Lalu ada faring yang terdiri dari 3, yaitu nasofaring, orofaring (terletak di belakang
lidah), dan laryngofaring (menuju laring).
Kemudian ada laring yang terdapat epiglotis berfungsi untuk mencegah makanan masuk
ke system pernapasan. Ketika makan, epiglotis akan menutup laring sehingga makanan
tersebut akan menuju ke esofagus. Terdapat tulang cartilago thyroid dan cricoid, juga ada
plica vestibularis dimana fungsinya untuk membentuk suatu celah agar menghasilkan
suara. Setelah laring, akan berakhir di trakea.
Di bagian leher, dilihat dari anterior, terdapat epiglotis, kemudian ada os. Hyoid, lalu
ada ligament thyrohyoid yang menghubungkan antara os. Hyoid dengan cartilage thyroid,
lalu ada cartilage thyroid, prominensia laryngeal (menonjol, biasanya disebut dengan
jakun), dibagian bawah cartilago thyroid terdapat cartilago cricoid dimana yang
menghubungkan antara kedua cartilago tersebut adalah ligament cricothyroid. Kemudian
ada trachea yang dibentuk dari cartilago-cartilago yang berbentuk cicin tersusun sekitar
15-20 cincin. Penghubung antara cartilago cricoid dengan cartilago trachea adalah
ligament cricotracheal.
Dilihat dari posterior, terdapat epiglotis, ligament vestibular, ligament vocalis yang
berfungsi untuk mengatur pita suara. Kemudian terdapat cartilago thyroid, cartilago
arythenoid, dan cartilago trachea.
Dilihat dari sisi sagital¸terdapat epiglotis, os. Hyoid, cartilago thyroid, cartilago
kornikulata (berbentuk seperti tanduk), cartilago cricoid, cartilago arytenoid, cartilago
trachea, ligament cricothyroid, ligament cricotracheal. Kemudian juga terdapat ligament
vestibular dan ligament vocal.
Trachea akan bercabang menjadi bronkus primer dextra dan bronkus primer sinsitra
(cabang pertama dari trachea). Lalu, akan membentuk bronkus sekunder, bronkus tersier,
bronkus yang lebih kecil, lalu nanti terbentuk bronkiolus dimana bronkiolus terbagi
menjadi 2 yaitu bronkiolus terminalis dan bronkiolus respiratori kemudian terakhir akan
membentuk alveolus.
Dilihat dari permukaan lateral pulmo, pulmo terdiri dari pulmo dextra dan pulmo
sinistra. Keduanya memiliki struktur yang berbeda, pulmo dextra mempunyai 3 lobus,
yaitu lobus superior, lobus media, dan lobus inferior. Sedangkan pulmo sinistra hanya
memiliki 2 lobus, yaitu lobus superior dan lobus inferior. Batas antara lobus superior
dengan lobus inferior adalah fissure obliqua. Batas antara lobus superior dan lobus media
pada pulmo dextra adalah fissure horizontal. Kemudian terdapat apex pulmo (bagian atas
pulmo) dan basis pulmo (bagian bawah pulmo).
Dilihat dari medial, ada daerah yang berisi bronkus pulmonalis , arteri pulmonalis, vena
pulmonalis, saluran-saluran limfe, dan saraf-saraf disebut sebagai hillus pulmonalis.
1. Bagian konduksi
Adalah organ yang berada di Ekstra Pulmonal, yaitu bagian saluran udara yang
menhantarkan udara ke paru. Bagian konduksi terdiri dari rongga hidung, farings, larings, trakea,
bronkus dan cabangnya.
Gambaran epitelnya ada 3 yaitu :
- Sel olfaktori, epitelnya bertingkat torak, merupakan berkas saraf dan menghasilkan secret
mucus dan melarutkan zat-zat yang berbahaya dalam rongga hidung
- Sel penyokong yang fungsinya membentuk pigmen kuning/coklat pada mucus dalam rongga
hidung
- Sel basal
2. Bagian respirasi
Adalah organ yang terdapat pada Intra Pulmonal dan menjadi tempat pertukaran gas.
a. Bronkus intra pulmonal / bronkus sekunder
Gambaran histologinya adalah epitel torak bertingkat, bersilia, dan bersel goblet
- Lamina propia berupa jaringan yang tipis di bawah epitel
- Lapisan otot polos
- Tulang rawan hialin
b. Bronkiolus
Daerah paling akhir dari bagian konduksi adalah bronkiolus terminalis
Rongga hidung
Laring
- Organ berongga, berfungsi sebagai alat fonasi dan penghubung antara farings dan trakea
- Dindingnya : kartilago hialin (tiroid, krikoid dan bagian bawah arytenoid), kartilago eslastis
(epiglottis, kuneiform, kornikulata dan ujung aritenois), otot bergaris (ekstrinsik, instrinsik),
ligamentum
- Struktur penting : epiglottis, plika vokalis, vestibularis
Epiglottis
Trakea
Bronkus
3. Mekanisme Pernapasan
A. Pernafasan dada
Pada pernafasan dada otot yang berperan penting adalah otot antar tulang rusuk. Otot tulang
rusuk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu otot tulang rusuk luar yang berperan dalam
mengangkat tulang-tulang rusuk dan tulang rusuk dalam yang berfungsi menurunkan atau
mengembalikan tulang rusuk ke posisi semula. Bila otot antar tulang rusuk luar berkontraksi,
maka tulang rusuk akan terangkat sehingga volume dada bertanbah besar. Bertambah besarnya
akan menybabkan tekanan dalam rongga dada lebih kecil dari pada tekanan rongga dada luar.
Karena tekanan uada kecil pada rongga dada menyebabkan aliran udara mengalir dari luar tubuh
dan masuk ke dalam tubuh, proses ini disebut proses ’inspirasi’
Sedangkan pada proses espirasi terjadi apabila kontraksi dari otot dalam, tulang rusuk
kembali ke posisi semuladan menyebabkan tekanan udara didalam tubuh meningkat. Sehingga
udara dalam paru-paru tertekan dalam rongga dada, dan aliran udara terdorong ke luar tubuh,
proses ini disebut ’espirasi’.
B. Pernafasan perut
Pada pernafasan ini otot yang berperan aktif adalah otot diafragma dan otot dinding
rongga perut. Bila otot diafragma berkontraksi, posisi diafragma akan mendatar. Hal itu
menyebabkan volume rongga dada bertambah besar sehingga tekanan udaranya semakin
kecil. Penurunan tekanan udara menyebabkan mengembangnya paru-paru, sehingga udara
mengalir masuk ke paru- paru(inspirasi).
Masuk keluarnya udara dalam paru-paru dipengaruhi oleh perbedaan tekanan udara
dalam rongga dada dengan tekanan udara di luar tubuh. Jika tekanan di luar rongga dada
lebih besar maka udara akan masuk. Sebaliknya, apabila tekanan dalam rongga dada lebih
besar maka udara akan keluar.
dengan adanya uap air (H2O) yang relatif konstan di dalam alveoli paru yaitu dengan tekanan 47mmHg,
maka komposisi gas oksigen dan karbondioksida berbeda, yaitu:
• oksigen yang larut dalam darah kira-kira 1,5%. Bentuk ini mengikuti hukum-hukum larutan gas
sehingga tergantung pada tekanan parsial. Makin besar tekanan parsial, makin banyak gas yang
terlarut. pada P02 normal dalam arteri ( 95 mmHg ), gas O2 yang terlarut berkisar 0,29/100 ml
darah.
• Oksigen yang terikat oleh Hb kira-kira 98,5%. Hb mampu mengikat O2 seCara reVersibel. Ikatan
antara Hb dengan O2 merupakan ikatan yang longgar.
• 2. Terikat oleh Hb sebagai senyawa karbamin yaitu karbaminohemoglobin, kira2 30% dari CO2
Dinamika reaksi pengikatan O2 oleh hemoglobin menjadikannya sebagai pembawa O2 yang sangat
serasi. Hemoglobin adalah protein yang dibentuk dari empat sub unit, masing-masing mengandung
gugus heme yang melekat pada sebuah rantai polipeptida.
Pada seorang dewasa normal, sebagian besar hemoglobin mengandung dua rantai α dan dua rantai β.
Heme adalah kompleks yang dibentuk dari suatu porfirin dan satu atom besi fero. Masing-masing dari
keempat atom besi dapat mengikat satu molekul O2 secara reversibel. Atom besi tetap berada dalam
bentuk fero, sehingga reaksi pengikatan O2 merupakan suatu reaksi oksigenasi, bukan reaksi oksidasi.
Reaksi pengikatan hemoglobin dengan O2 lazim ditulis sebagai Hb + O2 ↔ HbO2 . Karena setiap
molekul hemoglobin mengandung empat unit Hb, maka dapat dinyatakan sebagai Hb4, dan pada
kenyataannya bereaksi dengan empat molekul O2 membentuk Hb4O8.
Reaksi ini berlangsung cepat, membutuhkan waktu kurang dari 0,01 detik. Deoksigenasi (reduksi) Hb4O8
juga berlangsung sangat cepat
( tambahan )
Tekanan seluruh udara lingkungan sekitar 1 atmosfir atau 760 mm Hg, sedangkan tekanan O2 di
lingkungan sekitar 160 mm Hg. Tekanan oksigen di lingkungan lebih tinggi dari pada tekanan oksigen
dalam alveolus paru-paru dan arteri yang hanya 105 mm Hg. Oleh karena itu oksigen dapat masuk ke
paru-paru secara difusi.
( penjelasan gambar )
Saat inspirasi, udara atmosfer mengandung oksigen memasuki alveoli. Darah terdeoksigenasi
dipompa dari ventrikel kanan melalui arteri pulmonaslis menuju kapiler pulmonalis yang
menyelubungi alveoli. PO2 alveolar 105 mmHg, pO2 darah teroksigenasi ( darah sudah terikat
dengan hemoglobin ) yang memasuki kapiler pulmonalis hanya 40 mmHg. Sebagai akibat
perbedaan tekanan tersebut, oksigen berdifusi dari alveoli ke dalam darah terdeoksigenasi sampai
keseimbangan tercapai, dan pO2 darah terdeoksigenasi sekarang 105 mmHg. Ketika oksigen difusi
dari alveoli ke dalam darah terdeoksigenasi, karbondioksida berdifusi dengan arah berlawanan.
Sampai di paru, pCO2 darah terdeoksigenasi 46 mmHg, sedang di alveoli 40 mmHg. Oleh karena
perbedaan pCO2 tersebut karbondioksida berdifusi dari darah terdeoksigenasi ke dalam alveoli
sampai pCO2 turun menjadi 40 mmHg. Dengan demikian pO2 dan pCO2 darah terdeoksigenasi
yang meninggalkan paru sama dengan udara dalam alveolar. Karbondioksida yang berdifusi ke
alveoli dhembuskan keluar dari paru selama ekspirasi
Usia berhubungan dengan proses penuaan atau bertambahnya umur. Semakin tua usia seseorang
maka semakin besar kemungkinan terjadi penurunan fungsi paru. Kebutuhan zat tenaga terus
meningkat sampai akhirnya menurun setelah usia 40 tahun berkurangnya kebutuhan tenaga
tersebut dikarenakan telah menurunnya kekuatan fisik. Pertambahan usia akan mempengaruhi
banyak aspek di sistem pernapasan. Dengan penuaan, otot-otot respirasi akan melemah dan
dinding dada akan menjadi lebih rigid (kaku) dikarenakan menurunnya elastisitas dari kartilagokosta
dan kosta. Dalam keadaan normal, usia juga mempengaruhi frekuensi pernapasan dan kapasitas
paru. Frekuensi pernafasan pada bayi sekitar 30-60 kali permenit, pada anak-anak sekitar 22-37 kali
permenit sedangkan orang dewasa antara 16-24 kali permenit. Walaupun pada orang dewasa
frekuensi pernafasan lebih kecil dibandingkan dengan anak-anak dan bayi, akan tetapi KVP pada
orang dewasa lebih besar dibanding anak-anak dan bayi. Dalam kondisi tertentu hal tersebut akan
berubah misalnya akibat dari suatu penyakit, pernafasan bisa bertambah cepat dan sebaliknya
Jenis kelamin
Wanita memiliki ukuran paru, fungsi dan kapasitas paru, diameter saluran pernapasan, dan
permukaan difusi udara yang lebih kecil daripada pria bahkan setelah memperhitungkan perbedaan
komposisi tubuh. Perbedaan ini menyebabkan wanita memiliki expiratoryflow yang terbatas serta
kerja otot pernapasan yang lebih berat daripada pria pada saat melakukan aktivitas fisik. Volume
dan kapasitas seluruh paru pada wanita kira-kira 20 sampai 25 persen lebih kecil daripada pria.
