Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH TENTANG PENYAKIT DIFTERI

Guna memenuhi Tugas kelompok Mata Kuliah Epidemiologi Penyakit Menukar


Dosen Pengampu Dadang... SKM, MKM

Di susun oleh :

Kelompok 12
Putri Nabila Rohmah (2018710139)

Risza Apriana (2018710 145)

Salsabhila Nazhifa Amelia (2018710151)

Suknia (2018710163)

Kelas C

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah tentang “Penyakit Difteri" ini tepat pada
waktunya.

Adapun Tujuan dari pernulisan dari makalah ini adalah memenuhi tugas Bpk
Dadang.. SKM, MKM pada Mata Kuliah Epidemiologi Penyakit Menular. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Epidemiologi tentang
penyakit difteri.

Kami juga mengucapkan terimakasih kepada pihak yang terlah memberikan


sebagian ilmu pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesakan makalah ini. Kami
menyadari, makalah yang saya tulis masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, Kritik
dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Difteria masih termasuk penyakit endemik di banyak negara di dunia. Penyakit


difetri disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheria. Difteria berasal dari bahasa
Yunani, diphtera = leather hide = kulit yang tersembunyi. Penyakit ini memiliki dua
bentuk. Pertama yaitu tipe respirasi, yang disebabkan oleh strain bakteri yang
memproduksi toksin atau toksigenik. Kedua tipe kutan yang disebabkan oleh strain
toksigenik maupun nontoksigenik. Difteria merupakan suatu penyakit bakteri akut
terutama menyerang tonsil, faring,laring, hidung, adakalanya menyerang selaput lendir
atau kulit serta kadang-kadang konjungtiva atau vagina. Timbulnya lesi yang khas
disebabkan oleh cytotoxin spesifik yang dilepas oleh bakteri. Lesi nampak sebagai suatu
membran asimetrik keabu-abuan yang dikelilingi dengan daerah inflamasi. Tenggorokan
terasa sakit, sekalipun pada difteria faucial atau pada difteri faringotonsiler diikuti dengan
kelenjar limfe yang membesar dan melunak.

Difteri masih termasuk dalam kejadian luar biasa dan menyebabkan kematian.
Beradasarkan data WHO tahun 2013, sebanyak 4.680 kasus yang tersebar luas dan
terkonsentrasi sebagian besar di benua Asia. Diantaranya negara India sebanyak 3.313
kasus, Indoneisa 775 kasus, Iran 190 kasus, Pakistan 183 kasus dan di Nepal sebanyak
103 kasus. Tahun 2000-2015, Indonesia termasuk dalam 10 negara dengan kasus difteri
tertinggi dunia dan menempati posisi kedua terbanyak dibandingkan dengan negara
anggota SEARO (South-East Asia Region) lainnya.

Sebelum era vaksinasi, difetria merupakan penyakit yang sering menyebabkan


kematian. Namun sejak diadakannya program imunisasi DPT (di Indonesia pada tahun
1947), maka angka kasus kematian akibat difteria berkurang sangat banyak.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Host, Agent, Environment

a. Agent
Agen atau faktor penyebab merupakan unsur, organisme hidep atau bakteri infeksi
yang dapat menyebabkan terjadinya pernyakit atau masalah kesehatan lain. Agen
penyakit dapat berupa benda hidup maupun benda mati dan faktor mekanis, namun
kadang untuk penyakit tertentu.
Agent penyakit difteri adalah Corynebacterium diphtheriare. Berbentuk batang gra,
positif, tidak berspora, bercampak atau kapsul. Infeksi oleh bakteri ini sifatnya tidak
sensitive, tetapi bakteri ini dapat mengeluarkan toxin, yaitu exotoxin yang diproduksi
oleh bakteri yang dimana suatu protein yang tidak tahan terhadap panas dan cahaya.
Toxin difteri ini, karena mempunyai efek patologik menyebabkan orang jadi sakit.
Organisme ini terlokalisasi di tenggorokan yang meradang bila bakteri ini tumbuh
dan mengeluarkan eksotoksin yang ampuh. Sel jaringan mati, bersama dengan leukosit,
eritosit, dan bakteri membentuk eksudat berwarna kelabu suram yang disebut
pseudomembran pada faring. Di dalam pseudomembran, bakteri berkembang serta
menghasilkan racun. Jika pseudomembran ini meluas sampai ke trakea, maka saluran
nafas akan tersumbat dan si penderita akan kesulitan bernafas. Sebelum era vaksinasi,
racun yang dihasilkan oleh kuman ini sering meyebabkan penyakit yang serius, bahkan
dapat menimbulkan kematian.

