Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui risiko musculoskeletal disorder yang
berhubungan dengan pekerjaan perawat Instalasi Gawat Darurat (IGD). Penelitian ini
tergolong penelitian deskriptif melalui pengamatan langsung dengan bantuan alat
perekam dan stopwatch untuk melihat pergerakan/postur terhadap risiko
muskuskeletal disorder pada aktifitas perawat yang dikerjakan secara manual
handling, kemudian dianalisis menggunakan software WinOwas. Hasil penelitian ini
menunjukkan perawat mempunyai risiko MSDs. Pekerjaan yang dilakukan perawat
didominasi postur janggal dengan frekuensi yang berulang-ulang dan durasi yang
lama pada setiap shift adalah pada aktifitas menjahit luka, ganti perban, memasang
infus, mendorong pasien, EKG dan memberikan nebulizer. Minimnya pengetahuan
tentang ergonomi dan tingginya beban kerja perawat di IGD merupakan hal yang
menambah risiko terjadinya MSDs. Oleh karena itu, rumah sakit perlu melaksanakan
program Pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan tentang ergonomi bagi perawat. Pendidikan dan pelatihan ergonomic
perlu dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan perawat tentang sikap kerja yang
benar, Latihan peregangan dan penguatan yang tepat dan melaksanakan program
aerobic progresif untuk meningkatkan kebugaran tubuh secara menyeluruh.
Kata kunci: MSDs, Ergonomi, OWAS.
Latar Belakang
Di Indonesia pada tahun 2013, angka prevalensi gangguan muskuloskeletal
berdasarkan gejala yang ada yaitu sebesar 24,7% (Riskesdas, 2013). Pada tahun 2003,
WHO melaporkan Musculoskeletal Disorders (MSDs) adalah penyakit akibat kerja
yang paling banyak terjadi dan diperkiraan mencapai 60% dari semua penyakit akibat
kerja. Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2005, terdapat 40,5% pekerja di
Indonesia mempunyai gangguan kesehatan yang berhubungan dengan pekerjaan
diantaranya adalah gangguan muskuloskeletal sebanyak 16%, gangguan
kardiovaskular 6%, kulit 1,3% dan gangguan THT 1%. (О.В.Ковалишина, 2017)
Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari sistem pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan di Rumah Sakit. Pelayanan keperawatan tersebut
harus memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat akan pelayanan keperawatan
yang profesional. Pada saat ini secara umum pelayanan keperawatan yang
dilaksanakan oleh rumah sakit masih belum terstandarisasi. Hal ini berkaitan dengan
keterbatasan pada kualitas dan kuantitas sumber daya manusia dan masih kurangnya
sistem pengelolaan pelayanan keperawatan. Di negara industri, nyeri pinggang bawah
dan gangguan fleksibilitas pinggang diderita oleh 50 – 80 % tenaga kerja. Sering kali
pihak manajemen di perusahaan tidak menyadari bahwa cidera akibat pekerjaan yang
disebabkan oleh aspek ergonomi menempati urutan terbesar, yaitu kurang lebih
sebesar 30 – 40 % dari total keseluruhan.
Faktor gangguan muskuloskeletal disorders di rumah sakit diakibatkan oleh
kondisi berdiri lebih dari 6 jam dan membungkuk lebih dari 10 kali/ jam dan
melaksanakan beberapa sikap paksa. Sedangkan menurut Vipiana, penyebab MSDs
adalah peralatan medis dan non medis didatangkan dari luar negeri sehingga perlu
banyak penyesuaian bentuk dan ukuran tubuh tenaga kerja/ perawat.
