Anda di halaman 1dari 31

PENGARUH LATIHAN PEREGANGAN

TERHADAP PENURUNAN KELUHAN WORK


RELATED MUSCULOSKELETAL DISORDERS
(WMSDS) DI PUSKESMAS GLUGUR DARAT

Disusun Oleh
dr. Alfonsus Aditya Lodjing

PUSKESMAS GLUGUR DARAT


MEDAN
2024
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peraturan Menteri Kesehatan No 48 Tahun 2016 tentang Standar Keselamatan dan


Kesehatan Kerja Perkantoran pasal 11 menyatakan bahwa standar perkantoran meliputi
keselamatan kerja, kesehatan kerja, kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan ergonomi
perkantoran (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 48, 2016).

Terdapat potensi bahaya yang akan ditemukan pada pegawai lapangan adalah
kebisingan, gangguan pernapasan akibat debu, kelelahan mata akibat pencahayaan yang
kurang, iritasi pada mata, aspergolosis, penularan virus influenza, keluhan muskuloskeletal,
kelelahan, dan stress kerja. Sementara untuk faktor risiko yang terjadi pada pegawai kantoran
adalah faktor fisik, faktor kimia, faktor biologi, faktor biomekanik terkait ergonomi, faktor
individu atau karyawan, dan faktor psikososial (Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No 48, 2016). 7

Gangguan muskuloskeletal merupakan suatu penyakit kronik atau gangguan sistem


muskuloskeletal mengenai otot, saraf, tendon, ligamen, persendian, diskus invertebralis, dan
pembuluh darah pada berbagai lokasi seperti leher, bahu, pergelangan tangan, pinggul, lutut,
serta tumit yang memberi efek keterbatasan gerakan tubuh manusia. Faktor yang
mempengaruhi terjadinya gangguan muskuloskeletal adalah faktor individu, faktor pekerjaan
atau biomekanik, dan faktor psikososial (Cho K, Cho HY, Han GS dkk., 2016). Salah satu
akibat dari kerja secara manual adalah meningkatnya keluhan pada pekerja seperti sakit pada
punggung, pinngang, pergelangan tangan, kaki, ketegangan pada leher, kelelahan pada mata
dan banyak keluhan lainnya (Tarwaka, 2014).

Penggunaan dan pemakaian komputer pada pekerja kantor dengan kategori duduk
lebih dari 4 jam untuk bekerja memiliki risiko yang lebih tinggi menimbulkan kejadian
gangguan muskuloskeletal (Saputra, Furqaan & Saleh, 2012).

Menurut Fidya, penilaian awal gangguan muskuloskeletal sebelum dilakukan latihan


peregangan pada kelompok perlakuan didapatkan sebagian besar dengan keluhan sedang.
Penilaian akhir gangguan musculoskeletal pada kelompok perlakuan didapatkan hasil nilai
p=0,000. Terdapat pengaruh latihan peregangan terhadap gangguan muskuloskeletal pada
pekerja visual display terminal di Sekretariat DPRD Kabupaten Lampung Tengah (Fidya,
2019).

Studi dari Departemen Kesehatan dalam profil masalah kesehatan di Indonesia


menunjukkan bahwa sekitar 40,5% penyakit yang diderita pekerja berhubungan dengan
pekerjaan. Gangguan kesehatan yang dialami pekerja berdasarkan penelitian yang dilakukan
pada 9.482 pekerja di 12 kabupaten/ kota di Indonesia menunjukkan angka tertinggi diraih
oleh gangguan muskuloskeletal (16%), disusul gangguan kardiovaskular (8%), gangguan
saraf (5%), gangguan pernapasan (3%) serta gangguan THT (1.5%) (Nurhikmah, 2019)
Angka prevalensi penyakit musculoskeletal disorders provinsi Sumatera Utara dengan
berasaskan diagnosis atau gejala yakni sebesar 19,2%. Dengan prevalensi tertinggi pada
pekerja seperti nelayan, buruh serta petani sebesar 31,2% dan lebih dari 60% pekerja
merasakan keluhan musculoskeletal disorders di bagian punggung, leher dan kaki
(Riskesdas,2020).

Menurut Jurnal Kesehatan Masyarakat kota Medan didapatkan pengaruh usia, masa
kerja dan sikap kerja mempengaruhi keluhan musculoskeletal disorder’s (MSDs) di Kota
Medan Sebesar 93,8%. (Ferusgel, 2019)

Di Puskesmas Glugur Darat Medan, angka kejadian musculoskeletal disorder’s pada


tahun 2023 sendiri mencapai 723 kasus. Yakni pada bulan Januari sebanyak 63 kasus, bulan
Februari 54 kasus, Maret 56 kasus, April 61 kasus, Mei 73 kasus, Juni 64 kasus, Juli 44
kasus, Agustus 78 kasus, September 59 kasus, Oktober 60 kasus, November 58 kasus, dan
Desember 53 kasus.

Pegawai yang telah bekerja di kantor, berbeda dibandingkan rekan rekan nya yang
lain. Mereka banyak menghabiskan waktu bekerja didalam ruangan dan duduk yaitu
sebanyak 7 jam dalam sehari atau bahkan lebih, dengan posisi tubuh yang tidak ergonomi,
sering melakukan pekerjaan secara berulang seperti mengetik, menulis, desain tempat kerja
yang ada seperti posisi dan dimensi meja dan kursi yang tidak ergonomi serta tidak
dibiasakan melakukan peregangan sebelum dan setelah 3-4 jam aktivitas kerja sehingga dapat
berisiko terkena keluhan muskuloskeletal seperti nyeri pada bagian leher, punggung,
pinggang, dan tulang belakang.

Jika hal tersebut terus terjadi maka akan berdampak terjadinya penurunan efektivitas
dan efisiensi dalam kerja dan produktivitas. Oleh karena itu, atas dasar ini peneliti ingin
melihat pengaruh latihan peregangan terhadap keluhan Work-Related Musculoskeletal
Disorders (WMSDs) Pada Pegawai Puskesmas Glugur Darat.
1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pengaruh latihan


peregangan terhadap penurunan keluhan WMSDs di Puskesmas Glugur Darat?”

