Anda di halaman 1dari 42

REVISI MAKALAH

PENYEHATAN MAKANAN DAN MINUMAN-B

Oleh :
Intan Perdanawati NIM P27833318044
Alfin Nadifatu Zahroh NIM P27833318053
Desintia Putri Yoninda NIM P27833318054

PROGRAM STUDI D-IV ALIH JENJANG KESEHATAN LINGKUNGAN


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN SURABAYA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
TAHUN 2018

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, dengan ini kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini dengan baik.
Adapun makalah penyehatan Makanan dan Minuman ini telah kami
usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan dari banyak pihak,
sehingga dapat memperlancar proses pembuatan makalah ini. Oleh sebab itu, kami
juga ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah membantu kami.
Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah ini dapat diambil
manfaatnya sehingga dapat memberikan inpirasi terhadap pembaca.

Surabaya, 13 Oktober 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................i


DAFTAR ISI................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................... 3
B. Rumusan Masalah.......................................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 4
D. Manfaat .........................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
A. Tujuan dan Sasaran Penyehatan Makanan dan Minuman ............................. 5
B. Undang-Undang Terkait Penyehatan Makanan dan Minuman ...................19
C. Pokok Kegiatan dalam Penyehatan Makanan dan Minuman ...................... 38
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................................13
B. Saran .............................................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Makanan merupakan suatu kebutuhan dasar yang sangat penting bagi
kehidupan manusia dalam pemenuhannya merupakan hak asasi setiap rakyat
Indonesia harus senantiasa tersedia cukup dalam setiap waktu, aman, bermutu
dan bergizi. Makanan yang kita makan bukan saja harus memenuhi gizi tetapi
harus juga aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme dan bahan-
bahan lain yang menimbulkan bahaya terhadap kesehatan manusia, sehingga
makanan harus ditangani dan dikelola dengan baik dan benar agar bermanfaat
bagi tubuh manusia. Pengelolaan yang baik dan benar yang pada dasarnya
adalah mengelola makanan berdasarkan kaidah-kaidah dan prinsip hygiene
dan sanitasi makanan.
Prinsip hygiene dan sanitasi makanan dapat dikendalikan melalui 4 prinsip
faktor hygiene dan sanitasi makanan yaitu : faktor tempat atau bangunan,
peralatan, orang atau penjamah makanan dan bahan makanan. Empat aspek
hygiene dan sanitasi makanan yang mempengaruhi keamanan makanan yaitu
kontaminasi, keracunan, pembusukan dan pemalsuan.
Hygiene sanitasi makanan dan minuman yang perlu ditunjang oleh kondisi
lingkungan dan sarana sanitasi yang baik pula. Sarana tersebut antara lain :
tersedianya air bersih yang mencukupi baik dalam segi kuantitas ataupun
kualitas, pembuangan air limbah yang tertata dengan baik sehingga tidak
menjadi sumber pencemar, tempat pembuangan sampah yang terbuat dari
bahan yang kedap air sehingga tidak terjadi kebocoran, mudah dibersihkan
dan tempat sampah tersebut harus mempunyai tutup.
Keadaan hygiene sanitasi yang buruk dapat mempengaruhi kualitas
makanan yang disajikan kepada konsumen. Hal ini jelas akan berpengaruh
terhadap tingkat kesehatan konsumen yang mengonsumsi makanan tersebut.
Jika hygiene sanitasi makanannya buruk, maka dapat mengakibatkan
timbulnya masalah-masalah kesehatan seperti food borne disease dan kasus
keracunan makanan yang dipengaruhi juga oleh tenaga penjamah makanan.

3
Tenaga penjamah makanan merupakan seorang tenaga yang menjamah
makanan dan terlibat langsung dalam menyiapkan, mengolah, mengangkut
maupun menyajikan makanan. Tenaga penjamah makanan mempunyai peran
yang besar terhadap kemungkinan terjadinya kontaminasi makanan yang
disajikan.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa tujuan dan sasaran penyehatan makanan dan minuman?
2. Apa perundang-undangan yang terkait dengan penyehatan makanan dan
minuman?
3. Apa pokok kegiatan dalam penyehatan makanan dan minuman?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui tujuan dan sasaran penyehatan makanan dan minuman.
2. Untuk mengetahui perundang-undangan yang terkait dengan penyehatan
makanan dan minuman.
3. Untuk mengetahui pokok kegiatan dalam penyehatan makanan dan
minuman.

D. MANFAAT
Bagi pembaca dapat menambah wawasan sehingga dapat memperaktekkan
hal-hal terkait dengan penyehatan makanan dan minuman.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tujuan Dan Sasaran Penyehatan Makanan Dan Minuman


Menurut Amaliyah Nurul (2017) penyehatan makanan dan minuman
adalah pengendalian terhadap faktor makanan, orang, tempat dan
perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau
gangguan kesehatan lainnya.
Menurut Amaliyah Nurul (2017) tujuan dari penyehatan makanan dan
minuman ini pada dasarnya untuk mengusahakan cara hidup sehat sehingga
terhindar dari penyakit. Selain itu tujuannya antara lain:
1. Menjamin keamanan dan kontaminasi makanan minuman, untuk
mencegah konsumen dari penyakit.
2. Mencegah penjualan makanan yang merugikan pembeli
3. Mengurangi kerusakan terhadap makanan
4. Terlaksananya perilaku bersih dan sehat dalam mempersiapkan, memasak,
menyajikan makanan minuman, menangani alat, ruang dan lingkungan.
5. Terlaksananya pembinaan dan pengawasan yang terus menerus,
berkesinambungan dan terpadu oleh masyarakat
6. Menciptakan lingkungan kerja yang ergonomis
7. Mencegah kecelakaan kerja.
Sasaran penyehatan makanan dan minuman antara lain:
1. Rumah makan dan Restoran :
Terdapat dalam Kepmenkes Nomor 1098/Menkes/SK/VII/2003 tentang
Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran.
a. Ketentuan umum
Pasal 1
1. Rumah makan dalah setiap tempat usaha komersial yang ruang
lingkup kegiatannya menyediakan makanan dan minuman untuk
umum di tempat usahanya.
2. Restoran adalah salah satu jenis usaha jasa pangan yang bertempat
di sebagian atau seluruh bangunan yang permanen dilengkapi

5
dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan,
penyimpanan, penyajian, dan penjualan makanan dan minuman
bagi umum di tempat usahanya.
b. Penyelenggaraan
Pasal 2
1. Setiap rumah makan dan restoran harus memiliki izin usaha dari
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai peraturan perundang-
undangan yag berlaku.
2. Untuk memiliki izi usaha sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1)
rumah makan dan restoran harus memiliki sertifikat laik hygiene
sanitasi rumah makan dan restoran yang dikeluarkan oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota.
Pasal 3
Setiap usaha rumah makan dan restoran harus mempekerjakan seorang
penanggung jawab yang mempunyai pengetahuan hygiene sanitasi
makanan dan memiliki sertifikat hygiene sanitasi makanan.
Pasal 4
(1). Tenaga penjamah makanan yang bekerja pada usaha rumah makan
dan restoran harus berbadan sehat dan tidak menderita penyakit
menular.
(2). Penjamah makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
melakukan pemeriksaan kesehatannya secara berkala minimal 2
kali dalam 1 tahun.
(3). Penjamah makanan wajib memiliki Sertifikat Kursus Penjamah
makanan.
c. Penetapan tingkat mutu
Pasal 7
(1). Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan pengujian mutu
makanan dan spesimen terhadap rumah makan dan restoran.
(2). Pengujian mutu makanan serta spesimen dari rumah makan dan
restoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dikerjakan
oleh Sanitarian.