Yeo et.all (2019) dalam penelitiannya bahwa prevalensi kejadian
musculoskeletal disorder pada staf perawat tinggi terutama pada perawat yang tidak
berolahraga, bekerja shif malam sementara David (2013) dalam studi 5 tahunnya tang
dilakukan terhadap 12.426 peserta yang mewakili 47 pekerjaan yang berbeda di 18
negara hasilnya adalah pegawai negeri sipil, pengolah makanan, perawat, operator
dan lain- lain, yang memiliki prevalensi gangguan musculoskeletal yang berhubungan
dengan pekerjaan terutama adalah perawat. (Dewi, 2019)
DISKUSI
Definisi
Trauma merupakan suatu cedera atau rupadaksa yang dapat mencederai fisik
maupun psikis. Trauma jaringan lunak muskuloskeletal dapat berupa vulnus (luka),
perdarahan, memar (kontusio), regangan atau robekan parsial (sprain), putus atau
robekan (avulsi atau rupture), gangguan pembuluh darah dan gangguan saraf. Cedera
pada tulang menimbulkan patah tulang (fraktur) dan dislokasi. Fraktur juga dapat
terjadi di ujung tulang dan sendi (intra-artikuler) yang sekaligus menimbulkan
dislokasi sendi. Fraktur ini juga disebut fraktur dislokasi. (Mahartha et al., 2017)
Musculoskeletal disorders (MSDs) atau gangguan muskuloskeletal merupakan
suatu gangguan pada sistem muskuloskeletal yang mengakibatkan gejala seperti nyeri
akibat kerusakan pada nervus, dan pembuluh darah pada berbagai lokasi tubuh seperti
leher, bahu, pergelangan tangan, pinggul, lutut, dan tumit [ (Cho et al., 2016) dalam
(О.В.Ковалишина, 2017) ]
Klasifikasi
Muskuloskeletal Disorders (MSDs) diklasifikasikan menjadi beberapa
stadium menurut Oliveira dan Browne.
a. Menurut Oliveira
1. Stadium I : Lelah, tidak nyaman, nyeri terlokalisasi yang memburuk
saat bekerja dan membaik saat istirahat.
2. Stadium II : Nyeri persisten dan lebih intens, diikuti dengan
parestesia dan perasaan terbakar. Memburuk saat bekerja dan
aktivitas sehari-hari.
3. Stadium III : Nyeri persisten dan berat diikuti penurunan kekuatan
otot dan kontrol pergerakan, edema dan parestesia.
4. Stadium IV : Nyeri kuat dan berlangsung terus menerus.
b. Menurut Browne
1. Stadium I : Nyeri saat bekerja, berhenti saat malam hari tanpa
gangguan tidur
2. Stadium II : Nyeri selama bekerja, menetap sampai malam
menyebabkan gangguan tidur
3. Stadium III : Nyeri bahkan saat beristirahat dengan gangguan tidur
(О.В.Ковалишина, 2017)
Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan daya pegas
untuk menahan tekanan, tetapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari
yang diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur periosteum dari
pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow dan jaringan lunak membungkus
tulang rusak. Pendarahan terjadi karena kerusakan tersebut maka terbentukla
hematoma di rongga medulla tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian
tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit
serta infiltrasi sel adalah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya dan apabila kerusakan sudah parah akan diganti oleh
jaringan baru. (О.В.Ковалишина, 2017)
Manifestasi Klinis
Trauma jaringan lunak muskuloskeletal dapat berupa vulnus (luka), perdarahan,
memar (kontusio), regangan atau robekan parsial (sprain), putus atau robekan (avulsi
atau rupture), gangguan pembuluh darah dan gangguan saraf. Selain itu tanda gejala
yang ditimbukan antara lain :
a. Nyeri atau ngilu.
b. Kelelahan.
c. Gangguan tidur.
d. Peradangan.
e. Pembengkakan.
f. Kemerahan.
g. Penurunan rentang gerak.
h. Hilangnya fungsi.
i. Kesemutan.
j. Mati rasa atau kekakuan.
k. Kelemahan otot atau kekuatan cengkeraman menurun.
(Mahartha et al., 2017)
Diagnosis
Anamnesis dilakukan untuk menggali riwayat mekanisme cedera (posisi
kejadian)
dan kejadian-kejadian yang berhubungan dengan cedera tersebut. riwayat cedera atau
fraktur sebelumnya, riwayat sosial ekonomi, pekerjaan, obat-obatan yang dia
konsumsi, merokok, riwayat alergi dan riwayat osteoporosis serta penyakit lain.