1.3 Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Untuk melihat pengaruh latihan peregangan terhadap penurunan keluhan WMSDs


pada Pegawai Puskesmas Glugur Darat.

2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui berbagai gambaran keluhan WMSDs pada Pegawai Puskesmas Glugur


Darat yang tidak melakukan peregangan.
2. Mengetahui gambaran keluhan WMSDs pada Pegawai Puskesmas Glugur Darat
setelah dilakukan latihan peregangan.
3. Mengetahui pengaruh latihan peregangan terhadap penurunan keluhan WMSDs pada
Pegawai Puskesmas Glugur Darat.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Manfaat untuk Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis dalam menulis
karya ilmiah serta mengetahui pengaruh latihan peregangan terhadap penurunan keluhan
WMSDs Pegawai Puskesmas Glugur Darat.

2. Manfaat untuk Instansi dan Lembaga Terkait

Hasil penelitian diharapkan dapat diaplikasikan guna mencegah terjadi masalah


kesehatan pada pegawai khususnya penyakit muskuloskeletal dan dapat dijadikan
pertimbangan kelanjutan program mengenai pencegahan keluhan muskuloskeletal bagi para
pegawai dengan adanya program latihan peregangan yang dapat dilakukan ditempat kerja.

3. Manfaat untuk Subjek Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi tentang risiko Masalah


kesehatan terkait kerja khususnya penyakit WMSDs dan dapat melakukan pencegahan
mandiri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Musculosceletal Disorders
Menurut OHSA (2008), musculoskeletal disorders merupakan sekumpulan pertanda
ataupun kendala yang berhubungan antara jaringan otot, ligamen, tendon, system saraf,
tulang muda, bentuk tulang, serta pembuluh darah. Awal mulanya keluhkesah
musculoskeletal disorders ini menimbulkan rasa sakit, kesemutan, perih, mati rasa, bengkak,
kaku, bergetar, kendala tidur, serta rasa dibakar (OSHA, 2008). Pernyataan Tarwaka (2019)
yakni keluhan Musculoskeletal merupakan keluhan yang terjalin pada otot bagan yang di
natural oleh seorang mulai dari keluhan yang enteng hingga keluhan yang amat berat
(Tarwaka, 2019).
Menurut Kuswana (2019), gangguan musculosceletal (MSDs) ialah cidera pada
ligament, otot, tendon, sendi, saraf, tulang rawan, ataupun cakram tulang balik. MSDs
umumnya hasil dari tiap insiden sedetik ataupun kronis( semacam berkas, ekspedisi, ataupun
jatuh), tidak hanya itu memantulkan kemajuan yang lebih berangsur- angsur ataupun parah
(Kuswana, 2019).
Tanda terdapatnya gejala MSDs merupakan sakit, kecemasan, kesemutan, kematian
rasa, rasa dibakar, pembengkakan, kekakuan, kejang otot, daya kepalan ditangan beranjak,
bentang aksi pendek, pergantian penyeimbang badan, ketat ataupun lenyapnya fleksibelitas.
Resiko kegiatan bila tidak terkendalikan bagus oleh diri sendiri, ataupun oleh manajemen
tempat kegiatan bisa menimbulkan bermacam kendala kepada badan pekerja bagus dikala
terjalin ataupun dialami pada durasi waktu jauh (Kuswana, 2019).

2.1.1 Keluhan Musculosceletal Disorders


Keluhan musculoskeletal disorders terjalin sebab seorang melaksanakan profesi yang
lumayan berat serta digarap dengan cara kesekian alhasil menimbulkan otot kelewatan hadapi
kontraksi alhasil melampaui daya otot maksimal. Perihal ini bisa membatasi konsumsi zat
asam ke otot alhasil bisa membatasi metabolisme karbohidrat karna otot hadapi kontraksi
yang melampaui daya maksimumnya. Tersendatnya metabolisme karbohidrat bisa
menimbulkan akumulasi asam laktattpada otot yang memunculkan rasaaperih di otot
(Tarwaka, 2019).
Keluhan otot pada umumnya dibagi atas 2 yakni (Tarwaka, 2019) :
1. Keluhan sementara (reversible), ialah keluhan otot yang terjalin dikala otot
menyambut bobot statis, tetapi begitu keluhkesah itu hendak lekas lenyap bila
pembebanan di hentikan.
2. Keluhan menetap (persistent), ialah keluhan otot yang bertabiat berdiam, meski
pembebanan kegiatan sudah dihentikan, tetapi rasa sakit pada otot lalu bersinambung.
Keluhan otot skeletal pada biasanya terjalin sebab kontraksi otot yang sangat kelewatan
dampak pembebanan kegiatan yang sangat jauh dengan lama pembebanan yang jauh.
Kebalikannya, keluhan otot mungkin tidak terjalin bila kontraksi otot berkisar antara 15- 20%
dari daya otot maksimal. Tetapi bila kontraksi otot melampaui 20% hingga penyebaran darah
ke otot menurun bagi tingkatan kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya daya yang
dibutuhkan. Pasokan zat asam ke otot menyusut, cara metabolisme karbohidrat tertahan serta
selaku akhirnya terjalin akumulasi asam laktat yang menimbulkan tampaknya rasa perih otot
(Kuswana, 2019).

2.1.2 Gejala Musculosceletal Disorders


Gejala-gejala MSDs yang biasa dirasakan oleh seseorang adalah :
1. Leher serta kaku pada punggung.
2. Bahu nyeri ataupun kaku hingga kehilangan fleksibelitas.
3. Tangan serta kaki terasa nyeri dengan sensai tertusuk.
4. Siku dan mata kaki mengalami sakit, bengkak hingga kaku.
5. Tangan serta pergelangan tangan terasa gejala sakit atau nyeri diikuti adanya bengkak.
6. Mati rasa, terasa dingin sampai rasa terbakar dan tidak kuat.
7. Jari kehilangan mobilitasnya, kaku hingga kehilangan kekuatan serta kehilangan
kepekaan.
8. Kaki atau tumit merasakan kesemutan, kaku, dingin ataupun terasa panas.
Buat mendapatkan cerminan pertanda MSDs bisa memakai Nordic Body Map (NBM)
dengan tingkatan keluhkesah mulai dari rasa tidak aman (sedikit sakit), sakit sampai amat
sakit. Dengan memandang serta menganalisa denah badan (NBM) hingga bisa diestimasi
tingkatan serta tipe keluhkesah otot skelektal yang dialami oleh pekerja. Metode ini amat
simpel, tetapi kurang cermat sebab memiliki angka subjektifitas yang besar.

2.1.3 Pengendalian Musculosceletal Disorders


Pengendalian MSDs pada umumnya terbagi menjadi tiga (Tarwaka, 2019):
1. Meminimalisir yang membahayakan dengan pengendalian fisik.
2. Ubah cara kerja serta kebijakan atau pengendalian administratif.
3. Memakai alat pelindung diri.
Supaya tubuh terhindar dari MSDs saat bekerja, maka ada beberapa aktivitas yang perlu di
hindari yakni (Tarwaka, 2019) :
1. Hindari memutar ataupun membungkukkan tubuh ke samping.
2. Hindari gerakan berlebihan, mendorong ataupun menarik dengan cara sembarangan,
sebab bisa tingkatkan cedera. 3. Hindari keraguan jika membutuhkan pertolan orang
lain.
3. Bila jaraknya tak cukup, hindari barang dipindahkan.
4. Bila barang yang dipindahkan berat, jangan dilanjutkan.
5. Sebelum melakukan pekerjaan biasakan senam/peregangan otot.

2.1.4 Faktor Penyebab Terjadinya Musculosceletal Disorders


Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal, antara
lain (Tarwaka, 2019) :
1. Peregangan Otot yang Berlebihan
Peregangan otot yang kelewatan (overexertion) kerap dikeluhkan oleh pekerja
dimana kegiatan kerjanya menuntut mobilisasi daya yang besar semacam kegiatan
mengangkut, mendesak, menarik, serta menahan bobot yang berat. Peregangan otot
yang kelewatan ini terjalin sebab mobilisasi daya yang dibutuhkan melewati daya
puncak otot. Bila perihal itu kerap dicoba, hingga bisa mempertinggi efek
terbentuknya keluhkesah otot, apalagi bisa menimbulkan terbentuknya luka
ototsskeletal.
2. Aktivitas Berulang
Aktivitassberulang merupakan profesi yang dicoba dengan cara lalu
menembus semacam profesi memacul, membelah kusen besar, angkat- angkut dsb.
Keluhannotot terjalin sebab otot menyambut titik berat dampak bobot kegiatan
dengan cara lalu menembus tanpa mendapatkan peluang buat relaksasi..
3. Sikap Kerja Tidak Alamiah
Tindakan kegiatan tidak alami merupakan tindakan kegiatan yang
menimbulkan posisi bagian- bagian badan beranjak menghindari poros alami,
misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung telalu membungkun, kepala
terangkat serta serupanya. Terus menjadi jauh posisi bagian badan dari pusat gaya
tarik bumi badan, hingga terus menjadi besar pula efek terbentuknya keluhkesah otot
skeletal. Tindakan kegiatan tidak alami ini pada biasanya sebab karakter desakan
kewajiban, perlengkapan kegiatan serta stasiun kegiatan tidak cocok dengan keahlian
serta keterbatasan pekerja.
Di Indonesia, tindakan kegiatan tidak alami ini lebih banyak diakibatkan oleh
terdapatnya ketidaksesuaian antara format perlengkapan serta stasiu kegiatan dengan
dimensi badan pekerja. Selaku negeri bertumbuh, hingga dikala ini Indonesia sedang
terkait pada kemajuan teknologi negara- negara maju, spesialnya dalam logistik
perlengkapan pabrik. Mengenang kalau format perlengkapan itu didesain tidak
bersumber pada dimensi badan orang Indonesia, hingga pada dikala pekerja Indonesia
wajib melaksanakan perlengkapan itu, terjadilah tindakan kegiatan tidak alami.
Selaku ilustrasi, pengoperasian berbagai mesin penciptaan di sesuatu pabrik yang
berasa dari amerika serta Eropa hendak jadi permasalahan untuk beberapa besar
pekerja Indonesia.
Perihal itu diakibatkan sebab negeri pengekspor di dalam merancang mesin-
mesin itu cuma dilandaskan pada antropometri dari populasi pekerja negeri yang
berhubungan, yang terdapat faktanya dimensi badan yang lebih besar dari pekerja
Indonesia. Telah bisa ditentukan, kalau situasi itu hendak menimbulkan tindakan
menuntut pada durasi pekerja melaksanakan mesin. Bila perihal ini terjalin dalam
kurun durasi yang lama, hingga hendak terjalin penumpukan keluhkesah yang pada
kesimpulannya bisa menimbulkan terbentuknya luka otot (Tarwaka, 2014).
4. Faktor Penyebab Sekunder
a. Tekanan
Terbentuknya titik berat langsung pada jaringan otot yang lunak. Selaku
ilustrasi, pada dikala tangan wajib menggenggam perlengkapan, hingga jaringan
otot tangan yang lunak hendak menyambut titik berat langsung dari pegangan
perlengkapan, serta bila perihal ini kerap terjalin, bisa menimbulkan rasa perih
otot yang berdiam.
b. Getaran
Fibrasi dapatmenimbulkan peningkatan kontraksi otot dengan gelombang
besar. Kontraksi statis ini menimbulkan penyebaran darah tidak mudah, akumulasi
asam laktat bertambah serta kesimpulannya mencuat rasa perih otot.
c. Mikroklimat
Paparan temperatur dingin yang kelewatan bisa merendahkan kecekatan,
sensibilitas serta daya pekerja alhasil aksi pekerjamenjadi lamban, susah beranjak
yang diiringi dengan menyusutnya daya otot. Begitu pula dengan paparan hawa
yang panas. Beda temperatur area dengan temperatur badan yang amat besar
menimbulkan beberapa tenaga yang terdapat pada badan hendak termanfaatkan
oleh badan buat menyesuaikan diri dengan area itu. Apaabila perihal ini tidak
dijajari dengan cadangan energiyang lumayan, makaakan terjalin kekurangan
pasokan tenaga ke otot. Selaku akhirnya, penyebaran darah kurang mudah,
pasokan zat asam ke otot menyusut, cara metabolisme karbohidrat tertahan serta
terjalin akumulasi asam laktat yang bisa meimbulkan perih otot.
d. Penyebab Kombinasi
Resiko terbentuknya keluh kesah otot skeletal hendak terus menjadi
bertambah bila dalam melakukan tugasnya, pekerja dihadapkan pada sebagian
aspek efek dalam durasi yang berbarengan, misalnya pekerja wajib melakukan
kegiatan ambil bawa dibawah tekana panas mentari yang dicoba oleh para pekerja
gedung. Disamping kelima aspek pemicu terbentuknya keluhkesah otot itu diatas,
sebagian pakar menarangkan kalau aspek orang semacam baya, tipe kemaluan,
Kerutinan merokok, kegiatan raga, daya raga, serta dimensi badan pula bisa jadi
pemicu terbentuknya keluhkesah otot skeletal (Tarwaka, 2014).

2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keluhan Musculosceletal Disorders


Faktor risiko pada Musculoskeletal disorders dipecah atas 2 faktor risiko ialah faktor
psikis serta faktor fisik( terdiri dari faktor risiko profesi, faktor risiko individu serta faktor
risiko lingkungan). Faktor risiko profesi mencakup faktor risiko postur tubuh, beban kerja,
frekuensi serta durasi. Faktor karakter pribadi mencakup masa kegiatan, umur kegiatan,
merokok, tipe kemaluan, stress, riwayat penyakit MSDs serta indeks masa tubuh( IMT).
Faktor risiko lingkungan ialah fibrasi, pencayahaan, kebisingan, cold stress serta heat stress.
Ada pula dampak jangka panjang Musculoskeletal Disorder bisa menimbulkan cacat, sakit
yang berkelanjutan, pemeliharaan kedokteran serta kehilangan finansial (Harianto, 2013).

2.2.1 Faktor Pekerjaan


2.2.1.1 Postur Kerja
Postur kerja ialah titik determinan dalam menganalisa keberhasilan dari sesuatu
profesi. Bila bentuk badan kegiatan yang dicoba oleh operator telah bagus serta ergonomis
hingga bisa ditentukan hasil yang didapat oleh operator itu hendak bagus. Hendak namun
apabila bentuk badan kegiatan operator itu tidak ergonomis hingga operator itu hendak
gampang keletihan. Bila operator gampang hadapi keletihan hingga hasil profesi yang dicoba
operator itu pula hendak hadapi penyusutan serta tidak cocok dengan yang diharapkan
(Kuswana, 2019).
Salah satu aspek yang pengaruhi ergonomi merupakan bentuk badan serta tindakan
badan pada dikala melaksanakan kegiatan itu. Perihal itu amat berarti buat dicermati sebab
hasil penciptaan amat dipengaruhi oleh apa yang dicoba pekerja. Apabila bentuk badan
kegiatan yang dipakai pekerja salah ataupun tidak ergonomis, pekerja hendak kilat letih
alhasil Fokus serta tingkatan ketelitiannya menyusut. Pekerja jadi lelet, akhirnya mutu serta
jumlah hasil penciptaan menyusut yang pada kesimpulannya menimbulkan turunnya daya
produksi.
Postur tubuh kegiatan amatlah akrab kaitannyaidengan keilmuan ergonomitdimana
pada keilmuan ergonomi dipelajari gimana buat tingkatkan keselamatan raga serta psikologis
lewat usaha penangkalan luka dampak bentuk badan kegiatan yang salah serta penyakit
dampak kegiatan dan merendahkan bobot kegiatan raga serta psikologis, oleh sebab itu butuh
dipelajari mengenai gimana sesuatu bentuk badan kegiatan dibilang efisien serta berdaya
guna, pasti saja buat memperoleh bentuk badan kegiatan yang bagus kita wajib melaksanakan
penelitian- penelitian dan mempunyai wawasan dibidang keilmuan ergonomiiitu sendiri
dengan tujuan supaya kita bisa menganalisa serta menilai bentuk badan kegiatan yang salah
serta setelah itu sanggup membagikan bentuk badan kegiatan usulan yang lebih bagus karena
permasalahan bentuk badan kegiatan amatlah berarti buat dicermati sebab langsung berkaitan
ke cara pembedahan itu sendiri, dengan bentuk badan kegiatan yang salah dan dicoba dalam
waktu durasi yang lama bisa menyebabkan operator hendak hadapi sebagian gangguan-
gangguan otot (Musculoskeletal) serta gangguan- gangguan yang lain alhasil bisa
menyebabkan jalannya cara penciptaan tidak maksimal (Kuswana, 2019).
Posisi badan pekerja pada dikala melaksanakan kegiatan kegiatan yang umumnya
terpaut dengan konsep zona kegiatan serta persyaratan aktivitas kegiatan. Terus menjadi jauh
posisi bagian badan dari pusat gaya tarik bumi, terus menjadi besar pula terjalin keluhkesah
otot skeletal. Postr kegiatan tidak alami pada biasanya sebab ketidaksesuaian profesi dengan
keahlian pekerja. Contoh postur kerja yang tidak alamiah yaitu melakukan pekerjaan yang
membungkuk dalam waktu lama, mengangkat beban yang berat dan tidak sesuai dengan berat
tubuh serta melakukan gerakan tiba-tiba dengan kekuatan besar (Bridger, 2021).
Dasarrposisi tubuh serta pergerakan merupakan cakupan dari posturrkerja pada
ergonomi. Berikut posturrkerja berlandaskan posisiitubuh (Bridger, 2021) :
1. PosturrNetral, yakni dimanaaposisi keseluruhan tubuhiberada di posisiiyang wajar
serta adanya kontraksi otot bersifat tak berlebihan sehingga bagian organ tubuh,
syaraf jaringan lunak serta tulang tidak mengalami pergeseran, penekanan, ataupun
kontraksi yang berlebihan.
2. Posturrjanggal, ialah dimana posisi badan menyimpang dari posisi adil pada dikala
melaksanakan kegiatan, perihal ini diakibatkan karna keterbatasan badan orang buat
melawan bobot dalam waktu durasi yang lumayan lama. Yang dibilang bentuk badan
badan dalam kondisi aneh itu merupakan berdiri, bersandar tanpa sokongan lumbar,
bersandar tanpa sokongan punggung, bersandar tanpa adanya tumpuhan pada kaki,
bersandar dengan meistirahatkan pundak di dataran perlengkapan kegiatan yang
sangat besar, tangan yang mencapai suatu yang susah terjangkau, kepala mendongak,
posisi badan menunduk, membahu bobot yang berat.

Sedangkan posturrkerja berlandaskan pada pergerakan yakni sebagaimana:


1. Postursstatis, bentuk badan yang sebagian besarnya tidak aktif serta cuma hadapi
sedikittpergerakan. Bila terjalin dalam durasi yang lumayan lama, perihal ini hendak
membuat titik berat apalagi jadi stresstdibagian badan.
2. Posturrdinamis, bentuk badan badan dimana beberapa dari badan badan melaksanakan
pergerakan.

2.2.1.2 Beban Kerja


Bobot ialah salah satu aspek yang pengaruhi terbentuknya kendala otot bagan. Berat
bobot yang dianjurkan merupakan 23- 25 kilogram, sebaliknya bagi Unit Kesehatan
mengangkut bobot hendaknya tidak melampaui dari ketentuan ialah pria berusia sebesar 15-
20 kilogram serta perempuan( 16- 18 tahun) sebesar 12- 15 tahun. Buat tipe profesi ambil
serta bawa, hingga bobot maksimal yang diperkenankan, supaya tidak memunculkan musibah
kegiatan.
Sebagaimana dikemukakan oleh Munandar terdapat 2 jenis beban kerja, yakni
(Munandar, 2020) :
a. Beban kerja kuantitatif, meliputi :
1) Harus melaksanakan observasi secara ketat selama jam kerja.
2) Banyaknya pekerjaan dan beragamnya pekerjaan yang harus dikerjaka
hanya dengan seorang saja.
3) Kontak langsung pekerja dengan pekerjaan yang dilakukan secara terus
menerus selama jam kerja.
4) Jumlah pekerja sedikit dibandingkan dengan jumlah pekerjaan yang harus
diselesaikan.
b. Beban kerja kualitatif, meliputi :
1) Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki pekerja tidak mampu
mengimbangi sulitnya pekerjaan.
2) Tanggung jawab yang tinggi terhadap pekerjaan.
3) Harapan pimpinan hasil kerja yang berkualitas.
4) Tuntutan perusahaan untuk mendapatkan hasil kerja yang berkualitas.
5) Setiap saat dihadapkan pada pengambilan keputusan yang tepat.
6) Pekerjaan yang berlebihan.

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Beban Kerja


Beban kerja dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut (Nurmianto, 2008) :
a. Faktor eksternal yaitu beban yang berasal dari luar tubuh pekerjaa, seperti:
1) Tugas- tugas yang dicoba yang bertabiat raga semacam statsiun kegiatan,
aturan ruang, tempat kegiatan, perlengkapan serta alat kegiatan, situasi
kegiatan, tindakan kegiatan, sebaliknya tugas- tugas yang bertabiat psikologis
semacam kerumitan profesi, tingkatan kesusahan profesi, tanggung jawab
profesi.
2) Badan kegiatan semacam lamanya durasi kegiatan, durasi isitirahat, kegiatan
bergilir, kegiatan malam, sistem pengupahan, bentuk bentuk badan, pemberian
kewajiban serta wewenang.
3) Lingkungan kerja merupakan area raga, area kimiawi, area kegiatan biologis
serta area kegiatan intelektual.
b. Faktor internal
Ialah aspek yang berawal dari dalam badan itu sendiri dampak dari respon
bobot kegiatan eksternal. Respon badan diucap strain, berat entengnya strain bisa
ditaksir bagus dengan cara obyektif ataupun subyektif. Aspek dalam mencakup
aspek somatic (jenis kelamin, umur, ukuran badan, status vitamin, situasi
kesehatan), aspek psikis (dorongan, anggapan, keyakinan, kemauan serta
kebahagiaan).
2.2.1.3 Durasi
Yakni lama seorang pekerja terpapar terjadinyaafaktor risiko, makin lama seorang
terpapar faktoririsiko, maka makin besar pula tingkat risikonya. Durasii dikategorikan dalam
3 macam yakni :
1. Durasi singkat, jika < 1 jam per hari.
2. Durasi sedang, jika 1-2 jam per hari.
3. Durasi lama, jika > 2 jam per hari.
Pekerjaannyang memakai otottyang serupa buat lama lumayan lama hendak
menimbulkan terbentuknya gangguan musculoskeletal disorders bila rehat pekerja tidak
lumayan. Terus menjadi lamanya lama bertugas hingga terus menjadi lama durasi yang
diperlukan buat cara penyembuhan (Bridger, 2020).

2.2.1.4 Frekuensi
Banyaknya kegiatan yang dicoba olehipekerja dalam satu hari. Bila otot menyambut
titik berat selalu tanpa melaksanakan relaksasi hendak menimbulkan keluhkesah otot. Dikala
beraktifitas kegiatan Terus menjadi banyak seseorang pekerja melaksanakan aksi kesekian,
hingga keluhkesah otot juga terus menjadi besar.Meningkatnya resiko musculoskeletal
disorders terjalin karna melaksanakan profesi dalammwaktu durasi yang lama serta style
ataupun bobot serta bentuk badan aneh (Bridger, 2020).

2.2.2 Faktor Lingkungan


Aspek yang diklasifikasikan selaku aspek area disini pada dasarnya nyaris serupa
dengan aspek pemicu inferior terbentuknya keluhkesah Muskuloskeletal ialah fibrasi,
mikroklimat, serta titik berat (Tarwaka, 2019).

2.2.2.1 Suhu
Bila seorang terhampar temperatur dingin yang kelewatan hendak bisa merendahkan
kecekatan, sensibilitas serta daya pekerja alhasil aksi pekerja jadi lamban, susah beranjak
serta daya otot menyusut. perbandingan temperatur area dengan temperatur badan yang
terlewat besar menimbulkan beberapa besar energi yang terdapat dalam badan hendak
termanfaatkan oleh badan buat menyesuaikan diri dengan area itu. Bila perihal ini dijajari
dengan cadangan tenaga yang lumayan, hingga hendak terjalin kekurangan pasokan tenaga ke
otot, selaku akhirnya, penyebaran darah kurang mudah, pasokan zat asam ke otot menyusut,
cara metabolism karbohidrat tertahan serta terjalin akumulasi asam laktat yang bisa
memunculkan rasa perih otot (Tarwaka, 2019).

2.2.2.2 Getaran
Fibrasi dengan gelombang besar yang langsung dialami seorang ataupun pekerja
hendak menimbulkan kontraksi otot meningkat. Kontraksi statis ini menimbulkan penyebaran
darah tidak mudah, akumulasi asam laktat bertambah serta kesimpulannya mencuat rasa perih
otot (Tarwaka, 2019).

2.2.2.3 Tekanan
Terbentuknya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak, semisal kala tangan
menggenggam perlengkapan, hingga jaringan otot tangan yang lunak hendak menyambut
titik berat langsunggdari perlengkapan yang dipegang. Perihal ini bisa menimbulkan rasa
perih otot yang berdiam bila titik berat kerap terjalin serta kesekian (Tarwaka, 2019).

2.2.3 Faktor Individu


Faktor lainnya yang dikelompokkan jadi faktor pekerja (umur, waktu kerja, jenis kelamin,
kesegaran jasmani, kebiasaan merokok, kekuatan fisik, indeks masa tubuh dan masa kerja).
Pada dasarnya faktor yang ialah faktor pekerja ini nyaris mendekati dengan faktor pemicu
campuran pada terbentuknya keluhan muskuloskeletal (Tarwaka, 2019).

2.2.3.1 Umur
Usia pekerja yang mengalami keluhan musculoskeletal disorders pada umumnya terasa
keluhan awal diusia 35 tahun kemudian ningkat seiring dengan usia yang nambah. Pekerja
yang telah berumur, daya tahan ototnya turun alhasil keluhan pada otot akan lebih terasa.
Usia pekerja sangat erta kaitannya dengan keluhan diiotot, terutama dibagaian leher serta
bahu. Sebagian ahli mengatakan keluhan yang terjadi umurlah sebab utamnya (Tarwaka,
2019).

2.2.3.2 Jenis Kelamin


Jenis kelamin juga memiliki keterkaitan yang erta dengan keluhkesah pada otot. Ini
disebabkan dengan cara fisiologis keahlian otot wanita lebih kecil dari otot pria. Daya otot
wanita cuma 2 atau 3 dari daya otot pria alhasil energi kuat otot wanita lebih kecil dari otot
pria (Tarwaka, 2014). Hasil riset Batti‟e (1989) membuktikan kalau pada umumnya daya otot
perempuan kurang lebih cuma 60% dari daya otot laki- laki, spesialnya buat otot tangan,
punggung serta kaki (Battié et al., 1989). Perihal ini diperkuat oleh riset Chiang( 1993) dkk,
yang melaporkan kalau analogi keluhkesah otot antara laki- laki serta perempuan merupakan
1: 3 dari penjelasan itu di atas, hingga tipe kemaluan butuh dipikirkan dalam merancang
bobot kewajiban (Chiang, Ko, Yu, Wu, & Chang, 1993).
2.2.3.3 Lama Kerja
Biasanya seseorang pekerja bertugas tidak lebih dari 8 jam/hari serta lebihnya dipakai buat
istirahat dari kegiatan. Bila lewat waktu kegiatan dicoba hingga dapat saja merendahkan daya
produksi kegiatan, efisiensi, kecapekan dan hendak memunculkan penyakit ataupun musibah
kegiatan. Dalam hukum Nomor 13 Tahun 2003 telah diatur lama kegiatan, yang melaporkan
kalau jam kegiatan yang legal merupakan 7 jammdalam 1 hari serta 40 jam dalam 1 pekan
buat 5 hari kegiatan. Lamanya seorang dikala bertugas amat akrab hubungannya dengan
keluhkesah otot alhasil hendak tingkatkan resiko musculoskeletal disorders khusus pada
pekerja yang profesinya berat (Undang-Undang, 2003).
2.2.3.4 Kebiasaan Merokok
Kerutinan merokok kepada keluhkesah keluhkesah otot pula amat kokoh hubungannya. Terus
menjadi lama ataupun terus menjadi besar tingkatan merokok, hingga terus menjadi besar
pula tingkatan keluhkesah otot yang dialami. Boshuizen,( 1993) menciptakan ikatan yang
amat penting antara Kerutinan merokok dengan keluhkesah otot pinggang, spesialnya buat
profesi yang membutuhkan mobilisasi otot. Perihal ini sesungguhnya akrab kaitannya dengan
situasi kebugaran badan seorang. Kerutinan merokok hendak bisa merendahkan kapasitas
paruparu, alhasil keahlian buat komsumsi zat asam menyusut serta selaku akhirnya, tingkatan
kebugaran badan pula menyusut. Bila seseorang pekerja itu wajib melaksanakan kewajiban
yang menuntut mobilisasi daya, hingga hendak gampang letih sebab isi zat asam dalam darah
kecil, pembakaran karbohidrat tertahan, terjalin penimbunan asam laktat serta kesimpulannya
mencuat rasa perih otot (Boshuizen, Verbeek, & Broersen, 1993).
2.2.3.5 Kesegaran Jasmani
Bila seorang memiliki jam rehat yang lumayan dalam kegiatan tiap harinya, umumnya
keluhkesah otot lebih tidak sering dikeluhkannya. Kebalikannya, untuk seorang yang dalam
kesehariannya tidak memiliki durasi yang lumayan buat rehat serta melaksanakan profesi
yang membutuhkan advis daya yang besar, nyaris ditentukan hendak mengeluhkan
keluhkesah otot. Tingkatan keluhkesah otot pula amat dipengaruhi oleh tingkatan kebugaran
badan. Buat tingkatan kebugaran badan yang kecil, hingga efek terbentuknya keluhkesah
merupakan 7, 1%, tingkatan kebugaran badan lagi merupakan 3, 2% serta tingkatan
kebugaran badan besar merupakan 0, 8% (Tarwaka, 2014). Dari penjelasan di atas bisa
disimpulkan kalau tingkatan kebugaran badan yang kecil hendak mempertinggi efek
terbentuknya keluhkesah otot. Keluhkesah otot hendak bertambah searah dengan
bertambahnya kegiatan raga.
2.2.3.6 Masa Kerja
Masa kerja merupakan waktu durasi seorang yang telah bertugas dari awal mulai masuk
kegiatan sampai bertugas. Masa kerja amat akrab hubungannya dengan keluhkesah dibagian
otot serta hendak memunculkan resiko musculoskeletal disorders, spesialnya untuk pekerja
berat ataupun yang menginginkan daya besar dikala bertugas. Pekerja dengan era kegiatan
lebihidari 10 tahun hendak lebih besar resiko terserang musculoskeletal disorders (Tarwaka,
2014).
2.2.3.7 Indeks Masa Tubuh (IMT)
Salahasatu aspek yang menimbulkan terbentuknya keluhan pada musculoskeletal disorders
merupakan berat tubuh, besar tubuh serta era badan, walaupun pengaruhnya relatif kecil.
Selaku ilustrasi ketertarikan antara indikator era badan dengan MSDs yakni seorang yang
terus menjadi keunggulan berat tubuh hingga keluhkesah MSDs pula hendak bertambah
karna seorang yang berat tubuhnya kelewatan otomatis hendak menahannberat tubuhnya
sendiriidengan metode mengontraksiidibagian otottpunggung, serta jika ini terus menerus
dicoba bisa menimbulkan bantalan pada saraf tulang balik terhimpit (Tarwaka, 2014).
2.2.3.8 Kekuatan Fisik
Hingga dikala ini sedang diperdebatkan apakah terdapat ikatan antara daya raga
dengan resiko keluhkesah otot skeletal, karna sedang banyak perbandingan opini. Beberapa
riset membuktikan kalau terdapat ikatan yang penting, tetapi riset yang lain membuktikan
tidak terdapat ikatan antara daya raga dengan keluh kesah otottskeletal. Chaffin and
Park( 1979) yang dikemukakan oleh NIOSH menciptakan terdapatnya kenaikan keluhkesah
punggung yang amat besar pada pekerja yang melaksanakan kewajiban yang menuntut daya
melampaui batasan daya otot pekerja. Untuk pekerja yang memiliki daya ototnya kecil,
mungkin resiko terbentuknya keluhkesah otot 3 kali bekuk dari yang memiliki daya otot
besar (Chaffin, 1979). Pekerja yang telah memiliki keluh kesah pinggang tadinya sedang
sanggup melaksanakan profesi semacam pekerja yang lain yang belum merasakan keluhkesah
pinggang (Battié et al., 1989). Diamati dari perbandingan dari bermacam hasil riset itu,
dengan cara fisiologis terdapat seorang ituudilahirkan dengan bentuk otottyang lebih kokoh
dibanding dengannorang yang lain. Dalam situasi yang berlainan ini, bila wajib
melaksanakan profesi yang membutuhkan advis otot, nyata yang memiliki daya kecil hendak
lebih rentan kepada efek luka otot. Tetapi buat profesi yang tidak membutuhkan advis daya,
hingga aspek daya raga kurang relevan kepada efek keluhkesah otot skeletal.

2.3 Kerangka Konsep

penurunan keluhan
Latihan Peregangan WMSDs
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini adalah menggunakan metode penelitian survei yang bertujuan
untuk mengetahui pengaruh latihan peregangan terhadap penurunan keluhan WMSDs pada
Pasien Puskesmas Glugur Darat.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian


3.2.1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Glugur Darat.
3.2.2. Waktu Penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2024.

3.3. Populasi dan Sampel


3.3.1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas subjek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya.
Dalam penelitian ini, populasi penelitian adalah seluruh pasien dengan keluhan
Musculosceletal Disorder dari bulan Januari hingga Desember 2023 sebanyak 723 orang.
3.3.2. Sampel
Teknik sampling menggunakan rumus Slovin, dengan alasan karena pengambilan
jumlah sampel harus representatif terhadap pasien di Puskesmas Glugur Darat sehingga
populasi tidak terlalu tersebar secara geografis.

3.4 Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner pada responden
dengan mengajukan sejumlah pertanyaan yang telah disusun.
3.5 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Skala Hasil Ukur
Operasional Ukur
1 Keluhan Apakah PengisianNordic Nordic Nomina 1.Ringan
WMDs mengalami Body Map Body l (apabila terisi
keluhan Map 1-9 titik)
WMDs 2.Berat
(apabila terisi
10-27 titik)
2 Latihan Apakah Pengisian Kuesioner Nomina 1.Ya
Peregangan melaksanakan kuesioner l 2.Tidak
latihan
3 Lama waktu Lama waktu Pengisian Kuesioner Nomina 1.> 1 jam
melakukan kuesioner l 2.30 menit – 1
peregangan jam
3. < 30 menit
4 Frekuensi Frekuensi Pengisian Kuesioner Nomina 1.Setiap hari
dalam kuesioner l 2.> 1 kali
melakukan dalam 1
peregangan minggu
3. < 1 kali
dalam 1
minggu
5 Jenis Jenis Pengisian Kuesioner Nomina 1.Peregangan
peregangan peregangan kuesioner l panjang/senam
yang 2.Peregangan
dilakukan dengan
gerakan
berulang
3.Peregangan
dengan
gerakan kecil
4. Peregangan
di tempat
6 Jenis Jenis kelamin Pengisian Kuesioner nominal 1.Pria
Kelamin yang dimiliki 2.Wanita
7 Usia Usia Pengisian Kuesioner Nomina 1.>65 tahun
produktif kuesioner l 2.15-64 tahun
menurut 3.<15 tahun
Kemenkes RI
8 Suku Suku bangsa Pengisian Kuesioner Nomina 1.Batak
kuesioner l 2.Melayu
3.lain nya
9 Jumlah anak Jumlah anak Pengisian Kuesioner Nomina 1.>2 anak
yang dimiliki kuesioner l 2.2 anak
3.1 anak
10 Pekerjaan Jenis Pengisian Kuesioner Nomina 1.Pegawai
pekerjaan kuesioner l kantor
berdasarkan 2.Pekerja
kaitannya lapangan
dengan postur 3.Tidak
kerja bekerja
11 Transportasi Transportasi Pengisian Kuesioner Nomina 1.Berjalan
yang yang kuesioner l kaki
digunakan digunakan 2.Sepeda
untuk untuk pergi 3.Sepeda
bekerja bekerja motor
4.Mobil
5.Lain nya
12 Konsumsi Riwayat Pengisian Kuesioner Nomina 1.Ya
susu / konsumsi kuesioner l 2.Tidak
suplemen susu maupun
suplemen
kalsium
13 Konsumsi Pengisian Kuesioner Nomina 1.Ya
obat – kuesioner l 2.Tidak
obatan
pereda nyeri
14 Riwayat Pengisian Kuesioner Nomina 1.Ya
jatuh / kuesioner l 2.Tidak
kecelakaan
15 Pekerjaan Pengisian Kuesioner Nomina 1.Melakukan
rumah kuesioner l sendiri
tangga 2.Dibantu
orang lain
3.Tidak
melakukan

3.6 Analisis Data


Langkah-langkah analisis data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1 Analisis univariat
Analisis univariat dilakukan dengan cara mencari distribusi frekuensi setiap
variabel penelitian, untuk mengetahui proporsi atau gambaran dari variabel
penelitian. Analisa ini dilakukan terhadap suatu variabel secara mandiri tanpa
dikaitkan dengan variabel lain.

2 Analisis bivariat
Analisis ini bertujuan untuk melihat hubungan antar variable dependen dan
variable independen. Teknik yang digunakan adalah metode crossectional.
No Variabel Jenis Variabel
1 Keluhan WMDs Independen
2 Latihan Peregangan Dependen
3 Lama waktu Dependen
4 Frekuensi Dependen
5 Jenis peregangan Dependen
6 Jenis Kelamin Dependen
7 Usia Dependen
8 Suku Dependen
9 Jumlah anak Dependen
10 Pekerjaan Dependen
11 Transportasi yang digunakan untuk bekerja Dependen
12 Konsumsi susu / suplemen Dependen
13 Konsumsi obat – obatan pereda nyeri Dependen
14 Riwayat jatuh / kecelakaan Dependen
15 Pekerjaan rumah tangga Dependen
BAB IV
HASIL PENELITIAN
BAB V
PEMBAHASAN
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
BAB VII
DAFTAR PUSTAKA
BAB VIII
LAMPIRAN
Lampiran 1. Analisa data
Lampiran 2. Kuesioner penelitian
KUESIONER PENELITIAN

PENGARUH LATIHAN PEREGANGAN TERHADAP PENURUNAN


KELUHAN WORK RELATED MUSCULOSKELETAL DISORDERS
(WMSDS) DI PUSKESMAS GLUGUR DARAT

Tanggal :
No :
Petunjuk Pengisian Kuisioner
1. Mohon dengan hormat bantuan dan kesediaan Bapak/Saudara untuk
menjawab seluruh pertanyaan dari kuisisoner yang telah disediakan
dengan jujur.
2. Tandai jawaban yang sesuai dengan jawaban yang tersedia

A. Karakteristik Responden

1. Nama :
2. Jenis Kelamin :
3. Umur :
4. Suku :
5. Alamat :
6. Jumlah anak :
7. Pekerjaan :
8. Sudah berapa lama Bapak/Ibu/Saudara bekerja? ...........
9. Berapa lama anda bekerja dalam satu hari : .................. Jam
10.Apakah melakukan peregangan sebelum bekerja? Ya/tidak *
Jika menjawab ya.
 Berapa kali melakukan peregangan dalam 1
minggu? ............
 Berapa lama waktu yang dihabiskan saat melakukan
peregangan?.......
11.Jenis peregangan apa yang Anda lakukan? **
o Peregangan di tempat
o Peregangan dengan gerakan kecil
o Peregangan dengan gerakan yang berulang
o Peregangan panjang/Senam
12.Transportasi apa yang digunakan untuk bekerja? **
o Berjalan kaki
o Bersepeda
o Sepeda Motor
o Mobil
o Kendaraan lainnya .......
13.Apakah Anda mengkonsumsi susu / suplemen yang mengandung
kalsium? Ya/Tidak *
14.Apakah Anda mengkonsumsi obat – obatan penghilang nyeri?
Ya/Tidak *
15.Apakah Anda pernah mengalami jatuh/kecelakaan?
Jika ya, bagian tubuh mana yang mengalami cedera?..........
16.Dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga *
o Sendiri
o Dibantu oleh orang lain
o Tidak melakukan sama sekali
*Lingkari jawaban anda
**Pilih jawaban yang paling tepat
B. Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs)
Jika Ada, bagian tubuh Bapak/Saudara mana yang sering dikeluhkan?
N Jenis Keluhan Y Tidak
o a
0 Sakit atau kaku di leher bagian
atas
1 Sakit atau kaku di leher bagian
bawah
2 Sakit di bahu kiri
3 Sakit di bahu kanan
4 Sakit pada lengan atas kiri
5 Sakit di punggung atas
6 Sakit di lengan kanan atas
7 Sakit di punggung bawah
8 Sakit pada pinggang
9 Sakit pada bokong
10 Sakit pada siku kiri
11 Sakit pada siku kanan
12 Sakit pada lengan kiri bawah
13 Sakit pada lengan kanan bawah
14 Sakit pada pergelangan tangan
kiri
15 Sakit pada pergelangan tangan
kanan
16 Sakit pada jari-jari tangan kiri
17 Sakit pada jari-jari tangan kanan
18 Sakit pada paha kiri
19 Sakit pada paha kanan
20 Sakit pada lutut kiri
21 Sakit pada lutut kanan
22 Sakit pada betis kiri
23 Sakit pada betis kanan
24 Sakit pada pergelangan kaki kiri
25 Sakit pada pergelangan kaki
kanan
26 Sakit pada telapak kaki kiri
27 Sakit pada telapak kaki kanan
Lampiran 3. Dokumentasi penelitian

Anda mungkin juga menyukai