Oleh :
Oleh :
Kristofel RC Nahuway
NIM : 1605052
SEMESTER 3
2018
1
BAB I
PENDAHULUAN
Ergonomi dan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) merupakan dua hal yang
tidak dapat dipisahkan. Keduanya mengarah kepada tujuan yang sama yakni
peningkatan kualitas kehidupan kerja (quality of working life). Aspek kualitas
kehidupan kerja merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi rasa
kepercayaan dan rasa kepemilikan pekerja kepada perusahaan yang berujung pada
produktivitas dan kualitas kerja. Artinya, pekerja akan mempunyai motivasi yang
tinggi dalam bekerja (lebih produktif dan berkualitas) ketika aspek keselamatan,
kesehatan, dan kenyamanan pekerja lebih utamakan. Pengalaman empiris
menunjukkan bahwa pencapaian kinerja manajemen K3 sangat tergantung kepada
sejauh mana faktor ergonomi telah diperhatikan di perusahaan tersebut.
Kenyataannya, kecelakaan kerja masih terjadi di berbagai perusahaan formal maupun
informal. Ada ungkapan bahwa “without ergonomics, safety management is not
enough”. Sangat disayangkan apabila ergonomi sering disalah-artikan dan hanya
dikaitkan dengan aspek kenyamanan (perancangan kursi) atau dimensi fisik tubuh
manusia. Akibatnya, aplikasi ergonomi masih belum dianggap penting, terutama di
perusahaan – perusahaan informal di Indonesia, sehingga banyak sekali rancangan
sistem kerja yang tidak ergonomi. Hal ini terlihat dari ketidaksesuaian antara pekerja
dengan cara kerja, mesin, atau alat kerja yang dipakai, lingkungan tempat kerja, atau
2
menyangkut pengaturan beban kerja yang tidak optimal. Namun demikian, semua
industri, baik formal maupun informal diharapkan dapat menerapkan SMK3 (Sitem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja) agar tidak terjadi penyakit akibat
kerja atau dengan kata lain disebut GOTRAK (Gangguan Otot Tulang Rangka Akibat
Kerja).
Gangguan otot tulang rangka akibat kerja (GOTRAK) adalah keluhan pada
bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan yang
sangat ringan sampai sangat sakit yang disbut juga Musculoskeletal Disorders
(MSDs). Apabila otot menerima beban statis secara berulang dalam jangka waktu
yang lama akan menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligament dan
tendon (Grandjean, 1993)
3
gangguan syaraf (6%), ganggua pernafasan (3%) dan gangguan THT 1,5%) (Depkes
RI, 2005).
Dari hasil studi laboratorium Pusat Studi Kesehatan dan Ergonomi ITB pada
tahun 2006-2007, diperoleh data bahwa sebanyak 40-80% pekerja melaporkan
keluhan GOTRAK sesudah bekerja (Dalam Mega Octarisya).
Dari keterangan diatas, dapat dipastikan bahwa hal tersebut terjadi pada bengkel
pengelasan Albindo, dimana bengkel ini adalah suatu perusahaan informal yang
4
bergerak disektor industri pembuatan Folding Gate, Teralis, Pagar, Pintu Pagar dan
pekerjaan lain yang dilakukan dengan cara pengelasan. Penyatuan komponen-
komponen besi yang telah dipotong sesuai dengan kebutuhannya dilakukan dengan
mengelasan.
Bahan yang digunakan untuk pembuatan peralatan diatas adalah besi yang biasa
digunakan untuk kebutuhan perabotan dan konstruksi bangunan yang banyak
dipasaran. Teknik pengelasan yaitu “tack weld”(pengelasan titik) dan “full weldn”
(pengelasan panjang) debgan posisi pengelasan yang berbeda-beda, sehingga hal
tersebut menimbulkan beberapa bahaya yang bervariasi termasuk risiko GOTRAK.
Adapun jumlah pekerja yang melakukan proses pembuatan Folding Gate, Canopy,
Pintu, Pagar dan Teralis ini adalah 3 orang dengan secara bersama-sama merakit
menjadi, manyatukan sampai pemasangan.
