PENATALAKSANAAN KANKER
PERABOI 2020
Editor
i
KATA PENGANTAR
Seiring dengan perkembangan Ilmu Kedokteran khususnya dalam bidang prinsip dasar
onkologi, diagnostik, staging dan terapi kanker pada solid organ, dirasa perlu dibuat
revisi Protokolol Peraboi yang ada.
Revisi Protokol ini pada prinsipnya adalah update dari Protokol PERABOI 2003 sehingga
pola umum penulisan tetap dipertahankan. Namun untuk isi banyak berubah karena
disesuaikan dengan perkembangan bedah onkologi Indonesia selama 17 tahun.
Disamping itu juga disesuaikan dengan perkembangan pedoman dan protokol diagnostik
dan terapi tumor solid organ dari luar negeri (NCCN, ESMO, ESSO, St Gallen
Consensus, dan lain lain). Prinsip Dasar Onkologis merupakan pedoman utama dalam
penyusunan Revisi Protokol ini.
Hasil dari Revisi Protokol Peraboi 2003 ini selanjutnya dijadikan Panduan
penatalaksanan kanker-kanker dalam ruang lingkup bedah onkologi sehingga nama buku
adalah PANDUAN PENATALAKSANAAN KANKER PERABOI 2020, sebagai
pengganti Protokol PERABOI.
Kami menyadari bahwa PANDUAN PENATALAKSANAAN KANKER PERABOI
2020 ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak kelemahan yang perlu diperbaiki.
Untuk itu kami membutuhkan masukan yang membangun untuk perbaikan Panduan ini,
seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran, khususnya dalam bidang
bedah onkologi.
Demikian, Semoga panduan ini bermanfaat untuk kita semua.
Tim Penyusun.
ii
TIM PENYUSUN
iii
KATA SAMBUTAN KEMENKES
iv
KATA SAMBUTAN KETUA PERABOI
v
KATA SAMBUTAN KETUA KOLEGIUM PERABOI
vi
KATA SAMBUTAN KETUA IDI
vii
KATA SAMBUTAN KETUA KKI
viii
DAFTAR ISI
Kata Sambutan .................................................................................................................................. ii
Daftar Isi ........................................................................................................................................... iii
Daftar Singkatan ............................................................................................................................... iv
Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara ..................................................................................... 1
Panduan Penatalaksanaan Nodul dan Kanker Tiroid ........................................................................ 34
Panduan Penatalaksanaan Kanker Kelenjar Liur .............................................................................. 59
Panduan Penatalaksanaan Kanker Rongga Mulut ............................................................................ 76
Panduan Penatalaksanaan Kanker Kulit ........................................................................................... 94
Kanker Kulit Melanoma ............................................................................................................... 93
Kanker Kulit Non-Melanoma....................................................................................................... 109
Panduan Penatalaksanaan Sarkoma Jaringan Lunak ........................................................................ 126
Panduan Penatalaksanaan Sistemik Terapi ....................................................................................... 141
ix
DAFTAR SINGKATAN
x
PANDUAN PENATALAKSANAAN KANKER PAYUDARA
I. Pendahuluan
A. Definisi
Kanker payudara merupakan keganasan pada jaringan payudara yang dapat berasal dari epitel duktus
maupun lobulusnya1
B. Epidemiologi
Payudara merupakan kanker dengan jumlah tertinggi pada perempuan di dunia dan terdapat
kecenderungan dari tahun ke tahun insidennya meningkat. Berdasarkan estimasi International
Agency for Research on Cancer (IARC) tahun 2012, kasus baru (insiden) kanker payudara adalah
sebesar 43,1 per 100.000 perempuan, dengan angka kematian sebesar 12,9 per 100.000 perempuan.
Angka ini lebih tinggi dari estimasi tahun 2008, yaitu insiden sebesar 39 per 100.000 perempuan dan
angka kematian sebesar 13 per 100.000 perempuan.2,3
Di Indonesia, kanker payudara merupakan jenis kanker terbanyak, baik pada perempuan saja
maupun pada seluruh populasi (laki-laki dan perempuan), dengan estimasi insiden 40.3 per 100.000
perempuan atau 48.998 kasus baru per tahun. Angka ini merupakan 30,5% dari seluruh jenis kanker
pada perempuan atau 16,4 dari seluruh jenis kanker pada laki-laki dan perempuan. Angka insiden
ini meningkat dari estimasi tahun 2008, yaitu sebesar 36 per 100.000 perempuan, sementara angka
kematian sebesar 16,6 per 100.000 perempuan atau sebanyak 19.750 orang.2-4
HER 2, Ki67 HER 2 (-) HER 2 (+) atau HER 2 (+) HER 2 (-)
Ki 67 < 20% HER 2 (-)
Ki 67 > 20%
2
Tabel 3. Klasifikasi staging tumor primer (klinis dan patologi)
Tumor primer
T Kriteria T Ilustrasi
TX Tumor primer tidak dapat
dinilai.
T0 Tidak ada bukti keberadaan
tumor primer.
Tis Karsinoma duktal in situ.
(DCIS)
Tis Penyakit Paget pada puting
(Paget) payudara yang tidak disertai
karsinoma invasif dan/atau
karsinoma in situ (DCIS)
pada payudara di bawahnya.
Karsinoma payudara yang
disertai penyakit Paget
dikategorikan berdasarkan
ukuran dan karakteristik
kanker payudara tersebut
dengan tetap mencatat
adanya penyakit Paget
T1 Diameter terbesar tumor ≤20 (lihat gambar pada T1a, T1b, dan T1c).
mm
3
T2 Diameter terbesar tumor >20
mm, tetapi ≤50 mm
4
T4d Mastitis karsinomatosa.
Keterangan:
Karsinoma lobuler in situ (LCIS) merupakan entitas jinak sehingga sudah dikeluarkan dari staging
TNM AJCC Cancer Staging Manual Edisi ke-8
ATAU
5
cN2a Metastasis pada KGB aksila
ipsilateral level I dan II yang
terfiksasi satu sama lain (matted)
atau ke struktur lain.
ATAU
6
cN3b Metastasis pada KGB (jumlah ≥1)
mammaria interna dan KGB (jumlah
≥1) aksila ipsilateral.
Keterangan:
- Imbuhan akhir (sn) dan (f) harus ditambahkan pada kategori N untuk menandai metode
konfirmasi metastasis. Imbuhan akhir (sn) untuk metastasis yang dikonfirmasi dengan biopsi
KGB sentinel, sementara imbuhan akhir (f) untuk BAJAH/biopsi core.
- *Kategori cNX hanya digunakan untuk kasus-kasus yang KGB regionalnya sudah pernah
diangkat melalui pembedahan atau kasus yang tidak mempunyai dokumentasi pemeriksaan fisik
aksila.
- **cN1mi jarang digunakan, tetapi bisa dipakai pada kasus-kasus yang biopsi KGB sentinelnya
dilakukan sebelum reseksi tumor. Kasus-kasus seperti ini biasanya terjadi pada terapi
neoadjuvan.
7
pN0(i+) Hanya ada ITC saja (kluster sel ganas ≤0,2
mm) pada KGB regional (jumlah ≥1).
pN1a Metastasis pada 1–3 KGB aksila (minimal Lihat gambar pada pN1mi.
1 metastasis >2,0 mm)
pN1b Metastasis pada KGB sentinel mammaria
interna ipsilateral, dengan mengabaikan
ITC.
8
pN1c Kombinasi pN1a dan pN1b.
9
pN3b pN1a atau pN2a disertai cN2b (KGB
mammaria interna yang positif berdasarkan
pencitraan);
ATAU
pN2a disertai pN1b.
Keterangan:
- Imbuhan akhir (sn) dan (f) harus ditambahkan pada kategori N untuk menandai metode
konfirmasi metastasis. Imbuhan akhir (sn) untuk metastasis yang dikonfirmasi dengan biopsi
KGB sentinel, sementara imbuhan akhir (f) untuk BAJAH/biopsi core. Konfirmasi tersebut
dilakukan tanpa reseksi KGB lebih lanjut.
- ITC = isolated tumor cells clusters; RT-PCR = reverse transcriptase polymerase chain
reaction.
cM0(i+) Tidak terdapat bukti klinis atau radiografi akan adanya metastasis jauh pada seorang pasien yang
tidak menunjukkan gejala atau tanda metastasis, tetapi pasien tersebut mempunyai sel-sel tumor
atau deposit tumor ≤0,2 mm di dalam sirkulasi darah, sumsum tulang, atau jaringan KGB non-
regionalnya yang terdeteksi secara mikroskopis atau melalui teknik molekuler.
cM1 Metastasis jauh yang terdeteksi secara klinis atau pemeriksaan radiografi.
pM1 Metastasis pada organ jauh yang terbukti melalui teknik histologis apa pun; atau jika ada pada
KGB non-regional, metastasisnya >0,2 mm.
10
Tabel 7. Kelompok staging anatomis
Kelompok Staging T N M
0 Tis, paget disease N0 M0
IA T1 N0 M0
T0 N1mi M0
IB
T1 N1mi M0
T0 N1 M0
IIA T1 N1 M0
T2 N0 M0
T2 N1 M0
IIB
T3 N0 M0
T0 N2 M0
T1 N2 M0
IIIA T2 N2 M0
T3 N1 M0
T3 N2 M0
T4 N0 M0
IIIB T4 N1 M0
T4 N2 M0
IIIC T apa pun N3 M0
IV T apa pun N apa pun M1
Keterangan:
• T1 termasuk T1mi.
• Tumor T0 dan T1 dengan mikrometastasis KGB (N1mi)
diklasifikasikan sebagai stadium IB.
• Tumor T2, T3, dan T4 dengan mikrometastasis KGB (N1mi)
diklasifikasikan menggunakan kategori N1.
• M0 termasuk M0(i+).
• Penandaan pM0 tidaklah valid; M0 apa pun sifatnya klinis.
• Klasifikasi stadium dapat berubah jika pencitraan pascaoperasi
menunjukkan adanya metastasis jauh, asalkan pencitraan tersebut
dilakukan dalam waktu 4 bulan setelah diagnosis, tanpa adanya
progresi penyakit, dan pasien juga belum menjalani terapi
neoadjuvan.
• Pengklasifikasian setelah terapi neoadjuvan ditandai dengan
imbuhan awal “yc” atau “yp” yang dituliskan pada klasifikasi T dan
N. Pengelompokan berdasarkan kelompok staging anatomis tidak
perlu dilakukan jika terjadi respons patologis komplet (pCR)
terhadap terapi neoadjuvan, misalnya, ypT0ypN0cM0.
Tabel 8. Derajat histologis kanker invasif (modifikasi Nottingham pada sistem klasifikasi derajat
Scarff-Bloom-Richardson [SBR])
G Definisi G
Gx Derajat tidak dapat dinilai
G1 Derajat histologis kombinasi rendah (favorable); skor SBR 3–5
G2 Derajat histologis kombinasi sedang (moderately favorable); skor SBR 6–
7
G3 Derajat histologis kombinasi tinggi (unfavorable); skor SBR 8–9
11
Tabel 9. Tipe histopatologis
Karsinoma in situ
• Karsinoma duktal in situ
• Penyakit Paget
Karsinoma invasif
• Not otherwise specified (NOS)
• Duktal
• Inflamatori/mastitis karsinomatosa
• Meduler, NOS
• Meduler dengan stroma limfoid
• Mucinous
• Papiler (didominasi pola mikropapiler)
• Tubular
• Lobular
• Penyakit Paget dan infiltratif
• Undifferentiated
• Sel skuamosa
• Kistik adenoid
• Sekretori
• Kribriformis
12
• Riwayat pemakaian obat hormonal
• Riwayat keluarga sehubungan dengan kanker payudara atau kanker lain, terutama keluarga
derajat pertama.
• Riwayat pernah operasi tumor payudara atau tumor ginekologik
• Riwayat radiasi dinding dada pada usia muda
2. Pemeriksaan fisik:8,9
a. Status generalisata, cantumkan performance status (Status Karnofsky, ECOG)
b. Status lokalis:
• Payudara kanan dan kiri harus diperiksa
• Massa tumor:
o lokasi
o konsistensi
o permukaan
o Mobilitas, terfiksasi atau tidak ke kulit, otot pektoralis dan dinding dada
o Bentuk dan batas tumor
o Sensibilitas nyeri
o Ukuran
• Perubahan kulit: kemerahan, peau d’orange, ulserasi, dimpling, edema, nodul satelit
• Nipple: tertarik, erosi, krusta, discharge
c. Status KGB
• KGB aksila: jumlah, ukuran, terfiksir satu sama lain atau jaringan sekitar
• KGB infra klavikula: ada atau tidak
• KGB supra klavikula: ada atau tidak
d. Pemeriksaan pada daerah yang dicurigai metastasis:
• Lokasi organ (paru, tulang, hepar, otak)
B. Pemeriksaan radiodiagnostik/ imaging10-12
1. Ultrasonografi payudara
USG payudara dapat dilakukan sebagai metoda diagnostik awal pada wanita mulai pubertas
dengan keluhan di payudara serta evaluasi KGB regional.Gambaran USG pada benjolan yang
harus dicurigai ganas diantaranya:
• Permukaan tidak rata
• Diameter vertikal > horizontal
• Echo interna heterogen
• Vaskularisasi meningkat (dengan doppler)
2. Mammografi
Mammografi dikerjakan pada wanita berusia diatas 40 tahun atau pada wanita dengan densitas
payudara tidak padat. Pada wanita yang memiliki risiko sangat tinggi, mammografi disarankan
dikerjakan 5 tahun lebih awal. Untuk standarisasi penilaian dan pelaporan hasil mamografi
digunakan BIRADS yang dikembangkan oleh American College of Radiology. Tanda primer
berupa:
• Densitas yang meninggi pada tumor
13
• Batas tumor yang tidak teratur oleh karena adanya proses infiltrasi ke jaringan sekitarnya
atau batas yang tidak jelas (comet sign)
• Gambaran translusen disekitar tumor
• Gambaran stelata
• Adanya mikrokalsifikasi (ukuran <50 um), berkelompok (cluster) dan jumlah > 5
• Ukuran klinis tumor lebih besar dari radiologis.
Tanda sekunder:
• Retraksi atau penebalan kulit
• Bertambahnya vaskularisasi
• Perubahan posisi puting
• Terdapat pembesaran KGB aksila
• Keadaan daerah tumor dan jaringan fibroglandular tidak teratur
Hasil pelaporan USG dan mamografi dilaporkan dalam Breast Imaging and Reporting Data
System (BIRADS), dari BIRADS 0-5. Tindakan biopsi mulai dikerjakan pada lesi yang termasuk
kelompok BIRADS 4 (risiko keganasan 20% - 40%) dan BIRADS 5 (risiko keganasan >95%).
BIRADS 3 dipertimbangkan untuk biopsi.
3. MRI payudara
Pemeriksaan MRI payudara bukan pemeriksan rutin untuk diagnostik, dilakukan apabila:
• Terdapat diskrepansi antara pemeriksaan klinis, USG mammae dan mammografi,
• Apabila dibutuhkan informasi infiltrasi lesi terutama ke arah posterior jaringan payudara,
termasuk dinding dada
• Pasien kanker payudara usia muda yang membutuhkan informasi adanya multisentrisitas.
• Dipertimbangkan pada lesi residif
4. Pemeriksaan penunjang untuk mencari metastasis
• Pemeriksaan radiologi rutin
o Ultrasonografi abdomen
o Foto toraks
o Bone scan (pada tumor ukuran >5 cm)
• Untuk ukuran tumor <5 cm dan KGB aksila klinis negatif (stadium klinis I-IIB),
pertimbangkan pemeriksaan tambahan jika terdapat tanda atau gejala.
o CT abdomen (dengan atau tanpa CT pelvis), dikerjakan apabila:
- Terdapat gejala gastrointestinal
- Pemeriksaan fisik abdomen atau pelvis abnormal
- Peningkatan tes fungsi hepar
o CT toraks dikerjakan apabila terdapat gejala paru
o Bone scan, diindikasikan jika terdapat:
- Nyeri tulang terlokalisir
- Peningkatan alkali fosfatase (ALP)
• Untuk ukuran tumor >5 cm dan/atau KGB aksila klinis positif (stadium klinis IIIA
(T3N1M0)), dipertimbangkan pemeriksaan:
o CT Scan toraks
o CT atau MRI abdomen ± pelvis
14
o FDG/ PET CT (opsional)
• Karena keakuratan diagnostik yang kurang, biaya tinggi, dan akses yang terbatas,
PET/CT scan tidak dianjurkan sebagai perangkat diagnostik rutin. PET/CT scan
dapat memberikan informasi tambahan mengenai stadium preoperatif ataupun
pada observasi pasca operasi kanker payudara
C. Pemeriksaan histopatologi
1. Biopsi, pemeriksaan histopatologi untuk penentuan diagnosis. Biopsi tersebut dapat berupa:
a. Biopsi core dengan panduan USG adalah adalah standar diagnostik terpilih untuk evaluasi
diagnostik massa pada payudara. Tindakan ini merupakan prosedur invasi minimal
menggunakan jarum 14G untuk mengambil sampel jaringan dengan kesesuaiannya mencapai
90% dibandingkan biopsi terbuka.14
Indikasi dari biopsi core payudara menurut kategori BI-RADS14
• BI-RADS 5 (risiko keganasan 95%)
• BI-RADS 4 (risiko keganasan 20-40%)
• BI-RADS 3 (risiko keganasan < 20%), dipertimbangkan pada:
o Faktor psikologis pasien
o Hambatan dalam short-interval follow up
o Pasien dengan faktor risiko multipel kanker payudara
o Keperluan untuk diagnostic anticipation
Tabel 10. Rekomendasi berdasarkan hasil dari biopsi core payudara14
Hasil Radiologi Hasil Histopatologi Klasifikasi Rekomendasi
Pada beberapa lesi payudara yang dari hasil biopsi core diagnosanya belum bisa ditegakkan,
dilakukan biopsi terbuka. Selain itu, diagnosis beberapa lesi payudara relatif sukar dibuat karena
kompleksitas gambaran histopatologinya. Kesulitan diagnosis ini tidak bergantung kepada jumlah
specimen cores jaringan yang diambil. Pada kondisi ini, lesi payudara tersebut harus dieksisi
secara utuh untuk membuat diagnosa histopatologi yang akurat seperti ADH, DCIS, papilloma
perifer, tumor filoides, radial scar, lesi papiler dengan atau tanpa sel atipik, dan LCIS 14
b. BAJAH dengan menggunakan jarum berukuran 19-25G untuk mendapatkan aspirat.
15
• BAJAH merupakan pemeriksaan sitologi dan tidak dapat dipakai sebagai pemeriksaan tunggal
untuk diagnosis definitif, karena sulit menentukan subtipe tumor, grading, imunohistokimia
dan akurasinya bervariasi
• Bajah digunakan sebagai diagnostik keganasan payudara sebagai bagian dari tripel diagnostik
(klinis, radiologi (USG mamma/ mammografi), dan bajah)15,16
c. Biopsi eksisi merupakan teknik biopsi invasif melalui pembedahan terbuka yang untuk
mendapatkan seluruh sampel jaringan, yang dapat dikombinasikan dengan pemeriksaan potong
beku untuk mendapatkan diagnosa histopatologi intraoperatif. Biopsi eksisi masih dapat
dilakukan
• Jika biopsi core tidak dapat dilakukan karena alasan teknis
• Terdapat ketidaksesuaian antara hasil biopsi core dengan pencitraan atau
pemeriksaan klinis
• Untuk tumor non palpable → biopsi eksisi dengan panduan wire (hook wire
localization)17
d. Biopsi insisi merupakan teknik biopsi terbuka untuk mengambil sebagian dari massa tumor yang
dapat dikombinasikan dengan pemeriksaan potong beku untuk mendapatkan diagnosa
histopatologi intraoperatif. Biopsi insisi masih dapat dilakukan jika
• Biopsi core tidak dapat dilakukan karena alasan teknis
• Tumor payudara yang tidak dapat dieksisi utuh (massa fungating dan berukuran
besar)17
2. Imunohistokimia
Pemeriksaan imunohistokimia yang dibutuhkan pada kanker payudara adalah ER, PR, HER2,
Ki67, Topoisomerase-α. Profil biomarker ini dapat digunakan untuk menentukan prognosis serta
panduan pemilihan terapi sistemik.6
D. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin dan pemeriksaan kimia darah sesuai dengan perkiraan metastasis.
Tidak ada peranan pemeriksaan tumor marker untuk diagnostik kanker payudara.11-12
V. Prosedur Terapi
Penentuan terapi utama pada kanker payudara dilakukan hanya setelah didapatkan diagnostik definitif
kanker meliputi diagnosis histopatologi, sifat biologi tumor serta stadium yang tepat. Modalitas terapi
pada kanker payudara:18
• Pembedahan
• Radiasi
• Kemoterapi
• Terapi Hormonal
• Terapi Target
• Immunoterapi
16
a. Operasi:
• Mempertahankan jaringan payudara
o BCS (Breast Conserving Surgery)
• Tidak mempertahankan jaringan payudara
o Mastektomi simpel
o Mastektomi radikal modifikasi
o Mastektomi radikal klasik
o Skin sparing mastektomi
o Nipple areola sparing mastektomi
Tindakan-tindakan operasi tersebut diatas dapat disertai dengan prosedur onko rekonstruksi
untuk mengembalikan estetika payudara, antara lain:
• Volume replacement:
o Flap glandular
o Flap perforator
- Flap Lateral Intercostal Artery Perforator (LICAP)
- Flap Anterior Intercostal Artery Perforator (AICAP)
- Flap Toracodorsal Artery Perforator (TDAP)
o TRAM flap
o Latissimus dorsi flap
o Free flap
o Implant Silikon, tissue expander
• Volume displacement:
o Mammoplasti terapeutik/mastopeksi
b. Radiasi:
Radiasi eksterna pada kanker payudara dapat memiliki tujuan sebagai terapi adjuvan maupun
paliatif.
• Radioterapi kuratif adjuvan12,18
Radioterapi pasca BCS
o Bagian dari breast conserving theraphy (BCT), diberikan radiasi seluruh jaringan
payudara (whole breast radiotherapy)
o Radioterapi seluruh payudara dapat diabaikan pada pasien kanker payudara pasca BCS
berusia > 70 tahun dengan syarat:
- Reseptor hormonal positif (HR+)
- Klinis N0
- T1 yang mendapat terapi hormonal
o Radiasi regional adalah radiasi supraklavikula dan infraklavikula diberikan apabila pada
diseksi KGB aksila yang adekuat ditemukan
- KGB aksila yang mengandung massa tumor >4
o Radiasi aksila diberikan hanya pada:
17
- KGB aksila yang positif sudah dijumpai perluasan ekstra kapsular
- Terdapat massa tumor (gross tumour volume) pada daerah aksila
o Radiasi KGB mammaria interna tidak rutin, dimasukkan ke dalam lapangan radiasi bila
terbukti positif secara radiologik dan/atau patologi
*Pada pasien pasca BCS, jika ada indikasi pemberian kemoterapi adjuvan, maka kemoterapi
diberikan sebelum radiasi
• Radioterapi pasca mastektomi (radioterapi dinding dada)
Radioterapi dinding dada pada pasca MRM diberikan pada:
o Tumor T3-4
o KGB aksila yang diangkat ≥4 yang mengandung sel tumor dari sediaan diseksi aksila
yang adekuat
o Batas sayatan positif atau dekat dengan tumor.
o KGB aksila yang diangkat 1-3 yang mengandung sel tumor dari sediaan diseksi aksila
yang adekuat dengan faktor risiko kekambuhan, antara lain derajat tinggi (diferensiasi
jelek) atau esktensi ekstrakapsul
Radioterapi dinding dada pada pasca MRM diberikan karena dapat menurunkan kekambuhan
dan kematian karena kanker payudara. Radioterapi pada KGB regional sama seperti pada
BCS.
c. Kemoterapi:12,18
• Kemoterapi pada kanker payudara dapat memiliki tujuan, antara lain:
o Adjuvan
o Neoadjuvan
o Sensitizer
o Primer/ paliatif
Kemoterapi adjuvan
Kemoterapi adjuvan diberikan terutama pada kanker payudara stadium dini yang termasuk dalam
risiko tinggi. Stratifikasi risiko berdasarkan parameter klinikopatologi dan sifat biologi kanker.
Pasien yang termasuk kedalam risiko rendah diberikan terapi hormonal. Pada risiko menengah
jika terdapat semua kriteria yang terpenuhi sebaiknya kemoterapi tetap diberikan. Pada
kelompok risiko menengah yang masih indeterminate, jika ada fasilitas dapat dilanjutkan ke
pemeriksaan mutasi genetik (mammaprint, oncotye DX)19
18
Tabel 11. Kategori risiko berdasarkan parameter klinikopatologi
Kategori Parameter klinikopatologi
risiko
Risiko rendah KGB negatif dan semua parameter klinikopatologis berikut :
pT < 2 cm
Grade 1
Absensi invasi limfovaskuler peritumoral
Reseptor hormonal ER dan/atau PR (+)
Ki 67 rendah (< 10 %)
HER 2/ gen neu tidak amplifikasi/ overekspresi
Usia > 35 tahun
Risiko KGB negatif disertai minimal salah satu dari :
menengah pT > 2 cm
Grade 2-3
Terdapat invasi limfovaskular peritumoral
Reseptor hormonal ER dan/atau PR (-)/ positif lemah (1% - 9%)
Ki 67 intermediate (10% - 20%)
HER 2/ gen neu amplifikasi/ overekspresi
Usia < 35 tahun
Kemoterapi neoadjuvan12,18,19
Kemoterapi neoadjuvan diberikan sebelum tindakan pembedahan definitif, yaitu pada:
• Kanker payudara stadium lokal lanjut
• Kanker payudara stadium klinis II dengan subtipe triple negative atau overekspresi HER2 diberikan
kemoterapi neoadjuvan full dose + trastuzumab sebelum terapi operatif. Jika ada fasilitas,
dipertimbangakan pemasangan metal clip intratumoral sebelum pemberian neoadjuvan
kemoterapi
• Kanker payudara stadium dini yang akan dilakukan BCS dan memenuhi semua syarat BCS,
kecuali ukuran tumor
Kemoterapi sensitizer
Kemoterapi yang diberikan untuk meningkatkan efikasi radiasi eksterna, umumnya diberikan
kemoterapi dosis rendah setiap minggu
Kemoterapi primer/ paliatif
Kemoterapi yang diberikan sebagai terapi utama pada kanker payudara dengan metastasis jauh
d. Terapi hormonal
Terapi hormonal diberikan pada kasus-kasus dengan hormonal positif (ER dan/atau PR positif).
