KERJA (K3)
STUDI KASUS PENGOLAHAN TEBU MENJADI GULA SIAP
JUAL PADA SKALA INDUSTRI
Oleh:
Belana Senobaan
103134354178549
Kevin Sapoetra
103138792932002
Maria Stephanie
103135182331096
Raymond Septian
103136323142616
Stefanny Trifena
103136838229644
Yessica
103135587561412
dengan pekerjaan mereka (ILO, 2003). Sedangkan di Indonesia pada tahun 2007,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia melaporkan bahwa setiap tahun terjadi
1,1 juta kematian yang disebabkan oleh penyakit dan kecelakaan yang berhubungan
dengan pekerjaan. Indonesia mempunyai tingkat kecelakaan paling buruk dan
kesehatan tenaga kerja hanya sebesar 2%, masih tergolong rendah di kawasan
ASEAN (Rudi Suardi, 2005:2). Kecelakaan dan sakit di tempat kerja membunuh dan
memakan lebih banyak korban jika dibandingkan dengan perang dunia. Padahal
tingginya tingkat kecelakaan kerja menyebabkan banyaknya karyawan yang
menderita, absensi yang meningkat, produksi yang menurun dan biaya pengobatan
yang semakin besar. Hal itu akan menimbulkan kerugian bagi karyawan maupun
perusahaan yang bersangkutan. Misalnya karena mungkin karyawan terpaksa berhenti
bekerja akibat mengalami cacat dan perusahaan kehilangan karyawan (Tarwaka,
2008:12).
Risiko dari kejadian kecelakaan kerja adalah kemungkinan terjadinya
kecelakaan atau kerugian pada periode waktu tertentu. Faktor yang mempengaruhi
risiko kecelakaan kerja adalah faktor pekerjaan, faktor manusia, dan faktor
lingkungan kerja. Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang berhubungan dengan
aktivitas dan kegiatan dalam pekerjaan (A.M Sugeng Budiono Budiono, 2003:171).
Risiko kecelakaan kerja ini dapat terjadi dimana saja termasuk pada sektor Industri
Gula. Industri ini sering bermasalah dalam proses produksi terutama disebabkan
karena target produksi dan waktu produksi yang hilang akibat terjadinya gangguan
operasional. Tahapan produksi yang cukup kompleks menimbulkan adanya potensi
risiko operasional yang cukup tinggi. Pentingnya menerapkan manajemen risiko
dapat mengidentifikasi risiko, menilai risiko dan mengurangi kemungkinan terjadinya
risiko.
Untuk menanggulangi terjadinya kecelakaan kerja yang berakibat pada
terganggunya proses produksi dan menyebabkan kerugian perusahaan, maka perlu
dilakukannya analisis terhadap Job Safety, manajemen risiko, mencari faktor
penyebab hingga upaya meminimalisir kecelakaan kerja tersebut, sehingga dapat
dilakukan upaya pencegahan yang tepat.
1.3 Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan salah satu daya upaya
sedemikian rupa, sehingga dapat menjamin dan menciptakan kondisi kerja yang aman
dan bebas dari risiko kecelakaan (Ishak,2004). Berlandaskan hal ini, Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) merupakan satu dari sekian banyak aspek perlindungan untuk
karyawan yang dilindungi oleh peraturan pemerintah. Peraturan tersebut antara lain,
menyebabkan risiko kecelakaan kerja pada karyawan memiliki potensi yang sangat
besar. Walau penggunaan teknologi atau alat canggih dalam suatu pabrikasi
perusahaan akan menunjang proses produksi secara positif, akan tetapi jika tidak
dapat dikendalikan, maka dapat mengakibatkan meningkatnya risiko kecelakaan kerja
yang timbul bila penggunaannya tidak sesuai dengan prosedur standar operasi (SOP).
Pada umumnya kecelakaan kerja dapat disebabkan oleh dua faktor utama,
yaitu manusia dan lingkungan. Faktor manusia yaitu sifat ceroboh, serta tindakan dari
manusia yang sengaja maupun tidak disengaja melanggar peraturan keselamatan
kerja. Sedangkan faktor lingkungan adalah tindakan yang tidak aman dari lingkungan
kerja antara lain meliputi mesin dan alat-alat kerja. Kurangnya kehati-hatian
(ceroboh) atau human error merupakan kesalahan yang disebabkan oleh faktor dari
manusia itu sendiri. Cara untuk mencegah kecelakan kerja dari faktor tersebut salah
satunya dengan meniadakan hal-hal yang menjadi penyebab kecelakaan dan
mengadakan pengawasan yang ketat (Ismail, 2010).
