Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PRAKTIKUM PENYEHATAN MAKANAN DAN MINUMAN – B

PENGAWETAN PRODUK PANGAN

Dosen Pembimbing :

Narwati, S.Si., M.Kes

Putri Arida Ipmawati, SKM., M.Kes

Disusun Oleh :

Kelompok A5 / D4-5A

1. Safina Aulia Firdausi (P27833320030)

2. Shafa Tania Herliza (P27833320032)

3. Siti Aminatus Sholehah (P27833320033)

4. Vegi Salsabila (P27833320034)

5. Vianita Fitria Funny (P27833320035)

6. Zakiyah Shabrina Cahyani (P27833320036)

7. Zhafira Nur Habibah (P27833320037)

PROGRAM STUDI SANITASI LINGKUNGAN PROGRAM SARJANA TERAPAN

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA

2022/2023
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan praktikum ini. Shalawat
serta salam senantiasa saya curahkan kepada Rasulullah SAW, Nabi dan Rasul terakhir yang
telah membimbing umatnya kejalan yang benar dan sekaligus menyempurnakan akhlak melalui
petunjuk wahyuilahi .
Tak lupa kami menyampaikan terima kasih kepada dosen yang telah membantu penulis
dalam melakukan praktikum pada mata kuliah PMM-B (Penyehatan Makanan Minuman-B) kali
ini. Sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum dengan judul “Pengawetan Produk
Pangan” ini. Demikian dalam penulisan laporan praktikum ini tentu masih banyak kelemahan
dan kekurangannya, untuk itu saya meminta saran dan kritik yang membangun agar laporan ini
dapat lebih baik lagi . Semoga laporan praktikum ini bermanfaat. Amin ya Rabbal„Alamin.

Surabaya, 16 Agustus 2022

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................................... iii

BAB I

PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ..................................................................................................................... 1

1.2 Tujuan .................................................................................................................................. 2

1.3Manfaat ................................................................................................................................. 2

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Pengawetan Bahan Pangan .................................................................................................. 3

2.2 Jenis Pengawet ..................................................................................................................... 3

2.3 Uji Organoleptik ................................................................................................................ 10

BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM ........................................................................................... 12

3.1 Waktu Praktikum ............................................................................................................... 12

3.2 Pembuatan ikan teri asin (penggaraman) ............................................................................ 12

3.3 Pembuatan manisan belimbing .......................................................................................... 12

3.4 Pembuatan acar timun (pengasaman) ................................................................................ 13

3.5 Pembuatan donat dengan penambahan fermentasi ............................................................ 13

3.6 Pembuatan sirup dengan metode penambahan BTP .......................................................... 14

BAB IV

iii
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil praktikum .................................................................................................................. 15

4.2 Pembahasan hasil praktikum .............................................................................................. 22

BAB IV

KESIMPULAN ...................................................................................................................... 33

5.1 Kesimpulan ........................................................................................................................ 33

5.2 Saran .................................................................................................................................. 34

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 35

LAMPIRAN ............................................................................................................................ 37

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dalam kehidupan
manusia. Pengolahan dan pengawetan bahan makanan memiliki interelasi terhadap
pemenuhan gizi masyarakat, maka Tidak mengherankan jika semua negara baik Negara
maju maupu berkembang selalu berusaha untuk menyediakan suplai pangan yang cukup,
aman dan bergizi. Salah satunya dengan melakukan berbagai cara pengolahan dan
pengawetan pangan yang dapat memberikan perlindungan terhadap bahan pangan yang akan
dikonsumsi.

Banyaknya kasus keracunan makanan yang terjadi dimasyarakat saat ini


mengindikasikan adanya kesalahan yang dilakukan masyarakat ataupun makaan dalam
mengolah dan mengawetkan bahan makanan yang dikonsumsi. Problematika mendasar
pengolahan makanan yang dilakukan masyarakat lebih disebabkan budaya pengelohan
pangan yang kurang berorientasi terhadap nilai gizi, serta keterbatasan pengetahuan
sekaligus desakan ekonomi sehingga masalah pemenuhan dan pengolahan bahan pangan
terabaikan, Industri makanan sebagai pelaku penyedia produk makanan seringkali
melakukan tindakan yang tidak terpuji dan hanya berorientasi profit oriented dalam
menyediakan berbagai produk di pasar sehinngga hal itu membuka peluang terjadinya
penyalahgunaan bahan dalam pengolahan bahan makanan untuk masyarakat diantaranya
seperti kasusu penggunaan belpagai bahan tambahan makanan yang seharusnya tidak layak
dikosumsi,.

Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar air yang
terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan itu sendiri.
Semakin tinggi kadar air suatu pangan, akan semakin besar kemungkinan kerusakannya baik
sebagai akibat aktivitas biologis internal (metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak.
kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan apakah makanan tersebut masih pantas di
konsumsi, secara tepat sulit di laksanakan karena melibatkan factor-faktor nonteknik, sosial

1
ekonomi, dan budaya suatu bangsa. Idealnya, makanan tersebut harus: bebas polusi pada
setiap tahap produksi dan penanganan makanan, bebas dari perubahan-perubahan kimia dan
fisik, bebas mikroba dan parasit yang dapat menyebabkan penyakit atau pembusukan
(Winarno,1993).Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 menyatakan bahwa kualitas pangan
yangdikonsumsi harus memenuhi beberapa kriteria, di antaranya adalah aman, bergizi.

1.2 Tujuan
1) Mengidentifikasi proses pengawetan dengan metode penggaraman
2) Mengidentifikasi proses pengawetan dengan metode penggulaan
3) Mengidentifikasi proses pengawetan dengan metode pengasaman
4) Mengidentifikasi proses pengawetan dengan metode fermentasi
5) Mengidentifikasi proses pengawetan dengan metode penambahan BTP

1.3 Manfaat
Menambah wawasan terkait dengan cara serta metode proses pengawetan pada olahan
produk pangan

2
BAB II

DASAR TEORI

2.1 Pengawetan Bahan Pangan


Proses pengawetan merupakan upaya untuk mencegah pembusukan makanan dari
kerusakan yang disebabkan oleh mikroba pembusuk yang dapat menghasilkan racun.
Tujuan pengawetan adalah untuk menghambat atau mencegah kerusakan, menjaga mutu,
mencegah keracunan dan memudahkan penanganan dan penyimpanan. Yang dimaksud
dengan mutu pangan menurut Undang-Undang Pangan nomor 18 tahun 2012, adalah nilai
yang ditentukan berdasarkan kriteria keamanan dan kandungan gizi pangan. Kualitas
makanan dapat didefinisikan sebagai karakteristik khusus dari makanan. Kramer dan
Twigg (1983) menyatakan bahwa kualitas merupakan kombinasi atribut produk yang
dinilai secara organoleptik (warna, tekstur, rasa dan bau). Hal ini digunakan konsumen
untuk memilih produk secara total. Pengawetan makanan adalah suatu cara yang
digunakan untuk membuat makanan memiliki umur simpan yang lama dan
mempertahankan sifat fisik dan kimia makanan.
Pengawetan pangan bertujuan untuk menghambat atau mencegah kerusakan,
menjaga mutu, mencegah keracunan dan mempermudah penanganan dan penyimpanan
bahan pangan. Salah satu cara pengawetan adalah dengan penambahan bahan pengawet.
Efektivitas suatu pengawet ditentukan oleh jenis dan konsentrasi, komposisi bahan
makanan, jenis dan populasi mikroba yang akan dihambat, dan media yang ditambahkan
pengawet. Secara umum, semakin tinggi konsentrasi pengawet yang digunakan, semakin
besar efektivitasnya. Untuk memperoleh daya kerja yang optimal perlu memperhatikan
jenis pengawet, serta jenis dan populasi mikroba yang akan dihambat atau dihentikan
pertumbuhannya.