6
(3). Hasil pengujian mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dua
merupakan dasar penetapan tingkat mutu hygiene sanitasi rumah
makan dan restoran
Pasal 8
Pemeriksaan contoh makanan dan spesimen dari rumah makan dan
restoran dilakukan di laboratorium.
d. Sanksi
Pasal 13
(1). Kepala Dinas kesehatan Kabupaten/ Kota dapat mengambil
tindakan administratif terhadap rumah makan dan restoran yang
melakukan pelanggaran atas keputusan ini
(2). Sanksi administrasi sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) dapat
berupa teguran lisan, teguran tertulis, sampai dengan pencabutan
sertifikat laik hygiene sanitasi rumah makan dan restoran.
e. Tata Cara pemeriksaan Contoh Makanan dan Spesimen diatur sebagai
berikut:
(1). Jenis Sampel dan Spesimen
a. Makanan
b. Air
c. Usap alat makan dan masak
d. Bahan makanan
e. Contoh lainnya
(2). Laboratorium pemeriksa:
a. Balai laboratorium Kesehatan (BLK) di seluruh Provinsi.
b.Balai Besar Pemeriksaan Obat dan Makanan (BPOM) di seluruh
Provinsi.
c.Pusat pemeriksaan Obat dan Makanan (PPOM)bdi Jakarta.
d. Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL) di 10 provinsi.
e. Laboratorium Puslit Penyakit Menular dan Puslit Farmasi di
Jakarta.
f.Laboratorium lainnya yang telah terakreditasi.
(3). Biaya pemeriksaan

7
a. Pemeriksaan rutin menjadi tanggung jawab Pengusaha.
b. Pemeriksaan uji petik menjadi tanggung jawab Pemerintah.
(4). Bank Sampel
Tiap memproduksi makanan harus menyimpan 1 paket contoh
makanan (menu lengkap) untuk disimpan dalam lemari Pendingin
pada suhu 40 C selama 24 jam. Sampel berguna untuk
memudahkan pengecekkan bila terjadi kasus keracunan atau
gangguan kesehatan bawaan makanan. Sampel ini boleh dibuang
setelah lebih dari 24 jam.
f. Peraturan Daerah Provinsi dan Kabupaten /Kota
(1). Untuk operasionalisasi dari Peraturan Perundangan Nasional
dilakukan Penetapan Peraturan Daerah berupa:
1. Perda Provinsi
2. SK Gubernur
3. SK Kepala Dinas Provinsi
4. Perda Kabupaten/Kota
5. SK Bupati/ Walikota
6. SK Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
(2). Keputusan dalam Perda Provinsi dan Kabupaten/Kota meliputi :
1. Tenaga pelaksana pengawasan
2. Frekuensi pengawasan
3. Biaya pengawasan
4. Ketentuan operasional lainnya, sesuai kebutuhan lokal.
2. Jasa Boga :
Terdapat dalam Kepmenkes Nomor 1096/Menkes/PER/VI/2011 tentang
Hygiene Sanitasi Jasaboga
a. Ketentuan umum
Pasal 1
Jasaboga adalah usaha pengelolaan makanan yang disajikan di luar
tempat usaha atas dasar pesanan yang dilakukan oleh perseorangan

8
atau badan usaha. Higiene sanitasi adalah upaya untuk mengendalikan
faktor risiko terjadinya kontaminasi terhadap makanan, baik yang
berasal dari bahan
makanan, orang, tempat dan peralatan agar aman dikonsumsi
b. Penggolongan
Pasal 2
(1) Berdasarkan luas jangkauan pelayanan dan kemungkinan besarnya
risiko yang dilayani, jasaboga dikelompokkan atas golongan A,
golongan B, dan golongan C.
(2) Jasa boga golongan A, yaitu jasaboga yang melayani kebutuhan
masyarakat umum, yang terdiri atas golongan A1, A2, dan A3.
(3) Jasa boga golongan B, yaitu jasaboga yang melayani kebutuhan
Masyarakat dalam kondisi tertentu, meliputi :
1. Asrama penampunan jamaah haji ,Asrama transito atau asrama
lainnya
2. Industri, pabrik, pengeboran lepas pantai
3. Angkatan Umum dalam negeri dan
4. Fasilitas Pelayanan Kesehatan
(4)Jasa boga golongan C
Jasa boga golongan C, yaitu jasaboga yang melayani kebutuhan
masyarakat di dalam alat angkutan umum internasional dan pesawa
udara.
c. Penyelenggaraan
Pasal 3
Setiap jasaboga harus memiliki izin usaha dari Pemerintah Daerah
Kabupaten /Kota sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 4
Untuk memperoleh rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
jasaboga harus mengajukan permohonan kepada Kepala KKP dengan
melampirkan fotokopi izin usaha jasaboga dan Sertifikat Laik
Higiene Sanitasi Jasaboga
Pasal 6

9
(1) Tenaga penjamah makanan yang bekerja pada usaha jasa boga
harus berbadan sehat dan tidak menderita penyakit menular.
(2) Penjamah makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
melakukan pemeriksaan kesehatannya secara berkala minimal 2
(dua) kali dalam satu tahun.
(3) Penjamah makanan wajib memiliki sertifikat kursus penjamah
makanan.
(4) Sertifikat kursus penjamah makanan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) diperoleh dari institusi penyelenggara kursus sesuai dengan
Perundang undangan yang berlaku.
Pasal 7
Dalam hal jasaboga tidak memenuhi higiene sanitasi dan cara
pengolahan makanan yang baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5,
dapat dikenakan tindakan administratif oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota atau Kepala KKP
d. Persyaratan Hygiene Sanitasi
Pasal 8
(1) Untuk memperoleh izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3, jasaboga harus memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi
Jasaboga yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota
Pasal 9
(1)Sertifikat Laik Higiene Sanitasi Jasaboga dikeluarkan setelah
jasaboga memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan
teknis
(2)surat penunjukan tenaga sanitarian atau tenaga yang memiliki
Pasal10
(1) Dalam rangka pemberian Sertifikat Laik Higiene Sanitasi
Jasaboga, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala KKP
membentuk Tim Pemeriksa yang bertugas melakukan penilaian
terhadap kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
(2) Tim Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus

10
memiliki pengetahuan di bidang higiene sanitasi yang bertugas
melakukan pemeriksaan lapangan dan menilai kelaikan higiene sanitasi
jasaboga
Pasal 11
(1) Untuk memperoleh Sertifikat Laik Higiene Sanitasi Jasaboga,
Pemilik jasaboga mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala KKP dengan melampirkan
persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (2), dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum
dalam Formulir 2
Pasal 12
(1) Terhadap permohonan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi Jasaboga
dikenai biaya sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.Pemeriksaan sample dan spesimen jasaboga dilakukan di
laboratorium.

e. Pelatihan
Pasal 15
Dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sumber
daya manusia yang berkerja di jasaboga dapat dilakukan
pelatihan/kursus higiene sanitasi makanan
f. Pembinaan dan Pengawasan
Pasal 18
Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri
ini dilakukan secara berjenjang oleh Menteri, Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi, dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
atau Kepala KKP.
g. Ketentuan Peralihan
Pasal 19
(1)Sertifikat Laik Higiene Sanitasi Jasaboga yang telah ada
berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

11
715/Menkes/SK/V/2003 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi
Jasaboga, tetap berlaku sampai habis masa berlakunya.
(2) Sertifikat Laik Higiene Sanitasi Jasaboga yang sedang dalam
proses,dilaksanakan sesuai ketentuan Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 715/Menkes/SK/V/2003 tentang Persyaratan Higiene
Sanitasi Jasaboga
3. Makanan Jajanan : Makanan atau minuman yang diolah oleh pengrajin
makanan di tempat penjualan dan disajikan sebagai makanan siap santap
yang dijual ke masyarakat umum.
Terdapat dalam Kepmenkes Nomor 942 /Menkes/SK/VII/2003 tentang
Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan
a. Ketentuan umum
Pasal 1
Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh
pengrajinmakanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan
siapsantap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga,
rumahmakan/restoran, dan hotel. Hygiene sanitasi adalah upaya untuk
mengendalikan faktor makanan, orang,tempat dan perlengkapannya yang dapat atau
mungkin dapat menimbulkanpenyakit atau gangguan kesehatan.
b. Penjamah Makanan
Pasal 2
Penjamah makanan jajanan dalam melakukan kegiatan pelayananpenanganan
makanan jajanan harus memenuhi persyaratan antara lain :
a. tidak menderita penyakit mudah menular misal : batuk, pilek, influenza,diare,
penyakit perut sejenisnya;
b. menutup luka (pada luka terbuka/ bisul atau luka lainnya)
c. menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku, dan pakaian;
d. memakai celemek, dan tutup kepala
e. mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan
f. menjamah makanan harus memakai alat/ perlengkapan, atau denganalas tangan;
g. tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulutatau
bagian lainnya);

12
h. tidak batuk atau bersin di hadapan makanan jajanan yang disajikan danatau
tanpa menutup mulut atau hidung
c. Peralatan
Pasal 3
(1) Peralatan yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan makanan jajanan
harus sesuai dengan peruntukannya dan memenuhi persyaratanhygiene sanitasi.
(2) Untuk menjaga peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
a. peralatan yang sudah dipakai dicuci dengan air bersih dan
dengansabun;
b. lalu dikeringkan dengan alat pengering/lap yang bersih
c. kemudian peralatan yang sudah bersih tersebut disimpan di tempatyang
bebas pencemaran.
(3) Dilarang menggunakan kembali peralatan yang dirancang hanya untuksekali
pakai
d.Air, Bahan Makanan, Bahan Tanmbahan dan Penyajian
Pasal 4
Air yang digunakan dalam penanganan makanan jajanan harus air yangmemenuhi
standar dan Persyaratan Hygiene Sanitasi yang berlaku bagiair bersih atau air
minum dan harus dimasak sampai mendidih
Pasal 5
Semua bahan olahan dalam kemasan yang diolah menjadi makanan jajanan harus
bahan olahan yang terdaftar di Departemen Kesehatan,tidak kadaluwarsa, tidak
cacat atau tidak rusak
Pasal 6
Penggunaan bahan tambahan makanan dan bahan penolong yang digunakandalam
mengolah makanan jajanan harus sesuai dengan ketentuanperundang-undangan
yang berlaku
Pasal 7
Bahan makanan yang cepat rusak atau cepat membusuk harus disimpandalam
wadah terpisah
Pasal 8

13
Makanan jajanan yang disajikan harus dengan tempat/alat perlengkapan yangbersih,
dan aman bagi kesehatan
Pasal 9
Makanan jajanan yang dijajakan harus dalam keadaan terbungkus danatau tertutup.
Pasal 10
(1) Makanan jajanan yang diangkut, harus dalam keadaan tertutup atauterbungkus
dan dalam wadah yang bersih.
(2) Makanan jajanan yang diangkut harus dalam wadah yang terpisahdengan bahan
mentah sehinggga terlindung dari pencemaran.
e. Pembinaan dan Pengawasan
Pasal 15
(1) Pembinaan dan pengawasan makanan jajanan dilakukan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/kota.
(2) Untuk melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksudpada ayat (1)
dilakukan pendataan terhadap sentra pedagang makanan jajanan dan sarana penjaja
sebagaimana tercantum dalam lampiran IKeputusan ini
.(3) Terhadap sentra penjaja makanan jajanan maupun penjaja
makanan jajanan dapat diberikan tanda telah terdaftar atau stiker telah
didaftar
2. Usaha Depot Air Minum :
Terdapat dalam Kepmenkes Nomor 43/Menkes/2014 tentang Hygiene
Sanitasi Depot Air Minum.
a. Ketentuan umum
Pasal 1
(1) Depot Air Minum yang selanjutnya disingkat DAM adalah usaha
yang melakukan proses pengolahan air baku menjadi air minum
dalam bentuk curah dan menjual langsung kepada konsumen.
(2) Air Minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa
proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat
langsung diminum.

