Anda di halaman 1dari 8

Silvya dwi jayatri

2209047058

Global health

1. Sejarah wabah
Dalam sejarah manusia, telah terjadi banyak wabah besar atau pandemi yang cukup signifikan.
Penyakit dalam wabah-wabah tersebut biasanya merupakan penyakit yang ditularkan hewan
(zoonosis) yang terjadi bersama dengan domestikasi hewan—seperti influenza dan tuberkulosis.
Berikut ini adalah beberapa contoh wabah besar yang pernah tercatat dalam sejarah:

 Pes
o Wabah Yustinianus, dimulai tahun 541, merupakan wabah pes
bubo pertama yang tercatat dalam sejarah. Wabah ini dimulai di Mesir dan
merebak sampai Konstantinopel pada musim semi tahun berikutnya, serta
(menurut catatan Procopius dari Bizantium) pada puncaknya menewaskan
10.000 orang setiap hari dan mungkin 40 persen dari penduduk kota
tersebut. Wabah tersebut terus berlanjut dan memakan korban sampai
seperempat populasi manusia di Mediterania timur.
o Maut Hitam, dimulai tahun 1300-an. Delapan abad setelah wabah terakhir,
pes bubo merebak kembali di Eropa. Setelah mulai berjangkit di Asia, wabah
tersebut mencapai Mediterania dan Eropa barat pada tahun 1348 (mungkin
oleh para pedagang Italia yang mengungsi dari perang di Krimea), dan
menewaskan dua puluh juta orang Eropa dalam waktu enam tahun, yaitu
seperempat dari seluruh populasi atau bahkan sampai separuh populasi di
daerah perkotaan yang paling parah dijangkiti.
 Kolera
o pandemi pertama, 1816–1826. Pada mulanya wabah ini terbatas pada
daerah anak benua India, dimulai di Bengal, dan menyebar ke luar India
pada tahun 1820. Penyebarannya sampai ke Republik Rakyat
Tiongkok dan Laut Kaspia sebelum akhirnya berkurang.
o Pandemi kedua (1829–1851) mencapai Eropa, London pada tahun
1832, Ontario Kanada dan New York pada tahun yang sama, dan pesisir
Pasifik Amerika Utara pada tahun 1834.
o Pandemi ketiga (1852–1860) terutama menyerang Rusia, memakan korban
lebih dari sejuta jiwa.
o Pandemi keempat (1863–1875) menyebar terutama di Eropa dan Afrika.
o Pandemi keenam (1899–1923) sedikit memengaruhi Eropa karena
kemajuan kesehatan masyarakat, tetapi Rusia kembali terserang secara
parah.
o Pandemi ketujuh dimulai di Indonesia pada tahun 1961, disebut "kolera El
Tor" (atau "Eltor") sesuai dengan nama galur bakteri penyebabnya, dan
mencapai Bangladesh pada tahun 1963, India pada tahun 1964, dan Uni
Soviet pada tahun 1966.
 Influenza
o "Flu Asiatik" atau juga bisa disebut "Flu Russia", pandemi ini terbagi menjadi
tiga gelombang dari tahun 1889 hingga 1892 Dilaporkan pertama kali pada
bulan Mei 1889 di Bukhara, Rusia. Pada bulan Oktober, wabah tersebut
merebak sampai Tomsk dan daerah Kaukasus. Wabah ini dengan cepat
menyebar ke barat dan menyerang Amerika Utara pada bulan Desember
1889, Amerika Selatan pada Februari–April 1890, India pada Februari–Maret
1890, dan Australia pada Maret–April 1890. Wabah ini diduga disebabkan
oleh virus flu tipe H2N8 dan mempunyai laju serangan dan laju mortalitas
yang sangat tinggi.
o "Flu Spanyol", 1918–1919. Pertama kali diidentifikasi awal Maret 1918 di
basis pelatihan militer AS di Fort Riley, Kansas, pada bulan Oktober 1918
wabah ini sudah menyebar menjadi pandemi di semua benua. Wabah ini
sangat mematikan dan sangat cepat menyebar (pada bulan Mei 1918
di Spanyol, delapan juta orang terinfeksi wabah ini), berhenti hampir secepat
mulainya, dan baru benar-benar berakhir dalam waktu 18 bulan. Dalam
enam bulan, 25 juta orang tewas; diperkirakan bahwa jumlah total korban
jiwa di seluruh dunia sebanyak dua kali angka tersebut. Diperkirakan 17 juta
jiwa tewas di India, 500.000 di Amerika Serikat dan 200.000 di Inggris. Virus
penyebab wabah tersebut baru-baru ini diselidiki di Centers for Disease
Control and Prevention, AS, dengan meneliti jenazah yang terawetkan di
lapisan es (permafrost) Alaska. Virus tersebut diidentifikasikan sebagai
tipe H1N1.
o "Flu Asia", 1957–1958. Wabah ini pertama kali diidentifikasi di Tiongkok
pada awal Februari 1957, kemudian menyebar ke seluruh dunia pada tahun
yang sama. Wabah tersebut merupakan flu burung yang disebabkan oleh
virus flu tipe H2N2 dan memakan korban sebanyak satu sampai empat juta
orang.
o "Flu Hong Kong", 1968–1969. Virus tipe H3N2 yang menyebabkan wabah ini
dideteksi pertama kali di Hongkong pada awal 1968. Perkiraan jumlah
korban adalah antara 750.000 dan dua juta jiwa di seluruh dunia.
Penyakit-penyakit yang mungkin dapat menjangkit secara pandemik mencakup di antaranya demam
Lassa, demam Rift Valley, virus Marburg, virus Ebola dan Bolivian hemorrhagic fever. Namun,
sampai dengan tahun 2004, kemunculan penyakit-penyakit tersebut pada populasi manusia
sangatlah virulen sampai-sampai tidak tersisa lagi dan hanya terjadi di daerah geografis terbatas.
Dengan demikian, saat ini penyakit-penyakit tersebut berdampak terbatas bagi manusia.
HIV—virus penyebab AIDS—dapat dianggap sebagai suatu pandemi, tetapi saat ini paling meluas
di Afrika bagian selatan dan timur. Virus tersebut ditemukan terbatas pada sebagian kecil populasi
pada negara-negara lain, dan menyebar dengan lambat di negara-negara tersebut. Pandemi yang
dikhawatirkan dapat benar-benar berbahaya adalah pandemi yang mirip dengan HIV, yaitu penyakit
yang terus-menerus berevolusi.
Pada tahun 2003, terdapat kekhawatiran bahwa SARS, suatu bentuk baru pneumonia yang sangat
menular, dapat menjadi suatu pandemi.
Selain itu, terdapat catatan pandemi influensa tiap 20–40 tahun dengan tingkat keparahan berbeda-
beda. Pada Februari 2004, virus flu burung dideteksi pada babi di Vietnam, sehingga meningkatkan
kekhawatiran akan munculnya galur virus baru. Yang ditakutkan adalah bahwa jika virus flu burung
bergabung dengan virus flu manusia (yang terdapat pada babi maupun manusia), subtipe virus baru
yang terbentuk akan sangat menular dan mematikan pada manusia. Subtipe virus semacam itu
dapat menyebabkan wabah global influensa yang serupa dengan flu Spanyol ataupun pandemi lebih
kecil seperti flu Hong Kong.
Antara Oktober 2004 dan Februari 2005, sekitar 3.700 perangkat uji yang mengandung virus
penyebab Flu Asia 1957 tanpa sengaja terkirim ke seluruh dunia dari sebuah laboratorium
di Amerika Serikat .
Pada bulan November 2004, direktur WHO daerah barat menyatakan bahwa pandemi influensa tak
dapat dihindari dan mendesak dibuatnya rancangan untuk mengatasi virus influensa.
Pada bulan Oktober 2005, kasus flu burung (dari galur mematikan H5N1) ditemukan di Turki setelah
memakan sejumlah korban jiwa di berbagai negara (termasuk Indonesia) sejak pertama kali
diidentifikasi pada tahun 2003. Namun, pada akhir Oktober 2005 hanya 67 orang meninggal akibat
H5N1; hal ini tidak serupa dengan pandemi-pandemi influensa yang pernah terjadi.
