Anda di halaman 1dari 100

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan sektor industri baik industri formal maupun informal

saat ini merupakan salah satu andalan dalam pembangunan nasional Indonesia

yang berdampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja, peningkatan

pendapatan dan pemerataan pembangunan. Kegiatan industri baik dalam

industri dengan skala besar maupun kecil dalam proses produksinya selalu

disertai faktor-faktor yang mengandung risiko bahaya sehingga terjadinya

kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja.

Menurut Santoso (2009), menjelaskan bahwa penerapan faktor

ergonomi sangat penting dilakukan terutama pada sektor industri, yaitu

pengetahuan sikap, tata cara dan perencanaan alat kerja yang tepat. Masalah

yang diakibatkan oleh faktor-faktor yang tidak ergonomis dapat berdampak

buruk terhadap kesehatan pekerja yang menyebabkan gangguan fisik maupun

fisiologis, yakni tidak sesuainya antara keadaan tubuh dengan kapasitas fisik

tubuh seseorang.

Gangguan Musculoskeletal adalah gangguan pada bagian otot rangka

yang disebabkan karena otot menerima beban statis secara berulang dan terus

menerus dalam jangka waktu yang lama dan akan menyebabkan keluhan

sendi, ligamen, dan tedon. (WHO, 2007) dalam Ariani (2008) penyakit

1
2

musculoskeletal disorders adalah penyakit akibat kerja terbesar di Eropa dan

diderita oleh jutaan pekerja.

Menurut ILO 2007, setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian yang

disebabkan oleh penyakit atau yang disebabkan oleh pekerjaan. Data tersebut

menyatakan bahwa terdapat 300.000 kematian yang terjadi dari 250 juta

kecelakaan dan sisanya kerena penyakit akibat kerja. Selain penyakit akibat

kerja yang menyebabkan kematian, juga terdapat karena masalah kesehatan

lain yang perlu mendapat perhatian antara lain, gangguan musculoskeletal,

gangguan reproduksi, gangguan jiwa, sistem syaraf dan sebagainya (Ningrum,

2015).

Dalam jurnal Choobineh, 2007 dijelaskan bahwa gangguan

musculoskeletal disorders (MSDs) merupakan salah satu penyebab terjadinya

kecelakaan kerja di negara-negara maju dan berkembang. Di beberapa negara,

pencegahan MSDs telah dianggap sebagai prioritas nasional. Kondisi kerja

yang buruk dan tidak adanya program pencegahan cedera yang efektif di

industri dunia berkembang menghasilkan tingkat MSDs yang sangat tinggi.

Faktor risiko MSDs yang diketahui termasuk aktifitas pekerjaan seperti

mengangkat beban berat, pekerjaan yang berulang, postur janggal saat

bekerja.

Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja di industri

manufaktur adalah kesehatan kerja yang terjadi di berbagai negara. Dari data

BLS (Bureau of Labor Statistics), Departemen Tenaga Kerja Amerika

menyebutkan bahwa studi yang dilakukan tahun 1994, sebanyak 92,576 kasus
3

cedera maupun kesehatan terjadi akibat gerakan berulang (repertitive motion),

repertitive placing, ataupun aktivitas menggenggam. Dari semua kasus ini,

sebanyak 55% berpengaruh pada pergelangan tangan, 7% pada pundak, dan

6% pada bagian tulang belakang (Bernard, 1997). Di tahun 2006, terjadi

sebanyak 21.770 kasus Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja

Amerika dengan rate 39 kasus per 10.000 pekerja full-time (United States

Departemen of Labor, 2008).

Di Inggris, menurut data dari Labour Force Survey untuk kurun waktu

tahun 2010 sampai 2011, industri manufaktur mampu menyerap sebanyak

10% dari seluruh tenaga kerja yang ada di negara tersebut. Namun

diestimasikan bahwa industri ini menyumbang sebanyak 32.000 kasus

gangguan kesehatan yang terkait dengan pekerjaan dan kehilangan hari kerja

sebanyak 1.900.000 hari kerja akibat gangguan tersebut. Untuk gangguan

musculoskeletal, dalam kurun waktu tahun 2010 sampai dengan 2011 telah

terjadi 508.000 kasus dari total 1.152.000 kasus penyakit terkait kerja yang

terjadi di Inggris (Health and Safety Executive, 2011).

Penelitian lain di bidang manufaktur seperti baru-baru ini (2012)

melaporkan bahwa pekerja penjahit di Iran menderita nyeri punggung bawah

(Low back Pain), arthosisi lutut dan gangguan musculoskeletal dengan jumlah

kasus 307.772 pada kasus nyeri punggung bawah, 291.305 kasus arthosisi, dan

872.633 kasus musculoskeletal. Gangguan ini menempati urutan kedua di Iran

setelah penyakit kardiovaskuler yang disebabkan terkait pekerjaan. Pada

penelitian ini gangguan musculoskeletal disebabkan oleh kerena pekerja


4

bekerja dengan postur yang buruk dan tidak ergonomis. Selain itu umur, jenis

kelamin, dan kebiasaan merokok juga dapat meningkatkan keluhan

musculoskeletal (Aghili, 2012).

Laporan perusahaan asuransi terkemuka di U.S menunjukkan

pergerakan otot yang berlebihan merupakan penyebab tertinggi kecelakaan

kerja (26%) dengan total kompensasi $13.4 milyar pada tahun 2003 (Tim

Ergoinstitute, 2008). Sementara itu berdasarkan Laporan Kesehatan Dunia

(2002) faktor risiko kerja terhadap penyakit tulang belakang adalah 37%,

sedangkan menurut WA State Fund (2003) penyakit cidera gangguan otot

rangka berhubungan dengan pekerjaan disebabkan oleh kegiatan mengangkat

dan membawa beban sebesar 32% (Depkes 2007).

Sementara itu di Indonesia, penelitian yang dilakukan oleh Nurliah

(2012), pada penelitiannya terkait Analisis Risiko Musculoskeletal Disorders

(MSDs) pada Operator Forklift di PT. LLI, didapatkan angka kejadian MSDs

cukup tinggi, dan semua operator forklift yang menjadi responden, 87%

mengalami MSDs, titik keluhan yang dikeluhkan responden antara lain

pinggang (65%), leher atas (60%), leher bawah (60%), punggung (48%), dan

bahu kanan (45%). Selain itu penelitian lain yang dilakukan oleh Zulfiqor

(2010) pada Welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpilar Indonesia didapatkan

pekerja dengan tingkat keluhan MSDs ringan sebanyak 58 orang (77,3%) dan

jumlah keluhan MSDs berat sebanyak 7 orang (9,3%).

Untuk mencegah keluhan Musculoskeletal ini, salah satu caranya yaitu

dengan mencapai suatu kondisi yang aman dan nyaman bagi pekerja,
5

diperlukan suatu interaksi harmonis antara manusia, mesin, dan lingkungan

kerjanya yang merupakan komponen yang terlibat dalam suatu proses

produksi. Interaksi antara manusia, mesin dan lingkungan kerjanya tersebut

dikenal dengan istilah ergonomi. Ergonomi merupakan suatu ilmu yang

mempelajari kesesuaian antara alat, pekerja dan lingkungannya (Tarwaka,

2008)

Berdasarkan data-data yang terus menunjukkan adanya keluhan

musculoskeletal di berbagai jenis industri manufaktur khususnya di

manufaktur di bagian menjahit terlihat bahwa masalah ergonomi yang paling

penting dihadapi di tempat kerja dan perlu mendapatkan tanggapan serius dari

pihak pengelola perusahaan untuk mengurangi terjadinya keluhan

musculoskeletal pada pekerja.

Sentra Indutri Kendal merupakan salah satu paguyuban di daerah

Kendal yang memproduksi tas, dimana setiap aktivitas kerjanya, pekerja

berisiko untuk menderita terjadinya Musculoskeletal Disorders (MSDs) terkait

dengan masalah ergonomi. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang

telah dilakukan di Sentra Industri Tas Kendal pada bagian jahit diketahui

bahwa ada hubungan antara postur kerja dengan keluhan nyeri punggung

bawah (Low Back Pain) yaitu p=0,007, dengan hasil akhir postur kerja yang

berisiko tinggi terjadinya nyeri punggung bawah sebesar 46%. Dan

berdasarkan hasil studi pendahuluan dalam proses pembuatan tas dari tahap

awal hingga tahap akhir, hampir seluruh pekerja melakukan aktifitas kerjanya

dengan posisi duduk yang terus menerus dan bekerja sesuai jumlah borongan
6

dengan jumlah tas yang harus dibuat tiap orang yaitu minimal 100 tas per

minggu, jam kerja panjang dari hari senin hingga sabtu (mulai pukul 08.00-

17.00), dan waktu istirahat pekerja tidak diatur, hingga banyak pekerja yang

bekerja lebih lama, hingga ada beberapa pekerja yang kembali bekerja

dimalam harinya sampai jam 23.00. Hal ilmiah inilah yang melatarbelakangi

dilakukannya penelitian mengenai postur kerja yang ergonomis dan keluhan

MSDs pada pengrajin tas di Sentra Industri Kendal.

B. Rumusan Masalah

Dari hasil wawancara yang dilakukan sebelumnya pada beberapa

pekerja di Sentra Industri Tas Kendal, diketahui bahwa pekerja merasakan

keluhan musculoskeletal pada beberapa bagian anggota tubuhnya saat bekerja

dan setelah bekerja seperti pada bagian leher, pinggang dan tangan. Pekerja

merasakan pegal-pegal, nyeri, kaku, hingga terkadang merasakan mati rasa

pada bagian tubuhnya. Hal ini dapat menyebebkan penurunan produktifitas

kerja akibat dari keluhan Musculoskeletal Disorders yang dirasakan oleh

pekerja.

Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan diatas, penulis ingin

melakukan penelitian untuk menilai dan menganalisis postur kerja dan

keluhan subjektif Musculoskeletal Disorders (MSDs) yang dirasakan oleh

pekerja di Sentra Industri Tas Kendal.


7

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis postur kerja

dan keluhan subjektif musculoskeletal disorders (MSDs) pada pekerja di

Sentra Industri Kendal.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah:

a. Mengetahui karakteristik individu (umur, jenis kelamin, dan masa

kerja) pekerja di Sentra Industri Tas Kendal tahun 2017.

b. Analisis tingkat risiko ergonomi (postur kerja) pada pekerja di Sentra

Industri Tas Kendal tahun 2017.

c. Mengidentifikasi keluhan subjektif musculoskeletal disorders (MSDs)

pada pekerja di Sentra Industri Tas Kendal tahun 2017.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Tempat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dalam

upaya pencegahan keluhan MSDs pada pekerja dan masukan dalam

rangka meningkatkan upaya ergonomi dengan mengurangi tingkat risiko

Musculoskeletal Disorders (MSDs).

2. Bagi STIKES Kendal

Penelitian ini dapat digunakan dan dikembangkan sebagai bahan

penelitian lebih lanjut dan dokumentasi data penelitian mengenai postur


8

kerja yang ergonomis khususnya pada pekerja yang aktifitas kerjanya

duduk terus menerus.

3. Bagi Peneliti

Meningkatkan pengetahuan dan memberikann pengalaman

khususnya dalam hal kajian analisis postur kerja dan gambaran subjektif

keluhan musculoskeletal disorders (MSDs), dan sebagai bentuk penerapan

teori identifikasi penyakit akibat kerja serta sebagai pemantapan keilmuan

yang diperoleh selama ini.

4. Bagi Pekerja

Pekerja memperoleh informasi mengenai gambaran postur tubuh

saat bekerja dan gambaran keluhan subjektif musculoskeletal disorders

(MSDs) sehingga memperoleh cara pencegahannya.

E. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian


N Nama dan Variabel Metode dan Jenis Hasil penelitian
o Judul Sampel penelitian
Penelitian
1 Anggraini Postur Metode; Deskriptif Teridentifikasinya
Pratama, 2012 Kerja croos postur kerja yang
Analisis Postur sectional memiliki risiko
Kerja cidera
menggunakan musculoskeletal.
Metode Diketahui bahwa
OWAS pada semua postur
stasiun kerja memiliki
pengepakan risiko cidera
Bandela Karet sebesar 33%
PT. Crumb
Rubber
Factory
pekanbaru
9

2. Ariani Farida, postur Croos Deskriptif Skor tertinggi


2010 Analisis kerja sectional yang terjadi pada
postur kerja controller yang
dalam sistem masa kerjanya
manusia mesin cukup lama
untuk adalah pada
mengurangi controller 8, 9,
fatigue akibat 10, 14, 28, 29
kerja pada dengan skor 5.
bagian Air Nilai level untuk
Traffic Control grand skor ini
(ATC) di PT. adalah level 3,
Angkasa Pura artinya perubahan
II Polonia dan evaluasi
Medan (pengamatan)
postur kerja pada
controller
diperlukan segera.
3. Razak 2014, Bebas; Croos Analitik Ada hubungan
Hubungan postur sectional Observasio postur kerja
antara Postur kerja nal dengan keluhan
kerja dengan Terikat; nyeri punggung
keluhan Nyeri keluhan bawah (Low Back
punggung nyeri Pain) pada
bawah pada punggung pekerja pembuat
pekerja di bawah tas di Truko
Sentra Industri Kendal (p=0,007).
Tas Kendal.
4. Torik, 2015 Postur Croos Deskriptif Teridentifikasinya
Analisis Postur Kerja sectional keluhan kaku
Kerja dengan pada bagian tubuh
Metode Rula tertentu yang
untuk terkait dengan
Administrasi postur kerja yang
digunakan.
Diketahuinya skor
tertinggi yaitu 7
dan memerlukan
perbaikan
sekarang juga.

Berdasarkan tabel 1.1 menunjukkan keaslian penelitian dari penelitian

terdahulu. Beberapa penelitian terdahulu mengenai postur kerja yang berisiko

menyebabkan keluhan Musculoskeletal Disorsers (MSDs) dan meneliti analisis

postur kerja dengan metode REBA untuk mengukur postur kerja. Penelitian yang
10

akan dilakukan merupakan penelitian yang berbeda, persamaan penelitian hanya

terletak pada tempat penelitian yaitu di Sentra Industri Tas Kendal yang dilakukan

oleh Rozak pada tahun 20014 dengan judul Hubungan Postur Kerja Dengan

Keluhan Nyeri Punggung Bawah (Low Back Pain). Perbedaan penelitian ini

mengenai variabel yang akan diteliti, yakni postur kerja dan keluhan subjektif

Musculoskeletal Disorders, sehingga penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan

keasliannya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Ergonomi

Istilah ergonomi mulai dicetuskan pada tahun 1949, pada saat itu

dibentuk Masyarakat Peneliti Ergonomi (The Ergonomics Research Society)

di England. Hal ini menghasilkan jurnal pertama dalam bidang ergonomi pada

november 1957. The human international ergonomics association terbentuk

pada tahun 1957 dan The human factor society di Amerika pada tahun yang

sama (Nurmianto, 2008).

1. Pengertian Ergonomi

Ergonomi merupakan suatu bidang ilmu yang menangani desain

peralatan dan tugas-tugas yang cocok dengan kapabilitas manusia beserta

batasnya, atau juga disebut dengan factor kenyamanan kerja (Ishak,

2011). Istilah Ergonomi berasal dari bahasa Latin yaitu Ergos (kerja) dan

Nomos (hukum alam) dan dapat didefenisikan sebagai studi tentang

aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara

anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan

perancangan/desain (Suma’mur, 2009).

Ergonomi adalah ilmu terapan yang menjelaskan interaksi antara

manusia dengan tempat kerjanya. Ergonomi antara lain memeriksa

kemampuan fisik para pekerja, lingkungan tempat kerja, dan tugas yang

dilengkapi dan mengaplikasikan informasi ini dengan desain model alat,

11
12

perlengkapan, metode-metode kerja yang dibutuhkan tugas menyeluruh

dengan aman. (Etchison, 2007).

Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk

menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang

digunakan baik dalam beraktivitas maupun istirahat dengan segala

kemampuan, kebolehan dan keterbatasan manusia secara fisik maupun

mental sehingga dicapai suatu kualitas hidup secara keseluruhan yang

lebih baik (Tarwaka, 2010).

2. Tujuan Ergonomi

Secara umum, tujuan dari penerapan ergonomi menurut Tarwaka,

(2014) adalah sebagai berikut:

a. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya

pencegahan cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban

kerja fisik dan mental, mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.

b. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas

kontak sosial, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna

dan setelah tidak produktif.

c. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek yaitu

aspek teknis, ekonomis, antropologis dan budaya dari setiap sistem

kerja yang dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas

hidup yang tinggi.


13

A. Musculoskeletal Disorders (MSDs)

1. Pengertian Musculoskeletal Disorders (MSDs)

Musculoskeletal Disorders (MSDs) adalah gangguan pada otot,

syaraf, tedon, ligamen, sendi, tulang rawan, atau tulang belakang.

Gangguan tersebut secara umum bukan merupakan hasil dari kejadian

spontan (seperti terpeleset, terjatuh, atau tersandung) melainkan dari

gangguan secara berangsur atau berkembang secara kronis, meskipun

begitu kejadian secara spontan seperti terpeleset dan terjatuh biasanya

merupakan penyebab terjadinya masalah musculoskeletal, contohnya low

back pain (NIOSH, 2007).

