Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH KIMIA BAHAN MAKANAN

PENGAWET
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Kimia Bahan Makanan
Dosen Pengampu : Imelda Helsy, M. Pd. dan Riri Aisyah, M. Pd

Disusun oleh:
Kelompok 4
1. Anggieta Aulia Zahra (1212080014)
2. Attalaryansyah Sukmawan (1212080020)
3. Imam Mursid (1212080046)
4. Jauza Bahira Adhwa (1212080052)
5. Meisya Shantya Audila (1212080068)
6. Qonita Nafisa (1212080095)
7. Siti Nurhaliza (1212080118)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi nikmat Iman dan Islam serta
nikmat kesehatan sehingga akhirnya penulis bisa menyelesaikan makalah berjudul
“PENGAWET”. Tidak lupa shalawat dan salam senantiasa tercurah limpahkan kepada
junjunan kita Nabi besar Muhammad SAW. Penyusunan makalah ini, diajukan untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kimia Bahan Makanan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Imelda Helsy, M.Pd dan Ibu Riri Aisyah,
M.Pd. selaku dosen pengampu pada Kimia Bahan Makanan, yang telah mengarahkan dalam
menyusun makalah ini, serta kepada rekan-rekan yang telah berpartisipasi dalam penyusunan
makalah ini, sehingga dapat selesai pada waktunya.

Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Karena itu,
kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca untuk dapat
dijadikan sebuah pembelajaran dalam menyusun makalah yang baik dikemudian hari.

Bandung, 09 November 2023

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................4
A. Latar Belakang ..............................................................................................................4
B. Rumusan Masalah .........................................................................................................5
C. Tujuan ...........................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................................6
A. Prinsip Pemilihan Pengawet Makanan..........................................................................6
B. Jenis Bahan Pengawet Dan Karakteristiknya ...............................................................7
C. Sifat Anti Mikroba Bahan Pengawet ............................................................................10
D. Mekanisme Kerja Bahan Pengawet ..............................................................................12
E. Efek Pengawet Terhadap Kesehatan .............................................................................13
F. Cara Menganalisis Pengawet ........................................................................................16
BAB III KESIMPULAN.........................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................................22

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan kemajuan teknologi, manusia terus melakukan perubahan-perubahan
dalam hal pengolahan bahan makanan. Hal ini wajar sebab dengan semakin
berkembangnya teknologi kehidupan manusia semakin hari semakin sibuk sehinngga tidak
mempunyai banyak waktu untuk melakukan pengolahan bahan makana yang hanya
mengandalkan bahan mentah yang kemudian diolah didapur. Dalam keadaan demikian,
makanan cepat saji (instan) yang telah diolah dipabrik atau telah diawetkan banyak
manfatnya bagi masyarakat itu sendiri. Permasalahan atau pertanyaan yang timbul
kemudian adalah apakah proses pengawetan, bahan pengawet yang ditambahkan atau
produk pangan yang dihasilkan aman dikonsumsi manusia?
Banyaknya kasus keracunan makanan yang terjadi dimasyarakat saat ini
mengindikasikan adanya kesalahan yang dilakukan masyarakat ataupun makaan dalam
mengolah dan mengawetkan bahan makanan yang dikonsumsi. Problematika mendasar
pengolahan makanan yang dilakukan masyarakat lebih disebabkan budaya pengelohan
pangan yang kurang berorientasi terhadap nilai gizi, serta keterbatasan pengetahuan
sekaligus desakan ekonomi sehingga masalah pemenuhan dan pengolahan bahan pangan
terabaikan, Industri makanan sebagai pelaku penyedia produk makanan seringkali
melakukan tindakan yang tidak terpuji dan hanya berorientasi profit oriented dalam
menyediakan berbagai produk di pasar sehingga hal itu membuka peluang terjadinya
penyalahgunaan bahan dalam pengolahan bahan makanan untuk masyarakat diantaranya
seperti kasus penggunaan berbagai bahan tambahan makanan yang seharusnya tidak layak
dikosumsi,
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 menyatakan bahwa kualitas pangan yang
dikonsumsi harus memenuhi beberapa kriteria, di antaranya adalah aman, bergizi,
bermutu, dan dapat terjangkau oleh daya beli masyarakat.
Pada prinsipnya pengolahan lebih lanjut atau pengawetan makanan (food
preservatives) dibedakan atas lama penyimpanan makanan tersebut sebelum digunakan.
Pada makanan yang segera diolah atau dikonsumsi, sebaiknya bahan makanan tersebut
dibiarkan dalam keadaan segar dan hidup. Jika tidak memungkinkan, segera dibersihkan,
kemudian dikemas dan disimpan dalam lemari pendingin.
Untuk masa penggunaan yang lebih lama, diperlukan upaya untuk mengurangi
kebusukan akibat mikroorganisme, berupa :

4
1. Penggunaan panas atau radiasi ion dan pengemasan untuk mengurangi perusakan
oleh mikroorganisme. Proses yang digunakan adalah pengolahan termal dengan
penggunaan panas atau suhu tinggi (seperti pemasakan, perebusan, penggorengan,
pemanggangan, penyangraian, penceluran/ blansing), dan pengaturan aliran udara
(pengalengan dan pengemasan kedap udara).
2. Penghambatan pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan berkadar air
normal dengan pendinginan, pengasapan, perendaman dalam larutan garam (curring),
penambahan bahan pengawet kimia, pengasaman dan penyimpanan dengan gas.
3. Pengurangan jumlah mikroorganisme dengan mengurangi kadar air, dengan cara
pengeringan, pernambahan gula, garam, pengental dan lain sebagainya.
4. Penghilangan mikroorganisme melalui penyaringan secara steril melalui
pasteurisasi dan sterilisasi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu bahan pengawet ?
2. Apa saja jenis bahan dan karakteristik dari pengawet ?
3. Bagaimana sifat anti mikroba bahan pengawet?
4. Bagaimana mekanisme kerja bahan pengawet
5. Bagaimana efek pengawet makanan terhadap kesehatan?
6. Bagaimana cara menganalisis pengawet dalam makanan?
C. Tujuan
1. Mengetahui definisi dari bahan pengawet.
2. Mengetahui jenis bahan dan karakteristik dari pengawet.
3. Mengetahui sifat anti mikroba bahan pengawet.
4. Mengetahui mekanisme kerja bahan pengawet
5. Mengetahui efek pengawet makanan terhadap kesehatan.
6. Mengetahui cara menganalisis pengawet dalam makanan.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Prinsip Pemilihan Pengawet Makanan