14
(3) Higiene Sanitasi adalah upaya untuk mengendalikan faktor risiko
terjadinya kontaminasi yang berasal dari tempat, peralatan dan
penjamah terhadap Air Minum agar aman dikonsumsi
Pasal 2
(1) Setiap DAM wajib:
a. menjamin Air Minum yang dihasilkan memenuhi standar baku
mutu atau persyaratan kualitas Air Minum sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
b. memenuhi persyaratan Higiene Sanitasi dalam pengelolaan Air
Minum
(2) Untuk menjamin Air Minum memenuhi standar baku mutu atau
persyaratan kualitas Air Minum sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a, DAM wajib melaksanakan tata laksana pengawasan
kualitas Air Minum sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
b. Persyaratan Higiene Sanitasi
Pasal 3
Persyaratan Higiene Sanitasi dalam pengelolaan Air Minum paling
sedikit meliputi aspek: tempat, peralatan; dan Penjamah.
c.Sertifikat Laik Higiene Sanitasi
Pasal 4
Setiap DAM wajib memiliki izin usaha sesuai ketentuan peraturan
perundang-
UndanganUntuk menerbitkan izin usaha DAM sebagaimana dimaksud
pada
ayat (1), pemerintah daerah kabupaten/kota harus mempersyaratkan
adanya
Sertifikat Laik Higiene Sanitas
Pasal 5
Sertifikat Laik Higiene Sanitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (2) dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
d.Penyelenggaraan

15
Pasal 18
(1) Setiap DAM harus memiliki tenaga teknis sebagai konsultan di
bidang Higiene Sanitasi
(2) Tenaga teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus terdaftar
di organisasi profesi bidang kesehatan lingkungan yang akuntabel
dan diakui Pemerintah pada kabupaten/kota setempat
(3) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat menunjuk tenaga
teknis yang berasal dari organisasi profesi bidang kesehatan
lingkungan untuk DAM yang belum memiliki tenaga teknis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
Pasal 19
Dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan keterampilan Higiene
Sanitasi pemilik dan Penjamah DAM wajib mengikuti pelatihan/kursus
Higiene Sanitasi
e. Pembinaan dan Pengawasan
Pasal 20
Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri ini
dilakukan secara berjenjang oleh Menteri, Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala KKP
f. Ketentuan Peralihan
Pasal 24
(1) Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, setiap DAM yang
telah memiliki izin usaha atau sudah beroperasi, harus
menyesuaikan ketentuan Peraturan Menteri ini paling lama dalam
jangka waktu 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri ini
diundangkan
(2) Sertifikat Laik Higiene Sanitasi yang diterbitkan sebelum
ditetapkannya Peraturan Menteri ini, tetap berlaku sampai habis
masa berlakunya
3. Kantin : Sekolah, Kantor, Instutusi, dll.
Terdapat dalam Kepmenkes 1429/Menkes/SK/XIII/2006 tentang
Pedomanpenyelenggaraan kesehatan lingkungan sekolah

16
a. Pengertian
Bangunan dan halaman sekolah adalah semua ruang dan halaman yang
ada di dalam batas pagar sekolah yang dipergunakan untuk keperluan
dan kegiatan sekolah. Promosi hygiene dan sanitasi di sekolah adalah
penyampaian pesan tentang hygiene dan sanitasi di lingkungan sekolah
oleh petugas kesehatan dan guru Pembina UKS yang terlatih kepada
murid, guru, orang tua murid dan pihak yang lain agar berpola hidup
sehat.
b. Tata Laksana
(1). Pemeliharaan ruang bangunan
Pembersihan ruang dan halaman sekolah harus dilakukan minimal
sehari satu kali.
(2). Pengcahayaan
Pengcahayan terutama untuk ruang kelas,laboratium dan
perpustakaan harus mempunyai intensitas yang cukup dan merata
sesuai dengan fungsinya
(3). Ventilasi
Ventilasi ruang diusahakan ventilasi silang agar ruangan mendapat
cukup udara segar
(4). Fasilitas Sanitasi
a. Toilet harus selalu dalam keadaan bersih dan tidak berbau
b. Bila ada saluran pembuangan air limbah di halaman, maka
secara rutin 1 minggu sekali melakukan pembersihan saluran,
agar air limbah dapat mengalir dengan lancer
c. Pengumpulan sampah dari seluruh ruang di TPS dilakukan setiap
hari.
(5) Kantin / warung sekolah
a. Makanan jajanan yang dijual harus dalam keadaan terbungkus
dan tertutup
b. Peralatan yang sudah dipakai dicuci dengan air bersih yang
mengalir dan menggunakan sabun kemudian di simpan di
temoat yang bebas pencemaran

17
(6) Bebas Jentik Nyamuk
a. Melakukan kerja bakti secara rutin 1 minggu sekali rangka PSN
(pemberantasn sarang nyamuk)
b. Menguras bak penampungan secara 1 kali dalam seminggu
c. Menggosokan bak penampungan air bila masa liburan telah tiba
(7) Bebas asap rokok
Ada ketentuan dilarang merokok di lingkungan sekolah
c. Promosi Hygiene dan Sanitasi Sekolah
(1) Promosi Hygiene dan sanitasi di sekolah dapat dilaksanakan secara
langsung, menggunakan media cetak atau media elektronik.
(2) Promosi Hygiene dan sanitasi di sekolah di sesuaikan dengan situasi
dan kondisi di lingkungan sekolah maupun budaya lokal.
4. Industri Pangan Rumah Tangga
Terdapat dalam PP nomor 28 tahun 2004
Pasal 1
(1) Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air,
baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan
sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk
bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang
digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan
makanan atau minuman.
(2) Industri rumah tangga pangan adalah perusahaan pangan yang
memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan
pangan manual hingga semi otomatis.
(3) Sertifikat mutu pangan adalah jaminan tertulis yang diberikan oleh
lembaga sertifikasi/laboratorium yang telah diakreditasi yang
menyatakan bahwa pangan tersebut telah memenuhi kriteria tertentu
dalam standar mutu pangan yang bersangkutan
Pasal 42
(1) Dalam rangka pengawasan keamanan, mutu dan gizi pangan, setiap
pangan olahan baik yang diproduksi di dalam negeri atau yang
dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dalam

18
kemasan eceran sebelum diedarkan wajib memiliki surat persetujuan
pendaftaran.
(2) Pangan olahan yang wajib memiliki surat persetujuan pendaftaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Badan.
Pasal 43
(1) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42
ayat (1) untuk pangan olahan yang diproduksi oleh industri rumah
tangga
(2) Pangan olahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki
sertifikat produksi pangan industri rumah tangga
(3) Sertifikat produksi pangan industri rumah tangga sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diterbitkan oleh Bupati/Walikota
(4) Kepala Badan menetapkan pedoman pemberian sertifikat produksi
pangan industri rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
yang meliputi antara lain :
a. jenis pangan;
b. tata cara penilaian; dan
c. tata cara pemberian sertifikat produksi pangan.