2.2 Jenis Pengawet


a. Penggaraman
Penggaraman merupakan salah satu pengawetan yang sudah lama dilakukan
orang. Penggaraman merupakan suatu metode yang dilakukan untuk mengawetkan

3
produk hasil perikanan dengan menggunakan garam (NaCl). Pada proses
penggaraman pengawetan dilakukan dengan cara mengurangi kadar air sampai
konsentrasi air tertentu sehingga bakteri tidak bias hidup berkembang lagi. Garam
memberi sejumlah pengaruh bila ditambahkan pada jaringan tumbuhtumbuhan yang
segar. Garam akan berperan sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme
pencemar tertentu. Mikroorganisme pembusuk atau proteolitik dan pembentuk spora
adalah yang paling mudah terpengaruh walau dengan kadar garam yang rendah.
Tujuan Penggaraman adalah untuk mengawetkan berbagai macam makanan. Garam
biasa digunakan dalam pengawetan produk sayuran, ikan, daging, dan bahan pangan
lainnya dengan konsentrasi antara 3% sampai 20% (Desrosier, 1988).
Prinsip penggaraman ialah garam yang berada di dalam pengawetan pangan
dapat mengikat air sehingga tidak tersedia lagi untuk bakteri. Bersifat sebagai
bakteriostatis terutama oleh ion khlor. Mikroorganisme pathogen termasuk
Clostridium botulinum kecuali Streptococcus aureus dapat dihambat oleh konsentrasi
garam sampai 10-12%. Beberapa mikroorganisme terutama jenis Leuconostoc dan
Lactobacillus dapat tumbuh dengan cepat dengan adanya garam. Garam juga
mempengaruhi aktivitas air dari bahan sehingga dapat mengendalikan pertumbuhan
mikroorganisme. Beberapa mikroorganisme seperti bakteri halofilik (bakteri yang
hidup dalam konsentrasi garam yang tinggi) dapat tumbuh dalam larutan garam yang
hampir jenuh, tetapi membutuhkan waktu penyimpanan yang lama untuk tumbuh dan
selanjutnya terjadi pembusukan.
Terdapat 2 metode penggaraman yaitu :
 Penggaraman kering (dry salting)
Penggaraman kering menggunakan garam dalam bentuk padat atau kristal. Ikan
dimasukkan ke dalam keranjang atau ember, disusun berlapis - lapis dari dasar
sampai permukaan keranjang ganti berganti antara garam dan ikan.
 Penggaraman basah (brine salting)
Penggaraman basah menggunakan larutan garam. Jadi garam kristal dibuat larutan
terlebih dahulu, kemudian digunakan untuk menggarami ikan. Kadar garam yang
digunakan pada metode basah adalah 18-40%. Waktu penggaraman juga
bervariasi tergantung pada jenis ikan dan ukuran ikan. Setelah penggaraman

4
selesai, ikan lalu dijemur. Pengeringan hanya bertujuan mengurangi kadar airnya
sebagian, supaya produk ikan asinnya menjadi kering.
Contoh produk penggaraman seperti telur asin. Telur asin adalah suatu hasil
olahan telur dengan prinsip penggaraman. Fungsi garam sama dengan penggaraman
ikan yaitu menarik air sampai kadar air tertentu sehingga bakteri tidak dapat
berkembang lagi. Garam yang digunakan harus bersih dan ukuran Kristal garamnya
tidak terlalu halus. Telur bebek yang akan digunakan harus bermutu baik karena akan
mempengaruhi telur asin yang dihasilkan. Dalam pembuatan telur asin biasa
digunakan abu gosok, bubuk bata merah yang dicampur dengan garam sebagai
medium pengasin. Jenis bakteri leuconostoc dan Lactobacilllus dapat tumbuh dengan
cepat dengan adanya garam.

b. Penggulaan
Gula dapat digunakan sebagai pengawet dalam pembuatan aneka ragam
produk - produk makanan. Beberapa di antaranya yang biasa dijumpai adalah selai,
jelli, marmalade, sirup buah-buahan, manisan buah-buahan, buah dalam sirup dan
susu kental manis. Gula mampu memberi stabilitas terhadap mikroorganisme pada
suatu produk makanan jika diberikan dalam konsentrasi yang cukup di atas 70%
padatan terlarut biasanya dibutuhkan, karena itu gula dipakai sebagai salah satu
teknik pengawetan bahan pangan. Apabila gula ditambahkan ke dalam bahan pangan
dalam konsentrasi yang tinggi paling sedikit 40% padatan terlarut sebagian dari air
yang ada menjadi tidak tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas air
dari bahan pangan berkurang. Gula umumnya digunakan dalam pengawetan buah-
buahan karena gula dapat mencegah atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme
dengan cara mempengaruhi aktivitas air dalam bahan pangan. Tujuan dari penggulaan
adalah memperpanjang daya simpan produk dan memberi cita rasa pada bahan
pangan.
Gula dengan konsentrasi yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Yang
mempengaruhi penggulaan adalah sebagai berikut:
 Kondisi bahan baku

5
Bahan baku merupakan faktor yang menentukan kualitas manisan kering. Jika
bahan baku yang digunakan baik besar kemungkinan akan menghasilkan manisan
kering yang berkualitas yang baik pula.
 Lama perendaman dalam kapur sirih
Larutan kapur sirih digunakan jika bahan yang digunakan mempunyai tekstur
lunak dengan tujuan untuk memperkeras tekstur bahan tersebut. Perendaman
dalam larutan kapur sirih < 30 menit teksturnya masih lunak.
 Konsentrasi gula
Larutan sukrosa 50-60% bersifat bakteri statistik terhadap jenis staphylococcus.
Bakteri ini dapat dimatikan pada kadar larutan sukrosa 60-70%. Untuk manisan
kering kandungan gulanya sekitar minimal 40%.
 Pengeringan
Selama proses pengeringan yang diutamakan adalah penurunan kadar air sampai
tingkat tertentu, jika manisan kurang kering mudah lengket dan mudah berjamur
maka tidak dapat di simpan dalam jangka waktu yang lama. Tetapi semakin lama
waktu pengeringan dapat menyebabkan perubahan warna menjadi kusam dan
tidak menarik.
Contoh akhir produk penggulaan seperti manisan, dodol, permen, sari buah,
sirup buah, kembang gula, selai jam, jelly dan marmalade dibuat dari daging buah dan
sari buah diproses membentuk gel dan mengandung gula, asam dan pectin.
c. Pengasaman
Pengasaman adalah proses pengolahan yang dilakukan dengan menambahkan
asam. Pengasaman makanan dapat dilakukan dengan menambahkan asam secara
langsung seperti asam sitrat, asam asetat, asam laktat dll atau penambahan makanan
asam seperti tomat. Tujuan pengasaman untuk pengawetan adalah dengan
menurunkan tingkat pH (keasaman memiliki dua pengaruh terhadap pertumbuhan
mikroba yaitu pengaruh pH dan toksisitasnya) produk pangan sehingga dapat
menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk. Berdasarkan tingkat keasamannya,
produk makanan sering dikelompokkan menjadi makanan asam (pH < 4) dan
makanan asam rendah (pH > 5). Selain kedua jenis makanan tersebut, ada yang
disebut makanan yang diasamkan (acidified food) yaitu produk pangan rendah asam