Pengawetan makanan adalah upaya untuk menahan laju pertumbuhan
mikroorganisme pada makanan yang mungkin memproduksi racun atau toksin.
Pengawetan pangan umumnya bertujuan untuk memperpanjang umur simpan bahan
pangan, menghambat pembusukan dan menjamin mutu awal bahan pangan agar dapat
terjaga selama mungkin (Broto, 2003). Pengolahan (pengawetan) dilakukan untuk
memperpanjang umur simpan (lamanya suatu produk dapat disimpan tanpa mengalami
kerusakan) produk pangan. Proses pengolahan yang akan dilakukan, tergantung pada
berapa lama umur simpan produk yang diinginkan, dan berapa banyak perubahan
mutu produk yang dapat diterima. Berdasarkan target waktu pengawetan, maka
pengawetan dapat bersifat jangka pendek atau bersifat jangka panjang. Proses pengawetan
bahan pangan harus memperhatikan jenis bahan pangan apa yang akan diawetkan,
keadaan bahan pangan, cara pengawetan, dan daya tarik produk pengawetan pangan.
Pengawetan pangan dapat dilakukan melalui beberapa teknik baik yang menggunakan
teknologi tinggi maupun teknologi yang sederhana. Berdasarkan cara kerjanya, teknik
pengawetan makanan utama dapat dikategorikan menjadi:
a. Memperlambat atau menghambat kerusakan kimia dan pertumbuhan mikroba.
b. Menonaktifkan bakteri, ragi, kapang, atau enzim secara langsung.
c. Menghindari kontaminasi ulang sebelum dan sesudah pengolahan.
Prinsip pemilihan pengawetan makanan adalah:
1. Penghapusan mikroorganisme atau menonaktifkannya: Ini dilakukan dengan
menghilangkan udara, menghilangkan air (kelembaban), menurunkan atau
meningkatkan suhu, meningkatkan konsentrasi garam atau gula atau asam dalam
makanan. Jika ingin mengawetkan sayuran berdaun hijau, harus membuang air dari
daun agar mikroorganisme tidak dapat bertahan hidup, dapat dilakukan dengan
mengeringkan daun hijau sampai semua kelembaban menguap.
2. Menonaktifkan enzim (enzim inaktivasi): Enzim yang ditemukan dalam makanan dapat
dinonaktifkan dengan mengubah kondisinya dalam suhu dan kelembaban, ketika
mengawetkan kacang polong, salah satu metode pengawetan adalah dengan
memasukkannya selama beberapa menit ke dalam air mendidih. Metode ini juga

6
dikenal sebagai blanching yang menonaktifkan enzim, sehingga membantu
mengawetkan makanan.
3. Pembasmian serangga, cacing dan tikus: Dengan menyimpan makanan dalam wadah
kering dan kedap udara, serangga, cacing atau tikus dapat dicegah untuk merusak
makanan (Singh, 2009).

Mencegah atau memperlambat kerusakan kimia dapat dilakukan dengan mencegah


masuknya mikroorganisme (bekerja dengan aseptis), mengeluarkan mikroorganisme
(misalnya dengan proses filtrasi), menghambat pertumbuhan dan aktivitas
mikroorganisme (misalnya dengan penggunaan suhu rendah, pengeringan, penggunaan
kondisi anaerobik atau penggunaan pengawet kimia), dan membunuh mikroorganisme
(misalnya dengan sterilisasi atau radiasi). Mencegah atau memperlambat laju proses
dekomposisi (autolisis) bahan pangan dapat dilakukan dengan cara destruksi atau inaktivasi
enzim pangan, misalnya dengan proses blansir dan atau dengan memperlambat reaksi
kimia, misalnya mencegah reaksi oksidasi dengan penambahan antioksidan.

B. Jenis Bahan Pengawet Dan Karakteristiknya


menurut Peraturan Kepala BPOM RI No. 36 tahun 2013 pasal 3 menyebutkan, beberapa
jenis bahan pengawet makanan yang diizinkan untuk digunakan dalam makanan adalah:
1) Asam sorbat dan garamnya (Sorbic acid and its salts)
Asam sorbat dan garamnya, seperti natrium sorbat, kalium sorbat, dan kalsium sorbat,
merupakan agen antimikroba yang biasa digunakan sebagai bahan pengawet dalam produk
makanan dan minuman untuk mencegah pertumbuhan kapang, khamir, dan fungi
Nilai pH optimum untuk aktivitas antimikroba berada di bawah pH 6.5. Sorbat secara
umum digunakan pada konsentrasi 0.025% hingga 0.10%
2) Asam benzoat dan garamnya (Benzoic acid and its salts)
Asam benzoat dan garamnya, seperti Natrium benzoat, Kalium benzoat, Kalsium
benzoat merupakan bahan pengawet yang umum digunakan dalam makanan untuk
menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur, serta memperlambat perubahan warna, rasa,
pH, dan tekstur makanan. Asam benzoat umumnya ditemukan pada makanan seperti salad,
acar, saus, bumbu, jus buah, dan makanan ringan lainnya.
Natrium benzoat bekerja efektif pada pH 2,5-4 sehingga banyak digunakan pada
makanan atau minuman yang bersifat asam.

7
3) Etil para-hidroksibenzoat (Ethyl para-hydroxybenzoate)
Etil para-hidroksibenzoat merupakan senyawa yang umum digunakan sebagai pengawet
dalam berbagai produk, termasuk farmasi, perekat, dan berbagai persiapan kosmetik.
Senyawa ini memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan fungi dan bakteri,
sehingga digunakan sebagai bahan pengawet.
4) Metil para-hidroksibenzoat (Methyl para-hydroxybenzoate)
Metil para-hidroksibenzoat (Methyl para-hydroxybenzoate) adalah senyawa yang
termasuk dalam kelas senyawa paraben dan sering digunakan sebagai bahan pengawet
dalam kosmetik, makanan, dan obat-obatan. Senyawa ini memiliki rumus kimia C8H8O3
dan merupakan ester dari asam p-hidroksibenzoat dan metanol.
5) Sulfit (Sulphites)
Sulfit (Sulphites) adalah senyawa yang digunakan sebagai bahan pengawet dalam
makanan dan minuman untuk mempertahankan warna, rasa, dan aroma, serta mencegah
pertumbuhan mikroorganisme. Senyawa ini juga ditemukan secara alami dalam beberapa
makanan, seperti anggur, kismis, dan buah kering lainnya. Beberapa jenis sulfit antara lain
Belerang dioksida, Natrium sulfit, Natrium bisulfit, Natrium metabisulfit, Kalium
metabisulfit, Kalium sulfit, Kalsium bisulfit, dan Kalium bisulfit.
6) Nisin (Nisin)
Nisin adalah sejenis bakteriosin yang dihasilkan oleh Bakteri Asam Laktat (BAL).
Bakteriosin adalah senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh bakteri untuk melawan
pertumbuhan bakteri lainnya. Nisin adalah antibakteri peptida pertama yang diidentifikasi
di laboratorium. Nisin digunakan karena bukan senyawa toksik sehingga tidak berbahaya
bagi manusia. Senyawa ini memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri
tertentu, termasuk spora dan bakteri gram positif.
7) Nitrit (Nitrites)
Nitrit (Nitrites) adalah senyawa kimia yang digunakan sebagai bahan pengawet dalam
daging olahan untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Senyawa ini juga
digunakan untuk mempertahankan warna dan rasa daging olahan. Nitrit dapat ditemukan
dalam beberapa jenis daging olahan seperti sosis.
8) Nitrat (Nitrates)
Nitrat (Nitrates) adalah senyawa kimia yang digunakan sebagai bahan pengawet dalam
makanan, terutama dalam produk daging olahan. Senyawa ini membantu dalam mencegah
pertumbuhan bakteri patogen, mempertahankan warna daging, dan memberikan rasa khas
pada produk daging olahan. Nitrat juga dapat diubah menjadi nitrit oleh bakteri dalam proses

8
fermentasi, yang kemudian berperan dalam membentuk senyawa nitrit yang membantu
dalam menjaga kualitas dan keamanan produk daging olahan. Beberapa jenis nitrat antara
lain Natrium nitrat dan Kalium nitrat.
9) Asam propionat dan garamnya (Propionic acid and its salts)
Asam propionat dan garamnya, seperti garam kalium atau natrium propionat,
digunakan sebagai bahan pengawet dalam roti dengan dosis sekitar 2 g/kg.
A. Asam propionat berbentuk cair dan agak berminyak, berbau tengik agak dalam bentuk
garam, propionat berbentuk bubuk berwarna putih, larut dalam air dan alkohol
B. Sodium propionate, atau natrium propionat, adalah garam natrium kristal transparan dari
asam propionat yang digunakan sebagai aditif makanan yang efektif dalam produk-
produk yang dipanggang yang rentan terhadap kerusakan. Sodium propionate membantu
mencegah tumbuhnya jamur dan beberapa bakteri, sehingga memperpanjang umur
simpan barang-barang yang dipanggang
10) Lisozim hidroklorida (Lysozyme hydrochloride).
Lysozyme hydrochloride adalah senyawa pengawet yang diperoleh dari putih telur
ayam dan memiliki aktivitas untuk menghidrolisis mukopolisakarida. Senyawa ini
berbentuk kristal putih dengan sedikit bau manis. Lysozyme hydrochloride digunakan
sebagai bahan pengawet dalam makanan dan minuman, serta dalam industri farmasi dan
kosmetik.
Lain halnya dengan jenis pengawet di bawah ini yang memang dilarang untuk
ditambahkan ke dalam makanan. Berikut ini contoh pengawet berbahaya yang sering
digunakan pada pangan olahan.
1. Asam Borat (boraks)
Biasa digunakan sebagai antijamur kayu, pembasmi kecoa, antiseptik, salep kulit, bahan
deterjen, sabun, cat, desinfektan, pestisida, serta keramik. Boraks sering ditambahkan ke
dalam bakso, mi basah, kerupuk, dan pangsit. Tujuannya adalah menambahkan kekenyalan.
Padahal, boraks bersifat toksik atau beracun terhadap semua sel.
Jika bahan ini tertelan, apalagi dalam jumlah banyak, akan berdampak negatif terhadap
saraf, ginjal dan hati. Gejala yang bisa timbul adalah tidak enak badan (malaise), mual, sakit
perut hebat, perdarahan pada saluran cerna, muntah darah, diare, demam, dan sakit kepala.
2. Formalin
Merupakan larutan tak berwarna dan berbau tajam, formalin bersifat antimikroba. Tidak
heran jika formalin banyak dimanfaatkan sebagai bahan pembersih lantai dan pakaian,
pembasmi serangga, pupuk dan parfum, pengawet produk kosmetik serta mayat. Banyak

9
pedagang nakal yang suka menambahkan formalin pada ikan segar, ayam potong, mi basah
dan tahu.
Senyawa kimia ini dapat menyebabkan efek akut berupa reaksi alergi dan iritasi,
kemerahan, mata berair, mual, muntah, sakit perut dan pusing. Formalin pun bersifat
karsinogenik yang meningkatkan kemungkinan penyakit kanker.
Tidak hanya formalin dan boraks, jenis pengawet makanan berbahaya lain yang juga
bersifat karsinogenik, meliputi:
A. Kalium bromat
B. Dietilpirokarbonat
C. Dulsin

C. Sifat Anti Mikroba Bahan Pengawet


Senyawa antimikroba adalah bahan pengawet yang berfungsi untuk menghambat
kerusakan pangan akibat aktivitas mikroba. Sejarah penggunaan pengawet didalarn bahan
pangan sendiri bermula dari penggunaan garam, asap dan asam (proses fermentasi) untuk
mengawetkan pangan. Sejumlah bahan antimikroba kemudian dikembangkan dengan tujuan
untuk menghambat atau membunuh mikroba pembusuk (penyebab kerusakan pangan) dan
mikroba patogen (penyebab keracunan pangan) (Syamsir, 2007).
Pemilihan awal suatu senyawa antimikroba umumnya didasarkan atas spektrum
antimikrobanya. Senyawa antirnikroba yang diinginkan adalah yang luas, meskipun hal ini
sulit dicapai. Beberapa senyawa mempunyai kemampuari untuk rnenghambat beberapa jenis
mikroba, tetapi penghambatan suatu mikroba kadang-kadang menyebabkan mikroba lain
didalarn produk tersebut menjadi dominan. Oleh karena ftu, senyawa antimikroba untuk
suatu produk harus besifat aktif untuk semua rnikroba yang tidak diinginkan didalam produk
itu (Syamsir, 2007:· 1-2).
Mekanisrne kerja antimikroba secara umum menghambat keutuhan permeabilitas
dinding sel, rnenghambat sistem genetik, menghambat kerja enzirn, peningkatan nutrien
esensial (Cahyadi, 2008: 8-9)
1. Menghambat Sintesis Dinding Sel Bakteri
Bahan kimia tidak perlu masuk kedalam sel untuk menghambat pertumbuhan, reaksi
yang terjadi pada dinding sel atau membran sel dapat mengubah permeabilitas sel. Hal ini
dapat mengganggu atau menghalangi jalannya nutrien masuk kedalam sel, clan mengganggu
keluarnya zat-zat penyusun sel dan metabolit dari dalam sel. Kerusakan membran sel dapat
terjadi karena reaksi antara bahan pengawet atau senyawa antimikroba dengan sisi aktif atau

10
larutnya senyawa lipid. Dinding sel merupakan senyawa yang kompleks, karena itu senyawa
kimia dapat bercampur dengan penyusun dinding sel sehingga akan mempengaruhi dinding
sel dengan jalan mempengaruhi penghambatan polimerisasi penyusun dinding sel. Apabila
berkembang lebih lanjut maka akibatnya kebutuhan sel tidak dapat terpenuhi dengan baik.
2. Menghambat Sistem Genetik
Dalam hal ini senyawa antimikroba/bahan kimia masuk ke dalam sel. Beberapa senyawa
kimia dapat berkombinasi atau menyerang ribosom clan menghambat sintesis protein. Jika
gen-gen dipengaruhi oleh senyawa antimikroba atau bahan kimia maka sintesa enzim yang
mengontrol gen akan dihambat.
3. Penghambatan Enzim
Perubahan pH yang mencolok, pH naik turun, akan menghambat kerja enzim dan
mencegah perkembangbiakan mikroorganisme.
4. Peningkatan Nutrien
Esensial Mikroorganisme mempunyai kebutuhan nutrien yang berbeda-beda, karena
itu pengikatan nutrien tertentu akan mempengaruhi organisme yang berbeda pula. Apabila
nutrien tersebut diikat, akan lebih sedikit berpengaruh pada organisme dibandingkan dengan
organisme lain yang memerlukan nutrien tersebut dalam jumlah banyak.
Berdasarkan sifak toksikitas selektifnya, senyawa antimikroba digolongkan menjadi
dua kelompok yaitu antimikroba yang bersifat bakteriostatik yang bekerja dengan cara
menghambat pertumbuhan populasi bakteri tanpa mematikan, seclangkan bakteri yang
bersifat bakterisicla clengan cara membunuh bakterinya. Efektivitas penggunaan suatu
senyawa antimikroba cliclalam bahan pangan sangat tergantung pacla konclisi procluk
pangan seperti pH (keasaman), polaritas, komposisi nutrisi diclalam bahan pangan, juga
tergantung pacla faktor lainnya seperti konclisi suhu clan proses pengolahan, pengemasan
serta penanganan pasca pengolahan.
5. Antimikroba Alami
Beberapa pengawet alami yang berasal dari tumbuhan umumnya bersifat halal.
Merujuk surat al Baqaroh ayat 172, Allah menghalalkan kita mengkonsumsi segala sesuatu
yang diciptakannNya, kecuali yang diharamkanNya kepada kita. Banyak sekali kandungan
senyawa kimia yang terkandung dalam tumbuhan atau hewan yang mempunyai sifat sebagai
pengawet, antara lain bawang putih, jahe, belimbing wuluh, daun jati dan lain-lain. Secara
tradisional umumnya masyarakat telah menggunakan bahan-bahan alam ini sebagai
pengawet.

11
Pengawet kimia selama ini umum digunakan sebagai bahan tambahan untuk
membatasi jumlah mikroorganisme yang hidup di dalam pangan. Bahaya negatif yang
disebabkan karena penggunaan senyawa kimia secara berlebih dalam makanan membuat
konsumen sedikit khawatir terhadap bahaya keracunan yang disebabkan penggunaan bahan
kimia tersebut. Hal ini memaksa industri pangan untuk menghindari penggunaan pengawet
kimia pada produknya,serta mencari alternatif lain yang lebih alami untuk mempertahankan
atau memperpanjang umur simpan produk. Kecenderungan back to nature mengoptimalkan
bahan-bahan alam untuk digunakan sebagai pengawet makanan alami. Bahan-bahan alam
ini secara alamia, akan lebih mudah diterima oleh tubuh.
Sejak lama telah disadari, bahwa banyak bahan alam memiliki aktivitas menghambat
mikroba, yang disebabkan oleh komponen tertentu yang ada didalamnya. Masyarakat Mesir
kuno sekitar tahun 1550 SM telah menerapkan penggunaan pengawet alami dengan
menggunakan rempah sebagai pengawet pangan dan pembalserri. mumi.

D. Mekanisme Kerja Bahan Pengawet


Kerja asam sebagai bahan pengawet tergantung pada pengaruhnya terhadap
pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri, khamir, dan kapang yang tumbuh pada bahan
pangan titik asam digunakan sebagai pengatur pH sampai pada harga yang bersifat toksik
untuk mikroorganisme dalam bahan pangan. Efektivitas suatu asam dalam menurunkan pH
tergantung pada kekuatan atau stretch yaitu derajat ionisasi asam dan konsentrasi yaitu
jumlah asam dalam volume tertentu misal molaritas. Jadi, asam kuat lebih efektif dalam
menurunkan pH apabila dibandingkan dengan asam lemah pada konsentrasi yang sama.
Berbagai senyawa mempunyai sifat sebagai anti mikroba, diantaranya sulfit dan sulfur
dioksida, garam nitrit dan nitrat, asam sorbat, asam propionat, asam asetat dan asam benzoat.
1. Sulfur dioksida telah lama digunakan dalam makanan sebagai pengawet dan
penggunaannya berkembang menjadi berbagai bentuk seperti gas SO2 , garam bisulfit dan
sulfit. Sulfur dioksida yang paling efektif bekerja pada kondisi pH rendah hal ini disebabkan
H2SO3 yang dalam larutan tidak terdisosiasi. Dalam keadaan tidak terdisosiasi larutan
tersebut lebih mudah menembus dinding sel mikroba. Sulfur dioksida juga sering
ditambahkan ke dalam tepung untuk memutus ikatan disulfida dan memperbaiki mutu
adonan yang dihasilkan.
Sulfur dioksida juga sulfit dapat dimetabolisme menjadi sulfat dan diekskresi ke
dalam urin tanpa efek samping lainnya. Sulfur dioksida atau sulfit biasanya ditambahkan
pada konsentrasi sekitar 500 – 1000 ppm, tergantung dari tujuan penambahan dan jenis

12
makanan. Garam potassium dan sodium dari nitrit dan nitrat yang ditambahkan pada proses
kyuring pada daging juga dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Senyawa yang
berperan adalah nitrit dan pada konsentrasi 150-200 ppm dapat menghambat pertumbuhan
Clostridia di dalam daging yang dikalengkan. Meskipun demikian, penggunaan nitrit saat
ini dihindari karena diduga menghasilkan nitrosamin yang bersifat karsinogenik.
2. Asam sorbat yang merupakan asam monokarboksilat dan analog-analognya
yang memiliki ikatan rangkap-a (a-unsaturated) mempunyai sifat anti mikroba yang sangat
kuat. Asam ini digunakan dalam bentuk garam sodium dan potassiumnya dan diketahui
efektif menghambat pertumbuhan kapang dan ragi 13 di dalam berbagai makanan, seperti
keju, produk-produk bakery, sari buah, anggur dan acar-acaran (pickles). Asam sorbat
sangat efektif menekan pertumbuhan kapang dan tidak mempengaruhi citarasa makanan
pada tingkat penambahan yang diperbolehkan (sampai 0,3% berat). Aktivitas sorbat
meningkat dengan meningkatnya keasaman bahan, atau menurunnya pH makanan. Secara
umum asam askorbat efektif sampai pH 6,5. Aktivitas asam sorbat dan analog-analog asam
lemaknya diperkirakan karena mikroba tidak dapat dimetabolisme sistem dien dengan ikatan
rangkap 1. Diperkirakan asam sorbat mengganggu aktivitas enzim dehidrogenase yang
biasanya mendehidrogenasi asam lemak pada awal aktivitasnya.
3. Asam propionat dan asam asetat juga berperan sebagai anti mikroba terutama
kapang dan beberapa bakteri. Asam propionat biasanya digunakan dalam bentuk garam
natrium dan kalsium. Senyawa ini secara alami terdapat di dalam keju Swiss (sampai 1%
berat). Asam propionat banyak digunakan dalam produk-produk bakery karena selain
menghambat kapang juga menghambat pertumbuhan Bacillus mesentericus yang
menyebabkan kerusakan ropy bread. Seperti halnya antimikroba yang merupakan asam
karboksilat lainnya, asam propionat dalam bentuk tidak terdisosiasi bersifat lebih poten.
Toksisitas asam propionat bagi kapang dan sebagian bakteri diakibatkan oleh
ketidakmampuan mikroba-mikroba tersebut dalam memetabolisme rangkaian 3-karbon.
4. Penggunaan asam asetat dalam pengawetan pangan sudah sejak lama, seperti
pada pengacaran (pembuatan pickles). Selain cuka (4% asam asetat) dan asam asetat,
bentuk-bentuk lain yang digunakan dalam makanan adalah sodium, kalsium, dan potasium
asetat. Bentuk garam-garam tersebut digunakan dalam roti dan produk-produk bakery
lainnya yaitu untuk mencegah pembentukan ropy bread. Asam asetat digunakan dalam
mengacar sayur maupun daging dan ikan. Selain sebagai antimikroba, asam asetat juga
berkontribusi terhadap citarasa makanan seperti pada produk mayones, acar, saus tomat,
dan lain-lain.

13
Aktivitas antimikroba asam asetat meningkat dengan menurunnya pH. Asam benzoat
seringkali digunakan sebagai anti mikroba dalam makanan seperti sari buah, minuman
ringan, sauerkraut, dan lain-lain. Garam sodium dari asam benzoat lebih sering digunakan
karena bersifat lebih larut dalam air daripada sifat bentuk asamnya. Asam benzoat sangat
poten terhadap ragi dan bakteri dan paling tidak efektif dalam menghambat pertumbuhan
kapang. Asam benzoat sering dikombinasi dengan asam sorbat, dan ditambahkan dalam
jumlah sekitar 0,05- 0,1% berat.

E. Efek Pengawet Terhadap Kesehatan


Pengawet makanan digunakan untuk membuat makanan dan minuman tahan lebih
lama. Pengawet terdiri dari bahan kimia yang ditambahkan untuk meningkatkan tampilan,
rasa, atau tekstur makanan. Pengawet yang sudah terdaftar dalam BPOM merupakan jenis
bahan makanan dan minuman yang tergolong aman dan tidak membahayakan untuk
dikonsumsi selama pemakaiannya digunakan sesuai dengan batasannya dan tidak
berlebihan. Namun, terlalu sering mengonsumsi makanan berpengawet, khususnya
pengawet buatan, dapat menyebabkan beberapa dampak buruk bagi kesehatan, seperti:

1. Gangguan Jantung
Salah satu dampak pengawet makanan terhadap kesehatan bila dikonsumsi berlebihan
adalah dapat meningkatkan risiko gangguan jantung. Bahan pengawet makanan, terutama
yang mengandung garam, dapat menyebabkan pembuluh arteri mengeras dan menyempit
hingga memicu tekanan darah tinggi (hipertensi). Bila dibiarkan, kondisi ini bisa
mengganggu kerja jantung dan meningkatkan risiko terjadinya serangan jantung.
Penggunaan pengawet yang berlebihan dan terus-menerus dapat melemahkan jaringan
jantung yang berbahaya terutama bagi orang lanjut usia. Selain itu, salah satu bahan
pengawet juga dituding dapat merusak pembuluh darah dengan membuat arteri cenderung
mengeras dan sempit, sehingga risiko terkena serangan jantung meningkat.
2. Masalah Pencernaan
Penting bagi setiap individu untuk membatasi konsumsi pengawet makanan yang
mengandung asam etanoat (asam cuka) karena dapat meningkatkan risiko terjadinya
gangguan pencernaan. Pasalnya, kadar asam etanoat yang tinggi di dalam pengawet
makanan dapat menyebabkan iritasi pada lambung dan meningkatkan risiko terjadinya
asam lambung naik hingga GERD.
3. Gangguan Perilaku pada Anak

14
Dampak pengawet makanan terhadap kesehatan yang perlu diwaspadai berikutnya
adalah turut memicu terjadinya gangguan perilaku. Beberapa penelitian menyebutkan
bahwa kombinasi bahan pengawet jenis natrium benzoat (bentuk garam dari asam benzoat)
dan pewarna makanan berisiko menyebabkan anak dengan attention-deficit hyperactivity
disorder (ADHD) menjadi lebih hiperaktif.
4. Gangguan Ginjal
Mengonsumsi makanan yang mengandung bahan pengawet secara berlebihan diketahui
berisiko menyebabkan gangguan fungsi ginjal. Penggunaan pengawet yang berlebihan dan
terus-menerus dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal dan meningkatkan risiko terkena
penyakit ginjal. Beberapa bahan pengawet yang berbahaya bagi kesehatan ginjal kita
adalah boraks, formalin, methanil yellow, dan rhodamin b.

5. Meningkatkan Resiko Kanker


Meningkatkan risiko penyakit kanker juga menjadi dampak pengawet makanan
terhadap kesehatan bila asupannya tidak dibatasi. Walaupun jarang terjadi, senyawa
benzena yang terbentuk dalam suasana asam dari kombinasi natrium benzoat dan vitamin
C sebagai pengawet makanan juga diduga dapat memicu perkembangan sel kanker pada
tubuh manusia.
Selain itu, penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Nutrients tahun 2019 juga
menyebutkan bahwa konsumsi daging olahan yang mengandung nitrit secara berlebihan
dapat memicu pembentukan senyawa N-nitroso yang bersifat karsinogenik dan
meningkatkan risiko kanker usus besar. Namun, masih diperlukan penelitian lebih lanjut
untuk memastikan hubungan antara konsumsi daging olahan yang mengandung nitrit
dengan risiko kanker usus besar.
Pengasapan makanan yang merupakan metode pengawetan alami juga meningkatkan
risiko kanker, yaitu kanker nasofaring.
6. Menurunkan daya tahan tubuh
Penggunaan pengawet pada makanan dapat menurunkan daya tahan tubuh karena
beberapa bahan pengawet yang berbahaya bagi kesehatan tubuh kita. Penggunaan
pengawet yang berlebihan dan terus-menerus dapat melemahkan jaringan jantung dan
memicu penyakit jantung atau serangan jantung di kemudian hari. Selain itu, penggunaan
pengawet yang berlebihan dan terus-menerus juga dapat menyebabkan kerusakan pada
ginjal dan meningkatkan risiko terkena penyakit ginjal. Penggunaan pengawet yang

15
berlebihan dan terus-menerus juga dapat menurunkan daya tahan tubuh dan menyebabkan
kelelahan.
7. Gangguan Pernapasan
Penggunaan pengawet yang berlebihan dan terus-menerus dapat menyebabkan
kerusakan pada saluran pernapasan dan meningkatkan risiko terkena penyakit pernapasan.
Beberapa dampak buruk penggunaan pengawet pada pernapasan antara lain adalah memicu
masalah pernapasan asma dan bronkitis, menyebabkan gangguan pernapasan, dan
menimbulkan penyakit dalam seperti hipertensi dan keracunan akibat penggunaan bahan
pengawet yang mengandung brominasi minyak nabati.
8. Menaikkan Berat Badan
Makanan olahan yang mengandung banyak pengawet seringkali juga berhubungan
dengan pola makan yang tidak sehat, seperti konsumsi tinggi gula, lemak trans, dan
garam. Pola makan seperti ini dapat berkontribusi pada masalah peningkatan berat badan.
9. Alergi
Kandungan asam sorbat yang terdapat dalam bahan pengawet makanan dan minuman
bisa menimbulkan reaksi terhadap tubuh seperti halnya alergi. Reaksi alergi ini bisa
terbilang ringan. Namun, perlu diperhatikan juga untuk takaran yang sesuai untuk
penggunaan pengawet ini dalam makanan dan minuman yang akan kita konsumsi agar
tidak menimbulkan alergi.

