Anda di halaman 1dari 13

KEPINDING (CIMICIDAE) SEBAGAI VEKTOR PENYAKIT

DOSEN :
Irwan Sulistio, SKM, M.Si
OLEH :
Kelompok B
Itsna Nurul A. (P27833320022) Shafa Tania H. (P27833320032)
Maia Dyah R. (P27833320023) Siti Aminatus S. (P27833320033)
Marcella Ezra (P27833320024) Vegi Salsabila (P27833320034)
M. Yusron F. (P27833320025) Vianita Fitria F. (P27833320035)
Nabilah Dhau P.P (P27833320026) Zakiyah Shabrina (P27833320036)
Rifa Nurul J. (P27833320027) Zhafira Nur H. (P27833320037)
Rizki Andika A. (P27833320028) Adinda Rizky S. (P27833320038)
Rizqi Khoirunnisa(P27833320029) Alfaticha Bilqis S. (P27833320039)
Safina Aulia F. (P27833320030) Amirrahman A. (P27833320040)
Safira Adduriyah (P27833320031)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN SANITASI LINGKUNGAN
SEMESTER II
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................................i

DAFTAR ISI...............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................3

1.1 Latar Belakang...................................................................................................3

1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................4

1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................4

BAB II ULASAN.........................................................................................................5

2.1Macam Penyakit Yang Ditularkan Kepinding....................................................5

2.2Gambaran Penyakit Yang Ditularkan Oleh Kepinding (Cimicidiae) di

Indonesia.................................................................................................................5

2.3Mekanisme Penularan Penyakit Oleh Kepinding...............................................7

2.4 Klasifikasi Kepinding.......................................................................................10

2.5 Bioekologi Kepinding......................................................................................11

BAB III PENUTUPAN.............................................................................................12

3.1 Kesimpulan......................................................................................................12

3.2 Saran.................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

[ii]
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perjuangan manusia melawan gangguan hama (Artropoda pengganggu) sudah dimulai
semenjak ia tercipta di muka bumi ini. Sebagian hama menyerang manusia dan hewan
ternak baik secara langsung dengan menghisap darahnya, maupun tidak langsung
sebagai penular berbagai jenis penyakit atau sebagai pengganggu dengan caranya
“nimbrung”/ menempel pada inangnya sehingga menimbulkan gangguan fisik maupun
psikis pada inangnya. Beberapa jenis hama diantaranya yaitu lalat, nyamuk, kutu, pinjal,
caplak, tungau dan lain-lain .
Kutu adalah serangga yang sangat mengganggu manusia karena menghisap
darah. Kutu juga bisa menjadi vektor penyakit. Di Indonesia, sampai akhir tahun
1970an, permasalahan kutu banyak ditemukan di rumah, gedung pertunjukan, hotel atau
tempat lainnya dimana manusia tidur atau duduk. Tetapi karena keberhasilan
pengendalian dengan insektisida berbasis organoklorin (al. DDT), kutu busuk hampir
dapat dikendalikan secara penuh, dan hampir tidak ada informasi tentang serangan kutu
busuk dalam kurun waktu 1980-2000. Tetapi akhir-akhir ini, terutama dalam 3-5 tahun
terakhir, kutu busuk mulai menjadi masalah, banyak ditemukan di hotel berbintang,
losmen asrama, dan sedikit di rumah tinggal. Sebenarnya permasalahan yang (mulai)
terjadi di Indonesia tidak separah permasalahan yang sudah terjadi di banyak negara di
Eropa, Amerika Serikat, Canada, dan Australia; bahkan Malaysia dan Singapura mulai
melaporkan adanya permasalahan dengan kutu busuk. Di AS, misalnya pada tahun 2007
dilaporkan telah terjadi peledakan populasi (out breaks) kutu busuk di 50 negara bagian.
Munculnya kembali kutu busuk, merupakan salah satu misteri dalam
Entomologi, mengingat serangga penghisap darah ini hampir tidak muncul untuk jangka
waktu puluhan tahun. Walaupun demikian, adalah fakta bahwa dengan adanya
globalisasi, orang dan barang dapat dengan mudah berpindah dari satu tempat/negara ke
tempat/negara lainnya. Mobilitas ini turut memberikan kontribusi terhadap penyebaran
kutu busuk ini ke seluruh dunia. Indikasi ini dapat dilihat antara lain bahwa kutu busuk
banyak ditemukan di tempat orang datang dan pergi seperti hotel, losmen, apartemen
dan asrama. Kutu busuk (termasuk telurnya) dapat terbawa secara tidak sengaja beserta
pakaian, dalam koper/ransel, suitcase dan sebagainya.