Menurut Occupational Health and Safety Council of Ontario

(OHSCO) tahun 2007, Keluhan muskuloskeletal adalah serangkaian sakit

pada tendon, otot, dan saraf. Aktifitas dengan tingkat pengulangan tinggi

dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan sehingga dapat menimbulkan

rasa nyeri dan rasa tidak nyaman pada otot. Keluhan musculoskeletal

dapat terjadi walaupun gaya yang dikeluarkan ringan dan postur kerja

yang memuaskan.

Musculoskeletal Disorders adalah cedera atau keluhan pada

jaringan lunak (seperti otot, tedon, ligamen, sendi, dan tulang rawan) dan

sistem saraf dimana keluhan ini dapat mempengaruhi hampir seluruh

jaringan termasuk saraf dan sarung tendon (Martaleo, 2012).

Musculoskeletal Disorders merupakan sebuah permasalahan

kesehatan kerja penting yang dapat dicegah dengan program kesehatan


14

ergonomi dan keselamatan. Definisi Musculoskeletal Disorders mengacu

pada gangguan kronis otot, tedon, dan syaraf yang disebabkan oleh antara

lain gerakan berulang, pergerakan yang cepat, beban yang tinggi, kontak

stres, postur yang ekstrim, getaran, dan suhu yang rendah. Menurut

ACGIH, MSDs memiliki istilah penyebutan lainnya antara lain cumulative

trauma disorders (CTDs, repertitive motion illness (RMIs) dan repertitive

starin injuries (RSIs). (ACGIH, 2010).

2. Jenis-jenis Musculoskeletal Disorders (MSDs)

Ada beberapa jenis MSDs (Martha, J 2009), yaitu:

a. Sakit Leher

Sakit leher adalah penggambaran umum terhadap gejala yang

mengenai leher, peningkatan tegangan otot atau myalgia, leher miring

atau kaku leher. Pengguna komputer yang terkena sakit ini adalah

pengguna yang menggunakan gerakan berulang pada kepala seperti

menggambar dan mengarsip, serta pengguna dengan postur yang kaku.

b. Nyeri Punggung

Nyeri punggung merupakan istilah yang digunakan untuk

gejala nyeri punggung yang spesifik seperti herniasi lumbal, arthiritis,

ataupun spasme otot. Nyeri punggung juga dapat disebabkan oleh

tegangan otot dan postur yang buruk saat menggunakan komputer.


15

c. Carpal Tunnel Syndrome

Merupakan kumpulan gejala yang mengenai tangan dan

pergelangan tangan yang diakibatkan iritasi dan nervus medianus.

Keadaan ini disebabkan oleh aktivitas berulang yang menyebabkan

penekanan pada nervus medianus. Keadaan berulang ini antara lain

seperti mengetik, arthritis, fraktur pergelangan tangan yang

penyembuhannya tidak normal, atau kegiatan apa saja yang

menyebabkan penekanan pada nervus medianus.

d. De Quervains Tenosynovitis

Penyakit ini mengenai pergelangan tangan, ibu jari, dan

terkadang lengan bawah, disebabkan oleh inflamasi tenosinovium dan

dua tendon yang berasa di ibu jari pergelangan tangan. Aktivitas

berulang seperti mendorong space bar dengan ibu jari, menggenggam,

menjepit, dan memeras dapat menyebabkan inflamasi

pada tenosinovium. Gejala yang timbul antara lain rasa sakit pada sisi

ibu jari lengan bawah yang dapat menyebar ke atas dan ke bawah.

e. Thoracic Outlet Syndrome

Merupakan keadaan yang mempengaruhi bahu, lengan, dan

tangan yang ditandai dengan nyeri, kelemahan, dan mati rasa pada

daerah tersebut. Terjadi jika lima saraf utama dan dua arteri yang

meninggalkan leher tertekan. Thoracic Outlet Syndrome disebabkan

oleh gerakan berulang dengan lengan diatas atau maju kedepan.


16

Pengguna komputer beresiko terkena sindrom ini karena adanya

gerakan berulang dalam menggunakan keyboard dan mouse.

f. Tennis Elbow

Tennis elbow adalah suatu keadaan inflamasi tendon ekstensor,

tendon yang berasal dari siku lengan bawah dan berjalan keluar ke

pergelangan tangan. Tennis elbow disebabkan oleh gerakan berulang

dan tekanan pada tendon ekstensor.

g. Low Back Pain

Low back pain terjadi apabila ada penekanan pada

daerah lumbal yaitu L4 dan L5. Apabila dalam pelaksanaan pekerjaan

posisi tubuh membungkuk ke depan maka akan terjadi penekanan

pada discus.Hal ini berhubungan dengan posisi duduk yang janggal,

kursi yang tidak ergonomis, dan peralatan lainnya yang tidak sesuai

dengan antropometri pekerja.

3. Faktor-faktor risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs)

Faktor risiko adalah hal-hal atau kondisi yang dapat memicu

munculnya keluhan musculoskeletal. Berikut adalah faktor-faktor risiko

keluhan musculoskeletal menurut Peter Vi (2000, dalam Tarwaka, 2010)

menjelaskan bahwa, terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan

terjadinya keluhan otot skeletal.


17

a. Potensi bahaya ergonomi

Potensi bahaya ergonomi adalah potensi bahaya yang berasal

atau yang disebabkan oleh penerapan ergonomi yang tidak baik atau

tidak sesuai dengan norma-norma ergonomi yang berlaku dalam

melakukan pekerjaan (Tarwaka, 2010). Berikut adalah potensi bahaya

ergonomi yang dapat menyebabkan musculoskeletal:

1) Aktivitas berulang

Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara

terus menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu

besar dan angkat angkut (Tarwaka, 2014). Sedangkan pada

metode penilaian sikap kerja REBA dan RULA, yang

mengkatagorikan sebagai aktivitas berulang adalah apabila suatu

kegiatan dilakukan empat kali dalam satu menit penelitian yang

dilakukan oleh Wijaya, (2011).

2) Sikap kerja tidak alamiah

Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang

menyebabkan posisi bagian tubuh bergerak menjauhi posisi

alamiah, dimana semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat

grafitasi tubuh, maka semakin meningkat pula risiko terjadinya

keluhan muskuloskeletal (Tarwaka, 2014). Penelitian yang

dilakukan Sang, dkk. (2014), pada pemanenan kelapa sawit di PT.

Sinergi Perkebunan Nusantara menunjukan bahwa sikap kerja

berpengaruh terhadap keluhan muskuloskeletal. Sikap kerja yang


18

tidak alamiah menyebabkan sendi lebih rentan mengalami cidera

(Nunes dan Bush, 2012).

3) Peregangan otot yang berlebihan

Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering

dikeluhkan oleh pekerja yang memerlukan pengerahan tenaga

yang berlebih pada saat melakukan aktivitas kerja seperti

pekerjaan manual material handling. Peregangan otot yang

berlebihan ini terjadi kerena pengerahan tenaga yang diperlukan

melampaui kekuatan optimum otot (Tarwaka, 2014).

b. Potensi bahaya fisik

Potensi bahaya fisik adalah potensi bahaya yang dapat

menyebabkan gangguan-gangguan kesehatan terhadap tenaga kerja

yang terpapar (Tarwaka, 2008). Berikut adalah potensi bahaya fisik

yang dapat menyebabkan keluhan muskuloskeletal:

1) Getaran

Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan

kontraksi otot bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan

peredaran darah tidak lancar, sehingga akan terjadi penimbunan

asam laktat dan pada akhirnya akan menimbulkan rasa nyeri otot

(Tarwaka, 2014). Penelitian yang dilakukan oleh Rahman (2013)

di Bangladesh menunjukan bahwa prevalensi sopir truk yang

mengalami ganguan muskuloskeletal adalah 75%, dimana seluruh

sopir truk terpapar getaran yang ditimbulkan dari mesin mobil.


19

Nusa, dkk. (2014), menunjukan bahwa getaran memiliki hubungan

dengan keluhan muskuloskeletal pada sopir bus trayek Manado-

Langowan. Penelitian tersebut menunjukan bahwa pekerja yang

menerima getaran berlebih dan frekuensi waktu yang lama

berisiko untuk mengalami keluhan muskuloskeletal.

2) Paparan Suhu Lingkungan Kerja

Paparan lingkungan kerja dengan suhu dingin demikian

juga dengan paparan suhu panas yang berlebihan dapat

menurunkan kekuatan otot pekerja yang akan berdampak pada

menurunnya kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja

(Tarwaka, 2014). Beberapa sumber seperti OSHA (2007), Nunes

dan Bush (2012) dan Tarwaka (2014) menyebutkan bahwa

paparan suhu dingin meningkatkan kemungkinan pekerja untuk

mengalami keluhan muskuloskeletal. Paparan suhu dingin dapat

mempengaruhi efisiensi otot dan kerusakan pada pembuluh darah

dan saraf. Sama halnya dengan paparan suhu dingin yang berlebih,

paparan suhu panas yang berlebih juga dapat menyebabkan

terjadinya keluhan muskuloskeletal pada pekerja. Lingkungan

kerja panas, mengakibatkan tubuh mengeluarkan energi yang lebih

banyak untuk menyesuaikan diri. Apabila tubuh tidak memiliki

cadangan energi yang cukup untuk menyesuaikan diri dengan

kondisi lingkungan sekitar, maka hal ini akan menyebabkan

peredaran darah kurang lancar, suplai oksigen ke otot menurun


20

dan terjadi penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa

nyeri otot (Tarwaka, 2014).

c. Faktor Pekerjaan

1) Postur Kerja

Postur merupakan titik penentu dalam menganalisa

keefektifan dari suatu pekerjaan. Apabila postur kerja yang

dilakukan oleh operator sudah baik dan ergonomis maka dapat

dipastikan hasil yang diperoleh oleh operator tersebut akan baik.

Akan tetapi bila kerja operator tersebut tidak ergonomis maka

operator tersebut akan mudah kelelahan dan hasil pekerjaan

operator tersebut juga akan mengalami penurunan dan tidak sesuai

dengan yang diharapkan. Postur janggal adalah penyimpangan dari

postur kerja yang ideal dari lengan pada sisi siku batang tubuh,

lengan, dengan pergelangan tangan lurus. Postur janggal biasanya

termasuk meraih kebelakang, memutar, bekerja overhead, berlutut,

membungkuk ke depan atau kebelakang, dan jongkok (Susihono,

2012).

2) Beban (force)

Pembebanan fisik pada pekerjaan dapat mempengaruhi

terjadinya keterkaitan pada otot rangka tubuh. Pembebanan fisik

yang dibenarkan adalah pembebanan yang tidak melebihi 30-40%

dari kemampuan kerja maksimum tenaga kerja dalam 8 jam sehari

dengan memperhatikan peraturan jam kerja yang berlaku. Semakin


21

berat beban maka semakin singkat waktu pekerjaan (Suma’mur,

2009). Menurut NIOSH (2007) beban dapat diartikan sebagai

beban muatan (berat) dan kekuatan pada struktur tubuh. Satuan

beban dinyatakan dalam newton atau pounds, atau dinyatakan

sebagai sebuah proposisi dari kapasitas kekuatan individu. Batas

beban maksimal yang boleh diangkat sesuai dengan rekomendasi

NIOSH adalah seberat 23kg (NIOSH, 2007).

3) Durasi

Durasi kerja merupakan lama waktu bekerja yang

dihasilkan pekerja dengan postur janggal, membawa atau

mendorong beban atau melakukan pekerjaan repetitif/gerakan

berulang tanpa istirahat. Bisa juga melakukan pekerjaan dengan

postur statis dalam waktu yang lama melibatkan lebih dari satu

anggota tubuh. (Qalby, 2012).

d. Karakteristik individu

Faktor risiko individu dapat mempengaruhi kemungkinan untuk

terjadinya keluhan muskuloskeletal. Faktor-faktor ini bervariasi

tergantung pada penelitian yang dilakukan, namun faktor risiko

individu yang paling umum dikatakan sebagai faktor risiko keluhan

muskuloskeletal yaitu:

1) Umur

Umur merupakan salah satu faktor risiko dari keluhan

muskuloskeletal, hal ini dikarenakan pada umur setengah baya,


22

kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun sehingga risiko

terjadinya keluhan otot meningkat (Tarwaka, 2014). Penelitian yang

dilakukan oleh Umami, dkk. (2014) menunjukan bahwa terdapat

hubungan yang bermakna antara umur dan keluhan nyeri punggung

bawah pada pekerja batik tulis. Bertambahnya umur akan

menyebabkan penurunan fungsi sistem tubuh yang salah satunya

adalah sistem muskuloskeletal, hal ini akan berdampak pada

meningkatnya risiko keluhan muskuloskeletal.

2) Jenis kelamin

Secara fisiologis, kemampuan otot perempuan memang

lebih rendah dari pada laki-laki. Astrand dan Ronald (1996) dalam

Tarwaka (2014) menjelaskan bahwa kekuatan otot perempuan lebih

rendah dibandingkan dengan laki-laki yaitu sekitar dua pertiga dari

kekuatan otot laki-laki, sehingga daya tahan otot perempuan lebih

rendah dibandingakn laki-laki. Pekerja perempuan lebih cenderung

untuk mengalami keluhan muskuloskeletal dibandingkan dengan

pekerja laki-laki. Penelitian Bedu, dkk. (2013) bahwa jenis kelamin

mempengaruhi keluhan muskuloskeletal.

3) Masa kerja

Masa kerja adalah suatu kurun waktu lamanya seorang

pekerja bekerja di suatu tempat (Riski, 2013). Masa kerja

merupakan faktor risiko dari keluhan keluhan muskuloskeletal,

karena keluhan muskuloskeletal yang berkaitan dengan pekerjaan


23

bersifat kumulatif, yang berarti bahwa semakin lama seseorang

terpajan faktor risiko maka semakin besar seseorang merasakan

keluhan- keluhan fisik akibat pekerjaannya. Penelitian yang

menunjukan masa kerja sebagai salah satu faktor risiko dari keluhan

muskuloskeletal adalah penelitian yang dilakukan oleh Bedu, dkk.

(2013) menunjukan bahwa masa kerja berpengaruh terhadap

keluhan muskuloskeletal.

Namun tidak seluruh penelitian menunjukan bahwa masa

kerja merupakan faktor risiko dari keluhan muskuloskeletal.

Penelitian yang dilakukan oleh Nusa, dkk. (2014) menunjukan

bahwa tidak terdapat hubungan antara masa kerja dengan keluhan

muskuloskeletal. Demikian juga dengan penelitian yang dilakukan

oleh Jonathan dkk. (2013) pada kuli bongkar muatan dan Sani, dkk.

(2014) pada pengrajin batik juga memperoleh hasil bahwa tidak

terdapat hubungan antara masa kerja dan keluhan muskuloskeletal

pada pengrajin batik.

4) Antropometri

Antropometri berasal dari “anthro” yang memiliki arti

manusia dan “metri” yang memiliki arti ukuran. Antropometri

adalah sebuah studi tentang pengukuran tubuh dimensi manusia dari

tulang, otot dan jaringan adiposa atau lemak (Survey, 2009).

Menurut (Wignjosoebroto, 2008), antropometri adalah studi yang

berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia. Bidang


24

antropometri meliputi berbagai ukuran tubuh manusia seperti berat

badan, posisi ketika berdiri, lingkar tubuh, panjang tungkai, dan

sebagainya.

B. Postur Kerja

Postur kerja merupakan titik penentu dalam menganalisa keefektifan

dari suatu pekerjaan. Apabila postur kerja yang dilakukan oleh operator sudah

baik dan ergonomis maka dapat dipastikan hasil yang diperoleh oleh operator

tersebut akan baik. Akan tetapi bila postur kerja operator tersebut tidak

ergonomis maka operator tersebut akan mudah kelelahan. Apabila operator

mudah mengalami kelelahan maka hasil pekerjaan yang dilakukan operator

tersebut juga akan mengalami penurunan dan tidak sesuai dengan yang

diharapkan (Susihono, 2012).

Pertimbangan-pertimbangan ergonomi yang berkaitan dengan postur

kerja dapat membantu mendapatkan postur kerja yang nyaman bagi pekerja,

baik itu postur kerja duduk, berdiri, angkat maupun angkut. Beberapa jenis

pekerjaan akan memerlukan postur kerja tertentu yang kadang tidak

menyenangkan. Kondisi kerja seperti ini memaksa pekerja selalu berada pada

postur kerja yang tidak alami dan berlangsung dalam jangka waktu yang lama.

Hal ini akan mengakibatkan pekerja cepat lelah, adanya keluhan pada sakit

pada bagian tubuh, cacat produk bahkan cacat tubuh. Untuk menghindari

postur kerja yang demikian pertimbangan-pertimbangan ergonomis antara lain

menyarankan hal-hal sebagai berikut (Susihono, 2012).


25

1. Mengurangi keharusan pekerja untuk bekerja dengan postur kerja

membungkuk dengan frekuensi kegiatan yang sering atau dalam jangka

waktuyang lama. Untuk mengatasi hal ini maka stasiun kerja harus

dirancang terutama sekali dengan memperhatikan fasilitas kerja seperti

meja, kursi dan lain-lain yang sesuai dengan data antropometri agar

pekerja dapat menjaga postur kerjanya tetap tegak dan normal. Ketentuan

ini terutama sekali ditekankan bilamana pekerjaan harus dilaksanakan

dengan postur berdiri.

