcitabine 1800 mg/m2 IV 180 menit 1 Setiap 14 24
Dacarbazine 500 mg/m2 IV 20 menit 1 hari siklus
8. Regimen vincristine+ cyclophosphamide+ doxorubicin
Vinristine 2 mg/m2 IV 1-3 menit 1 Setiap 42
Doxorubicin 75 mg/m2 IV 3-5 menit 1 hari
Cyclophosphamide + Cyclophosphamide IV 15-30 1
mesna 1200mg/m2+ menit
mesna 240 mg/m2
Mesna 240 mg/m2 IV 15 menit sebelum4
jam & 8
jam
setelah
Cyclo
9. Regimen vincristine+ cyclophosphamide+ dactinomycin
Vinristine 2 mg/m2 IV 1-3 menit 1 Setiap 42
Dactinomycin 1,25 mg/m2 IV 3-5 menit 1 hari
Cyclophosphamide + Cyclophosphamide IV 15-30 1
mesna 1200mg/m2+ menit
mesna 240 mg/m2
Mesna 240 mg/m2 IV 15 menit sebelum4
jam & 8
jam
setelah
Cyclo
10. Regimen ifosfamide + etoposide
Ifosfamide +mesna 1800mg/m2 IV 60 menit 1-5 Setiap 42 4 siklus
360 mg/m2 22-26 hari

164
No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari ke Waktu Jumlah
Mesna 360mg/m2 IV 15 menit Sebelum
4 jam
dan
sesudah 8
jam
Etoposide 100mg/m2 IV 60 menit 1-5
22-26
11 Regimen Cyclophosphamide + Topotecan
Cyclophosphamide 250 mg/m2 IV 30 menit 1-5 Setiap 21
Topotecan HCL 0,75 mg/m2 IV 30 menit 1-5 hari
Single agent
12. Doxorubicin 60 mg/m2 IV 3-5 menit 1 Setiap 21
hari
13. Mesna 600 mg/m2 IV 15 menit 1 Setiap 21
Ifosfamide + mesna 5000 mg/m2 IV 24 jam 1 hari
2500mg/m2
Mesna 1250 mg/m2 IV 12 jam 2
14 Trabectedin 1,5 mg/m2 IV 24 jam 1 Setiap 21
hari
15. Gemcitabine 1200mg/m2 IV 60 menit 1 dan 8
16. Pazopanib 800 mg oral 1x/hari

G. Kanker limfoma maligna


1. Sistemik terapi lymphoma hogkin8,20
No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari ke Waktu Jumlah
1. Regimen ABVD
Doxorubicin 25mg/m2 IV 3-5 menit 1 dan 15 Setiap 4
Bleomicyn 10 units/m2 IV 10 menit 1 dan 15 mgg
Vinblastine 6 mg/m2 IV 1-2 menit 1 dan 15
Dacarbazine 150 mg/m2 IV 15-30 1 dan 15
menit
2. Regimen Stanford V
Doxorubicin 25 mg/m2 IV 3-5 menit 1 dan 15 Setiap 4 3 siklus
Vinblastine 6 mg/m2 IV 1-2 menit 1 dan 15 mgg
Mechlorethamine 6 mg/m2 IV 1-2 menit 1
Vincristine 1,4 mg/m2 IV 1-2 menit 8 dan 22
Bleomycin 5 unit/m2 IV 10 menit 8 dan 22
Etoposide 60 mg/m2 IV 1 jam 15 dan 16
Prednisone 40 mg/m2 Oral 1x/hari 1,3,5 sdt 14 X
minum
/siklus
3 Regimen BEACOPP
Doxorubicin 25mg/m2 IV 3-5 menit 1 Setiap 3 6 siklus
Cyclophosphamide 650 mg/m2 IV 10-30 1 mgg
menit
Etoposide 100 mg/m2 IV 1 jam 1-3
Procarbazine 100 mg/m2 oral 1-7
Prednisone 40 mg/m2 oral 1-14
Bleomycin 10 units/m2 IV 10 menit 8
Vincristine 1,4 mg/m2 IV 1-3 menit 8
4. Regimen Bentuximab vedotin +AVD
Bentuximab vedotin 1,2 mg/Kg BB IV 30 menit 1dan 15 Setiap 6 siklus
Doxorubicin 25 mg/m2 IV 3-5 menit 1 dan 15 28 hari
Bleomycin 10 unit/m2 IV 10 menit 1 dan 15
Vinblastine 6 mg/m2 IV 1-2 menit 1 dan 15
Dacarbazine 375 mg/m2 IV 15-30 1 dan 15
menit
5 Regimen DHAP
165
No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari ke Waktu Jumlah
Dexamethason 40 mg/m2 IV 15-30 1-4 Setiap
menit 14 hari
Cytarabine 2000 mg/m2 IV 3jam 2
Setiap 12
jam (2
kali/hari)
Cisplatin 100 mg/m2 IV 24 jam 1
6. Regimen ICE
Etoposide 100mg/m2 IV 60 menit 1-3 Setiap
Carboplatin AUC 5 IV 15-30 2 14 hari
menit
Ifosfamide + mesna 5000mg/m2 IV 24 jam 2
5000mg/m2
7. Regimen IGEV
Ifosfamide + mesna 2000 mg/m2 IV 2 jam 1-4 Setiap
2600 mg/m2 21 hari
Gemcitabine 800 mg/m2 IV 30 menit 1 dan 4
Vinorelbine 20 mg/m2 IV 6-10 menit 1
Prednisone 100 mg/m2 IV 10-30 1-4
Oral menit
8. Regimen GVD
Vinorelbine 20mg/m2 IV 6-10 menit 1 dan 8 Setiap 6 siklus
Gemcitabine 1000 mg/m2 IV 30 menit 1 dan 8 21 hari
Doxorubicin 15 mg/m2 IV 60 menit 1 dan 8