Terbaru dan terakhir Pandemi Covid-19 adalah peristiwa menyebarnya Penyakit koronavirus
2019 (bahasa Inggris: Corona virus disease 2019, disingkat Covid-19) di seluruh dunia untuk semua
negara. Penyakit ini disebabkan oleh virus korona jenis baru yang diberi nama SARS-CoV-
2 Wabah Covid-19 pertama kali dideteksi di Kota Wuhan, Hubei, Tiongkok pada tanggal 31
Desember 2019, dan ditetapkan sebagai pandemi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada
tanggal 11 Maret 2020. Hingga 14 November 2020, lebih dari 53.281.350 orang (kasus) telah
dilaporkan lebih dari 219 negara dan wilayah seluruh dunia, mengakibatkan lebih dari 1.301.021
orang meninggal dunia dan lebih dari 34.394.214 orang sembuh.
Virus SARS-CoV-2 diduga menyebar di antara orang-orang terutama melalui percikan pernapasan
(droplet) yang dihasilkan selama batuk. Percikan ini juga dapat dihasilkan dari bersin dan
pernapasan normal. Selain itu, virus dapat menyebar akibat menyentuh permukaan benda yang
terkontaminasi dan kemudian menyentuh wajah seseorang. Penyakit Covid-19 paling menular saat
orang yang menderitanya memiliki gejala, meskipun penyebaran mungkin saja terjadi sebelum
gejala muncul. Periode waktu antara paparan virus dan munculnya gejala biasanya sekitar lima hari,
tetapi dapat berkisar dari dua hingga empat belas hari. Gejala umum di antaranya demam, batuk,
dan sesak napas. Komplikasi dapat berupa pneumonia dan penyakit pernapasan akut berat. Tidak
ada vaksin atau pengobatan antivirus khusus untuk penyakit ini. Pengobatan primer yang diberikan
berupa terapi simtomatik dan suportif. Langkah-langkah pencegahan yang direkomendasikan di
antaranya mencuci tangan, menutup mulut saat batuk, menjaga jarak dari orang lain, serta
pemantauan dan isolasi diri untuk orang yang mencurigai bahwa mereka terinfeksi.
Upaya untuk mencegah penyebaran virus corona termasuk pembatasan perjalanan, karantina,
pemberlakuan jam malam, penundaan dan pembatalan acara, serta penutupan fasilitas. Upaya ini
termasuk karantina Hubei, karantina nasional di Italia dan di tempat lain di Eropa, serta
pemberlakuan jam malam di Tiongkok dan Korea Selatan, berbagai penutupan perbatasan negara
atau pembatasan penumpang yang masuk, penapisan di bandara dan stasiun kereta, serta
informasi perjalanan mengenai daerah dengan transmisi lokal. Sekolah dan universitas telah ditutup
baik secara nasional atau lokal di lebih dari 124 negara dan memengaruhi lebih dari 1,2 miliar siswa.
Pandemi ini telah menyebabkan gangguan pada ekonomi dan sosial serta banyak negara yang
berkurangnya pemasukan, penundaan atau pembatalan acara olahraga dan budaya, dan
kekhawatiran luas tentang kekurangan persediaan barang yang mendorong pembelian
panik. Misinformasi dan teori konspirasi tentang virus telah menyebar secara daring, dan telah
terjadi insiden xenofobia dan rasisme terhadap orang Tiongkok dan orang-orang Asia
Timur atau Asia Tenggara lainnya yang meningkat setelah menyebar.
Setelah penantian 3 tahun, pada tanggal 5 Mei 2023, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
menyatakan bahwa pandemi Covid-19 telah berakhir. Dengan demikian, saat ini Covid-19 kini tidak
menjadi kondisi darurat kesehatan global. Walau begitu, Tedros Adhanom selaku Direktur Jenderal
WHO menegaskan berakhirnya pandemi Covid-19 bukan berarti Covid-19 bukan lagi ancaman
kesehatan global.

2. Jika menjadi pimpinan puskesmas


Sebagai kepala puskesmas, ada beberapa langkah yang dapat saya lakukan dalam
menghadapi COVID-19:
1. Memperkuat sistem deteksi dini: Saya akan memastikan bahwa puskesmas dilengkapi
dengan protokol pemantauan kasus dan sistem deteksi dini yang efektif. Saya akan
memastikan bahwa staf medis dilatih untuk mengenali gejala COVID-19 dan mengambil
langkah-langkah untuk mengisolasi dan menguji pasien yang mencurigakan.

2. Meningkatkan kapasitas pemeriksaan: Saya akan berupaya untuk meningkatkan


kapasitas laboratorium di puskesmas, sehingga proses pengujian COVID-19 dapat
dilakukan lebih cepat dan efisien. Saya juga akan bekerja sama dengan instansi terkait
untuk memastikan ketersediaan peralatan dan reagen yang diperlukan.

3. Melibatkan masyarakat: Saya akan bekerja sama dengan pemerintah setempat dan
komite kesehatan desa untuk menyebarkan informasi tentang pencegahan COVID-19
kepada masyarakat. Saya akan mengadakan kampanye edukasi, mengingatkan orang-
orang tentang pentingnya mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak fisik.

4. Mengelola fasilitas isolasi: Saya akan bekerja sama dengan pemerintah setempat
untuk menyediakan fasilitas isolasi yang memadai bagi pasien COVID-19 yang
membutuhkan perawatan. Akan ditentukan lokasi yang tepat untuk ruang isolasi, dan
memastikan staf medis yang memadai untuk merawat pasien.

5. Koordinasi dengan instansi terkait: Saya akan menjalin koordinasi yang baik dengan
otoritas kesehatan dan lembaga lainnya, seperti rumah sakit, kantor kesehatan, dan
pihak berwenang setempat. Saya akan bekerja sama untuk melacak, mengisolasi, dan
mengendalikan penyebaran COVID-19 di wilayah kami.

6. Meningkatkan perlindungan kesehatan staf medis: Saya akan memastikan bahwa staf
medis dilengkapi dengan peralatan pelindung diri (PPE) yang cukup, serta pelatihan
untuk menggunakan PPE dengan benar. Saya akan memastikan bahwa protokol
kebersihan dan sanitasi yang ketat diikuti untuk mengurangi risiko penularan di antara
staf medis.

7. Mengadakan vaksinasi COVID-19: Saya akan bekerja sama dengan pemerintah


setempat dan pihak berwenang untuk memastikan program vaksinasi COVID-19 yang
efektif dan dapat diakses oleh masyarakat. Saya akan memfasilitasi distribusi vaksin dan
memastikan vaksinasi dilakukan dengan aman dan efisien.

Hal ini hanya beberapa langkah yang dapat saya ambil sebagai kepala puskesmas dalam
menghadapi COVID-19. Tentu saja, langkah-langkah ini perlu disesuaikan dengan
kebutuhan dan kondisi setempat, serta dengan panduan dan arahan dari pemerintah
dan otoritas kesehatan.
3. Review ghsa
Perubahan iklim dan peningkatan resistensi anti-mikroba telah mendorong
peningkatan munculnya new-emerging diseases dan re-emerging diseases yang
berpotensi pandemik dengan karakteristik risiko kematian yang tinggi dan
penyebaran yang sangat cepat. Globalisasi yang mengakibatkan
peningkatan mobilitas manusia dan hewan lintas negara serta perubahan
gaya hidup manusia juga telah berkontribusi mempercepat proses
penyebaran wabah menjadi ancaman keamanan kesehatan global.
Sejak outbreak wabah Severe Acute Respiratory Sindrome (SARS) di kawasan Asia
pada tahun 2003, ancaman keamanan kesehatan global terus
menunjukkan kecenderungan peningkatan antara lain
terjadinya outbreak flu burung/avian influenza (H5N1) tahun 2004, flu babi/swine
influenza (H1N1) tahun 2009 (dideklarasikan WHO sebagai pandemi pertama
kalinya di abad ke-21), Middle East Respiratory Syndrome-Corona Virus (MERS-CoV)
tahun 2012-2013, Ebola tahun 2014, dan Zika tahun 2015.
Peningkatan ancaman keamanan kesehatan global tersebut menjadi
ancaman serius bagi sistem kesehatan nasional dan mengakibatkan
kerusakan besar bagi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Data
Bank Dunia menunjukkan bahwa outbreak wabah Ebola di Guinea, Liberia
dan Sierra Leone pada tahun 2014 mengakibatkan pertumbuhan negatif
perekonomian ketiga negara tersebut lebih dari setengah pertumbuhan
ekonomi sebelum outbreak.
Sedangkan kerugian ekonomi akibat outbreak di kawasan Afrika secara
keseluruhan mencapai USD 30 milyar. Indonesia pun pernah
mengalaminya saat menghadapi outbreak flu burung yang menanggung
beban ekonomi sampai Rp 5 Trilyun, serta penurunan perdagangan dan
pariwisata.
Menyikapi hal tersebut, organisasi-organisasi internasional, seperti WHO
(Badan Kesehatan Dunia), FAO (Badan Pangan Dunia), dan OIE (Organisasi
Kesehatan Hewan Dunia) telah mengembangkan sejumlah aturan,
pedoman dan kerangka sebagai acuan dalam upaya peningkatan kapasitas
yang dimaksud.

WHO memiliki International Health Regulations (IHR) yang disahkan pada tahun
2005 menggantikan IHR (1969) dengan memperluas cakupan keamanan
kesehatan global terhadap wabah dari semua penyakit. IHR (2005) yang
mulai berlaku efektif pada 15 Juni 2007 merupakan instrumen
internasional yang mengikat kewajiban negara-negara Pihak untuk
mencegah, melindungi, dan mengendalikan penyebaran wabah secara
internasional sesuai dengan dan terbatas pada faktor risiko yang dapat
mengganggu kesehatan, dengan sesedikit mungkin menimbulkan
hambatan pada lalu lintas dan perdagangan internasional. Indonesia
menjadi negara Pihak IHR (2005) sejak tahun 2007.
Outbreak wabah Ebola pada tahun 2014 telah menyadarkan kembali dunia
mengenai kebutuhan untuk memperkuat sistem kesehatan nasional
masing-masing negara melalui implementasi penuh IHR (2005). Berbagai
literatur menyimpulkan bahwa outbreak wabah Ebola tidak akan terjadi
atau dapat diminimalisir dampaknya apabila di negara-negara yang
terpapar yaitu Guinea, Liberia dan Sierra Leone memiliki sistem kesehatan
nasional yang kuat dengan membangun kapasitas sesuai IHR (2005).
Sebagai respons, Global Health Security Agenda (GHSA) muncul sebagai
forum kerja sama antar negara yang bersifat terbuka dan sukarela, dengan
tujuan untuk memperkuat kapasitas nasional dalam penanganan ancaman
penyakit menular dan kesehatan global. Diluncurkan pada Februari 2014
dengan 29 negara anggota sebagai inisiatif 5 tahun. Saat ini GHSA telah
beranggotakan 65 negara dan didukung oleh badan-badan PBB seperti
WHO, FAO, OIE, Bank Dunia, serta organisasi non pemerintah dan sektor
swasta.

Area Kerja Sama GHSA


Strategi kerjasama dalam GHSA difokuskan pada upaya penguatan
kapasitas nasional setiap negara, khususnya dalam melakukan
pencegahan, deteksi dan penanggulangan penyebaran penyakit. Secara
teknis, terdapat 11 paket aksi yang menjadi prioritas yaitu:
1) Penanggulangan Anti Microbial Resistance (AMR);
2) Pengendalian penyakit Zoonotik;
3) Biosafety dan Biosecurity;
4) Imunisasi;
5) Penguatan Sistem Laboratorium Nasional;
6) Surveilans;
7) Pelaporan;
8) Penguatan SDM;
9) Penguatan pusat penanganan kegawatdaruratan;
10) kerangka hukum dan respons cepat multisektoral; dan
11) mobilisasi bantuan dan tenaga medis.
Perkembangan dan Kontribusi GHSA
Beberapa perkembangan yang telah dicapai dan kontribusi yang diberikan
GHSA antara lain adalah, Pertama,
a. Keanggotaan
Negara anggota GHSA telah berkembang, dari 29 negara pada saat
peluncuran di tahun 2014 menjadi 65 negara saat ini.

b. Kontribusi :
• Joint External Evaluation (JEE)
Sebagaimana diketahui, penilaian IHR sampai tahun 2015 hanya
menggunakan self-assessment, yang memungkinkan adanya penilaian yang
tidak obyektif. Dalam hal ini, GHSA pada tahun 2015 menyusun Country
Assessment Tool yang merupakan penilaian terhadap kapasitas dalam 11
paket aksi, dimana selain menggunakan internal assessor, untuk pertama
kalinya, penilaian kapasitas dalam ketahanan kesehatan juga
melibatkan external assessor. Assessment tool dimaksud kemudian diadopsi oleh
WHO menjadi JEE pada tahun 2016, yang merupakan gabungan dari 8
kapasitas inti IHR dan 11 Action Package GHSA.
• Peningkatan komitmen politis dalam penanganan global health security.
• Berbagi praktik terbaik dalam kenaggotaan Paket Aksi
• Peningkatan kolaborasi dan kerja sama lintas sektor, yaitu keterlibatan
sektor lain di luar kesehatan, serta keterlibatan sektor non-pemerintah,
swasta, filantropi, generasi muda, dan donor dalam mencapai ketahanan
kesehatan global. Hal ini menjadi penting mengingat ketahanan kesehatan
tidak dapat dicapai sendiri oleh sektor kesehatan dan oleh pemerintah
saja.
Arah ke Depan
Sebagai inisiatif 5 tahun, kerja sama GHSA harusnya berakhir pada akhir
tahun 2018. Namun demikian, Pertemuan Tingkat Menteri GHSA ke-4 di
Uganda menghasilkan Kampala Declaration yang pada intinya
menyepakati untuk memperpanjang mandat GHSA hingga tahun 2024
(GHSA 2024). Dalam fase ke-2 dimaksud, GHSA akan memiliki visi, misi,
dan tujuan yang lebih terukur dengan beberapa fokus antara lain adalah
penguatan kolaborasi dengan semua sektor dan aktor terkait.

Peran Indonesia dalam GHSA


Dalam kerja sama GHSA, Indonesia termasuk salah satu negara yang aktif
berkontribusi, diantaranya menjadi anggota Tim Pengarah (Steering Group)
bersama 9 negara lainnya, anggota Troika pada tahun 2014-2018, serta
menjadi Ketua Tim Pengarah pada tahun 2016 yang mendapat apresiasi
positif dari berbagai negara anggota dan mitra.

Dalam fase ke-2 GHSA (GHSA 2024), Indonesia akan tetap mengambil
peran aktif dengan menjadi anggota tetap Tim Pengarah (Steering Group),
menjadi leading country untuk zoonotic disease action package dan contributing
country untuk action package antimicrobial resistance, biosafety and biosecurity, serta real-
time surveillance. Indonesia juga menawarkan untuk menjadi host
country Sekretariat GHSA yang akan membantu administrasi dan
komunikasi dalam GHSA 2024 yang saat ini sedang dalam pembahasan
untuk menentukan lokasi dan komposisinya.
Pertemuan tingkat Menteri GHSA ke-5
Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Kesehatan RI akan
menjadi tuan rumah Pertemuan Tingkat Menteri GHSA ke-5 pada tanggal 6-
8 November 2018 di Bali Nusa Dua Convention Center 2 (BNDCC 2), Bali.

Pertemuan ini merupakan pertemuan tahunan dan tertinggi dalam forum


GHSA dengan tujuan untuk meningkatkan komitmen negara dalam
mencapai ketahanan kesehatan global, regional, dan nasional, sekaligus
sebagai upaya berbagi pengalaman dan praktik terbaik dalam upaya
mencegah, mendeteksi, dan merespons cepat berbagai penyakit menular
berpotensi wabah.
Dari konteks nasional, pertemuan diharapkan dapat mendorong penguatan
ketahanan kesehatan nasional dan lebih meningkatkan kerja sama lintas
sektor, serta menjadi ajang bagi Indonesia untuk berbagi praktik terbaik
dalam pencapaian ketahanan kesehatan global dan nasional.

Selain itu, Pertemuan GHSA Bali akan menjadi momentum untuk


menyelesaikan berbagai pekerjaan rumah untuk mengimplementasikan
secara penuh IHR (2005) antara lain penyelesaian Rencana Aksi Nasional
Keamanan Kesehatan Global, penguatan kelembagaan di Pusat dan
Daerah melalui penuntasan Instruksi Presiden Presiden tentang
Peningkatan Kemampuan dalam Mencegah, Mendeteksi, dan Merespons
Wabah Penyakit, Pandemi Global dan Kedaruratan Nuklir, Biologi, dan
Kimia (saat ini telah sampai di Kantor Presiden), pengarusutamaan
Keamanan Kesehatan Global dalam pembangunan nasional, penyediaan
anggaran khusus bagi Keamanan Kesehatan Global, sosialisasi dan
simulasi penanganan pandemi, serta pengetahuan mengenai Keamanan
Kesehatan Global pada pendidikan formal, informal dan non-formal.

Petemuan diperkirakan akan dihadiri sekitar 500-750 peserta, terdiri dari


Menteri dan pejabat tingkat tinggi dari negara-negara anggota dan
observer GHSA, organisasi internasional, sektor swasta, dan komunitas
masyarakat. Pertemuan akan meningkatkan komitmen negara dalam
mengatasi ancaman keamanan kesehatan global melalui peluncuran GHSA
2024 Framework dan pengesahan Deklarasi Bali.

Pertemuan selain dilakukan dalam bentuk Pleno yang terbagi ke dalam 5


Sesi yang membahas “Advancing Global Partnership” pada tingkat global,
regional dan nasional serta koordinasi Action Packages, juga
menyelenggarakan 8 Side Events dan 4 back-to-back Meeting.

Indonesia menyelenggarakan Pertemuan Informal Menteri Kesehatan


ASEAN dalam bentuk Lunch membahas pentingnya upaya bersama ASEAN
menghadapi ancaman keamanan kesehatan global. Dari Pertemuan ini,
Indonesia akan memprakarsai pembetukan platform kerja sama Keamanan
Kesehatan Regional ASEAN. Indonesia akan melaporkan mengenai hal
tersebut kepada Pertemuan Menteri Kesehatan ASEAN pada tahun 2019 di
Kamboja.

Anda mungkin juga menyukai