2. Pekerja tidak seharusnya menggunakan jarak jangkauan maksimum.

Pengaturan postur kerja dalam hal ini dilakukan dalam jarak jangkauan

normal (konsep/prinsip) ekonomi gerakan. Disamping itu pengaturan ini

bisa memberikan postur kerja yang nyaman. Untuk hal-hal tertentu

pekerja harus mampu dan cukup leluasa mengatur tubuhnya agar

memperoleh postur kerja yang yang lebih leluasa dalam bergerak.

3. Pekerja tidak seharusnya duduk atau berdiri pada saat bekerja untuk

waktu yang lama, dengan kepal, leher, dada atau kaki berada dalam postur

kerja miring.

4. Operator tidak seharusnya dipaksa bekerja dalam frekuensi atau periode

waktu yang lama dengan lengan atau tangan berada dalam posisi diatas

level siku yang normal.

Postur duduk memerlukan lebih sedikit energi daripada berdiri, karena

hal ini dapat mengurangi banyaknya beban statis pada kaki. Seorang operator

yang bekerja dalam postur duduk memerlukan sedikit istirahat dan secara
26

potensial lebih produktif. Sedangkan postur berdiri merupakan sikap siaga

baik fisik maupun mental, sehingga aktifitas kerja yang dilakukan lebih cepat,

kuat dan teliti. Berdiri lebih melelahkan daripada duduk dan energi yang

dikeluarkan lebih banyak 10-15% dibandingkan duduk.

Beberapa masalah berkenaan dengan postur kerja yang sering terjadi

sebagai berikut:

1. Hindari kepala dan leher yang mendongak

2. Hindari tungkai yang menaik

3. Hindari tungkai kaki pada posisi terangkat

4. Hindari postur memutar atau asimetris

5. Sediakan sandaran bangku yang cukup disetiap bangku

Kerja seseorang dihasilkan dari tugas pekerjaan, rancangan tempat

kerja dan karakteristik individu seperti ukuran dan bentuk tubuh.

Pertimbangan untuk semua komponen dibutuhkan analisis postur dan

perancangan tempat kerja.

C. Metode Penilaian Postur Kerja

1. Rapid Entrire Body Assesment (REBA)

Rapid Entire Body Assessment (REBA) adalah sebuah metode

dalam bidang ergonomi yang digunakan secara cepat untuk menilai postur

leher, punggung, lengan, pergelangan tangan, dan kaki seorang pekerja.

REBA memiliki kesamaan yang mendekati metode RULA (Rapid Upper

Limb Assessment). REBA lebih umum, dalam penjumlahan salah satu


27

sistem baru dalam analisis yang didalamnya termasuk faktor-faktor

dinamis dan statis bentuk pembebanan interaksi pembebanan perorangan,

dan konsep baru berhubungan dengan pertimbangan dengan sebutan “The

Gravity Attended” untuk mengutamakan posisi dari yang paling unggul.

REBA didesain untuk digunakan sebagai alat pengontrol keadaan

berdasarkan pengumpulan data yang kompleks, namun, baru-baru ini telah

dikomputerisasi oleh Janek, (2000) sehingga memudahkan bagi pengguna.

Perkembangan awal ini didasari oleh range dari posisi anggota badan

badan menggunakan konsep RULA, OWAS, dan NIOSH. Garis dasar dari

tubuh adalah fungsi anatomi pada posisi netral (American Academy of

Orthopedic Surgeon, 1995). Apabila postur bergerak dari posisi netral

maka nilai resiko akan meningkat. Tabel tersedia untuk 144 kombinasi

perubahan postur yang dimasukan kedalam skor tunggal yang mewakili

tingkat resiko muskuloskeletal. Skor ini kemudian dimasukan kedalam

lima tingkat tindakan, seperti apakah penting untuk dicegah atau dikurangi

untuk mengkaji postur.

Metode REBA digunakan untuk mengkaji faktor ergonomi di

tempat kerja, penggunaan metode ditempat ini dapat dilakukan dalam

kondisi sebagai berikut:

1. Seluruh tubuh yang sedang digunakan dalam bekerja

2. Saat postur tubuh statis, dinamik, bergerak cepat, atau postur yang

tidak stabil

3. Beban yang didapat secara rutin ataupun tidak saat bekerja


28

4. Modifikasi tempat kerja, peralatan, pelatihan atau perilaku pekerja

yang beresiko sebelum ataupun sesudah dilakukan perubahan.

2. Prosedur Penilaian

Dalam penilaian dengan metode REBA terdapat 6 tahap yang

harus dilakukan, tahapan tersebut sebagai berikut:

a. Observasi Pekerjaan

Observasi pekerjaan dilakukan dengan pengamatan ergonomi

yang meliputi penilaian tempat kerja, dampak dari tempat kerja serta

posisi kerja, penggunaan alat-alat bekerja dan perilaku pekerja yang

berhubungan dengan risiko ergonomi. Data disimpan dalam bentuk

foto maupun video. Bagaimanapun juga, dengan menggunakan

banyak peralatan observasi sangat dianjurkan untuk mencegah

terjadinya kesalahan.

b. Memilih postur yang akan dinilai

Kriteria yang bisa digunakan dalam penilaian postur yang

akan dilakukan penilaian adalah sebagai berikut:

1) Postur kerja yang paling sering dilakukan dengan durasi kerja

yang lama

2) Postur dimana pekerja lama pada posisi tersebut

3) Postur yang membutuhkan aktivitas dan tenaga yang besar

4) Postur kerja yang diketahui menyebabkan ketidaknyamanan bagi

pekerja

5) Postur janggal, khususnya postur yang menggunakan kekuatan


29

6) Postur yang diketahui membutuhkan intervensi, kontrol atau

perbaikan

Keputusan pemilihan gambar yang akan dinilai dipilih

berdasarkan satu atau lebih kriteria diatas. Kriteria dalam

memutuskan postur mana yang akan dianalisa harus dilaporkan

dengan disertai hasil atau rekomendasi.

c. Memberikan penilaian kepada postur kerja

Penilaian dilakukan dengan menggunakan kertas penilaian

dan penilaian bagian-bagian tubuh untuk menghitung skor postur.

Penilaian awal dibagi menjadi dua kelompok:

1) Kelompok A : punggung, leher, dan kaki

2) Kelompok B : lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan

untuk bagian kanan dan kiri.

Sebagai catatan poin tambahan dapat ditambahi atau

dikurangi, tergantung dari posisinya, sebagai contoh, dalam

kelompok B, pada lengan atas didapati lengan dalam keadaan

disangga, sehingga dalam penilaian mendapatkan nilai -1 dari nilai

awalnya. Nilai beban/force, coupling dan aktivitas kerja disediakan

pada tahapan ini. Proses ini dapat diulang pada setiap sisi tubuh dan

untuk postur lainnya.


30

d. Proses penilaian

Dengan menggunakan REBA Worksheet (2004) dapat dilihat

langkah-langkah penilaian risiko ergonomi. Langkah tersebut

dibedakan menjadi 2 kelompok (A dan B).

Gambar 2.1 REBA Worksheet

Penilaian pada kelompok A adalah sebagai berikut:

Langkah 1 menilai pada postur leher

Gambar 2.2 step 1 : Locate Neck Position


31

1. Beri nilai +1 jika posisi leher menunduk dengan sudut 0-20º

2. Beri nilai +2 jika posisi leher menunduk dengan sudut lebih

dari 20º atau berada pada posisi extensi.

3. Tanbahkan nilai +1 jika posisi leher pada posisi berputar

(twiseted)

4. Tambahkan nilai +1 jika leher bengkok (side bending)

Langkah 2 menilai postur pada punggung

Gambar 2.3 step 2 : Locate Trunk Position

1. Beri nilai +1 jika posisi punggung berada pada sudut 0º

2. Beri nilai +2 jika posisi punggung berada pada posisi extensi

atau menunduk dengan sudut 0-20º

3. Beri nilai +3 jika posisi punggung menunduk dengan sudut 20-

60º

4. Beri nilai +4 jika posisi punggung menunduk denga posisi

sudut > 60º

5. Tambahkan nilai +1 jika punggung berada posisi berputar

(twisted)
32

6. Tambahkan nilai +1 jika punggung berada posisi bengkok (side

bending)

Langkah 3 menilai postur pada kaki

Gambar 2.4 step 3 : Locate Legs Position

1. Beri nilai +1 jika posisi berdiri normal, duduk, atau berjalan.

2. Beri nilai +2 jika posisi salah satu kaki menekuk.

3. Tambahkan nilai +1 jika kaki menekuk dengan sudut 30-60º

4. Tambahkan nilai +2 jika kaki menekuk dengan sudut >60º

Langkah 4 memasukkan nilai masing-masing postur ke Tabel A

untuk mendapatkan nilai postur A

Tabel A Neck
1 2 3
Legs 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 1 2 3 4 1 2 3 5 3 3 5 6
Trunk 2 2 3 4 5 3 4 5 6 4 5 6 7
Posture 3 2 4 5 6 4 5 6 7 5 6 7 8
Score 4 3 5 6 7 5 6 7 8 6 7 8 9
5 4 6 7 8 6 7 8 9 7 8 9 9
Gambar 2.5 tabel A REBA Worksheet
33

Langkah 5 tambahkan nilai dari Tabel A dengan nilai

beban/tenaga, jika pada bekerjaan yang diamati menggunakan

tenaga:

1. Beri nilai +0 jika beban <11 Ibs (<5 kg)

2. Beri nilai +1 jika beban 11-22 Ibs (5-10kg)

3. Beri nilai +2 jika beban > 22 Ibs (>10 kg)

4. Tambahkan nilai +1 jika dibutuhkan tenaga besar sacara cepat

dan mendadak.

Langkah 6 gunakan nilai yang diperoleh dari penjumlahan

langkah 4 dan 5 untuk mendapatkan nilai A di Tabel C

Penilaian pada Kelompok B sebagai berikut:

Langkah 7 menilai pada lengan atas

Gambar 2.6 step 7 : Locate Upper Arm Position

1. Beri nilai +1 jila posisi lengan atas berada antara 20º mengayun

kedepan sampai 20º mengayun ke belakang.

2. Beri nilai +2 jika posisi lengan atas berada pada posisi extensi >

20º atau mengayun ke depan dengan sudut 20-45º,


34

3. Beri nilai +3 jika posisi lengan atas mengayun ke depan dengan

sudut 45-90º.

4. Beri nilai +4 jika posisi lengan atas mengayun ke depan dengan

sudut > 90º.

5. Tambahkan nilai +1 jika bahu terangkat

6. Tambahkan nilai +1 jika lengan atas berada pada posisi

abdukasi (menjauhi tubuh).

7. Tambahkan nilai -1 jika tangan disangga/orang kurus.

Langkah 8 menilai postur lengan bawah

Gambar 2.7 step 8 : Locate Lower Arm Position

1. Beri nilai +1 jika posisi lengan bawah barada pada sudut 60-

100º.

2. Beri nilai +2 jika posisi lengan bawah berada pada sudut 0-60º/

sudut >100º

Langkah 9 menilai postur pergelangan tangan


35

Gambar 2.8 step 9 : Locate Wist Position

1. Beri nilai +1 jika pergelangan tangan berada pada posisi

menekuk dengan sudut antara 15º ke atas sampai bawah 15º ke

bawah.

2. Beri nilai +2 jika pergelangan tangan menekuk dengan sudut >

15º ke atas atau ke bawah 15º ke bawah.

3. Tambahkan nilai +1 jika posisi pergelangan tangan bengkok

melebihi garis tengan.

4. Tambahkan nilai +1 jika posisi pergelangan tangan berputar.

Langkah 10 masukkan nilai masing-masing postur ke Tabel B

untuk mendapatkan nilai postur B

Tabel B Lengan bawah


1 2
Wrist 1 2 3 1 2 3
1 1 2 2 1 2 3
Lengan 2 3 2 3 2 3 4
atas 3 4 4 5 4 5 5
4 5 5 5 5 6 7
5 6 7 8 7 8 8
6 7 8 8 8 9 8
Tabel 2.9 tabel B REBA Worksheet
36

Langkah 11 tambahkan nilai dari Tabel B dengan nilai

coupling/pegangan pada objek kerja.

1. Beri nilai +0 (good) jika pegangan dengan jangkauan baik.

2. Beri nilai +1 (fair) jika pegangan ada namun tidak ideal untuk

lama.

3. Beri nilai +2 (poor) jika pegangan buruk

4. Beri nilai +3 (unacceptable) jika tidak ada peganagan, posisi

janggal, tidak aman untuk bagian tubuh lain.

Langkah 12 gunakan nilai yang diperoleh dari penjumlahan

langkah 10 dan 11 untuk mendapatkan nilai B di Tabel C.

Langkah 13 Setelah nilai B didapat, lihat pada kolom pada Tabel

C dan cocokkan dengan nilai A pada baris (dari langkah 6) untuk

mendapatkan Table C Score

Score A Tabel C
(score Score B, (tabel B value + coupling score)
from tabel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
A)
1 1 1 1 2 3 3 4 5 6 7 7 7
2 1 2 2 3 4 4 5 6 6 7 7 8
3 2 3 3 3 4 5 6 7 7 8 8 8
4 3 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9
5 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9 9
6 6 6 6 7 8 8 9 9 10 10 10 10
7 7 7 7 8 9 9 9 10 10 11 11 11
8 8 8 8 9 10 10 10 10 10 11 11 11
9 9 9 9 10 10 10 11 11 11 12 12 12
10 10 10 10 11 11 11 11 12 12 12 12 12
11 11 11 11 11 11 11 12 12 12 12 12 12
12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12
Tabel 2.10 Table C Score
37

1) Menetapkan nilai REBA

Nilai akhir REBA diperoleh dengan menambahk

an nilai tabel C dengan nilai aktivitas. Pengkatagorian nilai

aktivitas adalah sebagai berikut:

a. Apabila posisi satu atau lebih bagian tubuh tertahan dalam

kondisi statis (>1 menit) =+1

b. Apabila ada pengulangann lebih dari 4 kali/menit =+1

c. Apabila ada perubahan postur secara keseluruhan =+1

2) Menetapkan tingkatan tindakan

Hasil akhir dari penilaian REBA terbagi dalam lima tingkat

kriteria tindakan perbaikan yaitu :

a. Tingkat 0 : nilai REBA 1 yang berarti nilai risiko dapat

ditiadakan/diabaikan.

b. Tingkat 1 : nilai REBA 2 atau 3 berarti risiko rendah,

perubahab mungkn dibutuhkan.

c. Tingkat 2 : nilai REBA 4 sampai 7 berarti risiko menengah,

investigasi lebih lanjut, perubahan segera.

d. Tingkat 3 : nilai REBA 8 sampai 10 berarti risiko tinggi,

investigasi dan lakukan perubahan segera

e. Tingkat 4 : nilai REBA 11+ berarti risiko sangat tinggi,

lakukan perubahan sekarang juga.

(Stanton, 2004).
38

REBA Skor Risk Level Tindakan


1 Diabaikan Tidak Diperlukan
2-3 Low Mungkin Diperlukan
4-7 Medium Diperlukan
8-10 High Segera Diperlukan
11-15 Very High Diperlukan Sekarang
Tabel 2.11 Action Level Metode REBA

3. Nordic Body Map (NBM)

Metode Nordic Body Map merupakan metode yang paling umum

digunakan untuk menilai tingkat keluhan musculoskeletal yang dirasakan

oleh seseorang. Dalam aplikasinya, metode Nordic Body Map,

menggunakan gambar tubuh manusia yang dibagi menjadi 28 bagian otot

pada sistem musculoskeletal pada kedua sisi tubuh.

Metode Nordic Body Map merupakan metode yang sangat

subjektif, artinya hasil dari metode ini sangat bergantung pada kondisi

yang dihadapi oleh responden dan juga keahlian observer (Tarwaka,

2014). Namun metode ini merupakan metode yang paling umum

digunakan untuk melihat gambaran keluhan muskuloskeletal pada

pekerja, salah satunya yaitu Ariani (2009) untuk melihat gambaran

keluhan muskuloskeletal pada porter di Stasiun Kereta Jatinegara dan

Abdillah (2013) untuk melihat keluhan muskuloskeletal pada pekerja kuli

angkut buah di Pasar Johar, Kota Semarang.