B. Undang-Undang Terkait Penyehatan Makanan Dan Minuman


1. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
942/Menkes/SK/VII/2003 Tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi
Makanan Jajanan
2. Permenkes RI Nomor 180/MenKes/Per/IV/85 tentang Makanan
Kadaluarsa
3. Permenkes RI nomor 1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Bahan tambahan
makanan.Revisi dari Permenkes nomor 722/Menkes/Per/IX/1998
4. Permenkes RI nomor 239/Menkes /Per/V/85 Tentang zat warna tertentu
yangdinyatakan sebagai bahan berbahaya
5. UU RI nomor8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
6. Undang – undang no 7 tahun 1996 tentang pangan

19
7. Peraturab pemerintah RI no 48 tahun 2010 tentang jenis dan tarif atas
jenispenerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada badan pengawas
obat danmakanan
8. PP RI Nomor 68 Tahun 2002 TentangKetahananPangan
9. PP RI nomor 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu dan gizi pangan
10. Kepmenkes RI No 00474/B/II/87 Tentang Keharusan Menyertakan
SertifikatKesehatan Dan Sertifikat Bebas Radiasi Untuk Makanan Impor
11. Kepmenkes RI No 715/MENKES/SK/V/2003 Tentang Persyaratan
Hygiene Sanitasi Jasaboga
12. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan RI No
HK.00.05.5.1.4547Tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan
Pangan Pemanis Buatan DalamProduk Pangan
13. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan RI No
HK.00/05.1.2569Tentang Kriteria Dan Tata Laksana Penilaian Produk
Pangan
14. Peraturan kepala badan pengawas obat dan makanan RI No :
HK.00.05.1.52.3572tentang penambahan zat gizi dan non gizi dalam
produk makanan.
15. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan RI Nomor
HK,00.06.51.0475Tentang Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi
Pada Label Pangan
16. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan RI No
HK.00.05.52.6291Tentang Acuan Label Gizi Produk Pangan
17. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan RI Nomor
HK.00.06.1.52.6635Tentang Larangan Pencantuman Informasi Bebas
Bahan Tambahan Pangan Pada LabelDan Iklan Pangan
18. Peraturan kepala badan pengawas obat dan makanan RI no : 00.05.55.6497
tentangbahan kemasan pangan
19. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No
HK.00.05.42.6575Tentang Larangan Penggunaan Benzil Piperazin Dalam
Suplemen Makanan

20
20. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No
HK.00.05.52.6581Tentang Penggunaan Chitosan Dalam Produk Pangan
21. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No
HK.00.06.52.0100tentang Pengawasan Pangan Olahan Organik
22. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No
HK.00.06.1.52.4011Tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran
Mikroba Dan Kimia Dalam Makanan
23. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No
HK.00.05.1.55.1621tentang Pengawasan Pemasukan Bahan Kemasan
Pangan
24. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No
HK.00.05.1.23.3516Tentang Izin Edar Produk Obat,ObatTradisional,
Kosmetik, Suplemen Makanan DanMakanan Yang Bersumber,
Mengandung, Dari Bahan Tertentu Dan Atau MengandungAlkohol
25. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No
HK.03.1.23.06.10.5166Tentang Pencantuman Informasi Asal Bahan
Tertentu, Kandungan Alkohol, Dan BatasKedaluwarsa Pada
Penandaan/Label Obat, ObatTradisional, SuplemenMakanan, DanPangan.
26. Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan No
01415/B/SK/IV/91Tentang Tanda Khusus pewarnaan makanan
27. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 04 Tahun 2010
Tentang BakuMutu Air Limbah Bagi Usaha Dan/Atau Kegiatan Industri
Minyak Goreng
28. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2010
Tentang BakuMutu Air Limbah Bagi Industri Gula
Dalam Undang- Undang Republik Indonesia No 18 Tahun 2012 Tentang
pangan yang mana mengatur penyehatan makanan antara lain:
1. Keamanan Pangan (BAB VII)
Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah
Pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat
mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak

21
bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman
untuk dikonsumsi.
A. Pasal 67
1) Keamanan Pangan diselenggarakan untuk menjaga Pangan tetap
aman, higienis, bermutu, bergizi, dan tidak bertentangan dengan
agama, keyakinan, dan budaya masyarakat.
2) Keamanan Pangan dimaksudkan untuk mencegah kemungkinan
cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu,
merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia.
b. Pasal 68
1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terwujudnya
penyelenggaraan Keamanan Pangan di setiap rantai Pangan secara
terpadu.
2) Pemerintah menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria
Keamanan Pangan.
3) Petani, Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Pelaku Usaha Pangan
wajib menerapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria
Keamanan Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
4) Penerapan norma, standar, prosedur, dan kriteria Keamanan
Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan secara
bertahap berdasarkan jenis Pangan dan skala usaha Pangan.
5) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah wajib membina dan
mengawasi pelaksanaan penerapan norma, standar, prosedur, dan
kriteria Keamanan Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dan ayat (4).
c. Pasal 69
Penyelenggaraan keamanan pangan dilakukan melalui antara lain:
1) Sanitasi Pangan
Sanitasi Pangan adalah upaya untuk menciptakan dan
mempertahankan kondisi Pangan yang sehat dan higienis yang
bebas dari bahaya cemaran biologis, kimia, dan benda lain.
Pasal 70

22
(1) Sanitasi Pangan dilakukan agar Pangan aman untuk dikonsumsi.
(2) Sanitasi Pangan dilakukan dalam kegiatan atau proses produksi,
penyimpanan, pengangkutan, dan/atau peredaran Pangan.
(3) Sanitasi Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
memenuhi persyaratan standar Keamanan Pangan.
Pasal 71
(1) Setiap Orang yang terlibat dalam rantai Pangan wajib
mengendalikan risiko bahaya pada Pangan, baik yang berasal dari
bahan, peralatan, sarana produksi, maupun dari perseorangan
sehingga Keamanan Pangan terjamin.
(2) Setiap Orang yang menyelenggarakan kegiatan atau proses
produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan/atau peredaran
Pangan wajib:
a. memenuhi Persyaratan Sanitasi; dan
b. menjamin Keamanan Pangan dan/atau keselamatan manusia.
(3) Ketentuan mengenai Persyaratan Sanitasi dan jaminan Keamanan
Pangan dan/atau keselamatan manusia sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 72
1) Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) dan ayat (2) dikenai sanksi
administratif.
2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa:
a) Denda;
b) Penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau
peredaran;
c) Penarikan Pangan dari peredaran oleh produsen;
d) Ganti rugi; dan/atau
e) Pencabutan izin.
Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, besaran denda, tata
cara, dan mekanisme pengenaan sanksi administratif

23
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
2) Pengaturan terhadap bahan tambahan Pangan;
Pasal 73
Bahan tambahan Pangan merupakan bahan yang ditambahkan ke
dalam Pangan untuk mempengaruhi sifat dan/atau bentuk Pangan.
Pasal 74
1) Pemerintah berkewajiban memeriksa keamanan bahan yang
akan digunakan sebagai bahan tambahan Pangan yang belum
diketahui dampaknya bagi kesehatan manusia dalam kegiatan
atau proses Produksi Pangan untuk diedarkan.
2) Pemeriksaan keamanan bahan tambahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk mendapatkan izin
peredaran.
Pasal 75
1) Setiap Orang yang melakukan Produksi Pangan untuk
diedarkan dilarang menggunakan:
a) Bahan tambahan Pangan yang melampaui ambang batas
maksimal yang ditetapkan; dan/atau
b) Bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan
Pangan
2) Ketentuan mengenai ambang batas maksimal dan bahan yang
dilarang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Pasal 76
1) Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 75 ayat (1) dikenai sanksi administratif.
2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa:
a) Denda;
b) Penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau
peredaran;