Menurut Anies (2005), faktor-faktor yang menjadi sebab penyakit akibat
kerja, antara lain ialah,
a) Golongan fisik, yaitu:
a) Suara/ bunyi yang bisa menyebabkan tuli karena melebihi batas toleransi. Hal
ini dapat mempengaruhi produktivitas pekerja
b) Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan heat stroke, heat cramp
atau
d)
e)
Kondisi Kerja
Kelalaian Manusia
Tindakan Tidak Aman
Kecelakaan
Cedera
Jika disusun sebagai domino apabila ada satu keping jatuh, maka keping ini
akan bersinggungan dengan keping lain hingga semuanya akan roboh pada akhirnya.
Ilustrasi ini mirip dengan efek domino yang telah kita kenal sebelumnya, jika satu
bangunan roboh, kejadian ini akan memicu peristiwa beruntun yang menyebabkan
robohnya keping lain.
Menurut Heinrich, kunci untuk mencegah kecelakaan adalah dengan
menghilangkan tindakan tidak aman sebagai poin ketiga dari lima faktor penyebab
kecelakaan. Menurut penelitian yang dilakukannya, tindakan tidak aman ini
menyumbang 98% penyebab kecelakaan.Penjelasannya jika keping nomor 3 tidak
ada lagi, seandainya keping nomor 1 dan 2 jatuh, ini tidak akan menyebabkan
jatuhnya semua kepingan. Dengan adanya gap/jarak antara keping kedua dengan
keping keempat, jika keping kedua terjatuh, ini tidak akan sampai mengganggu
keping nomor 4. Akhirnya, kecelakaan (poin 4) dan cedera (poin 5) dapat dicegah
(Pusdiklat,2014).
Menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) tahun 1962, kecelakaan
kerja diklasifikasikan sebagai berikut (Sumamur, 1987):
a) Berdasarkan jenis pekerjaan:
a) Terjatuh
b) Tertimpa benda jatuh
c) Tertumbuk atau terkena benda-benda
d) Terjepit oleh benda
e) Gerakan-gerakan melebihi kemampuan
f) Pengaruh suhu tinggi
g) Terkena arus listrik
h) Kontak bahan berbahaya atau radiasi
b) Berdasarkan penyebab:
a) Mesin, misalnya mesin pembangkit tenaga listrik, mesin
penggergajian kayu, dan sebagainya.
b) Alat angkut dan angkat, misalnya mesin angkat dan peralatannya,
alat angkut darat, udara dan air
c) Peralatan lain misalnya dapur pembakar dan pemanas, instalasi
pendingin, alat-alat listrik, bejana bertekanan, tangga, scaffolding dan
sebagainya.
potensi
bahaya
dapat
diminimalisir
dengan
mengandalkan
hirarki
bahaya dalam bentuk tabel, hal ini mempermudah dalam penilaian tingkat potensi
bahaya yang ada di unit plastik injeksi. Dengan metode ini, diharapkan dapat
memperjelas potensi bahaya apa saja yang ada di unit tersebut, sehingga dapat
dilakukan langkah-langkah penanggulangannya.
Prinsip K3 di dalam manajemen risiko yang biasa diterapkan perusahaan
secara umum adalah bahwa (Musoffan, 2007):
a) Semua operasi dan kondisi berbahaya wajib diidentifikasi,
b) Resiko dari bahaya yang diidentifikasi itu dinilai, dan
c) Tindakan yang relevan diterapkan perusahaan untuk mengontrol bahaya itu.
Penerapan ini harus melalui kegiatan yang karyawan laksanakan dengan
tujuan agar semua kecelakaan dapat dicegah. Instruksi kerja (work instruction)
memuat metode dimana pekerjaan berbahaya atau pekerjaan tidak rutin yang
melibatkan pekerjaan baru (new task), atau peralatan baru, dll dapat dianalisis secara
sistematis untuk:
a) mengidentifikasi risiko yang ada melekat (inherent) di langkah-langkah kerja.
b) menilai dan membuat prioritas dalam mengontrol risiko-risiko tersebut;
c) menerapkan tindakan-tindakan pengongtrolan (control measures) untuk:
a) menghilangkan bahaya (eliminate) atau
b) meminimalkan resiko (minimize) ke tingkat ALARP (As Low As
Reasonable Practicable).