6
yang pH-nya diturunkan sehingga berada pada kisaran pH untuk produk pangan
asam.
Fermentasi beberapa sayuran seperti kubis dan ketimun akan menghasilkan
asam laktat. Asam laktat ini dapat menurunkan pH, mengawetkan sayuran-sayuran
tersebut, serta menyebabkan perubahan citra rasa dan tekstur. Contoh produk p
engasaman yang dihasilkan melalui pengasaman: Saus pepaya, acar, kimchi. Bakteri
yang berperan dalam produk kimchi hasil pengawetan dengan pengasaman adalah
bakteri Lactobasillus mesentroides.
Peranan asam dalam proses fermentasi seperti :
 Anti mikroba, karena asam bersifat racun
 Menurunkan pH
 Asam asetat lebih dapat menghambat dan memiliki daya racun lebih kuat
dibanding asam laktat dan asam sitrat
 Menambah rasa asam, mengurangi rasa manis
 Memperbaiki sifat koloidal dari makanan yang mengandung pectin, memperbaiki
tekstur jelly atau jam, membantu ekstraksi pectin
 Meningkatkan keefektifan benzoate sebagai pengawet
d. Fermentasi
Fermentasi merupakan penguraian gula menjadi alkohol dan CO2 oleh
aktivitas mikroorganisme (khamir) terjadi tanpa suplai udara/oksigen. Fermentasi
dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroba penyebab fermentasi pada substrat
organik yang sesuai. Terjadinya fermentasi dapat menyebabkan perubahan sifat bahan
pangan sebagai akibat pemecahan komponen-komponen bahan tersebut. Jika cara
pengawetan yang lain ditujukan untuk mengurangi jumlah mikroba, maka proses
fermentasi adalah sebaliknya yaitu memperbanyak jumlah mikroba dan menggiatkan
metabolismenya. Tetapi jenis mikroba yang digunakan sangat terbatas yaitu
disesuaikan dengan hasil akhir yang dikehendaki (Winarno et al., 1980).
Fermentasi adalah suatu proses metabolisme yang menyebabkan senyawa-
senyawa organik dalam suatu bahan makanan menjadi produk dengan senyawa yang
lebih sederhana oleh enzim yang dihasilkan mikroorganisme. Fermentasi merupakan
suatu cara pengawetan yang mempergunakan mikroba tertentu untuk menghasilkan

7
asam atau komponen lainnya yang dapat menghambat mikroba perusak lainnya.
Fermentasi juga merupakan reaksi oksidasi dan reduksi, di mana zat yang dioksidasi
(pemberi electron) maupun zat yang direduksi (penerima electron) adalah zat organik
dengan melibatkan mikroorganisme seperti bakteri, kapang dan ragi. Zat organik
yang digunakan umumnya glukosa yang dipecah menjadi aldehid, alkohol, dan asam.
Tujuan fermentasi seperti membuat produk baru yang mempunyai kandungan
zat gizi, tekstur dan aviditas biologi yang baik. Memperkaya variasi makanan dengan
mengubah aroma, rasa, dan tekstur makanan. Mengawetkan makanan dengan
menghasilkan sejumlah asam laktat dan menurunkan zat anti zat gizi.
Contoh makanan produk hasil dari fermentasi seperti kecap, alkohol, sayuran
fermentasi, tempe, yogurt, kombucha, keju, olahan roti dan masih banyak lagi.
Makanan fermentasi lebih mudah dicerna, acar misalnya, menjadi makanan yang
kaya akan enzim. Enzim ini akan membantu memecah zat gizi dalam makanan.
Sebagai contoh, susu fermentasi telah meningkatkan kepadatan vitamin, termasuk
asam folat, vitamin B, riboflavin, dan biotin. Tempe hasil proses fermentasi
menggunakan kapang meningkatkan nilai gizi dibandingkan dengan kedelai.
Makanan fermentasi mengandung bakteri baik yang akan membantu saluran
pencernaan bekerja dengan optimal. Hal ini sangat bermanfaat sebab pengaruh
lingkungan yang semakin buruk telah banyak menghabiskan bakteri baik dalam
tubuh. Ketidakseimbangan bakteri dalam usus dapat menyebabkan intoleransi laktosa,
intoleransi gluten, infeksi jamur, alergi, bahkan asma. Oleh karena itu, tambahan
bakteri baik sangat diperlukan oleh tubuh anda.
e. BTP
Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan pada
makanan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk makanan, misalnya: mengawetkan
makanan, memberi warna, mencegah ketengikan, dan meningkatkan rasa. Dengan
kata lain, BTP digunakan untuk mempengaruhi kualitas makanan. Penggunaan BTP
yang tepat sesuai dengan dosis batas aman akan memberikan manfaat teknologi
terhadap kualitas pangan. Namun penggunaan BTP yang tidak tepat atau melebihi
dosis yang aman dapat membahayakan kesehatan.

8
Pengertian Bahan Tambahan Pangan (BTP) dalam Peraturan Menteri
Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88 No.1168/Menkes/PER/X/1999 secara umum
adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan
merupakan ingredien khas makanan, mempuyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang
dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk
organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyediaan, perlakuan, pewadahan,
pembungkusan, penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau
diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu komponan yang
mempengaruhi sifat khas makanan.
Penggolongan BTM yang diizinkan digunakan pada pangan menurut Peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 adalah sebagai berikut :
1. Pewarna, yaitu BTM yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada pangan.
2. Pemanis buatan, yaitu BTM yang dapat menyebabkan rasa manis pada pangan,
yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi.
3. Pengawet, yaitu BTM yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi,
pengasaman atau peruaian lain pada pangan yang disebabkan oleh pertumbuhan
mikroba.
4. Atioksida, yaitu BTM yang dapat mencegah atau menghambat proses oksidasi
lemak sehingga mencegah terjadinya ketengikan.
5. Antikempal, yaitu BTM yang dapat mencegah mengempalnya (menggumpalnya)
pangan yang berupa serbuk seperti tepung atau bubuk.
6. Penyedapa rasa dan aroma, menguatkan rasa, yaitu BTM yang dapat memberikan,
menambah atau mempertegas rasa aroma
7. Pengatur keasaman (pengasam, penetral dan pendapar) yaitu BTM yang dapat
mengasamkan, menetralkan dan mempertahankan derajat keasaman pangan.
8. Pemutih dan pematang tepung, yaitu BTM yang dapat mempercepat proses
pemutihan dan atau pematang tepung sehingga dapat memperbaiki mutu
pemanggangan.
9. Pengemulsi, pemantap dan pengental yaitu BTM yang dapat membantu
terbentuknya dan memantapkan sistem dipersi yang homogen pada pangan.

9
10. Pengeras, yaitu BTM yang dapat memperkeras atau mencegah melunaknya
pangan.
11. Sekuestran, yaitu BTM yang dapat mengikat ion logam yang ada dalam pangan,
sehingga memantapkan warna, aroma dan tekstrur.

Tujuan menggunakan BTP adalah untuk :


1. Mengawetkan makanan dengan mencegah pertumbuhan mikroba perusak pangan
atau mencegah
2. terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu pangan.
3. Membentuk makanan menjadi lebih baik, renyah dan enak dimulut.
4. Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik.
5. Meningkatkan kualitas pangan.
6. Menghemat biaya.

2.3 Uji Organoleptik


Penilaian dengan indra juga disebut Penilaian Organoleptik atau Penilaian
Sensorik merupakan penilaian dengan indera. Penilaian organoleptik sangat banyak
digunakan untuk menilai mutu dalam industry pangan. Kadang-kadang penilaian ini
dapat memberi hasil penilaian yang sangat teliti. Penilain dengan uji organoleptic mampu
mendeskripsikan sifat-sifat tertentu yang tidak dapat digantikan dengan cara pengukuran
menggunakan mesin, instrumen ataupun peralatan lain dan banyak disenangi karena
dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Tetapi juga bisa terjadi bias, kesalahan
panelis, kesalahan pengetesan, subjektivitas, kelemahan pengendalian perubah, dan
ketidak lengkapan informasi.
Penilaian indera dengan cara uji organoleptik meliputi:
a. Menilai tekstur suatu bahan adalah satu unsur kualitas bahan pangan yang dapat
dirasa dengan rabaan ujung jari, lidah, mulut atau gigi.
b. Faktor kenampakan yang meliputi warna dan kecerahan dapat dinilai melalui indera
penglihatan.

10
c. Flavor adalah suatu rangsangan yang dapat dirasakan oleh indera pembau dan perasa
secara sama-sama. Penilaian flavor langsung berhubungan dengan indera manusia,
sehingga merupakan salah satu unsur kualitas yang hanya bisa diukur secara sujektif.
d. Suara merupakan hasil pengamatan dengan indera pendengaran yang akan
membedakan antara kerenyahan (dengan cara mematahkan sampel), melempem, dan
sebagainya.
Tujuan uji organoleptic yaitu :
a. Pengembangan produk dan perluasan pasar.
b. Pengawasan mutu terhadap bahan mentah, produk, dan komoditas.
c. Perbaikan produk.
d. Membandingkan produk sendiri dengan produk pesaing.
e. Evaluasi penggunaan bahan, formulasi, dan peralatan baru.

11
BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu Praktikum


Hari/Tanggal : Rabu, 3 Agustus 2022
Pukul : 08.20 – selesai
Lokasi : Jl. Manyar Sabrangan No.27, Surabaya

3.2 Pembuatan Ikan Teri Asin (Penggaraman)


3.2.1 Alat dan Bahan
1) 1 Bungkus ikan teri mentah 3) 1 Wadah/mangkok
2) Garam 4) 2 Piring
3.2.2 Prosedur Kerja
1) Mencuci ikan teri hingga bersih
2) Membagi ikan teri mentah menjadi 3 dan meletakkan pada wadah yang disediakan
3) Memberi label G pada ikan teri yang diberi garam namun tidak dikeringkan; K pada
ikan teri yang dikeringkan dan tidak diberi garam; dan GK pada ikan teri yang
dikeringkan dan juga diberi garam
4) Memberi garam sebanyak 5-10 gram pada ikan teri berlabel 1.1 dan 1.3
5) Mengeringkan ikan teri berlabel 1.2 dan 1.3 dibawah matahari selama 24 jam

3.3 Pembuatan Manisan Belimbing (Penggulaan)


3.3.1 Alat dan Bahan
1) 1 buah belimbing (besar) 5) Talenan
2) Gula 6) Wadah
3) Air 7) Panci
4) Pisau
3.3.2 Prosedur Kerja
1. Mencuci bersih buah belimbing
2. Memotong belimbing menjadi beberapa potongan (tidak terlalu besar namun tidak
terlalu kecil)

12
3. Membagi potongan buah belimbing menjadi 2 bagian /2 wadah (1 sebagai control, 1
sebagai uji penggulaan)
4. Untuk control, memberi label K pada potongan buah belimbing yang tidak diberi
apa-apa
5. Untuk uji penggulaan, merebus potongan buah belimbing bersama dengan 100ml air
dan 10gram gula pasir hingga mendidih. Menunggu hingga suhu turun dan letakkan
pada wadah yang telah disediakan, lalu memberi label S (sampel)

3.4 Pembuatan Acar Timun (Pengasaman)


3.4.1 Alat dan Bahan
1) 1 buah timun (besar) 4) Pisau
2) Cuka 5) Talenan
3) Air hangat 6) Wadah
3.4.2 Prosedur Kerja
1) Mengupas kulit mentimun dan membuang bijinya. Memotong mentimun berbentuk
panjang-panjang
2) Membagi potongan mentimun menjadi 2 wadah (1 untuk control, 1 untuk uji
pengasaman)
3) Untuk control, memberi 1 sendok air hangat dan memberi label K
4) Untuk sampel, menambahkan 1 sendok cuka dan 1 sendok air hangat, lalu aduk dan
memberi label S (sampel).

3.5 Pembuatan Donat dengan Metode Fermentasi


3.5.1 Alat dan Bahan
1. 1/2 kg tepung protein tinggi 5. 2 butir kuning telur
2. 250 ml air dingin 6. 3 gram ragi instan
3. 100 gram margarin yang 7. 2 sendok makan susu bubuk
dilelehkan 8. Gula halus secukupnya
4. 5 sendok makan gula
3.5.2 Prosedur Kerja

13
1. Mencampurkan bahan-bahan kering dahulu (terigu, gula, susu bubuk), kemudian
membagi campuran bahan tersebut menjadi 2 (1 untuk control yang tidak diberi
ragi, 1 untuk uji yang diberi ragi)
2. Pada bahan untuk control, memasukkan bahan dengan 1 kuning telur, margarin, dan
air dingin, kemudian mencampurkan hingga kalis
3. Pada bahan untuk uji, menambahkan 3 gram ragi, 1 kuning telur, margarin, dan air
dingin, kemudian mencampurkan hingga kalis
4. Mengistirahatkan selama 30- 45 menit, menimbang @50gr, dan membentuk bulat
tunggu hingga mengembang
5. Menggoreng dengan minyak banyak, api cenderung kecil. Catat perbedaan hasil dari
bahan yang diberi ragi dan tidak diberi ragi.

3.6 Pembuatan Sirup Dengan Metode Penambahan BTP


3.6.1 Alat dan Bahan
1) 1/2 kg gula pasir 4) 2 tetes pewarna makanan merah
2) 300 ml air tua
3) 2 tetes esens framboz 5) 0,025 mg Asam benzoat
6) Wadah
3.6.2 Prosedur Kerja
1) Merebus gula pasir dan juga air hingga mendidih
2) Menunggu hingga suhu air rebusan turun
3) Membagi air rebusan tersebut menjadi 2 wadah (untuk control dan untuk uji)
4) Untuk control, memberi esens framboz dan pewarna makanan, lalu memberi label K
5) Untuk uji, memberikan esens framboz, pewarna makanan, dan natrium benzoat pada
air gula rebusan

14
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Praktikum


Pada praktikum yang telah kami lakukan, kelompok 5 menggunakan sampel makanan
dengan cara proses pengawetan pengolahan pangan sebagai berikut.
 Penggaraman : Ikan teri
 Penggulaan : Manisan Belimbing
 Pengasaman : Acar Timun
 Fermentasi : Kue Donat
 Pengawetan BTP : Sirup Frambozen

Berikut tabel hasil penilaian uji organoleptik (uji deskripsi):


 Sebelum dilakukan proses pengawetan pangan

No. Makanan Kenampakan Warna Bau Rasa Tekstur

Putih dan
Keadaan segar
1. Ikan teri biru Amis - Kenyal
dan utuh
kehijauan
Kekuningan Asam dan Tebal dan
2. Manisan Belimbing keadaan utuh Segar
manis lunak

Buah : hijau
larik-larik
putih Garis halus,

kekuningan memiliki
3. Acar Timun keadaan utuh Harum pahit
Daging sebaran yang

kuning pucat sedikit

hingga jingga
terang
Kue Donat Putih Harum
4. Keadaan utuh Manis Lembut
kekuningan mentega

15
5. Sirup Frambozen Segar Merah Menyengat Manis Cair

 Sesudah dilakukan proses pengawetan pangan

No. makanan Kenampakan Warna Bau Rasa Tekstur Daya Tahan

1. Ikan teri Sampel Utuh Putih Amis Asin Mudah 18 bulan


Kekuning patah,
an pecah,
rapuh
(garing)
Kontrol 1 Utuh Kuning Amis Hamb Padat dan 1 minggu
(pengerin keemasan ar kering
gan tanpa
garam)
Kontrol 2 Utuh Putih Amis Asin Lembab 1 minggu
(garam kuning
tanpa keabuan
pengerin
gan)
2. Manisan Sampel Hari ke 4: Coklat tua Aroma manis Lembek 3 hari
Belimbing utuh, muncul manis
jamur di area
yang tidak
terendam air
gula.
Hari ke 7:
utuh, merebak
jamur
Kontrol Hari ke 2: kecoklata Aroma - berair 1 hari
utuh, muncul n buah
jamur