24
c) Penarikan Pangan dari peredaran oleh produsen;
d) Ganti rugi; dan/atau
e) Pencabutan izin.
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, besaran denda, tata
cara, dan mekanisme pengenaan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
4) Pengaturan terhadap Pangan Produk Rekayasa Genetik;
Pangan Produk Rekayasa Genetik adalah Pangan yang diproduksi
atau yang menggunakan bahan baku, bahan tambahan Pangan,
dan/atau bahan lain yang dihasilkan dari proses rekayasa genetik.
Pasal 77
(1) Setiap Orang dilarang memproduksi Pangan yang dihasilkan
dari Rekayasa Genetik Pangan yang belum mendapatkan
persetujuan Keamanan Pangan sebelum diedarkan.
(2) Setiap Orang yang melakukan kegiatan atau proses Produksi
Pangan dilarang menggunakan bahan baku, bahan tambahan
Pangan, dan/atau bahan lain yang dihasilkan dari Rekayasa
Genetik Pangan yang belum mendapatkan persetujuan
Keamanan Pangan sebelum diedarkan.
(3) Persetujuan Keamanan Pangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) diberikan oleh Pemerintah.
(4) Ketentuan mengenai tata cara memperoleh persetujuan
Keamanan Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur
dalam Peraturan Pemerintah
Pasal 78
(1) Pemerintah menetapkan persyaratan dan prinsip penelitian,
pengembangan, dan pemanfaatan metode Rekayasa Genetik
Pangan dalam kegiatan atau proses Produksi Pangan, serta
menetapkan persyaratan bagi pengujian Pangan yang
dihasilkan dari Rekayasa Genetik Pangan.

25
(2) Ketentuan mengenai persyaratan dan prinsip penelitian,
pengembangan, dan pemanfaatan metode Rekayasa Genetik
Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Pasal 79
(1) Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) dan ayat (2) dikenai sanksi
administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa:
a. denda;
b. penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau
peredaran;
c. penarikan Pangan dari peredaran oleh produsen;
d. ganti rugi; dan/atau
e. pencabutan izin.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, besaran denda, tata
cara, dan mekanisme pengenaan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
5) Pengaturan terhadap Iradiasi Pangan;
Iradiasi Pangan adalah metode penanganan Pangan, baik dengan
menggunakan zat radioaktif maupun akselerator untuk mencegah
terjadinya pembusukan dan kerusakan, membebaskan Pangan dari
jasad renik patogen, serta mencegah pertumbuhan tunas.
Pasal 80
(1) Iradiasi Pangan dapat dilakukan dengan menggunakan zat
radioaktif maupun akselerator.
(2) Iradiasi Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
untuk mencegah terjadinya pembusukan dan kerusakan untuk
membebaskan Pangan dari jasad renik patogen, serta mencegah
pertumbuhan tunas.

26
Pasal 81
(1) Iradiasi Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat
(1) dilakukan berdasarkan izin Pemerintah.
(2) Izin Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan setelah memenuhi:
a. persyaratan kesehatan;
b. prinsip pengolahan;
c. dosis;
d. teknik dan peralatan;
e. penanganan limbah dan penanggulangan bahaya zat
radioaktif;
f. keselamatan kerja; dan
g. kelestarian lingkungan.
(3) Ketentuan mengenai pemenuhan izin Pemerintah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
6) Penetapan standar Kemasan Pangan;
Pasal 82
(1) Kemasan Pangan berfungsi untuk mencegah terjadinya
pembusukan dan kerusakan, melindungi produk dari kotoran,
dan membebaskan Pangan dari jasad renik patogen.
(2) Setiap Orang yang melakukan Produksi Pangan dalam
kemasan wajib menggunakan bahan Kemasan Pangan yang
tidak membahayakan kesehatan manusia.
Pasal 83
(1) Setiap Orang yang melakukan Produksi Pangan untuk
diedarkan dilarang menggunakan bahan apa pun sebagai
Kemasan Pangan yang dapat melepaskan cemaran yang
membahayakan kesehatan manusia.
(2) Pengemasan Pangan yang diedarkan dilakukan melalui tata
cara yang dapat menghindarkan terjadinya kerusakan dan/atau
pencemaran.

27
(3) Ketentuan mengenai Kemasan Pangan, tata cara pengemasan
Pangan, dan bahan yang dilarang digunakan sebagai Kemasan
Pangan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 84
(1) Setiap Orang dilarang membuka kemasan akhir Pangan untuk
dikemas kembali dan diperdagangkan.
(2) Ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku terhadap Pangan yang pengadaannya dalam jumlah
besar dan lazim dikemas kembali dalam jumlah kecil untuk
diperdagangkan lebih lanjut.
Pasal 85
(1) Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 82 ayat (2), Pasal 83 ayat (1), dan Pasal
84 ayat (1) dikenai sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa:
a. denda;
b. penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau
peredaran;
c. penarikan Pangan dari peredaran oleh produsen;
d. ganti rugi; dan/atau
e. pencabutan izin.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, besaran denda, tata
cara, dan mekanisme pengenaan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
7) Pemberian jaminan Keamanan Pangan dan Mutu Pangan;
Pasal 86
(1) Pemerintah menetapkan standar Keamanan Pangan dan Mutu
Pangan.

28
(2) Setiap Orang yang memproduksi dan memperdagangkan
Pangan wajib memenuhi standar Keamanan Pangan dan Mutu
Pangan.
(3) Pemenuhan standar Keamanan Pangan dan Mutu Pangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui
penerapan sistem jaminan Keamanan Pangan dan Mutu
Pangan.
(4) Pemerintah dan/atau lembaga sertifikasi yang terakreditasi
oleh Pemerintah dapat memberikan sertifikat Jaminan
Keamanan Pangan dan Mutu Pangan.
(5) Pemberian sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dilakukan secara bertahap sesuai dengan jenis Pangan dan/atau
skala usaha.
(6) Ketentuan mengenai standar Keamanan Pangan dan Mutu
Pangan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 87
(1) Pemerintah dapat menetapkan persyaratan agar Pangan diuji di
laboratorium sebelum diedarkan.
(2) Pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di
laboratorium yang ditunjuk oleh dan/atau yang telah
memperoleh akreditasi dari Pemerintah.
(3) Ketentuan mengenai persyaratan pengujian laboratorium diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 88
(1) Petani, Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Pelaku Usaha
Pangan di bidang Pangan Segar harus memenuhi persyaratan
Keamanan Pangan dan Mutu Pangan Segar.
(2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membina,
mengawasi, dan memfasilitasi pengembangan usaha Pangan
Segar untuk memenuhi persyaratan teknis minimal Keamanan
Pangan dan Mutu Pangan.