Instruksi Kerja yang dibuat harus diterapkan pada semua tingkatan atas pekerjaan
proyek di lapangan (project field operation). Dan manfaat yang optimal dapat
diperoleh melalui penerapan proses JSA/JHA ini yang diawali pada saat permulaan
atas setiap kegiatan pekerjaan dalam lingkup proyek tersebut. Langkah-langkah
analisis keselamatan kerja (JSA) diantaranya:
a)
b)
c)
d)
e)
Jus dari hasil ekstraksi mengandung sekitar 15% gula dan serat
residu yang dinamakan bagasse, yang mengandung 1 hingga 2% gula, sekitar
50% air serta pasir dan batu-batu kecil dari lahan. Sebuah tebu bisa
mengandung 12 hingga 14% serat dimana untuk setiap 50% air mengandung
sekitar 25 hingga 30 ton bagasse untuk tiap 100 ton tebu atau 10 ton gula.
Penguapan (Evaporasi)
Setelah mengalami proses liming, jus dikentalkan lagi menjadi sirup
dengan cara menguapkan air menggunakan uap panas dan langkah ini
diulangi berulang sampai cukup bersih. Lalu menuju ke tahap pembuatan
kristal. Jus yang sudah jernih mungkin hanya mengandung 15% gula, tetapi
cairan (liquor) gula jenuh (yaitu cairan yang diperlukan dalam proses
kristalisasi) memiliki kandungan gula hingga 80%. Evaporasi dalam
evaporator majemuk'
dengan steam merupakan cara yang terbaik untuk bisa mendapatkan kondisi
mendekati kejenuhan (saturasi).
Penyimpanan
Gula kasar yang dihasilkan akan membentuk gunungan coklat lengket
selama penyimpanan dan terlihat lebih menyerupai gula coklat lunak yang
sering dijumpai di dapur-dapur rumah tangga. Gula ini sebenarnya sudah
dapat digunakan, tetapi karena kotor dalam penyimpanan dan memiliki rasa
yang berbeda maka gula ini biasanya tidak diinginkan orang. Oleh karena itu,
gula kasar biasanya dimurnikan lebih lanjut ketika sampai di negara
pengguna.
Afinasi (Affination)
Karbonatasi
Tahap pertama pengolahan cairan (liquor) gula berikutnya bertujuan
untuk membersihkan cairan dari berbagai padatan yang menyebabkan cairan
gula keruh. Pada tahap ini beberapa komponen warna juga akan ikut hilang.
Salah satu dari dua teknik pengolahan umum dinamakan dengan karbonatasi.
Karbonatasi dapat diperoleh dengan menambahkan kapur/ lime [kalsium
hidroksida, Ca(OH)2] ke dalam cairan dan mengalirkan gelembung gas
karbondioksida ke dalam campuran tersebut. Gas karbondioksida ini akan
bereaksi dengan lime membentuk partikel-partikel kristal halus berupa
kalsium karbonat yang menggabungkan berbagai padatan supaya mudah
untuk dipisahkan. Supaya gabungan-gabungan padatan tersebut stabil, perlu
dilakukan pengawasan yang ketat terhadap kondisi-kondisi reaksi.
Penghilangan warna
Ada dua metode umum untuk menghilangkan warna dari sirup gula,
keduanya mengandalkan pada teknik penyerapan melalui pemompaan cairan
melalui kolom-kolom medium. Salah satunya dengan menggunakan karbon
teraktivasi granular [granular activated carbon, GAC] yang mampu
menghilangkan hampir seluruh zat warna. GAC merupakan cara modern
setingkat bone char, sebuah granula karbon yang terbuat dari tulang-tulang
hewan. Karbon pada saat ini terbuat dari pengolahan karbon mineral yang
diolah secara khusus untuk menghasilkan granula yang tidak hanya sangat
aktif tetapi juga sangat kuat. Karbon dibuat dalam sebuah oven panas dimana
warna akan terbakar keluar dari karbon. Cara yang lain adalah dengan
menggunakan resin penukar ion yang menghilangkan lebih sedikit warna
daripada GAC tetapi juga menghilangkan beberapa garam yang ada. Resin
dibuat secara kimiawi yang meningkatkan jumlah cairan yang tidak
diharapkan.