[3]
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja penyakit yang dapat ditularkan oleh kutu kasur?
2. Bagaimana gambaran kejadian penyakit yang ditularkan?
3. Bagaimana mekanisme penularan penyakitnya?
4. Apa saja klasifikasi dari kutu kasur?
5. Bagaimana bioekologi dari kutu kasur?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa saja penyakit yang dapat ditularkan oleh kutu kasur
2. Mengetahui bagaimana gambaran kejadian penyakit yang ditularkan
3. Mengetahui bagaimana mekanisme penularan penyakitnya
4. Mengetahui apa saja klasifikasi dari kutu kasur
5. Mengetahui bagaimana bioekologi dari kutu kasur

[4]
BAB II

ULASAN

2.1 Macam Penyakit Yang Ditularkan Kepinding

Gangguan kepinding terhadap inang terutama akibat gigitannya untuk


memperoleh darah. Pada ternak dan beberapa orang, terutama pada infestasi kepinding
dalam waktu yang panjang, gigitan kepinding tidak menunjukkan gejala apapun.
Sebaliknya pada orang yang belum pernah, gigitan kepinding menimbulkan reaksi gatal
dan diikuti peradangan lokal, sehingga biasanya akan digaruk berulang- ulang. Pada
keadaan ini aktifitas tidur dan lainnya menjadi terganggu. Gigitan kepinding biasanya
ditandai dengan benjolan kecil keputihan dikulit yang apabila digaruk berulang-ulang
akan berdarah, dan berakibat timbulnya infeksi sekunder.

2.2 Gambaran Penyakit Yang Ditularkan Oleh Kepinding (Cimicidiae) di


Indonesia

Dari berbagai vektor yang ada, kutu busuk merupakan vektor yang sulit untuk
dibasmi karena ukurannya yang kecil dan biasanya berada di sela lipatan yang kecil.
Kutu busuk yang sering disebut tinggi dalam bahasa jawa, seringkali tidak disadari
gangguannya karena biasanya orang akan mengira bukan karena itu melainkan karena
gigiitan nyamuk dan semancamnya. Oleh karena itu perlu adanya pengendalian
terhadap kutu busuk karena selain “kegemarannya” menghisap darah, juga karena akan
meninggalkan bau yang sangat menyengat ketika dibunuh.

[5]
Munculnya kembali kutu busuk, merupakan salah satu misteri dalam
Entomologi, mengingat serangga penghisap darah ini hampir tidak muncul untuk jangka
waktu puluhan tahun. Walaupun demikian, adalah fakta bahwa dengan adanya
globalisasi, orang dan barang dapat dengan mudah berpindah dari satu tempat/negara ke
tempat/negara lainnya. Mobilitas ini turut memberikan kontribusi terhadap penyebaran
kutu busuk ini ke seluruh dunia. Kutu adalah serangga yang sangat mengganggu
manusia karena menghisap darah.

Kutu juga bisa menjadi vektor penyakit. Di Indonesia, sampai akhir tahun
1970an, permasalahan kutu banyak ditemukan di rumah, gedung pertunjukan, hotel atau
tempat lainnya dimana manusia tidur atau duduk. Tetapi karena keberhasilan
pengendalian dengan insektisida berbasis organoklorin (al. DDT), kutu busuk hampir
dapat dikendalikan secara penuh, dan hampir tidak ada informasi tentang serangan kutu
busuk dalam kurun waktu 1980-2000. Tetapi akhir-akhir ini, terutama dalam 3-5 tahun
terakhir, kutu busuk mulai menjadi masalah, banyak ditemukan di hotel berbintang,
losmen asrama, dan sedikit di rumah tinggal.