b. Host

Pejamu merupakan faktor intrinsik yang mempengaruhi individu untuk terpapar


penyakitm kepekaan, atau berespon terhadap penyebab penyakit. Pejamu terjadi karena
proses alamiah perkembangan penyakit, biasanya manusia atau hewan yang menjadi
tempat persinggahan penyakit perjamu bisa terkena atau tidak terkena penyakit. Dan
pejamu dapatmemberikan tempat pengidupan bagi suatu patogen (Timmreck 2005).
Host pada penyakit difteri adalah manusia yang peka terhadap infeksi bakteri.
Penyakit difteri ini terjadi pada manusia yang ditentukan oleh beberapa faktor host yang
pada umumnya adalah umur, jenis kelamin, status imunisasi, status gizi dan status sosial
ekonomi dan juga perilaku.

c. Lingkungan/Environment
Lingkungan adalah semua faktor diluar individu yang berupa lingkungan fisik,
biologis, sosial dan ekonomi (Muliani, dkk., 2010). Unsur lingkungan sangat memegang
peranan yang cukup penting dalam menentukan terjadinya sifat karakteristik individu
sebagai pejamu dan ikut memegang peranan dalam proses kejadian penyakit. Unsur
lingkungan memegang peranan yang cukup penting dalam menentukan terjadinya
sifat karakteristik individu sebagai pejamu dan ikut memegang peranan dalam
proses kejadian penyakit. Lingkungan merupakan faktor ekstrinsik yang mempengaruhi
agen dan peluang untuk terpapar penyakit.
Faktor lingkungan fisik yang meliputi kondisi geografi, udara, musim dan cuaca
sangat mempengaruhi kerentanan seseorang terhadap jenis penyakit tertentu. Hal ini
berkaitan dengan kebiasaan seseorang dalam adapatasi dengan lingkungannya tersebut.
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kejadian difteri antara lain meliputi tingkat
kepadatan hunian rumah, sanitasi rumah, serta faktor pencahayaan dan ventilasi. Faktor
lingkungan yang dapat mempengaruhi munculnya penyakit seperti kita ketahui ada
lingkungan fisik biologi, social dan ekonom. Kepadatan hunian juga menjadi faktor,
dengan mobilitas penduduk yang tinggi juga berpotensi meningkatkan resiko kejadian
difteri. Moblitas tinggi meningkatkan resiko kemungkinan membawa bibit penyakit dari
satu daerah ke daerah lainnya.
B. Epidemiologi Berdasarkan Orang, Tempat, dan Waktu
A. Orang
Difteri dapat menyerang dikalangan usia, tetapi yang paling sering terserang
adalah anak-anak yang belum di imunisasi. Penderita difteri umumnya anak-anak usia di
bawah 15 tahun. Selama permulaan pertama dari abad ke-20, difteri merupakan penyebab
umum dari kematian bayi dan anak-anak muda. Data menunjukan bahwa setiap tahunnya
di dunia ini terdapat 1,5 juta kematian bayi berusia 1 minggu dan 1,4 juta bayi lahir
akibat tidak mendapatkan imunisasi. Tanpa imunisasi, kira-kira 3 dari 100 kelahiran anak
akan meninggal karena penyakit campak, 2 dari 100 kelahiran anak akan meninggal
karena batuk rejan. 1 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit tetanus.
Dari setiap 200.000 anak, 1 akan menderita penyakit polio.