F. Cara Menganalisis Pengawet


Berikut ini adalah beberapa metode analisis yang dapat digunakan untuk menganalisis
pengawet:

1. Spektrofotometri UltraViolet (UV)


Metode analisis yang digunakan untuk mengukur intensitas cahaya setelah melewati
sampel yang diserap oleh molekul dalam sampel. Metode ini sangat berguna dalam analisis
kimia dan biokimia, seperti penentuan konsentrasi protein, pengukuran tingkat polusi, dan
lainnya. Dalam proses ini, sampel ditempatkan di antara sumber cahaya dan detektor.
Cahaya dari sumber melewati sampel dan intensitas cahaya yang melewati sampel diukur
oleh detektor. Molekul dalam sampel akan menyerap sebagian cahaya, dan intensitas
cahaya yang tersisa setelah melewati sampel akan berkurang.Setelah pengukuran intensitas
cahaya selesai, data tersebut kemudian dianalisis untuk menentukan konsentrasi molekul
dalam sampel. Ini biasanya dilakukan dengan menggunakan Hukum Lambert-Beer, yang

16
menyatakan bahwa penyerapan cahaya oleh suatu sampel berbanding lurus dengan
konsentrasi molekul dalam sampel (Warono & Syamsudin, 2013).

Dalam sebuah jurnal dari Universitas Gadjah Mada (Irawan, 2019), penelitian
dilakukan untuk melakukan kalibrasi spektrofotometer sebagai penjaminan mutu hasil
pengukuran dalam kegiatan penelitian dan pengujian. Kalibrasi spektrofotometer bertujuan
untuk mengetahui nilai perbedaan dari pembacaan alat dengan membandingkan nilai
standar, sehingga dapat menjamin data yang benar dan valid. Bahan standar atau kalibrator
yang digunakan untuk mengkalibrasi Spektrofotometer meliputi akurasi panjang
gelombang dengan Holmium oxide (liquid atau solid) dan Dydimium solid.
Spektrofotometri UV merupakan metode yang efektif dan akurat untuk analisis pengawet
dan bahan kimia lainnya, asalkan dilakukan kalibrasi yang tepat.

2. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Merupakan teknik yang digunakan untuk memisahkan campuran senyawa berdasarkan


perbedaan kecepatan migrasi senyawa-senyawa tersebut di dalam fase diam dan fase gerak.
Metode ini sangat berguna dalam analisis kimia dan biokimia, seperti penentuan konsentrasi
protein, pengukuran tingkat polusi, dan lainnya. KLT bekerja dengan cara menempatkan
sampel pada titik awal di atas lapisan tipis (biasanya silika gel atau alumina) yang telah
ditempatkan pada plat kaca. Plat kemudian ditempatkan dalam pelarut (fase gerak), dan
senyawa-senyawa dalam sampel akan bergerak naik plat pada kecepatan yang berbeda-beda,
tergantung pada sejauh mana mereka larut dalam fase gerak dibandingkan dengan seberapa
kuat mereka menempel pada fase diam. Ini menghasilkan pola bercak unik untuk setiap
senyawa, yang dapat digunakan untuk identifikasi (Indah Lestari & Santoso, 2021).

Dengan demikian, Kromatografi Lapis Tipis merupakan metode yang efektif dan
akurat untuk analisis pengawet dan bahan kimia lainnya, asalkan dilakukan dengan benar
dan hati-hati.

3. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Kromatografi Gas (KG): Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau High
Performance Liquid Chromatography (HPLC) adalah teknik analisis yang digunakan untuk
memisahkan, mengidentifikasi, dan kuantifikasi komponen dalam sampel (Martono &

17
Martono, 2012). Dalam proses ini, sampel ditempatkan di dalam kolom KCKT. Fase gerak
(pelarut) kemudian dipompa melalui kolom pada tekanan tinggi. Komponen dalam sampel
akan berinteraksi dengan material kolom (fase diam) dan fase gerak dengan cara yang
berbeda, tergantung pada sifat kimia mereka. Ini menyebabkan setiap komponen bergerak
melalui kolom pada kecepatan yang berbeda, sehingga memisahkan komponen-komponen
tersebut (Annuryanti et al., 2019).

Setelah komponen dipisahkan di dalam kolom, mereka akan melewati detektor. Detektor
mengukur jumlah cahaya yang diserap oleh setiap komponen pada panjang gelombang
tertentu (misalnya, 280 nm untuk asam galat, kafein, dan epigalokatekin galat). Intensitas
cahaya yang diserap ini kemudian digunakan untuk mengidentifikasi dan kuantifikasi
komponen tersebut. Dengan demikian, KCKT merupakan metode yang efektif dan akurat
untuk analisis pengawet dan bahan kimia lainnya, asalkan dilakukan dengan benar dan hati-
hati.

4. Elektroforesis
Metode ini digunakan untuk memisahkan partikel berdasarkan perbedaan mobilitas
partikel tersebut dalam medan listrik. Elektroforesis adalah proses migrasi molekul
bermuatan dalam medium yang dialiri arus listrik. Prinsip dasar elektroforesis adalah
molekul dan partikel bermuatan akan bergerak ke arah elektrode yang memiliki muatan
berlawanan di bawah pengaruh medan listrik. Laju migrasi molekul bermuatan tersebut
menuju elektrode yang bermuatan negatif disebut elektromobilitas. Elektromobilitas suatu
molekul dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti besar muatan molekul, ukuran molekul,
dan topologi atau bentuk molekul.
Elektroforesis DNA umumnya menggunakan metode elektroforesis gel agarosa. Metode
ini melibatkan fase stasioner yang berupa gel agarosa dan fase gerak berupa buffer Tris-
acetate EDTA (TAE) atau Tris-borat EDTA (TBE). TBE (Tris-borat EDTA) 1X, Tris/Borat
adalah buffer yang umum digunakan sebagai buffer elektroforesis karena memiliki kapasitas
buffering yang tinggi pada titik isoelektriknya (Anam et al., 2021).