Koesioner Nordic Body Map ini diberikan kepada seluruh pekerja

yang terdapat di tempat kerja. Setiap pekerja diminta untuk menunjukkan

dengan cara mengisi ada atau tidaknya keluhan musculoskeletal yang

diderita pada bagian-bagian tubuh yang tertera pada kuesioner tersebut


39

Keterangan :

0. Nyeri/kaku pada Leher bagian atas


1. Nyeri padaLeher bagian bawah
2. Nyeri pada Bahu kiri
3. Nyeri pada Bahu kanan
4. Nyeri pada Lengan atas kiri
5. Nyeri pada Punggung
6. Nyeri pada Lengan atas kanan
7. Nyeri pada Pinggang
8. Nyeri pada Bokong
9. Nyeri pada Pantat
10. Nyeri pada Siku kiri
11. Nyeri pada Siku kanan
12. Nyeri pada Lengan bawah kiri
13. Nyeri pada Lengan bawah kanan
14. Nyeri pada Pergelangan tangan kiri
15. Nyeri pada Pergelangan tangan
kanan
16. Nyeri pada Tangan kiri
17. Nyeri pada Tangan kanan
18. Nyeri pada Paha kiri
19. Nyeri pada Paha kanan
20. Nyeri pada Lutut kiri
21. Nyeri pada Lutut kanan
22. Nyeri pada Betis kiri
23. Nyeri pada Betis kanan
24. Nyeri pada Pergelangan kaki kiri
25. Nyeri pada Pergelangan kaki kanan
26. Nyeri pada Kaki kiri
Gambar 2.12 Nordic Body Map
27. Nyeri pada Kaki kanan
(Evelina, 2012)

D. Upaya Pengendalian Faktor Resiko Ergonomi

Pengendalian terhadap sumber bahaya yang ada dapat dilakukan

dengan cara sebagai berikut:

1. Pengendalian secara teknis (engineering control), dapat dilakukann

melalui perbaikan pada desain, penambahan peralatan dan pemasangan

peralatan pengaman. Sebagai contoh, mesin yang bising dapat dipasang


40

alat peredam suara, pencemaran di ruang kerja diatasi dengan memasang

sistem ventilasi yang baik dan sebagainya.

2. Pengendalian suara administratif (administratif control), dapat dilakukan

secara administrative misalnya dengan mengatur jadwal kerja, istirahat,

cara kerja, atau prosedur kerja yang lebih aman, rotasi atau pemeriksaan

kesehatan.

3. Menggunakan alat pelindung diri (APD), dengan menggunakan alat

pelindung diri saat bekerja. Sebagai contoh menggunakan masker, sarung

tangan, pelindung kaki, dan sebagainya.


41

E. Kerangka Teori

Faktor risiko
ergonomi
Faktor pekerjaan
1. Aktifitas
berulang 1. Beban
2. Sikap kerja 2. Postur
tidak alamiah 3. Durasi
3. Gerakan otot
berlebihan

(Tarwaka, 2010)

Tingkat Risiko Keluhan


MSDs Musculoskeletal

Faktor individu

1. Umur Faktor risiko fisik


2. Jenis kelamin
3. Masa kerja 1. Getaran
2. Suhu
(Tarwaka 2014)

Gambar 2.13 Kerangka Teori


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori yang telah dipaparkan diatas, maka

kerangka konsep yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah postur

tubuh saat bekerja, beban yang digunakan, coupling, lama/durasi gerak statis

dan frekuensi pekerja yang berisiko dalam melakukan aktivitas pekerjaannya,

dan gambaran keluhan subjektif musculoskeletal disorders. Penelitian ini

menggunakan metode REBA untuk menganalisis postur kerja dan kuesioner

Nordic Body Map untuk mengetahui keluhan musculoskeletal yang dirasakan

pekerja.

1. Postur Kerja,
2. Keluhan
Musculoskeletal
Disorders (MSDs)
pada pekerja

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

B. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan

metode cross sectional karena pengumpulan data dan pengukuran variabel-

variabel penelitiannya dilakukan pada satu waktu yang bersamaan

(Notoadmodjo, 2012). Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis postur

kerja dan keluhan subjektif Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pengrajin

tas di Sentra Industri Kendal.

42
43

Alur penelitian pada penelitian ini sebagai berikut:

Mulai

Survey lapangan
-wawancara Studi Pendahuluan
- dokumentasi

Identifikasi Masalah

Perumusan
masalah

Menetapkan
Tujuan

Kuesioner
Pengamatan Memberikan
Nordic Body postur tubuh coding/penilaian
Map pekerja pada postur tubuh

Analisis hasil

Usulan
perbaikan
sistem kerja

Kesimpulan
dan saran

Selesai

Gambar 3.2 alur penelitian


44

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi merupakan seluruh objek yang memenuhi karakteristik

tertentu yang akan di teliti (Notoadmojo, 2012). Populasi dalam penelitian

ini adalah seluruh tenaga kerja sebanyak 32 orang yang bekerja di Sentra

Industri Tas Kendal Kecamatan Kangkung Kendal.

2. Sampel

Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh

populasi (Notoatmodjo, 2010). Teknik pengambilan sampel dalam

penelitian ini adalah dengan cara purposive sampling, yaitu merupakan

teknik pengumpulan sampel secara sengaja atau sampel diambil tidak

secara acak tapi ditentukan sendiri oleh peneliti karena ada pertimbangan

tertentu. Sampel dalam penelitian ini adalah pekerja dibagian pola

berjumlah 4 pekerja, dan bagian pengepakan/gudang ada 3 pekerja.

D. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat

Tempat penelitian dilaksanakan di Sentra Industri Tas Kendal, Kecamatan

Kangkung Kabupaten Kendal.

2. Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari s/d Juli 2017.


51

G. Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data

1. Alat Penelitian

Alat penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk

mengumpulkan data (Notoadmodjo, 2010). Beberapa alat/instrumen yang

penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Lembar penilaian REBA dan Kuesioner Nordid Body Map (NBM)

untuk mengetahui tingkat keluhan subjektif MSDs pada pekerja.

b. Stopwatch untuk menghitung durasi kerja responden.

c. Kamera untuk mengambil gambar pekerja saat bekerja.

d. Busur Derajat yang digunakan untuk pengukuran sudut yang terbentuk

pada postur kerja.

e. Alat tulis

2. Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkann pada penelitian ini berupa data primer

dan sekunder. Data primer diperoleh melalui metode:

a. Observasi lapangan, yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran

lingkungan kerja.

b. Observasi lapangan bertujuan untuk mendapatkan gambaran pekerjaan,

postur yang digunakan oleh pekerja, durasi, serta frekuensi

menggunakan kamera handphone kemudian dilakukan analisis postur

kerja dengan menggunakan form penilaian REBA terkait postur kerja

yang digunakan oleh pekerja.


52

c. Wawancara, dilakukan menggunakan kuesioner untuk mendapatkan

data karakteristik individu (usia, jenis kelamin, dan masa kerja).

d. Wawancara, dilakukan menggunakan kuesioner Nordic Body Map

digunakan untuk mendapatkan data bagian tubuh yang mengalami

keluhan dan menentukan tingkat MSDs perbagian tubuh yang

dirasakan responden.

Dan data sekunder diperoleh berupa profil perusahaan yang didapat

dari paguyuban Sentra Industri Kendal, dan juga sumber tertulis lainnya

berupa buku, jurnal, arsip yang terkait dengan topik yang diteliti

H. Teknik Pengolahan dan Analisa Data

1. Teknik Pengolahan Data

Hasil penelitian ini akan dioleh, dimana dari semua data yang masuk untuk

memudahkan melakukan pengklasifikasikan maka dilakukan tahapan-

tahapan sebagai berikut:

a. Coding : data yang telah diperoleh dari hasil observasi dan pengisian

kuesioner diberi kode untuk memudahkan dalam pengolahan data.

b. Editing : melakukan pengecekan termasuk kelengkapan dan kejelasan

isi pada kuesioner sehingga dapat diproses lebih lanjut.

c. Entry : memasukkan dat yang telah dikumpulkan sehingga dapat

dilakukan perhitungan secara manual dan komputerisasi dengan

menggunakan program SPSS.

d. Cleaning : merupakan pembersihan data dan perbaikkan data yang

sudah masuk pada waktu memasukkan data ke komputer.


53

2. Analisis Data

Analisis Data merupakan kelanjutan dari pengolahan data. Setelah data

sudah dilakukan perhitungan skor.

a. Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan variabel-

variabel penelitian yang akan diteliti (Sugiono, 2012). Analisis data

univariat menggunakan perangkat lunak SPSS untuk mengetahui

besarnya presentase dari setiap variabel pada karakteristik responden.

Hasil tersebut selanjutnya disajikan dalam bentuk deskriptif berupa

tabel dan gambar yang dianalisis menggunakan metode REBA

Metode yang dilakukan untuk melihat gambaran postur kerja

adalah dengan metode REBA, dan keluhan subjektif Musculoskeletal

Disorders (MSDs dengan kuesioner Nordic Body Map (NBM).

1) Metode REBA

Penilaian sudut dilakukan dengan mengukur postur kerja

pekerja pada gambar (foto) yang telah diamati dan diambil saat

melakukan aktifitas pekerjaan dengan menggunakan busur derajat.

Hasil dari penilaian REBA yang diisi pada lembar observasi yang

sudah disiapkan kemudian dilakukan perhitungan skor. Hasil

penilaian tersebut berdasarkan kriteria penilaian metode REBA

yang ada, yaitu:

a. Tingkat 0 : nilai REBA 1 yang berarti nilai resiko dapat

ditiadakan/diabaikan.
54

b. Tingkat 1 : nilai REBA 2 atau 3 berarti risiko rendah,

perubahab mungkn dibutuhkan.

c. Tingkat 2 : nilai REBA 4 sampai 7 berarti risiko menengah,

investigasi lebih lanjut, perubahan segera.

d. Tingkat 3 : nilai REBA 8 sampai 10 berarti risiko tinggi,

investigasi dan lakukan perubahan segera

e. Tingkat 4 : nilai REBA 11+ berarti risiko sangat tinggi,

lakukan perubahan sekarang juga.

2) Kuesioner Nordic Body Map (NBM)

Setelah semua data dimasukkan kedalam komputerdan

dilakukan pembersihan data, kemudian dilakukan analisis data

secara kualitatif. Analisis data dilakukan dengan menggunakan

metode analisis univariat. Analisis dilakukan secara komputerisasi

menggunakan perangkat lunak SPSS untuk mendapatka presentase

keluhan subjektif Musculoskeletal disorders (MSDs).

I. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti perlu mendapat rekomendasi

dari institusi tempat penelitian. Setelah mendapat persetujuan melakukan

penelitian dengan menggunakan masalah etika yang meliputi :

1. Inform consent (lembar persetujuan menjadi responden)

Lembar persetujuan (inform consent) tersebut diberikan sebelum

penelitian dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi

responden. Tujuan inform consent adalah agar subjek mengerti maksud


55

dan tujuan penelitian serta mengetahui dampaknya, jika responden

bersedia menjadi responden maka mereka diharuskan menandatangani

lembar persetujuan dan jika subjek tidak bersedia, maka peneliti harus

menghormati hak calon responden.

2. Anominity (tanpa nama)

Merupakan masalah etika dalam penelitian dengan cara tidak

memberikan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan

kode pada lembar pengumpulan data.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Merupakan masalah etika dengan menjamin kerahasiaan dari hasil

penelitian baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua

informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti,

hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil penelitian.

J. Jadwal Penelitian

Jadwal penelitian terlampir.


BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Kondisi Lapangan

Sentra Industri Tas Kendal (SINTAK) yang terletak di Desa Truko

Kangkung Kabupaten Kendal merupakan satu sentra industri tas unggulan.

Sentra Industri Tas Kendal memproduksi berbagai macam tas seperti tas

punggung, tas ASI, tas wanita dan koper, produk yang dibuat sesuai dengan

pemesanan konsumen. Awalnya para pengrajin tas mulai muncul di Desa

Truko pada tahun 2005 dan diawali dengan berbagai pengrajin dari luar kota

Kendal, namun saat ini sudah banyak pengrajin yang berasal dari desa itu,

kemudian dibentuklah paguyuban yang dinamakan Sentra Industri Tas Kendal

(SINTAK). Pertemuan paguyuban atau rapat rutin dilakukan satu bulan sekali

setiap minggu pertama awal bulan. Pertemuan rutin tersebut membahas arisan,

pameran, studi banding, dan variasi harga tas serta model standart tas sama.

Harga produk bervariasi tergantung jenis dan model barang. Segmentasi

pemasaran dan distribusi tas yang dihasilkan sudah mencapai tingkat nasional

baik pemesanan via pos maupun online. Tas yang diproduksi SINTAK

dipasarkan ke seluruh pulau Jawa dan mulai merambah ke Sumatera dan

Kalimantan.

Dalam penelitian yang dilakukan didapatkan beberapa kondisi terkait

objek penelitian:

56
57

1. Pekerja bagian pembuatan dan pengguntingan pola, kondisi ruang

garis yang digunakan cukup terbuka sehingga pekerja

mendapatkan pencahayaan yang cukup dan juga sirkulasi udara

yang baik.

2. Pembuatan dan pengguntingan pola dilakukan dengan duduk

dilantai tanpa alas duduk dan bahkan ada pekerja yang membuat

pola sambil jongkok.

3. Pekerja pada beberapa tahapan proses pembuatan tas bekerja

dengan jarak yang berdekatan antara satu pekerja dengan pekerja

lainnya sehinga ruang gerak pekerja menjadi terbatas.

4. Pekerja di bagian gudang bekerja secara manual, mengangkat

barang dengan manual tanpa alat bantu sehingga mengakibatkat

risiko terjadinya keluhan MSDs lebuh besar.

B. Tahapan Proses Kerja

Proses pembuatan tas di Sentra Industri Tas Kendal desa Truko

Kecamatan Kngkung Kabupaten Kendal terdiri dari tiga proses inti pembuatan

tas. Tahapan proses kerja yang dilakukan oleh pekerja yaitu proses garis,

proses jahit, dan pengepakan. Namun dalam penelitian ini yang akan diteliti

hanya dua bagian saja yaitu proses garis dan pengepakan.

1. Proses Garis

Pada proses tahapan ini terdapat dua tahapan proses yaitu tahapan

pembuatan pola dan pemotongan pola. Pembentukan pola dilakukan


58

dengan cara menjiplak pola yang telah disediakan dengan menggunakan

pulpen khusus yang dibentuk pada lembaran kain yang dijadikan sebagai

bahan baku pembuatan tas. Setelah pembuatan pola pada lembaran kain

selesai dilakukan, selanjutnya dilakukan pemotongan terhadap pola

tersebut. Pemotongan dilakukan pekerja secara manual dengan

menggunakan gunting dan menggunakan mesin potong. Pola yang selesai

digunting selanjutnya akan dipindahkan ke tahapan penjahitan.

2. Proses Jahit

Tahapan ini dilakukan untuk menjahit pola-pola yang telah dibuat

dan dipotong sebelumnya dan kemudian menggabungkan dengan pola-

pola lain sehingga membentuk tas. Tahapan ini dilakukan dengan

menggunakan mesin jahit.

3. Pemasangan Aksesoris

Tahapan ini dilakukan setelah pola selesai dijahit sehingga membentuk tas

siap jadi. Pekerja melakukan pemasangan aksesoris pada tas sesuai dengan

model tas yang dipesan. Aksesoris yang dipasang tersebut dapat berupa

resleting, merk tas, dan gantungan kunci, sedangkan untuk pemasangan

resleting menggunakan mesin jahit.

4. Pengecekan

Tahapan ini adalah tahapan paling penting setelah tas jadi, tas yang

telah selesai dijahit dan dipasang aksesoris dicek kembali apakah tas sudah

sesuai dengan prosedur dan siap di pasarkan atau tidak, jika ada sebagian

kecil dari tas yang rusak atau cacat maka tas tidak layak untuk dipasarkan.
59

5. Gudang

Proses ini merupakan proses awal dan akhir yang dilakukan pekerja

dari pengambilan bahan baku pembuatan tas hingga produk tas siap

dipasarkan. Bahan baku tas berupa kain yang masih berupa gulungan kain

ditata berdasarkan jenis kain digudang oleh pekerja. Tas yang telah dijahit

dilanjutkan pada tahapan pengecekan kemudian pengepakan dan tas siap

untuk dipasarkan dan di kirim ke tempat pemesanan.

C. Karakteristik Responden

Penelitian ini dilakukan di sektor industri informal yakni di Sentra

Industri Tas Kendal yang terletak di Desa Truko Kecamatan Kangkung

Kabupaten Kerja pada 7 pekerja dibagian pola dan gudang. Pekerja di bagian

pola melakukan pekerjaannya dengan postur duduk secara terus menerus

selama jam kerja.jam kerja dimulai dari pukul 08.00 s/d 17.00 WIB dengan

jam istirahat yang tidak pasti.

Penelitian yang dilakukan terhadap proses aktifitas pekerja pembuatan

tas ini terdapat beberapa keterbatasan. Keterbatasan tersebut antara lain:

1. Penilaian postur kerja dengan menggunakan metode REBA hanya

terbatas pada pengukuran postur tubuh, beban yang digunakan, dan

aktifitas kerja. Faktor-faktor lain, seperti getaran, pencahayaan, suhu

lingkungan, kebisingan tidak dapat dihitung dengan tools ini.

2. Penilaian mengenai keluhan MSDs dengan pengisian kuesioner Nordic

Body Map tergabtung pada tingkat pemahaman, pengetahuan, daya ingat


60

dan aspek subjektifitas dari responden sehingga memungkinkan untuk

terjadinya bias.

3. Keluhan MSDs berdasarkan subjektifitas pekerja, menderita MSDs.

4. Keberagaman faktor individu (tinggi badan, berat badan, umur, lama

kerja, dan lain-lain) mungkin tidak terwakili oleh sampel-sampel yang

dipilih sebagai obyek pengukuran postur tubuh.