B. Tempat
Penyakit ini banyak di temui pada daerah yang memiliki kepadatan penduduk
dengan tingkat sanitasi yang rendah. Oleh sebab itu, menjaga kebersihan adalah hal yang
penting. Karena membantu menjaga kesehatan kita. Lingkungan yang buruk merupakan
sumber dari penularan penyakit. Sejak diperkenalkannya vaksin DPT (Dyptheria, Pertusis
dan Tetanus), penyakit difteri mulai jarang di temui. Vaksin imunisasi difteri diberikan
pada anak-anak untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh agar tidak mudah terserang
penyakit tersebut. Anak- anak yang tidak mendapatkan vaksin difteri akan lebih rentan
terhadap penyakit yang menyerang saluran pernafasan.

C. Waktu
Penyakit difteri dapat menyerang siapa saja dan kapan saja tanpa mengenal
waktu, apabila kuman telah masuk kedalam tubuh dan tubuh kita tidak mempunyai
sistem imun maka pada saat itu kuman akan berkembang biak dan berpotensi untuk
terjangkit penyakit difteri.
C. Riwayat Alamiah Penyakit Difteri
1) Tahap Prepatogenesis
Difteri disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae, Gejala utama dari
penyakit difteri yaitu adanya bentukan pseudomembran yang merupakan hasil kerja
dari bekteri ini. Pseudomembran sendiri merupakan lapisan tipis berwarna putih
keabu abuan yang timbul terutama di daerah mukosa hidung, mulut sampai
tenggorokan. Disamping menghasilkan pseudomembran, bakteri ini juga
menghasilkan sebuah racun yang disebut eksotoxin yang sangat berbahaya karena
menyerang otot jantung, ginjal dan jaringan syaraf.
Timbulnya lesi yang khas disebabkan oleh cytotoxin spesifik yang dilepas oleh
bakteri. Lesi nampak sebagai suatu membran asimetrik keabu abuan yang dikelilingi
dengan daerah inflamasi. Sumber penularan penyakit difteri ini adalah manusia, baik
berperan sebagai penderitga maupun sebagai carier. Cara penularannya yaitu melalui
kontak langsung dengan penderita pada masa inkubasi atau kontak degan carier.
Caranya, melalu pernafasan atau droplet.
Tahap Patogenesis :
a. Tahap Inkubasi : Tahap inkubasi merupakan tenggang waktu antara masuknya bibit
penyakit ke dalam tubuh manusia yang peka terhadap penyebab penyakit, sampai
timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi penyakit difteri ini 2 – 5 hari, masa
penularan penderita 2-4 minggu sejak masa inkubasi, sedangkan masa penularan
carier bisa sampai 6 bulan.
b. Tahap Dini : Gejala penyakit difteri ini adalah panas lebih dari 38 °C, ada
psedomembrane bisa di faring, laring atau tonsil, sakit waktu menelan dan leher
membengkak seperti leher sapi, yang disebabkan karena pembengkakan kelenjar
leher.
c. Tahap Lanjut : Biasanya bakteri berkembangbiak pada atau di sekitar permukaan
selaput lendir mulut atau tenggorokan dan menyebabkan peradangan. Bila bakteri
sampai ke hidung, hidung akan meler. Peradangan bisa menyebar dari tenggorokan
ke pita suara (laring) dan menyebabkan pembengkakan sehingga saluran udara
menyempit dan terjadi gangguan pernafasan. Bakteri ini ditularkan melalui
percikan ludah dari batuk penderita atau benda maupun makanan yang telah
terkontaminasi oleh bakteri. Ketika telah masuk dalam tubuh, bakteri melepaskan
toksin atau racun. Toksin ini akan menyebar melalui darah dan bisa menyebabkan
kerusakan jaringan di seluruh tubuh, terutama jantung dan saraf. Toksin biasanya
menyerang saraf tertentu, misalnya saraf di tenggorokan.