18
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dalam makalah ini, tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan pemahaman yang
lebih mendalam tentang bahan pengawet dalam makanan. Berikut adalah kesimpulan
dalam materi kali ini:
1. Definisi Bahan Pengawet: Bahan pengawet adalah zat yang ditambahkan ke dalam
makanan untuk memperpanjang umur simpannya dengan menghambat pertumbuhan
mikroorganisme, mempertahankan kualitas, dan menjaga keamanan pangan.
2. Jenis Bahan dan Karakteristik Pengawet: Terdapat berbagai jenis bahan
pengawet yang digunakan dalam industri makanan, seperti pengawet kimia (seperti
natrium benzoat), pengawet alami (seperti garam), dan pengawet sintetis (seperti nitrit).
Setiap jenis bahan pengawet memiliki karakteristik khusus, seperti daya tahan terhadap
panas, pH, dan kecocokan dengan jenis makanan tertentu.
3. Sifat Anti Mikroba Bahan Pengawet: Bahan pengawet memiliki sifat antimikroba
yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri, jamur, dan
khamir. Hal ini dapat dilakukan melalui penghambatan perkembangbiakan, kerusakan
membran sel, atau menghambat enzim vital dalam mikroorganisme.
4. Mekanisme Kerja Bahan Pengawet: Mekanisme kerja bahan pengawet dapat
bervariasi tergantung pada jenisnya. Beberapa bahan pengawet bekerja dengan
menghancurkan DNA mikroorganisme, mengganggu metabolisme sel, atau
mempengaruhi struktur membran sel.
5. Efek Pengawet Makanan terhadap Kesehatan: Penggunaan bahan pengawet dalam
makanan telah menjadi perdebatan yang kontroversial. Beberapa bahan pengawet
tertentu dapat menyebabkan reaksi alergi pada individu sensitif, dan beberapa studi
menunjukkan bahwa konsumsi jangka panjang dari beberapa pengawet tertentu dapat
berhubungan dengan risiko penyakit tertentu. Namun, penggunaan bahan pengawet yang
diizinkan dalam jumlah yang sesuai dan dalam batas yang ditetapkan oleh otoritas
kesehatan biasanya dianggap aman.
6. Cara Menganalisis Pengawet dalam Makanan: Untuk menganalisis keberadaan
dan jumlah pengawet dalam makanan, metode analisis seperti kromatografi dan
spektrometri massa dapat digunakan. Metode ini memungkinkan identifikasi dan
kuantifikasi bahan pengawet dalam sampel makanan.

19
Dengan kesimpulan tersebut, semoga kita dapat memiliki pemahaman yang lebih
baik tentang bahan pengawet dalam makanan, manfaat dan risikonya, serta pentingnya
penggunaan dan pengawasan yang tepat terhadap bahan pengawet. Dengan demikian, ini
dapat membantu kita membuat keputusan yang lebih bijak dalam memilih dan
mengonsumsi makanan yang aman dan sehat.

B. SARAN
Demikianlah makalah yang kami buat ini, semoga bermanfaat dan menambah
pengetahuan para pembaca. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan dalam
penulisan kata dan kalimat yang kurang jelas, dimengerti, dan lugas. Karena kami
hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan Dan kami juga sangat
mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Sekian penutup dari kami semoga dapat diterima di hati dan kami ucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya.

20
DAFTAR PUSTAKA

Anam, K., Cahyadi, W., Azmi, I., Senjarini, K., & Oktarianti, R. (2021). Analisis Hasil
Elektroforesis DNA dengan Image Processing Menggunakan Metode Gaussian
Filter. IJEIS (Indonesian Journal of Electronics and Instrumentation Systems), 11(1),
37.

Annuryanti, F., Zahroh, M., & Purwanto, D. A. (2019). Pengaruh Suhu dan Jumlah
Penyeduhan terhadap Kadar Kafein Terlarut dalam Produk Teh Hijau Kering dengan
Metode KCKT. Jurnal Farmasi Dan Ilmu Kefarmasian Indonesia, 5(1), 30.

Broto. (2003). Mangga: Budidaya, Pascapanen dan Tata Niaga. Jakarta: Agromedia.

Disa Andriani dan Nastiti Utami. 2023. Efek Konsumsi Boraks dan Formalin dalam
Makanan bagi Tubuh. Jurnal Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat. Volume 7
No. 1.

Indah Lestari, S., & Santoso, B. (2021). analisis kromatografi lapis tipis (klt) dan aktivitas
penangkapan radikal bebas (prb) ekstrak etanol lempuyang emprit (zingiber
americans) hasil maserasi sekali dan maserasi berulang. Biomedika, 13(1), 76–82.

Irawan, A. (2019). Kalibrasi Spektrofotometer Sebagai Penjaminan Mutu Hasil


Pengukuran dalam Kegiatan Penelitian dan Pengujian. Indonesian Journal of
Laboratory, 1(2), 1.

Martono, Y., & Martono, S. (2012). Analisis Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Untuk
Penetapan Kadar Asam Galat, Kafein Dan Epigalokatekin Galat Pada Beberapa
Produk Teh Celup. Agritech, 32(4), 362–369.

Singh, R.P and D.R. Heldman. (2009). Introduction to Food Engineering. New York:
Academic Press.

Warono, D., & Syamsudin. (2013). Unjuk Kerja Spektrofotometer Analisa Zat Aktif
Ketoprofein. Konversi, 2, 60.

Yamin. (2020). Mengenal Dampak Negatif Penggunaan Zat Aditif pada Makanan
Terhadap Kesehatan Manusia. Jurnal Pengabdian Magister Pendidikan IPA, 3(2)

21

Anda mungkin juga menyukai