Anda di halaman 1dari 3

Penyebaran Maut Hitam di Eropa dan Timur Dekat (1346–1353)

Maut Hitam, disebut juga Wabah Hitam (bahasa Inggris: Black Death), adalah


suatu pandemi hebat yang pertama kali melanda Eropa pada pertengahan hingga akhir abad
ke-14 (1347–1351) dan membunuh sepertiga hingga dua pertiga populasi Eropa. Pada saat
yang hampir bersamaan, terjadi pula epidemi di sebagian besar Asia dan Timur Tengah, yang
menunjukkan bahwa peristiwa di Eropa sebenarnya merupakan bagian dari pandemi
multiregional. Jika termasuk Timur Tengah, India, dan Tiongkok, Maut Hitam telah merenggut
sedikitnya 75 juta nyawa. Penyakit yang sama diduga kembali melanda Eropa pada setiap
generasi dengan perbedaan intensitas dan tingkat fatalitas yang berbeda hingga tahun 1700-
an. Beberapa wabah penting yang muncul kemudian antara lain Wabah Italia (1629–
1631), Wabah Besar London (1665–1666), Wabah Besar Wina (1679), Wabah Besar
Marseille (1720 –1722), serta wabah pada tahun 1771 di Moskwa. Penyakit ini berhasil
dimusnahkan di Eropa pada awal abad ke-19, tetapi masih berlanjut di bagian lain dunia,
seperti (Afrika Tengah dan Oriental, Madagaskar, Asia, beberapa bagian Amerika Selatan).

Maut Hitam mengubah populasi Eropa serta mengubah struktur sosial Eropa secara drastis. Wabah
ini mengakibatkan perburuan dan pembunuhan terhadap kaum minoritas seperti Yahudi, pendatang,
pengemis, serta penderita lepra. Ketidakpastian untuk tetap bertahan hidup menciptakan suatu
kecenderungan yang tak sehat pada masyarakat untuk hidup hanya untuk hari ini, seperti
digambarkan oleh Giovanni Boccaccio pada The Decameron (1353).

Penamaan
Kejadian awal di Eropa awalnya disebut sebagai "Mortalitas Besar" (Great Mortality) oleh para
penulis kontemporer. Nama "Maut Hitam" umumnya dianggap berasal dari gejala khas dari penyakit
ini, yang disebut acral necrosis, yaitu saat kulit penderita menjadi menghitam karena perdarahan
subdermal. Catatan sejarah telah membuat sebagian besar ilmuwan meyakini bahwa Maut Hitam
adalah suatu serangan wabah bubonik yang disebabkan bakteri Yersinia pestis dan disebarkan
oleh pinjal dengan bantuan hewan seperti tikus rumah (Rattus rattus), walaupun ada juga kalangan
yang menyangsikan kebenaran hal ini.

Sejarah
Artikel utama: Migrasi Maut Hitam
Selama ribuan tahun, tidak ada penyakit epidemi. Namun, ketika orang-orang mulai tinggal di kota,
infeksi bisa menyebar dengan lebih mudah. Ketika pedagang dan tentara melakukan perjalanan dari
kota ke kota, mereka membawa bakteri dan virus bersama mereka dan menyebarkan infeksi ke
populasi baru. Anak-anak dalam bahaya terbesar karena hingga abad kesembilan belas, 50% anak
meninggal sebelum usia lima tahun.
Terdapat beberapa hipotesis mengenai asal dari wabah ini. Salah satu hipotesis yang paling tua
adalah bahwa maut hitam berasal dari dataran stepa di Asia tengah. Dari daerah ini, menyebar
menuju Eropa melalui Jalur Sutra dibawa oleh tentara dan pedagang Mongol. Wabah ini menyebar
di Asia dan merebak di Provinsi Hubei, Cina.[butuh rujukan] Pada tahun 1334. Maut Hitam di Eropa pertama
kali dilaporkan berada di Kota Caffa yang berada di Krimea pada tahun 1347.
Antara 1346 dan 1350 lebih dari sepertiga penduduk Eropa tewas oleh wabah pes (Black Death).

