Anda di halaman 1dari 4

BLACK DEATH

Pandemi Paling Mematikan dalam Sejarah

Black Death atau Maut Hitam adalah peristiwa pandemi yang melanda Eropa, Asia, dan Afrika Utara antara
1347-1353. Nama Black Death diambil dari gejala penderita, yang biasanya mengalami kulit menghitam pada
bagian jari tangan dan kaki atau ujung hidung, akibat adanya jaringan yang mati. Penyebab wabah Black
Death adalah infeksi bakteri Yersinia pestis yang disebarkan oleh kutu. Wabah Black Death yang berlangsung
selama sekitar tujuh tahun diperkirakan merenggut nyawa 75-200 juta jiwa. Karena besarnya jumlah korban,
Black Death disebut-sebut sebagai pandemi paling mematikan dalam sejarah, bahkan nyaris memusnahkan
populasi Eropa.

Wabah pes Black Death memasuki Eropa pada Oktober 1347, ketika 12 kapal dagang dari arah Laut Hitam
berlabuh di Messina, Sisilia, Italia. Setibanya di dermaga, sebagian besar awak kapal telah tewas dan yang
masih hidup menderita bisul hitam bernanah. Sebelum kedatangan kapal tersebut, masyarakat Eropa telah
mendengar desas-desus mengenai wabah pes yang menyebar dari China dan Asia Tengah melalui jalur
pedagangan. Ternyata, wabah ini memang menyerang China, India, Persia, Suriah, dan Mesir, sejak awal
1340-an. Pada 1348, wabah telah menyebar di Spanyol dan Perancis, yang disusul Austria, Hongaria, Swiss,
Jerman, dan Inggris. Penyebaran wabah Black Death memuncak di negara-negara Eropa antara 1347-1351.
Gejala Black Death umumnya adalah adanya pembengkakan seperti bisul yang mengeluarkan nanah. Para
penderita juga mengalami demam, menggigil, muntah, diare, dan nyeri, sebelum akhirnya meninggal. Wabah
Black Death menyerang sistem limfatik yang menyebabkan pembengkakan di kelenjar getah bening, dan
apabila tidak diobati, infeksi dapat menyebar ke darah atau paru-paru. Wabah ini sangat menular, bahkan
orang yang sehat bisa meninggal dalam hitungan jam setelah melakukan kontak dengan penderita.

Ketika wabah menyebar pada pertengahan abad ke-14, Black Death adalah fenomena baru, di mana
orang-orang tidak mengerti cara penularannya ataupun cara mengobatinya. Pada puncak pandemi, bahkan
tidak sedikit dokter yang menolak untuk menemui pasien dan kegiatan keagamaan dihentikan. Setelah
diperdebatkan oleh para ahli selama beberapa abad, penelitian terkait penyebab Black Death mulai
mendapat titik terang pada akhir abad ke-19. Saat itu, ahli biologi asal Perancis bernama Alexandre Yersin
mengungkap bahwa penyebab wabah Black Death adalah infeksi bakteri Yersinia pestis yang disebarkan oleh
kutu.

Setelah diteliti lebih lanjut, wabah ini dapat menular melalu udara atau gigitan kutu dan tikus yang
terinfeksi. Pada Abad Pertengahan, kutu dan tikus paling banyak ditemukan di kapal -kapal dagang, yang
kemudian menempel di baju lalu menular dari satu orang ke orang lain. Itulah mengapa, Black Death
menyebar melalui jalur perdagangan laut dan dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya. Penelitian terbaru
pada 2017 di situs pemakaman di Kirgistan, Asia Tengah, oleh sejarawan Phil Slavin di Universitas Stirling di
Skotlandia mengungkap fakta baru. Slavin meneliti DNA 30 kerangka individu dari 118 makam di pemakaman
tersebut, yang berasal dari 1338 dan 1339, atau sekitar delapan tahun sebelum wabah Black Death merebak.
Hasil penelitian menujukkan terdapat DNA bakteri wabah, yaitu Yersinia pestis yang menyebabkan Black
Death. Dari hasil itu, peneliti percaya bahwa daerah di sekitar pemakaman Kirgistan menjadi sumber dari
strain virus alias galur wabah yang menyebabkan pandemi Black Death.

Tingkat kematian Black Death dari satu wilayah dengan wilayah lainnya bervariasi. Umumnya, tingkat kematian di
kota-kota lebih tinggi, karena memiliki risiko penularan lebih tinggi pula daripada pedesaan. Bahkan, beberapa
bangsawan Eropa banyak yang menjadi korban, di antaranya Eleanor dari Aragon, Raja Alfonso XI dari Kastilia, dan putri
Raja Edward III dari Inggris yang bernama Joan. Saat itu, banyak pula yang memercayai Black Death adalah semacam
kutukan, akibat keserakahan dan kejahatan yang dilakukan manusia. Mereka yang percaya kutukan itu, akhirnya
melakukan ritual-ritual yang dianggap sebagai upaya penebusan dosa. Dalam kepanikan, orang-orang banyak yang
melarikan diri menuju pedesaan. Namun, upaya mereka sia-sia karena wabah melanda seluruh penjuru negeri dan
menyerang hewan ternak serta manusia.
Black Death tidak pernah benar-benar berakhir. Wabah ini mereda setelah para pejabat pelabuhan
melakukan upaya karantina atau isolagi guna memperlambat penyebaran. Para pelaut yang mendarat di
dermaga akan segera diisolasi sampai dinyatakan tidak terjangkit wabah. Umumnya, masa karantina berjalan
antara 30-40 hari. Setelah merebak pertama kali pada pertengahan abad ke-14, Black Death sebenarnya
muncul kembali setiap beberapa generasi selama berabad-abad berikutnya. Namun, dampaknya tidak sefatal
kali pertama wabah ini muncul karena perhatian terhadap kesehatan yang meningkat dan perkembangan di
bidang kedokteran. Bagaimana Black Death berakhir? Black Death tidak pernah benar-benar berakhir. Wabah
ini mereda setelah para pejabat pelabuhan melakukan upaya karantina atau isolagi guna memperlambat
penyebaran. Para pelaut yang mendarat di dermaga akan segera diisolasi sampai dinyatakan tidak terjangkit
wabah. Umumnya, masa karantina berjalan antara 30-40 hari. Setelah merebak pertama kali pada
pertengahan abad ke-14, Black Death sebenarnya muncul kembali setiap beberapa generasi selama berabad-
abad berikutnya. Namun, dampaknya tidak sefatal kali pertama wabah ini muncul karena perhatian terhadap
kesehatan yang meningkat dan perkembangan di bidang kedokteran.

Wabah Black Death yang berlangsung selama sekitar tujuh tahun pada pertengahan abad ke-14
diperkirakan merenggut nyawa 75-200 juta jiwa. Di Eropa sendiri, perkiraan kasar korban tewas mencapai
25-50 juta orang atau setara hampir 60 persen populasi di Eropa saat itu. Populasi di Eropa baru pulih seperti
sebelum Black Death pada awal abad ke-16. Sedangkan di Timur Tengah, satu per tiga populasinya juga
musnah akibat Black Death. Selain korban jiwa, Black Death menyebabkan pergolakan agama, sosial, dan
ekonomi, dengan efek terparah pada perjalanan sejarah Eropa.
1. Gina Nur Aulia Sari @ginanurasr
2. Syifa Rufaida @n0y4r0

Anda mungkin juga menyukai