16
Hari ke 3:
utuh, jamur
memenuhi
kontrol
3. Acar Timun Sampel H ke 5: utuh, Hijau Asam Asam Lembek, 4 hari
mulai muda sdikit berair
ditumbuhi manis
jamur
H ke 7: utuh,
jamur
merebak
bagian sampel
Kontrol H ke 3 : mulai Hijau Bau Hamb Lembek 2 hari
tumbuh jamur muda timun ar berair
H ke 7: sediki
sampel t
tertutup jamur pahit
4. Kue Donat Sampel Utuh Coklat Harum Mani Adonan 4 hari
keemasan mente s mengemb
ga ang,
Empuk
dan
lembut
Kontrol Utuh Kecoklata Harum manis Keras 4 hari
n mente
ga
5. Sirup Sampel Normal Merah Harum Mani Cair 1 minggu
Frambozen kecoklata s
n
Kontrol Normal Kuning Sedikit - Cair 6 hari
kecoklata berbed

17
n a

 Uji Hedonik pada sampel penggaraman ikan teri

No. Panelis Kenampakan Bau Tekstur Rasa

1. A 7 5 7 5

2. B 7 5 7 7

3. C 7 5 7 5

4. D 7 5 5 7

Jumlah 28 20 26 24

Perhitungan hasil uji hedonik teri asin kering :


a. Kenampakan

̅

∑ ̅

( ̅ ( )) ( ̅ ( ))
√ √

( ( )) ( ( ))
√ √

18
Interval nilai hedonik kenampakan teri asin kering adalah 7 (Suka)

b. Bau

̅

∑ ̅

( ̅ ( )) ( ̅ ( ))
√ √

( ( )) ( ( ))
√ √

Interval nilai hedonik bau teri asin kering adalah 5 (Netral)

c. Tekstur

̅

∑ ̅

19

( ̅ ( )) ( ̅ ( ))
√ √

( ( )) ( ( ))
√ √

Interval nilai hedonik tekstur teri asin kering adalah 5,65 - 7,34 dan untuk nilai
akhirnya yaitu nilai terkecil dibulatkan menjadi 6 (suka).

d. Rasa

̅

∑ ̅

( ̅ ( )) ( ̅ ( ))
√ √

20
( ( )) ( ( ))
√ √

Interval nilai hedonik rasa teri asin kering adalah 5,51 - 6,49 dan untuk nilai
akhirnya yaitu nilai terkecil menjadi 5,5 (agak suka).

 Uji skor pada sampel penggaraman ikan teri


No. Panelis Kenampakan Bau Tekstur Rasa Rata-rata

1. A 7 5 7 5 6

2. B 7 5 7 7 6,5

3. C 7 5 7 5 6

4. D 7 5 5 7 6

Jumlah 24,5

Perhitungan hasil uji skor teri asin kering:



̅

∑ ̅

21
( ̅ ( )) ( ̅ ( ))
√ √

( ( )) ( ( ))
√ √

Jadi, interval nilai skor pada ikan teri asin kering adalah 5,47 – 6,77 dan untuk nilai akhirnya
adalah nilai terkecil yaitu 5,47 dan dibulatkan menjadi 5,0 (Netral)

4.2 Pembahasan Hasil Praktikum


1. Penggaraman
Berdasarkan hasil praktikum proses pengawetan pangan dengan penggaraman. Kami
melakukan pengamatan selama seminggu baik pada sampel maupun kontrol. Berikut
hasil uji organoleptik atau deskripsi penggaraman ikan teri.
 Sebelum dilakukan proses pengawetan dengan penggaraman
Pada ketiga metode Sampel (penggaraman dan pengeringan), Kontrol 1
(pengeringan tanpa garam), dan konrol 2 (penggaraman tanpa dikeringkan) ikan teri
saat itu masih dalam keadaan utuh, bau amis segar ikan tidak menyengat, dan untuk
teksturnya kenyal dan lunak. Hasil dari pengamatan tersebut, merupakan ciri-ciri
ikan segar yang layak untuk dikonsumsi.
 Sesudah dilakukan proses pengawetan dengan penggaraman

Sampel Kontrol 1 Kontrol 2


(penggaraman & pengeringan) (pengeringan tanpa garam) (garam tanpa pengeringan)

22
Pada sampel terdapat perubahan meliputi warna menjadi putih kekuningan,
perubahan rasa menjadi asin tersebut hasil dari penggaraman, terdapat perubahan
tekstur menjadi mudah patah;pecah; dan rapuh, dan untuk ketahanan dapat mencapai
18 bulan. Pada kontrol 1 terdapat perubahan meliputi warna menjadi kuning
keemasan, dan tekstur yang berubah menjadi padat dan kering. Pada kontrol 2 hanya
terdapat perubahan warna menjadi kuning putih keabuan.
Ikan teri merupakan Salah satu jenis ikan yang sering melalui proses pengawetan
dengan cara penggaraman dan pengeringan. Pada proses pengeringan ikan teri dilakukan
langsung dibawah terik matahari selama 24 jam. Ikan hasil penjemuran tanpa bantuan
sinar matahari langsung sebenarnya memiliki kelebihan dibandingkan ikan yang dijemur
langsung dengan sinar matahari. Karena ikan yang dijemur secara langsung (di bawah
sinar matahari) sangat rentan terhadap serangan lalat dan kontaminasi kotoran selama
penjemuran, sehingga hal ini justru dapat mempengaruhi umur simpan ikan. Jika
penjemuran di bawah sinar matahari tidak sempurna, justru dapat menyebabkan ikan
mudah busuk, terutama karena serangan jamur, belatung dan kutu (Sosiawati 2019).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh fitriani, bahwa semakin tinggi
suhu dan lama waktu pengeringan maka semakin banyak molekul air yang menguap dari
belimbing kering yang dikeringkan sehingga kadar air yang diperoleh semakin
rendah(Bau, Une, and Antuli 2021). Maka sampel dengan pengeringan selama 24 jam
dapat diperkirakan kandungan kadar air dalam ikan teri sangat rendah. Dengan demekian
proses pengeringan sangat mempengaruhi tekstur dan ketahanan umur simpan ikan teri
tersebut.
Berikut pembahasan hasil dari uji hedonik dan uji skor pada penggaraman ikan teri.
 Uji hedonik
Pada hasil uji hedonik yang telah dilakukan oleh empat panelis, didapatkan hasil
bahwa ikan teri asin kering memiliki kenampakan yang bernilai 7 sehingga
spesifikasi dari nilai tersebut yaitu suka. Kemudian pada bau bernilai 5 sehingga
spesifikasi dari nilai yang didapat yaitu netral. Pada rasa ikan teri asin kering
memiliki nilai akhir 5,5 sehingga spesifikasi dari nilai tersebut yaitu agak suka.
Sedangkan pada tekstur mendapatkan nilai akhir 6 sehingga spesifikasi dari nilai

23
akhir tersebut adalah suka. Hasil dari perhitungan uji hedonik diatas, menunjukkan
bahwa ikan teri asin kering dapat diterima cukup baik oleh konsumen.
 Uji skor
Pada hasil uji skor yang telah dilakukan oleh empat panelis, didapatkan hasil bahwa
ikan teri asin kering mendapatkan skor akhir yaitu sebesar 5,47 dan dibulatkan
menjadi 5. Dari hasil tersebut, menunjukkan bahwa ikan teri asin kering memiliki
spesifikasi kenampakan, bau, rasa, tekstur mendapatkan nilai akhir yang bisa
dikatakan netral.