Pada pemeriksaan fisik dilakukan tiga hal penting, yakni inspeksi / look :
deformitas (angulasi, rotasi, pemendekan, pemanjangan), bengkak. Palpasi / feel
(nyeri tekan, krepitasi). Status neurologis dan vaskuler di bagian distalnya perlu
diperiksa. Lakukan palpasi pada daerah ekstremitas tempat fraktur tersebut, meliputi
persendian diatas dan dibawah cedera, daerah yang mengalami nyeri, efusi, dan
krepitasi. Neurovaskularisasi bagian distal fraktur meliputi : pulsasi aretri, warna
kulit, pengembalian cairan kapler, sensasi. Pemeriksaan gerakan / moving dinilai
apakah adanya keterbatasan pada pergerakan sendi yang berdekatan dengan lokasi
fraktur. Pemeriksaan trauma di tempat lain meliputi kepala, toraks, abdomen, pelvis.
Sedangkan pada pasien dengan politrauma, pemeriksaan awal dilakukan menurut
protokol ATLS. Langkah pertama adalah menilai airway, breathing, dan circulation.
(Mahartha et al., 2017)
Temuan Data Penunjang (Laboratorium, Radiologi Dll)
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan antara lain laboratorium meliputi
darah rutin, faktor pembekuan darah, golongan darah, cross-test, dan urinalisa.
Pemeriksaan radiologis untuk lokasi trauma muskuloskeletal harus menurut rule of
two: dua gambaran, anteroposterior (AP) dan lateral, memuat dua sendi di proksimal
dan distal fraktur, memuat gambaran foto dua ekstremitas, yaitu ekstremitas yang
cedera dan yang tidak terkena cedera (pada anak) dan dua kali, yaitu sebelum
tindakan dan sesudah tindakan. (Mahartha et al., 2017)
Penatalaksanaan
1. Relaksasi Nafas Dalam
Hasil yang didapatkan terdapat 2 jurnal yang menggunakan relaksasi nafas
dalam untuk mengatasi nyeri yang dirasakan oleh pasien fraktur. Hasil
penelitian yang didapatkan menurut dengan hasil relaksasi nafas dalam efektif
digunakan untuk menurunkan skala nyeri yang dirasakan oleh pasien pre
maupun post operasi fraktur.
2. Kompres Dingin (Cold Pack)
Hasil yang didapatkan terdapat 2 jurnal yang menggunakan teknik non
farmakologi yaitu kompres dingin (Cold Pack) hasil penelitian dari kedua
jurnal tersebut adalah terdapat pengaruh kompres dingin terhadap penurunan
skala nyeri yang dirasakan oleh pasien fraktur. Kompres dingin (Cold Pack)
efektif digunakan untuk menurunkan nyeri yang dirasakan oleh pasien.
3. Range of Motion (ROM) Hasil yang didapatkan terdapat 1 jurnal yang
menggunakan Range of motion (ROM) sebagai terapi non farmakologi untuk
menurunkan skalai nyeri. Hasil penelitian yang didapatkan ROM efektif
digunakan untuk menurunkan skala nyeri pada pasien post operasi fraktur.
4. Suntikan dengan obat anestesi atau anti-inflamasi.
(Risnah et al., 2019)
Nursing Diagnosis
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik. (NANDA,2012)
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
faktor psikologis. (NANDA,2012)
3. Risiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan mobilitas
tempat tidur. (NANDA,2012)
4. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan perubahan peran social.
5. Risiko infeksi berhubungan dengan trauma. (NANDA,2012)
Kesimpulan
Musculoskeletal disorders (MSDs) atau gangguan muskuloskeletal merupakan
suatu gangguan pada sistem muskuloskeletal yang mengakibatkan gejala seperti nyeri
akibat kerusakan pada nervus, dan pembuluh darah pada berbagai lokasi tubuh seperti
leher, bahu, pergelangan tangan, pinggul, lutut, dan tumit.
Hasil penelilain risiko MSDs yang dilakukan pada perawat IGD didapatkan
hasil bahwa perawat berisiko terhadap MSDs, hal ini disebabkan karena aktivitas
yang dilakukan menggunakan postur janggal dan berulang.
Prinsip penanggulangan cedera muskuloskeletal adalah rekognisi (mengenali),
reduksi (mengembalikan), retaining (mempertahankan, dan rehabilitasi). Terapi non
farmaologi yang efekti dalam menurunkan skala nyeri pada pasien fraktur adalah
Distraksi pendengaran, Relaksasi nafas dalam, kompres dingin (Cold Pack) dan
Range of Motion (ROM).
DAFTAR PUSTAKA