• Kriteria IHK
o ER dan/ atau PR 0-1% : negatif
o ER dan/atau PR 2-9% : tetap dianggap positif, efektifitas terapi hormonal kurang
o ER dan/atau PR >10% : positif, kandidat untuk terapi hormonal
19
Terapi hormonal bisa diberikan pada stadium I sampai IV. Pilihan terapi hormonal:20-22
• Menghambat ikatan dengan reseptor
Selective Estrogen Receptor Modulator (SERM): tamoxifen, raloxifene, toramifene
• Aromatase inhibitor
• Downregulator reseptor (SERD): fulvestrant
• Ablasi ovarium/ ovarian function suppression (OFS)
o Pembedahan : bilateral salphingoovarektomi
o Medikamentosa : goserelin
o Radiasi
Indikasi pemilihan terapi hormonal22-24
• Pasien kanker payudara premenopause stadium awal dengan reseptor hormon positif (HR+)
yang dianggap risiko rendah dan tidak perlu mendapatkan kemoterapi dengan kriteria:
o Usia > 40 tahun
o Ukuran tumor kecil (<2 cm)
o KGB negatif
o Grade I-II
Pada kelompok pasien ini, terapi hormon tamoxifen saja sudah memadai dan tidak perlu
OFS. Terapi endokrin oral diberikan setelah kemoterapi selesai.
• Pasien kanker payudara premenopause dengan risiko rekurensi tinggi atau yang juga
memiliki indikasi kemoterapi, ditawarkan OFS selain terapi hormon. Kelompok pasien
tersebut, meliputi antara lain:
o Kelompok pasien dengan median usia 40 tahun; dan
o Pasien dengan indikasi kemoterapi (ukuran tumor besar, KGB positif, grade II-III) yang
kadar estradiol serum tetap premenopause setelah kemoterapi)
o Pada kelompok pasien ini OFS + aromatase inhibitor (AI) mengurangi risiko relatif
kanker payudara sebanyak 34% dibandingkan terapi dengan tamoxifene saja atau OFS
+ tamoxifen. AI diberikan 6-8 minggu setelah dimulainya OFS untuk menurunkan
produksi estrogen ovarium sebelum memulai terapi endokrin oral. Durasi pemberian
OFS medikamentosa yang umum diterima sekitar 3-5 tahun
• Pasien postmenopause dengan reseptor hormon positif (HR+) diberikan terapi hormonal
dengan aromatase inhibitor. Adapun kriteria untuk menopause yaitu:
o Riwayat salpingoovarektomi bilateral
o Usia >60 tahun
o Usia <60 tahun dan telah mengalami periode amenore selama 12 bulan dan bukan akibat
pemberian agen kemoterapi, SERM, atau telah menjalani OFS dengan kadar FSH dan
estradiol serum sesuai kondisi postmenopause
20
o Jika dalam terapi SERM dan usia <60 tahun, maka kadar FSH dan estradiol serum sesuai
kondisi postmenopause.12,22-24
12 bulan
Pasien yang mengalami progresi penyakit saat atau dalam waktu 12 bulan setelah
menyelesaikan terapi hormonal dianggap sebagai resisten terhadap terapi hormonal
tersebut
Gambar 1. Ilustrasi resistensi terapi hormonal25
Pasien kanker payudara dengan reseptor hormon positif (HR+) yang mengalami progresivitas saat atau
dalam waktu 12 bulan setelah menyelesaikan terapi adjuvan endokrin memiliki indikasi untuk
mendapatkan terapi endokrin lini berikutnya atau kombinasi dengan terapi target, seperti berikut:
• AI
• Fulvestrant
• AI + Fulvestrant
• AI + Everolismus
• AI + CDK 4/6 Inhibitor
• Fulvestrant + CDK 4/6 inhibitor
e. Terapi anti HER2
• Pemberian trastuzumab dalam kombinasi dengan berbagai agen sitotoksik sebagai terapi
adjuvan selama 12 bulan
• Beberapa kombinasi dengan regimen kemoterapi antara lain
o TCH (docetaxel-carboplatin-trastuzumab)
o AC-TH (antracycline, cyclophosphamide – taxane, trastuzumab)
• Anti HER 2 lainnya (jika ada fasilitas)26,27
o Pertuzumab
- Penggunaan pertuzumab dan trastuzumab dengan docetaxel berhubungan dengan
peningkatan respon patologi komplet dibandingkan salah satu saja agen HER 2
ditambah docetaxel.
- Tiga macam kombinasi trastuzumab dan pertuzumab dalam regimen neoadjuvan
untuk kanker payudara HER 2, yaitu:
▪ 4 siklus THP (docetaxel-trastuzumab-pertuzumab
▪ 3 siklus FEC (5-FU-epirubicin-cyclophosphamide) diikuti 3 siklus THP
▪ 6 siklus TCHP (docetaxel-carboplatin-trastuzumab-pertuzumab)
21
o Lapatinib
- Anti HER 2 oral dan thyrosin kinase inhibitor (TKI) anti HER-1
- Diberikan sebagai lini kedua pada kasus rekurensi atau metastasis yang sebelumnya
sudah mendapat trastuzumab
- Kombinasi dengan capecitabine pada HR (-) atau dengan aromatase inhibitor pada
HR (+)
- Kombinasi dengan letrozole udah menjadi lini pertama.
22
• Penyebaran tumor yang tidak dapat dikontrol dengan eksisi melalui satu insisi untuk mencapai
batas sayatan bebas tumor dan hasil estetika yang memuaskan
• Margin patologis positif yang luas
Kontraindikasi relatif BCT
• Riwayat radiasi pada dinding dada atau payudara. Penting mengetahui dosis dan volume radiasi
yang diberikan sebelumnya
• Terdapat penyakit aktif pada jaringan penunjang dan melibatkan kulit (terutama skleroderma
dan lupus)
• Tumor >5 cm
• Wanita diketahui memiliki predisposisi genetik kanker payudara (risiko sangat tinggi). Pada
kondisi ini terdapat peningkatan risiko kanker payudara dengan BCT.
Sistem skoring dari Van Nuys prognostic Index (VNPI) membantu mengarahkan terapi pada DCIS.
Sistem Skor Van Nuys Prognostic Index (VNPI)
23
Karsinoma Duktal In Situ (DCIS)
Reseptor Hormonal
+ -
Terapi Hormonal
24
2. Kanker payudara stadium dini dan stadium lokal lanjut operabel :12,18
Dilakukan: - BCS + biopsi KGB sentinel
- Mastektomi simpel + biopsi KGB sentinel
- Mastektomi radikal modifikasi
• BCS (harus memenuhi syarat-syarat yang telah disebut di atas). Baik prosedur BCS dan
mastektomi dapat diikuti dengan prosedur onko rekonstruksi sesuai dengan indikasi.
• Untuk penentuan staging aksila dilakukan dengan biopsi KGB sentinel dengan syarat-syarat
o Tumor ukuran <5 cm (T1 dan T2)
o Secara klinis (pemeriksaan fisik dan USG) tidak ada pembesaran KGB aksila yang
menurigakan (cN0)
Pada kondisi KGB aksila yang indeterminate, dapat dikerjakan biopsi BAJAH untuk
menentukan status KGB aksila. Jika biopsi KGB sentinel membuktikan adanya metastasis sel
tumor, dilanjutkan dengan diseksi KGB aksila level I dan II.
Pada kanker payudara stadium dini yang mendapat kemoterapi neoadjuvan, tindakan biopsi
KGB sentinel terbaik dengan kombinasi penggunaan gamma probe + blue dye. Jika hanya
menggunakan blue dye, diharapkan penemuan minimal tiga KGB sentinel untuk mencapai angka
negatif palsu <5 %.
25
Karsinoma payudara tipe luminal Karsinoma payudara tipe non luminal
T0-3,N1,M0; T1-3,N0-1,M0 T2-3,N0,M0; T1-3,N1,M0
Lumpektomi + Mastektomi + Respons No respon/ respon parsial, No respon/ respon parsial, Respon komplet
axillary staging axillary staging progresif, lumpektomi tidak bisa lumpektomi bisa
Radiasi eksterna
Lihat bagan kanker Mastektomi + Radiasi eksterna (sesuai indikasi)
payudara lokal lanjut axillary staging
inoperabel
Reseptor Hormonal
+ -
Terapi hormonal
Bagan 2a. Penanganan kanker payudara stadium dini &
lokal lanjut operabel (T3N1M0) 26
Tumor payudara suspek ganas
T0-3, N1, M0; T1-3, N0, M0
Ganas Jinak
Radiasi eksterna
(jika ada indikasi)
Reseptor hormonal
+ -
Terapi hormon
27
3. Inoperable Locally Advanced Breast Cancer (stadium klinis III A (kecuali T3N1M0); III B dan
III C)12,18
• Standar terapi berupa terapi inisial dengan kemoterapi dengan/terapi target.
• Terapi pembedahan pasca terdapatnya respon klinis dari kemoterapi dapat berupa
o Mastektomi dengan/tanpa delay reconstruction + diseksi KGB aksila level I dan II
o Lumpektomi dengan diseksi KGB aksila level I dan II
• Diberikan radioterapi adjuvan pada dinding dada (atau payudara) disertai radiasi regional pada
supraklavikula, infraklavikula, axillary bed at risk (terdapat sisa tumor makroskopis atau KGB
dengan ekstensi ekstra kapsul). Jika ada keterlibatan KGB mammaria interna maka termasuk
dalam daerah radiasi.
• Terapi adjuvan dapat berupa pemberian regimen kemoterapi, jika pemberiannnya belum komplet
sebelum prosedur operasi, diikuti terapi hormonal pada kelompok dengan reseptor hormonal
positif (HR +)
• Pada kelompok LABC dengan overekspresi HER 2, pemberian trastuzumab dilengkapi sampai
1 tahun.
• Pemberian terapi hormonal dan trastuzumab, jika ada indikasi, dapat diberikan bersamaan
dengan radioterapi
*pemilihan dan cara pemberian terapi hormonal dan trastuzumab sama dengan pada kanker payudara stadium dini
Pasien dengan LABC inoperable yang mengalami progresifitas selama pemberian kemoterapi
preoperatif, diberikan regimen kemoterapi lain dan/ atau radioterapi untuk meningkatkan kontrol
lokal.
28
Karsinoma payudara lanjut lokal inoperabel
T0-3,N2M0; T4,N0-3,M0
Kemoterapi neoadjuvan
+/- terapi target
Respons komplet
Respons parsial Respons progresif,
tumor tidak operabel
Terapi individual
29
4. Kanker payudara lanjut dengan metastasis jauh
Prinsip: sifat terapi paliatif
• Metastasis jauh dengan reseptor hormonal (-), diberikan kemoterapi
• Metastasis jauh dengan reseptor hormonal (+)
o Terapi utama adalah terapi hormonal
o Kemoterapi hanya direkomendasikan pada pasien kanker payudara metastasis jauh dengan
visceral disease simptomatik atau krisis viseral dan kelompok yang tidak mendapatkan manfaat
setelah 3 sekuens terapi hormonal.
o Terapi lokoregional (radiasi & bedah) hanya untuk kondisi paliatif
*krisis viseral: metastasis viseral disertai disfungsi organ berat, ditandai dari gejala dan tanda klinis organ terkait dan parameter
laboratorium serta disertai progresifitas penyakit yang cepat
Terapi endokrin 1
Metastasis
visceral
Progresifitas simtomatik
Ya
Kemoterapi
Terapi endokrin 2
Progresifitas
Tidak ada
perbaikan klinis
setelah 3 sekuens
Terapi endokrin 3 terapi endokrin
30
Hari 1-2
• latihan lingkup gerak sendi untuk siku pergelangan
• tangan dan jari lengan daerah yang dioperasi
• untuk sisi sehat latihan lingkup gerak sendi lengan
• secara penuh
• untuk lengan atas bagian operasi latihan esometrik
• latihan relaksasi otot leher dan toraks
• aktif mobilisasi
Hari 3-5
• latihan lingkup gerak sendi untuk bahu sisi operasi (bertahap)
• latihan relaksasi
• aktif dalam sehari-hari dimana sisi operasi tidak dibebani
Hari 6 dan seterusnya
• bebas gerakan
• edukasi untuk mempertahankan lingkup gerak sendi dan usaha untuk
mencegah/menghilangkan timbulnya limfedema
Follow up:11
• Pemeriksaan klinis setiap 1-4x/ tahun selama 5 tahun
• Mamografi setiap 1 tahun
• Pemeriksaan laboratorium (marker) dan imaging untuk skrining metastasis tidak rutin dilakukan.
Pemeriksaan tersebut dilakukan jika ada kecurigaan atau ditemukan gejala dan tanda klinis
metastasis
• Pasien dalam terapi endokrin
o Pasien dalam terapi tamoxifen: pemeriksaan ginekologi setiap tahun, jika uterus masih ada
o Pasien dalam terapi aromatase inhibitor: pemeriksaan baseline dan regular densitas tulang
31
VII. Daftar Pustaka
1. NCI dictionary of cancer terms: breast cancer United States: National Cancer Institute; [cited
2020 Jan 1]. Available from: https://www.cancer.gov/publications/dictionaries/cancer-
terms/def/breast-cancer.International Agency for Research on Cancer (IARC). Globocan, Lyon.
2012.
2. Ferlay J, Soerjomataram I, Ervik M, Dikshit R, Eser S, Mathers C, et al. GLOBOCAN 2012
v1.1, Cancer Incidence and Mortality Worldwide France: International Agency for Research on
Cancer; 2014. Available from: http://globocan.iarc.fr.
3. Bray F, Ferlay J, Soerjomataram I, Siegel RL, Torre LA, Jemal A. Global Cancer Statistics
2018: GLOBOCAN Estimates of Incidence and Mortality Worldwide for 36 Cancers in 185
Countries. CA Cancer J Clin. 2018;68:394-424.
4. Riset kesehatan dasar 2013. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI, 2013.
5. WHO. WHO classification of tumours. Breast Tumours. International Agency for Research on
Cancer; 2019
6. AJCC cancer staging manual. 8th ed. Amin MB, Edge SB, Greene FL, Byrd DR, Brookland RK,
Washington MK, et al., editors. United States: American College of Surgeons; 2018.
7. Morrow M. Physical Examination of the Breast. In: Harris JR, Lippman ME, Morrow M,
Osborne CK, editor. Diseases of The Breast. Edisi ke-5. Amerika Serikat: Wolters Kluwer
Health; 2014.
8. Hunt KK, Robertson JFR, Bland KI. The Breast. In: Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter
JG, Matthews JB, Pollock RE, editor. Schwartz’ Principles of Surgery. Edisi ke-10. Amerika
Serikat: McGraw-Hill Education; 2015
9. Shin HJ, Kim HH, Cha JH. Current status of automated breast ultrasonography.
Ultrasonography. 2015;34:165-72.
10. Siu AL. Screening for breast cancer: U.S. preventive services task force recommendation
statement. Ann Intern Med. 2016; 164(4): 279-97.
11. NCCN Clinical Practice Guideline in Oncology. Breast Cancer. Version 1. 2019
12. Rocha RD, Pinto RR, Tavares DPB, Goncalves CS. Step-by-step of ultrasound-guided core-
needle biopsy of the breast: review and technique. Radiol Bras 2013;46(4):234-41
13. Wibisana, IGN Gunawan. Biopsi tumor payudara. Dalam: Sobri FB, Azhar Y, Wibisana IGN
Gunawan, Rachman A. Manajemen Terkini Kanker Payudara. 2nd edition. Jakarta: CV Sagung
Seto;2018.h.122-43
14. Masroor I, Afzal S, Sufian SN. Imaging breast intervention. Journal of The College of Physicians
and Surgeons Pakistan 2016;26(6):521-6
15. Ahmed ME, Ahmad I, Akhtar S. Ultrasound guided fine needle aspiration cytology versus core
biopsy in the preoperative assesment of non-palpable breast lesion. J Ayub Med Coll Abbottabad
2010;22(2):138-42
16. Bleicher RJ. Management of the palpable breast mass. In: Harris JR, Lippman ME, Morrow M,
Osborne CK. Editors. Diseases of The Breast. 5th edition. Philadelphia: Wolters Kluwer Healt;
2014.p.29-36
17. Kurnia A, Brahma B, Hernowo B, Khambri D, Purwanto DJ, Suprabawati DGA, et al. Panduan
petalaksanaan Kanker Payudara. Jakarta: PERABOI; 2015.
18. Coates AS, Winer EP, Goldhirsch A, Gilber RD, Gnant M, Piccart-Gehbart M, et al. Tailoring
therapies--improving the management of early breast cancer: St Gallen International Expert
Consensus on the Primary Therapy of Early Breast Cancer 2015. Annals of Oncology. 2015; 26:
1533-46.
32
19. Hammond ME, Hayes DF, Dowsett M, et al. American Society of Clinical Oncology/College Of
American Pathologists guideline recommendations for immunohistochemical testing of estrogen
and progesterone receptors in breast cancer. J Clin Oncol 2010; 28:2784.
20. Miler et al. Breast Cancer Res Treat (2007) 103:149–160 2. Salkeni et al. Avicenna J Med. 2017
Oct-Dec; 7(4): 144–152
21. Francis PA, Regan MM, Fleming GF, et al. Adjuvant ovarian suppression in premenopausal
breast cancer. The New Engl J of Med 2014.
22. Regan MM, Pagani O, Francis PA, et al. Predictive value and clinical utility of centrally assessed
ER, PgR, and Ki-67 to select adjuvant endocrine therapy for premenopausal women with
hormone receptor-positive, HER-2 negative early breast cancer : TEXT and SFT trials. Breast
Cancer Res Treat 2015.
23. Olivia Pagani, M.D., Meredith M. Regan, Sc.D., Barbara A. Walley, M.D.,
Adjuvant
Exemestane with Ovarian Suppression in Premenopausal Breast Cancer . NEJM.org. June 1,
2014.
24. Sobri FB. Terapi sistemik kanker payudara dengan reseptor hormone positif. Dalam: Sobri FB,
Azhar Y, Wibisana IGN Gunawan, Rachman A. Manajemen Terkini Kanker Payudara. 2 nd
edition. Jakarta: CV Sagung Seto;2018.h.254-73
25. Eric P. Winer,MD; Dana-Faber Cancer Institute; Harvard Medical School; Boston USA; HER2+
Breast Cancer: When to Escalate and When to De-Escalate in the Adjuvant Setting; APBCS
Singapore 2016.
26. Mendes D, Alves C, Afonso N, et al, The benefit of HER2-targeted therapies on overall survival
of patients with metastatic HER2-positive breast cancer- a systematic review, Breast Cancer
Research, 2015 17:140
27. Nuhonni SA, Indriani, Hera KB. Rehabilitasi disabilitas pada kanker payudara. Dalam: Sobri
FB, Azhar Y, Wibisana IGN Gunawan, Rachman A. Manajemen Terkini Kanker Payudara. 2nd
edition. Jakarta: CV Sagung Seto;2018.h.331-9
33
PANDUAN PENATALAKSANAAN NODUL DAN KANKER TIROID
I. Pendahuluan
Struma atau nodul tiroid adalah pertumbuhan yang berlebihan dan perubahan struktural dengan atau
tanpa perubahan fungsional pada satu atau beberapa bagian didalam jaringan tiroid.
Secara klinis nodul tiroid ditemukan pada 19-39% populasi dewasa (dengan USG) dan lebih
sering pada wanita. Prevalensi kanker tiroid adalah 4-6,5% dari nodul tiroid secara keseluruhan (nodul
tunggal dan multipel).1 Kanker tiroid merupakan keganasan endokrin yang tersering dengan insiden
dunia 3,1%. Di Indonesia kanker ini menempati urutan ke-11 dari kanker tersering dengan insiden
pertahun 3,3%.2
Sembilan puluh persen kanker ini merupakan yang berdiferensiasi baik, 10% lagi merupakan
meduler, anaplastik dan tipe lainnya. Prognosis relatif baik, pada yang berdiferensiasi baik rerata
survival 5 tahun mencapai 100% namun pada anaplastik rerata survival 5 tahun hanya 5%.3
II. Klasifikasi Histopatologi4
Tabel 1. Klasifikasi tumor tiroid menurut WHO tahun 2017:
• Follicular adenoma • Mucinous carcinoma
• Hyalinizing trabecular tumour • Ectopic thymoma
• Other encapsulated follicular patterned thyroid • Spindle epithelial tumour with thymus-like
tumours differentiation
o Follicular tumours of uncertain malignant potential • Intrathyroid thymic carcinoma
o Well differentiated tumour of uncertain malignant • Paraganglioma and mesenchymal / stromal tumours
potential o Paraganglioma
o Noninvasive follicular thyroid neoplasm with o Peripheral nerve sheath tumours (PNSTs)
papillary-like nuclear features * Schwannoma
• Papillary thyroid carcinoma (PTC) * Malignant PNST
o Papillary carcinoma o Benign vascular tumours
o Follicular variant of PTC * Haemangioma
o Encapsulated variant of PTC * Cavernous haemangioma
o Papillary microcarcinoma * Lymphangioma
o Columnar cell variant of PTC o Angiosarcoma
o Oncocytic variant of PTC o Smooth muscle tumours
• Follicular thyroid carcinoma (FTC), NOS * Leiomyoma
o FTC, minimally invasive * Leiomyosarcoma
o FTC, encapsulated angioinvasive o Solitary fibrous tumour
o FTC, widely invasive • Hematolymphoid tumours
• Hürthle (oncocytic) cell tumours o Langerhans cell histiocytosis
o Hürthle cell adenoma o Rosai-Dorfman disease
o Hürthle cell carcinoma o Follicular dendritic cell sarcoma
34
• Poorly differentiated thyroid carcinoma (Insular o Primary thyroid lymphoma
carcinoma) • Germ cell tumours
• Anaplastic thyroid carcinoma o Benign teratoma
• Squamous cell carcinoma o Immature teratoma
• Medullary thyroid carcinoma o Malignant teratoma
• Mucoepidermoid carcinoma
• Sclerosing mucoepidermoid carcinoma with
eosinophilia
III. Klasifikasi Klinik TNM Untuk Karsinoma Tiroid AJCC, Edisi 8- 20185
A. Karsinoma papiler, folikuler, poorly differentiated, hurthle cell, meduler dan anaplastik
T-Tumor Primer
N KGB Regional
M Metastasis jauh
M0 Tidak terdapat metastasis jauh
M1 Terdapat metastasis jauh
36
B. Pengelompokan stadium klinis
Stadium T N M
Stadium T N M
T1 N0/Nx M0
Stadium I
T2 N0 M0
T1 N1 M0
Stadium II T2 N1 M0
T3a/T3b Tiap N M0
Stadium T N M
Stadium I T1 Tiap N M0
T2 N0 M0
Stadium II
T3 N0 M0
Stadium III T1-3 N1a M0
T4a Tiap N M0
Stadium IVA
T1-3 N1b M0
37
Tabel 5. Karsinoma anaplastik/tidak berdiferensiasi (semua kasus stadium IV)
Stadium T N M
T1-3a N1 M0
T4 Tiap N M0
38
B. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
• Pemeriksaan kadar FT4 dan TSHs untuk menilai fungsi tiroid
• Tiroglobulin, penanda tumor untuk keganasan tiroid yang berdiferensiasi baik (papiler dan
folikuler), hanya untuk follow up pasca terapi bukan untuk diagnostik.
• Kadar kalsitonin hanya untuk pasien yang dicurigai karsinoma meduler
2. Pemeriksaan radiologi
• Foto toraks, untuk menilai ada tidaknya metastasis.
• Foto polos leher AP/Lat (terutama bila tumornya besar). Untuk melihat ada tidaknya
mikroklasifikasi dan diameter trakea.
• Esofagogram dilakukan bila secara klinis terdapat tanda-tanda adanya infiltrasi ke esofagus (tidak
rutin)
• Pembuatan foto tulang atau bone scan, dilakukan bila ada tanda-tanda metastasis ke tulang
• CT Scan, MRI, PET Scan tidak rutin dilakukan
3. Pemeriksaan ultrasonografi
Pemeriksaan USG dapat mendeteksi nodul 2-3 mm, membedakan nodul solid atau kistik,
menentukan jumlah dan letak nodul, pembesaran KGB, pengarah biopsi dan menilai respon terhadap
terapi supresi. Gambaran USG dari nodul tiroid yang menunjukan keganasan meliputi:7
• Vaskularisasi intranodul
• Halo perifer inkomplet
• Hipoekogenisiti yang jelas
• Mikrokalsifikasi sentral
• Batas irregular
• Diameter vertikal > horizontal
• Servikal adenopati
39
Karsinoma tiroid sebagian besar adalah nodul dingin. Sekitar 15% struma dengan nodul dingin
adalah suatu keganasan.6, 8 Persiapan pemeriksaan sidik tiroid:
• Obat-obatan yang mengganggu penangkapan iodium oleh tiroid harus dihentikan selama 2–4
minggu sebelumnya.