2. Penggulaan
Manisan basah adalah produk yang diolah setelah penirisan buah dari larutan gula.
Kandungan air pada manisan basah lebih banyak kadar air dan penampakan yang lebih
disukai karena serupa dengan buah aslinya. Manisan basah biasanya dilakukan pada buah
yang keras. Sedangkan produk manisan mempunyai keuntungan lain dan kekuatan rasa
pada buah ditawar disaat udara panas, dan cocok dapat dinikmati berbagai kesempatan
(Muaris, 2003).

Gula umumnya digunakan dalam pengawetan buah-buahan karena gula dapat


mencegah atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan cara mempengaruhi
aktivitas air (aw) dalam bahan pangan. Tujuan dari penggulaan adalah memperpanjang
daya simpan produk dan memberi cita rasa pada bahan pangan. Prinsip pengolahan
manisan buah adalah buah melalui proses penggulaan baik secara perendaman atau
pelumuran dengan gula secara perlahan akan mengalami peresapan. Sehingga kadar gula
dalam jaringan buah cukup tinggi dan dapat mencegah pertumbuhan mikroorganisme
pembusuk. Pada pengolahan manisan dilakukan proses blanching dengan cara
mencelupkan buah ke dalam air panas (82 ─ 100o C), blanching bertujuan untuk
menginaktifkan enzim pada buah-buahan yang mudah sekali mengalami pencoklatan
(oksidasi).

Berdasarkan hasil pengawetan buah belimbing dengan menggunakan teknik


penggulaan, didapatkan hasil organoleptik seperti berikut :

a. Sebelum pengawetan

24
Buah belimbing mempunyai kenampakan bewarna kuning cerah agak keputihan,
berbau segar seperti buah belimbing, memiliki rasa manis sedikit kecut, serta
teksturnya padat dan sedikit berair.
b. Sesudah pengawetan
 Kontrol :
Kontrol dalam proses pembuatan manisan belimbing dibuat dengan melakukan
proses pemotongan buah belimbing menjadi bentuk bintang dan dibiarkan dalam
suhu ruang. Kenampakan awal dari kontrol manisan belimbing sama seperti
kondisi awal sebelum dilakukan pengawetan.

Pada hari kedua terlihat bahwasannya kontrol sudah berubah warna menjadi
kecoklatan (reaksi oksidasi), berair, dan mulai terjadi pertumbuhan jamur.
Pada hari ketiga, jamur pada kontrol sudah semakin merebak dan memenuhi
permukaan kontrol.
 Sampel :
Sampel dalam proses pembuatan manisan belimbing dibuat dengan merebus
belimbing yang sebelumnya sudah dipotong menjadi bentuk bintang ke dalam air
gula. Kenampakan awal dari sampel manisan belimbing adalah berwarna coklat
tua, berbau manis, memiliki rasa yang sangat manis, tekstur lembek.

Pada hari keempat, terlihat adanya jamur yang mulai muncul pada bagian yang
tidak terendam air gula.

25
Pada hari ketujuh, jamur pada kontrol sudah semakin merebak dan menimbulkan
bau yang menyengat..

Berdasarkan hasil praktikum, dapat dilihat bahwa buah belimbing yang tidak
mengalami proses pengawetan dengan penggulaan cenderung lebih cepat ditumbuhi
jamur daripada belimbing yang mengalami proses penggulaan. Hal ini sejalan dengan
penjelasan dari Buku Pedoman Ilmu Teknologi Pangan karya Muntikah dan Maryam
Razak bahwa gula mampu memberi stabilitas terhadap mikroorganisme pada suatu
produk makanan jika diberikan dalam konsentrasi yang cukup di atas 70% padatan
terlarut, karena itu gula dipakai sebagai salah satu teknik pengawetan bahan pangan.
Apabila gula ditambahkan ke dalam bahan pangan dalam konsentrasi yang tinggi paling
sedikit 40% padatan terlarut, sebagian dari air yang ada menjadi tidak tersedia untuk
pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas air dari bahan pangan berkurang.

Larutan gula yang sangat pekat memiliki tekanan osmosis yang sangat tinggi
sedangkan konsentrasi gula yang dapat dibutuhkan untuk mencegah terjadinya mikroba
dapat bervariasi tergantung berbagai macam jenis mikroba dan zat-zat yang terdapat pada
makanan. Dengan ini, larutan gula dengan konsentrasi 70% dapat menghentikan
pertumbuhan mikroba dalam makanan. Sedangkan larutan gula konsentrasi 70% lebih
rendah masih efektif untuk menghentikan mikroba dalam jangka waktu yang pendek
kecuali makanan beku dan makanan yang bersikap masam (Potter, 1980).

Hasil penelitian dari Kaseke dan Makalalag, 2015 sejalan dengan hasil praktikum
yang telah dilakukan. Dalam jurnal penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Penambahan
Gula Terhadap Lama Penyimpanan Kelapa Muda Dalam Sirup” menyatakan bahwa
pengolahan kelapa muda dalam sirup gula dan dikemas dalam botol jar dapat
memberikan ketahanan pada kelapa muda sehingga memiliki waktu simpan yang cukup
lama (Kaseke & Makalalag, 2015).

3. Pengasaman
Pengasaman adalah suatu proses pengolahan yang dilakukan dengan cara diberi asam
dengan tujuan untuk mengawetan melalui penurunan derajat pH (mengasamkan) produk

26
makanan sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk. Pengasaman
makanan dapat dilakukan dengan jalan penambahan asam secara langsung misalnya asam
sitrat, asam asetat, asam laktat atau penambahan makanan yang bersifat asam seperti
tomat. Contoh produk yang dihasilkan melalui pengasaman acar. Acar adalah suatu
produk yang mempunyai cita rasa khas yang dihasilkan dari proses fermentasi bakteri
asam laktat. Acar adalah salah satu metode mengawetkan makanan dengan menggunakan
proses fermentasi yaitu dengan mengkonversi gula menjadi asam oleh mikroorganisme
(bakteri asam laktat atau BAL) (Nurul dan Asmah, 2012). Acar digunakan dengan
menggunakan proses fermentasi anaerob agar tidak terjadi proses pembusukan (Pusat
Penelitian IPB, 2001). Acar pada dasarnya terbuat dari sayur-sayuran yang di tambahkan
asam cuka untuk pengawetan.

Berdasarkan hasil pengawetan timun dengan menggunakan teknik pengasaman,


didapatkan hasil seperti berikut :

a. Sebelum pengawetan
Timun mempunyai kenampakan berwarna hijau muda, berbau segar seperti timun,
memiliki rasa sedikit hambar, serta teksturnya padat dan berair.
b. Sesudah pengawetan
 Kontrol :
Kontrol dalam proses pembuatan acar timun dibuat dengan mencampurkan timun
yang sebelumnya sudah diiris berbentuk balok dengan air hangat dan gula tanpa
diberi cuka asam. Kenampakan awal dari kontrol acar timun adalah berwarna
hijau muda sama seperti kondisi awal sebelum dilakukan proses pengawetan,
berbau agak manis, memiliki rasa manis dan segar, serta teksturnya padat dan
berair.

27
Pada hari ketiga dapat kita lihat bahwasannya kontrol sudah mulai ditumbuhi oleh
jamur dan mulai berair.
Pada hari ketujuh, kontrol acar timun sudah sepenuhnya tertutup oleh jamur.
 Sampel :
Sampel dalam proses pembuatan acar timun dibuat dengan mencampurkan timun
yang sebelumnya sudah diiris berbentuk balok dengan air hangat, gula
secukupnya, dan cuka asam. Kenampakan awal dari sampel acar timun adalah
berwarna hijau muda sama seperti kondisi awal sebelum dilakukan proses
pengawetan, berbau asam, memiliki rasa asam agak manis, serta teksturnya sedikit
lembek dan berair.