Cairan jernih dan hampir tak berwarna ini selanjutnya siap untuk
dikristalisasi kecuali jika jumlahnya sangat sedikit dibandingkan dengan
Pendidihan Sekunder
Sejumlah air diuapkan di dalam panci sampai pada keadaan yang tepat
untuk tumbuhnya kristal gula. Sejumlah bubuk gula ditambahkan ke dalam
cairan untuk mengawali/memicu pembentukan kristal. Ketika kristal sudah
tumbuh campuran dari kristal-kristal dan cairan induk yang dihasilkan diputar
dalam
sentrifugasi
untuk
memisahkan
keduanya.
Proses
ini
dapat
BAB III
METODOLOGI
3.1 Gambaran Umum Proses Produksi Gula
Proses produksi gula secara umum terdiri dari beberapa stasiun, yaitu stasiun
penerimaan tebu, stasiun penimbangan tebu, stasiun gilingan, stasiun pemurnian,
stasiun penguapan, stasiun pengkristalan, stasiun puteran dan stasiun pembungkusan.
Pada stasiun penerimaan tebu, terjadi proses pencucian tebu
bertujuan
untuk
mentah
itu
sendiri.
Stasiun
Pemurnian proses yang bertujuan untuk menyerap zat koloid, zat warna, dan zat
lilin yang ada pada nira. Proses Penambahan Susu kapur pada Stasiun Pemurnian
merupakan proses ini bertujuan untuk memurnikan nira mentah yang masih
terdapat banyak kotoran. Dengan penambahan susu kapur terjadi proses
penggumpalan kotoran yang akan memurnikan nira mentah. Proses pelepasan gasgas hasil reaksi yang berbahaya di flash tank pada stasiun pemurnian bertujuan untuk
membersihkan nira dari hasil reaksi zat-zat berbahaya, yaitu kapur dan gas SO 2.
Proses
Penambahan
Flocculant
pada Stasiun
Pemurnian
bertujuan
untuk
mengurangi bahaya, khususnya bahaya fisik seperti kotoran bukan nira atau
flok-flok kecil yang dapat mengurangi kualitas keamanan nira. Proses Pemberian
fondan
pada
TAHAPAN PEKERJAAN
TINDAKAN
PENCEGAHAN DAN
MUNGKIN TIMBUL
Terpotongnya bagian
tubuh
PENGENDALIAN
Jarak antara pekerja dan
alat pemotong harus
1
sesuai
Lakukan pemotongan
sesuai prosedur kerja
Jarak antara pekerja dan
alat pemangkas harus
Terbesetnya bagian
tubuh
sesuai
Lakukan pemangkasan
sesuai prosedur kerja
Pastikan tebu tidak
mengandung akar, tanah,
tebu ke tempat
penampungan
Memindahkan potongan
4
Kecelakaan dalam
perjalanan distributor
Pengemudi memiliki
SIO
Pengangkutan barang
Memindahkan potongan
5
tebu ke tempat
penggilingan
Kecelakaan dalam
perjalanan distributor
TAHAPAN PEKERJAAN
Menempatkan tebu
untuk dianalisa
(kandungan gula) pada
PENCEGAHAN DAN
MUNGKIN TIMBUL
1
Menganalisis %Brix
2
TINDAKAN
tebu
PENGENDALIAN
1
Mencuci tebu
muncrat
Tebu dibersihkan dulu
oleh petani sebelum
masuk ke pabrik
Lakukan pencucian
Menimbang tebu
Memindahkan tebu
Terjepit di antara
kontainer/truck
TAHAPAN PEKERJAAN
Memotong tebu
TINDAKAN
PENCEGAHAN DAN
MUNGKIN TIMBUL
Terpotongnya bagian
tubuh
PENGENDALIAN
Jarak antara pekerja dan
alat pemotong harus
1
sesuai
Lakukan pemotongan
sesuai prosedur kerja
Jarak antara pekerja dan
Mencacah/menumbuk
tebu
Terpotongnya bagian
tubuh
sesuai
Lakukan pencacahan
sesuai prosedur kerja
Jarak antara pekerja dan
Menggiling tebu
Tergilingnya bagian
tubuh
Tidak ada potensi