2. Lymphoma non hogkin8,21


No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari ke Waktu Jumlah
1. Regimen CHOP R*
Cycphosphamide 750 mg/m2 IV 10-30 menit 1 Setiap
Doxorubicin 50 mg/m2 IV 3-5 menit 1 21 hari
Vincristine 1,4 mg/m2 IV 1-2 menit 1
Prednisone 40 mg/m2 oral 1-5
Rituximab 375 mg/m2 IV 30-60 menit 1
(bertahap)
2. Regimen CVP R*
Cyclophosphamide 1000 mg/m2 IV 15-60 menit 1 Setiap 3 4 siklus+ 2
Vincristine 1,4 mg/m2 IV 1-2 menit 1 mgg siklus (after
Prednisone 40 mg/m2 oral 1-5 complete
Rituximab 375 mg/m2 IV 30-60 menit 1 response)
(bertahap)
3. Regimen CHOEP R*
Etoposide 50 mg/m2 IV 24 jam 1-4 Setiap
Doxorubicine 10 mg/m2 IV 24 jam 1-4 21 hari
Vincristine 0,4 mg/m2 IV 24 jam 1-4
Cyclophosphamide 750 mg/m2 IV 15-30 menit 5
Prednisone 60 mg/m2 oral 1-5
Rituximab 375 mg/m2 IV 30-60 menit 1
(bertahap)
4. Regimen ICE R*
Etoposide 100mg/m2 IV 60 menit 1-3 Setiap
Carboplatin AUC 5 IV 15-30 menit 2 21 hari
Ifosfamide + mesna 5000mg/m2 IV 24 jam 2
5000mg/m2
Rituximab 375 mg/m2 IV 30-60 menit 1
(bertahap)
*NB Rituximab diberikan bila hasil CD 20 positif.

166
H. Sistemik terapi pada metastasis tulang22
No. Nama Obat Dosis Pemberian Siklus Penyesuaian
waktu Dosis

Cara Lama Fungsi ginjal Dosis

1. Zoledronic 4 mg IV 15 menit 3-4 CrCl : 50-60 ml/min 3,5 mg


Acid minggu CrCl: 40-50 ml/min 3,3 mg
CrCl: 30-39 ml/min 3 mg

2. Pamidronate 90 mg IV 1-4 jam 3-4


disodium minggu
3. Clodronate 1500 mg IV 4 jam CrCl : 50-80 ml/min 25%
disodium CrCl: 12-50 ml/min 25-50%
CrCl: < 12 ml/min 50%

4. Alendronate 5-15 mg IV 2 jam


sodium
5. Risedronate 5 mg oral Setiap
sodium hari
6. Ibandronate 2,5- 3 mg oral Setiap
sodium hari
7. Etidronate 7,5 IV 2jam
sodium mg/kgBB
8. Rank ligand 120 mg sc 4 minggu
inhibitor
denosurmab

167
Lampiran 1
1. Penilaian Kondisi pasien berdasarkan Skor ECHO/WHO dan Karnofsky
Score ECOG/WHO
0 Asimptomatik
(Dapat melakukan aktivitas sepenuhnya)
1 Simptomatik
(Terbatas dalam aktivitas, tetapi dapat melakukan pekerjaan ringan)
2 Simptomatik
(Dapat melakukan aktivitas untuk kebuthan pribadi)
3 Simptomatik
(Membutuhkan bantuan untuk melakukan aktivitas pribadi)
4 Tidak dapat melakukan aktivitas
(Hanya di tempat tidur)
5 Meninggal