• Puasa levotiroksin 2-4 minggu
• Pemberian rekombinan TSH (thyroid stimulating hormone), tidak perlu puasa levotiroksin
• Target TSH > 30 miu/l
Pemeriksaan sidik tiroid ini tidak mutlak diperlukan, jika tidak ada fasilitasnya tidak perlu
dikerjakan.
5. Pemeriksaan BAJAH
Akurasi pemeriksaan BAJAH pada nodul tiroid sangat bervariasi yaitu 50.55 – 97.31%.9
Penggunaan BAJAH dengan tuntunan USG, akan memberikan hasil dan akurasi yang lebih baik.
Dengan kombinasi ini akurasinya pada nodul tiroid mencapai 87.2%.10
Ketepatan pemeriksaan sitologi untuk kanker tiroid anaplastik, medulare dan papilare cukup
tinggi (88-95%).11 Untuk jenis folikular BAJAH hampir tidak dapat digunakan karena gambaran
sitologi untuk adenomatous goiter, adenoma folikuler dan adeno karsinoma folikuler adalah sama,
tergantung dari gambaran invasi ke kapsul dan vaskular yang hanya dapat dilihat dari gambaran
histopatologi. Berdasarkan The Bethesda System, pelaporan hasil sitopatologi, risiko keganasan
beserta rekomendasi klinis dapat dilihat sesuai tabel berikut:
40
Risiko
Kategori Diagnostik Keterangan
Keganasan
Atypical Follicular Lesion of • Tidak dapat diklasifikasikan kedalam 5-15%
Undetermined Significance benign, curiga atau maligna
Dengan cara ini diharapkan dapat membedakan jinak atau ganas waktu operasi berlangsung, dan
sekaligus untuk menentukan tindakan operasi definitif. Ketepatan pemeriksaan potong beku 87,9 -
91,4%.9 Kekurangan pada pada potong, dapat ditanggulangi dengan mengkombinasinya dengan
pemeriksaan sitologi imprint karena gambaran sel individual tampak lebih jelas. Akurasi kombinasi
potong beku dengan imprint mencapai 94.8%.12
7. Pemeriksaan histopatologi
Pemeriksaan ini adalah merupakan pemeriksaan definitif atau baku emas. Merupakan pemeriksaan
diagnostik utama, jaringan diperiksa setelah dilakukan tindakan lobektomi, ismolobektomi, subtotal
tiroidektomi atau total tiroidektomi. Untuk kasus tidak resektabel, jaringan yang diperiksa diambil
dari tindakan biopsi insisi atau biopsi core.
Di senter dengan fasilitas yang lengkap, dianjurkan pemeriksaan ISK pada spesimen BAJAH
dengan hasil Indeterminate (AUS (atypia of uncertain significance), FLUS (follicular lesion of
uncertain significance), lesi folikuler, suspek lesi folikuler) untuk evaluasi adanya mutasi BRAF atau
RAS dan adanya rearrangement RET/ PTC atau PAX8 / PPAR. Pemeriksaan ini berguna untuk
mendukung diagnosis ganas atau jinak. Nodul tiroid dengan mutasi BRAF lebih dari 99% adalah
maligna.
Pemeriksaan IHK untuk BRAF dan/atau RAS, berguna untuk prediksi agresivitas kanker dan
prognosis. Marker prognostik terbaik untuk karsinoma papiler adalah mutasi BRAF V600E. Mutasi
41
marker ini menunjukan bahwa kanker tersebut lebih agresif, cenderung metastasis ke KGB dan
prognosis buruk. Mutasi RAS merupakan marker prognostik yang potensial untuk karsinoma
folikulare dan PDTC (poorly differetiated thyroid cancer). Kedua pemeriksaan (ISK dan IHK) ini
tidak rutin dianjurkan.
42
Nodul Tiroid
TSH/FT4
Eutiroid/Hipotiroid Hipertiroid
BAJAH
Ganas/ Intermediate Jinak
IL -Supresi 6 bulan
ST -Obsevasi 6 bulan
Selesai RR : Selesai RT : TT
43
Pada karsinoma papiler untuk menentukan kelompok risiko tinggi atau risiko rendah digunakan
Klasifikasi Prognosis AMES, AGES, MACIS, ATA, atau ETA (lihat tabel di bawah). Pada karsinoma
papiler dengan risiko tinggi, folikuler, meduler, anaplastik dan tipe lainnya tindakan operasi definitif
yang direkomendasikan adalah tiroidektomi total. Namun pada karsinoma papiler dengan risiko rendah,
direkomendasikan ismolobektomi saja.
Bila klinis dan USG hasilnya jinak, dilakukan BAJAH. Bila hasil BAJAH ternyata jinak dan
diameter nodul <2 cm maka diobservasi atau disupresi dengan levotiroksin. Supresi dengan levotiroksin,
dimulai dosis kecil 25 µgr sampai 1,7 µgr/KgBB. Follow up 6 bulan, bila nodul mengecil lanjutkan,
namun jika diameter tetap atau membesar direkomendasikan untuk dilakukan ismolobektomi.5 Namun
pada nodul dengan diameter >2 cm direkomendasikan untuk dioperasi.1
Tabel 8. Klasifikasi prognosis karsinoma tiroid menurut AMES, AGES dan MACIS.
▪ Tidak ada metastasis lokal atau jauh ▪ Pada operasi pertama; ▪ Infiltrasi tumor terlihat
▪ Tumor telah diangkat seluruhnya terdapat infiltrasi mikroskopik secara makroskopik
(makroskopik) pada jaringan sekitar. ▪ Reseksi tumor inkomplet
▪ Tidak ada infiltrasi ke jaringan atau ▪ Metastasis KGB servikal ▪ Metastasis jauh
131
struktur sekitar ▪ uptake I diluar tiroid bed ▪ Tiroglobulinemia pasca
▪ bukan tipe histologi agresive setelah WBS ablasi .
▪ Tidak ada vascular invasion ▪ Ada tipe histologi agresif
▪ Jika di berikan I131 tidak ada uptake ▪ Terdapat vascular invasion
diluar tiroid bed setelah WB
▪ Tumor telah diangkat seluruhnya ▪ Tidak ada metastasis lokal ▪ Operasi selain total
▪ Pasien dengan mikrokarsinoma atau jauh tiroidektomi
unifokal (<1cm) tanpa ekstensi ▪ Tidak ada infiltrasi ke ▪ Infiltrasi tumor ke jaringan
keluar kapsul tiroid dan tanpa jaringan atau struktur sekitar atau struktur sekitar
metastasis KGB ▪ Bukan tipe histologi agresif ▪ Metastasis KGB
▪ Tidak ada vascular invasion ▪ Metastasis Jauh
▪ Tipe histologi agresif
▪ Terdapat invasi vaskuler
45
B. Penatalaksanaan dengan trias diagnostik (Klinis, USG, BAJAH) (Bagan 2)
Pada nodul dengan hasil pemeriksaan trias diagnostik konkordan ganas, langsung dilakukan tidakan
definitif tiroidektomi (total tiroidektomi untuk risiko tinggi dan ismolobektomi untuk risiko rendah).
Nodul Tiroid
TSH/FT4
Eutiroid/Hipotiroid Hipertiroid
Ø>2cm Ø<2cm
Tetap/membesar:
ismolobektomi
RR : IL/ST RT: TT - IL - IL Supresi
- ST - ST Observasi
Mengecil :
lanjutkan
sampai 6 bulan
RR : selesai
HP :Ganas
*
RT : Completion TT
47
Bagan 3. Penatalaksanaan nodul tiroid dengan trias diagnostik dan sidik tiroid
Keterangan:
1. Supressi: Follow up 6 bulan → mengecil lanjutkan, namun jika diameter tetap atau membesar → lobektomi.
2. Makroskopis tidak teridentifikasi jaringan normal →Tiroidektomi Total
3. Subtotal Tiroidektomi: menyisakan jaringan tiroid 3-5 gram, near total: menyisakan 1 ml
4. *jika hasil HP→ papiler atau medulare → TT ± Diseksi leher sentral (lihat keterangan)
48
C. Penatalaksanaan nodul tiroid tidak resektabel (Bagan 4)
Pada nodul tiroid yang tidak resektabel direkomendasikan untuk dilakukan Debulking atau
biopsi insisi atau biopsi core. Setelah ada hasil histipatologinya, kemudian diberikan radiasi
eksterna untuk karsinoma papiler, folikulare, medulare maupun anaplastik. Khusus pada
karsinoma papiler dan folikuler yang menyengat I 131 diberikan juga radiasi interna.16 Pada
karsinoma papiler dan folikuler yang tidak menyengat I131 dipertimbangkan untuk pemberian
terapi target (Sorafenib, Lenvatinib) dan kemoterapi. 17, 18
49
Bila kasus tersebut resektabel, dan histopatologinya karsinoma papiler atau folikuler dilakukan
penilaian infiltrasi KGB terhadap 3 struktur vital nonlimfatik (Bagan 5). Tiga struktur non limfatik
tersebut adalah Vena jugularis interna, Nervus asesorius dan Muskulus sternokleidomastoideus. 14
Infiltrasi ke
V. Jugularis
N. Asessorius M. Sternokleidomastoideus Infiltrasi (-)
interna
Bagan 5. Penatalaksanaan kanker tiroid papiler dan folikuler dengan metastasis regional
Keterangan:
• MRND Tipe 1: RND dengan preservasi N. Asessorius.
• MRND Tipe 2: RND dengan preservasi N. Asessorius dan V. Jugularis Interna
• MRND Tipe 3 = Fungsional RND: RND dengan preservasi M. Sternokleidomastoideus, V.
Jugularis Interna dan N. Asessorius.
• DTC: Differentiated Thyroid Cancer, MRND: modified radical neck dissection
Bila tidak ada infiltrasi pada 3 struktur diatas dilakukan tiroidektomi total (TT) dan “RND fungsional”
(tiga struktur vital dpertahankan). Bila ada infiltrasi pada Vena jugularis interna tanpa infiltrasi pada
Nervus asessorius dilakukan TT + RND modifikasi 1 (Nervus asessorius dipertahankan). Bila ada
infiltrasi hanya pada M. Sternocleidomastoideus dilakukan TT + RND modifikasi 2 (Nervus asesorius
dan Vena jugularis interna dipertahankan). Bila ada infiltrasi N. asessorius dilakukan TT+ RND standar
(tiga struktur vital direseksi).
Pada kanker tiroid meduler tindakan diseksi tergantung pada ada tidak KGB dengan USG, diameter
tumor dan kadar kalsitonin. Terdapat 2 algoritma, yaitu dengan atau tanpa pemeriksaan kalsitonin
(Bagan 6 dan 7).20, 21
50
Klinis KTM
TT + DLS Bilateral
TT + DLS Bilateral
+ DLL ipsilateral
Bagan 6. Penatalaksanaan kanker tiroid medulare dengan metastasis KGB regional tanpa
pemeriksaan kalsitonin
KTM
Bagan 7. Karsinoma tiroid meduler metastasis KGB regional dengan pemeriksaan kalsitonin
51
Bila jenis KTM sudah terdiagnosis, penatalaksanaan tergantung pada jenisnya yaitu sporadis atau
herediter. Pada KTM sporadis dilakukan tiroidektomi total dengan Diseksi leher sentral dan RND
modifikasi ipsilateral tumor. Bila KGB leher teraba sebelum operasi maka dilakukan RND bilateral
sekaligus saat melakukan tiroidektomi total. Tindakan ini bertujuan untuk memaksimalkan kontrol
locoregional dan meningkatkan survival. Hal ini juga didukung oleh perilaku dari KTM yang tidak
menyengat iodium radioaktif, multifocal, bermetastasis cepat dan tidak adekuat dengan penatalaksanaan
nonbedah.3
Pada KTM herediter yang merupakan bagian dari FMTC atau sindrom MEN 2A dilakukan
tiroidektomi total tanpa limfadenektomi, jika sebelum operasi kadar kalsitonin basal normal USG
servikal normal dan terdapat mutase RET. Pasin yang kadar kalsitonin basalnya meningkat atau terdapat
nodul tiroid yang terdeteksi dengan pemeriksaan fisik atau USG dilakukan Diseksi leher sentral dan RND
modifikasi bilateral.3
52
KT + Metastasis Jauh
131 131
Radiasi eksterna Tidak menyengat I Menyengat I
Kemoterapi
Supresi/ Substitusi
VI. Follow Up
A. Karsinoma tiroid berdiferensiasi baik
Untuk karsinoma tiroid papiler dengan risiko rendah pasca tiroidektomi total diberikan supresi
levotiroksin dengan target TSHs: 0,5-2 mU/lt.
53
Tiroidektomi total
Risiko
Risiko rendah
sedang/tinggi
Sidik tiroid
Supressi Levotiroksin
Periksa TSHs setelah 1 bulan
Periksa TSHs & TG setelah 3 & 6 bulan
Target TSHs : Residu (+) dan
- Risiko rendah : 0,5 – 2 mU/lt Residu (-) 131
menyengat I
- Risiko sedang : 0,1 – 0,5 mU/lt
- Risiko tinggi : < 0,1 mU/lt
Ablasi dengan
131
I
- Radiasi eksterna
- Kemoterapi 1. Tidak respon dengan ablasi
- Sorafenib 2. Metastasis/residu
makroskopis (+) tidak
- Lenvatinib 131
menyengat I
Namun pada kanker tiroid risiko sedang dan tinggi, empat minggu setelah tindakan TT dilakukan
pemeriksaan sidik tiroid.
• Bila masih ada sisa jaringan tiroid normal dilakukan ablasi dengan Iodium radioaktif. 16
Kemudian dilanjutkan dengan terapi supresi dengan levotiroksin sampai kadar TSHs 0,1- 0,3
mU/lt.1
• Bila tidak ada sisa jaringan tiroid normal dilakukan terapi substitusi dengan dosis 2,1µgr/BB.1
54
Setelah 6 bulan terapi subtitusi dilakukan pemeriksaan sidik selutuh tubuh (WBS/whole body
scan) dengan terlebih dahulu menghentikan terapi substitusi selama 3 minggu sebelum
pemeriksaan atau diberikan rekombinan TSH sehingga tidak perlu puasa levotiroksin.
• Bila terdapat metastasis jauh dan menyengat radioaktif, dilakukan radiasi interna I 131 dilanjutkan
terapi supresi
• Bila tidak ada metastasis jauh dan lokoregional bersih diberikan terapi substitusi dilanjutkan
pemeriksaan sidik seluruh tubuh diulang setiap tahun selama 2 – 3 tahun dan bila 2 tahun berturut
– turut hasilnya tetap negatif makan evaluasi cukup dilakukan 3-5 tahun sekali.
Dalam follow up kanker tiroid diferensiasi baik, pemeriksaan kadar human tiroglobulin dapat dipakai
sebagai pertanda tumor untuk mendeteksi kemungkinan adanya residif tumor.23
55
Tiroidektomi total dan diseksi KGB sentral (level VI) profilaksis
CT dan USG leher tiap USG leher dan kalsitonin tiap 3 USG leher/ PET Scan tiap 3
6 bulan bulan bulan
57
VII. Daftar Pustaka
1. Sakorafas GH, Peros G. Thyroid nodule: A potentially malignant lesion; optimal management from
a surgical perspective. Cancer Treatment Reviews. 2006;32(3):191-202.
2. Bray F, Ferlay J, Soerjomataram I, Siegel RL, Torre LA, Jemal A. Global Cancer Statistics 2018:
GLOBOCAN Estimates of Incidence and Mortality Worldwide for 36 Cancers in 185 Countries.
CA Cancer J Clin. 2018;68:394-424.
3. Long KL, Grubbs E. Carcinoma of the thyroid gland and neoplasms of the parathyroid glands. In:
Feig B, Ching C, editors. The MD Anderson Surgical Oncology Handbook. 6th ed. Philadephia:
Wolters Kluwer; 2019.
4. Bychkov A. Thyroid cancer World Health Organization (WHO) classification United States2017
[cited 2020 Jan 1]. Available from: http://www.pathologyoutlines.com/topic/thyroidwho.html.
5. AJCC cancer staging manual. 8th ed. Amin MB, Edge SB, Greene FL, Byrd DR, Brookland RK,
Washington MK, et al., editors. United States: American College of Surgeons; 2018.
6. Wartofsky L. The thyroid nodule: evaluation, risk of malignancy and management. In: Wartofsky
L, Nostrand DV, editors. Thyroid Cancer: A Comprehensive Guide to Clinical Management. 3rd
ed. United States: Springer-Verlag New York; 2016.
7. Papini E, Pacella CM, Frasoldati A, Hegedüs L. Ultrasonic imaging of the thyroid gland. In:
Wartofsky L, Nostrand DV, editors. Thyroid Cancer: A Comprehensive Guide to Clinical
Management. 3rd ed. United States: Springer-Verlag New York; 2016.
8. Nostrand DV, Schneider M, Acio ER. Radionuclide imaging of thyroid nodules. In: Wartofsky L,
Nostrand DV, editors. Thyroid Cancer: A Comprehensive Guide to Clinical Management. 3rd ed.
United States: Springer-Verlag New York; 2016.
9. Huang J, Luo J, Chen J, Sun Y, Zhang C, Xu K, et al. Intraoperative frozen section can be reduced
in thyroid nodules classified as Bethesda categories V and VI. Scientific Reports. 2017;7(1).
10. Young JK, Lumapas-Gonzales CG, Mirasol RC. The diagnostic accuracy of ultrasound guided fine
needle aspiration biopsy and intraoperative frozen section examination in nodular thyroid disease.
Journal of The Asean Federation of Endocrine Societies. 2011;26(1):44-50.
11. Cady B, Rossi R. Differentiated carcinoma of thyroid gland In: Cady B, editor. Surgery of The
Thyroid and Parathyroid Blands. Philadelphia: Saunders 1991. p. 139-51.
12. Makes B. Accuracy of frozen-section combined with imprint and fine needle aspiration biopsy in
thyroid nodules. Medical Journal of Indonesia. 2007.
13. Mingzhao X. Diagnostic and prognostic molecular markers in thyroid cancer. In: Wartofsky L,
Nostrand DV, editors. Thyroid Cancer: A Comprehensive Guide to Clinical Management. 3rd ed.
United States: Springer-Verlag New York; 2016.
58
14. Lukito Pisi, Manopo A, Tjindarbumi D dkk. Protokol Penatalaksanaan Tumor/Kanker Tiroid. dalam.
Zalfiral A.A., Tjindarbumi D., Ramli M., Lukitto P., Reksoprawiro S., Handojo D., Suardi D.R., Dimyati
A.: Protokol PERABOI 2003. Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia. Jakarta
15. Wells SA, Asa SL, Dralle H, Elisei R, Evans DB, Gagel RF, et al. Revised American Thyroid
Association Guidelines for the Management of Medullary Thyroid Carcinoma. Thyroid.
2015;25(6):567-610.
16. Hackshaw A, Harmer C, Mallick U, Haq M, Franklyn JA. 131I Activity for Remnant Ablation in
Patients with Differentiated Thyroid Cancer: A Systematic Review. The Journal of Clinical
Endocrinology & Metabolism. 2007;92(1):28-38.
17. Schlumberger M, Tahara M, Wirth LJ, Robinson B, Brose MS, Elisei R, et al. Lenvatinib versus
Placebo in Radioiodine-Refractory Thyroid Cancer. New England Journal of Medicine.
2015;372(7):621-30.
18. Liebner DA, Haraldsdottir S, Shah MH. Medullary carcinoma of the thyroid: chemotherapy. In:
Wartofsky L, Nostrand DV, editors. Thyroid Cancer: A Comprehensive Guide to Clinical
Management. 3rd ed. United States: Springer-Verlag New York; 2016.
19. NCCN. NCCN cinical practice guidelines in oncology: thyroid carcinoma. United States: National
Comprehensive Cancer Network; 2018.
20. Sippel RS, Kunnimalaiyaan M, Chen H. Current Management of Medullary Thyroid Cancer. The
Oncologist. 2008;13(5):539-47.
21. ESMO. ESMO pocket guideline: Endocrine and neuroendcrine cancer recommendation. European
Society for Medical Oncologist; 2019.
22. Chu E, DeVita VT. Physicians' cancer chemotherapy drug manual. 12th ed. United States: Jones &
Bartlett Learning Oncology; 2012.
23. Elisei R. A comparison of the ATA, NCCN, ETA, and BTA: Guidelines for the management of
medullary thyroid cancer. In: Wartofsky L, Nostrand DV, editors. Thyroid Cancer: A
Comprehensive Guide to Clinical Management. 3rd ed. United States: Springer-Verlag New York;
2016.
24. Smallridge RC, Abate EG. Anaplastic thyroid carcinoma: prognosis. In: Wartofsky L, Nostrand
DV, editors. Thyroid Cancer: A Comprehensive Guide to Clinical Management. 3rd ed. United
States: Springer-Verlag New York; 2016.
25. Smallridge RC, Ain KB, Asa SL, Bible KC, Brierley JD, Burman KD, et al. American Thyroid
Association Guidelines for Management of Patients with Anaplastic Thyroid Cancer. Thyroid.
2012;22(11):1104-39.
26. Clayman G. Anaplastic thyroid cancer: long-term follow-up: Thyroid Cancer Center; 2015-2020
[cited 2020 Jan 1]. Available from: https://www.thyroidcancer.com/thyroid-
cancer/anaplastic/follow-up.
59
PANDUAN PENATALAKSANAAN TUMOR KELENJAR LIUR
I. Pendahuluan
A. Batasan
Neoplasma kelenjar liur (C07-C08) adalah neoplasma jinak atau ganas yang berasal dari sel epitel
kelenjar liur, baik dari kelenjar liur mayor (glandula parotis, glandula submandibula, dan glandula
sublingual) maupun minor yang tersebar di mukosa traktus aerodigestivus atas (rongga mulut, rongga
hidung, faring, dan laring) dan sinus paranasal.1,2
B. Epidemiologi
Insiden tumor ini jarang dan mencakup 6% dari seluruh neoplasma regio kepala dan leher. 2 Mayoritas
neoplasma kelenjar liur adalah jinak dan hanya 20% yang merupakan kasus ganas. Menurut data WHO
2017, insiden tahunan tumor kelenjar liur di dunia sebesar 0,4-13.5 kasus per 100.000 penduduk dan
insiden keganasan kelenjar parotis sebanyak 0.4-2.6 kasus per 100.000 populasi.3,4 Data GLOBOCAN
2018 menunjukan 0.51-0.69 % kasus baru dan 0.24% kematian akibat kanker kelenjar liur.5
Penyebab tumor kelenjar liur terutama kasus ganas belum diketahui. Beberapa faktor risiko yang telah
dilaporkan adalah riwayat radiasi di daerah kepala dan leher, paparan terhadap asbes, debu silika, dan
nikel, pekerjaan di industri kayu dan karet, imunosupresi, infeksi virus Epstein-Barr, HIV, nutrisi
(rendah kadar vitamin C), genetika serta kebiasaan merokok.1,6
Kelenjar liur major yang paling sering terkena ialah glandula parotis yaitu 70-80%, sedangkan
palatum merupakan kelenjar liur minor yang paling sering terkena. Kurang lebih 20-25% dari tumor
parotis, 35-40% dari tumor submandibula, 50% dari tumor palatum, dan 95-100% dari tumor glandula
sublingual adalah tumor ganas.7,8
Tumor kelenjar liur yang umum ditemukan adalah adenoma pleomorfik, sedangkan keganasan yang
paling umum adalah karsinoma mukoepidemoid untuk kelenjar parotis (33%) serta karsinoma adenoid
kistik untuk kelenjar submandibular dan liur minor (42-49%).7,9,10
Adenoma pleomorfik umumnya diderita pasien usia rerata 42 tahun, perempuan lebih berisiko 2x
lebih besar daripada laki-laki. Lebih sering terjadi pada lobus superfisial kelenjar parotis. Untuk
intraoral paling sering ditemukan di palatum. Umumnya soliter namun dapat sinkronus atau metakronus
dengan tumor kelenjar liur lainnya.
Warthin tumor lebih sering diderita oleh laki-laki yang memiliki kebiasaan merokok; dengan risiko
8x lebih besar bila dibandingkan dengan non perokok. Sering timbul pada kutub bawah parotis, 10%
dapat mengalami rasa nyeri, 12-20% multisentris dan 5-14% bilateral. Umumnya timbul pada dekade
ke-7 dan jarang pada usia kurang dari 40 tahun.11
60
Insiden tumor ganas kelenjar liur meningkat sesuai dengan umur, baik laki maupun perempuan dan
tersering terjadi pada dekade ke-6.12
61
B. Stratifikasi risiko tumor kelenjar liur
Tabel 2. Stratifikasi risiko tumor kelenjar liur13
Jinak Ganas risiko rendah Ganas Risiko Tinggi
• Adenoma sel basal • Karsinoma sel asinus • Adenokarsinoma NOS
• Adenoma kanalikular • Adenokarsinoma NOS derajat tinggi
• Kistadenoma (derajat rendah) • Kistadenokarsinoma
• Papiloma duktal • Adenokarsinoma sel basal derajat tinggi
• Limfadenoma • Karsinoma eks adenoma • Karsinoma adenoid kistik
• Mioepitelioma pleomorfik • Karsinoma eks adenoma
• Onkositoma (intrakapsul/invasi pleomorfik (invasi luas
C. Laporan histopatologi
Laporan histopatologi dari spesimen jaringan mencakup:
• Detail dari spesimen tumor primer: lokasi, lateralitas, tipe dari spesimen (biopsi insisi, biopsi
eksisi, hasil operasi), dan tipe dari operasi
• KGB: tipe diseksi leher yang dilakukan dan level KGB yang diangkat
• Spesimen lain yang turut disertakan, misalnya revisi margin atau tulang
Pelaporan diagnosis patologi akhir mencakup lokasi tumor primer, tipe karsinoma, derajat dan
ekstensinya, status margin, dan keterlibatan KGB serta pTNM.14
62
III. Stadium Klinis15
Status Deskripsi
T1 Ukuran dimensi terbesar tumor primer < 2 cm tanpa ekstensi ekstra parenkim
T2 Ukuran dimensi terbesar tumor primer 2-4 cm tanpa ekstensi ekstra parenkim
T3 Ukuran dimensi terbesar tumor primer > 4 cm tanpa ekstensi ekstra parenkim
Tumor menginvasi dasar tengkorak dan atau pterygoid plates dan atau arteri
T4b
karotis
Metastasis pada 1 buah KGB regional sisi ipsilateral dengan ukuran dimensi
N2a
terbesarnya 3-6 cm
N2b Metastasis pada KGB lebih dari 1 buah sisi ipsilateral dengan
ukuran dimensi terbesarnya < 6 cm
Metastasis pada KGB kontralateral atau bilateral dengan ukuran dimensi
N2c
terbesarnya < 6 cm
63
Tabel 3. Pengelompokkan stadium
Stadium T N M
I T1 N0 M0
II T2 N0 M0
T3 N0 M0
T1 N1 M0
III
T2 N1 M0
T3 N1 M0
T4a N0 M0
T4a N1 M0
T1 N2 M0
IVA
T2 N2 M0
T3
N2 M0
T4a N2 M0
T4b N0-N3 M0
IVB
T1-4
N3 M0
Keterangan: ekstensi ekstra parenkim berdasarkan manifestasi klinis atau adanya gambaran
makroskopik ekstensi ke jaringan lunak ke sekitarnya.
64
Kemungkinan tumor ganas:
• Massa dengan pertumbuhan lambat atau cepat dan dapat disertai nyeri
• Pada pemeriksaan fisik: massa umumnya berkonsistensi keras dan terfiksir serta berbatas tidak tegas
• Dapat ditemukan paralisis nervus fasialis, glosofaringeus, vagus, asessorius, hipoglosus, dan pleksus
simpatikus
• Adanya keterlibatan kulit di atas massa
• Trismus
• Ditemukan pembesaran KGB servikal
• Adanya gejala metastasis jauh seperti sesak dan nyeri tulang belakang
B. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan radiologi
a. Ultrasonografi (USG): diindikasikan untuk seluruh kasus tumor kelenjar liur parotis dan
submandibula.
Gambaran jinak:
• Lesi hipoekoik atau campuran hipo-hiperekoik (penampakan pseudokistik)
• Lesi berbatas tegas
• Lesi dapat berlobulasi dengan penyangatan akustik di bagian posterior
• Mungkin terdapat kalsifikasi.
• Untuk tumor Warthin: gambaran oval yang hipoekoik, massa kistik berbatas tegas atau massa
padat dengan penyangatan yang heterogen dan mengandung beberapa area yang anekoik
Gambaran ganas:
• Lesi heterogen yang hipoekoik, tepi dan bentuk ireguler
• Adanya invasi lokal dan terdapat KGB
• Menghilangnya penyangatan akustik distal
• Adanya nekrosis sentral, peningkatan vaskularisasi, dan resistensi vaskular intratumoral
• Untuk kasus tumor berderajat rendah: dapat ditemukan lesi kecil (diameter <2 cm), homogen
dengan tepi yang tegas
b. CT scan dan MRI: bukan pemeriksaan yang rutin. MRI lebih direkomendasikan untuk kasus
tumor ganas kelenjar liur dibandingkan CT scan.
Indikasi CT scan:
• Bila terdapat kecurigaan destruksi tulang pada daerah dasar tengkorak atau temporal
• Bila dicurigai adanya infiltrasi tumor ke daerah mandibula
Keunggulan Ct scan:
65
• Dapat menilai destruksi tulang lebih baik
• Mampu mengevaluasi ekstensi KGB dan struktur pembuluh darah utama yang terlibat
Keunggulan MRI:
• Dapat menilai keterlibatan lobus profunda atau ruang parafaring
• Dapat mengevaluasi ada tidaknya invasi perineural pada kasus karsinoma adenoid kistik
• Mampu mengevaluasi ada tidaknya infiltrasi tumor ke sumsum tulang rawan serta status
keterlibatan nervus fasialis atau nervus kranialis lainnya
c. PET scan: Pemeriksaan PET tidak rutin dilakukan
d. Pemeriksaan radiologi untuk mendeteksi metastasis jauh, misalnya foto toraks. Bone scan/bone
survey dan USG abdomen dilakukan bila ada indikasi
2. Pemeriksaan patologi
a. Biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH)
• Prosedur yang sederhana, aman, dan morbiditasnya minimal.
• Keseluruhan akurasi pemeriksaan ini dari berbagai institut masih amat bervariasi
• Dianjurkan dilakukan untuk seluruh pasien dengan tumor kelenjar liur dengan guiding USG
• Membantu pemberian konseling
b. Biopsi core:
• Hasil lebih akurat dibandingkan biopsi jarum halus
• Diindikasikan bila:
o hasil BAJAH meragukan
o kecurigaan lesi limfoid yang memerlukan pemeriksaan imunohistokimia
o tidak resektabel
c. Pemeriksaan potong beku:
• Dilakukan untuk konfirmasi diagnosis dan mengevaluasi margin operasi
• Menentukan ada tidaknya metastasis KGB (jugulodigastrik dan periparotid) pada kasus
maligna
d. Biopsi terbuka:
• Pilihan terakhir dan tidak dianjurkan kecuali bila:
- tidak terdapat fasilitas jarum halus/core
- pada tumor yang tidak resektabel
- bila terdapat kecurigaan lesi limfoid.
• Untuk kasus tumor kelenjar liur minor, usahakan untuk dilakukan biopsi cakot (punch
biopsy).
66
V. Prosedur Terapi
Pembedahan merupakan terapi utama pada tumor kelenjar liur, oleh karena umumnya tumor bersifat
radioresisten dan kemoresisten. Modalitas kemoterapi dan radioterapi lebih banyak digunakan sebagai
terapi adjuvan atau paliatif.
A. Resektabel
Tumor primer
1. Kelenjar parotis
• Parotidektomi superfisialis: prosedur pengangkatan keseluruhan lobus superfisialis dengan
preservasi nervus fasialis. Merupakan prosedur untuk tumor parotis yang terletak di lobus
superfisialis yang belum menginfiltrasi nervus fasialis
• Parotidektomi total: prosedur pengangkatan lobus superfisialis dan profunda dengan preservasi
nervus fasialis. Prosedur ini diindikasikan untuk kasus:
- Tumor dari lobus profunda tanpa gangguan fungsi nervus fasialis
- Tumor ganas derajat tinggi yang memiliki risiko metastasis
- Tumor ganas parotis dengan metastasis intraglandular atau KGB leher
- Tumor ganas parotis yang berasal dari lobus profunda
- Margin yang positif setelah dilakukan parotidektomi superfisialis
• Parotidektomi radikal: prosedur sama dengan parotidektomi total namun dilakukan
pengangkatan nervus fasialis yang terlibat oleh tumor. Dilakukan bila secara makroskopis saat
operasi terdapat infiltasi ke trunkus fasialis.
• Parotidektomi radical extended: prosedur pengangkatan kedua lobus parotis dan nervus fasialis
serta struktur di luar parotis yang telah terinfiltrasi tumor yaitu kulit, fossa infra temporal,
mandibula, sendi temporomandibular dan tulang temporal
2. Kelenjar submandibular: Untuk kasus tumor jinak dilakukan eksisi glandular submandibular,
sedangkan pada kasus tumor ganas dilakukan eksisi luas berupa diseksi submandibula
3. Kelenjar sublingual dan kelenjar liur minor: Untuk kasus tumor jinak dilakukan eksisi, sedangkan
untuk kasus tumor ganas dilakukan eksisi luas. Apabila tumor telah menginfiltrasi ke tulang, maka
dilakukan reseksi terhadap tulang tersebut
KGB
Metastasis regional terutama ditemukan pada KGB level II-III.16
1. Pada kasus N0 servikal belum terdapat konsensus penanganan.
Diseksi leher elektif berupa SND II-IV pada kasus N0 direkomendasikan pada kasus:
• Tumor dengan T3 atau T4 (insiden occult metastasis 54-65%)14
67
• Keganasan derajat tinggi terutama kasus adenokarsinoma, karsinoma mukoepidermoid,
karsinoma tidak berdiferensiasi, karsinoma eks adenoma pleomorfik, dan karsinoma sel
skuamosa 14,17-19
2. Pada kasus N positif, maka dilakukan diseksi leher komprehensif (level I-V).
KGB
Diberikan radioterapi atau kemoradiasi. Operasi dapat dipertimbangkan untuk tujuan paliatif
o Penanganan nervus fasialis
• Nervus fasialis dapat dikorbankan bila intra operatif secara makroskopik nervus telah terinfiltrasi
tumor
• Bila fasilitas tersedia maka dapat dilakukan rekonstruksi nervus fasialis (reanimasi saraf)
o Metastasis jauh
68
Terapi paliatif: kemoterapi
1. Untuk jenis adenokarsinoma, karsinoma adenoid kistik, karsinoma sel asinus, karsinoma ex mixed
tumor dapat diberikan regimen kombinasi adriamisin, 5FU dan sisplatin yang diulang tiap 3
minggu. Alternatif lain adalah kombinasi siklofosfamid, adriamisin, 5FU dan sisplatin yang
diulang tiap 3 minggu
2. Untuk jenis karsinoma sel skuamosa maka dapat diberikan kombinasi metrotreksat dan sisplatin
yang diulang tiap 3 minggu.
3. Untuk jenis karsinoma mukoepidermoid dapat diberikan kombinasi adriamisin, 5FU dan sisplatin
yang diulang tiap 3 minggu. Alternatif lain adalah kombinasi siklofosfamid, adriamisin dan
sisplatin atau kombinasi sisplatin, bleomisin, dan metrotreksat
Pemberian terapi target seperti cetuximab, imatinib dan lapatinib hingga kini belum menjadi
protokol, dikarenakan belum memberikan respon terapi yang bermakna untuk kasus keganasan kelenjar
liur. Selanjutnya dapat dilihat detil selengkapnya di Bab Terapi Sistemik.
Tumor parotis
Parotidektomi
Parotidektomi total
superfisialis
Potong
beku/histopatologi
Jinak Ganas
Potong beku
N0 N+
70
Tumor submandibula
Eksisi glandula
submandibula
Potong beku
Jinak Ganas
Eksisi luas +
Observasi diseksi
submandibula
N0 N+
71
Tumor sublingual/kel.
liur minor
Eksisi
Potong beku/hasil PA
Jinak Ganas
Tumor ganas
residif
Operasi ±
radioterapi ± Radioterapi*
kemoterapi Kemoterapi
Terapi suportif
Operasi paliatif
Keterangan:
*Radiasi diberikan bila
- belum pernah mendapatkan terapi radiasi
- pernah mendapat terapi radiasi minimal 6 bulan sebelumnya dan tidak pernah
mengalami efek samping derajat 3-4 dari terapi radiasi tersebut.
72
VI. Prosedur Follow Up
73
VII. Daftar Pustaka
1. Reksoprawiro S, Senapi B, Suardi DR DKK. Protokol Penatalaksanaan Tumor/Kanker Kelenjar Liur. dalam.
Zalfiral A.A., Tjindarbumi D., Ramli M., Lukitto P., Reksoprawiro S., Handojo D., Suardi D.R., Dimyati
A.: Protokol PERABOI 2003. Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia. Jakarta
2. WHO classification of head and neck tumours. Tumours of the oral cavity and mobile tongue.
France: International Agency for Research on Cancer; 2017. p. 100-6.
3. Everson J, Auclair P, Gnepp D, El-Naggar A. Tumors of the salivary glands. In: Barnes L, Everson
J, Reichart P, Sidransky D, editors. Pathology and Genetics of Head and Neck Tumors. Lyon:
IARC Press; 2005. p. 212-5.
4. Bray F, Ferlay J, Soerjomataram I, Siegel RL, Torre LA, Jemal A. Global Cancer Statistics 2018:
GLOBOCAN Estimates of Incidence and Mortality Worldwide for 36 Cancers in 185 Countries.
CA Cancer J Clin. 2018;68:394-424.
5. To VSH, Chan JYW, Tsang RKY, Wei WI. Review of Salivary Gland Neoplasms. ISRN
Otolaryngology. 2012;2012:1-6.
6. Shah J, Patel S, Singh B, Wong R. Jatin Shah’s Head and Neck Surgery and Oncology 5th ed.
United States: Elsevier; 2019.
7. SEER training modules: head & neck cancer United States: U. S. National Institutes of Health,
National Cancer Institute; [cited 2019 Nov 1]. Available from:
https://training.seer.cancer.gov/head-neck/abstract-code-stage/keys.html.
8. Agulnik M, McGann CF, Mittal BB, Gordon SC, Epstein JB. Management of salivary gland
malignancies: current and developing therapies. Oncology Reviews. 2008;2(2):86-94.
9. Luksic I, Virag M, Manojlovic S, Macan D. Salivary gland tumours: 25 years of experience from a
single institution in Croatia. J Craniomaxillofac Surg. 2012;40(3):e75-81.
10. Rousseau A, Badoual C. Head and Neck: Salivary gland tumors: an overview: Atlas of Genetics
and Cytogenetics in Oncology and Haematology; 2010 [cited 2019 Nov 1]. Available from:
http://atlasgeneticsoncology.org/Tumors/SalivGlandOverviewID5328.html.
11. Licitra L. Major and minor salivary glands tumours. Critical Reviews in Oncology/Hematology.
2003;45(2):215-25.
12. Seethala RR. An Update on Grading of Salivary Gland Carcinomas. Head and Neck Pathology.
2009;3(1):69-77.
13. D'Cruz AK, Chaukar D, Gupta T. Evidence based management of cancers in India: Guidelines for
head and neck cancers (Part A). India: Tata Memorial Centre; 2012.
14. AJCC cancer staging manual. 8th ed. Amin MB, Edge SB, Greene FL, Byrd DR, Brookland RK,
Washington MK, et al., editors. United States: American College of Surgeons; 2018.
74
15. Lloyd S, Yu JB, Ross DA, Wilson LD, Decker RH. A prognostic index for predicting lymph node
metastasis in minor salivary gland cancer. Int J Radiat Oncol Biol Phys. 2010;76(1):169-75.
16. Stennert E, Kisner D, Jungehuelsing M, Guntinas-Lichius O, Schroder U, Eckel HE, et al. High
incidence of lymph node metastasis in major salivary gland cancer. Arch Otolaryngol Head Neck
Surg. 2003;129(7):720-3.
17. Regis De Brito Santos I, Kowalski LP, Cavalcante De Araujo V, Flavia Logullo A, Magrin J.
Multivariate analysis of risk factors for neck metastases in surgically treated parotid carcinomas.
Arch Otolaryngol Head Neck Surg. 2001;127(1):56-60.
18. Sood S, McGurk M, Vaz F. Management of Salivary Gland Tumours: United Kingdom National
Multidisciplinary Guidelines. J Laryngol Otol. 2016;130(S2):S142-S9.
75
PANDUAN PENATALAKSANAAN KANKER BIBIR DAN RONGGA MULUT
(KBRM)1
I. Pendahuluan
A. Batasan
Kanker bibir yang dimaksud disini adalah daerah mukosa bibir yang dibatasi oleh vermilion.
Kanker rongga mulut ialah kanker yang berasal dari epitel mukosa pada dinding rongga mulut
dengan batas-batas anatomi sebagai berikut: 2
• Depan : batas bibir (tepi vermilion bibir atas dan bawah)
• Atas : palatum durum dan molle
• Lateral : bukal kanan dan kiri
• Bawah : dasar mulut dan lidah
• Belakang : arkus faringeus anterior kanan kiri dan uvula, arkus glossopalatinus kanan
kiri, tepi lateral pangkal lidah, papilla sirkumvalata lidah
B. Epidemiologi
1. Insidens dan frekuensi relatif
Data GLOBOCAN 2018 menunjukkan jumlah kasus baru kanker bibir rongga mulut (KBRM)
di dunia mencapai 354.864 dengan angka kematian sebanyak 177.384. Meski tidak termasuk
dalam 10 besar keganasan terbanyak di dunia, KRM disebut sebagai kanker yang sering
ditemukan di Asia Selatan dan Kepulauan Pasifik dengan Papu a Nugini sebagai negara dengan
insidensi KRM tertinggi di dunia pada pria maupun wanita. Di India dan Sri Lanka, KRM juga
menjadi penyebab kematian akibat kanker terbanyak pada pria. 3
2. Distribusi kelamin
Kanker rongga mulut lebih banyak terdapat pada laki-laki daripada perempuan dengan
perbandingan 3:2 – 2:1.1
3. Distribusi umur
76
Kanker rongga mulut sebagian besar timbul pada usia diatas 40 tahun (70%).1
4. Distribusi geografis
Kanker rongga mulut tersebar luas di seluruh dunia. Daerah yang tinggi insidensnya antara lain
Perancis dan India, sedangkan yang rendah yaitu Jepang. 1
5. Etiologi dan faktor risiko
Etiologi kanker rongga mulut ialah paparan dengan karsinogen yang banyak terdapat pada rokok
atau tembakau. Risiko tinggi mendapat kanker rongga mulut terdapat pada orang yang perokok,
nginang/susur, peminum alkohol, karies gigi, hygiene mulut yang buruk.
77
Sebagian besar (±90%) kanker rongga mulut berasal dari mukosa yang berupa karsinoma epidermoid
atau karsinoma sel skuamosa dengan diferensiasi baik, tetapi dapat pula berdiferensiasi sedang, buruk
atau anaplastik. Bila gambaran patologi menunjukkan suatu rhabdomiosarkoma, fibrosarkoma,
malignant fibrohistiocytoma atau tumor ganas jaringan lunak lainnya, perlu diperiksa dengan teliti
apakah tumor itu benar suatu tumor ganas rongga mulut (C00-C06) ataukah suatu tumor ganas jaringan
lunak pipi, kulit atau tulang yang mengadakan invasi ke rongga mulut.
B. Derajat diferensiasi
DERAJAT DIFERENSIASI
GRADE KETERANGAN
Gx Tidak dapat dinilai
G1 Diferensiasi baik
G2 Diferensiasi sedang
G3 Diferensiasi buruk
T = tumor primer
• Ukuran tumor
• Adanya invasi ke dalam pembuluh darah/limfe
• Adanya invasi ke jaringan sekitar tumor
N = nodus regional
• Ukuran KGB
• Jumlah KGB yang ditemukan
• Level KGB yang positif
• Jumlah KGB yang positif
• Ekstensi tumor ekstranodal
M = metastase jauh
78
Tumor primer (T)
Tx ukuran tumor tidak dapat dinilai
Tis karsinoma in situ
T1 tumor ≤2 cm, kedalaman invasi ≤5 mm
T2 tumor ≤2 cm, kedalaman invasi >5 mm hingga ≤10 mm
atau tumor >2 cm dan ≤4 cm, kedalaman invasi ≤10 mm
T3 tumor >2 cm dan ≤4 cm, kedalaman invasi >10 mm
atau tumor >4 cm, kedalaman invasi ≤10mm
T4 stadium lanjut lokal atau stadium lanjut lokal berat
T4a stadium lanjut lokal
Tumor >4 cm, kedalam invasi >10 mm atau tumor hanya menginvasi jaringan sekitar
(contoh: menginvasi korteks mandibula/maksila, atau meliputi sinus maksilaris, atau
kulit wajah)
Ket: erosi superfisial tulang/soket gigi oleh primer tumor yang berasal dari gingiva tidak
dapat diklasifikasikan sebagai T4
T4b stadium lanjut lokal berat
Tumor menginvasi masticator space, pterygoid plates, basis cranii dan/atau
menyelubungi arteri karotis interna
KGB regional (N)
Nx KGB regional tidak dapat dinilai
N0 tidak terdapat metastasis ke KGB regional
N1 metastasis ke 1 KGB ipsilateral, diameter terbesar ≤3 cm, extracapsular node extension (ENE)
–
N2 N2a metastasis ke 1 KGB ipsilateral, diameter terbesar ≤3 cm dan <6 cm, ENE (-)
N2b metastasis KGB ipsilateral multipel, diameter terbesar <6 cm, ENE (-)
N2c metastasis KGB bilateral atau kontralateral, diameter terbesar <6 cm, ENE (-)
N3 N3a metastasis KGB diameter terbesar >6 cm, ENE (-)
N3b metastasis pada KGB manapun dengan ENE (+)
Metastasis Jauh (M)
M0 tidak terdapat metastasis jauh
M1 terdapat metastasis jauh
79
Pengelompokkan stadium
Stadium 0 Tis N0 M0
Stadium I T1 N0 M0
Stadium II T2 N0 M0
Stadium III T1, T2 N1 M0
T3 N0, N1 M0
Stadium IVA T1 N2 M0
T2 N2 M0
T3 N2 M0
2. Pemeriksaan radiologi
80
a. Evaluasi lokal tumor dilakukan dengan CT scan atau MRI, baik dengan atau tanpa kontras pada
RS dengan fasilitas memadai.
b. Evaluasi KGB regional selain CT scan dan MRI dapat dilakukan dengan USG
c. CT Scan direkomendasikan jika dicurigai infiltrasi ke tulang mandibula
d. Evaluasi rutin metastasis dilakukan dengan foto toraks.
e. USG abdomen dan sidik tulang dilakukan berdasarkan indikasi
f. Pada stadium III dan IV serta kasus rekurensi dipertimbangkan pemeriksaan PET scan
3. Pemeriksaan patologi
Semua penderita KBRM atau diduga KBRM harus diperiksa patologi dengan teliti. Spesimen
diambil dari:
• Biopsi tumor melalui beberapa cara, yaitu eksisi, insisi atau biopsi cakot (punch
biopsy) menggunakan tang alligator (Bagan 1)
• BAJAH untuk pemeriksaan sitologi dapat dilakukan pada KGB.
Suspek KBRM
≤1 cm >1 cm
Observasi Eksisi
Bagan 2
81
Keterangan:
- KBRM= Karsinoma bibir dan rongga mulut
- Biopsi eksisi dilakukan dalam anestesi umum, sedangkan biopsi cakot atau biopsi insisi dapat
dilakukan dalam anestesi umum atau lokal. Keuntungan jika dilakukan dalam anestesi umum,
dokter dapat melakukan eksplorasi rongga mulut untuk melihat batas-batas tumor dengan jelas
- Pemeriksaan Potong beku (Frozen Section) disarankan untuk pemeriksaan batas sayatan dan
infiltrasi saraf
- Kasus tidak resektabel (unreectable) adalah kondisi dimana keadaan batas sayatan bebas tumor
sulit dicapai akibat infilitrasi tumor yang mencakup sruktur penting (dijelaskan di bagian
berikutnya).
- Kasus inoperable adalah kondisi dimana terdapat komorbid lain seperti penyakit jantung atau
penyakit lainnya yang menyebabkan pasien tidak memungkinkan untuk menjalani tindakan operasi
V. Prosedur Terapi
Penanganan kanker rongga mulut (KRM) sebaiknya dilakukan secara multidisplin yang melibatkan
beberapa bidang spesialis sesuai dengan stadium klinis (Bagan 2).
Ganas
Bagan Bagan
Bagan 5 Bagan 6
3a-c 4a-b
82
tersedia. Uji klinis dapat dilakukan jika kasus stadium III, IV, kambuh, atau kasus yang tidak respon
terhadap modalitas terapi lainnya.
Suatu tumor didefiniskan tidak resektabel secara teknis, bila:2, 9
- Terdapat ekstensi pada basis kranii misalnya erosi pada pterygoid plates, sfenoid, serta
pelebaran foramen ovale
- Terdapat ekstensi pada nasofaring superior, tuba eustachius atau dinding lateral nasofaringeal
- Menyelubungi arteri karotis interna hingga >270 derajat secara radiologi
- Adanya metastasis subdermal
- Adanya keterlibatan struktur fascia prevertebral fascia atau vertebra servikal
Pada beberapa kasus lokal lanjut, masih dapat dipertimbangkan untuk dilakukan operasi, misalnya
pada tumor dengan ekstensi ke kulit eksterna, otot pterygoid, mediastinum, fasia prevertebral dan
vertebra servikal.