2) Tahap Pasca pathogenesis/Tahap Akhir


Keadaan bisa memburuk apabila pasien dengan usia yang lebih muda, perjalanan
penyakit yang lama, gizi kurang dan pemberian anti toksin yang terlambat.
Pengobatan khusus penyakit difteri bertujuan untuk menetralisir toksin dan
membunuh basil dengan antibiotik (Penicilin, procain, Enitromisin, Amoksisilin,
Rifampicin).

D. Rantai Penularan Difteri

Sumber penularan penyakit difteri ini adalah manusia, bagi penderita maupun
sebagai carier. Cara penularannya yaitu melalui kontak langsung dengan penderita
pada masa inkubasi atau kontak dengan carier. Caranya melalui pernafasan atau
droplet infection, masa inkubasi penyakit difteri ini 2 – 5 hari, masa penularan
penderita 2– 4 minggu sejak masa inkubasi, sedangkan masa penularan carie bisa 6
bulan.
E. Upaya Pencegahan penderita dan Penanggulangan Wabah

A. Tatalaksana penderita di rumah sakit

1. Penderita segera dirujuk ke rumah sakit

2. Penderita ditempatkan di ruang isolasi

3. Mengurangi penderita untuk kontak dengan orang lain.

4. Penderita diberikan ADS (Anti Difteri Serum)

5. Imunisasi penderita pasca MRS (setelah sembuh)

B. Tatalaksana kontak erat

1. Siapapun yang kontak erat dengan kasus, 7 hari sebelumnya dianggap berisiko
tertular

2. Semua kontak erat harus dicari gejala gejala dan tanda difteri serta diawasi
setiap hari selama 7 hari dari tanggal terakhir kontak dengan kasus

3. Desinfeksi serentak terhadap semua barang yang dipakai oleh penderita dan
terhadap barang yang tercemar dengan discharge penderita

4. Pemberian Eritromisin selama 7-10 hari kepada seluruh orang yang tinggal
serumah dengan penderita tanpa melihat status imunisasi mereka

5. Semua kontak yang telah mendapat imunisasi dasar lengkap perlu diberikan
dosis booster apabila dosis imunisasi terakhir yang diterima sudah lebih dari
lima tahun

6. Semua kontak yang belum pernah diimunisasi diberikan imunisasi dasar


dengan vaksinasi, yaitu Td, DT, DTP, DtP, atau DTP-Hib berdasarkan usia
mereka.

7. Pengambilan spesimen dengan usap hidung dan tenggorok (Dinkes Jatim,


2011) (Washington State Department of Health, 2016)
C. Tatalaksana carrier
Identifikasi carrier asymtomatik perlu untuk dilakukan karena mereka
dapat menjadi sumber penularan difteri. Selain itu, dengan menemukan carrier
diantara kontak erat dapat mendukung diagnosa difteri tanpa adanya konfirmasi
bakteriologis. Tatalaksana carrier dapat dilakukan sebagai berikut (Nelson, 2000):
1. Pemberian antimikroba selama 7-10 hari
2. Jika belum mendapatkan imunisasi booster dalam 1 tahun terakhir, maka
harus segera diberikan vaksin difteri toksoid
3. Isolasi sekurang-kurangnya 2 kali pembiakan berturut-turut yang diambil
berselang 24 jam setelah penghentian terapi negatif.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Difteria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh bakterinyang menyerang pada tonsil,
faring, laring, hidung, dan adakalanya menyerang selaput lendir atau kulit serta kadang kadang
konjungtivaatau vagina. Timbulnya lesi yang khas disebabkan oleh cytotoxin spesifik yang
dilepas oleh bakteri. Host dari penyakit ini adalah manusia yang peka terhadap infeksi bakteri
Corynebacterium. Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kejadian difteri antara lain
meliputi kepadatan huniah rumah, sanitasi rumah, serta faktor pencahayaan dan ventilasi

Saran
Difteri merupakan penyakit menular yang dapat menyebabkan kematian, oleh karena itu
sangat diperlukan upaya pencegahan dan penanganan secara cepat dan tepat dari pemerintah dan
kesadaran masyarakat. Sehinggan dapat meminimalisir kesakitan dan kematian yang diakibatkan
oleh penyakit difteri.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai