1 Ergonomik
Ergonomik berasal dari bahasa Yunani yaitu ergon berarti kerja dan nomos
berarti hukum. Definisi ergonomik menurut Occupational Safetyand Health
Administration (OSHA) adalah hubungan manusia dengan lingkungan kerja yang
tidak mengakibatkan suatu gangguan. Secara garis besarnya ergonomic berarti
terciptanya sistem kerja yang sehat, aman, dan nyaman bagi manusia. Pada
dasarnya kondisi ergonomik sangat menguntungkan karena dapat mencegah
terjadinya gangguan muskuloskeletal dan dapat mengurangi kesalahan yang dapat
mengakibatkan cedera pada para pekerja. Dalam kaitan tersebut di atas,
ergonomic bukan hanya tentang perasaan lebih baik secara fisik, namun juga
bagaimana menempatkan peralatan pada posisi yang mudah dijangkau sehingga
akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas. Menurut OSHA, gangguan
musculoskeletal yang berhubungan dengan pekerjaan seseorang dapat terjadi
bilamana ada ketidakcocokan antara kebutuhan fisik kerja dan kemampuan fisik
tubuh manusia. Ergonomik, merupakan suatu usaha untuk menyesuaikan jenis
pekerjaan terhadap pekerja/manusia dengan merancang pekerjaan tersebut agar
menghasilkan lingkungan kerja yang mendukung pencegahan terjadinya gangguan
muskuloskeletal
2.2 Gangguan Muskuloskeletal
Gangguan muskuloskeletal adalah kondisi terjadinya gangguan fungsi
pada ligamen, otot, saraf, sendi dan tendon, serta tulang belakang. Sistem
muskuloskeletal tubuh sendiri adalah struktur yang mendukung anggota badan,
leher, dan punggung.
Gangguan muskuloskeletal (musculoskeletal disorders) adalah penyakit
yang menimbulkan rasanyeri berkepanjangan. Seseorang yang menderita
gangguan muskuloskeletal merasakan keluhan mulai dari yang ringan sampai
berat jika ototmenerima beban statis secara berulang dan dalam kurun waktu yang
lama. Timbulnya gangguanmuskuloskeletal ini terkait dengan kondisilingkungan
kerja dan cara kerja mendukungsehingga dengan kondisi seperti ini
dapatmenyebabkan kerusakan pada otot, syaraf, tendon, persendian, kartilago, dan
diskus vertebralis.Gangguan muskuloskeletal yang kerap terjadi pada praktisi
1
kesehatan. Hal ini terjadi akibat posisitubuh sewaktu bekerja kurang ergonomis
danterjadi dalam waktu yang lama serta berulangulang.Hal ini akan menyebabkan
rasa tidak nyaman di daerah leher, bahu dantulang punggung sehingga dapat
mengakibatkan antara lain gangguan muskuloskeletal yang berupa nyeri
punggung bagian bawah (lower back pain).
Gangguan muskuloskeletal (musculoskeletal disorders) adalah suatu
kumpulan gangguan atau cedera yang mengenai sistem muskuloskeletal.
Umumnya gejala timbulnya gangguan musculoskeletalterlihat dalam berbagai
bentuk sehingga hal inilah yang menyebabkan sulitnya mengidentifikasi penyebab
awal. Rasa sakit atau gangguan muskuloskeletal ini biasanya dikaitkan dengan
pekerjaan seseorang yang disertai adanya rasa tidak nyaman pada tangan, lengan,
bahu, leher dan tulang punggung akibat posisi saat bekerja dengan postur tubuh
yang tetap selama bekerja.
Gangguan muskuloskeletal dapat disebabkan oleh tekanan fisik maupun
psikis. Adapun faktor penyebab gangguan musculoskeletal sangat sulit untuk
ditentukan, namun perlu diketahui bahwa belum tentu suatu faktor risiko akan
menjadi penyebab. Banyak faktor yang menjadi penyebab dan lamanya waktu dari
mulai terjadinya faktor risiko sampai timbulnya gangguan muskuloskeletal.
Namun besar kecilnya derajat faktor risiko dapat menunjukkan timbulnya
gangguan muskuloskeletal.
Studi tentangmusculoskeletal disorders (MSDs) pada berbagai jenis
industri telah banyak dilakukan dan hasil studi menunjukkan bahwa keluhan otot
skeletal yang paling banyak dialami pekerja adalah otot bagian pinggang (low
back pain) dan bahu. MSDs adalah masalah ergonomik yang sering dijumpai
ditempat kerja, khususnya yang berhubungan dengan kekuatan dan ketahanan
manusia dalam melakukan pekerjaannya. Masalah tersebut lazim dialami para
pekerja yang melakukan gerakan yang sama dan berulang secara terus-menerus.
Perkembangan disektor industri ini menuntut dukungan penggunaan
teknologi maju dan peralatan canggih. Disatu pihak penggunaan teknologi dan
peralatan canggih tersebut akan memberikan kemudahan dalam bekerja, dilain
pihak dapat juga memberikan ruang terjadinya risiko bahaya kecelakaan dan
penyakit akibat kerja yang lebih besar. Hal ini didukung dengan keterampilan
tenaga kerja masih rendah seperti keadaan Indonesia yang sebagian besar (74%)
tenaga kerjanya masih berpendidikan sekolah dasar (Sulistomo, 2002 dalam
Akbar, 2005). Penelitian mengenai gangguan muskuloskeletal karyawan beberapa
perusahaan kecil di Bali oleh Adiputra,dkk (2001) menyebutkan bahwa gangguan
muskuloskeletal dianggap sebagai masalah nasional pada beberapa negara karena
kejadiannya sangat tinggi dan selalu meningkat dari tahun ke tahun sehingga
menyebabkan turunnya produktivitas kerja dengan prevalensi MSDs berkisar
antara 80%-93,3%.Penyebabnya banyak dihubungkan dengan lingkungan kerja
yang tidak ergonomis.
Kondisi manusia dikatakan tidak aman bila kesehatan dan keselamatan
pekerja mulai terganggu.Dengan adanya kelelahan dan keluhan muskuloskeletal
merupakan salah satu indikasi adanya gangguan kesehatan dan keselamatan
pekerja.Pekerja sering mengeluh tubuh merasa nyeri atau sakit saat bekerja
maupun setelah bekerja. Studi tentang MSDs menunjukkan bahwa bagian otot
yang sering dikeluhkan adalah otot rangka (skeletal) yang meliputi otot leher,
bahu, lengan, tangan, jari, punggung, pinggang dan otot bagian bawah (Astuti,
2007).(2)
2.3 Klasifikasi Musculoskeletal Disorders (MSDs)
Muskuloskeletal Disorders (MSDs) diklasifikasikan menjadi beberapa
jenis oleh Oliveira dan Browne.
a. Menurut Oliveira
1) Stadium I : Lelah, tidak nyaman, nyeri terlokalisasi yang memburuk saat
bekerja dan membaik saat istirahat.
2) Stadium II : Nyeri persisten dan lebih intens, diikuti dengan parestesia
dan perasaan terbakar. Memburuk saat bekerja dan aktivitas sehari-hari.
3) Stadium III : Nyeri persisten dan berat diikuti penurunan kekuatan otot
dan kontrol pergerakan, edema dan parestesia.
4) Stadium IV : Nyeri kuat dan berlangsung terus menerus (de Carvalho et
al., 2009).
b. Menurut Browne
1) Stadium I : Nyeri saat bekerja, berhenti saat malam hari tanpa gangguan
tidur
2) Stadium II : Nyeri selama bekerja, menetap sampai malam menyebabkan
gangguan tidur
3) Stadium III : Nyeri bahkan saat beristirahat dengan gangguan tidur (de
Carvalho et al., 2009).
2.4 Faktor Risiko Muskuloskeletal
Faktor risiko tersebut meliputi adanya pengulangan gerakan yang terus
menerus; kekuatan yang berlebihan sehingga menyebabkan kelelahan otot dan
menimbulkan rasa nyeri; tekanan mekanis yang disebabkan oleh cedera akibat
benda tajam, peralatan atau instrumen; sikap kerja selama melakukan
pekerjaan; getaran akibat penggunaan peralatan dengan frekuensi getar di atas
5.000 Hz; suhu udara yang tidak nyaman; dan tekanan yang disebabkan oleh
keadaan luar .Faktor risiko lainnya meliputi usia, penyakit tertentu, dan
aktivitas lainnya di luar pekerjaan. Selain itu dari beberapa penelitian, diketahui
bahwa ada hubungan faktor risiko penyebab gangguan muskuloskeletal
dengan(3)
Gangguan muskuloskeletal terjadi ketika kamu terlalu sering
menggunakan atau menyalahgunakan sekelompok otot atau tulang untuk waktu
yang lama tanpa istirahat. Risiko terjadinya gangguan muskuloskeletal
dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Hernandez dan Peterson (2013) mengelompokkan faktor risiko dari
MSDs ke dalam tiga kelompok besar yaitu faktor pekerjaan, faktor psikososial,
dan faktor individu (Gatchel et al., 2014).
a. Faktor pekerjaan
1) Postur tubuh saat bekerja
Berdasarkan posisi tubuh dan pergerakan, postur tubuh saat bekerja
dalam ergonomi terdiri atas:
- Posisi netral adalah postur tubuh dimana setiap anggota tubuh berada
pada posisi yang sesuai dengan anatomi tubuh, sehingga tidak terjadi
kontraksi otot yang berlebihan serta pergeseran atau penekanan pada
bagian tubuh.
- Posisi janggal adalah postur dimana posisi tubuh menyimpang secara
signifikan dari posisi netral saat melakukan aktivitas yang disebaban
oleh keterbatasan tubuh dalam menghadapi beban dalam waktu lama
(Bridger, 2008).
Lalu berdasarkan pergerakan, postur kerja dapat dibedakan menjadi:
- Postur statis adalah postur dimana sebagian besar tubuh tidak aktif
atau hanya sedikit terjadi pergerakan. Postur statis dalam waktu lama
dapat menyebabkan kontraksi otot terus menerus dan tekanan pada
anggota tubuh (Bridger, 2008).
- Postur Dinamis adalah postur yang terjadi dimana sebagian besar
anggota tubuh bergerak. Bila pergerakan tubuh wajar, hal ini dapat
membantu mencegah masalah yang ditimbulkan postur statis, namun
bila terjadi pergerakan berlebihan, hal ini dapat menyebabkan
masalah kesehatan (Corlett, 2006).
2) Force/beban
Pada pekerjaan mengangkat atau mengangkut, efisiensi kerja dan
pencegahan terhadap tulang belakang harus mendapat perhatian cukup.
Pemindahan material secara manual apabila tidak dilakukan secara
ergonomis dapat menimbulkan pembebanan pada tulang punggung
3) Frekuensi
Frekuensi merupakan banyaknya gerakan yang dilakukan dalam satu
periode waktu. Jika aktivitas pekerjaan dilakukan secara berulang, maka
disebut sebagai gerakan repetitif. Keluhan muskuloskeletal terjadi karena
otot menerima tekanan akibat kerja terus menerus tanpa ada kesempatan
untuk berelaksasi (Bridger, 2008).
4) Durasi
Durasi adalah lamanya waktu pajanan terhadap faktor risiko. Asumsinya
bahwa semakin lama durasi paparan semakin besar cedera yang terjadi
(Kantana, 2010).
a. Durasi singkat : < 1 jam/hari
b. Durasi Sedang : < 1-2 jam/hari
c. Durasi lama : > 2 jam/hari
5) Paparan Pada Getaran
Getaran akan menyebabkan bertambahnya kotraksi otot. Hal ini akan
menyebabkan tidak lancarnya aliran darah, meningkatnya penimbunan
asam laktat dan akhirnya timbul nyeri otot (Tarwaka, 2004).
b. Faktor Individu
1) Usia
Usia mempengaruhi kemungkinan seseorang untuk mengalami MSDs.
Otot memiliki kekuatan maksimal pada saat mencapai usia 20-29 tahun,
lalu setelah usia mencapai 60 tahun kekuatan otot akan menurun hingga
20%. Berdasarkan faktor tersebut dan dikombinasikan dengan sikap yang
tidak ergonomis akan menyebabkan terjadinya MSDs (Tarwaka, 2010).
2) Jenis kelamin
Pada semua kelompok pekerjaan, angka prevalensi masalah
muskuloskeletal lebih besar pada perempuan dibandingkan pada laki-
laki. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat prevalensi nyeri
muskuloskeletal yang lebih tinggi bagi perempuan daripada laki-laki
dalam populasi umum dengan rentang usia 25 sampai 64 tahun. Untuk
nyeri muskuloskeletal di setiap lokasi, 39% pria dan 45% wanita
dilaporkan dengan keluhan kronis. Dominasi tertinggi pada wanita
ditemukan untuk pinggul dan pergelangan tangan. Hal tersebut
dipengaruhi oleh faktor fisiologis kekuatan otot pada perempuan yang
berkisar 2/3 kekuatan otot dari pria (Wijnhovn et al, 2006).
3) Indeks Massa Tubuh (IMT)
Indeks massa tubuh merupakan suatu rumus matematis yang berkaitan
dengan lemak tubuh orang dewasa dan menyatakan status gizi seseorang.
IMT dinyatakan sebagai berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan
kwadrat tinggj badan (dalam ukuran meter) (Arisman, 2009).
Status gizi seseorang yang dinyatakan oleh IMT diukur oleh batas nilai
ambang berikut, dinyatakan normal apabila IMT 18.5-24.9, kurus apabila
IMT 17-18.49, overweight apabila IMT 25-29,9 dan obesitas bila
IMT>30 (Lancet, 2004).
Pada individu yang overweight ataupun obesitas ditemukan
terdapat kerusakan pada sistem muskuloskeletal yang yang
bermanifestasi sebagai nyeri dan discomfort. Hal ini dinyatakan dalam
penelitian Alley dan Chang (2007) bahwa terdapat peningkatan
kerusakan fungsional dan disabilitas pada populasi obesitas. Keluhan
tersebut dapat menghalangi dan mengganggu aktivitas fisik. Keluhan
MSDs yang umum terjadi pada individu yang obesitas seperti nyeri leher,
tendinitis rotator cuff, osteoatritis pada lutut, nyeri kaki, dan cedera
tendon Achilles (O’Malley, 2011).
Keluhan muskuloskeletal yang terjadi disebabkan oleh pengaruh ukuran
antropometri terkait pada keseimbangan dari struktur rangka dalam
menerima beban baik berat tubuh maupun beban dari pekerjaan
(Tarwaka, 2004).
4) Kebiasaan merokok
Kebiasaan merokok menjadi faktor risiko pada pekerjaan yang
memerlukan pengerahan otot, karena nikotin pada rokok dapat
menyebabkan berkurangnya aliran darah ke jaringan. Selain itu, merokok
dapat pula menyebabkan berkurangnya kandungan mineral pada tulang
sehingga menyebabkan nyeri akibat terjadinya keretakan atau kerusakan
pada tulang (Kantana, 2010).
Perokok diklasifikasikan sebagai perokok ringan bila merokok kurang
dari 1 bungkus perhari atau kurang dari 15 batang perhari dan perokok
berat bila merokok lebih dari 25 batang perhari ( Husten, 2009; Rebecca
et al., 2011)
5) Kebiasaan Olahraga
Tingkat kesegaran jasmani yang rendah akan meningkatkan risiko
terjadinya keluhan otot (Haljaste dan Unt, 2010).
6) Masa Kerja
Masa kerja merupakan faktor risiko yang dapat mempengaruhi seorang
pekerja untuk meningkatkan risiko terjadinya MSDs, terutama untuk
jenis pekerjaan yang menggunakan kekuatan kerja yang tinggi. Selain itu,
semakin lama waktu bekerja atau semakin lama seseorang terpapar faktor
risiko maka semakin besar pula risiko untuk mengalami keluhan
musculoskeletaldisorders (Guo, 2004).
c. Faktor Psikososial
Faktor-faktor psikososial merupakan interaksi yang terjadi diantara
lingkungan kerja, pekerjaan, kondisi organisasi, kapasitas serta pemenuhan
pekerja, budaya, dan pertimbangan pribadi dengan pekerjaan yang berlebih,
melalui persepsi dan pengalaman serta berpengaruh pada kesehatan, kinerja,
dan kepuasan kerja (Rahardjo, 2005). Faktor-faktor tersebut dijelaskan oleh
Johansson dan Rubenowitz pada tahun 1996 diantaranya;
1) Pengaruh dan kontrol pekerjaan
Pada aspek ini beberapa hal yang dapat ditinjau antara lain seperti
pengaruh tingkatan kerja, pengaruh metode kerja, pengaruh alokasi kerja,
dan control teknis, serta pengaruh peraturan kerja
2) Iklim terhadap supervisor (pengawas)
Dapat dilihat hubungan dengan penyelia, bagaimana komunikasi dalam
lingkup pekerjaan saat meminta masukan, pertimbangan sudut pandang
mengenai masalah dan memberikan informasi.
3) Rangsangan dari pekerjaan itu sendiri
Hal-hal yang patut diperhatikan adalah apakah pekerjaan tersebut
menarik dan dapat menstimulasi individu untuk bekerja atau tidak,
apakah pekerjaan bervariasi atau monoton, terdapat kesempatan untuk
menggunakan bakat dan keterampilan, dan untuk belajar hal baru dari
pekerjaan.
4) Hubungan dengan rekan kerja
Hal-hal yang patut diperhatikan adalah hubungan dengan rekan kerja,
komunikasi yang berkaitan dengan pekerjaan dengan rekan kerja.
5) Beban kerja secara psikologis
Pertimbangkan pengaruh stress kerja, beban kerja, perasaan lelah dan
kejenuhan sehabis bekerja yang meningkat, ada atau tidaknya
kemungkinan untuk istirahat saat bekerja, dan beban mental yang muncul
dari pekerjaan itu sendiri.
Nyeri/ngilu
Kelelahan
Gangguan tidur
Peradangan, pembengkakan, kemerahan
Penurunan rentang gerak
Hilangnya fungsi
Kesemutan
Mati rasa atau kekakuan
Kelemahan otot atau kekuatan cengkeraman menurun