29
(3) Penerapan persyaratan teknis Keamanan Pangan dan Mutu
Pangan Segar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
secara bertahap sesuai dengan jenis Pangan Segar serta jenis
dan/atau skala usaha.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan Keamanan
Pangan dan Mutu Pangan Segar sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Pasal 89
Setiap Orang dilarang memperdagangkan Pangan yang tidak sesuai
dengan Keamanan Pangan dan Mutu Pangan yang tercantum
dalam label Kemasan Pangan.
Pasal 90
(1) Setiap Orang dilarang mengedarkan Pangan tercemar.
(2) Pangan tercemar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa
Pangan yang:
a. mengandung bahan beracun, berbahaya, atau yang dapat
membahayakan kesehatan atau jiwa manusia;
b. mengandung cemaran yang melampaui ambang batas
maksimal yang ditetapkan;
c. mengandung bahan yang dilarang digunakan dalam
kegiatan atau proses Produksi Pangan;
d. mengandung bahan yang kotor, busuk, tengik, terurai, atau
mengandung bahan nabati atau hewani yang berpenyakit
atau berasal dari bangkai;
e. diproduksi dengan cara yang dilarang; dan/atau
f. sudah kedaluwarsa.
Pasal 91
(1) Dalam hal pengawasan keamanan, mutu, dan Gizi, setiap
Pangan Olahan yang dibuat di dalam negeri atau yang diimpor
untuk diperdagangkan dalam kemasan eceran, Pelaku Usaha
Pangan wajib memiliki izin edar.

30
(2) Kewajiban memiliki izin edar sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikecualikan terhadap Pangan Olahan tertentu yang
diproduksi oleh industri rumah tangga.
(3) Ketentuan mengenai kewajiban memiliki izin edar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 92
(1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah melakukan
pengawasan dan pencegahan secara berkala terhadap kadar
atau kandungan cemaran pada Pangan.
(2) Pengawasan dan pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 93
Setiap Orang yang mengimpor Pangan untuk diperdagangkan
wajib memenuhi standar Keamanan Pangan dan Mutu Pangan.
Pasal 94
(1) Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 86 ayat (2) mengenai pemenuhan
standar Mutu Pangan, Pasal 89 mengenai label Kemasan
Pangan, Pasal 90 ayat (1) mengenai Pangan tercemar, dan
Pasal 93 mengenai impor Pangan dikenai sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa:
a. denda;
b. penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau
peredaran;
c. penarikan Pangan dari peredaran oleh produsen;
d. ganti rugi; dan/atau
e. pencabutan izin.

31
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, besaran denda,
tata cara, dan mekanisme pengenaan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
8) Jaminan produk halal bagi yang dipersyaratkan
Pasal 96
(1) Pemberian label Pangan bertujuan untuk memberikan informasi yang benar dan
jelas kepada masyarakat tentang setiap produk Pangan yang dikemas sebelum
membeli dan/atau mengonsumsi Pangan.
(2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terkait dengan asal, keamanan,
mutu, kandungan Gizi, dan keterangan lain yang diperlukan.
Pasal 97
(1) Setiap Orang yang memproduksi Pangan di dalam negeri untuk diperdagangkan
wajib mencantumkan label di dalam dan/atau pada Kemasan Pangan.
(2) Setiap Orang yang mengimpor pangan untuk diperdagangkan wajib
mencantumkan label di dalam dan/atau pada Kemasan Pangan pada saat
memasuki wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(3) Pencantuman label di dalam dan/atau pada Kemasan Pangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditulis atau dicetak dengan menggunakan
bahasa Indonesia serta memuat paling sedikit keterangan mengenai:
a. nama produk;
b. daftar bahan yang digunakan;
c. berat bersih atau isi bersih;
d. nama dan alamat pihak yang memproduksi atau mengimpor;
e. halal bagi yang dipersyaratkan;
f. tanggal dan kode produksi;
g. tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa;
h. nomor izin edar bagi Pangan Olahan; dan
i. asal usul bahan Pangan tertentu.
(4) Keterangan pada label sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
ditulis, dicetak, atau ditampilkan secara tegas dan jelas
sehingga mudah dimengerti oleh masyarakat.
Pasal 98

32
(1) Ketentuan mengenai label berlaku bagi Pangan yang telah melalui proses
pengemasan akhir dan siap untuk diperdagangkan.
(2) Ketentuan label tidak berlaku bagi Perdagangan Pangan yang dibungkus di
hadapan pembeli.
(3) Pemerintah dan Pemerintah Daerah melaksanakan pembinaan terhadap usaha
mikro dan kecil agar secara bertahap mampu menerapkan ketentuan label
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 99
Setiap Orang dilarang menghapus, mencabut, menutup, mengganti label, melabel
kembali, dan/atau menukar tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa Pangan yang
diedarkan.
Pasal 100
(1) Setiap label Pangan yang diperdagangkan wajib memuat keterangan mengenai
Pangan dengan benar dan tidak menyesatkan.
(2) Setiap Orang dilarang memberikan keterangan atau pernyataan yang tidak benar
dan/atau menyesatkan pada label.
Pasal 101
(1) Setiap Orang yang menyatakan dalam label bahwa Pangan yang diperdagangkan
adalah halal sesuai denganyang dipersyaratkan bertanggung jawab atas
kebenarannya.
(2) Setiap Orang yang menyatakan dalam label bahwa Pangan yang diperdagangkan
adalah sesuai dengan klaim tertentu bertanggung jawab atas kebenaran klaim
tersebut.
(3) Label tentang Pangan Olahan tertentu yang diperdagangkan wajib memuat
keterangan tentang peruntukan, cara penggunaan, dan/atau keterangan lain yang
perlu diketahui mengenai dampak Pangan terhadap kesehatan manusia.
Pasal 102
(1) Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97
ayat (1), Pasal 99, dan Pasal 100 ayat (2) dikenai sanksi administratif.
(2) Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97
ayat (2) wajib mengeluarkan dari dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia atau memusnahkan Pangan yang diimpor.