Prinsip terapi sesuai dengan:
1. Stadium I-II: T1-2, N0 (Bagan 3a-c)
a. Pembedahan
• Tumor primer: eksisi luas dengan atau tanpa potong beku
Pada fasilitas tanpa potong beku, batas sayatan: 1 – 2 cm dari indurasi tumor
• KGB: tanpa limfadenektomi, SLNB, atau diseksi leher
Pada kasus karsinoma bibir dengan N0 tidak dilakukan diseksi leher
b. Terapi adjuvan berupa radiasi dan/atau terapi sistemik diindikasikan bila terdapat adverse
features seperti ekstensi ekstranodal, margin positif, pN2/N3 atau invasi limfovaskuler
2. Stadium III-IVa: T3, N0; T1-3, N1-3; T4a, N0-3 (Bagan 4a-b)
a. Pembedahan
• Tumor primer: eksisi luas
• KGB:
- Pada kasus N0, dilakukan SND I-III yang dilanjutkan menjadi diseksi leher komprehensif
bila terbukti terdapat metastasis regional
- Pada kasus N+ secara patologi, dilakukan diseksi leher komprehensif
- Diseksi leher bilateral dilakukan bila terdapat metastasis regional bilateral
b. Terapi adjuvan berupa radiasi dan/atau terapi sistemik diindikasikan bila terdapat adverse
features seperti ekstensi ekstranodal, margin positif, pN2/N3 atau invasi limfovaskuler
3. Stadium IVb (T4b, N0-3) atau KGB tidak resektabel atau kasus inoperable (Bagan 5)
Pilihan terapi yang disesuaikan dengan skor performans:
a. Kemoterapi induksi
b. Radioterapi
c. Operasi atau radioterapi paliatif
83
d. Kemoradiasi
e. Terapi suportif
4. Stadium IVc: Kasus KBRM dengan metastasis jauh (Bagan 6)
a. Kombinasi terapi sistemik
b. Terapi sistemik single-agent
c. Operasi atau radioterapi paliatif
d. Kemoradiasi
e. Terapi suportif
T1-2, N0
Comprehensive neck
dissection atau
radioterapi
Re-eksisi
luas atau Radioterapi atau
kemoradiasi kemoradiasi
Observasi
84
Keterangan:
*Pemilihan operasi ditentukan oleh dokter sesuai fasilitas yang ada
- SLNB= sentinel lymph node biopsy
Pemeriksaan SLNB dikonfirmasi dengan potong beku
- Pilihan diseksi leher= RND, MRND
- Batas sayatan dikonfirmasi dengan potong beku
- ENE= extranodal extension
- Adverse features sama dengan karakteristik buruk yaitu: ENE, positive margin, pN2/pN3, nodal
disease in level invasion, invasi vaskular, invasi limfatik
- Terapi sistemik/radioterapi = kemoradiasi
- Terapi sistemik yang diberikan dapat berupa agent kemoterapi atau terapi target
T1-2, N0
Eksisi
luas*
Re-eksisi
Radioterapi
luas/radioterap
i
Observasi
Bagan 3b. Penatalaksanaan karsinoma bibir stadium I, II tanpa fasilitas potong beku
Keterangan:
*Pada fasilitas tanpa potong beku, batas sayatan: 1 – 2 cm dari indurasi tumor
85
T1-2, N0
Eksisi luas +
potong beku
Invasi
limfatik/vaskular
/perineural
negatif positif
Observasi Radioterapi
Bagan 3c. Penatalaksanaan karsinoma bibir stadium I, II dengan fasilitas potong beku
86
T3, N0;
T1-3, N1-3;
T4a, N0-3
KGB KGB
(-) (+)
Adverse Adverse
features (-) features (+)
Observasi
87
T3, T4, N0
T1-4, N1-3
Inoperable Operable
Eksisi luas +
diseksi leher
ipsilateral ±
kontralateral
Adverse
N0 1 KGB (+)
features(+)
dan adverse
features (-)
Terapi Radioterapi
sistemik/radioterap Atau
i atau Terapi
Re-eksisi luas sistemik/radioterap
(pada positive i
margin)
atau
Radioterapi
Observasi
88
T4b, N0-3 atau
KGB unresectable
atau inoperable
Radioterapi definitif ±
terapi sistemik single
agent bersamaan
Bila PR atau
CR observasi,
jika SD atau
PD uji klinis
Bagan 5. Penatalaksanaan KBRM Stadium IVb (T4b, N0-3) atau KGB tidak resektabel atau
kasus inoperable
Keterangan
CR: complete response
PR: partial response
SD: stable disease
PD: progressive disease
89
M1
Regimen kemoterapi pada KBRM umumnya merupakan terapi berbasis platinun dengan atau tanpa
Taxan dan 5 FU. Alternatif lain dapat diberikan terapi target seperti cetuximab. Kemoterapi dapat
diberikan sebagai terapi induksi, concurrent dengan radiasi pada kasus pasca pembedahan atau paliatif.
Imunoterapi seperti pembrolizumab dapat diberikan untuk kasus KBRM yang tidak resektabel, dengan
M1 atau rekuren yang tidak dapat dilakukan radiasi atau pembedahan. Detil regimen kemoterapi pada
KBRM dapat dilihat pada bab Terapi Sistemik.
90
VII. Daftar Pustaka
91
PANDUAN PENATALAKSANAAN KANKER KULIT
I. Pendahuluan
Kanker kulit adalah neoplasia yang paling umum di dunia, dominan pada populasi Kaukasia dan insiden
yang lebih tinggi di daerah dengan paparan matahari yang lebih besar. Kanker ini terjadi 35-45% dari
semua kanker pada orang Kaukasia, 4–5% pada orang Hispanik, 2-4% pada orang Asia, dan 1-2% pada
populasi kulit hitam.1
Insiden kanker kulit cenderung meningkat dalam 30 tahun terakhir pada orang kulit putih, dengan
insiden yang relatif stabil pada populasi kulit berwarna. Hal ini terjadi karena adanya proteksi melanin
dan struktur berbeda dari melanosom. Informasi tepat mengenai kejadian nyata dan / atau kematian yang
disebabkan tumor kulit sulit untuk dikumpulkan, kecuali untuk melanoma, karena karsinoma kulit
umumnya tidak terdaftar dalam register tumor nasional dan jarang menjadi penyebab kematian utama.1
Data pasti di Indonesia belum didapatkan namun estimasi Globocan terjadi peningkatan tiap
tahunnya untuk wilayah Asia Tenggara.2
II. Klasifikasi Histopatologi
Tumor kulit diklasifikasikan sebagai berikut: (WHO 2018) 3
A. Keratinositik/epidermal tumor
1. Lesi Prekursor dan Keganasan In Situ (ICD 10 : D00-D09)
a. Actinic keratosis (solar keratosis)
b. Bowen disease
c. Erythroplasia of queyrat
d. Leukoplakia
e. Actinic cheilitis
f. Cutaneous horn (cornu cutaneum)
g. Arsenical keratosis
h. Chronic radiodermatitis
i. Keratoacanthoma
2. Keganasan berupa: (ICD 10: C.44.5-7, C63.2)
1. Karsinoma sel basal
2. Karsinoma sel skuamosa
B. Melanositik tumor (ICD 10: C.43)
1. Lesi prekursor dan keganasan insitu berupa:
a. Atypical naevus
b. Melanoma insitu
2. Keganasan berupa:
92
a. Melanoma maligna
C. Appendageal tumor (ICD 10: C.44) (Sebaceous and sweat gland)
D. Tumor haematopoietic dan lymphoid
E. Sindroma tumor bawaan yang berhubungan dengan keganasan kulit (Inherited tumours syndrome
associated with skin malignancies)
MELANOMA MALIGNA
I. Pendahuluan
A. Definisi
Neoplasma maligna yang berasal dari sel melanosit. Selain di kulit dapat pula terjadi pada mukosa. (ICD
10: C.43).
B. Epidemiologi
Insiden melanoma di Amerika Serikat telah meningkat secara dramatis. Sekitar 76.250 kasus baru
melanoma invasif didiagnosa tiap tahunnya di AS. Insiden Melanoma meningkat dari 8,2 kasus pada
perempuan dan 9,4 kasus pada laki-laki per 100.000 penduduk pada tahun 1975, menjadi sekitar 24,2
kasus pada perempuan dan 35,4 kasus pada laki-laki per 100.000 penduduk pada tahun 2010.4
C. Faktor risiko
• Demografis
Insiden meningkat seiring bertambahnya usia. Risiko paling besar pada kelompok etnis
dengan jenis kulit yang lebih terang. Sebelum usia 40 tahun, angka kejadian pada wanita
lebih tinggi daripada pria, namun setelah usia 40 tahun, insiden pada pria 2 kali lebih tinggi
daripada wanita.5
• Lingkungan – Radiasi Ultraviolet / Paparan Matahari
Mayoritas melanoma dikaitkan dengan paparan radiasi ultraviolet. Radiasi ultraviolet B
(UVB) dan ultraviolet A (UVA) bersifat karsinogenik dan dapat memicu melanoma. Insiden
meningkat pada orang yang tinggal dekat dengan garis khatulistiwa atau pada daerah
ketinggian serta pada orang yang sering terpapar sinar ultraviolet pada jam 10 pagi sampe 4
sore. Lokasi anatomi yang paling sering pada pria adalah batang tubuh dan kaki pada wanita.
Secara umum terdapat peningkatan risiko terutama pada tungkai atas, kepala dan leher.5
• Fenotip
Golongan individu berfenotip RHC (Red Hair Color) lebih berisiko. Fenotipe RHC ditandai
dengan kurangnya pigmentasi kulit seperti kulit putih, dan berbintik-bintik, berambut merah
dan sensitif terhadap sinar matahari. Varian human melanocortin-1 receptor gene (MC1R)
dikaitkan dengan fenotip RHC ini.5
• Tahi lalat (Nevi dan / atau Atypical nevi)
93
Peningkatan jumlah tahi lalat, large nevi dan atypical nevi adalah faktor risiko terjadinya
melanoma. Atipikal nevi yang berjumlah 10 atau lebih berisiko hingga 12 kali lipat
berkembang menjadi melanoma. Peningkatan jumlah nevi tanpa nevi atypical meningkatkan
risiko 2 - 4 kali lipat. Namun kebanyakan melanoma timbul secara de novo dari kulit yang
secara klinis normal.5
• Riwayat kanker kulit melanoma atau nonmelanoma
Pasien dengan riwayat melanoma sebelumnya memiliki peluang sekitar 2% - 5%
berkembang kembali menjadi melanoma. Riwayat kanker kulit jenis sel skuamosa berisiko
3 kali lipat terkena melanoma. Riwayat kanker kulit jenis sel basal berisiko 2 kali lipat
terkena melanoma. 5
• Riwayat keluarga
Pada melanoma sporadis, risiko meningkat 2,62 kali lebih besar jika orang tua memiliki
riwayat melanoma dan 2,94 kali lebih besar jika saudara kandung yang memiliki melanoma.
Kurang dari 10% pasien yang true familial melanoma.5
D. Etiologi dan karakteristik biologi
Beberapa perubahan genetik dan molekuler berkontribusi dalam terjadinya melanoma dan usaha
identifikasi terhadap beberapa subgroup molekuler telah menghasilkan terapi target, yang digunakan
untuk meningkatkan hasil terapi. Terdapat beberapa jalur utama yang terlibat dalam patogenesis
terjadinya melanoma, antara lain: 5,6
a. Penekanan ekspresi gen CDKN2A/p16
b. Pengaktifan jaras RAS, RAF dan MAPK melalui mutasi RAS, BRAF
c. Pengaktifan jaras Phosphatidylinositol-3-Kinase (PI3K) melalui mutasi NRAS, kehilangan
fungsi PTEN, dan /atau Akt overexpression
d. Pengaktifan KIT/CD117 yang menyebabkan aktifasi MAPK, PI3K, STAT dan disregulasi
MITF
e. Menghindari jalur apoptosis intrinsik dan ekstrinsik melalui down regulasi cytochrome c-
associated factor Apaf-1 dan reseptor tumor necrosis factor–related apoptosis-inducing ligand
(TRAIL) death.
II. Klasifikasi Histologi
Klasifikasi histologi melanoma adalah sebagai berikut:
1. Lentigo melanoma maligna (LMM)
2. Superfisial spreading melanoma (SSM)
3. Nodular malignant melanoma (NMM)
4. Acral lentigenous melanoma (ALM)
5. Melanoma yang tidak terklasifikasi
94
III. Stadium Klinis
Stadium klinis melanoma ditentukan sesuai dengan AJCC 20187
A. Klasifikasi stadium
Tabel 1. Definisi klasifikasi
Klasifikasi Definisi
cTNM atau TMN Klasifikasi Klinis: digunakan untuk semua pasien kanker yang diidentifikasi sebelum
dilakukan terapi. Terdiri dari informasi diagnosis kerja, sampai terapi awal, termasuk
riwayat klinis dan gejala, pemeriksaan fisik, pencitraan, endoskopi, biopsi tumor primer,
biopsi atau eksisi satu KGB regional atau KGB sentinel, atau sampel dari KGB regional,
dengan T klinis, biopsi dari bagian metastasis jauh, eksplorasi operasi tanpa reseksi dan
pemeriksaan relevan lainnya.
pTMN Klasifikasi Patologi: digunakan untuk pasien jika pembedahan merupakan terapi definitif
pertama. Terdiri dari informasi diagnosis kerja berdasarkan stadium klinis digabungkan
dengan temuan operasi dan gambaran patologi dari spesimen yang direseksi saat operasi.
ycTNM Klasifikasi Klinis Paska-terapi: setelah terapi sistemik primer dan/atau radiasi primer,
atau setelah terapi neoadjuvant dan sebelum direncanakan operasi. Kriteria : terapi awal
berupa sistemik dan/atau terapi radiasi
ypTNM Klasifikasi Patologi Paska-terapi: digunakan untuk staging setelah terapi neoadjuvant
dan setelah terapi operasi pasca neoadjuvant. Kriteria : terapi awal berupa sistemik
dan/atau terapi radiasi dan disertai dengan tindakan operasi.
rTNM Klasifikasi Rekurensi atau Terapi Ulang: digunakan untuk menetapkan staging saat
terjadinya kekambuhan atau progresifitas sampai dilakukannya terapi.
95
Kategori Kriteria ketebalan Kriteria status ulkus Ilustrasi
T2a 1,0 – 2,0 mm Tanpa ulkus
96
Tabel 3. Klasifikasi KGB Regional
97
Tabel 4. Klasifikasi metastasis jauh
Kategori M Kriteria M
Patologis
Kadar serum laktat
Klinis (terbukti Metastatic site
dehidrogenase (LDH)
mikroskopis)
cM0 Tidak ada bukti metastasis jauh Tidak bisa menjadi acuan
cM1 pM1 Adanya bukti metastasis jauh Ada
Kulit, jaringan lunak termasuk otot, dan/atau nodul limfa Tidak diperiksa atau tidak
cM1a pM1a
nonregional. spesifik
Kulit, jaringan lunak termasuk otot, dan/atau nodul limfa
cM1a(0) pM1a(0) Normal
nonregional.
Kulit, jaringan lunak termasuk otot, dan/atau nodul limfa
cM1a(1) pM1a(1) Meningkat
nonregional.
Tidak diperiksa atau tidak
cM1b pM1b Paru dengan atau tanpa kriteria M1a
spesifik
cM1b(0) pM1b(0) Paru dengan atau tanpa kriteria M1a Normal
cM1b(1) pM1b(1) Paru dengan atau tanpa kriteria M1a Meningkat
Non-sistem saraf pusat (SSP) bagian visceral dengan Tidak diperiksa atau tidak
cM1c pM1c
atau tanpa kriteria M1a atau M1b spesifik
Non-SSP bagian visceral dengan atau tanpa kriteria M1a
cM1c(0) pM1c(0) Normal
atau M1b
Non-SSP bagian visceral dengan atau tanpa kriteria M1a
cM1c(1) pM1c(1) Meningkat
atau M1b
Tidak diperiksa atau tidak
cM1d pM1d SSP dengan atau tanpa kriteria M1a, M1b, atau M1c
spesifik
cM1d(0) pM1d(0) SSP dengan atau tanpa kriteria M1a, M1b, atau M1c Normal
cM1d(1) pM1d(1) SSP dengan atau tanpa kriteria M1a, M1b, atau M1c Meningkat
Catt :
Penanda untuk kategori M (0) untuk LDH yang tidak meningkat, (1) Untuk LDH yang meningkat
Penanda tidak dipakai jika LDH tidak diperiksa atau tidak spesifik
98
Tabel 5. Pengelompokkan stadium
Stadium klinis Stadium patologis
T N M T N M
0 Tis N0 M0 0 Tis N0 M0
IA T1a N0 M0 IA T1a N0 M0
IB T1b N0 M0 IB T1b N0 M0
T2a N0 M0 T2a N0 M0
IIA T2b N0 M0 IIA T2b N0 M0
T3a N0 M0 T3a N0 M0
IIB T3b N0 M0 IIB T3b N0 M0
T4a N0 M0 T4a N0 M0
IIC T4b N0 M0 IIC T4b N0 M0
Any T, T1a/b, N1a,
III N1 M0 IIIA M0
Tis T2a N2a
N1b,
IIIB T0 M0
N1c
T1a/b, N1b/c,
M0
T2a N2b
T2b, N1a/b/c,
M0
T3a N2a/b
N2b/c,
IIIC T0 M0
N3b/c
T1a/b,
N2c,
T2a/b, M0
N3a/b/c
T3a
T3b, Any N,
M0
T4a N1
N1a/b/c,
T4b M0
N2a/b/c
IIID T4b N3a/b/c M0
Any T,
IV Any T Any N M1 IV Any N M1
Tis
99
pemeriksaan patologi juga harus ditentukan margin eksisi, konfirmasi diagnostik lesi transit, dan
mengukur ukuran ulserasi jika memungkinkan.8,9
3. Ulserasi
Adanya ulserasi yang diinduksi tumor merupakan faktor prognostik yang merugikan dan turut
memodifikasi kategori T. Pengukuran dan dokumentasi ulserasi sangat direkomendasikan.
4. Mitotic count
Mitotic count dinilai hanya dalam komponen dermal (invasif) dan dilaporkan dalam milimeter
kuadrat. Penilaian mitosis sangat penting, karena keberadaan mitosis menentukan kategori T1 dan
mendorong dilakukannya biopsi KGB sentinel.
5. Lesi satelit
Parameter yang agak kontroversial dari lesi satelit termasuk konsep lesi microscopic satellites,
clinical satellites dan lesi transit
100
• Microscopic satellites didefinisikan sebagai sarang tumor diskrit yang berdiameter lebih dari
0,05 mm dan dipisahkan dari koloni utama tumor oleh kolagen dermal retikuler yang normal
atau lemak subkutan dengan jarak minimal 0,3 mm.
• Clinical satellites / satelit nodul ialah lesi yang terpisah dari koloni tumor primer dan jaraknya <
2 cm dari tumor primer
• Lesi transit / transit metastasis adalah lesi yang jaraknya >2 cm dari tumor primer, tetapi tidak
melampaui KGB regionalnya.8
IV. Prosedur Diagnosis
A. Pemeriksaan klinis
1. Anamnesis:
Keluhan utama: tahi lalat yang cepat membesar, tumbuh progresif, gatal, mudah berdarah dan
disertai tukak.
2. Pemeriksaan fisik:
• Lokal: tumor primer di kulit berwarna coklat muda sampai hitam, bentuk nodul, plak, disertai
luka. Kadang-kadang tidak berwarna (amelanotik melanoma).5,8
Lesi bersifat: A (Asymmetry): tidak teratur
B (Border) : tepi tak teratur
C (Colour) : warna bervariasi
D (Diameter) : umumnya > 6 mm
E (Elevation) : permukaan yang tidak teratur
Variasi gambaran klinis:
1. Lentigo melanoma maligna (LMM)
• Ciri: Lesi coklat seperti kehitaman, beberapa cm, tepi irreguler, pada permukaan
dijumpai bercak- bercak warna gelap (warna biru) tersebar tidak teratur, dapat
menjadi nodul biru kehitaman invasive agak hiperkeratonik.
2. Superfisial spreading melanoma
• Ciri: Lesi berupa plak archiformis berukuran 0,5 – 3 cm tepi meninggi, irreguler,
dapat mencapai 2 cm dalam 1 tahun. Nodul biru kehitaman pada permukaan terdapat
campuran bermacam- macam warna seperti coklat, abu-abu, biru, hitam, sering
kemerahan.
• Lokasi : wanita : tungkai bawah
laki-laki : badan dan leher.
3. Nodular malignant melanoma
101
• Ciri: Lesi berupa nodul bentuk setengah bola (dome shaped) atau polipoid dan
eksofitik, warna coklat kemerahan atau biru sampai kehitaman dapat mengalami
ulserasi perdarahan, timbul lesi satelit.
• Lokasi: laki- laki punggung, dapat pada setiap lokasi.
4. Acral lentigenous melanoma
• Ciri: lesi berupa makula, warna bervariasi, pada permukaan timbul papul, nodul,
ulserasi, kadang- kadang lesi tidak mengandung pigmen.
• Lokasi: letak kaki, tumit, telapak tangan, dasar kuku, ibu jari tangan.
5. Melanoma yang tidak terklasifikasi
• Pemeriksaan KGB regional.
• Pemeriksaan metastasis jauh ke paru dan hati.
B. Pemeriksaan penunjang
1. Radiologi
a. Rutin: foto toraks, USG Abdomen atas untuk evaluasi metastasis hepar dan USG
abdomen bawah untuk evaluasi KGB Para Aorta dan KGB Para Iliaka
b. Opsional: foto polos tulang, CT scan, MRI, PET scan
2. Sitologi: BAJAH untuk KGB yang dicurigai metastasis
3. Pemeriksaan histopatologi:
a. Biopsi:
i. Biopsi eksisi merupakan tindakan biopsi terbaik
ii. Biopsi insisi dan biopsi punch dilakukan pada:
- tindakan awal pada pemeriksaan potong beku
- masa/ ulkus yang besar
- keadaan paliatif.
iii. Biopsi Core dapat dilakukan untuk menentukan metastasis ke KGB
b. Spesimen operasi:
i. Tumor primer: ukuran tumor, jenis histopatologi, derajat diferensiasi sel, luas dan
dalamnya infiltrasi, radikalitas operasi. Spesimen dikirimkan dengan mapping
dan diberi tanda batas-batas sayatan.
ii. Regional: konfirmasi diagnostik dan jumlah kelenjar yang ditemukan, jumlah
kelenjar yang positif terdapat metastasis, infiltrasi tumor ke kapsul atau
ekstranodal
102
V. Prosedur Terapi
A. Kuratif
A. Definitif
• Lokal: tindakan eksisi luas dengan tepi bebas tumor sesuai kriteria ketebalan dan dilakukan
rekonstruksi jika dibutuhkan. Batas sayatan bebas tumor berhubungan dengan diameter lesi
dan dasar lesi.10,11,12
Tabel 6. Rekomendasi batas sayatan berdasarkan ketebalan tumor
Ketebalan tumor Rekomendasi batas sayatan
In situ 0,5 - 1.0 cm
≤ 1.0 mm 1 cm
> 1.0 – 2 mm 1 – 2 cm
> 2 – 4 mm 2.0 cm
> 4 mm 2.0 cm
Bila hasil operasi batas sayatan bebas tumor tidak sesuai dengan ketebalan Breslow, harus
dilakukan re-eksisi secepatnya.
• Biopsi eksisi lebih direkomendasikan karena dapat menurunkan risiko misdiagnosis (false
negative atau false positive) dan ketidaktepatan microstaging (karena dasar melanoma dapat
terpotong pada biopsi insisi atau karena gagal mendapatkan sampel terdalam dari melanoma).5
• Jika dibutuhkan, rekonstruksi dapat dilakukan. Pemilihan cara rekonstruksi hendaknya
memenuhi kaidah onko-rekonstruksi.
• Mapping KGB sentinel adalah prosedur yang digunakan untuk staging melanoma dan untuk
memberikan informasi prognostik.
• Biopsi KGB sentinel sebaiknya dilakukan pada pasien dengan melanoma dengan ketebalan >
1 mm atau melanoma yang berukuran ≤ 1 mm dan disertai ulserasi atau laju mitosis > 1
mitosis/mm2 dan dapat dipertimbangkan untuk pasien dengan fitur risiko tinggi lainnya. (mis.
Ukuran > 0,75 mm, invasi limfovaskular atau Clark level IV).
• Regional: pada KGB positif, dilakukan diseksi KGB8
o Di daerah inguinal: dilakukan diseksi inguinal superfisial. Diseksi inguinal profunda
dilakukan jika metastasis ke cloquet node positif atau terdapat ≥3 KGB superfisial positif
metastasis
o Di daerah aksila: Level I – III
o Di daerah leher: diseksi leher radikal klasik
103
B. Adjuvan
• Terapi ajuvan dengan interferon alfa dosis tinggi dapat ditawarkan kepada pasien dengan
melanoma yang tidak resektabel dengan atau tanpa metastasis nodal.
• Pemberian immunoterapi dan terapi target dalam beberapa trial memberikan hasil
peningkatan survival13
B. Paliatif
• Median survival pasien melanoma dengan metastasis jauh sekitar 9 hingga 12 bulan.
• Pilihan pengobatan termasuk terapi target, terapi imun seperti BCG yang diberikan intra lesi,
kemoterapi sitotoksik atau yang berpartisipasi dalam clinical trials.
• Semua pasien dengan melanoma stadium lanjut dapat dilakukan pemeriksaan ada tidaknya
mutasi BRAF V600 E sebelum pemberian terapi target dengan inhibitor BRAF.
• Pilihan imun terapi termasuk CTLA-4 inhibitor dengan Ipilimumab, Interleukin-2 dosis tinggi,
dan uji klinis.
• Pilihan kemoterapi mencakup terapi Dacarbazine-based (Cisplatin, Vinblastin dan Dacarbazin)
dan Darthmouth regimen (Cisplatin, Carmustine, Dacarbazine and Tamoxifen).
• Pilihan perawatan suportif dan paliatif tambahan seperti radiasi, harus dipertimbangkan pada
semua pasien13
C. Khusus
Lesi transit: kombinasi treatment.
Recurrent: Dilakukan reevaluasi
▪ Lokal: Eksisi luas ulang
▪ Regional: Bila sebelumnya belum dilakukan diseksi, dilakukan diseksi dan adjuvan. Bila
sudah pernah diseksi, dilakukan radiasi.
104
Suspek Melanoma
Melanoma Maligna
Maligna
Metastasis (-
Biopsi
Re-biopsi
Observasi
Informasi :
• Ketebalan tumor (Breslow)
• Adanya ulserasi
• Dermal mitotic count (per mm2), khususnya pada
lesi yang tipis (ketebalan ≤ 1 mm)
• Adanya lesi satelit
• Margin insisi
105
Tatalaksana Tumor Primer Melanoma Maligna
Observasi
106
Curiga lesi transit +
Tidak teraba KGB
107
Kelenjar getah bening
teraba
Biopsi KGB
M0 M1
Tumor primer Tumor primer
tidak diketahui diketahui
Palliatif
Tumor primer Tumor Primer
tidak diketahui Diketahui
(Tatalaksana sesuai bagan
sebelumnya)
108
KARSINOMA KULIT NON-MELANOMA
I. Pendahuluan
A. Definisi
Neoplasma maligna yang berasal dari sel keratin. Biasa dikenal dengan karsinoma kulit non-
melanoma. Jenis karsinoma sel keratin terbanyak dan akan dibahas pada panduan ini adalah:
A. Karsinoma sel basal
B. Karsinoma sel skuamosa
B. Epidemiologi
Diperkirakan terdapat lebih dari 1 milyar kasus keganasan sel keratinosit yang terdiagnosa di USA
saja. Hanya sedikit register kanker yang mengikutsertakan keganasan sel keratinosit karena
tingginya insiden, prognosis yang secara umum bagus dan terapi pasien yang berpotensial dilakukan
tanpa rawatan dan tanpa evaluasi histologis.
Kategori T Kriteria T
TX Tumor primer tidak bisa dinilai
T0 Tak ditemukan tumor primer (mis: unknown primary)
Tis Karsinoma in situ
T1 Dimensi terbesar tumor 2 cm
T2 Dimensi terbesar tumor > 2 cm, tapi 4 cm
Dimensi terbesar tumor > 4cm, atau terdapat erosi minor pada tulang atau invasi perineural atau
T3
deep invasion*
Tumor dengan gross invasi ke tulang kortikal / sumsum tulang, invasi ke tulang basis kranii
T4
dan/atau ke foramen di basis kranii
T4a Tumor dengan gross invasi ke tulang kortikal / sumsum tulang
T4b Tumor berinvasi ke tulang basis kranii dan/atau ke foramen di basis kranii
Deep invasion / Invasi profunda didefinisikan sebagai invasi yang melebihi kedalaman lemak subkutaneus atau
> 6 mm (yaitu ukuran dari lapisan granuler dari batas epidermis normal yang berdekatan ke dasar tumor ).
Invasi perineural untuk klasifikasi T3 didefinisikan sebagai ditemukannnya sel tumor di dalam selubung syaraf
pada syaraf yang terdapat lebih profunda di banding dermis, atau dengan pengukuran kaliber 0,1 mm, atau
muncul dengan gejala keterlibatan syaraf secara klinis atau radiografis tanpa adanya invasi atau transgressi ke
dasar tulang.
109
Tabel 8. Klasifikasi KGB regional klinis (cN)
Kategori N Kriteria N
Nx KGB regional tidak bisa dinilai
N0 Tidak ada metastasis KGB regional
Metastasis pada satu KGB ipsilateral, dengan dimensi terbesar 3 cm dan Extra Nodal
N1
Extension (ENE) (-)
Metastasis pada satu KGB ipsilateral dengan dimensi terbesar > 3 cm, tapi 6 cm dan ENE (-);
atau metastasis pada KGB ipsilateral multipel, dengan dimensi terbesar 6 cm dan ENE (-);
N2
atau metastasis pada KGB bilateral atau kontralateral, dengan dimensi terbesar 6 cm dan ENE
(-)
N2a Metastasis pada satu KGB ipsilateral dengan dimensi terbesar > 3 cm, tapi 6 cm dan ENE (-)
N2b Metastasis pada KGB ipsilateral multipel, dengan dimensi terbesar 6 cm dan ENE (-)
N2c Metastasis pada KGB bilateral atau kontralateral, dengan dimensi terbesar 6 cm dan ENE (-)
Metastasis pada KGB dengan dimensi terbesar > 6 cm dan ENE (-);
N3
atau metastasis pada KGB bentuk apapun dan secara klinis ENE (+)
N3a Metastasis pada KGB dengan dimensi terbesar > 6 cm dan ENE (-)
N3b Metastasis pada KGB bentuk apapun dan secara klinis ENE (+)
Catatan :
Penanda “U” atau “L” digunakan untuk mengkategorikan N yang berindikasi metastasis di atas batas terendah
krikoid (U) atau di bawah batas terendah dari krikoid (L).
Demikian pula dengan klinis dan patologis Extra Nodal Extension (ENE) ditandai dengan ENE (-) atau ENE (+)
Keterangan:
Akhiran N Definisi
Digunakan jika metastasis dari KGB didapatkan hanya dari biopsi Sentinel Lymph
(sn)
Node.
Digunakan jika metastasis dari KGB didapatkan hanya dari FNA atau core needle
(f)
biopsy saja
U Metastasis di atas batas terendah dari krikoid
L Metastasis di bawah batas terendah krikoid
110
Tabel 10. Klasifikasi metastasis jauh (M)
Kategori M Kriteria M
cM0 Tidak ada metastasis jauh
cM1 Metastasis jauh
pM1 Metastasis jauh, terkonfirmasi secara mikroskopis
Tabel 11. Stadium non-melanoma regio kepala dan leher berdasarkan AJCC
Stadium T N M
0 Tis N0 M0
I T1 N0 M0
II T2 N0 M0
T3 N0 M0
III
T1, T2, T3 N1 M0
T1, T2, T3 N2 M0
Any T N3 M0
IV
T4 Any N M0
Any T Any N M1
111
Tabel 13. Klasifikasi KGB regional
Kategori N Kriteria
NX KGB regional tidak bisa dinilai
N0 Tidak ada metastasis KGB regional
N1 Metastasis pada satu KGB ipsilateral dengan dimensi terbesar 3 cm
Metastasis pada satu KGB ipsilateral dengan dimensi terbesar > 3 cm tapi 6 cm
N2
atau metastasis pada KGB multipel ipsilateral dengan dimensi terbesar < 6 cm
N3 Metastasis pada KGB dengan dimensi terbesar > 6 cm
Catatan:
KGB kontralateral pada karsinoma sel keratinosit yang bukan pada daerah kepala leher
diklasifikasikan sebagai metastasis jauh (M1)
112
wajah dengan 30% terjadi di hidung), 25% di batang tubuh dan 5% di penis, vulva atau kulit
perianal.5,8,12
b. Etiologi
Disregulasi jaras Hedgehog berperan sebagai titik sentral patogenesis KSB. Disregulasi terjadi
karena: 6
• Delesi gen Patched Homolog 1 (PTCH1), atau
• Overaktivasi pada protein smoothened (SMO).
Keadaan ini umumnya karena mutasi yang diinduksi oleh radiasi ultraviolet.3,12 Faktor keturunan
juga berperan pada patogenesis basalioma seperti yang terjadi pada Nevoid basal cell carcinoma
syndrome, Bazex syndrome, Rombo syndrome dan Unilateral basal cell nevus syndrome.
3. Prosedur diagnosis14
a) Anamnesis
Dikeluhkan adanya lesi seperti tahi lalat yang membesar, dapat pula lesi tersebut berupa
borok yang tidak sembuh-sembuh.
b) Pemeriksaan Fisik
• Gambaran klasik dikenal sebagai” ulkus rodent” yaitu ulkus dengan tepi yang tidak rata,
warna kehitaman di daerah perifer tampak hiperplasia dan di sentral tampak ulkus.
• Bentuk lain yang tidak klasik, tergantung dari variasi klinis, yaitu:
1. Jenis Nodulo ulseratif (paling sering)
Lesi: mula-mula papul / nodul, diameter < 2 cm, tepi meninggi, permukaan
mengkilat, sering ada telangiektasi, kadang dengan skuama halus dan krusta tipis.
113
Warna seperti mutiara kadang translusen keabu-abuan atau kekuningan. Tumbuh
lambat, bagian tengah timbul cekungan hingga ulserasi (ulkus rodens).
2. Jenis berpigmen
Gambaran sama dengan nodulo ulseratif hanya berwarna coklat / hitam bintik-bintik
atau homogen.
3. Jenis “morphea like” atau fibrosing (agak jarang)
Lesi: bentuk plakat, warna kekuningan, tepi tidak jelas, kadang tepi meninggi. Pada
permukaan tampak beberapa folikel rambut yang mencekung (gambaran klinik,
seperti sikatrik), kadang tertutup krusta yang melekat erat (jarang ulserasi).
4. Jenis superficial
Lokasi: badan, leher, kepala. Lesi: bercak kemerahan dengan skuama halus, tepi
meninggi seperti kawat. Dapat meluas secara lambat, ulserasi (-). Biasanya multiple.
5. Jenis fibroepitelial
Lokasi: punggung. Lesi: soliter, nodul keras, sering bertangkai pendek. Permukaan
halus, sedikit kemerahan (mirip fibroma).
6. Sindroma karsinoma sel basal nevoid (Sindroma Gorlin Galzt). Autosomal dominan,
Sindroma ini terdiri dari:
a. Kelainan kulit:
− Kanker sel basal multiple jenis nevoid
− Cekungan (pits) pada telapak tangan dan kaki
− Milia, lipoma, fibroma.
b. Kelainan tulang:
- Kista pada rahang
- Kelainan tulang iga dan tulang belakang (skoliosis, spinabifida)
c. Kelainan system saraf:
- Perubahan neurologik (EEG abnormal, cerebeller meduloblastoma)
- Retardasi mental
d. Kelainan mata: katarak, buta kongenital.
e. Lain-lain:
− Kalsifikasi falks serebri
− Fibroma ovari dengan kalsifikasi
− Kista limfatik di mesenterium
c) Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi
a. Rutin: foto polos daerah lesi untuk melihat infiltrasi
114
b. Opsional:, Foto Thorax, CT scan, MRI, PET scan
2. Biopsi insisi/eksisi untuk menentukan diagnosis histopatologis
3. Sitologi: BAJAH untuk KGB yang dicurigai metastasis
d) Pemeriksaan histopatologi:
a. Biopsi:
1) Biopsi eksisi merupakan tindakan biopsi terbaik
2) Biopsi insisi dan punch biopsy dilakukan pada:
- tindakan awal pada pemanfaatan pemeriksaan potong beku
- masa/ ulkus yang besar
- keadaan paliatif.
3) Biopsi core dapat dilakukan pada KGB (jarang kasusnya)
b. Spesimen operasi:
1) Tumor primer: ukuran tumor, jenis histopatologi, derajat diferensiasi sel, luas
dan dalamnya infiltrasi, radikalitas operasi. Spesimen dikirimkan dengan
mapping dan diberi tanda batas-batas sayatan.
2) Regional: sangat jarang ada metastasis KGB
4. Prosedur terapi
Dalam penatalaksanaaan basalioma, kita harus mencapai eksisi lesi yang radikal dan rekonstruksi
dengan mempertahankan fungsi yang baik. Terapi yang dianjurkan adalah:
a. Eksisi luas dilakukan dengan safety margin 0,5-1 cm.15,16
b. Jila radikalitas tidak tercapai dilakukan radioterapi
c. Untuk lesi rekuren, bila masih resektabel maka dilakukan eksisi luas, bila inoperabel
dilakukan radioterapi
d. Penutupan defek akibat eksisi luas dapat berupa:
1. Jahitan primer,
2. Transplantasi kulit baik secara STSG atau FTSG
3. Pembuatan flap kulit, bila radikalitas operasi tercapai
e. Untuk sistemik terapi, dapat diberikasn targeted therapi vismodegib atau sonidegib.
Pemberian targeted therapi ini masih dalam trial fase II
115
Tabel 16. Faktor risiko rekurensi
Gejala klinis Low risk High risk
Lokasi / Ukuran Area L < 20 mm Area L 20 mm
Area M < 10 mm Area M 10 mm
Area H
Batas Jelas Tidak jelas
Primer vs Rekuren Primer Rekuren
Immunosupresi (-) (+)
Riwayat radioterapi (-) (+)
Patologi
Subtipe Nodular, Superfisial, Pigmented, Aggressive Growth Pattern
Fibroepitelial, BCC with adnexal (Basosquamous, sclerosing morpheic,
differentiation (infundibulocystic) Infiltrating, micronodular, BCC with
sarcomatoid differentiation)
Keterlibatan perineural (-) (+)
Area H : Mask area pada wajah {pertengahan wajah, kelopak mata, alis, periorbital, hidung, bibir
(kulit dan merah bibir), dagu, rahang, kulit/sulkus preaurikula dan postaurikula, telinga},
genitalia, tangan dan kaki.
Area M : Pipi, dahi, scalp leher dan pretibial
Area L : Batang tubuh dan ekstremitas (kecuali tangan, kuku, pretibial, pergelangan kaki, kaki)17
116
Curiga Basalioma
Negative Positive
Negative Positive Margins Margins
Margins Margins
Ket :
1 : Jika ada fasilitas
2 : Jika Jelas dan memungkinkan
3 : Jika Tidak Jelas dan Tidak Memungkinkan eksisi
± : Dipertimbangkan
117
B. Karsinoma sel skuamosa (KSS)
1. Pendahuluan
a. Definisi
Karsinoma sel skuamosa adalah neoplasma maligna dari sel keratinizing dengan karakteristik
anaplasia, tumbuh cepat, invasi lokal dan berpotensi metastasis
b. Epidemiologi
Insidens tertinggi usia 50 – 70 tahun, paling sering pada kulit berwarna di daerah tropik. Laki-
laki lebih banyak dari wanita. Dapat timbul dari kulit normal atau dari lesi prakanker, pada orang
kulit kulit putih diduga akibat rangsangan sinar ultraviolet, karsinogen kimia (coal tar, arsen,
hidrokarbon polisiklik). Sedangkan pada kulit berwarna predisposisi trauma, ulkus kronik,
jaringan parut dan dapat pula terjadi dari fistel yang tidak sembuh-sembuh. Predileksi: kulit yang
terpapar sinar matahari, membrana mukosa, lokasi terbanyak pada orang kulit putih adalah wajah
dan ekstremitas atas, sedangkan pada kulit berwarna pada ekstremitas bawah, badan, bibir
bawah, dorsum manus.
c. Etiologi
Patogenesis karsinoma sel skuamosa sama seperti karsinoma sel basal yaitu adanya peran
paparan sinar ultraviolet sinar matahari yang menyebabkan terjadinya mutasi gen supresor,
disamping itu terdapat pula peran imunosupresi dan infeksi virus. Karsinoma sel skuamosa dapat
pula terjadi pada parut/scar luka bakar, yang disebut sebagai Marjolin ulcer. Yang berisiko tinggi
untuk mendapat kanker kulit adalah penderita kelainan pre kanker (xeroderma pigmentosum,
keratosis senilis, compound nevus, multiple dysplastic nevi), bangsa kulit putih, terbakar sinar
matahari, terpapar sinar pengion, arsen, jelaga, keloid luka bakar, penderita dengan fistula,
immuno supresi, dan sebagainya.
2. Klasifikasi histopatologi
Berdasarkan derajat diferensiasinya, Karsinoma sel skuamosa dibagi atas:
1) Berdiferesiasi baik: terdapat keratinisasi sitoplasma yang ditandai dengan adanya
mutiara keratin / kista tanduk (horn cysts), individual cell dyskeratosis dan sedikit sel
atipik.
2) Berdiferesiasi buruk/ Tidak Berdiferesiasi: terdapat penurunan keratinisasi, derajat sel
atipik yang lebih tinggi dan peningkatan gambaran mitosis.
118
3. Prosedur diagnostik
a) Anamnesis:
Penderita mengeluh adanya lesi di kulit yang tumbuh menonjol, mudah berdarah, bagian
atasnya terdapat borok seperti gambaran kembang kol.
b) Pemeriksaan fisik:
Didapatkan suatu lesi yang tumbuh eksofitik, endofitik, infiltratif, tumbuh progresif, mudah
berdarah dan pada bagian akral terdapat ulkus dengan bau yang khas. Selain pemeriksaan
pada lesi primer, perlu diperiksa ada tidaknya metastasis regional dan tanda-tanda metastasis
jauh ke paru-paru, hati, dan tulang.
c) Pemeriksaan penunjang:
1. Radiologi
a. Rutin: foto thoraks, foto polos daerah lesi untuk melihat infiltrasi, USG Abdomen
atas untuk evaluasi metastasis hepar dan USG abdomen bawah untuk evaluasi KGB
Para Aorta dan KGB Para Iliaca
b. Opsional: CT scan, MRI, PET scan
2. Biopsi insisi/eksisi untuk menentukan diagnosis histopatologis
3. Sitologi: BAJAH untuk KGB yang dicurigai metastasis
4. Pemeriksaan histopatologi:
a. Biopsi:
1. Biopsi eksisi merupakan tindakan biopsi terbaik
2. Biopsi insisi dan biopsi cakot (punch biopsy) dilakukan sebagai tindakan awal
dalam rangkaian terapi yang memanfatkan pemeriksaan potong beku atau sebagai
tindakan biopsy pada keadaan paliatif.
3. Biopsi core dapat dilakukan untuk menentukan metastasis ke KGB
b. Spesimen operasi:
1) Tumor primer: ukuran tumor, jenis histopatologi, derajat diferensiasi sel, luas dan
dalamnya infiltrasi, radikalitas operasi. Spesimen dikirimkan dengan mapping dan
diberi tanda batas-batas sayatan.
2) Regional: konfirmasi diagnostik dan jumlah kelenjar yang ditemukan, jumlah
kelenjar yang positif terdapat metastasis, infiltrasi tumor ke kapsul atau
ekstranodal
119
4. Prosedur terapi
Terapi sama seperti basalioma, dalam melaksanakan tindakan operasi pada karsinoma sel
skuamosa haruslah tercapai radikalitas operasi dan rekonstruksi penutupan defek yang baik.
Hindari tindakan cryotherapy atau elektrodesikasi dan kuretase karena tidak mampu
memberikan konfirmasi histologis mengenai clear margins.15,18
Dianjurkan untuk melakukan tindakan:
o Eksisi luas dengan safety margin 1-2 cm diluar zona reaktif tumor, tergantung lokasi
tumor.13
o Bila radikalitas tidak tercapai dilakukan radioterapi
o Untuk lesi rekuren, bila masih operabel dilakukan eksisi luas, bila inoperabel dilakukan
radioterapi
o Untuk lesi yang inoperabel dapat diberikan pemberian radioterapi pra operatif atau
dilakukan operasi debulking dilanjutkan dengan radioterapi pasca operatif.
o Bila terdapat metastasis ke KGB regional, dilakukan diseksi KGB regional.
o Penutupan defek akibat eksisi luas dapat berupa:
▪ Jahitan primer
▪ Transplantasi kulit baik secara STSG atau FTSG
▪ Pembuatan flap kulit, bila radikalitas operasi tercapai
Sistemik terapi dilakukan dengan setting konkuren radio terapi atau sebagai terapi paliatif.
Regimen sistemik terapi dapat berupa:
o Kemoterapi: cisplatin, cisplatin + 5FU, karboplatin
o Terapi target: EGFR inhibitor, seperti: cetuximab19
120
Tabel 17. Faktor risiko rekurensi karsinoma sel skuamosa
Risiko tinggi
Gejala klinis Risiko rendah
Lokasi / Ukuran Area L < 20 mm Area L 20 mm
Area M < 10 mm Area M 10 mm
Area H
Batas Jelas Tidak jelas
Primer vs Rekuren Primer Rekuren
Immunosupresi (-) (+)
Riwayat radioterapi atau inflamasi kronik (-) (+)
Pertumbuhan tumor yang cepat (-) (+)
Gejala neurologis (-) (+)
Patologi
Derajat Differensiasi Well atau Moderately Poorly Differentiated
Differentiated
Subtipe: (-) (+)
Acantholytic (adenoid), adenosquamous,
desmoplastic atau metaplastic
(carcinosarcomatous)
Kedalaman : Ketebalan atau level invasi 6 mm dan tanpa invasi yang > 6 mm atau dengan invasi yang
melampaui lemak subkutan melampaui lemak subkutan
Keterlibatan perineural, limfe atau (-) (+)
vascular
Area H: Mask area pada wajah {pertengahan wajah, kelopak mata, alis, periorbital, hidung, bibir
(kulit dan merah bibir), dagu, rahang, kulit/sulkus preaurikula dan postaurikula, telinga},
genitalia, tangan dan kaki.
Area M: Pipi, dahi, scalp leher dan pretibial
Area L: Batang tubuh dan ekstremitas (kecuali tangan, kuku, pretibial, pergelangan kaki, kaki)19
121
Curiga KSS,
N0, M0
Biopsi Eksisi
1 Biopsi insisi
+ potong beku
2
T1-2 T3-4 Reeksisi
2 3 + Radioterapi
Reeksisi ± Radioterapi ± Diseksi KGB profilaksis
± Terapi Sistemik
Keterangan :
1 : Jika ada fasilitas
2 : Jika Jelas dan memungkinkan
3 : Jika Tidak Jelas dan Tidak Memungkinkan eksisi
± : Dipertimbangkan
122
Curiga KSS
N(+), M0
Ganas Jinak
Jinak Ganas
Radioterapi
± terapi sistemik Review histopatologi
± terapi target / biopsi ulang /
tumor board
Eksisi luas ±
Observasi rekonstruksi
N0 N(+)
Ket :
* : Jika ada fasilitas
± : Dipertimbangkan
ENE : Extra Nodal Ekstension
124
13. Ribas A, Slingluff Jr. CL, Rosenberg SA. Cutaneous Melanoma. Dalam: DeVita VT, Lawrence
TS, Rosenberg SA. Devita, Hellman, and Rosenberg’s Cancer: Principles & Practice of
Oncology. 10th Edition. Wolters Kluwer Health / Lippincott Williams & Wilkins. 2011. 1990-
2050.
14. Handoyo Djoko, Azamris, Purwanto H. dkk. Protokol Penatalaksanaan Kanker Kulit. dalam.
Zalfiral A.A., Tjindarbumi D., Ramli M., Lukitto P., Reksoprawiro S., Handojo D., Suardi D.R.,
Dimyati A.: Protokol PERABOI 2003. Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia. Jakarta
15. Zalfiral A.A., Tjindarbumi D., Ramli M., Lukitto P., Reksoprawiro S., Handojo D., Suardi D.R.,
Dimyati A., 2004: Protokol PERABOI 2003. Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia.
Jakarta
16. Neves RI, Brgoch M. Treatment of Squamous and Basal Cell Carcinoma of the Skin. Dalam:
Gastman BR. Cutaneous Malignancies: A Surgical Perspective. 2018. Thieme Medical
Publishers, Inc. New York. 2018. 43-85
17. Gulleth Y, Goldberg N, Silverman RP, Gastman BR. What is the best surgical margin for a Basal
cell carcinoma: a meta-analysis of the literature. Plast Reconstr Surg. 2010; 126(4):1222–1231
18. National Comprehensive Cancer Network. Basal Cell Skin Cancer, National Comprehensive
Cancer Network Clinical Practice Guidelines in Oncology, Version 1.2020. Fort Washington.
Didownload di: www.nccn.org, tanggal 7 Januari 2020
19. Samarasinghe V, Madan V. Nonmelanoma skin cancer. J Cutan Aesthet Surg. 2012; 5(1):3–10
20. National Comprehensive Cancer Network. Squamous Cell Skin Cancer, National
Comprehensive Cancer Network Clinical Practice Guidelines in Oncology, Version 1.2020. Fort
Washington. Didownload di: www.nccn.org, tanggal 7 Januari 2020
125
PANDUAN PENATALAKSANAAN SARKOMA JARINGAN LUNAK ( SJL )
(SOFT TISSUE SARCOMA)
I. Pendahuluan
A. Definisi
Sarkoma jaringan (soft tissue sarcoma=STS) adalah keganasan dari jaringan mesodermal
mesenchymal (meski pada persentase kecil terdapat sarkoma dari komponen ectodermal neuro-
ektodermal).1
Sebagian besar STS dijumpai pada ekstremitas (50%) sisanya pada badan (trunk) (15%)
atau retroperitoneal (15%).2 Perilaku klinis dari STS banyak bergantung pada grading
histologisnya meskipun lokasi/letak anatomis, variannya turut mempengaruhi. Grading
histologis yang rendah berkolerasi dengan rekurensi lokal, sedangkan grading tinggi lebih
banyak berhubungan dengan metastasis jauh yang berakibat fatal.1,2
B. Epidemiologi
Insiden sarkoma secara umum adalah 1% pada orang dewasa dan mencapai 6-7% pada anak-
anak. Di USA 2014, didapatkan 12.020 kasus baru sarkoma dan 4.740 kasus di perkirakan
meninggal di tahun yang sama. Di Indonesia data yang akurat dan berbasis komunitas tidak
tersedia termasuk Globocan 20182,3
Pada umumnya, sarkoma dibagi atas soft tissue sarcoma, bone sarcoma, Ewing sarcoma,
dan peripheral primitive neuroecodermal tumors.2
C. Etiologi
Penyebab atau etiologi dari sarkoma hingga saat ini belum jelas diketahui. Beberapa faktor
dihubungkan dengan kejadian sarkoma, seperti :
• Chronic lymphedema (post diseksi aksila dan radioterapi lymphangiosarcoma),
• Radiasi (Undifferentiated sarcoma, lymphangiosarcoma, angiosarcoma)
• Bahan kimia tertentu (herbicide phenoxyacetic acid; vinyl chloride; thorium oxydel
thorotrast,
• Asbes (mesothelioma)
• Arsenic (hepatic angiosarcoma).
• Predisposisi genetik, seperti sindrom Gardner, Neurofibromatosis von Recklinghausen Type
1 (neurofibrosarcoma), Heriditary retinoblastoma (secondary STS), germline mutation of p53
gene (Li Fraumeni syndrome).
126
Aktivasi beberapa jenis oncogenes dihubungkan dengan sarkoma, seperti MDM gene, n-
myc, c-erB2 dan keluarga ras.
Genes rearrangement (diagnosis cytogenetic), dihubungkan dengan beberapa jenis
sarkoma, seperti Ewing sarcoma, clear cell sarcoma, alveolar rhabdomyosarcoma, desmoplastic
small round cell tumor, synovial sarcoma
Dari segi patologis STS merupakan penyakit yang sangat heterogen (highly
heterogenous) menyulitkan bagi ahli patologi untuk dapat menggali semua subtipe sarkoma
jaringan lunak ataupun untuk menyatakan grading histologinya. 3
Sebagian besar STS dijumpai pada ekstremitas (50%) sisanya pada badan (trunk) (15%)
atau retroperitoneal (15%).2,3
Perilaku klinis dari STS banyak bergantung pada grading histologisnya meskipun
lokasi/letak anatomis, variannya turut mempengaruhi. Grading histologis yang rendah
berkolerasi dengan rekurensi local, sedangkan grading tinggi lebih banyak berhubungan dengan
metastasis jauh yang berakibat fatal.3,4
127
II. Klasifikasi Histopatologi Menurut WHO 20135
A. Klasifikasi histopatologi
Tabel 1. Klasifikasi histopatologi sarkoma jaringan lunak
128
Intermediate (rarely metastasizing) Genital type
- Intermediate (locally aggressive)
Malignant -
Glomus tumours (and variants) Intermediate (rarely metastasizing)
Glomangiomatosis -
Malignant glomus tumour Malignant
Myopericytoma Embryonal rhabdomyosarcoma
Myofibroma (including botryoid, anaplastic)
Myofibromatosis Alveolar rhabdomyosarcoma
Angioleiomyoma (including solid, anaplastic)
Pleomorphic rhabdomyosarcoma
Spindle cell/sclerosing rhabdomyosarcoma
Chondro-osseous tumours Vascular tumours of Soft Tissue
Benign Benign
- Haemangiomas
Intermediate (locally aggressive) Synovial
- Venous
Intermediate (rarely metastasizing) Arteriovenous haemangioma/malformation
- Intramuscular
Epithelioid haemangioma
Malignant Angiomatosis
Soft-tissue chondroma Lymphangioma
Extraskeletal mesenchymal chondrosarcoma
Extraskeletal osteosarcoma Intermediate (locally aggressive)
Kaposiform haemangioendothelioma
Intermediate (rarely metastasizing)
Retiform haemangioendothelioma
Papillary intralymphatic angioendothelioma
Composite haemangioendothelioma
Pseudomyogenic (epithelioid sarcoma-like)
Haemangioendothelioma
Kaposi sarcoma
Other intermediate vascular neoplasms
Malignant
-
Gastrointestinal stromal tumours Tumours of uncertain differentiation
Benign Benign
- Acral fibromyxoma
Intermediate (locally aggressive) Intramuscular myxoma
- (including cellular variant)
Intermediate (rarely metastasizing) Juxta-articular myxoma
- Deep ("aggressive") angiomyxoma
Pleomorphic hyalinizing angiectatic tumour of soft parts
Malignant Ectopic hamartomatous thymoma
Benign gastrointestinal stromal tumour
Gastrointestinal stromal tumour, uncertain malignant Intermediate (locally aggressive)
Potential Haemosiderotic fibrolipomatous tumour
Gastrointestinal stromal tumour, malignant Intermediate (rarely metastasizing)
Atypical fibroxanthoma
Angiomatoid fibrous histiocytoma
Ossifying fibromyxoid tumour
Ossifying fibromyxoid tumour, malignant
Mixed tumour NOS
Mixed tumour NOS, malignant
Myoepithelioma
Myoepithelial carcinoma
Phosphaturic mesenchymal tumour, benign
Phosphaturic mesenchymal tumour, malignant
Malignant
Synovial sarcoma NOS
Synovial sarcoma, spindle cell
Synovial sarcoma, biphasic
129
Epithelioid sarcoma
Alveolar soft-part sarcoma
Clear cell sarcoma of soft tissue
Extraskeletal myxoid chondrosarcoma
Extraskeletal Ewing sarcoma
Desmoplastic small round cell tumour
Extra-renal rhabdoid tumour
Neoplasms with perivascular epithelioid cell
differentiation
(PEComa)
PEComa NOS, benign
PEComa NOS, malignant
Intimal sarcoma
Nerve sheath tumours Undifferentiated/Unclassified sarcoma
Benign Benign
Schwannoma (including variants) -
Melanotic schwannoma Intermediate (locally aggressive)
Neurofibroma (including variants) -
Plexiform neurofibroma Intermediate (rarely metastasizing)
Perineurioma -
Malignant perineurioma
Granular cell tumour Malignant
Dermal nerve sheath myxoma Undifferentiated spindle cell sarcoma
Solitary circumscribed neuroma Undifferentiated pleomorphic sarcoma
Ectopic meningioma/meningothelial hamartoma Undifferentiated round cell sarcoma
Nasal glial heterotopia Undifferentiated epithelioid sarcoma
Benign Triton tumour Undifferentiated sarcoma NO
Hybrid nerve sheath tumours
Intermediate (locally aggressive)
-
Intermediate (rarely metastasizing)
-
Malignant
Malignant peripheral nerve sheath tumour
Epitheloid malignant peripheral neural sheath tumour
Malignant triton tumor
Malignant granular cell tumour
Ectomesenchymoma
130
B. Grading histopatologi STS
Grading histologis penting terutama untuk mengenal perilaku STS. Grading yang banyak digunakan
berdasarkan Costa et al., NCL dan system FNCLCC (Federation National Des Centers de Lutte Le
Cancer/ French Federation of Cancer Centers Sarcoma Group). Grading berdasarkan tipe histologis,
tumor nekrosis, peliomorfism, jumlah mitosis. Grading penting perannya untuk memprediksi
metastasis jauh (grade tinggi lebih sering terjadi metastasis jauh) dan mempunyai prognosis yang
lebih buruk.
Sistem FNCLCC secara univariat dan multivariat lebih baik dalam memprediksi kemungkinan
terjadi metastasis jauh.1,2,5
Tabel 2. FNLCC grading histologis
G Pengertian
Gx Grading tidak dapat dinilai
G1 Diferensiasi total, mitotic count dan skor nekrosis 2 atau 3
G2 Diferensiasi total, mitotic count dan skor nekrosis 4 atau 5
G3 Diferensiasi total, mitotic count dan skor nekrosis 6, 7 atau 8
132
Metastasis Jauh (M)
M0 tidak terdapat metastasis jauh
M1 terdapat metastasis jauh
Tabel 4. Pengelompokan sarkoma jaringan lunak pada trunkus dan ekstremitas berdasarkan AJCC
Edisi 8 tahun 2018
Staging
GX T1 N0 M0
Stadium IA G1 T1 N0 M0
GX T2 N0 M0
GX T3 N0 M0
GX T4 N0 M0
Stadium IB
G1 T2 N0 M0
G1 T3 N0 M0
G1 T4 N0 M0
G2 T1 N0 M0
Stadium II
G3 T1 N0 M0
G2 T2 N0 M0
Stadium IIIA
G3 T2 N0 M0
G2 T3 N0 M0
G2 T4 N0 M0
Stadium IIIB
G3 T3 N0 M0
G3 T4 N0 M0
Any G Any T N1 M0
Stadium IV
Any G Any T Any N M1
133
epithelioid sarcoma, Undifferentiated Sarcoma, Clear cell sarcoma, angiosarcoma dan
synovial sarcoma2,3
B. Pemeriksaan penunjang
1. Untuk diagnostik
• CT scan untuk ekstensi tumor. CT scan akan lebih baik pada STS dengan infiltrasi pada tulang
• MRI merupakan imaging yang sangat penting untuk STS, untuk melihat ukuran tumor, batas
tumor dengan jaringan lunak sekitar. MRI sangat baik untuk melakukan assessment pada STS
ekstreminitas
• Angiografi/ CT Angiografi dilakukan jika ada indikasi
• Biopsi
• Biopsi. Lebih dianjurkan untuk biospi terbuka seperti biopsi insisi. Biopsi core/ tru
cut, dianjurkan pada senter dengan ahli patologi yang berpengalaman dengan STS,
mengingat hererogenitas STS dengan bantuan USG atau CT scan
• Biopsi jarum halus (BAJAH) untuk pemeriksaan histologi tidak dianjurkan, terutama
mengingat heterogenitas STS, dan varian STS. Grading histologis tidak mungkin
dilakukan dengan pemeriksaan sitologi.
• Pada prinsipnya, pemeriksaan histopatologi, harus mendapatkan spesimen cukup banyak
untuk dapat memberikan gambaran histologis, varian tumor dan grading.
• Hasil pemeriksaan histopatologi yang diharapkan oleh ahli bedah adalah tipe/subtipe STS
dan terutama grading histologis untuk kepentingan penatalaksanaan, terapi adjuvant, dan
prognosis penderita. Pemeriksaan IHK tertentu dapat membedakan STS dengan
keganasan lain secara lebih akurat (karsinoma), terutama dalam keadaan Unknow
Primary Malignancy (IHK yang sering digunakan adalah cytokeratin, EMA, S 100,
Desmin, dan lain-lain).
• Jika terdapat fasilitas dianjurkan pemeriksaan kromosom untuk melihat adanya
genes/chromosomal traslocation. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan
diagnosis dan prognosis.2,3
134
V. Terapi
Modalitas terapi:
- Pembedahan
- Radioterapi
- Terapi sistemik: kemoterapi dan terapi target
A. Pembedahan
Pembedahan merupakan pilihan utama pengobatan pada STS, dimana prosedur standar
pembedahannya adalah eksisi luas dengan batas bebas tumor (negatif margin). Ekstensi
pembedahan tergantung pada ukuran tumor, lokasi, tipe histopatologi, grading, keterlibatan struktur
jaringan disekitarnya dan performance status pasien.3,7
Pembedahan dapat berbentuk: 7
- Eksisi luas dengan margin 2 – 5 cm
- Kompartemen eksisi
- Amputasi
- Limb sparing surgery
- Debulking
Debulking dilakukan hanya pada kasus tidak resektabel
Limfadenektomi dilakukan jika terdapat pembesaran KGB secara klinis. Di dalam
pembedahan harus dihindari melakukan enukleasi, karena sel-sel sarkoma biasanya telah
menembus pseudokapsul dari tumor. Pada kasus STS residif, jika masih resektabel dilakukan re-
eksisi luas dilanjutkan dengan radioterapi dan kemoterapi. 3,7
B. Radioterapi
Indikasi radioterapi:8,9,10
a. High grade dengan diameter tumor >5 cm
b. Low grade dengan diameter tumor >10 cm
c. Jika hasil histopatologi menunjukkan margin dekat atau tidak bebas tumor
d. Pada kasus tidak resektabel
C. Terapi sistemik
1. Kemoterapi
Indikasi kemoterapi:
1) Metastasis jauh
2) High grade dengan diameter tumor >10 cm
3) Pada kasus tidak resektabel yang tidak dapat dilakukan radiasi
135
Pilihan pertama kemoterapi adalah doxorubicin dan ifosfamide. Namun, terdapat
beberapa obat yang sensitif pada tipe histologi tertentu, seperti
- Dacarbazine atau tenozolamide untuk leiomyosarcoma
- Taxane untuk angiosarcoma
- Ifosfamide untuk synovial sarkoma
- Kombinasi gemcitabine dan docetaxel untuk leiomyosarcoma, undifferentiated
pleomorfic sarcoma dan pleomorfik liposarkoma.11
2. Terapi target
Beberapa terapi target mulai digunakan pada STS yang rekurens atau metastasis jauh, pada
umumnya digunakan pada lini kedua atau lini ketiga yaitu:
a. Imatinib:
- GIST
b. Trabectedin
- Liposarcoma
- Leiomyosarcoma
c. Pazopanib
- Adipocytic STS
- Synovial STS
- Liposarcoma11
136
Diagnosis Klinis Onkologis
Diagnosis Histopatologis
Grading/Stadium
> 10 cm 5 - 10 cm > 5 cm 5 cm
Resektabel
Radiasi/Kemoradiasi
Eksisi Luas ± onko rekonstruksi
Kemoterapi Ajuvan
Terapi target
optional
137
Ada beberapa pilihan tindakan pada STS tidak resektabel:11
• Kemoterapi neoadjuvan atau radioterapi diikuti dengan pembedahan/ eksisi luas.
• Pembedahan (primer) dengan compromised margin (narrow margin, positive margin/R1 atau R2
residual tumor) diikuti dengan radioterapi dan kemoterapi (terutama pada grading histologi
tinggi).
• Untuk tipe STS yang resisten terhadap kemoterapi atau radioterapi dan eksisi akan meninggalkan
gross tumor (R2) dipertimbangkan untuk amputasi.
• Hyperthermic Isolated limb perfusion (HILP) (dengan menggunakan TNF, INFA, melphalan)
merupakan pilihan modalitas terapi pada STS tidak resektabel dan berfungsi sebagai neoadjuvant
therapy.
VI. STS Lainnya
A. STS retroperitoneal
STS retroperitoneal sering dijumpai terlambat, dan telah mencapai ukuran sangat besar, sebelum
terdiagnosis. Pada umumnya, jenis STS retroperitoneal liposarcoma, myxoliposarcoma atau
leiomyosarcoma (dari usus) dengan grading bervariasi antara lowgrade, intermediate sampai high
grade.
Pada pembedahan dimana struktur vital terkena, pembedahan hanya bersifat debulking terutama
pada tumor yang besar, dengan penekanan-penekanan struktur sekitar tentu saja dengan prognosis yang
buruk. 2,3
Diagnosis Klinis +
Pemeriksaan Penunjang
= STS viseral / retroperitoneal
Ukuran Ukuran
tumor < tumor ≥ Kemoterapi adjuvan, radiasi
10 cm 10 cm , kemoradiasi atau terapi
target
Observasi Radiasi
138
B. Sarkoma jaringan lunak (STS) pada anak
1. Pendahuluan
Sarkoma pada anak jarang dijumpai, yaitu sekitar 7,4% dari keganasan anak. 40% merupakan tipe
rhabdomyosarcoma, sisanya adalah Ewing Sarcoma dan osteosarcoma.
Faktor prognosis bergantung pada stadium, tipe histopatologis, ukuran tumor, lokasi anatomi
dan umur anak. Secara umum, sarkoma pada anak mempunyai sensitivitas yang lebih baik terhadap
kemoterapi dan radioterapi dan mempunyai prognosis yang relatif lebih baik dibandingkan dewasa.
2. Tipe histopatologi
Subtipe rabdhomyosarcoma pada anak adalah:
• Embryonal Rabdhomyosarcoma
• Alveolar Rabdhomyosarcoma
• Spindle Cell Rabdhomyosarcoma
• Botryoid Rabdhomyosarcoma
• Undifferentiated Rabdhomyosarcoma
• Rabdhomyosarcoma with Rhabdoid Features
3. Stadium klinis
Berdasarkan TNM (lihat di depan)
4. Terapi
Terapi utama adalah pembedahan (eksisi luas), kecuali pada embryonal rabdhomyosarcoma terapi
utamanya adalah kemoterapi dan radioterapi. Eksisi luas sangat dianjurkan diikuti dengan
rekonstruksi.
Indikasi radioterapi pada anak sama dengan dewasa akan tetapi berbeda dosis, fraksinasi dan
lokasi tumor.2,3,7,8,9,10
139
VII. Daftar Pustaka
140
PANDUAN SISTEMIK TERAPI
I. Pendahuluan
Perkembangan kemoterapi pada 1950-an dan 1960-an menghasilkan strategi terapi kuratif untuk pasien
dengan keganasan hematologis dan beberapa jenis tumor solid lanjut. Kemoterapi merupakan
pemberian obat anti kanker (sitostatika) yang bertujuan untuk membunuh sel kanker. Dengan
perkembangan dan penerapan teknik molekuler untuk menganalisis ekspresi gen sel normal dan sel
ganas pada tingkat DNA, RNA, dan / atau protein telah sangat memudahkan mengidentifikasi beberapa
dari mekanisme dimana kemoterapi memberikan efek antitumornya dan mengaktifkan program
kematian sel kanker.1
Kemoterapi saat ini digunakan dalam empat pengaturan klinis utama:
1. Primer induction kemoterpi untuk penyakit lanjut atau untuk kanker yang tidak ada pendekatan
pengobatan efektif lain.
2. Kemoterapi neoadjuvan, pengobatan sebelum tindakan operasi dengan tujuan mengecilkan
tumor, mengontrol mikrometastasis tumor dan menilai respon kemoterapi.
3. Kemoterapi adjuvan, untuk modalitas tambahan dari pengobatan lokal (termasuk pembedahan
dan/ atau terapi radiasi)
4. Isolated perfusion/infusion kemoterapi yaitu Kemoterapi yang diarahkan langsung ke tempat-
tempat tertentu di tubuh yang secara langsung dipengaruhi oleh kanker1
5. Kemoradiasi, pengobatan kemoterapi bersamaan dengan radiasi2
Kemoterapi kombinasi menghasilkan efek yang lebih baik dari kemoterapi tunggal, karena
memberikan pembunuhan sel maksimal dalam kisaran toksisitas yang dapat ditoleransi. Keberhasilan
pemberian kemoterapi bergantung pada beberapa faktor penting pasien: usia, kondisi status pasien,
penyakit penyerta, terapi sebelumnya, kondisi hematologis, hati, dan ginjal awal.1
1
* Lihat lampiran
141
III. Kontra Indikasi Kemoterapi4
Kontra indikasi kemoterapi yaitu:
1. Kontra indikasi absolut
a. Penyakit stadium terminal
b. Hamil semester pertama
c. Sepsis
d. Koma.
2. Kontra indikasi relatif
a. Usia lanjut
b. Gangguan fungsi organ vital berat seperti : hati, ginjal, jantung, sumsum tulang, dll
c. Demensia
d. Pasien tidak kooperatif
e. Tumor resisten terhadap obat.
Premedikasi3:
Sebelum kemoterapi diberikan obat untuk mencegah atau mengurangi efek samping dari obat
kemoterapi. Efek samping kemoterapi yang sering adalah mual dan muntah.
Tabel 1. Contoh pemberian obat antiemetik 2*
Akut Delayed
mual dan muntah (24 jam mual dan muntah (> 24 jam, hari
No Potensial emetik Sistemik terapi
pertama, hari 1) 2-5)
Kombinasi antiemetik Kombinasi antiemetik
1. Frekuensi Ondansetron (8 mg/IV) + Dexamethasone (4 mg/2x/hari Cisplatin 50mg/m2
Tinggi Dexamethason (8-20 mg/IV) + atau 8 mg/1x/hari) Atau
> 90% Aprepitant (125 mg/oral) 2-4 hari Cyclophospahmide
30-60 menit sebelum +Aprepitant (80 mg/hr) 2 hari
kemoterapi
2. Frekuensi Ondansetron (8 mg/IV) + Dexamethasone (4 mg oral/2x/hari Doxorubicin
Sedang, Dexamethason (8-20 mg/IV) + atau 8 mg oral/1x/hari) atau
30-60% Aprepitant (125 mg/oral) 2-4 hari ifosfamide
30-60 menit sebelum Atau
kemoterapi Ondansetron (8 mg Ora/2x/hr) 2-4
hari
3. Frekuensi Rendah Dexamethason (8-20 mg/IV) Tidak perlu Cetuximab
10-30% 30 menit sebelum kemoterapi Atau
Flurouracil
4. Frekuensi Tidak selalu diberikan Tidak perlu Bleomycin
Minimal Rituximab
< 10%
2
* Lihat lampiran
142
IV. Perhitungan Dosis Kemoterapi5
A. Body Surface Area (BSA)
yaitu berdasarkan luas permukaan tubuh dengan rumus “Mosteller”
143
Tabel 2. Penyesuaian dosis kemoterapi5
No. Group obat Nama obat Dosis Frekwensi Cara Status Efek samping
dan lama pemberian menopause
pemberian
1. Cyclin Palbocilib 125 mg 1x/hari Oral Pre/post Leukopenia,
dependent Minum : 1- Kombinasi menopouse anemia,imun
kinase 21 hari AI atau system, mual
(CDK) 4/6 + Stop 7 hari Fulvestrant muntah lemas, sakit
inhibitor kepala
Ribociclib 600 mg 1x/hari Oral Pre/post Netrofenia
Minum : 1- Kombinasi menopouse Hepatobiliary toxic
21 hari AI atau
+ Stop 7 hari Fulvestrant
Atau
tamoxifen
Abemaciclib 200 mg 1x/hari Oral Pre/post Hematology toxic
(monoterapi) Monoterapi menopause Diare
150 mg atau Hepatotoxic
(Kombinasi Kombinasi
) AI atau
Fulvestrant
145
2. mTOR Everolimus 10 mg 1x/hari Oral Pre/post Stomatitis, febril
inhibitor Kombinasi menopouse netrofenia,
tamoxifen, trombositopenia
exemestane
Fulvestrant
2. Kemoterapi pada pasien kanker payudara dengan hasil ER/PR negative dan Her2
negatif8,9
b. Regimen AC + paclitaxel
c. Regimen TC
No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Hari Waktu Jumlah
ke
1. Docetaxel 75 mg/m2 IV 1
Setiap 21 hari 4 siklus
2. Cyclophosphamide 600 mg/m2 IV 1
d. Regimen AC
No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Hari Waktu Jumlah
ke
1. Doxorubicin 60 mg/m2 IV 1
Setiap 21 hari 4 siklus
2. Cyclophosphamide 600 mg/m2 IV 1
e. Regimen CMF
146
g. Regimen AC + Docetaxel
h. Regimen EC
i. Regimen TAC
j. Regimen Capacitabine
(setelah pemberian kemoterapi taxane, ankylator atau antrasiklin)
3. Kemoterapi pada pasien kanker payudara dengan hasil ER/PR negative dan Her2
positive9
147
Dilanjutkan paclitaxel dengan Trastuzumab
No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari Waktu Jumlah
ke
3. Paclitaxel 175 mg/m2 IV 3 jam 1 Setiap 21 hari 4 siklus
4. Trastuzumab 4 mg/kg IV Dosis pertama pemberian
Dilanjutkan dengan
Trastuzumab 2 mg/Kg IV - 1 Setiap 7 hari 1 tahun
Atau
Trastuzumab 6 mg/Kg IV 1 Setiap 21 hari 1 tahun
e. Regimen TCH
Atau
Trastuzumab 8 mg/Kg IV - 1 Minggu 1 1 siklus
Dilanjutkan dengan
Trastuzumab 6 mg/Kg IV 1 Setiap 21 hari 1 tahun
ATAU
Trastuzumab 8 mg/Kg IV - 1 Minggu 1 1 siklus
Dilanjutkan dengan
Trastuzumab 6 mg/Kg IV 1 Setiap 21 hari 1 tahun
149
4. Trastuzumab 4 mg/kg IV Dosis pertama pemberian
Dilanjutkan dengan
Trastuzumab 2 mg/Kg IV - 1 Setiap 7 hari 11 siklus
Dilanjutkan dengan
Trastuzumab 6 mg/Kg IV 1 Setiap 21 hari 1 Tahun
4. Kemoterapi pada kanker payudara metastasis jauh (M1) atau recurrent dengan hasil ER/PR
negatif dan HER2 negatif.
150
No. Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Hari ke Waktu Jumlah
Docetaxel 60-100 IV 1 Setiap 21 hari
mg/m2
8. Docetaxel 35 mg/m2 IV 1 Setiap 7 hari 6 siklus
9. Albumin bound paclitaxel 100mg/m2 IV 1,8, dan Setiap 28 hari
Atau 15
125 mg/m2
10 Albumin bound paclitaxel 260 mg/m2 IV 1 Setiap 21 hari
11 Epirubicin 60-90 IV 1 Setiap 21 hari
mg/m2
Regimen kombinasi
No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Hari ke Waktu Jumlah
1. Regimen AC
Doxorubicin 60 mg/m2 IV 1 Setiap 21
Cyclophosphamide 600 mg/m2 IV 1 hari
2. Regimen EC
Epirubicin 75 mg/m2 IV 1 Setiap 21
Cyclophosphamide 600 mg/m2 IV 1 hari
3. Regimen CMF
Cyclophosphamide 100 mg/m2 oral 1-14 Setiap 28
Methotrexate 40 mg/m2 IV 1 dan 8 hari
5 flurourasil 600 mg/m2 IV 1 dan 8
4. Docetaxel/capecitabine
Docetaxel 75 mg/m2 IV 1 Setiap 21
Capecitabine 950 mg/m2 Oral 1-14 hari
5. Regiment GT
Paclitaxel 175 mg/m2 IV 1 Setiap 21
Gemcitabine 1250 IV 1 dan 8 hari
mg/m2
6. Regimen Gemcitabine/carboplatin
Gemcitabine 1000 IV 1 dan 8 Setiap 21
mg/m2 hari
Carboplatin AUC 2 IV 1 dan 8
7. Paclitaxel plus bevacizumab
Paclitaxel 90 mg/m2 IV 1,8, dan Setiap 28
15 hari
Benacizumab 10 mg/Kg IV 1 dan 15
151
5. Kemoterapi pada kanker payudara metastasis atau recurrent dengan hasil ER/PR negative
dan HER 2 positif
152
No. Nama obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Hari ke Waktu Jumlah
Selanjutnya Trastuzumab 6 mg/kg Setiap 21
IV 1
hari
7. Regimen Docetaxel + Trastuzumab
Docetaxel 80-100 mg/m2 Setiap 21
IV 1
hari
Atau
Docetaxel 35 mg/m2 Setiap 7
IV 1
hari
Trastuzumab 4 mg/Kg IV Dosis pertama pemberian
Selanjutnya trastuzumab 2mg/Kg Setiap 7
IV 1
hari
Atau
Trastuzumab 8 mg/KG IV Dosis pertama pemberian
Selanjutnya Trastuzumab 6 mg/kg IV Setiap 21
1
hari
8. Regimen Vinorelbine + trastuzumab
Vinorelbine 25 mg/m2 IV 1 Setiap 7
hari
Atau
Vinorelbine 30-35 mg IV 1 dan 8 Setaip 21
hari
Trastuzumab 4 mg/Kg IV Dosis pertama pemberian
Selanjutnya trastuzumab 2mg/Kg IV Setiap 7
1
hari
Atau
Trastuzumab 8 mg/KG IV Dosis pertama pemberian
Selanjutnya Trastuzumab 6 mg/kg IV Setiap 21
1
hari
9. Regimen Capecitabine + trastuzumab
Capecitabine 1000-1250 Oral 1-14 hari Setiap 21
mg/m2 2x sehari hari
Trastuzumab 4 mg/Kg IV Dosis pertama pemberian
Selanjutnya trastuzumab 2mg/Kg IV Setiap 7
1
hari
Atau
Trastuzumab 8 mg/KG IV Dosis pertama pemberian
Selanjutnya Trastuzumab 6 mg/kg IV Setiap 21
1
hari
10 Regimen lapatinib + trastuzumab
Lapatinib 1000 mg Oral Setiap hari
Trastuzumab 4 mg/Kg IV Dosis pertama pemberian
Selanjutnya trastuzumab 2mg/Kg IV Setiap 7
1
hari
Atau
Trastuzumab 8 mg/KG IV Dosis pertama pemberian
Selanjutnya Trastuzumab 6 mg/kg IV Setiap 21
1
hari
11. Regimen Lapatinib + capecitabine
Lapatinib 1250 mg Oral 1-21
Capecitabine 1000mg/m2 Oral 1-14 Setiap 21
2 x sehari hari
153
B. Kanker kepala dan leher
1. Kemoterapi kanker non nasofaring8,10
a. Kemoterapi + concurrent radioterapi
High dose cisplatin 3 minggu (100 mg)
No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari Waktu Jumlah
ke
1. Cisplatin Selama
100 mg/m2 IV 1 jam 1 Setiap 21 hari
radiasi
Regimen carboplatin + 5 fu
No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari Waktu Jumlah
ke
1. Carboplatin 70 mg/m2 IV 15-30 1-4 Setiap 21 hari Selama
menit radiasi
2. Fluorouracil 600mg/m2 IV 24 jam 1-4
Regimen cisplatin + 5 fu
No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari Waktu Jumlah
ke
1. Cisplatin 100 mg/m2 IV 15 1 Setiap 21 hari Selama
menit radiasi
2. Fluorouracil 1000mg/m2 IV 24 jam 1-5
Regimen cetuximab
No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari Waktu Jumlah
ke
1. Cetuximab 400mg/m2 IV 120 1 7 hari sebelum Sebelum
menit radiasi radiasi
Lanjut cetuximab 250 mg/m2 IV 120 1 Setiap 7 hari
menit
154
Regimen cisplatin weekly
No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari Waktu Jumlah
ke
1. Cisplatin 15 Selama
40 /m2 IV 1 Setiap 7 hari
menit radiasi
b. Induction/Sequential Chemotherapy
155
Regimen carboplatin+ 5 FU + cetuximab
No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari Waktu Jumlah
ke
1. Cetuximab 120
400mg/m2 IV 1 Setiap 7 hari 1 siklus
menit
Lanjut cetuximab 60
250 mg/m2 IV 1 Setiap 7 hari 6 siklus
menit
2. Carboplatin 60
5 AUC IV 1 Setiap 21 hari 6 siklus
menit
3. 5-Flurouracil 100 0mg/m2 IV 24 jam 1-4 Setiap 21 hari 6 siklus
156
Single agent
No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari Waktu Jumlah
ke
1. Cisplatin 100mg/m2 IV 60 1 Setiap 21 hari
menit
2. Methotrexate 40 mg/m2 IV 60 1 Setiap 7 hari
menit
3. Docetaxel 100 mg/m2 IV 60 1 Setiap 21 hari
menit
Sampai
4. Paclitaxel 80 mg/m2 IV 3jam 1 Setiap 7hari
Progress
5. Capecitabine 1250mg/m2 Oral 1-14 Setiap 21 hari
6. Nivolumab 3 mg/KG BB IV 60 1 Setiap 14 hari
menit
7. Pembrolizumab 200 mg IV 120 1 Setiap 21 hari
menit
8. Afatimib 40 mg Oral Setiap setiap 21 hari
hari
Cisplatin + Radioterapi
No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari Waktu Jumlah
ke
1. Cisplatin + Radiasi 100mg/m2 IV 100 1 Setiap 21 hari Selama
menit radiasi
157
b. Induction/Sequential Chemotherapy
Regimen Docetaxel + Cisplatin + 5 FU
No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari Waktu Jumlah
ke
1. Docetaxel 75 mg/m2 IV 60 1 Setiap 21 hari 3 siklus
menit
2. Cisplatin 75 mg/m2 IV 1 jam 1
3. Fluorouracil 750 mg/m2 IV 24 jam 1-5
Regimen Cisplatin + 5 FU
No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari Waktu Jumlah
ke
1. Cisplatin 100 mg/m2 IV 15 1 Setiap 21 hari 3 siklus
menit
2. Fluorouracil 1000mg/m2 IV 24 jam 1-5
158
Regimen carboplatin + cetuximab
No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari Waktu Jumlah
ke
1. Cetuximab 400mg/m2 IV 120 1 Setiap 7 hari 1 siklus
menit
Lanjut cetuximab 250 mg/m2 IV 60 1 Setiap 7 hari 8 siklus
menit
2. Carboplatin 5 AUC IV 60 1 Setiap 21 hari 8 siklus
menit
Single agent
No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari ke Waktu Jumlah
1. Cisplatin 100mg/m2 IV 60 1 Setiap 21 hari
menit
2. Methotrexate 40 mg/m2 IV 60 1 Setiap 7 hari
menit
3. Docetaxel 100 mg/m2 IV 60 1 Setiap 21 hari
menit
4. Paclitaxel 80 mg/m2 IV 3jam 1 Setiap 7hari
5. Capecitabine 1250mg/m2 Oral 1-14 Setiap 21 hari
6. Nivolumab 3 mg/KG BB IV 60 1 Setiap 14 hari
menit
7. Pembrolizumab 200 mg IV 120 1 Setiap 21 hari
menit
159
3. Karsinoma mucoepidermoid
No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari ke Waktu Jumlah
1. Regimen Adriamisin+5FU+cisplatin
Adriamisin 50 mg/m2 IV 1 Setiap 21
5-Flurourasil 500 mg/m2 IV 1 hari
Cisplatin 100 mg/m2 IV 2
2. Regimen cyclophosphamide+ Adriamisin + cisplatin
Cyclophosphamide 200 mg/m2 IV 3-6 Setiap 28
Adriamisin 40 mg/m2 IV 1 hari
Cisplatin 50 mg/m2 IV 1
3. Regimen Cisplatin+Bleomycin+metrotrexat
Cisplatin 20 mg/m2 IV 1-5 Setiap 28
Bleomycin 10 mg/m2 IV 24 3-7 hari
jam
Metrotrexat 200 mg/m2 IV 14 dan
21
4. Single agent
No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari Waktu Jumlah
ke
1. Cisplatin 100mg/m2 IV 60 1 Setiap 21 hari
menit
2. Metrotrexat 12-14 mg/m2 IV 60 1 Setiap 21 hari
menit
3. Docetaxel 100 mg/m2 IV 60 1 Setiap 21 hari
menit
4. Paclitaxel 200 mg/m2 IV 3 jam 1 Setiap 21 hari
5. Epirubicin 30 mg/m2 IV 1 Setiap 7 hari
6. Epirubicin 90 mg/m2 IV 1 Setiap 21 hari
7. Vinorelbine 30 mg/m2 IV 1 Setiap 7 hari
8. Cyclophosphamide 100 mg/m2 IV 1 Setiap 21 hari
9. Gemcitabine 1250 mg/m2 IV 1 dan 8 Setiap 21 hari
D. Kemoterapi pada tiroid anaplastik dan jenis kanker tiroid yang tidak respon dengan
modalitas terapi lain8,12
1. Sistemik terapi adjuvan atau radiosensitizer pada kanker tiroid
No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari Waktu Jumlah
ke
1. Regimen paclitaxel + carboplatin
Paclitaxel 50 mg/m2 IV 1 Setiap 7 hari
Carboplatin 2 AUC IV 1
2. Regimen docetaxel + doxorubicin
Docetaxel 60 mg/m2 IV 1 Setiap 21-28
Doxorubicin 60 mg/m2 IV 1 hari
(pegfilgrastim)
3. Regimen docetaxel+doxorubicin
Docetaxel 20 mg/m2 IV 1 Setiap 7 hari
Doxorubicin 20 mg/m2 IV 1
4. Paclitaxel 30-60 IV 1 Setiap 7 hari
mg/m2
5. Cisplatin 30-40 IV Setiap 7 hari
mg/m2
6 Doxoubicin 60mg/m2 IV 1 Setiap 21
hari
7 Doxorubicin 20 mg/m2 IV 1 Setiap 7 hari
160
2. Sistemik terapi metastasis jauh pada kanker tiroid
No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari ke Waktu Jumlah
1. Regimen dabrafenib + trametinib
(BRAF V600E mutase positive)
Dabrafenib 150 mg oral 2x/hari
Trametinib 2 mg oral 1x/hari
2. Larotrectinib 100 mg oral 1x/hari
(NTRK gene fusion
positive)
3. Entrectinib 600 mg oral 2x/hari
(NTRK gene fusion
positive)
4 Regimen paclitaxel + carbopastin
Paclitaxel 60-100 IV 1 Setiap 7
mg/m2 hari
Carboplatin AUC 2 IV 1
5. Regimen paclitaxel + carbopastin
Paclitaxel 135- IV 1 Setiap 21
175mg/m2 hari
Carboplatin AUC 5-6 IV 1
6. Regimen docetaxel + dosorubicin
Docetaxel 60 mg/m2 IV 1 Setiap 21-
Doxorubicin 60 mg/m2 IV 1 28 hari
(pegfilgrastim)
7. Regimen docetaxel+doxorubicin
Docetaxel 20 mg/m2 IV 1 Setiap 7
Doxorubicin 20 mg/m2 IV 1 hari
8. Paclitaxel 60--90 IV 1 Setiap 7
mg/m2 hari
9. Paclitaxel 135-200 IV 1 Setiap 21-
mg/m2 28 hari
10. Doxoubicin 60-75 mg/m2 IV 1 Setiap 21
hari
11. Doxorubicin 20 mg/m2 IV 1 Setiap 7
hari
12. Lenvatinib 24 mg Oral 1x/hari
E. Kanker Kulit
1. Sistemik terapi pada kanker kulit advance basal cell carcinoma13
No. Group obat Nama obat Dosis Frekwensi Cara Efek samping
dan lama pember
pemberian ian
1. Hedgehog Vismodegib * 150 mg 1x/hari Oral Kejang otot
pathway Alopecia
inhibitors Dysgeusia
Penurunan berat
badan
Kelelahan
Mual
Diare
Nafsu Makan
menurun
Sembelit
Arthalgia
Muntah
Ageusia
2. Sonidegib* 200 mg 1x/hari Oral
161
Sonidegib* 800 mg 1x/hari Oral Peningkatan kreatinin
serum
Peningkatan serum
creatine kinase
Kejang otot
Alopecia
Hiperglikemia
Dysgeusia
Peningkatan lipase
Kelelahan
Mual
Diare
Anemia
Nyeri
Muskuloskeletal
Penurunan berat
badan
Limfopenia
Nafsu makan
berkurang
Mialgia
ALT atau AST
meningkat
Nyeri perut
Peningkatan amilase
Sakit kepala
Nyeri
Muntah
* NB trial phase II
162
3. Kemoterapi pada kanker kulit melanoma8,17
163
F. Kanker jaringan lunak (soft tissue sarcoma)
Kemoterapi pada kanker jaringan lunak8,19
164
No Nama Obat Dosis Pemberian Siklus
Cara Lama Hari ke Waktu Jumlah
Mesna 360mg/m2 IV 15 menit Sebelum
4 jam
dan
sesudah 8
jam
Etoposide 100mg/m2 IV 60 menit 1-5
22-26
11 Regimen Cyclophosphamide + Topotecan
Cyclophosphamide 250 mg/m2 IV 30 menit 1-5 Setiap 21
Topotecan HCL 0,75 mg/m2 IV 30 menit 1-5 hari
Single agent
12. Doxorubicin 60 mg/m2 IV 3-5 menit 1 Setiap 21
hari
13. Mesna 600 mg/m2 IV 15 menit 1 Setiap 21
Ifosfamide + mesna 5000 mg/m2 IV 24 jam 1 hari
2500mg/m2
Mesna 1250 mg/m2 IV 12 jam 2
14 Trabectedin 1,5 mg/m2 IV 24 jam 1 Setiap 21
hari
15. Gemcitabine 1200mg/m2 IV 60 menit 1 dan 8
16. Pazopanib 800 mg oral 1x/hari
166
H. Sistemik terapi pada metastasis tulang22
No. Nama Obat Dosis Pemberian Siklus Penyesuaian
waktu Dosis
167
Lampiran 1
1. Penilaian Kondisi pasien berdasarkan Skor ECHO/WHO dan Karnofsky
Score ECOG/WHO
0 Asimptomatik
(Dapat melakukan aktivitas sepenuhnya)
1 Simptomatik
(Terbatas dalam aktivitas, tetapi dapat melakukan pekerjaan ringan)
2 Simptomatik
(Dapat melakukan aktivitas untuk kebuthan pribadi)
3 Simptomatik
(Membutuhkan bantuan untuk melakukan aktivitas pribadi)
4 Tidak dapat melakukan aktivitas
(Hanya di tempat tidur)
5 Meninggal
2. Obat Antiemetik
A. Regimen antiemetik untuk profilaksis
Potensi Emetik Regimen Antiemetik Regimen Antiemetik Catatan dan Komentar
Mual muntah akut Mual muntah awitan
(24 jam pertama, hari lambat
1) (>24 jam pertama,
hari 2-5)
Frekuensi muntah tinggi, 5-HT3 antagonis + Aprepitant + Agen yang berhubungan dengan
>90% kortikosteroid + kortikostreoid CINV awitan lambat termasuk
aprepitan (semua cisplatin, carboplatin,
diberikan single dose 30- cyclophosphamide,
60 menit sebelum anthracycline (doxorubicin,
kemoterapi) epirubicin), dan kombinasi obat
yang mencakup salah satu agen
tersebut.
168
emetogenik derajat sedang
lainnya, khususnya untuk pasien
dengan keluhan mual refrakter.
Frekuensi muntah Kortikosteroid (single Tidak perlu Antagonis dopaminergik
rendah, 10 – 30% dose, 30 menit sebelum termasuk prochlorperazine,
kemoterapi), atau chlorpromazine, haloperidol,
thiethylperazine,
Dopaminergik antagonis metoclopramide, perphenazine,
(single dose, 30 menit dan promethazine
sebelum kemoterapi)
Catatan: antimietik
profilaksis seringkali
tidak diperlukan
Frekuensi muntah Antimietik profilaksis Tidak perlu Lihat atas
minimal, <10% mungkin tidak
diperlukan
169
Trimethobenzamide (Tigan) Diare
Efek samping ekstrapiramidal
Sindrom neuroleptik maligna
Hipotensi
Aritmia
Benzodiazepines Lorazepam (Ativan) Sedasi
Alprazolam (Xanax) Letargi
Kelemahan
Gangguan koordinasi
Cannabinoids (Kanabinoid) Dronabinol (Marinol) Perubahan suasana hati
Nabilone (Cesamet) Memory loss
Euforia
Disforia
Halusinasi
Sedasi
Paranoid
Ataksia
Gangguan oordinasi motorik
Penglihatan kabur
Rasa lapar
Efek kardiovaskuler
Pingsan
Antipsikotik atipikal Olanzapine (Zyprexa) Sedasi
(Atypical Antipsychotics) Mirtazapine (Remeron) Efek samping ekstrapiramidal
Sindrom neuroleptik maligna
170
Eksresi urin (senyawa induk) 5% 12% 67% 40%
Penurunan clearance pada Ya Ya Tidak Tidak
lansia
Penyesuaian dosis pada lansia Tidak Tidak Tidak Tidak
Penurunan clearance Ya Ya Tidak (IV), Ya Tidak
gangguan fungsi hati (oral)
Penyesuaian dosis pada Ya (pada Tidak Tidak Tidak
gangguan fungsi hati kondisi yang
parah)
Penurunan clearance pada Ya Tidak Ya Ya
disfungsi ginjal
Penyesuaian dosis pada Tidak Tidak Tidak Tidak
disfungsi ginjal
Dolasetron dengan cepat dikonversi menjadi hidrodolasetron metabolit aktif. Semua parameter yang dilaporkan
mengacu pada hidrodolasetron
172
Injeksi 25 – 50 mg IV PB/IM setiap 4-6 jam
Perphenazine (Trilafon) Tablet 2-4 mg PO setiap 8 jam
Prochlorperazine (Compazine, Tablet 5-20 mg PO setiap 4-6 jam
lainnya) Kapsul lepas lambat 15 mg PO setiap 8-12 jam atau 30 mg PO
setiap 12 jam
Supositoria 25 mg PR setiap 4-6 jam
Injeksi 5-20 mg IVPB/IM setiap 4-6 jam
Promethazine (Phenergan) Tablet 12,5 – 25 mg PO setiap 4-6 jam
Supositoria 12,5 – 25 mg PR setiap 4-6 jam
Injeksi 12,5 – 25 mg IV setiap 4-6 jam
Thiethylperazine (Torecan) Tablet 10-20 PO setiap 4-6 jam
Antagonis Dopaminergik: Butyrophenones
Haloperidol (Haldol,lainnya) Tablet 1-4 mg PO setiap 6 jam
Injeksi 1-4 mg IVPB/IM setiap 6 jam
Benzamide substitusi
Metoclopramide (Reglan, lainnya) Tablet 20-40 mg (0,5 mg/kg) PO setiap 6 jam
Injeksi 20-40 mg (0,5 mg/kg) IV setiap 6 jam
Kortikosteroid
Deksametason Tablet/oral solution 4-10 mg PO setiap 6-12 jam
Injeksi 4-10 mg IV setiap 6-12 jam
Metilpredisolon Injeksi 20-125 mg IV/IM setiap 6 jam
Benzodiazepamin
Alprazolam (Xanax) Tablet 0,125-0,5 mg PO setiap 8 jam
Lorazepam (Ativan) Tablet 0,5-1 mg IV setiap 6-12 jam
Injeksi 0,5-1 mg IV setiap 6-12 jam
Kanabinoid
Dronabinol (Marinol) Kapsul 2,5 – 10 mg PO setiap 6 jam
Nabilone (Cesamet) Kapsul 1-2 mg PO setiap 8-12 jam
Respon komplit (complete Hilangnya lesi tumor yang Hilangnya lesi tumor yang
response/CR) diukur pada observasi kedua diukur pada observasi kedua
yang dilakukan dengan interval yang dilakukan dengan interval
tidak kurang dari 4 minggu dari tidak kurang dari 4 minggu dari
observasi pertama observasi pertama
Respon parsial (partial Berkurangnya ukuran tumor Berkurangnya ukuran tumor
response/PR) sebesar 50% atau lebih yang sebesar 30% atau lebih yang
diukur pada observasi kedua diukur pada observasi kedua
yang dilakukan dengan interval yang dilakukan dengan interval
tidak kurang dari 4 minggu dari tidak kurang dari 4 minggu dari
observasi pertama observasi pertama
174
b. Evaluasi respon kemoterapi pada limfoma non-Hodgkin’s19
Respon Lokasi PET-CT (Respon CT (Respon Radiologi)
metabolik)
Respon komplit Nodul limfatik dan Skor 1,2,3 Nodul/masa nodul harus sampai
ekstralimfatik dengan/tanpa masa ≤1,5 cm diameter transverse
residual dari skala 5 (5- terpanjang dari lesi (LDi)
PS) Tidak ada penyakit ekstralimfatik
Lesi yang tidak terukur Tidak dapat diterapkan Absen
Perbesaran organ Tidak dapat diterapkan Kembali normal
Lesi baru Tidak ada Tidak ada
Sumsum tulang Tidak ada bukti FGD- Morfologi normal, jika tidak pasti,
avid pada sumsum IHK negative
tulang
Respon parsial Nodul limfatik dan Skor 4 atau 5 dengan Kriteria:
ekstralimfatik penurunan ≥50% penurunan SPD pada 6
dibandingkan baseline. node target yang dapat diukur dan
Tidak ada lesi baru situs ekstranodal
yang progresif. Ketika lesi terlalu kecil untuk
Pada interim these diukur dengan CT, tetapkan
finding suggest 5x5mm sebagai nilai standar
responding diseases. Ketika tidak lagi terlihat, 0x0 mm
Pada akhir terapi, Untuk node >5mm x 5 mm, tetapi
temuan ini lebih kecil dari normal, gunakan
mengindikasikan pengukuran aktual
penyakit residual.
Lesi yang tidak terukur Tidak dapat diterapkan Tidak ada/normal, kembali
normal, tetapi tidak meningkat
Perbesaran organ Tidak dapat diterapkan Limfa mengalami penurunan
sebesar >50%
Lesi baru Tidak ada Tidak ada
Sumsum tulang Penyerapan residu lebih Tidak dapat diterapkan
tinggi daripada
penyerapan dalam
sumsum normal tetapi
berkurang
dibandingkan dengan
baseline (serapan difus
kompatibel dengan
perubahan reaktif dari
kemoterapi diizinkan).
Jika ada perubahan
fokus persisten di
sumsum dalam konteks
respons nodal,
pertimbangan harus
diberikan untuk
evaluasi lebih lanjut
dengan MRI atau
biopsy atau pemindai
interval.
Tidak ada Node target/ massa Skor 4 atau 5 tanpa <50% penurunan SPD pada 6
respon atau nodul, lesi ekstranodul perubahan signifikan node target yang dapat diukur dan
penyakit stabil dalam penyerapan FDG situs ekstranodal
pada awal atau akhir Tidak ada kriteria untuk penyakit
pengobatan progresi yang terpenuhi
Lesi yang tidak terukur Tidak dapat diterapkan Tidak ada peningkatan yang
konsisten dari progresi
175
Respon Lokasi PET-CT (Respon CT (Respon Radiologi)
metabolik)
Perbesaran organ Tidak dapat diterapkan Tidak ada peningkatan yang
konsisten dari progresi
Lesi baru Tidak ada Tidak ada
Sumsum tulang Tidak ada berubahan Tidak dapat diterapkan
dari baseline
Penyakit Target nodul Skor 4 atau 5 dengan Setidaknya memerlukan hal-hal
progresif individu/masa nodul, lesi peningkatan intensitas berikut:
ekstranodul penyerapan dari
baseline dan / atau Node/lesi individual harus
Fokus FDG-avid baru abnormal dengan LDi >1,5 cm
yang konsisten dengan dan menambah sebesar >50% dari
limfoma sementara atau PPD nadir dan
penilaian akhir perawat. Peningkatan LDi atau SDi dari
nadir 0,5 cm untuk lesi
≤2 cm dan 1,0 cm untuk lesi
>2 cm
Dalam pengaturan splenomegali,
panjang limpa harus
meningkat sebesar
>50% dari tingkat kenaikan
sebelumnya
di luar garis dasar (misalnya,
limpa 15-cm harus meningkat
menjadi 16 cm).
Jika tidak ada splenomegali
sebelumnya, harus meningkat
sebesar pada minimal 2 cm dari
baseline.
Splenomegali baru atau berulang
Lesi yang tidak terukur Tidak ada Perkembangan baru atau yang
jelas dari pra-pengukuran yang
sudah ada sebelumnya lesi
Lesi baru Fokus baru FDG-avid Pertumbuhan kembali lesi yang
yang konsisten dengan sebelumnya telah diatasi.
limfoma daripada Node baru 1,5 cm pada sumbu apa
etiologi lain (misalnya pun Situs ekstranodal baru
infeksi, 1,0 cm pada sumbu apa pun; jika
peradangan). Jika 1,0 cm sumbu apa pun,
tidak pasti mengenai kehadirannya harus tegas dan
etiologi lesi baru, biopsi harus disebabkan limfoma
atau pemindaian Penyakit yang dapat dinilai
interval dapat dengan ukuran berapa pun secara
dipertimbangkan tegas dikaitkan dengan
Limfoma
Sumsum tulang FGD-avid foci baru Keterlibatan baru atau berulang
atau rekurensi
176
VI. Daftar Pustaka
178