Score (%) KARNOFSKY


100 Normal tidak ada keluhan
90 Mampu melaksanakan aktivitas normal
80 Melakukan aktivitas normal dengan bantuan
70 Dapat memenuhi kebutuhan pribadi
60 Memerlukan bantuan untuk memenuhi kebutuhan pribadi
50 Memerlukan asisten dan perawat medis
40 Membutuhkan perawatan khusus
30 Sangat tidak mampu
20 Memerlukan terapi suportif
10 Fatal, sangat progresif
0 Meninggal

2. Obat Antiemetik
A. Regimen antiemetik untuk profilaksis
Potensi Emetik Regimen Antiemetik Regimen Antiemetik Catatan dan Komentar
Mual muntah akut Mual muntah awitan
(24 jam pertama, hari lambat
1) (>24 jam pertama,
hari 2-5)
Frekuensi muntah tinggi, 5-HT3 antagonis + Aprepitant + Agen yang berhubungan dengan
>90% kortikosteroid + kortikostreoid CINV awitan lambat termasuk
aprepitan (semua cisplatin, carboplatin,
diberikan single dose 30- cyclophosphamide,
60 menit sebelum anthracycline (doxorubicin,
kemoterapi) epirubicin), dan kombinasi obat
yang mencakup salah satu agen
tersebut.

Kortikostreroid tidak disarankan


diberikan dengan regimen yang
mengandung aldesleukin (IL-2)
Frekuensi muntah 5-HT3 antagonis + Apepitant (digunakan Aprepitan diberikan kepada
sedang, 30-90% kortikosteroid ± untuk profilaksis akut) pasien yang diterapi dengan
aprepitan (semua Atau kombinasi cyclophosphamide
diberikan single dose 30- Kortikostreoid dan anthracycline (seperti
60 menit sebelum Atau 5-HT3antagonist doxorubicin atau epirubicin).
kemoterapi Aprepitan dapat
dipertimbangkan untuk
diberikan bersama regimen

168
emetogenik derajat sedang
lainnya, khususnya untuk pasien
dengan keluhan mual refrakter.
Frekuensi muntah Kortikosteroid (single Tidak perlu Antagonis dopaminergik
rendah, 10 – 30% dose, 30 menit sebelum termasuk prochlorperazine,
kemoterapi), atau chlorpromazine, haloperidol,
thiethylperazine,
Dopaminergik antagonis metoclopramide, perphenazine,
(single dose, 30 menit dan promethazine
sebelum kemoterapi)
Catatan: antimietik
profilaksis seringkali
tidak diperlukan
Frekuensi muntah Antimietik profilaksis Tidak perlu Lihat atas
minimal, <10% mungkin tidak
diperlukan

B. Dosis Obat Antiemetik


Klasifikasi Farmakologi Agen/Nama Generik (Nama Profil Efek Samping
Dagang)
Antagonis 5-HT3 reseptor Dolasetron (Anzemet) Sakit kepala,
Granisetron (Kytil, Sancuso) Konstipasi
Ondannsetron (Zofran) Sakit kepala ringan atau pusing
Palonosetron (Aloxi) Peningkatan enzim liver sementara
perubahan interval pada ECG:
pemanjangan PR, QTc dan JT dan
pelebaran QRS (khususnya dolasetron)
Kortikosteroid Dexamethasone Hiperglikemia
Methylpredisolone Perubahan suasana hati
Peningkatan nafsu makan
Diare
Iritasi perineal pada pemberian cepat
dexamethasone secara IV
Retensi cairan
NK, antagonis reseptor Aprepitant (Emend) Pada uji klinis, efek samping serupa
Fosaprepitant (Emend) pada pasien yang diberikan dan tidak
diberikan aprepitant,
Antagonis dopaminergik: Chlorpromazine Efek samping ekstrapiramidal
Phenothiazines Perphenazine Sedasi
Prochlorperazine Efek antikolinergik
Promethazine Thiethylperazine Hipotensi dengan pemberian cepat
secara IV, hipersensitivitas
Hepatotoksisitas
Ikterik
Leukopenia dan agranulositosis
Disfungsi hormon
Sindrom neuroleptik maligna
Efek kardiovaskuler
Antagonis dopaminergik: Droperidol () Efek samping ekstrapiramidal
Butyrophenones Haloperidol (Haldol, produk Sedasi
generik) Agitasi
Pusing
Demam
Halusinasi
Hipotensi atau hipertensi
Pemanjangan interval EKG
(pemanjangan QT)
Aritmia (mis. Torsades de pointes)
Substitusi Benzamid Metoclopramide (Reglan) Sedasi

169
Trimethobenzamide (Tigan) Diare
Efek samping ekstrapiramidal
Sindrom neuroleptik maligna
Hipotensi
Aritmia
Benzodiazepines Lorazepam (Ativan) Sedasi
Alprazolam (Xanax) Letargi
Kelemahan
Gangguan koordinasi
Cannabinoids (Kanabinoid) Dronabinol (Marinol) Perubahan suasana hati
Nabilone (Cesamet) Memory loss
Euforia
Disforia
Halusinasi
Sedasi
Paranoid
Ataksia
Gangguan oordinasi motorik
Penglihatan kabur
Rasa lapar
Efek kardiovaskuler
Pingsan
Antipsikotik atipikal Olanzapine (Zyprexa) Sedasi
(Atypical Antipsychotics) Mirtazapine (Remeron) Efek samping ekstrapiramidal
Sindrom neuroleptik maligna

Kenaikan berat badan, hiperglikemia,


dan sindrom metabolik lainnya dapat
terjadi pada penggunaan dosis tinggi
dan jangka pajang
Antihistamin Diphenhydramine (Benadryl, Sedasi
produk generik) Mulut kering
Hydroxyzine (Atarax, produk Konstipasi
generik) Penglihatan kabur
Meclizine (Antivert, produk
generik)
Antikolinergik Scopolamine (Transderm Scop) Mulut kering
Somnolen
Sedasi
Konstipasi
Efek samping ekstrapiramidal: akatisia, dyskinesia, Parkinson, dystonia akut (krisis okulogirik, tortikolis)
Sinrom neuroleptik maligna: hipertermia, disfungsi ekstrapiramidal berat (hipertonisitas otot berat, gangguan status
mental dan/atau tingkat kesadaran, dan ketidakstabilan fungsi otonom)
Efek samping phenothiazine: hipotensi, sinkop, hipertensi, bradikardi, berbagai gangguan gambaran EKG
(reversible Q, abnormalitas gelombang T, ada kasus kematian mendadak dilaporkan kemungkinan akibat aritmia
ventrikular)

Parameter farmakokinetik Antagonis Reseptor 5-HT3


Parameter Ondansetron Granisetron Dolasetron* Palonosetron
(0.15 mg/kg IV) (40 mcg/kg IV) (1.8 mcg/kg IV) (10 mcg/kg IV)
Waktu paruh (jam) 4.0 8,95 7,5 40
Ikatan protein 70-76% 65% 69-77% 62%
Oral bioavailability 56% 60% 75% NR
Metabolisme Hepatik Hepatik Hepatik Hepatik
Enzim CYP CYP34A4 CYP34A4 CYP2D6 (major) CYP2D6
(major) CYP34A4 (major) (major)
CYP2D6, CYP34A4, 1A2
CYPIA2

170
Eksresi urin (senyawa induk) 5% 12% 67% 40%
Penurunan clearance pada Ya Ya Tidak Tidak
lansia
Penyesuaian dosis pada lansia Tidak Tidak Tidak Tidak
Penurunan clearance Ya Ya Tidak (IV), Ya Tidak
gangguan fungsi hati (oral)
Penyesuaian dosis pada Ya (pada Tidak Tidak Tidak
gangguan fungsi hati kondisi yang
parah)
Penurunan clearance pada Ya Tidak Ya Ya
disfungsi ginjal
Penyesuaian dosis pada Tidak Tidak Tidak Tidak
disfungsi ginjal
Dolasetron dengan cepat dikonversi menjadi hidrodolasetron metabolit aktif. Semua parameter yang dilaporkan
mengacu pada hidrodolasetron