33
(3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. denda;
b. penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau peredaran;
c. penarikan Pangan dari peredaran oleh produsen;
d. ganti rugi; dan/atau
e. pencabutan izin.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, besaran denda, tata
cara, dan mekanisme pengenaan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai label Pangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 96 sampai dengan Pasal 101 diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Pemerintah.
2. Sanksi Hukum (BAB XV Ketentuan Pidana)
a. Pasal 133
Pelaku Usaha Pangan yang dengan sengaja menimbun atau
menyimpan melebihi jumlah maksimal sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 53 dengan maksud untuk memperoleh keuntungan
yang mengakibatkan harga Pangan Pokok menjadi mahal atau
melambung tinggi dipidana dengan pidana penjara paling lama 7
(tujuh) tahun atau denda paling banyak Rp 100.000.000.000,00
(seratus miliar rupiah).
b. Pasal 134
Setiap Orang yang melakukan Produksi Pangan Olahan tertentu
untuk diperdagangkan, yang dengan sengaja tidak menerapkan tata
cara pengolahan Pangan yang dapat menghambat proses
penurunan atau kehilangan kandungan Gizi bahan baku Pangan
yang digunakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau
denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
c. Pasal 135

34
Setiap Orang yang menyelenggarakan kegiatan atau proses
produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan/atau peredaran Pangan
yang tidak memenuhi Persyaratan Sanitasi Pangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 71 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak
Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
d. Pasal 136
Setiap Orang yang melakukan Produksi Pangan untuk diedarkan
yang dengan sengaja menggunakan:
1) Bahan tambahan Pangan melampaui ambang batas maksimal
yang ditetapkan; atau
2) bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan
Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau
denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah).
e. Pasal 137
1) Setiap Orang yang memproduksi Pangan yang dihasilkan dari
Rekayasa Genetik Pangan yang belum mendapatkan
persetujuan Keamanan Pangan sebelum diedarkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda
paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
2) Setiap Orang yang melakukan kegiatan atau proses Produksi
Pangan dengan menggunakan bahan baku, bahan tambahan
Pangan, dan/atau bahan lain yang dihasilkan dari Rekayasa
Genetik Pangan yang belum mendapatkan persetujuan
Keamanan Pangan sebelum diedarkan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 77 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp
10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
f. Pasal 138

35
Setiap Orang yang melakukan Produksi Pangan untuk diedarkan,
yang dengan sengaja menggunakan bahan apa pun sebagai
Kemasan Pangan yang dapat melepaskan cemaran yang
membahayakan kesehatan manusia sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 83 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2
(dua) tahun atau denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat
miliar rupiah).
g. Pasal 139
Setiap Orang yang dengan sengaja membuka kemasan akhir
Pangan untuk dikemas kembali dan diperdagangkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp
10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
h. Pasal 140
Setiap Orang yang memproduksi dan memperdagangkan Pangan
yang dengan sengaja tidak memenuhi standar Keamanan Pangan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 86 ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak
Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
i. Pasal 141
Setiap Orang yang dengan sengaja memperdagangkan Pangan
yang tidak sesuai dengan Keamanan Pangan dan Mutu Pangan
yang tercantum dalam label Kemasan Pangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 89 dipidana dengan pidana penjara paling
lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp4.000.000.000,00
(empat miliar rupiah).
j. Pasal 142
Pelaku Usaha Pangan yang dengan sengaja tidak memiliki izin
edar terhadap setiap Pangan Olahan yang dibuat di dalam negeri
atau yang diimpor untuk diperdagangkan dalam kemasan eceran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1) dipidana dengan

36
pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak
Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
k. Pasal 143
Setiap Orang yang dengan sengaja menghapus, mencabut,
menutup, mengganti label, melabel kembali, dan/atau menukar
tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa Pangan yang diedarkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp
4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
l. Pasal 144
Setiap Orang yang dengan sengaja memberikan keterangan atau
pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan pada label
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak
Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
m. Pasal 145
Setiap Orang yang dengan sengaja memuat keterangan atau
pernyataan tentang Pangan yang diperdagangkan melalui iklan
yang tidak benar atau menyesatkansebagaimana dimaksud dalam
Pasal 104 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 6.000.000.000,00 (enam
miliar rupiah).
n. Pasal 146
1) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137, Pasal
138, Pasal142, Pasal 143, dan Pasal 145 yang mengakibatkan:
a) Luka berat atau membahayakan nyawa orang, pelaku
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
atau denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah).
b) Kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak
Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).

37
2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 yang
mengakibatkan:
a) Luka berat atau membahayakan nyawa orang, pelaku
dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun
atau denda paling banyak Rp 14.000.000.000,00 (empat
belas miliar rupiah).
b) Kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak
Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).
o. Pasal 147
Setiap pejabat atau penyelenggara negara yang melakukan atau
membantu tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 133
sampai Pasal 145, dikenai pidana dengan pemberatan ditambah 1/3
(satu pertiga) dari ancaman pidana masing-masing.
p. Pasal 148
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 133
sampai Pasal 145 dilakukan oleh korporasi, selain pidana penjara
dan pidana denda terhadap pengurusnya, pidana dapat dijatuhkan
terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3
(tiga) kali dari pidana denda terhadap perseorangan.

C. Pokok Kegiatan Dalam Penyehatan Makanan Dan Minuman


Pokok kegiatan penyehatan makanan dan minuman diantaranya sebagai
berikut:
1. Mengembangkan dan melengkapi produk-produk hukum, pedoman umum,
petunjuk teknis, petunjuk pelaksanaan dan sosialisasinya serta advokasi
didaerah
2. Memantapkan jejaring kerja lintas program, sektor dan antar propinsi,
kabupaten atau kota serta kemitraan dengan para stakeholder
3. Meningkatkan kemampuan SDM baik dipusat maupun daerah
4. Mendorong daerah untuk melegalisasi kegiatan SMBP melalui perda
5. Memberikan bintek dan fasilitas ke daerah yang membutuhkan

38
6. Monitoring dan evaluasi kegiatan SMBP di daerah
7. Pelaporan hasil kegiatan

39
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Tujuan dari penyehatan makanan dan minuman yaitu untuk
mengusahakan cara hidup sehat sehingga terhindar dari penyakit serta
sasaran dari penyehatan makanan dan minuman meliputi: rumah
makanan, restoran, jasa boga, makanan jajanan, usaha depot air minum,
kantin, pengelolaan makanan rumah tangga serta industri makanan
rumah tangga.
2. Semua Peraturan yang terkait dengan penyehatan makanan dan minuman
sudah ada penjelasannya dan ketentuannya.
3. Pokok kegiatan dalam penyehatan makanan dan minuman meliputi:
mengembangkan dan melengkapi produk-produk hukum terkait makanan
dan minuman, memantapkan jejaring kerja,meningkatkan SDM,
mendorng daerah melegalisasi kegiatan SMBP, memberikan bintek dan
fasilitas yang membutuhkan , monitoring serta evaluasi SMBP.

B. Saran
Sebaiknya penyedia makanan dan minuman menyediakan makanan yang
aman untuk dikonsumsi (tidak menimbulkan penyakit akibat makanan) yaitu
dengan cara memperhatikan serta menerapkan cara-cara yang sesuai dengan
Undang- Undang Pangan No 18 Tahun 2012.

40
DAFTAR PUSTAKA

Amaliyah Nurul, dkk, 2017. Penyehatan Makanan dan Minuman-A. Yogyakarta,


Deepublish.

Tumelap. H. J, 2011. Kondisi Bakteriologik Peralatan Makanan di Rumah Makan


Jombang Tikala Manado, Jurnal Kesehatan Lingkungan

Presiden RI, 2012. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012


Tentang Keamanan Pangan. Jakarta.

41

Anda mungkin juga menyukai