Model I
Dalam model ini penjamu dalam keadaan sehat karena timbangan
dalam keadaan seimbang hasil dari interaksi bibit penyakit,
penjamu dan lingkungan.
Model II
Dalam model ini sudah terjadi ketidakseimbangan dimana bibit
penyakit menjadi lebih berat, dimana bibit penyakit mendapat
kemudahan menyebabkan penyakit sehingga penjamu menjadi
sakit
Model III
Dalam model ini sudah terjadi ketidakseimbangan dimana
penjamu menjadi lebih berat, dimana penjamu menjadi lebih peka
terhadap penyakit sehingga penjamu menjadi sakit.
Model IV: Dalam model ini sudah terjadi ketidakseimbangan
dimana terjadi pergeseran lingkungan yang memudahkan bibit
penyakit masuk ke penjamu sehingga penjamu menjadi sakit.
Model V
Dalam model ini sudah terjadi ketidakseimbangan dimana
penjamu menjadi sangat peka terhadap bibit penyakit sehingga
penjamu menjadi sakit
Menurut para ahli, penyakit menular dapat didefinisikan sebagai sebuah penyakit yang
dapat ditularkan (berpindah dari orang satu ke orang yang lain, baik secara langsung
maupun tidak langsung atau melalui perantara/penghubung). Penyakit menular ini ditandai
dengan adanya agent atau penyebab penyakit yang hidup dan dapat berpindah serta
menyerang host atau inang (penderita).
d. Virulensi, Virulensi adalah nilai proporsi penderita dengan gejala klinis yang berat
terhadap seluruh penderita dengan gejala klinis jelas. Dalam hal ini CFR dapat
pula merupakan ukuran virulensi.
a.Penyakit menular langsung terdiri yaitu: Difteri, Pertusis, Tetanus, Polio, Campak,
Typhoid, Kolera, Rubella, Yellow Fever; Influensa dan Meningitis.
b. Penyakit menular vektor dan binatang pembawa penyakit yaitu: Malaria, Demam
Berdarah, Chikungunya, Filariasis dan Kecacingan, Schistosomiasis, Japanese
Enchepalitis, Rabies, Antraks, Pes, Toxoplasma, Leptospirosis, Flu Burung (Avian
Influenza), dan West Nile.
Faktor risiko yang telah diketahui ada kaitannya dengan penyakit tidak menular yang
bersifat kronis, antara lain: Tembakau, Alkohol, Kolestero, Hipertensi, Diet, Obesitas,
Aktivitas , Stress, Pekerjaan, Lingkungan, Gaya hidup, dan lain-lain
Contoh penyakit tidak menular yaitu: Penyakit jantung, Atherosklorosis, Hipertensi, Stroke,
Diabetes Melitus, Kanker, Tumor, Kecelakaan lalulintas, Merokok, Usia lanjut
I.Survelian Epidemiologi
Saat ini penderita penyakit menular yang dirawat d rumah sakit jumlahnya masih cukup
besar. Suatu keadaan khusus dimana faktor lingkungan, secara bermakna dapat mendukung
terjadinya risiko meendapatkan penyakit infeksi, sehingga tekhnik surveilans termasuk
kontrol penyakit pada rumah sakit rujukan pada tingkat propinsi dan regional memerlukan
perlakuan tersendiri. Pada rumah sakit tersebut, terdapat beberapa penularan penyakit dan
dapat menimbulkan infeksi nosokomial. Selain itu, rumah sakit mungkin dapat menjadi
tempat berkembangbiaknya serta tumbuh suburnya berbagai jenis mikro-organisme.
Untuk mengatasi masalah penularan penyakit infeksi di rumah sakit maka telah
dikembangkan sistem surveilans epidemiologi yang khusus dan cukup efektif untuk
menanggulangi kemungkinan terjadinya penularan penyakit (dikenal dengan infeksi
nosokomial) di dalam lingkungan rumah sakit.
B.Jenis Surveilans
1.Surveilans Individu
Surveilans individu (individual surveillance) mendeteksi dan memonitor individu-
individu yang mengalami kontak dengan penyakit serius, misalnya pes, cacar, tuberkulosis,
tifus, demam kuning, sifilis. Surveilans individu memungkinkan dilakukannya isolasi
institusional segera terhadap kontak,sehingga penyakit yang dicurigai dapat dikendalikan.
Sebagai contoh, karantina merupakan isolasi institusional yang membatasi gerak dan
aktivitas orang-orang atau binatang yang sehat tetapi telah terpapar oleh suatu kasus
penyakit menular selama periode menular. Tujuan karantina adalah mencegah transmisi
penyakit selama masa inkubasi seandainya terjadi infeksi (Last, 2001). Isolasi institusional
pernah digunakan kembali ketika timbul AIDS 1980an dan SARS. Dikenal dua jenis karantina:
1.Karantina total
Karantina total membatasi kebebasan gerak semua orang yang terpapar penyakit menular
selama masa inkubasi, untuk mencegah kontak dengan orang yang tak terpapar.
2 Karantina parsial.
Karantina parsial membatasi kebebasan gerak kontak secara selektif, berdasarkan perbedaan
tingkat
kerawanan dan tingkat bahaya transmisi penyakit. Contoh, anak sekolah diliburkan untuk
mencegah penularan penyakit campak, sedang orang dewasa diperkenankan terus bekerja.
Satuan tentara yang ditugaskan pada pos tertentu dicutikan, sedang di pospos lainnya tetap
bekerja. Dewasa ini karantina diterapkan secara terbatas, sehubungan dengan masalah legal,
politis, etika, moral,
dan filosofi tentang legitimasi, akseptabilitas, dan efektivitas langkah-langkah pembatasan
tersebut untuk mencapai tujuan kesehatan masyarakat (Bensimon dan Upshur, 2007).
2. Surveilans Penyakit
Surveilans penyakit (disease surveillance) melakukan pengawasan terus-menerus terhadap
distribusi dan kecenderungan insidensi penyakit, melalui pengumpulan sistematis,
konsolidasi, evaluasi terhadap laporan-laporan penyakit dan kematian, serta data relevan
lainnya. Jadi fokus perhatian surveilans penyakit adalah penyakit, bukan individu. Di banyak
negara, pendekatan surveilans penyakit biasanya didukung melalui program vertikal (pusat-
daerah). Contoh, program surveilans tuberkulosis, program surveilans malaria. Beberapa dari
sistem surveilans vertikal dapat berfungsi efektif, tetapi tidak sedikit yang tidak terpelihara
dengan baik dan akhirnya kolaps, karena pemerintah kekurangan biaya. Banyak program
surveilans penyakit vertikal yang berlangsung paralel antara satu penyakit dengan penyakit
lainnya, menggunakan fungsi penunjang masing-masing, mengeluarkanbiaya untuk sumber
daya masing-masing, danmemberikan informasi
duplikatif,sehingga mengakibatkan inefisiensi
3. Surveilans Sindromik
Syndromic surveillance (multipledisease surveillance) melakukan pengawasan terus-menerus
terhadap sindroma (kumpulan gejala) penyakit, bukan masing-masing penyakit. Surveilans
sindromik mengandalkan deteksi indikator-indikator kesehatan individual maupun populasi
yang bisa diamati sebelum konfirmasi diagnosis. Surveilans sindromik mengamati indikator-
indikator individu sakit,seperti pola perilaku, gejala-gejala, tanda, atau temuan laboratorium,
yang dapat ditelusuri dari aneka sumber, sebelum diperoleh konfirmasi laboratorium tentang
suatu penyakit. Surveilans sindromik dapat dikembangkan pada level lokal, regional, maupun
nasional. Sebagai contoh, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menerapkan
kegiatan surveilans sindromik berskalanasional terhadap penyakit-penyakit yang mirip
influenza (flu-like illnesses) berdasarkan laporan berkala praktik dokter di AS. Dalam
surveilans tersebut, para dokter yang berpartisipasi melakukan skrining pasien berdasarkan
definisi kasus sederhana (demam dan batuk atau sakit tenggorok) dan membuat laporan
mingguan tentang jumlah kasus, jumlah kunjungan menurut kelompok umur dan jenis
kelamin, dan jumlah total kasus yang teramati. Surveilans tersebut berguna untuk
memonitor aneka penyakit yang menyerupai influenza, termasuk flu burung, dan antraks,
sehingga dapat memberikan peringatan dini dan dapat digunakan sebagai instrumen untuk
memonitor krisis yang tengah berlangsung. Suatu sistem yang mengandalkan laporan semua
kasus penyakit tertentu dari fasilitas kesehatan, laboratorium, atau anggota komunitas, pada
lokasi tertentu, disebut surveilans sentinel. Pelaporan sampel melalui sistem surveilans
sentinel merupakan cara yang baik untuk memonitor masalah kesehatan dengan
menggunakan sumber daya yang terbatas
3.Dapat mempelajari riwayat alamiah penyakit dan epidemiologi penyakit, khususnya untuk
mendeteksi adanya KLB/wabah
5.Dapat membantu pelaksanaan dan daya guna program pengendalian khusus dengan
membandingkan besarnya masalah sebelum dan sesudah pelaksanaan program.
6.Membantu menetapkan masalah kesehatan dan prioritas sasaran program pada tahap
perencanaan program. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membuat prioritas
masalah dalam kegiatan surveilans epidemiologi adalah :
a) Frekuensi kejadian (insidens, prevalens dan mortalitas);
b) Kegawatan/ Severity (CFR, hospitalization rate, angka kecacatan);
c) Biaya (biaya langsung dan tidak langsung);
d) Dapat dicegah (preventability);
e) Dapat dikomunikasikan (communicability);
f)Public interest
7.Mengidentifikasi kelompok risiko tinggi menurut umur, pekerjaan, tempat tinggal dimana
masalah kesehatan sering terjadi dan variasi terjadinya dari waktu ke waktu (musiman, dari
tahun ke tahun), dan cara serta dinamika penularan penyakit menular.
II.KLB
A.Definisi
-Wabah Penyakit Menular yang selanjutnya disebut Wabah adalah kejadian berjangkitnya
suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara
nyata melebihi daripada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat
menimbulkan malapetaka. Penyebab Wabah secara garis besar adalah karena Toxin ( kimia
& biologi) dan karena Infeksi (virus, bacteri, protozoa dan cacing)
-Kejadian Luar Biasa adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/kematian yang
bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu, dan
merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah
C.Pencegahan KLB
1. Kajian Epidemiologi Ancaman KLB Untuk mengetahui adanya ancaman KLB, maka
dilakukan kajian secara terus menerus dan sistematis terhadap berbagai jenis penyakit
berpotensi KLB dengan menggunakan bahan kajian :
a. data surveilans epidemiologi penyakit berpotensi KLB,
b. kerentanan masyarakat, antara lain status gizi dan imunisasi,
c. kerentanan lingkungan,
d. kerentanan pelayanan kesehatan,
e. ancaman penyebaran penyakit berpotensi KLB dari daerah atau negara lain, serta
f. sumber data lain dalam jejaring surveilans epidemiologi.
c. surveilans terpadu penyakit berbasis KLB, d. sistem peringatan dini-KLB di rumah sakit .
Sumber data lain dalam jejaring surveilans epidemiologi adalah : a. data surveilans terpadu
penyakit, b. data surveilans khusus penyakit berpotensi KLB, c. data cakupan program, d.
data lingkungan pemukiman dan perilaku, pertanian, meteorologi geofisika e. informasi
masyarakat sebagai laporan kewaspadaan KLB, f. data lain terkait Berdasarkan kajian
epidemiologi dirumuskan suatu peringatan kewaspadaan dini KLB dan atau terjadinya
peningkatan KLB pada daerah dan periode waktu tertentu.
Peringatan kewaspadaan dini KLB dan atau terjadinya peningkatan KLB pada daerah
tertentu dibuat untuk jangka pendek (periode 3-6 bulan yang akan datang) dan disampaikan
kepada semua unit terkait di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Propinsi,
Departemen Kesehatan, sektor terkait dan anggota masyarakat, sehingga mendorong
peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap KLB di Unit Pelayanan Kesehatan
dan program terkait serta peningkatan kewaspadaan masyarakat perorangan dan
kelompok. Peringatan kewaspadaan dini KLB dapat juga dilakukan terhadap penyakit
berpotensi KLB dalam jangka panjang (periode 5 tahun yang akan datang), agar terjadi
kesiapsiagaan yang lebih baik serta dapat menjadi acuan perumusan perencanaan strategis
program penanggulangan KLB.
KEMATIAN
Kematian adalah keadaan menghilangnya semua tanda-tanda kehidupan secara permanen
yang bisa terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup. Beberapa hal mengenai data kematian
harus dapat diperhatikan yaitu sumber data, jumlah dan distribusi penduduk serta umur
sebab dan tempat kematian. Data kematian menghasilkan ukuran kematian yang meliputi
angka kematian kasar dan angka kematian khusus yang berhubungan dengan umur waktu
kejadian kematian, dan keadaan atau sebab kematian.
a. Angka Kematian Kasar ( CDR )
Yaitu jumlah semua kematian selama satu periode untuk tiap 1000 penduduk dalam suatu
wilayah tertentu, pada pertengahan periode yang sama.
Rumus =
Angka kematian kasar ini hanya dapat menggambarkan tingkat kematian dan perubahan
secara umum. Sehingga masih dibutuhkan angka kematian lain yang menunjangnya.
b. Angka kematian yang berhubungan dengan umur waktu kejadian kematian
1. Angka kematian menurut golongan umur ( ASDR )
Yaitu jumlah kematian pada golongan umur tertentu dalam suatu periode untuk tiap 1000
penduduk golongan umur tersebut pada pertengahan periode yang sama.
Untuk Negara yang sudah maju angka ini bisa diperoleh dari data dengan system registrasi
vital. Sedangkan di Negara berkembang termasuk Indonesia angka ini diperkirakan dengan
cara tak langsung melalui teknik statistic tertentu dari data sensus dan survey. Angka
kematian menurut golongan umur ini diperinci lebih lanjut.
2. Angka kematian bayi ( IMR )
Yaitu jumlah kematian bayi dibawah umur 1 tahun pada suatu daerah selama satu periode
untuk tiap 1000 kelahiran hidup pada periode yang sama.
Angka kematian bayi ini merupakan indicator yang peka untuk mengukur derajat kesehatan
masyarakat, karena merupakan salah satu factor yang menentukan kualitas kehidupan.
Seperti juga angka kematian menurut golongan umur, angka kematian bayi ini di Negara
berkembang dihitung dari data sensus dan survey dengan catatan sampel harus cukup besar
agar angka yang diperoleh dapat mewakili keadaan sebenarnya karena kejadian kematian
bayi yang tidak besar.
3. Angka kematian neonatal ( NDR )
Yaitu jumlah kematian bayi berumur kurang dari 28 hari pada suatu daerah selama satu
periode untuk tiap 1000 kelahiran hidup pada periode yang sama.
Angka kematian neonatal dan angka kematian post neonatal bila dijumlahkan akan
merupakan angka kematian bayi. Perincian lebih lanjut angka tersebut adalah untuk
membedakan kemungkinan penyebab kematian. Pada neonatal kematian biasanya
dipengaruhi oleh keadaan prenatal seperti malformasi konginetal, immanuritas, sedangkan
pada post neonatal biasanya kematian karena pengaruh lingkungan secara umum atau
penyakit infeksi.
5. Angka lahi Mati ( Still Birth Rate )
Yaitu jumlah bayi yang lahir mati pada suatu daerah selama satu periode untuk tiap 1000
kelahiran (baik lahir hidup maupun lahir mati) pada periode yang sama.
Disini perlu dicatat adanya pengertian lahir hidup dan lahir mati. Lahir hidup ialah keluarnya
janin dari rahim ibu dengan menunjukkan tanda-tanda kehidupan (denyut jantung, denyut
vena umbilis, pergerakan otot volunter). Sedangkan lahir mati adalah keluarnya janin dari
rahim ibu tanpa kehidupan, sesudah umur kehamilan mencapai 20-28 minggu atau lebih.
6. Angka kematian perinatal
Yaitu jumlah bayi yang lahir mati dan jumlah kematian bayi berumur kurang dari 7 hari,
pada suatu daerah selama satu periode untuk setiap 1000 kelahiran (baik lahir hidup
maupun mati) pada periode yang sama.
Kematian bayi yang terjadi pada umur kurang dari 7 hari dan lahir mati mempunyai sebab
kematian yang hamper sama dan ukuran yang dihasilkan (angka kematian perinatal)
merupakan indeks yang terpenting dari kualitas perawatan kehamilan.
7. Angka kematian anak umur 1-4 tahun ( Child MR )
Yaitu jumlah kematian anak yang berumur 1-4 tahun yang terjadi dalam satu periode pada
wilayah tertentu untuk tiap 1000 penduduk berumur 1-4 tahun pada pertengahan tahun
periode yang sama.
Tingginya angka kematian anak umur 1-4 tahun dapat menunjukkan buruknya keadaan gizi
dan hygiene anak serta adanya infeksi penyakit menular ataupun terjadinya kecelakaan.
8. Angka kematian balita
Yaitu jumlah kematian anak balita (dibawah umur 5 tahun) pada suatu wilayah tertentu
dalam satu periode untuk tiap 1000 anak balita pada periode yang sama.
Angka kematian balita ini menilai semua keadaan yang menyangkut kondisi perinatal,
keadaan gizi lingkungan dan penyakit menular.
c. Angka kematian yang berhubungan dengan keadaan atau sebab kematian
1. Angka kematian karena sebab tertentu
Yaitu jumlah kematian baik karena penyakit atau sebab kematian lain tertentu selama satu
periode pada suatu daerah untuk tiap 1000 penduduk pertengahan periode yang sama.
3. Angka proporsi atau rasio kematian karena penyakit tertentu (“Cause Specifio Proportional
Mortality Rate/Cause Specific Mortality”) Yaitu jumlah kematian karena satu penyakit
tertentuselama satu periode pada satu daerah, untuk tiap 1000 jumlah kematian karena
semua sebab dalam periode yang sama.
4. Angka kematian ibu ( Maternal Mortality Ratio ) Yaitu jumlah kematian ibu karena
kehamilan,persalinan, masa nifas, atau komplikasi-komplikasinya selama satu periode,
untuk tiap 1000 kelahiran (hidup+mati) selama periode yang sama.
Cara standardisasi ada dua yaitu, cara langsung dan cara tidak langsung
· Cara langsung
Untuk membandingkan dua nilai angka kematian, digunakan wilayah ketiga sebagai
standar dimana diketahui data jumlah penduduk menurut umur, baik yang sebenarnya
maupun teoritis saja.
Contoh (1)
Jml.Pend
Daerah C
Daerah A Daerah B
Umur (standard "Expected
dalam ) Deaths"
tahun Jml. Jml. Jml.
Jml. ASDR ASDR
Pend Pend Kematia A B
Kematian o/oo o/oo
. . n
Bila ingin membandingkan dua angka kematian dalam suatu wilayah dengan periode
berbeda, maka digunakan standard, dengan jumlah penduduknya adalah rata-rata jumlah
penduduk kedua periode tersebut.
KELAHIRAN
Dalam ilmu Demografi, terdapat berbagai istilah yang saling tumpang tindih yang
berhubungan dengan kelahiran ini. Kelahiran adalah istilah yang mempunyai arti sempit,
sebagai proses kelahiran itu sendiri; fertilitas membicarakan tentang peranan kelahiran
pada perubahan penduduk; Natalitas membicarakan tentang peranan kelahiran pada
perubahan penduduk dan reproduksi manusia. Ukuran-ukuran yang menyatakan peristiwa
kelahiran tersebut adalah,
Yaitu jumlah kelahiran hidup dalam satu periode suatu wilayah tertentu, untuk tiap 1000
jumlah penduduk pada pertengahan periode yang sama.
Angka kelahiran kasar ini juga belum menggambarkan fertilitas populasi karena angka
tersebut dipengaruhi oleh jumlah wanita berusia reproduksi. Untuk itu perlu dihitung angka
fertilitas umum (“General Fertility Rate”).
Yaitu jumlah kelahiran hidup dalam satu periode di suatu wilayah, untuk tiap 1000 wanita
reproduksi (umur 15-49 tahun) pada pertengahan periode yang sama.
Angka ini juga masih terbatas karena belum memperhitungkan distribusi wanita menurut
umurnya pada usia reproduksi tersebut, sehingga perlu angka Fertilitas Khusus menurut
Umur “Age Specific Fertility Rates”.
Yaitu jumlah kelahiran hidup dari ibu-ibu yang berumur x tahun (golongan umur x) dalam
satu periode di suatu wilayah, untuk tiap 1000 wanita yang berumur x tersebut pada
pertengahan periode yang sama.
Bila angka fertilitas khusus menurut umur ini dihitung lebih lanjut, akan didapatkan angka
fertilitas total (“Total Fertility Rate”)
5. Jumlah anak yang dilahirkan (“Children Ever Born”) yaitu rata-rata jumlah kelahiran
hidup pada sekelompok wanita tertentu.
Angka ini tidak menyangkut waktu, dan mudah didapatkan datanya dari sensus dan survey.
Tetapi karena menyangkut kelompok umur, maka ada kemungkinan besar kesalahan
kelompok umur penduduk, yang dapat juga mempengaruhi angka ini.
6. Ratio Wanita Anak (“Child Woman Ratio”) yaitu jumlah anak di bawah umur 5 tahun
untuk tiap 1000 penduduk wanita usia reproduksi di suatu daerah.
Angka ini dipengaruhi oleh tingkat kematian anak yang lebih besar dari orang tua, sehingga
rasio wanita-anak ini selalu lebih kecil dari tingkat fertilitas yang seharusnya.
7. Angka Reproduksi Gross (“Gross Reproduction Rate”) yaitu jumlah kelahiran bayi
wanita dalam satu periode di suatu wilayah, untuk tiap 1000 wanita berusia
reproduksi (berumur 15-49 tahun).
Angka reproduksi gross ini seperti juga angka Fertilitas total, dapat memperkirakan jumlah
penduduk tetapi berdasarkan hanya kelahiran bayi wanita.
STANDARDISASI
Bila ingin membandingkan angka fertilitas, dilakukan cara standardisasi yang sama
seperti pada angka kematian, kecuali pada angka fertilitas total (“Total Fertility Rate”) yang
sudah merupakan standard.
PENYAKIT
Peristiwa sakit adalah keadaan selain sehat. Statistik penyakit tersebut juga statistik
morbiditas, dimana pengukuran peristiwa sakit atau penyakit, masih sukar karena sakit
dapat berlangsung dalam suatu periode waku tertentu, dapat kambuh, berat ringannya
penyakit yang berbeda-beda serta seseorang mungkin menderita beberapa penyakit
sekaligus.
Beberapa hal harus diperhatikan dalam pengumpulan data sakit ini yaitu, umur, jenis
kelamin, pekerjaan, tempat terjadinya, jumlah penderita dan peristiwa penyakit, jumlah
penderita baru, serta lamanya penyakit berlangsung. Sumber data sakit bisa didapatkan dari
tempat pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, dokter praktek swasta,
perusahaan asuransi kesehatan, juga observasi sekolah/karyawan, dan yang terbaik adalah
survei penyakit.
1. Rate Insidens (“Incidence Rate”)
Yaitu jumlah kasus baru dari satu penyakit tertentu yang timbul atau dilaporkan selama satu
periode di suatu wilayah, umur tiap 1000 penduduk pada pertengahan periode yang sama.
2. Rate Prevalens Period (“Periode Prevalence Rate”)
Yaitu jumlah penyakit/penderita penyakit tertentu yang ada selama satu periode di suatu
wilayah, untuk tiap 1000 penduduk pada pertengahan periode yang sama.
3. Rate Prevalens Titik (“Point Prevalence Rate”)
Yaitu jumlah kasus suatu penyakit pada satu saat tertentu di suatu wilayah, untuk tiap 1000
penduduk pada saat itu juga.
4. Rate Prevalens Rata-rata (“Average Prevalence Rate”)
Yaitu jumlah semua rate prevalens titik selama satu periode untuk tiap lama titik prevalenst
tersebut (biasanya jumlah dalam hari).
5. Rata-rata lama sakit (“Average Duration of Illness”)
Yaitu jumlah semua lamanya penyakit tertentu berlangsung untuk tiap peristiwa penyakit
tersebut.
6. Hubungan antara prevalens suatu periode tertentu berbanding lurus dengan perkalian
antara insiden pada periode yang sama dan lamanya sakit, yang dinyatakan dalam satuan
periode termaksud
Rumus = P=IxD P = Prevalens
I = Insidens
D = Lamanya sakit
7. Ratio Immaturitas (“Immaturity Ratio”)
Yaitu jumlah bayi yang dilahirkan hidup dengan berat badan kurang dari 2500 gram
(immatur) selama satu periode di suatu wilayah untuk tiap 100 kelahiran hidup pada
periode yang sama.
8. Rate Serangan Kedua (“Secondary Attack Rate”)
Yaitu jumlah kasus tambahan karena kontak dengan sumber primer dengan masa inkubasi
maximum untuk tiap 100 jumlah kasus yang bisa menular.
Upaya pencegahan menurut teori Leavel dan Clark (Maulana, 2009) dibedakan menjadi 3 yaitu :
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer adalah peningkatan kesehatan dan perlindungan umum dan khusus terhadap
penyakit-penyakit tertentu adalah usaha-usaha yang dilakukan sebelum sakit (pre pathogenesis),
dan disebut dengan pencegahan primer.
Pencegahan primer dilakukan pada masa individu yang belum menderita sakit. Pencegahan primer
terdiri dari promosi kesehatan (health promotion) dan perlindungan khusus (spesifiic protection).
Health promotion bertujuan untuk meningkatkan, memajukan dan membina koordinasi sehat yang
sudah ada hingga dipertahankan dan dijauhkan dari ancaman penyebab penyakit atau agent secara
umum. Pendidikan kesehatan yang diperlukan antara lain : Meningkatnya gizi, Perbaikan sanitasi
lingkungan, Ph(derajat keasaman), Pendidikan sifat umum, Nasihat perkawinan, Penyuluhan
kehidupan sex, Olahraga dan kebugaran jasmani, Pemeriksaan secara berkala, Meningkatnya
standar hidup dan kesejahteraan keluarga, Nasihat tentang keturunan, Penyuluhan tentang PMS,
Penyuluhan AIDS.
b) Spesific Protection
Spesific protection adalah upaya spesifik untuk mencegah terjadinya penularan penyakit tertentu.
Spesific protection terdiri dari (Efendi, 1998 ; Maulana, 2009 ) :
1) Memberikan imunisasi pada golongan yang rentan untuk mencegah terhadap penyakit-penyakit
tertentu. Contohnya : imunisasi hepatitis diberikan kepada mahasiswi kebidanan yang akan praktek
di rumah sakit.
5) Penanggulangan stress. Contohnya : membiasakan pola hidup yang sehat , dan seringnya
melakukan relaksasi.
2. Pencegahan sekunder
Penegakan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat, disebut pencegahan
sekunder (seconder preventive). Pencegahan sekunder dilakukan pada masa individu mulai sakit.
Pencegahan sekunder bentuknya upaya diagnosis dini dan pengobatan segera ( early diagnosis and
prompt treatment ).
a) Early diagnosis
Early diagnosis mengandung pengertian diagnosa dini atau tindakan pencegahan pada seseorang
atau kelompok yang memiliki resiko terkena penyakit.
Tindakan yang berupaya untuk menghentikan proses penyakit pada tingkat permulaan sehingga
tidak akan menjadi parah. Prinsipnya diterapkan dalam program pencegahan, pemberantasan dan
pembasmian macam penyakit baik menular ataupun tidak dan memperhatikan tingkat kerawanan
penyakit terhadap masyarakat yang tinggi. Misalnya : TBC paru-paru, kusta, kanker, diabetes,
jantung dll.
1) Upaya penemuan kasus (case finding) tertuju pada individu, keluarga, masyarakat. Misalnya :
anemia gravidarum, dll.
2) Survey kesehatan, untuk memperoleh data tentang prestasi dari penyakit banyak diderita
masyarakat, sehingga dapat didiagnosis secara dini untuk diberi pengobatan segera.
3) Papsmear, tujuan untuk deteksi dini adanya kanker serviks sehingga dapat dilakukan pengobatan
tindakan segera.
5) Pengawasan obat-obatan, termasuk obat terlarang yang diperdagangkan secara bebas (golongan
narkotika).
6) Mencegah yang sudah ada agar tidak meningkatkan lebih lanjut. Misalnya : flu burung, papsmear.
b) Prompt treatment
Prompt treatment memiliki pengertian pengobatan yang dilakukan dengan tepat dan segera untuk
menangani berbagai masalah yang terjadi. Prompt treatment merupakan tindakan lanjutan dari
early diagnosis. Pengobatan segera dilakukan sebagai penghalang agar gejala tidak menimbulkan
komplikasi yang lebih parah.
3. Pencegahan tersier
Pembatasan kecacatan dan pemulihan kesehatan disebut pencegahan tersier (tertiary prevention).
Pencegahan tersier bentuknya membatasi ketidakmampuan/kecacatan (disability limitation) dan
pemulihan kesehatan (rehabilitation). Pada proses ini diusahakan agar cacat yang diderita tidak
menjadi hambatan sehingga individu yang menderita dapat berfungsi optimal secara fisik, mental
dan sosial.
Pencegahan dilakukan dalam taraf penyakit sudah nyata bahkan sudah lanjut sehingga penderita
dalam keadaan disable (tidak sanggup melakukan aktivitas yang biasa dikerjakan walau tidak sakit).
Sehingga penderita bisa sembuh.
b. Rehabilitasi (pemulihan)
1) Ruang dokter, yaitu pemulihan fungsi organ yang baru sembuh/mengalami kelainan yang
menetap/cacat.
3) Ruang sosial, yaitu memulihkan kembali kehidupan sosial masyarakat sehingga masyarakat mau
menerima kembali. Misalnya, sembuh dari penyakit kusta.
4) Ruang kejiwaan (psikologi), yaitu upaya memulihkan kepercayaan dan harga diri penderita setelah
sembuh dari penyakit. Misalnya :
Segitiga epidemiologi
Jaring-jaring sebab akibat
Model Roda
1. Segitiga Epdemiologi
Faktor Host
Menurut teori Achmadi, faktor host pada timbulnya suatu penyakit sangat luas.
Hubungan interaktif antara faktor penyebab, faktor lingkungan penduduk berikut
perilakunya dapat diukur dalam konsep yang diukur sebagai perilaku pemajanan. Faktor
host yang mempengaruhi kejadian penyakit pada umumnya adalah umur, status imunisasi,
status gizi dan staus sosial ekonomi, juga perilaku.
- Umur: Umur merupakan faktor host yang terpenting dalam munculnya penyakit. Hal ini
berhubungan dengan kerentanan yang ada pada host yang dipengaruhi faktor umur. Ada
beberapa penyakit yang dominan menyerang pada kelompok anak-anak umur tertentu atau
sebaliknya ada yang hanya menyerang pada golongan umur lanjut usia. Menurut sejarah
difteri masih merupakan penyakit utama yang menyerang masa anak-anak, populasi yang
dipengaruhi adalah usia dibawah 12 tahun. Bayi akan mudah terserang penyakit difteri
antara usia 6 – 12 bulan setelah imunitas bawaan dari ibu melalui transplasenta menurun.
Penyakit difteri banyak menyerang kelompok umur anak-anak. Sementara menurut
data CDC’s National Notifiable Diseases Surveillance System, mayoritas kasus difteri (77%)
berusia antara 15 tahun atau lebih tua, 4 dari 5 kematian terjadi pada anak yang tidak
divaksinasi. Namun setelah dilakukannya program imunisasi kasus difteri pada anak-anak
menurun secara drastis. Bahkan pada saat ini difteri telah bergeser pada populasi remaja
dan dewasa.
- Status Imunisasi : Sebagaimana kita mafhum, faktor imunitas sangat berpengaruh pada
timbulnya suatu penyakit, termasuk difteri. Sistem imunitas yang terbentuk pada tubuh
seseorang ada yang didaptkan secara alamiah atau buatan. Untuk imunitas alamiah ada
yang bersifat aktif yaitu imunitas yang diperoleh karena tubuh pernah terinfeksi agent
penyakit sehingga tubuh memproduksi antibodi dan bersifat dan bersifat tahan lama.
Imunitas alamiah pasif adalah imunitas yang dimiliki bayi yang berasal dari ibu yang masuk
melalui plasenta, imunitas seperti ini tidak tahan lama dan biasanya akan menghilang
sebelum 6 bulan. Imunitas dapatan juga ada yang bersifat aktif yaitu jika host telah
mendapat vaksin atau toksoid, sedangkan imunitas dapatan pasif jika host diberi gamma
globulin dan berlangsung hanya 4-5 minggu.
Vaksin dapat melindungi dari infeksi dan diberikan pada masa bayi. Pemberian
imunisasi pada sebagian besar komunitas akan menurunkan penularan penyebab penyakit
dan mengurangi peluang kelompok rentan untuk terpajan agen tersebut. Imunisasi selain
dapat melindungi terhadap infeksi akan memperlambat laju akumulasi individu yang rentan
terhadap penyakit tersebut.
Terbentuknya tingkat imunitas di kelompok masyarakat sangat mempengaruhi
timbulnya penyakit di masyarakat, dengan terbentuknya imunitas kelompok, anak yang
belum diimunisasi akan tumbuh menjadi besar atau dewasa tanpa pernah terpajan oleh
agen infeksi tersebut. Akibatnya bisa terjadi pergeseran umur rata-rata kejadian infeksi ke
umur yang lebih tua.
- Faktor status gizi dan sosial ekonomi : Faktor sosial yang terkait erat dan berkontribusi
besar dalam penyebaran difteri adalah kemiskinan yang terkait dengan aspek kepadatan
hunian dan rendahnya hygiene sanitasi kulit.
Terdapat hubungan yang saling terkait antara asupan gizi dan penyakit infeksi. Pasa
satu sisi penyakit infeksi menyebabkan hilangnya nafsu makan, sehingga asupan gizi
menjadi berkurang, sebaliknya tubuh sedang memerlukan masukan yang lebih banyak
sehubungan dengan adanya destruksi jaringan dan suhu yang meninggi, hingga anak dalam
malnutrisi marginal menjadi lebih buruk keadaannya. Keadaan gizi yang memburuk
menurunkan daya tahan terhadap infeksi sehingga akan lebih cepat menjadi sakit.
Sementara berkurangnya antibodi dan sistem imunitas akan mempermudah tubuh
terserang infeksi seperti; pilek, batuk dan diare.
Faktor Agen :
Agent penyebab penyakit difteri adalah Corynebacterium diphtheriae. Berbentuk
batang gram positif, tidak berspora, bercampak atau kapsul. Infeksioleh kuman sifatnya
tidak invasive, tetapi kuman dapat mengeluarkan toxin, yaituexotoxin. Exotoxin yang
diproduksi oleh bakteri merupakan suatu protein yangtidak tahan terhadap panas dan
cahaya. Bakteri dapat memproduksi toksin bilaterinfeksi oleh bakteriofag yang mengandung
toksigen. Toxin difteri ini, karenamempunyai efek patoligik meyebabkan orang jadi sakit.
Ada tiga type variants dari Corynebacterium diphtheriae ini yaitu : type mitis, type
intermedius dan typegravis.
Corynebacterium diphtheriae dapat dikalsifikasikan dengan cara bacteriophage lysis
menjadi 19 tipe. Tipe 1-3 termasuk tipe mitis, tipe 4-6 termasuk tipe intermedius, tipe 7
termasuk tipe gravis yang tidak ganas,sedangkan tipe-tipe lainnya termasuk tipe gravis yang
virulen. Corynebacterium diphtheriae ini dalam bentuk satu atau dua varian yang tidak
ganas dapat ditemukan pada tenggorokan manusia, pada selaput mukosa. Organisme ini
terlokalisasi di tenggorokan yang meradang bila bakteri initumbuh dan mengeluarkan
eksotoksin yang ampuh. Sel jaringan mati, bersamadengan leukosit, eritosit, dan bakteri
membentuk eksudat berwarna kelabu suramyang disebut pseudomembran pada faring. Di
dalam pseudomembran, bakteri berkembang serta menghasilkan racun. Jika
pseudomembran ini meluas sampai ketrakea, maka saluran nafas akan tersumbat dan si
penderita akan kesulitan bernafas. Sebelum era vaksinasi, racun yang dihasilkan oleh kuman
ini sering meyebabkan penyakit yang serius, bahkan dapat menimbulkan kematian. Tapi
sejak vaksin difteri ditemukan dan imunisasi terhadap difteri digalakkan, jumlah kasus
penyakit dan kematian akibat kuman difteri menurun dengan drastis.
Pada pseudomembran bisa bertahan hidup selama 14 hari, pada suhu 58oC bisa
bertahan selama 10 menit sedangkan pada air mendidih hanya tahan 1 menit. Bakteri ini
akan mati jika kontak dengan desinfektan. Menurut sebuah hasi penelitian,
corynebacterium diphtheriae dapat bertahan hidup di lingkungan dalam keadaan kering
pada tekstil, kaca, dan di pasir dan debu untuk jangka waktu hingga 7 bulan. Secara
epidemiologis, diketahui bahwa sumber penyakit difteri atau disebut juga reservoir adalah
manusia (baik penderita maupun karier). Menurut data di negara endemis difteri 3%-5%
individu sehat mengandung bakteri difteri di tenggorokan mereka. Sementara cara
penularan penyakit difteri melalui cara penularan tidak langsung, antara lain merupakan
salah satu jenis airborne diseaase, bakteri terpercik terbawa dalam droplet ketika penderita
atau karier bersin, batuk atau berbicara. Sedangkan cara lain dapat terbawa beberapa
peralatan, seperti ketika droplet terbawa saluran pemanas atau pendingin ruangan dalam
gedung atau disebarkan melalui kipas angin ke seluruh bangunan atau kompleks bangunan.
Faktor Lingkungan:
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kejadian difteri antara lain meliputi
tingkat kepadatan hunian rumah, sanitasi rumah, serta faktor pencahayaan dan ventilasi.
Faktor lingkungan fisik yang meliputi kondisi geografi, udara, musim dan cuaca sangat
mempengaruhi kerentanan seseorang terhadap jenis penyakit tertentu. Hal ini berkaitan
dengan kebiasaan seseorang dalam adapatasi dengan lingkungannya tersebut.
Kepadatan penduduk yang tidak seimbang dengan luas wilayah memunculkan slum
area dengan segala problem kesehatan masyarakatnya. Sementara ditingkat rumah tangga,
kepadatan hunian rumah berpotensi melebihi syarat yang telah ditentukan. Ukuran
kepadatan hunian rumah ini antara lain bisa dilihat dari kepadatan hunian ruang tidur.
Standar yang dipersyaratkan sesuai Kepmenkes RI No. 829/MENKES/SK/VII/1999 tentang
Persyaratan Kesehatan Perumahan, luas ruang tidur minimal 8 meter persegi dan tidak
dianjurkan digunakan oleh lebih dari 2 orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak
dibawah umur 5 tahun.
Sedangkan standar luas ventilasi minimal 10% dari luas lantai dan sebaiknya udara
yang masuk adalah udara segar dan bersih. Selain aspek tersebut, persyaratan rumah sehat
lain adalah pencahayaan alami, yang berfungsi sebagai penerangan juga mengurangi
kelembaban ruangan, serta membunuh kuman penyakit karena sinar ultra violet yang
berasal dari cahaya matahari.
Selain faktor kepadatan hunian, mobilitas penduduk yang tinggi juga berpotensi
meningkatkan resiko kejadian difteri. Moblitas tinggi meningkatkan resiko kemungkinan
membawa bibit penyakit dari satu daerah ke daerah lainnya.
2. Model Roda
Lingkungan Sosial
Anak dibawah 14
Tahun
Imunisasi
Imunisasi yang
tidak diketahui
Penjelesan :
- Adanya faktor sosial, menunjukkan adanya kemungkinan hubungan antara anak
anak yang positif terinfeksi penyakit difteri tersebut dengan anak yang sudah
terinfeksi terlebih dahulu.
- Usia anak dibawah 14 Tahun, menunjukkan bahwa usia tersebut merupakan usia
yang cukup rentan terkena penyakit menular, seiring dengan status gizi.
- Imunisasi yang tidak diketahui, menunjukkan bahwa anak anak tersebut dinyatakan
Riwayat vaksinasi DPT tidak diketahui, dalam artian belum pastinya bahwa saat
balita tidak melakukan imunisasi lengkap yang mengakibatkan anak anak tersebut
rentan untuk mudah terserang penyakit menular. Yang dimana manfaat imunisasi itu
sendiri sangatlah penting karna Imunisasi adalah suatu upaya untuk
menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu
penyakit, sehingga apabila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan
sakit atau hanya mengalami sakit ringan.
Gizi buruk
Ekonomi (-)
Infeksi Corynebacterium
diphtheriae
Anak anak usia Difteri
dibawah 14 tahun higienis buruk
Kontak sosial
Pendidikan (-)
7.Definisi sehat menurut WHO
I. PENGERTIAN SEHAT
Definisi sehat menurut kesehatan dunia (WHO) adalah suatu keadaan
sejahtera yang meliputi fisik, mental dan sosial yang tidak hanya bebas dari
penyakit atau kecacatan. Maka secara analogi kesehatan jiwa pun bukan hanya
sekedar bebas dari gangguan tetapi lebih kepada perasan sehat, sejahtera dan
bahagia ( well being ), ada keserasian antara pikiran, perasaan, perilaku, dapat
merasakan kebahagiaan dalam sebagian besar kehidupannya serta mampu
mengatasi tantangan hidup sehari-hari.
UU 36 tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa kesehatan adalah
keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.