C. Klasifikasi obat antiemetik


Obat Profilaksis akut CINV (Hari 1) Profilaksis Dosis
Oral Intravena (IV) Lainnya CINV
awitan
lambat
(Hari 2-5)
5-HT3 Anatgonis Reseptor
Dolasetron 100 mg PO Tidak 100 mg PO Injeksi
mesylate (Anzemet) direkomendasikan untuk hari Tablet 50mg, 100
ke 2-4 mg
Granisetron HCl 2 mg PO 1 mg atau 0,001 1 mg PO Injeksi
(Kitril) mg/kg IV dua kali Tablet 1mg
sehari
dalam 2-4
hari
Granisetron HCl - - Tempelkan Sistem
(Sancuso) patch pada transdermal: patch
lengan atas 52-cm2
selama 24-48 3.1 mg/24 jam
jam, sebelum
kemoterapi.
Pacth dilepas
minimal 24
jamhingga 7
hari setelah
selesai
mendapatkan
terapi
emetogenik
Ondansetron HCl 16 – 24 mg 8 mg atau 0,15 - 8 mg PO Injeksi
(Zofran) PO mg/kg IV dua kali Tablet 4mg, 8mg,
sehari 24mg
untuk 2-4 oral solution:
hari 4mg/5mL
(Oral
disintegrating
table) Tablet oral:
4 mg, 8 mg
Ondansetron 8 mg PO, 30 - - 8 mg PO Oral soluble film :
(Zuplenz) menit setiap 12 4 mg, 8 mg
sebelum jam untuk
terapi 1-2 hari
emetogenik,
171
8 mg PO 8
jam setelah
terapi
emetogenik
Palonosetron HCl 0,5 mg PO, 0,25 mg IV - Injeksi
(Aloxi) 60 menit Kapsul oral 0,5 mg
sebelum
terapi
emetogenik
Catatan
- Karena waktu paruhnya yang panjang, palonosetron biasanya diberikan sebagai dosis tunggal sebelum
kemoterapi emetogenic moderate hingga tinggi, tergambar dari efikasi CINV yang terganggu
- Ketika digunakan sebagai profilaksis dalam rejimen kemoterapi beberapa hari, pemberian palonostron
dapat menjadi alternative (mis. Hari 1,3, dan 5, selama rejimen kemoterapi cisplatin 20mg/m2 diberikan
setiap hari selama 5 hari berturut-turut.
Kortikosteroid
Dexamethasone 8–20 mg PO 8–20 mg IV 4 mg 2 kali Injeksi
phosphate sehari atau Tablet: berbagai
(Decadron) 8 mg sediaan
1-2 kali
sehari
untuk 2–4
hari
Methylprednisolone - 40–125 mg IV - Injeksi
sodium succinate
(Solu-Medrol)
Catatan
- Untuk kemoterapi yang sangat emetogenik, dosis deksametason 20 mg telah terbukti lebih manjur
dibandingkan dosis yang lebih rendah. Kemoterapi emetogenic moderat, dosis lebih dari 8 mg belum
terbukti lebih unggul dibandingkan dosis 8 mg.
- Ketika dikombinasikan dengan aprepitant, dosis deksametason IV harus dikurangi 25% dan dosis PO
deksametason dikurangi hingga 50%. Dosis deksametason 12 mg profilaksis akut dalam kombinasi
dengan aprepitant adalah satu-satunya dosis deksametason yang dievaluasi dalam uji klinis.
Reseptor Anatagonis NK1
Aprepitant 125 mg PO - 80 mg PO/ Kapsul: 80 mg,
(Emend) hari 125 mg
selama 2
hari
Fosaprepitant - 115 mg IV Tidak Injeksi
(Emend) atau dievaluasi
150 mg IV
Catatan:
- Aprepitan yang telah dievaluasi hanya dalam rejimen kemoterapi satu hari, oleh karena itu
direkomendasikan untuk diberikan selama 3 hari, dengan dosis awal 125 mg pada hari kemoterapi,
ditambah 80 mg/hari pada hari ke 2 dan 3 setelah pengobatan emetogenik. Jika digunakan rejimen
kemoterapi dalam beberapa hari, pemberian aprepitant dengandurasi yang lebih lama diindikasikan
(80mg/hari). Namun keamanannya untuk durasi lebih dari 5 hari belum dapat diteliti.
- Fosaprepitan telah dievaluasi dalam 2 bentuk dosis. Dapat digunakan untuk 3 hari dalam regimen
dengan fosaprepitant 115 mg IV pada hari 1 diikuti oleh 80 mg/hari secara oral pada hari ke 2 dan 3
setelah kemoterapi. Studi lain tentang dosis tunggal dengan fosaprepitan 150 mg sehari sebelum
kemoterapi tanpa dosis tambahan selama pengobatan emetogenic yang sama. Rejimen dosis tunggal
fosaprepitan terbukti tidak kalah dengan rejimen 3-dosis aprepitan pada uji klinis yang dilakukan pada
pasien yang mendapatkan cisplatin.

Obat Antiemetik untuk Kemoterapi


Agen Bentuk dosis Dosis dewasa, cara pemberian jadwal
Antagonis Dopaminergik: Phenothiazines
Chlorpromazine (Thorazine, Oral solution 25 – 50 mg PO setiap 4-6 jam
others) Tablet 25 – 50 mg PO setiap 4-6 jam

172
Injeksi 25 – 50 mg IV PB/IM setiap 4-6 jam
Perphenazine (Trilafon) Tablet 2-4 mg PO setiap 8 jam
Prochlorperazine (Compazine, Tablet 5-20 mg PO setiap 4-6 jam
lainnya) Kapsul lepas lambat 15 mg PO setiap 8-12 jam atau 30 mg PO
setiap 12 jam
Supositoria 25 mg PR setiap 4-6 jam
Injeksi 5-20 mg IVPB/IM setiap 4-6 jam
Promethazine (Phenergan) Tablet 12,5 – 25 mg PO setiap 4-6 jam
Supositoria 12,5 – 25 mg PR setiap 4-6 jam
Injeksi 12,5 – 25 mg IV setiap 4-6 jam
Thiethylperazine (Torecan) Tablet 10-20 PO setiap 4-6 jam
Antagonis Dopaminergik: Butyrophenones
Haloperidol (Haldol,lainnya) Tablet 1-4 mg PO setiap 6 jam
Injeksi 1-4 mg IVPB/IM setiap 6 jam
Benzamide substitusi
Metoclopramide (Reglan, lainnya) Tablet 20-40 mg (0,5 mg/kg) PO setiap 6 jam
Injeksi 20-40 mg (0,5 mg/kg) IV setiap 6 jam
Kortikosteroid
Deksametason Tablet/oral solution 4-10 mg PO setiap 6-12 jam
Injeksi 4-10 mg IV setiap 6-12 jam
Metilpredisolon Injeksi 20-125 mg IV/IM setiap 6 jam
Benzodiazepamin
Alprazolam (Xanax) Tablet 0,125-0,5 mg PO setiap 8 jam
Lorazepam (Ativan) Tablet 0,5-1 mg IV setiap 6-12 jam
Injeksi 0,5-1 mg IV setiap 6-12 jam
Kanabinoid
Dronabinol (Marinol) Kapsul 2,5 – 10 mg PO setiap 6 jam
Nabilone (Cesamet) Kapsul 1-2 mg PO setiap 8-12 jam