Kapasitas paru pada pria lebih besar yaitu 4,8 L dibandingkan pada wanita yaitu 3,1 L
Ukuran antropometri
Postur dan komposisi tubuh dapat mempengaruhi hasil dari tes fungsi paru. Kelebihan berat badan
yang ekstrim dapat mempengaruhi kerja paru secara keseluruhan karena adanya akumulasi lemak
berlebih di kavitas abdomen dan dinding dada. Akumulasi lemak tersebut akan mempengaruhi kerja
mekanis pada dada sehingga dapat menurunkan volume paru, meningkatkan beban kerja otot-otot
pernapasan, dan menurunkan toleransi tubuh sistem pernapasan terhadap aktivitas fisik. Tinggi
badan serta lingkar dada juga memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap kapasitas dan
fungsi paru. Kelompok dengan tinggi badan yang lebih tinggi, cenderung memiliki kapasitas paru
yang lebih besar.
Kebiasaan Olahraga
Kesegaran jasmani berkenaan dengan kondisi fisik seseorang dalam melaksanakan tugas sehari-hari
secara efisien dalam waktu yang relatif lama tanpa mengalami kelelahan yang berarti dan masih
memiliki cadangan tenaga untuk melakukan aktivitas lainnya. Kapasitas vital paru dapat dipengaruhi
oleh kebiasaan seseorang melakukan olahraga. Olahraga dapat meningkatkan aliran darah melalui
paru-paru sehingga menyebabkan oksigen dapat berdifusi ke dalam kapiler paru dengan volume
yang lebih besar atau maksimum. Kapasitas vital pada seorang atletis lebih besar daripada orang
yang tidak pernah berolahraga. Kebiasaan olah raga akan meningkatkan kapasitas paru dan akan
meningkat 30 – 40 %
Kondisi kesehatan dapat mempengaruhi kapasitas vital paru seseorang. Kekuatan otot-otot
pernapasan dapat berkurang akibat sakit.
- Emfisema paru kronik: Merupakan kelainan paru dengan patofisiologi berupa infeksi kronik,
kelebihan mucus dan edema pada epitel bronchiolus yang mengakibatkan terjadinya obstruktif
dan dekstruktif paru yang kompleks sebagai akibat mengkonsumsi rokok.
- Pneumonia: Pneumonia ini mengakibatkan dua kelainan utama paru, yaitu : 1) penurunan luas
permukaan membran nafas, 2) menurunnya rasio ventilasi perfusi. Kedua efek ini
mengakibatkan menurunnya kapasitas paru.
- Atelektasi: Atelaktasi berarti avleoli paru mengempis atau kolaps. Akibatnya terjadi
penyumbatan pada alveoli sehingga aliran darah meningkat dan terjadi penekanan dan
pelipatan pembuluh darah sehingga volume paru berkurang.
- Asma: Pada penderita asma akan terjadi penurunan kecepatan ekspirasi dan volume inspirasi.
- Tuberkulosis: Pada penderita tuberkulosis stadium lanjut banyak timbul daerah fibrosis di
seluruh paru, dan mengurangi jumlah paru fungsional sehingga mengurangi kapasitas paru.
- Alvelitis: Alvelitis yang disebabkan oleh faktor luar sebagai akibat dari penghirupan debu
organik.
Kebiasaan merokok
- Rokok mengandung lebih dari 4000 bahan kimia yang dipaparkan melalui asapnya yang dapat
menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran pernafasan dan jaringan paru-paru. Fungsi
paru sebagai tempat pertukaran antara udara di atmosfer dan paru juga menjadikan paru
sebagai tempat pertukaran zat yang terkandung di dalam asap rokok tersebut. Komponen-
komponen yang ada di dalam asap rokok dapat melumpuhkan silia pada jalan nafas sehingga
mucus dan partikel yang terperangkap tidak dapat dikeluarkan secara efektif. Paparan jangka
panjang terhadap komponen-kompenen yang terkandung dalam asap rokok dapat
menyebabkan silia digantikan oleh sel epitel skuamosa yang tidak dapat membersihkan mucus,
sehingga menjadi tempat pertumbuhan mikroorganisme dan mengakibatkan batuk khas
perokok. Juga dapat menyebabkan sel mukosa membesar (hipertrofi) dan kelenjar mukus
bertambah banyak, terjadi radang ringan hingga penyempitan akibat bertambahnya sel dan
penumpukan lendir pada saluran pernafasan. Pada jaringan paru terjadi peningkatan jumlah sel
radang dan kerusakan alveoli. Akibat perubahan struktur dan fungsi pada saluran nafas dan paru
akan menyebabkan terjadinya penurunan fungsi dan kapasitas fungsional paru.