5. Beberapa pekerja merasa risih saat dilakukan pengambilan gambar dan

perekaman aktifitas kerja dengan menggunakan kamera dikarenakan

pekerja merasa malu dan canggung, sehingga beberapa gambar dan vidio

yang diambil kurang fokus hasilnya.

6. Beberapa lokasi sempit dan kurang adanya pencahayaan membuat

pengambilan gambar sulit dilihat dari sisi yang baik walaupun

pengambilan gambar dilakukan siang hari.

7. Pada beberapa tahapan proses, durasi kerja atau lamanya waktu bekerja,

banyak beban/objek yang ditangani tidak dapat diperkirakan karena

keberagaman hasil produk yang dihasilkan setiap harinya.

Beberapa karakteristik Responden penelitian sebagai berikut:

1. Umur

Gambaran umur responden terbanyak yaitu usia 33 tahun,

sebanyak 3 responden (43%), responden yang umurnya 25 tahun ada 2

responden (29%). Dan responden yang usianya 35 tahun dan 40 tahun,

masing-masing 1 responden (14%). Distribusi Umur dapat dilihat pada

tabel 4.1.
61

Tabel 4.1 Distribusi Umur Pekerja di Sentra Industri Tas Kendal

Bagian Pola dan Gudang Tahun 2017

Usia Jumlah (Orang) Presentase (%)


25 Tahun 2 29%
33 Tahun 3 43%
35 Tahun 1 14%
40 Tahun 1 14%

2. Jenis Kelamin

Gambaran jenis kelamin responden yaitu sebanyak 7 responden

pada bagian pola dan gudang semuanya adalah laki-laki. Distribusi jenis

kelamin dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Distribusi Jenis Kelamin Pekerja di Sentra Indutri Tas

Kendal Bagian Pola dan Gudang Tahun 2017

Jenis Kelamin Jumlah (orang) Presentase (%)


Laki-laki 7 100%
Perempuan 0 0%

3. Masa Kerja

Gambaran masa kerja responden dengan masa kerja 3 tahun, 7

tahun, dan 10 tahun, masing masing berjumlah 2 responden (29%), dan

pekerja yang masa kerjanya 5 tahun ada 1 responden (14%). Distribusi

masa kerja responden dapat dilihat pada tabel 4.3. Sedangkan rata-rata

masa kerja pekerja di Sentra Industri Tas Kendal bagian pola dan gudang
62

adalah 6,4± tahun. Distribusi masa kerja dan rata-rata masa kerja dapat

dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Distribusi Masa Kerja Pekerja di Sentra Indutri Tas

Kendal Bagian Pola dan Gudang Tahun 2017

Masa Kerja Jumlah (orang) Presentase (%)


3 Tahun 2 29%
5 Tahun 1 14%
7 Tahun 2 29%
10 Tahun 2 29%
Rata-rata Masa Kerja
Variabel Min - Max Mean
Masa Kerja 3,0 – 10,0 6,42

D. Postur Kerja

Postur kerja yang dinilai adalah pekerja bagian pola dan gudang, yaitu

pekerjaan pembuat pola tas yang aktifitas kerjanya dilakukan dengan postur

duduk, dan bagian gudang dengan aktifitas kerja dengan cara mengangkat

barang-barang produk tas dan bahan mentah tas yang akan dijahit.

1. Penilaian Postur Kerja

a. Penilaian postur kerja pembuat pola


63

1) Responden 1

LEMBAR PENILAIAN REBA


Kelompok A
Postur Tubuh Nilai Keterangan
Leher 2 Fleksi 47º
Punggung 4 Fleksi 64º
Kaki 1+1 Duduk menekuk
Nilai Tabel A 6
Beban/force 0 < 5 kg
Nilai A (Nilai Tabel A+Nilai Beban) 6
64

Kelompok B
Postur Tubuh Nilai Keterangan
Kanan Kiri Kanan Kiri
Lengan Atas 3 3 Fleksi 67º Fleksi 62º
Lengan Bawah 2 2 Fleksi 26º Fleksi 22º
Pergelangan Tangan 2 2 Fleksi 25º Fleksi 25º
Nilai Tabel B 5 5
Coupling 0 1 Baik Kurang Baik
Nilai B (Nilai Tabel B+ 5 6
Nilai coupling)
Nilai C dari Tabel C 8 8
Nilai Aktifitas 2 2 Postur dalam Postur dalam
keadaan statis, keadaan statis,
berulang 4 berulang 4
kali/menit kali/menit
Nilai REBA (Nilai C + 10 10
Nilai Aktifitas)
Tabel 4.4 penilaian postur kerja Responden 1

Berdasarkan tabel 4.4, setelah dilakukan perhitungan sudut

pada aktivitas pekerja bagian pola yang tergolong pada kelompok A

dapat dilihat dari posisi leher dalam keadaan fleksi 47º sehingga diberi

nilai 2. Posisi punggung dapat dilihat dalam keadaan fleksi dengan

sudut >60º (64º) sehingga diberi nilai 4. Posisi kaki saat aktifitas ini

duduk dengan kaki menekuk dengan sudut 30º sehingga didapat nilai

total 2. Masukan masing-masing nilai postur tubuh kelompok A

kedalam Tabel A REBA worksheet, nilai Tabel A didapatkan nilai 6.

Beban yang digunakan dalam aktifitas ini adalah <5kg sehingga diberi

niali 0. Kemudian nilai A didapatkan dari penjumlahann nilai Tabel A

(6) dengan beban (0) yaitu sebesar 6.

Sedangkan penilaian pada bagian tubuh yang termasuk

kedalam kelompok B, dapat dilihat posisi lengan atas bergerak fleksi

masing-masing pada kanan (sudut 67º) dan kiri (sudut 62º). Saat
65

bekerja lengan atas kanan nilai 3 dan kiri 3. Posisi lengan bawah

bagian kanan fleksi 26º dan bagian kiri fleksi sebesar 25º sehingga

didapatkan nilai pada masing-masing bagian dari lengan bawah yaitu 2

(kanan) dan 2 (kiri). Pada posisi pergelangan tangan fleksi sebesar 25º

dan kiri sebesar 25º sehingga masing masing bagian pergelangan

tangan mendapatkan nilai 2 (kanan) 2 (kiri). Setelah memasukkan

masing masing nilai pada postur tubuh kelompok B kedalam Tabel B

REBA worksheet didapatkan nilai Tabel B yaitu 5 (kanan) dan 5 (kiri).

Pada nilai kondisi genggaman dinilai baik untuk sebelah kanan yaitu

genggaman saat menggunakan pisau pemotong dan kurang baik untuk

sebelah kiri yaitu saat menahan penggaris pola, sehingga bagian kanan

mendapatkan nilai 0 dan kiri mendapatkan nilai 1. Nilai B didapatkan

dari penjumlahan nilai Tabel B 5 (kanan) dan 5 (kiri) dengan nilai

genggaman 0 (kanan) dan 1 (kiri) yaitu sebesar 5 (kanan) dan 6 (kiri).

Selanjutnya nilai A (6) dan nilai B (5 Kanan dan 6 kiri)

disingkronasikan dengan menggunakan tabel C pada lembar penilaian

REBA sehingga didapatkan nilai C yaitu 8 (kanan) dan 8 (kiri). Nilai

aktivitas yang didapatkan adalah 2 melalui beberapa postur tubuh

bertahan saat bekerja dalam keadaan statis per menit dan terdapat

gerakan berulang 4 kali/menit karena pekerja memotong pola dengan

cepat. Dengan demikian didapatkan nilai REBA sebesar 10 (kanan)

dan 10 (kiri) dengan tingkat ergonomi tinggi (High). Nilai level

tindakan sebesar 4 yaitu segera diperlukan tindakan.


66

2) Responden 2

LEMBAR PENILAIAN REBA


Kelompok A
Postur Tubuh Nilai Keterangan
Leher 2 Fleksi 28º
Punggung 3 Fleksi 52º
Kaki 1 Duduk
Nilai Tabel A 4
Beban/force 0 < 5 kg
Nilai A (Nilai Tabel A+Nilai Beban) 4
67

Kelompok B
Postur Tubuh Nilai Keterangan
Kanan Kiri Kanan Kiri
Lengan Atas 3+1 3 Fleksi 73º Fleksi 80º
lengan
abdukasi
Lengan Bawah 2 2 Fleksi 43º Fleksi 45º
Pergelangan Tangan 1 1 Fleksi 15º Fleksi 15º
Nilai Tabel B 5 4
Coupling 0 1 Baik Kurang baik
Nilai B (Nilai Tabel B+ 5 5
Nilai coupling)
Nilai C dari Tabel C 5 5
Nilai Aktifitas 2 2 Postur dalam Postur dalam
keadaan statis, keadaan statis,
berulang 4 berulang 4
kali/menit kali/menit
Nilai REBA (Nilai C + 7 7
Nilai Aktifitas)
Tabel 4.5 penilaian postur kerja Responden 2

Berdasarkan tabel 4.5, setelah dilakukan perhitungan sudut

pada aktivitas pekerja bagian pola yang tergolong pada kelompok A

dapat dilihat dari posisi leher dalam keadaan fleksi 28º sehingga diberi

nilai 2. Posisi punggung dapat dilihat dalam keadaan fleksi dantara

sudut 20-60º (52º) sehingga diberi nilai 3. Posisi kaki saat aktifitas ini

duduk bersila sehingga didapat nilai 1. Masukan masing-masing nilai

postur tubuh kelompok A kedalam Tabel A REBA worksheet, nilai

Tabel A didapatkan nilai 4. Beban yang digunakan dalam aktifitas ini

adalah <5kg sehingga diberi niali 0. Kemudian nilai A didapatkan dari

penjumlahan nilai Tabel A (4) dengan beban (0) yaitu sebesar 4.

Sedangkan penilaian pada bagian tubuh yang termasuk

kedalam kelompok B, dapat dilihat posisi lengan atas bergerak fleksi

masing-masing pada kanan (sudut 73º) dan kiri (sudut 80º). Saat

penggambaran pola, pada lengan kanan atas bergerak menjauhi tubuh


68

(abdukasi) karena harus menyesuaikan dengan pola. Hal ini

menyebabkan nilai total lengan atas yang didapatkan 4 (kanan) dan 3

kiri. Posisi lengan bawah bagian kanan fleksi 43º dan bagian kiri

fleksi sebesar 45º sehingga didapatkan nilai pada masing-masing

bagian dari lengan bawah yaitu 2 (kanan) dan 2 (kiri). Pada posisi

pergelangan tangan fleksi sebesar 15º dan kiri sebesar 15º sehingga

masing masing bagian pergelangan tangan mendapatkan nilai 1

(kanan) 1 (kiri). Setelah memasukkan masing masing nilai pada postur

tubuh kelompok B kedalam Tabel B REBA worksheet didapatkan

nilai Tabel B yaitu 5 (kanan) dan 4 (kiri). Pada nilai kondisi

genggaman dinilai baik untuk sebelah kanan yaitu genggaman saat

menggunakan pensil dan kurang baik untuk sebelah kiri yaitu saat

menahan contoh pola yang akan dibuat, sehingga bagian kanan

mendapatkan nilai 0 dan kiri mendapatkan nilai 1. Nilai B didapatkan

dari penjumlahan nilai Tabel B 5 (kanan) dan 4 (kiri) dengan nilai

genggaman 0 (kanan) dan 1 (kiri) yaitu sebesar 5 (kanan) dan 5 (kiri).

Selanjutnya nilai A (4) dan nilai B (5 Kanan dan 5 kiri)

disingkronasikan dengan menggunakan tabel C pada lembar penilaian

REBA sehingga didapatkan nilai C yaitu 5 (kanan) dan 5 (kiri). Nilai

aktivitas yang didapatkan adalah 2 melalui beberapa postur tubuh

bertahan saat bekerja dalam keadaan statis per menit dan terdapat

gerakan berulang 4 kali/menit karena pekerja menggambar pola

dengan cepat. Dengan demikian didapatkan nilai REBA sebesar 7


69

(kanan) dan 7 (kiri) dengan tingkat ergonomi medium. Nilai level

tindakan sebesar 3 yaitu diperlukan tindakan.

3) Responden 3

LEMBAR PENILAIAN REBA


Kelompok A
Postur Tubuh Nilai Keterangan
Leher 1 Fleksi 15º
Punggung 3 Fleksi 40º
Kaki 1+1 Duduk menekuk 35º
Nilai Tabel A 4
Beban/force 0
Nilai A (Nilai Tabel A+Nilai Beban) 4
70

Kelompok B
Postur Tubuh Nilai Keterangan
Kanan Kiri Kanan Kiri
Lengan Atas 3 2 Fleksi 83º Fleksi 25º
Lengan Bawah 2 2 Fleksi 22º Fleksi 37º
Pergelangan Tangan 1 1 Fleksi 20º Fleksi 15º
Nilai Tabel B 4 4
Coupling 1 0 Kurang baik Baik
Nilai B (Nilai Tabel B+ 5 4
Nilai coupling)
Nilai C dari Ta2bel C 5 4
Nilai Aktifitas 2 2 Postur dalam Postur dalam
keadaan statis, keadaan statis,
berulang 4 berulang 4
kali/menit kali/menit
Nilai REBA (Nilai C + 7 6
Nilai Aktifitas)
Tabel 4.6 penilaian postur kerja Responden 3

Berdasarkan tabel 4.6, setelah dilakukan perhitungan sudut pada

aktivitas pekerja bagian pola yang tergolong pada kelompok A dapat

dilihat dari posisi leher dalam keadaan fleksi 15º sehingga diberi nilai 1.

Posisi punggung dapat dilihat dalam keadaan fleksi diantara sudut 20-60º

(40º) sehingga diberi nilai 3. Posisi kaki saat aktifitas ini duduk dengan

kaki menekuk dengan sudut 31º sehingga nilai total kaki menjadi 2.

Setelah memasukkan masing-masing nilai postur tubuh kelompok A

kedalam Tabel A REBA worksheet, maka didapatkan nilai Tabel A yaitu

4. Beban yang digunakan dalam aktifitas ini adalah <5kg sehingga diberi

niali 0. Kemudian nilai A didapatkan dari penjumlahann nilai Tabel A (4)

dengan beban (0) yaitu sebesar 4.

Sedangkan penilaian pada bagian tubuh yang termasuk kedalam

kelompok B, dapat dilihat posisi lengan atas bergerak fleksi masing-

masing pada kanan (sudut 83º) dan kiri (sudut 25º). Nilai postur lengan
71

atas yang didapatkan pada masing-masing bagian 3 (kanan) dan 2 kiri.

Posisi lengan bawah bagian kanan fleksi 22º dan bagian kiri fleksi sebesar

37º sehingga didapatkan nilai pada masing-masing bagian dari lengan

bawah yaitu 2 (kanan) dan 2 (kiri). Pada posisi pergelangan tangan kanan

fleksi sebesar 20º dan kiri 15º sehingga masing masing bagian pergelangan

tangan mendapatkan nilai 1 (kanan) 1 (kiri). Setelah memasukkan masing

masing nilai pada postur tubuh kelompok B kedalam Tabel B REBA

worksheet didapatkan nilai Tabel B yaitu 4 (kanan) dan 4 (kiri). Pada nilai

kondisi genggaman dinilai kurang baik untuk sebelah kanan karena

genggaman saat menggunakan pensil dan menjangkau pola yang akan

dibuat, kemudian baik untuk sebelah kiri karena tidak melakukan aktivitas

genggaman, sehingga bagian kanan mendapatkan nilai 1 dan kiri

mendapatkan nilai 0. Nilai B didapatkan dari penjumlahan nilai Tabel B 4

(kanan) dan 3 (kiri) dengan nilai genggaman 1 (kanan) dan 0 (kiri) yaitu

sebesar 5 (kanan) dan 4 (kiri)

Selanjutnya nilai A (4) dan nilai B (5 Kanan dan 4 kiri)

disingkronasikan dengan menggunakan tabel C pada lembar penilaian

REBA sehingga didapatkan nilai C yaitu 5 (kanan) dan 4 (kiri). Nilai

aktivitas yang didapatkan adalah 2 melalui beberapa postur tubuh bertahan

saat bekerja dalam keadaan statis per menit dan terdapat gerakan berulang

4 kali/menit karena pekerja menggambar pola dengan cepat. Dengan

demikian didapatkan nilai REBA sebesar 7 (kanan) dan 6 (kiri) dengan


72

tingkat ergonomi medium. Nilai level tindakan sebesar 3 yaitu diperlukan

tindakan.