Cara Penyebaran
Pes bubo
Wabah penyakit ini muncul melalui tiga varian penularan. Bentuk paling umum berupa
pembengkakan kelenjar getah bening (Bubo) yang muncul di leher, ketiak, ataupun pangkal paha.
Penyakit ini tumbuh dengan berbagai ukuran, dimulai dari sebesar telur hingga sebesar apel.
Meskipun beberapa orang selamat dari penderitaan, wabah penyakit ini biasanya hanya
memberikan harapan hidup satu minggu pada korban. Penyebaran wabah pes bermula dari
serangga (umumnya pinjal) yang terinfeksi melalui kontak langsung dengan hewan pengerat
termasuk di antaranya tikus dan marmot yang terinfeksi wabah. Setelah tikus tersebut mati, pinjal
menggigit tikus dan menyebarkannya kepada manusia.
Varian kedua merupakan wabah pneumonia yang menyerang sistem pernapasan dan disebarkan
hanya dengan menghirup udara yang dihembuskan melalui korban. Wabah penyakit ini jauh lebih
mematikan dibanding wabah pes bubo, harapan hidup hanya dapat diukur dalam satu atau dua hari.
Varian ketiga merupakan bentuk septisemia yang berdampak pada sistem peredaran darah.
Berbeda dengan kedua wabah lainnya, varian ini dapat menyebar melalui gigitan serangga atau
hewan pengerat yang telah terinfeksi, atau melalui kontak dengan manusia yang telah terinfeksi
lainnya.

Akibat
Tingkat kematian
Warga Tournai mengubur korban wabah
Tingkat kematian dari wabah ini sangat bervariasi di seluruh daerah dan berbeda tergantung
sumbernya. Diperkirakan wabah ini membunuh kurang lebih 200 juta orang pada abad ke-14.
Wabah ini membunuh sekitar 40% populasi Mesir pada saat itu.[1] Setengah populasi penduduk Paris
meninggal, Florence Italia kehilangan populasinya dari 110 ribu orang pada tahun 1338, menjadi
sekitar 50 ribu orang pada tahun 1351. 60% penduduk Hamburg dan Bremen meninggal.[2] Sebelum
tahun 1350, terdapat sekitar 170.000 penduduk di Jerman, dan angka ini berkurang hampir 40.000
pada 1450.[3] Pada tahun 1348 wabah ini menyebar dengan sangat cepat sebelum para dokter atau
pemerintah dapat mengetahui asal wabah tersebut, populasi Eropa telah berkurang sepertiganya.
Pada kota yang padat, sangat umum ketika setengah penduduknya meninggal karena wabah.
Orang Eropa yang tinggal di daerah yang terisolasi tidak mengalami kerugian separah yang di kota.
Salah satu pihak yang tingkat kematiannya juga tinggi adalah rahib dan biarawan, karena biasanya
mereka yang merawat korban Maut Hitam.
Di Kawasan Asia Tenggara termasuk di antaranya Indonesia, belum ditemukan bukti terutama bukti
tertulis mengenai keberadan Maut Hitam dan akibatnya kepada populasi penduduk. Hal ini cukup
mengherankan mengingat Asia Tenggara terutama Indonesia, termasuk ke dalam jalur laut
pada Jalur Sutra. Ramainya perdagangan antara Arab, India, dan Cina, membuat Indonesia sangat
berpotensi untuk terkena wabah ini. Terdapat beberapa teori mengenai asal Maut Hitam yang
berasal dari kawasan Asia Tenggara, tetapi teori-teori ini belum dapat dibuktikan secara pasti.
Penelitian Sharon N DeWitte dari University of South Carolina telah memberi dimensi baru dalam
mempelajari wabah Maut Hitam dan memberi tampilan pertama kehidupan perempuan dan anak-
anak selama wabah melanda. Penelitian tentang Maut Hitam jarang terjadi karena sampel yang
digunakan sangat jarang, hanya beberapa sampel besar yang jelas berasal dari abad ke-14 saat
Maut Hitam terjadi. Menurut analisis Sharon Dewitte, Maut Hitam yang terjadi pada abad ke-14
bukan wabah pemusnah massal, melainkan ditujukan kepada orang yang lebih lemah dari segala
sisi termasuk usia dan fisik. Orang yang selamat dari Maut Hitam mengalami masa perbaikan
kesehatan dan berumur panjang dimana rata-rata tutup usia berkisar 70 hingga 80 tahun
dibandingkan orang yang hidup sebelum wabah melanda. Kondisi fisik membantu kelangsungan
hidup pasca Maut Hitam, dimana kesehatan tidak selalu sama tetapi menjelaskan kondisi daya
tahan tubuh bertahan dalam melawan wabah penyakit yang berulang. Secara langsung maupun
tidak langsung, wabah Maut Hitam sangat kuat membentuk pola kematian berkelanjutan selama
beberapa generasi setelah berakhirnya epidemi.

Penganiayaan
Fanatisme dan semangat akan religi berkembang terutama di Eropa karena Maut Hitam. Beberapa
kelompok masyarakat Eropa menyerang kelompok tertentu seperti orang Yahudi, biarawan, orang
asing, pengemis, dan peziarah. [5] lepers[5][6] Mereka mengira bahwa dengan melakukan itu, akan
membantu mengatasi masalah wabah. Pengidap penyakit Kusta dan orang-orang yang memiliki
kelainan kulit atau yang memiliki jerawat yang parah, biasanya akan dikucilkan.
Karena para dokter pada abad ke-14 kehabisan ide untuk menjelaskan mengenai penyebabnya,
masyarakat Eropa mulai mengubah sudut pandang kepada astrologi, gempa bumi, dan sumur yang
dicemarkan oleh orang Yahudi sebagai alasan untuk penyebab wabah. Pemerintah di Eropa tidak
dapat menyelesaikan masalah karena mereka tidak tahu mengenai penyebab dan cara
penyebarannya.Mekanisme penyebaran wabah pada abad ke-14 tidak dimengerti oleh orang pada
saat itu. Banyak orang kemudian menyalahkan bahwa ini adalah kemarahan Tuhan.
Ada banyak serangan terhadap masyarakat Yahudi.Pada bulan Agustus 1349, komunitas Yahudi
di Mainz dan Cologne dimusnahkan. Sebelumnya pada bulan Februari,
penduduk Strasbourg membunuh 2.000 penduduk Yahudi untuk alasan yang sama.Hingga tahun
1351, 60 Komunitas besar dan 150 komunitas kecil Yahudi telah dimusnahkan.

Kehilangan Norma Dan Sosialisasi Masyarakat


Giovanni Boccaccio, seorang penulis asal Italia hidup melalui wabah yang melanda
kota Florence pada tahun 1348. Pengalaman ini mengilhaminya untuk menulis ‘The Decameron‘,
kisah tujuh pria dan tiga wanita yang melarikan diri dari wabah penyakit dengan melarikan diri ke
sebuah villa di luar kota. Cerita Giovanni sangat menggambarkan keadaan abad pertengahan di
Eropa pada waktu itu.
Masing-masing warga menghindari warga yang lain, hampir tidak ada tetangga yang saling
berhubungan, saudara tidak pernah menghubungi atau hampir tidak pernah mengunjungi satu sama
lain. Wabah penyakit ini lebih buruk dan luar biasa hingga menyebabkan ayah dan ibu menolak
untuk menjenguk anak-anak mereka yang terjangkit wabah, seolah-olah mereka tidak miliki anak.
Banyak pria dan wanita jatuh sakit, dibiarkan tanpa perawatan apapun kecuali dari rasa sosial
teman (tapi hanya sedikit), meskipun banyak yang mencoba membayar dengan upah tinggi tetapi
tidak memiliki banyak kesempatan memperolehnya.
Nasib yang sangat menyedihkan menimpa kalangan kelas bawah dan sebagian besar kelas
menengah. Kebanyakan dari mereka tetap tinggal di rumah, hidup dengan kemiskinan dan harapan
keselamatan, ribuan orang jatuh sakit. Mereka tidak mendapatkan perawatan dan perhatian, hampir
semua penderita wabah penyakit meninggal. Banyak yang mengakhiri hidup di jalan-jalan malam
hari dan siang hari, meninggal di rumah-rumah mereka yang diketahui mati karena tetangga
mencium bau mayat membusuk. Mereka yang lebih peduli tergerak oleh amal agama akan
menyingkirkan mayat-mayat yang membusuk. Dengan bantuan porter, mereka membawa mayat
(yang terkena wabah penyakit) keluar dari rumah dan meletakkannya di pintu.

Anda mungkin juga menyukai