D. Klasifikasi berdasrarkan risiko mual dan muntah dari obat kemoterapi


Potensi Emetik Obat Kemoterapi
2
Frekuensi tinggi, >90% Carmustin (>250 mg/m )
Cisplatin (≥50 mg/m2)
Cyclophosphamide (>1500 mg/m2)
Decarbazine
Lomustin (>60 mg/m2)
Mechlorethamine
Streptozocin
Frekuensi sedang, 30-90% Aldesleukin (IL-2) (>12-15 juta IU/m2) Doxorubicin
Altretamine Epirubicin
Arsenic trioxide Idarubicin
Azacitidine Interferon alfa (≥10 juta IU/m2)
Bendamustine Ifosfamide
Busulfat (IV, oral>4 mg/kg per hari) Irinotecan
Carboplatin Melphalan
Carmustine (≤250 mg/m2) Methotrezate
Cisplatin (<50 mg/m2) Oxaliplatin
Clofarabine Pentostatin
Cyclophosphamide (<1500 mg/m2) Procarbazine
Cytarabine (>1000 mg/m2) Rodidepsin
Dactinomycin Temozolamide
Daunorubicin
Frekuensi rendah, 10 – Aldesleukin (IL-2) (<12 juta IU/m2) Lapatinib
30% Bortezomib Lenalidomide
Cabazitaxel Methotrexate (>50 mg/m2 -
Capecitabine <250 mg/m2)
Cetuximab Mitomycin
Cytarabine (<1000 mg/m2) Mitoxantrone
173
Potensi Emetik Obat Kemoterapi
Daunorubicin, Liposomal Nelarabine
Decitabine Paclitaxel
Denileukin diftitox Paclitaxel, albumin-bound
Docetaxel suspension
Doxorubicin, Liposomal Panitumumab
Eribulin Pazopanib
Etoposide Pemetrexed
Everolimus Pralatrexate
Fluorouracil Sunitinib
Gemcitabine Temsirolimus
Imatinib Teniposide
2
Interferon alfa (>5 sampai <10 juta IU/m ) Thalidomide
Ixabepilone Thiterpa
Topotecan
Frekuensi minimal, <10% Alemtuzumab Melphalan (oral)
Asparaginase Mercaptopurine
Bevacizumab Methotrexate
Bleomycin Nilotinib
Busulfan (oral, <4 mg/kh per hari) Ofatumumab
Chlorambucil Pegaspargase
Cladribine Rituximab
Dasatinib Sorafenib
Erlotinib Thioguanine (oral)
Fludarabine Trastuzumab
Gefitinib Vinblastine
Hydroxyurea Vincristine
Interferon alfa (≤ 5 juta IU/m2) Vinorelbine
Ipilimumab

3. Evaluasi respon kemoterapi


a. Evaluasi respon kemoterapi pada kanker payudara, kanker kepala leher, sarkoma
jaringan lunak22

WHO RECIST 1.0


(perubahan dari total produk) (perubahan dari total diameter
terpanjang)

Respon komplit (complete Hilangnya lesi tumor yang Hilangnya lesi tumor yang
response/CR) diukur pada observasi kedua diukur pada observasi kedua
yang dilakukan dengan interval yang dilakukan dengan interval
tidak kurang dari 4 minggu dari tidak kurang dari 4 minggu dari
observasi pertama observasi pertama
Respon parsial (partial Berkurangnya ukuran tumor Berkurangnya ukuran tumor
response/PR) sebesar 50% atau lebih yang sebesar 30% atau lebih yang
diukur pada observasi kedua diukur pada observasi kedua
yang dilakukan dengan interval yang dilakukan dengan interval
tidak kurang dari 4 minggu dari tidak kurang dari 4 minggu dari
observasi pertama observasi pertama

Respon progresif (progressive Bertambahnya ukuran tumor Bertambahnya ukuran tumor


disease/PD) sebesar 25% atau lebih atau sebesar 20% atau lebih atau
timbulnya lesi baru. timbulnya lesi baru.

Stabil (stable disease/SD) Bukan PD atau PR Bukan PD atau PR

174
b. Evaluasi respon kemoterapi pada limfoma non-Hodgkin’s19
Respon Lokasi PET-CT (Respon CT (Respon Radiologi)
metabolik)
Respon komplit Nodul limfatik dan Skor 1,2,3 Nodul/masa nodul harus sampai
ekstralimfatik dengan/tanpa masa ≤1,5 cm diameter transverse
residual dari skala 5 (5- terpanjang dari lesi (LDi)
PS) Tidak ada penyakit ekstralimfatik
Lesi yang tidak terukur Tidak dapat diterapkan Absen
Perbesaran organ Tidak dapat diterapkan Kembali normal
Lesi baru Tidak ada Tidak ada
Sumsum tulang Tidak ada bukti FGD- Morfologi normal, jika tidak pasti,
avid pada sumsum IHK negative
tulang
Respon parsial Nodul limfatik dan Skor 4 atau 5 dengan Kriteria:
ekstralimfatik penurunan ≥50% penurunan SPD pada 6
dibandingkan baseline. node target yang dapat diukur dan
Tidak ada lesi baru situs ekstranodal
yang progresif. Ketika lesi terlalu kecil untuk
Pada interim these diukur dengan CT, tetapkan
finding suggest 5x5mm sebagai nilai standar
responding diseases. Ketika tidak lagi terlihat, 0x0 mm
Pada akhir terapi, Untuk node >5mm x 5 mm, tetapi
temuan ini lebih kecil dari normal, gunakan
mengindikasikan pengukuran aktual
penyakit residual.
Lesi yang tidak terukur Tidak dapat diterapkan Tidak ada/normal, kembali
normal, tetapi tidak meningkat
Perbesaran organ Tidak dapat diterapkan Limfa mengalami penurunan
sebesar >50%
Lesi baru Tidak ada Tidak ada
Sumsum tulang Penyerapan residu lebih Tidak dapat diterapkan
tinggi daripada
penyerapan dalam
sumsum normal tetapi
berkurang
dibandingkan dengan
baseline (serapan difus
kompatibel dengan
perubahan reaktif dari
kemoterapi diizinkan).
Jika ada perubahan
fokus persisten di
sumsum dalam konteks
respons nodal,
pertimbangan harus
diberikan untuk
evaluasi lebih lanjut
dengan MRI atau
biopsy atau pemindai
interval.
Tidak ada Node target/ massa Skor 4 atau 5 tanpa <50% penurunan SPD pada 6
respon atau nodul, lesi ekstranodul perubahan signifikan node target yang dapat diukur dan
penyakit stabil dalam penyerapan FDG situs ekstranodal
pada awal atau akhir Tidak ada kriteria untuk penyakit
pengobatan progresi yang terpenuhi

Lesi yang tidak terukur Tidak dapat diterapkan Tidak ada peningkatan yang
konsisten dari progresi

175
Respon Lokasi PET-CT (Respon CT (Respon Radiologi)
metabolik)
Perbesaran organ Tidak dapat diterapkan Tidak ada peningkatan yang
konsisten dari progresi
Lesi baru Tidak ada Tidak ada
Sumsum tulang Tidak ada berubahan Tidak dapat diterapkan
dari baseline
Penyakit Target nodul Skor 4 atau 5 dengan Setidaknya memerlukan hal-hal
progresif individu/masa nodul, lesi peningkatan intensitas berikut:
ekstranodul penyerapan dari
baseline dan / atau Node/lesi individual harus
Fokus FDG-avid baru abnormal dengan LDi >1,5 cm
yang konsisten dengan dan menambah sebesar >50% dari
limfoma sementara atau PPD nadir dan
penilaian akhir perawat. Peningkatan LDi atau SDi dari
nadir 0,5 cm untuk lesi
≤2 cm dan 1,0 cm untuk lesi
>2 cm
Dalam pengaturan splenomegali,
panjang limpa harus
meningkat sebesar
>50% dari tingkat kenaikan
sebelumnya
di luar garis dasar (misalnya,
limpa 15-cm harus meningkat
menjadi 16 cm).
Jika tidak ada splenomegali
sebelumnya, harus meningkat
sebesar pada minimal 2 cm dari
baseline.
Splenomegali baru atau berulang