Pada hari kelima, sampel acar timun sudah mulai ditumbuhi oleh jamur.
Pada hari ketujuh, jamur pada sampel acar timun sudah mulai merebak ke seluruh
bagian sampel.

4. Fermentasi

Berdasarkan hasil praktikum, dapat dilihat bahwa timun yang tidak mengalami proses
pengawetan dengan pengasaman cenderung lebih cepat ditumbuhi jamur daripada timun
yang mengalami proses pengasaman. Hal ini sejalan dengan penjelasan dari Soetarno dan
Soediro, 1997 yang mengatakan mikroba yang dapat merusak makanan tidak dapat hidup
pada makanan karena adanya asam cuka menyebabkan konsentrasi menjadi tinggi dan
menyebabkan terjadinya difusi osmosis sehingga mikroba akan mati. Penambahan cuka
pada acar timun menyebabkan kandungan bakteri yang lebih rendah. Cuka mempunyai
sifat antimikroba yang sangat kuat sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri
yang berbahaya.

28
Hasil penelitian dari Hartanto, 2007 sejalan dengan hasil praktikum yang telah
dilakukan. Dalam skripsinya yang berjudul “Pengaruh Frekuensi Penggunaan Larutan
Perendam Serta Lama Sakarifikasi Alami Pada Produksi Tepung Ubi Jalar Ungu (var.
Ayamurasaki)” menyatakan bahwa frekuensi penggunaan larutan perendam (natrium
metabisulfit dan asam nitrat) yang tetap efektif untuk mencegah pencoklatan adalah dua
kali, dengan nilai kecerahan pada tepung sebesar 46,3 dan warna sebesar 21,133, dan
nilai residu sulfit sebesar 17,97 (Hartanto, 2007).

Donat merupakan salah satu makanan selingan atau kudapan yang cukup populer di
Indonesia. Donat (doughnuts atau donut) adalah jenis roti yang proses memasaknya
dengan cara digoreng dan memiliki bentuk khas dengan lubang di tengah seperti cincin
atau berbentuk bola jika diisi sesuatu (Subagjo, 2007). Donat memiliki bentuk bulat dan
berlubang dibagian tengah, hal ini memiliki tujuan untuk membantu penyebaran panas
ketika dipanggang ataupun digoreng. Lubang ditengah ini akan mencegah keadaan
dimana adonan yang diluar lebih dulu matang sementara bagian dalamnya masih mentah
(Edwards, 2007).

 Kontrol :

Kontrol dalam proses fermentasi donat dibuat dengan tidak memberikan ragi pada
adonan donat. Kenampakan awal dari adonan donat kontrol adalah berwarna lebih
gelap dibandingkan dengan warna adonan donat sampel, berbau sepeti mentega,
serta bertekstur bantat. Setelah dilakukan proses penggorengan, kenampakan awal
dari donat kontrol adalah berwarna kecoklatan, berbau seperti mentega, memiliki
rasa seperti donat pada umumnya, serta memiliki tekstur yang sangat keras.
 Sampel :

29
Sampel dalam proses fermentasi donat dibuat sama dengan proses pembuatan
donat pada umumnya. Kenampakan awal dari adonan donat sampel adalah
berwarna putih kekuningan, berbau seperti mentega, serta bertekstur lembut.
Apabila adonan donat sampel dibiarkan selama 30 menit dalam suhu ruangan,
maka adonan akan mengembang karena adanya pengaruh dari pemberian ragi
pada adonan. Setelah dilakukan proses penggorengan, kenampakan awal dari
donat sampel adalah berwarna coklat keemasan, berbau seperti mentega, memiliki
rasa seperti donat pada umumnya, serta memiliki tekstur yang lembut dan empuk.

Berdasarkan hasil praktikum, dapat dilihat bahwa adonan yang tidak diberi ragi
cenderung memiliki tekstur yang bantat atau keras daripada adonan yang diberi ragi.
Fermentasi pada pembuatan donat bertujuan untuk proses pematangan adonan, sehingga
adonan mudah ditangani dan dapat menghasilkan produk bermutu baik. Selain itu,
fermentasi berperan dalam pembentukan cita rasa donat. Mikroba utama pada ragi roti
adalah Saccharomuces cereviceae. Ragi akan merombak gula membentuk gas
karbondioksida dan alkohol. Gas karbondioksida akan terperangkap pada adonan yang
menyebabkan adonan mengembang dan menghasilkan roti yang empuk. Semakin banyak
ragi yang ditambahkan maka adonan akan semakin mengembang dan roti yang dihasilkan
akan semakin empuk.

Hal yang terpenting dalam melakukan fermentasi adalah membuat kondisi


lingkungan suhu dan kelembapan ideal untuk berkembangnya ragi dalam adonan donat.
Adonan difermentasi pada suhu 27°-30°C dengan kelembapan 75-80%. Fermentasi dapat
dilakukan diatas meja dan ditutup dengan plastik yang terlebih dahulu diolesi margarin
dan dimasukkan ruang terkontrol. Lama fermentasi biasanya 30 menit (Fardiaz, 1989).

30
Hasil penelitian dari Sitompul, 2019 dan Sitepu, 2019 sejalan dengan hasil
praktikum yang telah dilakukan. Dalam jurnal penelitian Sitompul yang berjudul
“Pengaruh Komposisi Tepung Dan Konsentrasi Ragi Terhadap Mutu Donat Ubi Jalar
Ungu” menyatakan bahwa konsentrasi ragi berpengaruh berbeda sangat nyata (P<0.01)
terhadap kadar air, kadar abu, persentase pengembangan, organoleptik rasa serta aroma
(Sitompul, 2019). Jurnal penelitian Sitepu yang berjudul “Penentuan Konsentrasi Ragi
Pada Pembuatan Roti” menyatakan bahwa Pembuatan roti dilakukan melalui enam tahap,
yaitu pencampuran, peragian, pemeraman, pembentukan, proofing dan pemanggangan.
Jumlah ragi yang ditambahkan akan mempengaruhi mutu organoleptik roti. semakin
banyak ragi yang dtambahkan maka akan menghasilkan roti yang empuk namun rasa dan
aroma roti yang kurang (Sitepu, 2019).

5. Pengawetan BTP
Berdasarkan dari hasil praktikum yang telah kami lakukan, pada proses
pengawetan pangan dengan menggunakan BTP (bahan tambahan pangan) pengawet pada
sirup frambozen yaitu asam benzoat. Sirup adalah produk minuman yang komposisinya
sering mengandung bahan pengawet tambahan (Zarwinda et al. 2021). Pada saat
praktikum kami membuat dua produk, sampel sirup yang didalamnya ditambahkan BTP
pengawet asam benzoat dan sementara untuk kontrol sebagai pembanding daripada hasil
sampel nantinya.
Pengawet BTP yang kami tambahkan dalam sampel sirup frambozen tidak lebih
dari kadar batas maksimum penggunaan BTP pengawet yang ditetapkan dalam Peraturan
BPOM M RI No. 36 Tahun 2013, yaitu 0,1 mg/kg. Sementara untuk batas maksimum
keamanan penggunaan per hari yang dikenal dengan ADI (Acceptable Daily Intake) yang
ditetapkan adalah 0–5 mg/kg berat badan(BPOM 2013). Menurut jurnal yang mengenai
“Gambaran Kadar Dan Keamanan Asam Benzoat Dalam Minuman Ringan Yang Beredar
Di Pasar Bulu Secara Spektrofotometri”, bahwa berat rata-rata orang Indonesia adalah 60
kg. Oleh karena itu, asupan harian asam benzoat yang direkomendasikan adalah 300 mg
(Jumiyati and Larasati 2021).
Sampel sirup yang ditambahkan BTP sebagai pengawet asam benzoat selama
pengamatan seminggu memiliki bau yang masih normal dan juga memiliki rasa yang