5
7. Diketahuinya hubungan antara kesegaran jasmani dengan keluhan GOTRAK
pada tukang las di perusahaan las Richard.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Keselamatan dan kesehatan kerja bertujuan melindungi para pekerja dan orang
lain ditempat kerja, menjamin agar sumber produksi dapat dipakai secara aman dan
efisien serta menjamin proses produksi berjalan lancar (Abdul Jabbar, 2005)
Bahwa setiap orang lain yang berada ditempat kerja perlu terjamin pula
keselamatannya.
Bahwa setiap sumber produksi perlu dipelihara, sehingga dapat dipakai secara
aman dan efisien.
7
Dengan demikian tujuan keselamatan dan kesehatan kerja, secara garis besar
adalah untuk melindungi tenaga kerja orang lain yang berada ditempat kerja serta
sumber produksi yang ada dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
2.2. Ergonomi
Beberapa definisi menyatakan bahwa ergonomic ditujukan untuk “fitting the job
to the worker”, sementara itu ILO antara lain menyatakan sebagai ilmu terapan
biologi manusia dan hubungannya denga ilmu teknik bagi pekerja dan lingkungan
kerjanya, agara mendapatkan kepuasan kerja yang maksimal selain meningkatkan
produktivitasnya.
Teknik
Fisik
Pengalaman psikis
Anatomi, utamanya yang berhubungan dengan kekuatan dan gerakan otot dan
persendian
Anthropometri
Sosiologi
Fisiologi, terutama berhubungan dengan temperature tubuh, oxygen up take,
pols, dan aktivitas otot.
Desain, DLL
2. Treatmen, pemecahan masalah ergonomic akan tergantung data dasar pada saat
diagnosis. Kadangakala sangat sederhana seperti merubah posisi meubel, letak
pencahayaan atau jaendela yang sesuai. Membeli furniture sesuai dengan
dimensi fisik kerja.
1. Posisi kerja
Posisi kerja terdiri dari posisi duduk dan berdiri, posisi duduk kaki tidak
terbebani oleh berat tubuh dan stabil selama bekerja. Sedangkan posisi berdidri
dimana posisi tulang belakang vertical dan badan tertumpu secara seimbang
pada kaki.
2. Proses kerja
Para pekerja dapat menjangkau peralatan kerja sesuai dengan posisi waktu
bekerja dan sesuai dengan ukuran anthropometrinya.
3. Tata letak tempat kerja
Displai harus jelas terlihat pada saat melakukan aktivitas kerja. Sedangkan
symbol yang berlaku secara international lebih banyak digunakan daripada kata-
kata.
4. Mengangkat beban
Bermacam-macam cara dalam mengangkat beban yakni dengan kepala, bahu,
tangan, punggung dsb. Beban yang terlalu berat dapat menimbulkan cedera
tulang punggung, jaringan otot dan persendian akibat gerakan yang berlebihan.
a. Menjinjing beban
Beban yang diangkata tidak melebihi aturan yang ditetapkan ILO sbb:
- Laki-laki dewasa = 40 kg
- Wanita dewasa = 15-20 kg
9
- Laki-laki (16-18 thn) = 15-20 kg
- Wanita (16-18 thn) = 12-15 kg
b. Organisasi kerja
Pekerjaan harus diatur dengan berbagai cara:
- Alat bantu mekanik diperlukan kapanpun
- Frekwensi pergerakan diminimalkan
- Jarak mengangkat beban dikurangi
- Dalam membawa beban perlu diingat bidangnya tidak licin dan
mengangkat tidak terlalu tinggi
- Terapkan prinsip ergonomic yang relevan
d. Supervisor medis
Semua pekerja secara konginyu harus mendapat supervisi medis yang teratur
- Pemeriksaan sebelum bekerja untuk meyesuaikan dengan beban kerjanya
- Pemeriksaan berkala untuk memastikan pekerja sesuai dengan
pekerjaannya dn menditeksi bila ada kelainan
- Nasehat harus diberikan tentang hygiene dan kesehatan,khususnya pada
wanita muda dan yang sudah berumur.
10
2.2.3. Kelelahan / Fatique
1. Kelelahan fisik
Kelelahan fisik akibat kerja yang berlebihan, dimana masih dapat dikompensasi
dan diperbaiki performansnya sebagai seperti semula. Kalau tidak terlalu berat
kelelahan ini bisa hilang setelah istirahat dan tidur yang cukup.
11
- Waktu untuk liburan harus diberikan kepada semua pekerja.
- Kelompok pekerja yang rentan harus lebih diawasi, misalnya;
Pekerja remaja
Wanita hamil dan menyusui
Pekerja yang telah berumur
Pekerja shift
Migrant
Para pekerja yang mempunyai kebiasaan minum alcohol dan zat
stimulant atau zat additive lainnya perlu diawasi.
Tes kelelahan tidak sederhana, biasanya tes yang dilakukan seperti tes pada
kelopak mata dan kecepatan reflek jari dan mata serta kecepatan menditeksi sensual,
atau pemeriksaan pada serabut otot secara elektrik dan sebagainya. Persoalan ya ng
terpenting adalah kelelahan yang terjadi apakah ada hbungan dengan ergonomic,
karena mungkin saja masalah ergonomic akan mempercepat terjadinya kelelahan.
12
Kelebihan BRIEF Survey antara lain:
1. Tidak dapat mengetahui total skor secara menyeluruh dari suatu pekerjaan,
karena skor yang dihitung berdasarkan bagian tubuh yang dinilai.
2. Banyak factor yang harus dikaji.
3. Membutuhkan waktu pengamatan yang lebih lama.
4. Tidak dapat digunakan untuk manual handling.
13
BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN
Pengelasan merupakan cara yang umum digunakan untuk menyambung logam
secara permanen, dimana input panas diberikan pada logam hingga mencair dan
menyambungnya dalam suatu sambungan yang permanen. Pengelasan merupakan
aktivitas yang dilakukan di Bengkel Las Richard, dimana proses pengelasan
menggunakan las jenis SMAW (Shielded Metal Arc Welding).
Cara melakukan pekerjaan pengelasan yang tidak sesuai dengan norma-norma
keselamatan dan kesehatan kerja bertentangan dengan ergonomi. Operator sering
mengalami nyeri tubuh pada bagian tertentu yang beresiko pada kelelahan dan
Muscoloskeletal Disorder (GOTRAK). Berapa peneliti mulai mengakaji fenomena
ini, untuk menemukan solusi yang tepat untuk berbagai permasalahan yang timbul
dari cara melakukan pengelasan, karena memang fenomena ini banyak terjadi pada
berbagai pekerjaan yang berhubungan dengan las.
Ergonomi memberikan keyakinan bahwa kesesuaian antara manusia, bahan,
peralatan kerja dan lingkungan kerja akan meningkatkan produktivitas kerja.
Bengkel las Richard ini merupakan salah satu bengkel yang melayani berbagai
pekerjaan yang berhubungan dengan las. Berbagai pekerjaan diterima, mulai dari
pengerjaan las pembuatan teralis, pintu, pagar, partisen, canopy, folding gate dan
pekerjaan las lainnya.
Dari observasi yang kami lakukan, ada beberapa hal yang dapat ditarik
kesimpulan, terutama yang berkaitan dengan tinjauan ergonomis terhadap pekerja
bengkel ini. Kajian ergonomi ini dibagi menjadi beberapa bagian, sesuai dengan
bagian-bagian yang ada di dalam bengkel.
1. Tempat/Lokasi Bengkel
Ditinjau dari lokasi bengkel terhadap jalan raya, bengkel ini ergonomis. Jarak
yang cukup dengan jalan membuat pengunjung nyaman, utamanya karena kondisi
yang cukup luas, untuk parkir, dan sebagainya. Jarak yang cukup dengan jalan juga
14
memberi efek kebisingan tidak mengganggu baik pada pengunjung maupun pekerja
bengkel. Dan apalagi dengan jarak lebih jauh dari bahaya lalu lintas untuk
meminimalkan kecelakaan.
2. Ruangan Bengkel
Ruangan bengkel sudah cukup ergonomis. Ditinjau dari tingkat penerangan
ruangan, bengkel ini sudah cukup cahaya. Selain mendapat cahaya dari sinar
matahari, beberapa ruangan di bengkel ini juga dilengkapi dengan lampu.
Lantai yang dipakai juga cukup kuat, tidak licin, dan jarak antara peralatan juga
cukup. Dinding yang dipakai baik sebagai suatu bengkel, terkesan teduh dengan cat
putih kelabu. Ventilasi sudah cukup, karena memang bengkel ini tidak menggunakan
pintu atau sistem terbuka, hanaya kantor dan tempat istirahat pekerja yang dilengkapi
dengan pintu, sehingga tidak ada halangan bagi sirkulasi udara keluar masuk
bengkel.
3. Ruangan Pekerja
Ruangan untuk pekerja bengkel cukup, tempat duduk yang dipakai standar.
Kursi yang ada terawat baik, ruang ganti juga cukup memadai. Tempat barang pribadi
sangat sederhana, cukup untuk menaruh untuk 3 orang pekerja.
5. Pekerjaan
Aktivitas yang disurvei adalah pekerjaan las. Cara me-las yang dilakukan
sebagian sangat tidak ergonomis. Untuk me-las pembuatan pagar, pekerja melakukan
dengan cara duduk jongkok, ini sangat tidak ergonomi. Beberapa bagian pekerjaan
me-las harus dilakukan dengan berdiri, dan adakalanya me-las harus dilakukan
diketinggian dengan posisi memanjat. Hal ini terjadi karena tidak ada scaffolding
(perancah), sehingga posisi me-las tidak mematuhi norma-norma keselamatan kerja.
15
Beberapa pekerjaan me-las juga harus dilakukan dengan berjongkok, dan obyek
las ditaruh di lantai. Hal ini terjadi karena tidak ada meja las yang disediakan. Para
pekerja tidak dilengkapi dengan perlindungan muka (welding cap), sarung tangan
(welding glove), penutup dada, sehingga tubuh pekerja terpapar bahaya sinar ultra
violet. Dan tidak dilekngkapi sepatu, baju, dan topi kerja yang standar untuk pekerja
las.
Adapun jumlah pekerja yang terlibat proses pembuatan suatu bentuk kostruksi
untuk pemotongan bahan, pengelasan dan pengecatan/finishing adalah 3 orang. Dan
untuk pemanasangan biasanya pemilik mencari tenaga kerja tambahan 1 atau 2 orang
16
untuk satu hari pemasangan, misalnya pemasangan teralis, pagar dan canopy atau pun
partisi. Pekerjaan ini pemasangan berbeda dengan pekerjaan pengelasan, karena
aktivitas ini diperlukan tenaga yang lebih untuk mengangkat dan menahan karena
pemasangan diketinggian. Pekerjaan ini memerlukan kewaspadaan yang tinggi agar
tidak menimbilkan kecelakaan atau penyakit akibat kerja.
Terdapat beberapa segi negatif dari pekerjaan ”Tukang Las” diantaranya adalah
berasal dari faktor zat kimia yang terdiri dari elektroda, asap, debu dan gas,
kemudian dari zat biologis yaitu bakteri, zat fisis yaitu kebisingan dan temperatur
serta dari sisi ergonomik.
Pada pekerja las yang diamati akan dilihat mengenai dampak pneumoconiosis
adalah metode pengelasan yang digunakan adalah Arc Welding atau menggunakan
bahan Consumable Electrodes. Material ini akan dapat membuat pekerja las sering
tepapar gas-gas berbahaya dan partikulat asing. Proses-proses seperti pengelasan
dengan flux-cored arc welding dan shielded metal arc welding akan menimbulkan
asap yang mengandung partikel-partikel yang terdiri dari berbagai macam tipe-tipe
oksida. Gas-gas berbahaya ini akan dapat mengakibatkan penyakit Metal Fume Fever
bagi pekerja. Metal Fume Fever terjadi akibat terhisapnya uap atau asap (Fume) dari
Zn, Mg, atau Oksida-nya.
Kondisi dermatitis industri dapat dilihat dari segi zat fisis yaitu resiko kulit
terbakar, zat kimia yaitu terkontaminasi zat-zat kimia pada benda logam dan benda
berukuran kecil saat bekerja, tenaga mekanis bila zat kimia ini mengakibatkan alergi
pada pekerja yang memiliki efek iritasi pada kulit.
Dari hasil wawancara penulis dengan pekerja. Pada saat bekerja pertama kali,
pekerja merasakan kebisingan. Namun seiring waktu hal ini sudah menjadi hal yang
biasa bagi pekerja. Hal ini menunjukkan bahwa intensitas pendengaran pekerja
berkurang seiring dengan waktu yang telah dihabiskan dalam pekerjaan ini. Efek
yang ditimbulkan oleh kebisingan di lingkungan kerja ini selain penurunan intensitas
pendengaran, yaitu efek psikologis yang terjadi seperti kehilangan konsentrasi yang
dapat mengganggu pekerjaan. Selain itu gangguan komunikasi juga dapat terjadi yang
17
dapat mengganggu kinerja dan keamanan pekerja. Pengendalian yang dapat dilakukan
adalah dengan alat pelindung diri.
Radiasi dari non-ionisasi yaitu elektromagnet yang energinya tidak cukup untuk
mengeluarkan elektron dari orbit atomnya. Radiasi non-ionisasi terhadap pekerjaan
dari seorang ”Tukang Las” akan mengakibatkan hal-hal seperti berikut :
18
mau ambil repot untuk membentuk prosedur kerja yang benar. Seringkali mereka juga
harus membolak-balikkan benda kerja sehingga beban yang mereka tanggung selain
ketidaknyamanan kerja akibat posisi kerja juga posisi membawa beban. Pengendalian
yang dapat dilakukan adalah dengan mengubah tata letak ruang kerja, menambah alat
bantu serta prosedur kerja yang baik dan benar.
19
BAB – IV
PEMBAHASAN
20
janggal adalah factor risisko yang selalu ada di setiap aktivitas dan
berefek disemua bagian tubuh.
21
Pada pekerjaan mengecat ini tingkat risiko tinggi terjadi postur janggal
tangan bolak-balik dengan tubuh lama berdiri.
22
pengecatan, karena tangan kiri tidak tidak aktif sehingga bahu kiri tidak
mempunyai postur janggal.
4.2.7. Leher
Tingkat risiko ergonomic yang tinggi pada leher terdapat pada
pekerjaan pemotongan.pengelasan dan pengecatan Karena pada
pekerjaan ini kedua tangan pekerja sering bergerak bergerak maju
mundur dengan posisi duduk/membungkuk > 10 detik dan frekwensi > 2
kali/detik, akibat posisi material yang dikerjakan tidak sejajar dengan
mata sehingga gerakan leher bolak balik (twisting).
4.2.8. Pinggang
Tingkat risiko ergonomic yang rendah pada pinggang terdapat
pada pekerjaan pemotongan.pengelasan dan pengecatan Karena pada
pekerjaan ini kedua tangan pekerja yang aktif, sehingga bebab terhadap
pinggang dapat diabaikan.
4.2.9. Kaki
Tingkat risiko ergonomic yang tinggi terjadi pada kedua kaki kiri
dan kanan terdapat pada pekerjaan memotong, mengelas, karena pada
23
pekerjaan ini lama menekuk/melipat kedua kaki duduk membungkuk
lebih dari 10 menit dengan durasi > 30 % sehari. Tingkat risiko sedang,
karena postur janggal dengan frekuensi lebih dari 2 kali/menit dengan
durasi yang lama terjadi pada pekerjaan mengecatan.
24
GOTRAK. Keduanya berjenis kelamin laki-laki, dengan masa kerja 3
tahun, perokok ringan, tidak terbiasa berolah raga, mayoritas cukup tidur
sehingga secara teori tidak terlalu berisiko GOTRAK. Tingkat keluhan
GOTRAK yang berat lebih disebabkan oleh tingkat risiko ergonomic
yang tinggi dan bukan karena factor individu pekerja. Oleh sebab itu
pekerjaan pengelasan disarankan untuk dilakukan training keselamatan
dan kesehatan kerja terutama tentang ergonomic pekerjaan pengelasan.
Pihak manajemen perlu mempertimbangkan peyediaan/penggunaan alat
pelindung diri (APD) seperti penggunaan masker dan sarung tangan dan
sepatu kerja untuk melkuakn pemotongan logam.
25
4.3.3. Tempat Pengecatan
Pada tempat pengecatan, tingkat risiko ergonomic berdasarkan
Brief Survey pada punggung dan leher tergolong sedang sehingga perlu
dilakukan tindakan perbaikan, sedangkan pada tangan kanan bahu, dan
kaki tergolong tinggi. Tingkat keluhan GOTRAK pada tangan kanan,
bahu kanan dan kaki terolong berat karena factor pekerjan tersebut.
Selain itu kondisi proses pengecatan yang cukup lama ( mesin jalan +/- 2
jam), mengharuskan pekerja tidak bisa menghentikan pekerjaan.
Berdasarkan pertanyaan yang diajukan kepada pekerja, diperoleh
keterangan dari 3 orang pekerja di temapat pengecatan, 3 orang (100%)
mengalami keluhan GOTRAK. Dari 3 orang tersebut berkelamin laki-
laki (100%) berusia > 30 tahun (100%), masa kerja <5 tahun (100%) jam
tidur cukup +/- 7 jam (100%), perokok (100%), dan tidak terbiasa
berolah raga (100%). Oleh sebab itu pada tempat pengecatan disarankan
melakukan menggunakan alat pelindung diri (APD) yang benar dan
istirahat dalam waktu 1 jam pada setiap aktivitas. Pihak manajemen perlu
mengatur jam kerja agar pekerja bisa istirahat 10 menit setiap melakukan
aktivitas pengecatan.
26
tahun (100%), masa kerja <5 tahun, jam tidur > 7 jam (100%), perokok
sedang/bulan (100%), dan semuanya tidak terbiasa berolah raga. Keluhan
GOTRAK yang dirasakan pekerja lebih disebabkan factor pekerjaan,
yaitu karena beban material yang dipasang terlalu berat, dan saat harus
berulang kali naik turun tangga untuk menstel canopy diketinggian. Pada
saat pengelasan, pekerjaan hanya dilakukan oleh 1 orang pekerja dan
yang lainnya ikut membantu untuk menahan beban canopy. Oleh sebab
itu disarankan pada pekerja diketinggian disarankan untuk menggunakan
alat (scaffolding) dan menggunakan body hardness untuk menghindari
kecelakaan. Selain itu tangga yang digunakan mempunyai pijakan yang
lebih lebar.
27
4.4.3. Masa Kerja
Keluhan GOTRAK paling banyak terjadi pada kelompok pekerja
yang masa kerjanya lebih dari 10 tahun disbanding dengan kelompok
kerja yang lain, Hal ini sesuai dengan penelitian pada populasi pekerja
industry tekstil India bahwa gejala low back pain lebih banyak terjadi
pada pekerja yang telah bekerja 10 tahun.
28
4.4.6. Kebiasaan Olah Raga Pekerja
Keluhan GOTRAK pada pekerja yang berolah raga lebih kurang
disbanding dengan pekerja yang tidak berolahraga. Hal ini sesuai dengan
teori bahwa kesegaran jasmani dan kemampuan fisik dipengaruhi oleh
kebiasaan olah raga karena olah raga melatih kerja fungsi-fungsi otot
sehingga keluhan otot lebih terjadi jarang terjadi(Hairy, 1989 dan
Genaidy, 1996 dalam Tarwaka, 2004). Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian Eriksen et al., di Norwegia yang dipublikasikan pada tahun
1999 yang menyatakan bahwa karyawan yang tidak melakukan
exercize/olah raga dengan frekuensi 1 kali atau lebih dalam seminggu
mempunyai kemungkinan terjadinya low back pain sebesar 1,55 kali
disbanding dengan karyawan yang melakukan olah raga 1 kali atau lebih
dalam seminggu. Olah raga mempunyai peranan yang penting dalam
rangka memperkuat punggung, meningkatkankapasitas aerobic dan
kesegaran jasmani secara umum. Selain itu latihan latihan teratur dapat
mengurangi stress pada punggung dan mengurangi dampak kejutan
kerena beban besar pada punggung.
Dengan meningkatkan kekuatan dan fleksibilitas otot punggung, beban
akan terdistribusi secara merata dan mengurangi beban hanya pada tulang
belakang. Selain sebagai upaya preventif misalnya dengan peregangan,
olah raga ternyata dapat juga mengurangi gejala nyeri bila sudah terjadi
gangguan nyeri punggung bawah.
Pada penelitian ini keluhan GOTRAK yang dialami pekerja adalah
keluhan subyektif yang dirasakan saat/setelah bekerja d bengkel Albindo
dan bukan disebabkan oleh kecelakaan/olahraga atau aktivitas lain diluar
pekerjaan.
Meskipun sebagian besar keluhan yang dialami pekerja dapat
diatasi dengan istirahat/tidur atau dengan minum obat/suplemen, namun
demikian perlu dilakukan tindakan perbaikan untuk meminimalisir
29
tingkat risiko ergonomic dan keluhan GOTRAK. Selain itu, pekerjaan
dengan tingkat risiko ergonomic yang tinggi perlu diprioritaskan
penanggulangannya mengingat factor pekerjaan berhubungan dengan
timbulnya keluhan GOTRAK (berbanding lurus) meskipun keluhan yang
yang dinilai bersifat subyektif. Sedangkan factor lainnya (factor individu
dan lingkungan, misalnya suhu) perlu diteliti lebih lanjut pengaruhnya
terhadap keluhan GOTRAK dan perlu diperkuat dengan bukti klinis,
mengingat keluhan GOTRAK dipengaruhi oleh multifactor dan bersifat
kumulatif (timbul setelah waku yang lama).
30
31
32
33
34
35
36
37
H = 20 + W/2
= 20 + 20/2
= 20 + 10
= 30 cm
V = 100 cm
D = 200 cm
A = 120o
FM = 0,55
CM = 0,9
RWL ( Kg )
= 23 x HM x VM x DM x AM x FM x CM
= 23 x (25/30) x (1 - (0.003 x (V-75)) x (0,82 + (4,5/D)) x (1- 0,0032A) x FM x CM
= 23 x (25/30) x (1 - (0,003 x (100 - 75)) x (0,82 + (4,5/200) x (1-0,0032 x 120) x
0,55 x 0,9
= 19,166 x 0,925 x 0,8425 x 0,616 x 0,495
= 4,55 Kg
38
BAB V
5.1 Kesimpulan
3. Keluhan GOTRAK yang paling banyak dirasakan pada bahu kanan, bahu
kiri, leher, punggung, pinggang belakang, dan leher bagian bawah. Tingkat
keluhan tidak selalu sama antara setiap langkah pekerjaan tergantung tingkat
risiko ergonomic pda bagian tubuh tersebut dan juga factor individu pekerjs
psds masing-masing bentuk pekerjaan. Keluhan GOTRAK yang berat
dialami oleh pekerja di pemotongan, pengelasan, pengecatan dan
pemasangan.
5.2. Saran
39
HIRARKI PENGENDALIAN BAHAYA
a. Elimination yaitu dengan menghilangkan bentuk dari sumber bahaya, bila hal ini
tidak dapat dilakukan maka lakukan urutan berikut.
b. Substitusi yaitu dengan mengganti fasilitas atau alat yang menimbulkan bahaya
c. Engineering Control
- Penggunaan alat bantu (meja kerja) dalam pemotongan, pengelasan, dan
pemasangan (scaffolding) untuk bekerja diketinggian agar mengurangi
aktivitas duduk menjongkok dan mengangkat beban waktu pemasangan
menggunakan alat (lifting) seperti hoist yang digerakan dengan tangan oleh
karena bekerja pada tempat yang tidak bisa diangkat dengan pesawat angkat
dan angkut.
- Pemakaian alat bantu seperti meja kerja dan hoist pengangkat dan pijakan
tangga yang lebih lebar agar tidak terpeleset saat naik dan turun.
40