Lesi yang tidak terukur Tidak ada Perkembangan baru atau yang
jelas dari pra-pengukuran yang
sudah ada sebelumnya lesi
Lesi baru Fokus baru FDG-avid Pertumbuhan kembali lesi yang
yang konsisten dengan sebelumnya telah diatasi.
limfoma daripada Node baru 1,5 cm pada sumbu apa
etiologi lain (misalnya pun Situs ekstranodal baru
infeksi, 1,0 cm pada sumbu apa pun; jika
peradangan). Jika 1,0 cm sumbu apa pun,
tidak pasti mengenai kehadirannya harus tegas dan
etiologi lesi baru, biopsi harus disebabkan limfoma
atau pemindaian Penyakit yang dapat dinilai
interval dapat dengan ukuran berapa pun secara
dipertimbangkan tegas dikaitkan dengan
Limfoma
Sumsum tulang FGD-avid foci baru Keterlibatan baru atau berulang
atau rekurensi

176
VI. Daftar Pustaka

1. Devita V.T,Chu,E, principles of cancer chemotherapy In : physicians’ cancer chemotherapy drug


manual 2018, Burlington, Jones& Bartlett learning,2019: 1-4
2. Capur,MS.Tiedemann D,Harrold L.J, Chu E; Guidelines for chemotherapy and dosing
modification, In : physicians’ cancer chemotherapy drug manual 2018, Burlington, Jones&
Bartlett learning,2019: 449-450
3. Hughes TE, Prophylaxis and Treatment of Chemotherapy – Induced Nausea and Vomiting,
In:Boyaziz MM,Frame JN,Kohler DR,Fojo T, Hematology-Oncology Therapy,Second
Edition,New York, Mc Grow Hill,2014:1233-1240
4. Sukardja IDG, Onkologi Klinik edisi 2, Surabya,Airlangga University Press,2000,239-256.
5. Capur,MS.Tiedemann D,Harrold L.J, Chu E; Guidelines for chemotherapy and dosing
modification, In : physicians’ cancer chemotherapy drug manual 2018, Burlington, Jones&
Bartlett learning,2019: 453-458
6. Calvert AH, Newell DR, Gumbrell LA, et.al. Carboplatin dosage: prospective evaluation of
simple formula based on renal function. J. Clin Oncol. 1989 Nov;7(11):1748-56.
7. Giridhar KV, Kohli M, Goetz MP, Hormonal agent; In: Devita, Hillman and Rosenberg’s Cancer
principles & practice of Oncology, 11th edition,Phyladelphia, Wolster Kluwer,2019: 667-685
8. Boyaziz MM, Frame JN, Kohler DR,Fojo T, Hematology-Oncology Therapy,Second
Edition,New York, Mc Grow Hill,2014:88-190, 394-467,684-825,1097-1179,1205-1222.
9. NCCN (Clinical Practice Guidelines in Oncology) Breast Cancer version 3.2019, sept 6,2019.
10. NCCN (Clinical Practice Guidelines in Oncology) Head and Neck cancers version 3.2019, sept
6,2019.
11. Legha A, Chrait N, Ayadi M, Krimi S,et all, Systemic therapy in the management of metastatic
or advanced salivary gland cancers, Head neck oncol,2012;4:19
12. NCCN (Clinical Practice Guidelines in Oncology) Thyroid carsinoma version 3.2019, sept
6,2019
13. NCCN (Clinical Practice Guidelines in Oncology) Basal Cell skin Cancer version 3.2019, sept
6,2019
14. NCCN (Clinical Practice Guidelines in Oncology) Squamous Cell Skin Cancer version 3.2019,
sept 6,2019
15. DeConti, R.C.(2012) Chemotherapy Of Squamous Cell Carcinoma Of The Skin, semin Oncol
39(2):145-149
16. Khansur, T & Kennedy, A(1991),Cisplatin and % flurouracil for advanced locoregional and
metastatic cell carcinoma of skin cancer,67(8) 2032-2036
17. NCCN (Clinical Practice Guidelines in Oncology) Cutaneous Melanoma version 3.2019, sept
6,2019
177
18. Hegde U.P, Agarwala S.S. Skin Cancers and Melanoma, In:The Bethesda Handbook of clinical
Oncology,Fifth edition , phyladelphia, Wolters Kluwer,2019;299
19. NCCN (Clinical Practice Guidelines in Oncology) soft tissue sarcoma version 3.2019, sept
6,2019
20. NCCN (Clinical Practice Guidelines in Oncology) Hogkin Lymphoma version 3.2019, sept
6,2019
21. NCCN (Clinical Practice Guidelines in Oncology) B-Cell Lymphomas version 3.2019, sept
6,2019
22. Shalabi RA, Frame JN. Indications for Bone-Modifying Agents in Hematology-Oncology In :
Boyaziz MM,Frame JN,Kohler DR,Fojo T, Hematology-Oncology Therapy,Second
Edition,New York, Mc Grow Hill,2014:1454-1474.
23. Bates S, Fojo T, Assessment of Clinical response In: Devita, Hillman and Rosenberg’s Cancer
principles & practice of Oncology, 11th edition, Phyladelphia, Wolster Kluwer,2019: 928-931.

178

Anda mungkin juga menyukai