4) Responden 4

LEMBAR PENILAIAN REBA


Kelompok A
Postur Tubuh Nilai Keterangan
Leher 1 Fleksi 15º
Punggung 3 Fleksi 45º
Kaki 1 Duduk
Nilai Tabel A 2
Beban/force 0 < 5 kg
Nilai A (Nilai Tabel A+Nilai Beban) 2
73

Kelompok B
Postur Tubuh Nilai Keterangan
Kanan Kiri Kanan Kiri
Lengan Atas 3+1 3+1 Fleksi 62º Fleksi 87º
Lengan Lengan
abdukasi abdukasi
Lengan Bawah 2 2 Fleksi 30º Fleksi 15º
Pergelangan Tangan 2 2 Fleksi 22º Fleksi 28º
Nilai Tabel B 6 6
Coupling 0 1 Baik Kurang baik
Nilai B (Nilai Tabel B+ 6 7
Nilai coupling)
Nilai C dari Tabel C 4 5
Nilai Aktifitas 2 2 Postur dalam Postur dalam
keadaan statis, keadaan statis,
berulang 4 berulang 4
kali/menit kali/menit
Nilai REBA (Nilai C + 6 7
Nilai Aktifitas)
Tabel 4.7 penilaian postur kerja Responden 4

Berdasarkan tabel 4.7, setelah dilakukan perhitungan sudut

pada aktivitas pekerja bagian pola yang tergolong pada kelompok A

dapat dilihat dari posisi leher dalam keadaan fleksi 15º sehingga diberi

nilai 1. Posisi punggung dapat dilihat dalam keadaan fleksi dantara

sudut 20-60º (45º) sehingga diberi nilai 3. Posisi kaki saat aktifitas ini

duduk bersila sehingga nilai total kaki menjadi 1. Setelah memasukkan

masing-masing nilai postur tubuh kelompok A kedalam Tabel A

REBA worksheet, maka didapatkan nilai Tabel A yaitu 2. Beban yang

digunakan dalam aktifitas ini adalah <5kg sehingga diberi niali 0.

Kemudian nilai A didapatkan dari penjumlahan nilai Tabel A (2)

dengan beban (0) yaitu sebesar 2.

Sedangkan penilaian pada bagian tubuh yang termasuk

kedalam kelompok B, dapat dilihat posisi lengan atas bergerak fleksi


74

masing-masing pada kanan (sudut 62º) dan kiri (sudut 87º). Saat

penarikan pola, lengan atas kanan dan kiri bergerak menjauhi tubuh

(abdukasi). Hal ini menyebabkan nilai total lengan atas 4 (kanan) dan 4

(kiri). Posisi lengan bawah bagian kanan fleksi 30º dan bagian kiri

fleksi sebesar 15º sehingga didapatkan nilai pada masing-masing

bagian dari lengan bawah yaitu 2 (kanan) dan 2 (kiri). Pada posisi

pergelangan tangan kanan fleksi sebesar 22º dan kiri 28º sehingga

masing masing bagian pergelangan tangan mendapatkan nilai 2

(kanan) 2 (kiri). Setelah memasukkan masing masing nilai pada postur

tubuh kelompok B kedalam Tabel B REBA worksheet didapatkan nilai

Tabel B yaitu 6 (kanan) dan 6 (kiri). Pada nilai kondisi genggaman

dinilai baik untuk sebelah kanan yaitu genggaman saat menggunakan

pensil dan kurang baik untuk sebelah kiri yaitu saat memegang contoh

pola yang akan digambar, sehingga bagian kanan mendapatkan nilai 0

dan kiri mendapatkan nilai 1. Nilai B didapatkan dari penjumlahan

nilai Tabel B 6 (kanan) dan 6 (kiri) dengan nilai genggaman 0 (kanan)

dan 1 (kiri) yaitu sebesar 6 (kanan) dan 7 (kiri)

Selanjutnya nilai A (4) dan nilai B (4 Kanan dan 5 kiri)

disingkronasikan dengan menggunakan tabel C pada lembar penilaian

REBA sehingga didapatkan nilai C yaitu 4 (kanan) dan 5 (kiri). Nilai

aktivitas yang didapatkan adalah 2 melalui beberapa postur tubuh

bertahan saat bekerja dalam keadaan statis per menit dan terdapat

gerakan berulang 4 kali/menit karena pekerja menggambar pola


75

dengan cepat. Dengan demikian didapatkan nilai REBA sebesar 6

(kanan) dan 7 (kiri) dengan tingkat ergonomi medium. Nilai level

tindakan sebesar 3 yaitu diperlukan tindakan

1. Penilaian postur kerja bagian gudang

5) Responden 5

LEMBAR PENILAIAN REBA


Kelompok A
Postur Tubuh Nilai Keterangan
Leher 1 Fleksi 15º
Punggung 3 Fleksi 32º
Kaki 1 Duduk
Nilai Tabel A 2
Beban/force 0 < 5 kg
Nilai A (Nilai Tabel A+Nilai Beban) 2
76

Kelompok B
Postur Tubuh Nilai Keterangan
Kanan Kiri Kanan Kiri
Lengan Atas 3 3 Fleksi 54º Fleksi 54º
Lengan Bawah 2 2 Fleksi 53 º Fleksi 100º
Pergelangan Tangan 2 2+1 Fleksi 21º Fleksi 23º
Nilai Tabel B 5 5
Coupling 0 1 Baik Kurang Baik
Nilai B (Nilai Tabel B+ 5 6
Nilai coupling)
Nilai C dari Tabel C 4 4
Nilai Aktifitas 2 2 Postur dalam Postur dalam
keadaan statis, keadaan statis,
berulang 4 berulang 4
kali/menit kali/menit
Nilai REBA (Nilai C + 6 6
Nilai Aktifitas)
Tabel 4.8 penilaian postur kerja Responden 5

Berdasarkan tabel 4.8, setelah dilakukan perhitungan sudut

pada aktivitas pekerja bagian gudang yang tergolong pada kelompok A

dapat dilihat dari posisi leher dalam keadaan fleksi 15º sehingga diberi

nilai 1. Posisi punggung dapat dilihat dalam keadaan fleksi dantara

sudut 20-60º (32º) sehingga diberi nilai 3. Posisi kaki saat aktifitas ini

duduk bersila sehingga didapat nilai 1. Masukan masing-masing nilai

postur tubuh kelompok A kedalam Tabel A REBA worksheet, nilai

Tabel A didapatkan nilai 2. Beban yang digunakan dalam aktifitas ini

adalah <5kg sehingga diberi niali 0. Kemudian nilai A didapatkan dari

penjumlahann nilai Tabel A (2) dengan beban (0) yaitu sebesar 2.

Sedangkan penilaian pada bagian tubuh yang termasuk

kedalam kelompok B, dapat dilihat posisi lengan atas bergerak fleksi

masing-masing pada kanan (sudut 54º) dan kiri (sudut 54º), sehingga

mendapatkan nilai lengan atas yang didapatkan 3 (kanan) dan 3 kiri.


77

Posisi lengan bawah bagian kanan fleksi 53º dan bagian kiri fleksi

sebesar 100º sehingga didapatkan nilai pada masing-masing bagian

dari lengan bawah yaitu 2 (kanan) dan 2 (kiri). Pada posisi pergelangan

tangan fleksi sebesar 23º kanan dan kiri sebesar 23º, pergelangan

tangan kiri dalam keaadaan miring sehingga masing masing bagian

pergelangan tangan mendapatkan nilai 2 (kanan) 3 (kiri). Setelah

memasukkan masing masing nilai pada postur tubuh kelompok B

kedalam Tabel B REBA worksheet didapatkan nilai Tabel B yaitu 5

(kanan) dan 5 (kiri). Pada nilai kondisi genggaman dinilai baik untuk

sebelah kanan yaitu genggaman saat menggunakan gunting dan kurang

baik untuk sebelah kiri yaitu saat menahan benang-benang bekas

jahitan tas, sehingga bagian kanan mendapatkan nilai 0 dan kiri

mendapatkan nilai 1. Nilai B didapatkan dari penjumlahan nilai Tabel

B 5 (kanan) dan 5 (kiri) dengan nilai genggaman 0 (kanan) dan 1 (kiri)

yaitu sebesar 5 (kanan) dan 6 (kiri)

Selanjutnya nilai A (2) dan nilai B (5 Kanan dan 6 kiri)

disingkronasikan dengan menggunakan tabel C pada lembar penilaian

REBA sehingga didapatkan nilai C yaitu 4 (kanan) dan 4 (kiri). Nilai

aktivitas yang didapatkan adalah 2 melalui beberapa postur tubuh

bertahan saat bekerja dalam keadaan statis per menit dan terdapat

gerakan berulang 4 kali/menit karena pekerja menggambar pola

dengan cepat. Dengan demikian didapatkan nilai REBA sebesar 6


78

(kanan) dan 6 (kiri) dengan tingkat ergonomi medium. Nilai level

tindakan sebesar 3 yaitu diperlukan tindakan.

6) Responden 6
79

LEMBAR PENILAIAN REBA


Kelompok A
Postur Tubuh Nilai Keterangan
Leher 2 Fleksi 28º
Punggung 3 Fleksi 25º
Kaki 1 Berdiri tegak
Nilai Tabel A 4
Beban/force 2 >10 kg (35 kg)
Nilai A (Nilai Tabel A+Nilai Beban) 6

Kelompok B
Postur Tubuh Nilai Keterangan
Kanan Kiri Kanan Kiri
Lengan Atas 3+1 1 Fleksi 90º 0
Lengan Bawah 2 1 Fleksi 45º 0
Pergelangan Tangan 1 1 Fleksi 20º 0
Nilai Tabel B 5 1
Coupling 1 0
Nilai B (Nilai Tabel B+ 6 1
Nilai coupling)
Nilai C dari Tabel C 8 1
Nilai Aktifitas 2 1 Postur dalam Postur dalam
keadaan statis, keadaan statis,
berulang 4 berulang 4
kali/menit kali/menit
Nilai REBA (Nilai C + 10 3
Nilai Aktifitas)
Tabel 4.9 penilaian postur kerja Responden 6

Berdasarkan tabel 4.9, setelah dilakukan perhitungan sudut

pada aktivitas pekerja bagian gudang (angkat angkut) yang tergolong

pada kelompok A dapat dilihat dari posisi leher dalam keadaan fleksi

28º sehingga diberi nilai 2. Posisi punggung dapat dilihat dalam

keadaan fleksi dantara sudut 20-60º (25º) sehingga diberi nilai 3. Posisi

kaki saat aktifitas ini berdiri tegak sehingga didapat nilai 1. Masukan

masing-masing nilai postur tubuh kelompok A kedalam Tabel A

REBA worksheet, nilai Tabel A didapatkan nilai 4. Beban yang

digunakan dalam aktifitas ini adalah >10 kg (35 kg) sehingga diberi
80

niali 2. Kemudian nilai A didapatkan dari penjumlahann nilai Tabel A

(4) dengan beban (2) yaitu sebesar 6.

Sedangkan penilaian pada bagian tubuh yang termasuk

kedalam kelompok B, dapat dilihat posisi lengan atas kanan menahan

beban yang dipikul dengan (sudut 54º) dan kiri (sudut 0º), sehingga

total nilai untuk lengan atas yang didapatkan 4 (kanan) dan 1 kiri.

Posisi lengan bawah bagian kanan fleksi 45º dan bagian kiri 0º

sehingga didapatkan nilai pada masing-masing bagian dari lengan

bawah yaitu 4 (kanan) dan 1 (kiri). Pada posisi pergelangan tangan

fleksi sebesar 15º kanan dan kiri sebesar 0º, sehingga masing masing

bagian pergelangan tangan mendapatkan nilai 1 (kanan) 1 (kiri).

Setelah memasukkan masing masing nilai pada postur tubuh kelompok

B kedalam Tabel B REBA worksheet didapatkan nilai Tabel B yaitu 5

(kanan) dan 1 (kiri). Pada nilai kondisi genggaman dinilai kurang baik

untuk sebelah kanan yaitu genggaman saat menahan beban yang di

bawa baik untuk sebelah kiri, sehingga bagian kanan mendapatkan

nilai 1 dan kiri mendapatkan nilai 0. Nilai B didapatkan dari

penjumlahan nilai Tabel B 5 (kanan) dan 1 (kiri) dengan nilai

genggaman 1 (kanan) dan 0 (kiri) yaitu sebesar 6 (kanan) dan 1 (kiri).

Selanjutnya nilai A (6) dan nilai B (6 Kanan dan 1 kiri)

disingkronasikan dengan menggunakan tabel C pada lembar penilaian

REBA sehingga didapatkan nilai C yaitu 8 (kanan) dan 1 (kiri). Nilai

aktivitas yang didapatkan adalah 2 melalui beberapa postur tubuh


81

bertahan saat bekerja dalam keadaan statis per menit dan terdapat

gerakan berulang 4 kali/menit karena pekerja memikul beban dari satu

tempat ke tempat lainnya untuk dipindahkan. Dengan demikian

didapatkan nilai REBA sebesar 10 (kanan) dan 3 (kiri) dengan tingkat

ergonomi medium. Nilai level tindakan sebesar 4 (Hight) yaitu segera

diperlukan tindakan.

7) Responden 7
82

LEMBAR PENILAIAN REBA


Kelompok A
Postur Tubuh Nilai Keterangan
Leher 1 0
Punggung 1 0
Kaki 1 Berdiri tegak
Nilai Tabel A 1
Beban/force 1 5 kg
Nilai A (Nilai Tabel A+Nilai Beban) 2

Kelompok B
Postur Tubuh Nilai Keterangan
Kanan Kiri Kanan Kiri
Lengan Atas 1 1 Fleksi 12º Fleksi 10º
Lengan Bawah 2 2 Fleksi 12º Fleksi 10º
Pergelangan Tangan 1 1 Flksi 18⁰ Fleksi 15⁰
Nilai Tabel B 1 1
Coupling 1 1 Kurang baik Kurang baik
Nilai B (Nilai Tabel B+ 2 2
Nilai coupling)
Nilai C dari Tabel C 2 2
Nilai Aktifitas 2 2 Postur dalam Postur dalam
keadaan statis, keadaan statis,
berulang 4 berulang 4
kali/menit kali/menit
Nilai REBA (Nilai C + 4 4
Nilai Aktifitas)
Tabel 4.10 penilaian postur kerja Responden 7

Berdasarkan tabel 4.10, setelah dilakukan perhitungan sudut

pada aktivitas pekerja bagian gudang (angkat angkut) yang tergolong

pada kelompok A dapat dilihat dari posisi leher dengan sudut 0º

sehingga diberi nilai 1. Posisi punggung dengan sudut (0º) sehingga

diberi nilai 1. Posisi kaki saat aktifitas ini berdiri tegak sehingga

didapat nilai 1. Masukan masing-masing nilai postur tubuh kelompok

A kedalam Tabel A REBA worksheet, nilai Tabel A didapatkan nilai 4.

Beban yang digunakan dalam aktifitas ini adalah 5-10 kg (5 kg)


83

sehingga diberi niali 1. Kemudian nilai A didapatkan dari penjumlahan

nilai Tabel A (1) dengan beban (1) yaitu sebesar 1.

Sedangkan penilaian pada bagian tubuh yang termasuk

kedalam kelompok B, dapat dilihat posisi lengan atas kanan menahan

beban yang dipikul dengan (sudut 12º) dan kiri (sudut 10º), sehingga

total nilai untuk lengan atas yang didapatkan 1 (kanan) dan 1 kiri.

Posisi lengan bawah bagian kanan fleksi 12º dan bagian kiri 10º

sehingga didapatkan nilai pada masing-masing bagian dari lengan

bawah yaitu 2 (kanan) dan 2 (kiri). Pada posisi pergelangan tangan

fleksi sebesar 18º kanan dan kiri sebesar 22º, sehingga masing masing

bagian pergelangan tangan mendapatkan nilai 1 (kanan) 1 (kiri).

Setelah memasukkan masing masing nilai pada postur tubuh kelompok

B kedalam Tabel B REBA worksheet didapatkan nilai Tabel B yaitu 1

(kanan) dan 1 (kiri). Pada nilai kondisi genggaman dinilai kurang baik

untuk sebelah kanan dan kiri yaitu genggaman saat memegang beban

yang dibawa, sehingga masing-masing bagian kanan mendapatkan

nilai 1 dan kiri mendapatkan nilai 1. Nilai B didapatkan dari

penjumlahan nilai Tabel B 1 (kanan) dan 1 (kiri) dengan nilai

genggaman 1 (kanan) dan 1 (kiri) yaitu sebesar 2 (kanan) dan 2 (kiri).

Selanjutnya nilai A (2) dan nilai B (2 Kanan dan 2 kiri)

disingkronasikan dengan menggunakan tabel C pada lembar penilaian

REBA sehingga didapatkan nilai C yaitu 2 (kanan) dan 2 (kiri). Nilai

aktivitas yang didapatkan adalah 2 melalui beberapa postur tubuh


84

bertahan saat bekerja dalam keadaan statis per menit dan terdapat

gerakan berulang 4 kali/menit karena pekerja memikul beban dari satu

tempat ke tempat lainnya untuk dipindahkan. Dengan demikian

didapatkan nilai REBA sebesar 4 (kanan) dan 4 (kiri) dengan tingkat

ergonomi medium. Nilai level tindakan sebesar 3 (medium) yaitu

diperlukan tindakan.

E. Keluhan Subjektif Musculoskeletal Disorders (MSDs)

Keluhan Subjektif Musculoskeletal Disorders diukur dengan

menggunakan kuesioner Nordic Body Map (NBM) 28 pertanyaan yang

ditanyakan kepada pekerja yang diberi tanda ceklist pada keluhan yang

dirasakan oleh pekerja.

Keluhan Subjektif Musculoskeletal Disorders berdasarkan lokasi

keluhan yang paling banyak dirasakan oleh pekerja selama 1 tahun terakhir

adalah bagian tubuh pinggang, yaitu sebanyak 6 pekerja (86%), bagian leher 5

pekerja (71%), kemudian pada bagian bahu sebelah kanan 4 pekerja (57%).

Sedangkan keluhan yang paling banyak dirasakan pekerja dalam kurun waktu

7 hari terakhir adalah bagian punggung dan pergelangan tangan kanan

sebanyak 3 pekerja (43%).

Gambaran distribusi keluhan subjektif musculoskeletal disorders

(MSDs) yang dirasakan pekerja bagian pola paling banyak mengeluhkan sakit

pada bagian punggung dan pergelangan tangan kanan sebanyak 3 pekerja

(86%) dalam jangka waktu 1 tahun terakhir. Sedangkan bagian gudang, semua
85

pekerja mengeluhkan sakit pada bagian punggung, 3 pekerja (100%). Untuk

kategori umur pekerja yang berumur <30 tahun paling banyak mengeluhkan

pada leher bagian atas sebanyak 2 pekerja (100%), sedangkan pekerja yang

usianya 30-40 tahun pekerja paling banyak mengeluhkan sakit pada bagian

pinggang dan leher bagian atas sebanyak 4 pekerja (80%). Dan yang terakhir

untuk kategori masa kerja pekerja dengan masa kerja <5 tahun, semua pekerja

yaitu 2 pekerja (100%) merasakan keluhan pada bagian punggung, sedangkan

pekerja dengan masa kerja 5-10 tahun pekerja paling banyak mengeluhkan

sakit pada bagian bahu sebelah kanan yaitu 4 pekerja (80%).


BAB V

PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian

Penelitian yang dilakukan terhadap proses aktifitas pekerja di Sentra

Industri Tas Kendal terdapat beberapa keterbatasan. Keterbatasan tersebut

antara lain:

1. Penilaian postur kerja dengan metode REBA hanya terbatas pada

pengukuran postur tubuh, beban yang digunakan dan aktifitas kerja.

2. Penilaian mengenai keluhan subjektif MSDs dengan melakukan pengisian

kuesioner Nordic Body Map tergantung pada tingkat pemahaman,

pengetahuan, daya ingat dan aspek subjektifitas pekerja sehingga

memungkinkan untuk terjadinya bias.

3. Keluhan MSDs berdasarkan subjektifitas pekerja, tanpa didukung data

medis untuk memastikan bahwa pekerja menderita MSDs.

4. Lokasi sempit sehingga pengambilan gambar sulit dilihat dari sisi yang

lain.

B. Postur Kerja

Pembagian postur kerja dalam ergonomi didasarkan atas posisi tubuh dan

pergerakan. Berdasarkan posisi tubuh, postur kerja dalam ergonomi terdiri

dari:

86
87

1. Postur Netral

Postur dimana seluruh bagian tubuh berada pada posisi yang

seharusnya dan kontraksi otot tidak berlebihan sehingga bagian organ

tubuh, saraf jaringan lunak dan tulang tidak mengalami pergeseran,

penekanan, ataupun kontraksi yang berlebihan.

2. Postur Janggal

Postur dimana posisi tubuh (tungkai sendi dan punggung) secara

signifikan menyimpang dari posisi netral pada saat melakukan suatu

aktifitas yang disebabkan oleh keterbatasan tubuh manusia untuk melawan

beban dalam jangka waktu lama. Postur janggal akan menyebabkan stress

mekanik pada otot rangka. Selain itu, postur janggal akan membutuhkan

energi yang lebih besar pada beberapa bagian otot, sehingga meningkatkan

kerja jantung dan paru-paru untuk menghasilkan energi. Semakin lama

bekerja dengan postur janggal, maka semakin banyak energi yang

dibutuhkan untuk mepertahankan kondisi tersebut, sehingga dampak

kerusakan otot rangka yang ditimbulkan semakin kuat.

3. Analisis Postur Kerja

Nama Responden Hasil pengukuran Tindakan


REBA Tingkat Risiko
Responden 1 10 Tinggi Segera diperlukan
Responden 2 7 Sedang Diperlukan
Responden 3 7 Sedang Diperlukan
Responden 4 7 Sedang Diperlukan
Responden 5 6 Sedang Diperlukan
Responden 6 10 Tinggi Segera diperlukan
Responden 7 4 Sedang Diperlukan
Tabel 5.1 Analisis Postur Kerja
88

Penilaian postur bagian pola dan gudang menggunakan metode

REBA menunjukkan hasil tingkat risiko tinggi yang artinya segera

diperlukan tindakan sejumlah 2 pekerja (29%). Penyebab utama dari

tingginya nilai akhir REBA pada pekerja bagian pola dan gudang di

Sentra Industri Tas Kendal adalah postur kerja statis, dimana pekerja

bekerja dalam posisi duduk dalam jangka waktu yang lama tanpa

menggunakan alas duduk, leher menunduk secara terus menerus untuk

menjangkau objek, punggung membungkuk, pergelangan tangan yang

menahan pola pada saat menggambar dan pergerakan tangan kanan yang

melakukan gerakan pengguntingan. Sedangkan postur janggal pada

pekerja bagian pola disebabkan karena pekerja mengangkat beban terlalu

berat tanpa alat bantu. Penilaian postur menggunakan metode REBA

menghasilkan tingkat risiko tinggi yang artinya perlu tindakan investigasi

dan perubahan sikap segera.

C. Gambaran Keluhan MSDs

1. Gambaran Keluhan MSDs Berdasarkan Lokasi Keluhan

Penelitian mengenai keluhan subjektif Musculoskeletal Disorders

dilakukan dengan pengisian kuesioner Nordic Body Map yang

diklasifikasikan pada 28 bagian tubuh kepada pekerja bagian pola dan

gudang di Sentra Industri Tas Kendal. Keluhan subjektif ini merupakan

rasa sakit (salah satu atau gabungan dari rasa pegal, nyeri, kesemutan,

panas, kejang, kaku, ataupun bengkak) yang dirasakan pada bagian postur
89

tubuh pekerja setelah melakukan pekerjaannya. Dari jumlah keluhan yang

dirasakan oleh 7 responden dapat dilihat distribusi keluhan MSDs pada

lokasi tubuh pengrajin sepatu dapat dilihat dari tabel 5.2

Tabel 5.2 Distribusi Keluhan MSDs Berdasarkan Lokasi Keluhan


Yang Dirasakan Oleh Pekerja Bagian Pola dan Gudang Di
Sentra Industri Tas Kendal Tahun 2017.

Keluhan Musculoskeletal Disorders


(MSDs)
NO JENIS KELUHAN Dalam 1 tahun terakhir Dalam 7 hari
Terakhir
jumlah % Jumlah %
0 Sakit/kaku di leher bagian atas 5 71 2 29
1 Sakit/kaku di leher bagian bawah 3 43 2 29
2 Sakit di bahu kiri - - - -
3 Sakit di bahu kanan 4 57 2 29
4 Sakit pada lengan atas kiri 1 14 - -
5 Sakit di punggung 4 57 3 43
6 Sakit pada lengan atas kanan 3 43 1 14
7 Sakit pada pinggang 6 86 - -
8 Sakit pada bokong - - 1 14
9 Sakit pada pantat 2 29 - -
10 Sakit pada siku kiri - - - -
11 Sakit pada siku kanan - - - -
12 Sakit pada lengan bawah kiri 1 14 - -
13 Sakit pada lengan bawah kanan 2 29 1 14
14 sakit pada pergelangan tangan kiri 2 29 1 14
15 Sakit pada pergelangan tangan 4 57 3 43
kanan
16 Sakit pada tangan kiri - - - -
17 Sakit pada tangan kanan 2 29 1 14
18 Sakit pada paha kiri 2 29 - -
19 Sakit pada paha kanan 1 14 - -
20 Sakit pada lutut kiri 1 14 - -
21 Sakit pada lutut kanan 2 29 - -
22 Sakit pada betis kiri 3 43 1 14
23 Sakit pada betis kanan - - 2 29
24 Sakit pada pergelangan kaki kiri - - 1 14
25 Sakit pada pergelangan kaki - - - -
kanan
26 Sakit pada kaki kiri 3 43 2 29
27 Sakit pada kaki kanan - - 1 14
90

Dari hasil penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa pekerja yang

mengalami keluhan MSDs menunjukkan hasil yang beragam. keluhan

tubuh yang paling banyak dirasakan oleh pekerja pada jangka waktu 1

tahun terakhir bagian pola dan gudang adalah pada bagian tubuh pinggang,

yaitu sebanyak 6 pekerja (86%), diikuti keluhan urutan kedua yaitu

keluhan pada leher bagian atas sebanyak 5 pekerja (71%), kemudian pada

bagian bahu kanan, punggung, dan pergelangan bagian kanan yang

masing-masing dirasakan oleh 4 pekerja (57%).

Sedangkan keluhan yang paling banyak dirasakan oleh pekerja

dalam kurun waktu 7 hari terakhir adalah bagian punggung dan

pergelangan tangan kanan, bagian-bagian tubuh tersebut dirasakan oleh 3

pekerja (43%), kemudian urutan kedua yaitu bagian leher atas, leher

bawah, bahu kanan, betis kanan, kaki kiri, masing-masing dirasakan oleh 2

pekerja (29%).

Pinggang dan leher bagian atas menjadi postur yang paling banyak

dikeluhkan rasa sakit dan nyeri oleh pekerja saat melakukan aktifitas

pekerjaan dan setelah melakukan aktifitas pekerjaan dapat disebabkan

oleh:

a. Ketidak tahuan pekerja mengenai bahaya ergonomi dan dampak yang

ditimbulkan akibat postur kerja yang salah saat melakukan aktifitas

pekerjaan.

b. Ketidak sesuaian alat kerja dengan postur kerja


91

c. Aktifitas pekerjaan yang cenderung statis, yaitu pekerja bekerja dalam

posisi duduk terus menerus selama waktu kerjanya.

2. Gambaran Keluhan MSDs Berdasarkan Bagian Pekerjaan

Berdasarkan jenis pekerjaan pekerja yaitu bagian pola dan gudang

keluhan subjektif musculoskeletal disorders yang dirasakan oleh masing-

masing pekerja sangatlah beragam, berikut adalah distribusi keluhan

MSDs yang dirasakan oleh responden berdasarkan jenis pekerjaannya.

Dari jumlah keluhan yang dirasakan oleh seluruh pekerja, 4 pekerja bagian

pola dan 3 pekerja bagian gudang dapat dilihat distribusi keluhan MSDs

berdasarkan jenis pekerjaan dapat dilihat dari tabel 5.3

Tabel 5.3 Distribusi Keluhan MSDs Berdasarkan Bagian Pekerjaan


(Pola dan Gudang) di Sentra Industri Tas Kendal tahun
2017.

Keluhan MSDs
Bagian Pola Bagian Gudang
Dalam 1 tahun Dalam 7 hari Dalam 1 Dalam 7 hari
NO JENIS KELUHAN
terakhir Terakhir tahun terakhir
terakhir
Ada % ada % Ada % ada %
0 Sakit/kaku di leher bagian atas 3 75 1 25 2 67 1 33
1 Sakit/kaku di leher bagian - - 1 25 2 67 - -
bawah
2 Sakit di bahu kiri - - 1 25 - - - -
3 Sakit di bahu kanan 2 50 1 25 3 100 1 33
4 Sakit pada lengan atas kiri - - - - 1 33 - -
5 Sakit di punggung 2 50 2 50 2 67 1 33
6 Sakit pada lengan atas kanan 1 25 - - 2 67 1 33
7 Sakit pada pinggang 3 75 - - 3 100 - -
8 Sakit pada bokong - - 1 25 - - - -
9 Sakit pada pantat 2 50 - - - - - -
10 Sakit pada siku kiri - - - - - - - -
11 Sakit pada siku kanan - - - - - - - -
12 Sakit pada lengan bawah kiri 1 25 - - - - - -
13 Sakit pada lengan bawah 1 25 - - 1 33 1 33
92

kanan
14 sakit pada pergelangan tangan - - 1 25 2 67 - -
kiri
15 Sakit pada pergelangan tangan 3 75 1 25 2 67 1 33
kanan
16 Sakit pada tangan kiri - - - - - - - -
17 Sakit pada tangan kanan 2 50 1 25 - - - -
18 Sakit pada paha kiri 1 25 - - 1 33 - -
19 Sakit pada paha kanan - - - - 1 33 - -
20 Sakit pada lutut kiri - - - - 1 33 - -
21 Sakit pada lutut kanan - - - - 2 67 - -
22 Sakit pada betis kiri 3 75 - - - - 1 33
23 Sakit pada betis kanan - - 1 25 - - 1 33
24 Sakit pada pergelangan kaki - - 1 25 - - - -
kiri
25 Sakit pada pergelangan kaki - - - - - - - -
kanan
26 Sakit pada kaki kiri 2 50 1 25 1 33 - -
27 Sakit pada kaki kanan - - 1 25 - - - -

Dari hasil penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa pekerja pada

bagian pola yang mengalami keluhan MSDs menunjukkan hasil yang

beragam. keluhan tubuh yang paling banyak dirasakan oleh pekerja pada

jangka waktu 1 tahun terakhir bagian pola adalah leher bagian atas,

pinggang, pergelangan tangan kanan, betis kiri, masing masing bagian

tubuh tersebut dirasakan oleh 3 pekerja (75%), bahu kanan, punggung,

pantat, tangan kanan, kaki kiri, masing-masing bagian tubuh tersebut

dirasakan oleh 2 pekerja (50), dan sebanyak 2 pekerja (50%) merasakan

keluhan pada bagian punggung dalam jangka waktu 7 hari terakhir.

Sedangkan bagian gudang keluhan yang dirasakan dalam jangka

waktu 1 tahun terakhir adalah pada bagian tubuh bahu sebelah kanan dan

pinggang, yaitu sebanyak 3 pekerja (100%), diikuti keluhan urutan kedua

yaitu keluhan pada leher bagian atas, leher bagian bawah, punggung,
93

lengan atas kanan, pergelangan tangan kanan dan kiri, kemudian lutut

kanan, masing-masing keluhan pada bagian tubuh tersebut dirasakan

sebanyak 2 pekerja (66%). Kemudian keluhan yang dirasakan oleh

responden dalam jangka waktu 7 hari terakhir adalah pada bagian leher

atas, bahu kanan, punggung, lengan kanan atas, pergelangan kaki kiri,

pergelangan tangan kanan dan kiri, masing-masing bagian tubuh tersebut

hanya dirasakan oleh 1 pekerja (33%).

3. Gambaran keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja

di Sentra Industri Tas Kendal berdasarkan umur

Berdasarkan hasil pengisian kuesioner, umur responden dapan

diklasifikasikan menjadi 2 kelompok umur yaitu < 30 tahun dan 30-40

tahun. Pengelompokan tersebut dapat diketahui kelompok umur pekerja

terbanyak yaitu berkisar dari 30-40 tahun, sebanyak 5 pekerja (71%), dan

pekerja yang umurnya <30 tahun ada 2 pekerja (29%). Gambaran keluhan

MSDs berdasarkan umur pekerja dapat dilihat pada tabel 5.4.


94

Tabel 5.4 Distribusi Keluhan MSDs Berdasarkan Umur pada Pekerja


Bagian Pola dan Gudang di Sentra Industri Tas Kendal
Tahun 2017.

Keluhan MSDs
< 30 tahun 30-40 tahun
Dalam 1 tahun Dalam 7 hari Dalam 1 Dalam 7 hari
NO JENIS KELUHAN
terakhir Terakhir tahun terakhir
terakhir
Ada % ada % Ada % ada %
0 Sakit/kaku di leher bagian atas 1 50 1 50 4 80 1 20
1 Sakit/kaku di leher bagian 2 100 - - - - 2 40
bawah
2 Sakit di bahu kiri - - - - - - - -
3 Sakit di bahu kanan 1 50 1 50 3 60 1 10
4 Sakit pada lengan atas kiri 1 50 - - - - - -
5 Sakit di punggung 1 50 1 50 3 60 2 40
6 Sakit pada lengan atas kanan 1 50 1 50 2 40 - -
7 Sakit pada pinggang 2 50 - - 4 80 - -
8 Sakit pada bokong - - - - 1 20 1 20
9 Sakit pada pantat - - - - 1 20 - -
10 Sakit pada siku kiri - - - - - - - -
11 Sakit pada siku kanan - - - - - - - -
12 Sakit pada lengan bawah kiri - - - - 1 20 - -
13 Sakit pada lengan bawah 1 50 1 50 2 40 - -
kanan
14 sakit pada pergelangan tangan 1 50 - - 1 20 1 20
kiri
15 Sakit pada pergelangan tangan 1 50 1 50 3 60 2 40
kanan
16 Sakit pada tangan kiri - - - - - - - -
17 Sakit pada tangan kanan - - - - 2 40 1 20
18 Sakit pada paha kiri 1 50 - - 1 20 - -
19 Sakit pada paha kanan 1 50 - - - - - -
20 Sakit pada lutut kiri - - - - 1 20 - -
21 Sakit pada lutut kanan 1 50 - - 1 20 - -
22 Sakit pada betis kiri - - - - 3 60 - -
23 Sakit pada betis kanan - - 1 50 - - 1 20
24 Sakit pada pergelangan kaki - - - - - - 1 20
kiri
25 Sakit pada pergelangan kaki - - - - - - - -
kanan
26 Sakit pada kaki kiri 1 50 - - 2 40 1 20
27 Sakit pada kaki kanan - - - - - - 1 20
95

Berdasarkan tabel 5.4 gambaran keluhan MSds yang paling banyak

dirasakan berdasarkan kelompok umur pekerja adalah sebagai berikut:

a. Pekerja dengan umur <30 tahun, keluhan paling banyak dirasakan

oleh pekerja dalam jangka waktu 1 tahun terakhir yaitu leher bagian

atas dan pinggang 2 pekerja (100%).

b. Pada pekerja umur 30-40 tahun, keluhan yang dirasakan dalam kurun

waktu 1 tahun terakhir yaitu pada leher bagian atas dan pinggang 4

pekerja (80%), bahu bagian kanan, punggung, pergelangan tangan

kanan, dan betis kiri masing masing bagian dirasakan oleh 3 pekerja

(60%).

c. Sedangkan keluhan yang paling banyak dirasakan oleh pekerja umur

30-40 tahun dalam kurun waktu 7 hari terakhir adalah bagian leher

bagian bawah, punggung, dan pergelangan tangan kanan, masing-

masing bagian tubuh tersebut dirasakan oleh 2 pekerja (40%) dari 5

pekerja.

Banyak pekerja yang mengalami keluhan MSDs setelah melakukan

pekerjaannya adalah pada kelompok umur 30-40 tahun dengan keluhan

leher bagian atas dan pinggang. Pekerja dengan kelompok umur tersebut

merupakan kelompok umur yang masih produktif, pekerja dengan

kelompok umur tersebut bekerja dengan durasi panjang tanpa memikirkan

risiko dari pekerjaannya untuk mendapatkan upah yang lebih besar.


96

4. Gambaran keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pekerja di

Sentra Industri Tas Kendal Berdasarkan Masa Kerja Pekerja

Berdasarkan hasil pengisin kuesioner, masa kerja pekerja dapat

diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, yaitu masa kerja < 5 tahun dan 5-10

tahun. Dari pengelompokan tersebut dapat diketahui bahwa masa kerja

terbanyak di Sentra Industri Tas Kendal adalah 5-10 tahun yaitu 5 pekerja

(71%), dan pekerja yang masa kerjanya <5 tahun ada 2 pekerja (29%).

Gambaran keluhan MSDs berdasarkan masa kerja pekerja dapat dilihat

pada tabel 5.5.


97

Tabel 5.5 Distribusi Keluhan MSDs Berdasarkan Masa Kerja Pada


Pekerja Bagian Pola dan Gudang di Sentra Industri Tas
Kendal Tahun 2017.

Keluhan MSDs
< 5 tahun 5-10 tahun
Dalam 1 tahun Dalam 7 hari Dalam 1 Dalam 7 hari
NO JENIS KELUHAN
terakhir Terakhir tahun terakhir
terakhir
Ada % Ada % Ada % Ada %
0 Sakit/kaku di leher bagian 1 50 1 50 4 80 1 20
atas
1 Sakit/kaku di leher bagian 1 50 - - 1 20 2 40
bawah
2 Sakit di bahu kiri - - - - 1 20 - -
3 Sakit di bahu kanan 1 50 1 50 3 60 1 20
4 Sakit pada lengan atas kiri - - - 1 20 - -
5 Sakit di punggung 1 50 1 50 3 60 2 40
6 Sakit pada lengan atas 1 50 1 50 2 40 - -
kanan
7 Sakit pada pinggang 2 100 - - 3 60 - -
8 Sakit pada bokong - - - - - 1 20
9 Sakit pada pantat - - - - 1 20 - -
10 Sakit pada siku kiri - - - - 1 20 - -
11 Sakit pada siku kanan - - - - - - - -
12 Sakit pada lengan bawah 1 50 - - - - - -
kiri
13 Sakit pada lengan bawah - - 1 50 2 40 - -
kanan
14 sakit pada pergelangan - - 1 50 2 40 - -
tangan kiri
15 Sakit pada pergelangan 1 50 1 50 3 40 2 40
tangan kanan
16 Sakit pada tangan kiri - - - - - - - -
17 Sakit pada tangan kanan - - - - 2 40 - -
18 Sakit pada paha kiri - - - - 1 20 - -
19 Sakit pada paha kanan - - - - 1 20 - -
20 Sakit pada lutut kiri - - - - 1 20 - -
21 Sakit pada lutut kanan 1 50 - - 1 20 - -
22 Sakit pada betis kiri 1 50 1 50 2 40 - -
23 Sakit pada betis kanan - - 1 50 - - 1 20
24 Sakit pada pergelangan - - 1 50 - - - -
kaki kiri
25 Sakit pada pergelangan - - - - - - - -
kaki kanan
26 Sakit pada kaki kiri - - 1 50 2 40 - -
27 Sakit pada kaki kanan - - - - - - 1 20
98

Berdasarkan tabel 5.5 gambaran keluhan MSDs yang terbanyak

dirasakan oleh pekerja di bagian pola dan gudang berdasarkan kelompok

masa kerja pekerja adalah sebagai berikut:

a. Pekerja dengan masa kerja <5 tahun, keluhan dirasakan oleh 2 pekerja

(100%) adalah pada bagian punggung dalam kurun waktu 1 tahun

terakhir.

b. Pekerja dengan masa kerja 5-10 tahun, keluhan dirasakan dalam kurun

waktu 1 tahun terakhir yaitu pada leher bagian atas 4 pekerja (80%)

serta pada bagian bahu kanan, punggung, dan pergelangan tangan

kanan, masing-masing bagian dirasakan oleh 3 pekerja (60%).

Banyaknya jumlah pekerja yang mengalami keluhan MSDs saat

melakukan aktifitas kerja dan setelah melakukan aktifitas kerjanya adalah

pada kelompok masa kerja <5 tahun dengan keluhan pada pinggang.

Banyaknya pekerja yang merasakan adanya keluhan MSDs pada kelompok

masa kerja ini disebabkan karena pekerja dengan masa kerja <5 tahun

memiliki tuntutan kerja yang relative lebih besar dibandingkan pekerja

dengan masa kerja 5-10 tahun.

5. Faktor-faktor yang berkontribusi pada aktifitas kerja terhadap

keluhan MSDs yang dirasakan Pekerja

Dalam setiap aktifitas kerja pembuatan pola dan bagian gudang

terdapat bagian tubuh dari pekerja yang berkontribusi saat bekerja. Bagian

tubuh yang berkontribusi dua aktifitas tersebut berbeda. Terkait dengan


99

keluhan Subjektif Musculoskeletal Disorders (MSDs), peneliti

membandingkan antara bagian tubuh yang berkontribusi dengan keluhan

bagian tubuh pekerja (Tabel 5.6).

Tabel 5.6 Faktor-Faktor Yang Berkontribusi Pada Aktifitas Kerja


Terhadap Keluhan Yang Dirasakan Pekerja Pada
Pekerja Bagian Pola dan Gudang Di Sentra Industri Tas
Kendal Tahun 2017.
No Aktifitas Bagian Tubuh yang Berkontribusi Keluhan MSDs
Kerja pada Bagian Tubuh
Pekerja
1. Pembuatan - Leher bagian atas menunduk - 6 pekerja (86%)
Pala dan untuk menjangkau objek
potong
- Punggung yang membungkuk - 6 pekerja (86%)

- Pergelangan tangan yang - 4 pekerja (57%)


menahan pada pola saat
menggambar
- Pergerakan tangan kanan - 5 pekerja (86%)
yang melakukan gerakan
menggunting
2. Bagian - Leher bagian atas menunduk - 3 pekerja (100%)
Gudang pada objek kerja
- Tangan kanan dan kiri bekerja - 1 pekerja (33%)
berulang-ulang untuk
mengepak tas

- Memikul beban - 2 pekerja (67%)


BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Pada bagian pola dan gudang hasil akhir penilaian menggunakan metode

REBA tingkat risiko tinggi, tindakan yang harus diambil adalah

investigasi dan perubahan segera.

2. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terkait gambaran

keluhan subjektif musculoskeletal disorders yang dirasakan pekerja pada

aktifitas bagian pola dan gudang di Sentra Industri Tas Kendal, tahun

2017 adalah postur janggal, postur statis, durasi, dan frekuensi.

3. Secara umum, keluhan subjektif musculoskeletal disorders (MSDs) yang

dirasakan pekerja bagian pola dan gudang di Sentra Industri tas Kendal

sangat beragam, hampir tersebar di seluruh bagian tubuh pekerja. Keluhan

yang paling banyak dirasakan pekerja dalam jangka waktu 1 tahun

terakhir yaitu pada bagian pinggang, yaitu sebanyak 6 pekerja (86%).

4. Sedangkan keluhan yang paling banyak dirasakan pekerja dalam kurun

waktu 7 hari terakhir adalah bagian punggung dan pergelangan tangan

kanan sebanyak 3 pekerja (43%).

5. Gambaran distribusi keluhan subjektif musculoskeletal disorders (MSDs)

yang dirasakan pekerja berdasarkan kategori individu adalah sebagai

berikut:

100
101

a. Pekerja bagian pola sebanyak 3 pekerja (75%) dari 4 pekerja

merasakan keluhan pada bagian tubuh leher atas, pinggang,

pergelangan tangan kanan, dan betis kiri.

b. Pekerja bagian gudang keluhan yang dirasakan oleh pekerja dalam

kurun waktu 1 tahun terakhir adalah pada bagian pinggang yaitu

sebanyak 3 pekerja (100%)

c. Pekerja dengan umur <30 tahun sebanyak 2 (100%) pekerja

merasakan keluhan pada leher bagian atas.

d. Pekerja yang berumur 30-40 tahun, keluhan yang paling banyak

dirasakan dalam kurun waktu 1 tahun terakhir yaitu pada leher bagian

atas dan pinggang, sebanyak 4 pekerja (80%), dan sebanyak 3 pekerja

(60%) merasakan keluhan pada bagian bahu kanan, punggung,

pergelangan tangan kanan, dan betis kiri.

e. Sedangkan keluhan yang dirasakan oleh pekerja yang berumur 30-40

tahun dalam kurun waktu 7 hari terakhir adalah bagian leher bawah,

punggung, dan pergelangan tangan kanan sebanyak 2 pekerja (40%).

f. Pekerja dengan masa kerja < 5 tahun lebih banyak mengeluhkan pada

bagian punggung sebanyak 2 pekerja (100%) dalam kurun waktu 1

tahun terakhir.

g. Dan pekerja dengan masa kerja 5-10 tahun lebih banyak

mengeluhkan pada bagian bahu sebelah kanan sebanyak 4 pekerja

(80%) dalam kurun waktu 1 tahun terakhir. Sedangkan keluhan yang

dirasakan dalam jangka waktu 7 hari terakhir adalah bagian leher


102

bawah, punggung, pergelangan tangan kanan sebanyak 2 pekerja

(40%).

B. Saran

1. Untuk Pemilik Perusahaan

a. Dari hasil penelitian, pekerja bagian pola dan gudang mempunyai

risiko tinggi untuk mengalami MSDs, sehingga perlu dilakukan

investigasi dan perubahan segera. Investigasi yang perlu dilakukan

adalah:

1) Mendesain beberapa area kerja yang disesuaikan dengan pekerja

sehingga dapat mengurangi postur janggal.

2) Pada aktifitas pembuat pola dan potong bekerja dalam posisi

duduk tanpa alas, dapat ditambah menggunakan alas berupa busa

atau bantal bekas agar lebih nyaman saat bekerja.

3) Pada aktifitas di gudang pekerja mengangkat barang-barang

secara manual, sebaiknya menggunakan alat bantu berupa troli.

2. Bagi pekerja

a. Melakukan peregangan otot sebelum dan sesudah bekerja dan

melakukan relaksasi selama melakukan aktifitas kerja minimal satu

kali dalam 2 jam selama 5 menit di sela-sela kerja.

b. Lakukan istirahat jika merasakan kelelahan.

c. Memperbanyak konsumsi air mineral sebagai pengganti cairan tubuh

yang hilang selama melakukan pekerjaan.


103

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengtahui postur kerja yang

ergonomi pada pekerja pembuat tas dengan melihat dan melibatkan faktor

lingkungan kerja (desain kerja, getaran, kebisingan, suhu, dan

pencahayaan).
DAFTAR PUSTAKA

Abdillah. 2013. Analisis Pada Postur Kerja Dengan Metode Rapid Upper Limb
Assessment (RULA) Pada Pekerja Kuli Angkut Buah Di Agen “Ridho Ilahi”
Pasar Johar Kota Semarang: Jurnal FKM Universitas Diponegoro. Vol. 2,
No. 1 tahun 2003.

Ariani, (2010). Analisis Mesin Untuk Mengurangi Cartigue Akibat Kerja Pada
Bagian Air Traffic Control (ATC) Di PT. Angkasa Rula II Polonia Medan:
Jurnal Dinamis Vol. II no. 6 Januari 2010.

Arikunto, S. 2013. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta:


Renika Cipta.

Etchison, 2007, Teknik Tata Cara Kerja.

Martha J, 2009, Gangguan Musculoskeletal, EGC: Jakarta.

Kemenkes, Rencana Strategi Kmentrian Kesehatan Tahun 2015-2019. Jakarta:


Kementrian Kesehatan RI;2015.

Kuorinka, et all. 1987 Standardized Nordic Questionnaire For The Analysis Of


Musculoskeletal Symptoms.

Martaleo, (2012). Perbandingan Penilaian Risiko Ergonomi dengan Metode


REBA dan QEC (Studi Kasus Pada Kuli Angkut Terigu). Jurnal Simposium
Nasional RAPI XI FT UMS. ISSN: 1412-9612: 157-163.

Mas’idah, Fatmawati dan Ajibta, (2009). Analisis Manual Material Handling


(MMH) dengan Menggunakan Metode Biomekanika untuk Mengidentifikasi
Resiko Cidera Tulang Belakang (Musculoskeletal Disorder). Jurnal Sultan
Agung. 45 (119): 37-56.

Nursatya, (2008). Resiko MSDs Pada Pekerja di Bidang Komputerisasi. FKM UI:
Jakarta.

Nurliah, 2012. Analisis Risiko Musculoskeletal Disorders (Msds) Pada Operator


Forklift di PT,LLI Tahun 2012. Universitas Indonesia.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Jakarta: Rineka Cipta.
2010. Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta.

OSHA, 2008. Ergonomics: The Study of Work. U.S. Departement of Labour.

Razak, (2014). Hubungan Antara Postur Kerja Dengan Keluhan Nyeri Punggung
Bawah Pada Pekerja Di Sentra Industri Pembuat Tas Truko Kabupaten
Kendal tahun 2014. Skripsi. Kendal: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
(STIKes) Kendal.

REBA Employe Assessment Worksheet. 2004. Tersedia pada


http://personal.health.usf.edu/tbernard/Hollowtlills/REBA.pdf [7 Maret
2017]

Rismaningrum, (2015). Faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan


Musculoskeletal pada pekerja genteng di desa meteseh kecamatan boja
kabupaten kendal. Skripsi. Kendal: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
(STIKes) Kendal.

Susanto, G, 2013. Ergonomi, Manusia, Peralatan dan Lingkungan. Prestasi


Pustaka, Jakarta.

Susihono, dkk, 2013. “Penerapan Sistem Manajemen K3 dan Identifikasi Potensi


Bahaya”. Jurnal Ilmiah Pengetahuan & Penerapan Teknik Industri.
Vol.2.No.2.

Suma’mur. 2009, Higine Perusahaan Dan Kesehatan Kerja (Hiperkes). Jakarta:


Tri Tunggal Tata Fajar.

Tarwaka, 2014. Ergonomi Industri; Dasar-Dasar Pengetahuan Ergonomi Dan


Aplikasi Di Tempat Kerja. Surakarta; Harapan Press.

Tarwaka, 2010. Dasar-Dasar Pengetahuan Ergonomi Dan Aplikasi Di Tempat


Kerja. (Solo: Hrapan Press Solo, 2010).

Torik, (2015). Analisis Postur Dengan Metode RULA Untuk Kerja Administrasi.
SINERGI Vol.19,No.1 Februari 2105.

Sujoso, fani, fitria, dan ikmala, (2010). Analisi egonomi pada pekerja laundri.
Bagian Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan Keselamatan kerja Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Jember. Korespondensi: Jl Kalimantan
I/93 Kampus Tegal Boto, Jember.

Wakhid, (2009). Analisis Postur Kerja Pada Aktivitas Pengangkutan Buah


Kelapa Sawit Dengan Menggunakan Metode Rapid Entire Body Assessment
(Reba). Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik, Universitas Dian
Nuswantoro: Semarang.

Rochman, Astuti, Miftahudin, (2012). Usulan Perbaikan Terhadap Aktivitas


Penurunan Pasir Di Depo Pasir Makmur Menggunakan Pendekatan Postur
Kerja Dan Assessment Terhadap Fisiologi Kerja (Studi Kasus: Depo Pasir
Makmur, Surakarta). Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains &
Teknologi (SNAST) Periode III: Yogyakarta.

REBA Employee Assesment Worksheet. 2004. Tersedia pada


http://personal.health.usf.edul/tbernard/HollowHills/REBA.pdf

Anda mungkin juga menyukai