Kepinding atau tinggi atau tumila atau yang biasa disebut dengan kutu busuk
mudah berpindah dari tempat ke tempat lainnya melalui barang – barang seperti
pakaian, koper, perabotan, kotak dan tempat tidur. Kutu busuk dapat merangka secepat
kumbang, sehingga mudah melakukan perjalanan antara lantai dan kamar di hotel atau
kompleks apartemen. Walaupun tidak menularkan penyakit kutu busuk tetap saja
mengganggu akibat penggigitannya yang menimbulkan gatal – gatal hebat bahkan
seseorang bis akesulitan tidur apabila ada gangguan ini. Terkadang rasa gatal
menyebabkan goresan berlebihan yang meningkatkan resiko infeksi kulit sekunder.

Indikasi ini dapat dilihat antara lain bahwa kutu busuk banyak ditemukan di
tempat orang datang dan pergi seperti hotel, losmen, apartemen dan asrama. Kutu busuk
(termasuk telurnya) dapat terbawa secara tidak sengaja beserta pakaian, dalam
koper/ransel, suitcase dan sebagainya. Akibat gigitan Bed bug. Sekelompok orang
tertentu merupakan komponen allergen inhalan yang penting karena berperan terhadap
timbulnya reaksi alergi seperti asma, dermatitis kontak, konjungtivitis, dan rhinitis Di
dalam debu rumah terdapat kutu busuk..

[6]
Masyarakat Indonesia rata-rata tidur 6-8 jam sehari, hal ini berarti dalam sehari
selama itu pula mereka berada di kamar tidur dan melakukan kontak dengan kasur
sehingga apabila kasur tercemar oleh kutu busuk, maka lebih kurang sepertiga masa
hidupnya mereka melakukan kontak dengan kutu busuk. Bagi orang yang tidak sensitif
hal tersebut tidak menjadi masalah tetapi bagi orang yang sensitif ini merupakan
masalah serius karena bisa menjadi pencetus timbulnya reaksi alergi seperti asma,
dermatitis, konjugtivitis, dan rhinitis.

2.3 Mekanisme Penularan Penyakit Oleh Kepinding

Ada dua spesies kepinding (Cimex) yang umum menyerang manusia yaitu
Cimex lectularius di wilayah subtropis dan Cimex hemipterus di wilayah tropis,
kepinding juga disebut sebagai bed bug karena keberadaannya sering ditemukan di
kasur. Kepinding merupakan serangga yang memiliki metamorfosis tidak sempurna
karena hanya mengalami tahapan telur, nimfa dan dewasa. Kepinding betina

[7]
memerlukan makanan yang cukup untuk bertelur dengan cara menghisap darah
mamalia. Seekor betina mampu menghasilkan telur sebanyak 150-200 butir selama
masa hidupnya. Selama musim bertelur yang berkisar 2 – 10 bulan, kepinding betina
dapat menghasilkan 2-5 butir telur setiap harinya. Telur tersebut diletakan pada celah –
celah sempit seperti celah pada tembok, celah pada tempat tidur dan kasur. Ukuran dari
telur tersebut kurang lebih 1mm, berwarna broken white dan memiliki operculum
(pelindung bagian luar). Setelah 6 – 10 hari, telur tersebut menetas dan menjadi nimfa
yang berukuran sangat kecil dan morfologinya seperti kepinding dewasa. Sebelum
menjadi kepinding dewasa, nimfa harus mengalami pergantian kulit yang dilakukan
kurang lebih sebanyak 5 – 6 kali. Pada kondisi yang sesuai, fase dewasa dapat dicapai
dalam kurun waktu 8 – 13 minggu setelah telur menetas, kepinding dewasa dapat hidup
selama 6 – 12 bulan. Kepinding sering ditemukan pada rumah-rumah yang memiliki
ventilasi tidak baik, struktur bangunan tidak memenuhi syarat, dan lantai berupa tanah.
Selain itu, kepinding juga cenderung ditemukan pada rumah yang kotor, misalnya
terdapat bercak tinja.