31
tetap manis dari campuran air gula. Sementara kontrol, pada hari ketujuh muncul bau
yang agak berbeda dari yang semestinya. Berdasarkan dari hasil pengamatan pada sampel
dan kontrol dari sirup frambozen. Bahwa penambahan pengawet BTP pada sirup
frambozen sangat berpengaruh dari segi bau yang masih normal, warna merah
kecoklatan, tekstur cair, dan memiliki umur simpan yang lama.
Asam benzoat merupakan salah satu jenis pengawet BTP (Bahan Tambahan
Makanan) yang diperbolehkan dalam Peraturan BPOM RI No. 36 Tahun 2013 dan juga
sering ditambahkan pada makanan dan minuman. Penggunaan Asam benzoat atau
natrium benzoat pada pangan berfungsi sebagai anti mikroba yang dapat menghambat
pertumbuhan jamur, bakteri dan khamir. Apabila sampel sirup frambozen ditambahkan
BTP pengawet asam benzoat lebih dari ketentuan yang telah ditetapkan maka akan
menimbulkan efek buruk seperti keracunan dan berpotensi menyebabkan karsinogenik
(Jumiyati and Larasati 2021).

32
BAB V

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Pengawetan dilakukan untuk mencegah pembusukan makanan akibat kerudakan oleh
mikroba pembusuk. Pada praktikum kami terdapat 5 metode pengawetan yang kami
laksanakan, yakni penggaraman, penggulaan, pengasaman, fermentasi, dan penambahan
bahan BTP.
Pada metode penggaraman kami menggunakan ikan teri yang diberi garam serta
dikeringkan. Hasil produk pengawetan ikan teri yang telah dilakukan penggaraman dapat
bertahan hingga 18 bulan. Hal ini menandakan bahwa perlakuan tersebut memberikan efek
pengawetan yang cukup lama dibandingkan hanya dengan melakukan penggaraman saja dan
pengeringan saja yang hanya dapat bertahan 1 minggu.
Pada metode penggulaan kami menggunakan buah belimbing. Buah belimbing yang telah
diolah menjadi manisan belimbing dapat bertahan selama 3 hari pada suhu ruang.
Sedangkan buah belimbingnya saja (tanpa pengolahan) hanya dapat bertahan sehari pada
suhu ruang.
Pada metode pengasaman, bahan yang kami olah yakni mentimun yang akan diolah
menjadi acar timun. Acar timun dapat bertahan selama 4 hari pada suhu ruang. Sedangkan
kontrolnya (tanpa diberi cuka), hanya dapat bertahan selama 2 hari.
Selanjutnya pada metode fermentasi, kami memutuskan untuk membuat produk olahan
kue donat. Donat yang telah diberi ragi dapat bertahan selama 4 hari dengan tekstur yang
masih mengembang, sedangkan yang tidak diberi ragi dapat bertahan selama 4 hari pula.
Namun, dengan tekstur yang sangat keras.
Terakhir, dengan metode penambahan BTP, sirup frambozen yang telah diberi tambahan
Asam Benzoat pada hari ke-7 masih dalam keadaan yang baik (wangi, warna merah, rasa
manis). Sedangkan pada kontrolnya(tanpa asam benzoate), pada hari ke-7 telah mengalami
perubahan pada baunya.

33
5.2 Saran
Saat melaksanakan praktikum, selalu utamakan hygiene sanitasi pangan agar produk
pengen tidak terkontaminasi.

34
DAFTAR PUSTAKA

Purwani, Eni, Esti, Dyah. Pengembangan Model Pengawet Alami Dari Ekstrak Lengkuas
(Languas Galanga), Kunyit (Curcuma Domestica) Dan Jahe (Zingiber Officinale) Sebagai
Pengganti Formalin Pada Daging Segar. Seminar Nasional IX Pendidikan Biologi FKIP
UNS. 629 – 634

Tri, Ervin. 2011. Analisis Bahan Pengawet Benzoat Pada Saos Tomat Yang Beredar Di Wilayah
Kota Surabaya. Jurnal Phenomenon. 2(1) : 7 – 17

Razak Maryam, Muntikah. 2017. ILMU TEKNOLOGI PANGAN. Pusat Pendidikan Sumber
Daya Manusia Kesehatan. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya
manusia Kesehatan Edisi Tahun 2017.
Islam Fahrul, Siti Rahmah, Sitti Saddania, Sachrul Mawaddah Nurjannah, Tisa Nurul Fadlya.
2020. Penuntun Praktikum Penyehatan Makanan Minuman – B. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia Politeknik Kesehatan Mamuju Jurusan Kesehatan Lingkungan 2020.
Fadilah Ratnawati. 2017. MODUL BAHAN TAMBAHAN MAKANAN. Fakultas Teknik
Universitas Negeri Makassar.
Bau, Fikri Cahyanto, Suryani Une, and Zainudin Antuli. 2021. “PENGARUH LAMA
PENGERINGAN TERHADAP KUALITAS KIMIA DAN BIOLOGIS IKAN TERI ASIN
KERING (Stolephorus Sp.).” Food Technology 3: 94–101.
https://ejurnal.ung.ac.id/index.php/jjft/article/view/9101/3288.
BPOM. 2013. “Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia.”
https://jdih.pom.go.id/download/product/660/36/2013.
Jumiyati, and Komala Larasati. 2021. “Gambaran Kadar Dan Keamanan Asam Benzoat Dalam
Minuman Ringan Yang Beredar Di Pasar Bulu Secara Spektrofotometri 1*,2.” Pharmacy
5(1): 44–51.
Sosiawati, Emma. 2019. “ENGINEERING AND TECHNICAL ASPECTS OF TERI DRY FISH
( Stolephorus Sp .) IN SOUTH AMBESIA VILLAGE , TOMINI DISTRICT , PARIGI
MOUTONG SULAWESI DISTRICT.” Pengolahan pangan 4(2): 39–44.
http://pengolahanpangan.jurnalpertanianunisapalu.com/index.php/pangan/article/view/28/2.
Zarwinda, Irma, Elfariyanti, Safera Maulinda, and Dwi Putri Rejeki. 2021. “Analisis Natrium

35
Benzoat Pada Sirup Pala Produksi Kota Tapaktuan Provinsi Aceh.” Sains & Kesehatan
1(1): 1–9.
Ilmu, P. S., Pangan, T., Pertanian, F., Hasanuddin, U., & Korespondensi, P. (n.d.). 1*) 1*). 71–
77.
Inovasi, W. (2019). Pengaruh komposisi tepung dan konsentrasi ragi terhadap mutu donat ubi
jalar ungu. 8(1).
Kaseke, H. F. G., & Makalalag, A. (2015). Pengaruh Penambahan Gula Terhadap Lama
Penyimpanan Kelapa Muda Dalam Sirup. Jurnal Penelitian Teknologi Industri, 7(1), 11.
https://doi.org/10.33749/jpti.v7i1.4682

36
LAMPIRAN

1. Proses Pengolahan
a) Sirup Frambozen

b) Manisan belimbing

c) Ikan asin teri

37
d) Acar timun

e) Donat
f)

2. Penampakan produk
a) Sirup frambozen
- H-1 - H-7

b) Manisan belimbing
- H-1 - H-7

38
c) Ikan asin teri
- H-1 - H-7

d) Acar timun
- H-1 - H-7

e) Donat
- H-1 - H-7

39

Anda mungkin juga menyukai