Kepinding menginfestasi host, tetapi tidak menularkan parasit sehingga proses


dan mekanisme penularan penyakit akibat kepinding ini cenderung pada bagaimana
kepinding menimbulkan gangguan pada host dengan mengisap darah. Kepinding
tertarik pada host melalui karbon dioksida yang dihembuskan, panas tubuh, dan
beberapa senyawa yang dikeluarkan kulit sehingga kepinding menghampiri untuk
mengisap darah. Kepinding jantan dan betina mengisap darah di malam hari saat orang
sedang tidur. Apabila tidak ada manusia, maka baik ayam, tikus, atau hewan mamalia
lainnya dapat menjadi inangnya untuk mendapatkan darah. Seperti halnya Cimex
lectularius yang telah dilaporkan dapat menginfestasi unggas sehingga menyebabkan
anemia dan produksi telur yang berkurang. Kepinding dewasa dapat menghisap darah
selama 10-15 menit jika tidak ada gangguan dan akan kembali mengisap darah setelah
tiga hari.

Kepinding dewasa bisa hidup selama enam bulan sampai satu tahun. Kepinding
betina tahan tanpa makan darah selama satu tahun dan terhadap suhu rendah pada waktu
yang lama. Kepinding tidak tinggal menetap di tubuh manusia, hanya terjadi kontak

[8]
ketika sedang membutuhkan makanan berupa darah, hal itu dapat terjadi selama
beberapa hari selama ada host/ manusia yang tidur. Isapan darah umumnya terjadi pada
malam hari dengan puncak pukul 1—5 dini hari, terutama ketika manusia tengah tidur
nyenyak. Selama siang hari, kepinding bersarang di celah-celah, sementara itu
kepinding tidak aktif menggigit karena sedang mencerna darah yang semalam diisap.
Kepinding bergerombol satu sama lain dan melepas feromon agregasi untuk membantu
merelokasi tempat perlindungan setelah mengisap darah. Bau kepinding sangat khas
“buggy” yang menurut beberapa penulis menyebutnya sebagai “sickly sweet”.

Bagian mulut kepinding (stylet) diadaptasi untuk menusuk kulit dan mengisap
darah, bentuknya seperti jarum yang dapat menembus ke dalam kulit dan ditarik setelah
selesai mengisap. Selama mengisap, kepinding menginjeksikan saliva yang
mengandung berbagai macam fraksi protein serta senyawa kimia anestesi yang beberapa
di antaranya bersifat antikoagulan sehingga aliran darah tetap lancar. Ada 46 komponen
protein yang ditemukan pada Cimex lectularius, sedangkan Cimex hemipterus lebih
sedikit dan aktivitas anticlotting(antikoagulan) tidak setinggi Cimex lectularius.
Sementara itu, tidak ada perbedaan komponen saliva antara kepinding jantan dan betina.
Setelah stylet dicabut, akan ada bercak darah bekas gigitan yang tampak pada kain
kasur. Gigitanyangdisebabkanolehbedbug (kepinding) dapatmenyebabkanreaksialergi.
Tusukan kepinding ini sangat menyakitkan dan saliva yang dialirinya menimbulkan
kegatalan pada kulit yang muncul iritasi lesi dan bentol-bentol yang cukup
mengganggu, anemia pada host dapat terjadi jika tingkat infestasi tinggi.

Walaupun bedbug tidak dikenal sebagai serangga yang dapat menyebabkan


penyakit berbahaya, tetapi adanya serangga tersebut sangat berpengaruh bagi industri
perhotelan. Misalnya, adanya complain dari customer dapat menurun kan nilai jual
perusahaan dan bias berakibat fatal, apabila customer meminta ganti rugi yang berujung
pada tuntutan hukum. Sehingga, diperlukan adanya perhatian khusus terhadap
keberadaan hama kepinding.

[9]
2.4 Klasifikasi Kepinding
Kutu Busuk Kerajaan Animalia
Filum Arthropda
Kelas Insecta
Ordo Hemiptera
Famili Cimicidae
Genus Cimex
Spesies Cimex lectularius

Nama "Hemiptera" berasal dari bahasa Yunari hemi (setengah) dan pteron
(sayap) sehingga jika diartikan secara keseluruhan, Hemiptera berarti "yang bersayap
setengah". Nama itu diberikan karena serangga dari ordo ini memiliki sayap depan yang
bagian pangkalnya keras sepeti kulit, namun bagian belakangnya tipis seperti membran.
Sayap depan ini pada sebagian anggota Hemiptera bisa dilipat di atas tubuhnya dan
menutupi sayap belakangnya yang seluruhnya tipis dan transparan, sementara
padaanggota Hemiptera lain sayapnya tidak dilipat sekalipun sedang tidak terbang
(Jumar. 2000).
Hemiptera terdiri dari 4 subordo berbeda: Auchenorrhyncha,Coleorrhyncha,
Heteroptera, dan Sternorrhyncha, Subordo penyusun Hemiptera sendiri pada awalnya
dipisahkan ke dalam 2 ondo berbeda, ordo Homaptera dan ordo Heteroptera/Hemiptera
dengan melihat perbedaanpada kedua sayap serangga anggota penyusun kedua ordo
terscbut. Keduaordo tenscbut akhirnya dikombinasikan menjadi atu ordo, yaitu ordo
Hemmiptera yang terdiri dari 4 subordo seperti yang dikenal sekarang dengan subordo
Heteroptern memiliki anggota penyusun terbanyak (mencapai 25.000 spesies) di mana
anggotanya umumnya adalah kepik-kepik sejati besar seperti walang sangit dan kepik
pembunuh (Jumar. 200)

[10]
2.5 Bioekologi Kepinding

Kutu busuk merupakan serangga yang memiliki metamorfosis tidak sempurna,


karena hanya mengalami tahapan telur, nimfa, dan dewasa. Seekor kepiding betina
mampu menghasilkan telur sebanyak 150-200 butir selama masa hidupnya. Selama
musim bertelur yang berkisar 2-10 bulan, kepinding betinadapat menghasilkan 2-5 telur
setiap harinya. Ukuran dari telur tersebut kurang lebih 1 mm, bewarna broken white dan
memiliki operculum (pelindung bagian luar). Setelah 4-7 hari, telur tersebut menetas
dan menjadi nimfa yang berukuran sangat kecil dan morfologinya seperti kepinding
dewasa. Sebelum menjadi kepinding dewasa,nimfa harus mengalami pergantian kulit
yang dilakukan kurang lebih sebanyak 5-6 kali. Pada kondisi yang sesuai, fase dewasa
dapat dicapai dalam kurun waktu 8-13 minggu setelah telur menetas. Kepinding dewasa
dapat hidup selama 6-12 bulan.

[11]
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Cimex pada umumnya hidup di celah-celah kayu, tempat tidur (lipatan),karpet,


laci, kursi/sofa, lemari, gorden, hampir semua bagian ruangandapat merupakan tempat
persembunyian Cimex (dan sulit sekaliditemukan, karena cara hidupnya yang amat
tersembunyi). Mereka akankeluar pada malam hari/atau siang hari bisa populasinya
tinggi, dankeadaan ruang agak gelap, untuk menghisap darah manusia. Cimex dapat
berpindah dengan mudah dari satu tempat ke tempat lainnya.Dampak yang ditimbulkan
akibat munculnya kutu busuk antara lain daridampak kesehatan misal menyebabkan
infeksi sekunder akibat garukandi daerah yang digigit kutu busuk mengakibatkan
anemia pada anak-anakserta dampak dalam aspek ekonomi misalkan hotel di tuntut oleh
paratamu hotel karena banyaknya kutu busuk dalam kamar hotel sehingga banyak hotel
yang mengalami kerugian.
Kutu busuk dapat menularkan penyakit hepatitis B ketika merekamenggigit
penderita dan menghisap darah pada host yang sudah memilikivirus hepatitis / penderita
penyakit hepatitis, kemudian kutu busuktersebut berpindah lagi pada objek lain dan
langsung mengisap darahkembali. Pada saat menghisap darah, mulut bekas menghisap
darah penderita hepatitis B tadi akan masuk ke dalam jaringan kulit manusiadan virus
yang ada di dalamnya akan menyebardan bercampur dengandarah orang lain yang sehat.
Para ilmuwan menemukan bahwa binatang pengisap darah itu juga menyembunyikan
bakteri resistan antibiotik, ataudisebut superbug. Upaya-upaya pengendalian kutu busuk
antara lain cara pengendalianyang paling penting adalah menjaga kebersihan
lingkungan denganmemelihara kebersihan tempat tinggal.
3.2 Saran
Hendaknya masyarakat selalu menjaga kebersihan lingkungan sertahygiene
perorangan dengan memelihara kebersihan tempat tinggal guna pengendalian agar kutu
busuk tidak masuk ke lingkungan tempat tinggal,sedangkan hygiene perseorangan
dimaksudkan agar individu tersebuttidak menularkan kutu busuk ke orang lain, serta
dengan menjagamenjaga kebersihan perseorangan dapat mencegah dari tertularnya kutu
busuk

[12]
DAFTAR PUSTAKA

Kesumawati, Upik. 2011. _Bioekologi Berbagai Jenis Serangga Pengganggu pada


Hewan Ternak Di Indonesia dan Pengendaliannya_.
6.http://upikke.staff.ipb.ac.id/files/2011/03/Bioekologi-Berbagai-Jenis-Serangga-
Pengganggu-Peternakan-di-Indonesia-dan-Pengendaliannya.pdf diakses pada 07
Februari 2021

Shaleha, F. 2015. Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Mahasiswa di Asrama Tingkat


Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor Terkait Infestasi Kepinding [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor

Dogget, S. L., Dwyer, D. E., Penas, P. F. & Russel, R. C., 2012. Bed Bugs: Clinical
Relevance and Control Options. Journal ASM, Februari, 25(1), pp. 164-192.

Hadi, U. K. & Soviana, S., 2010. Ektoparasit: Pengenalan, Identifikasi, dan


Pengendaliannya. Bogor: PT Penerbit IPB Press.

Sumanto, D. & Alhamidy, F., 2010. Survei Keberadaan Serangga Cimex Sp pada
Lingkungan Rumah Tangga Dikaitkan Dengan Kadar Hemoglobin Penghuni Rumah di
Desa Gebang Sukodono Sragen. Semarang, Unimus.

Kesumawati, Upik. 2011. Bioeknologi Berbagai Jenis Serangga Pengganggu pada


Hewan Ternak Di Indonesia dan Pengendaliannya. 6.

Romero A, Potter M, Potter D, Haynes KF. 2007 . Insecticide Resistance in the Bed
Bug : A Factor in the Pest’ s Sudden Resurgence. Journal Of Medical
Entomology . 44 ( 2 ) : 175 -178

Balvín, O.; Roth, S.; Vilimova, J. Molecular evidence places the swallow bug genus
Oeciacus Stål within the bat and bed bug genus Cimex Linnaeus (Heteroptera:
Cimicidae). Syst. Entomol. 2015, 40, 652–665.

Ahmad I. 2016. Fakta Tentang Kutu Busuk (Bed Bugs), Cimex hemipterus
(Hemiptera:Cimicidae) dan Cara Pengendaliannya. [Artikel Ilmiah]. ITB: Bandung (ID)

Makalah Pengendalian Vektor dan Roden “Kutu Busuk”. 2017. Fak Kesehatan
Masyarakat Universitas Jember.

[13]

Anda mungkin juga menyukai