bahaya yang menonjol
sesuai
Lakukan penggilingan
sesuai prosedur kerja
Lakukan penyaringan
sesuai prosedur kerja
Pengangkutan barang
tidak berbenturan
Memindahkan ke tanki
penampungan nira mentah
Terjepit di antara
kontainer/truck
TAHAPAN PEKERJAAN
TINDAKAN
PENCEGAHAN DAN
MUNGKIN TIMBUL
PENGENDALIAN
Peraturan yang ketat
terhadap operator untuk
Menambahkan asam
fosfat ke nira mentah
memahami kadar
pemberian H3PO4
Lakukan pekerjaan
sesuai prosedur kerja
Operator harus jeli dan
rutin dalam memeriksa
Memanaskan di heater 1
Mencampur dengan
3
CaO)
Memberikan gas SO2
3
4
Lakukan pekerjaan
sesuai prosedur kerja
Operator harus jeli dan
rutin dalam memeriksa
kondisi mesin, apakah
baik atau tidak
Suhu harus
dipertahankan pada
100C
Lakukan pekerjaan
Memanaskan di heater 2
5
6
7
(menghasilkan nira
dari boiler
6
7
Memanaskan di heater 3
8
jernih)
TAHAPAN PEKERJAAN
PENGENDALIAN
Operator harus jeli dan
rutin dalam memeriksa
PENCEGAHAN DAN
MUNGKIN TIMBUL
TINDAKAN
(menghasilkan nira
Lakukan pekerjaan
kental)
TAHAPAN PEKERJAAN
PENCEGAHAN DAN
MUNGKIN TIMBUL
PENGENDALIAN
Operator harus jeli dan
rutin dalam memeriksa
Menempatkan nira
1
TINDAKAN
Terpeleset masuk ke
dalam panci
Mencampurkan kristal
ke dalam nira kental
dalam memberikan
takaran nira kental
Lakukan pekerjaan
sesuai prosedur kerja
Operator harus jeli dan
Mensentrifugasi
4
TAHAPAN PEKERJAAN
TINDAKAN
PENCEGAHAN DAN
MUNGKIN TIMBUL
PENGENDALIAN
Operator harus jeli dan
rutin dalam memeriksa
Mengeringkan gula
Terjepit di antara
2
Membungkus gula
Menyimpan gula
Lakukan pekerjaan
sesuai prosedur kerja
Lakukan pekerjaan
sesuai prosedur kerja
4.2 Analisis Faktor Risiko Penyebab Terjadinya Kecelakaan Pada Pabrik Gula:
Secara umum, faktor risiko penyebab kecelakaan kerja dapat dibagi menjadi
2, yaitu:
1. Faktor Lingkungan Kerja, dimana pada pabrik gula meliputi hal-hal berikut:
-
yang
sangat
tinggi
sehingga
menimbulkan
bunyi
yang
memekakkan telinga.
Suhu Lingkungan Kerja yang tidak Nyaman, hal ini dapat meningkatkan
risiko kecelakaan yang terjadi di pabrik gula karena saat pekerja bekerja
dengan suhu yang kurang nyaman, maka akan mempengaruhi kondisi fisik
pekerja itu sendiri. Misalnya berkurangnya kelincahan pekerja, menurunnya
potensi kerja pekerja, memperpanjang waktu reaksi dan memperlambat waktu
pengambilan keputusan, mengganggu kecermatan kerja otak, mengganggu
koordinasi syaraf perasa dan motoris, serta memudahkan terangsangnya emosi
para pekerja sehingga cenderung meningkatkan kecelakaan kerja.
Usia
(tahun)
30
>30
>50
Pengalaman Kecelakaan
Kerja
Tidak Pernah
Pernah
Pernah
8 orang
Berdasarkan data hasil penelitian tersebut dapat dilihat bahwa semua pekerja
dengan usia lebih dari 30 tahun (6 orang dari total sampel 8 orang) pernah
mengalami kecelakaan kerja, sedangkan pekerja dengan usia 30 tahun ke
bawah (2 orang dari total sampel 8 orang) biasanya belum pernah mengalami
kecelakaan kerja. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa usia
merupakan salah satu faktor risiko penyebab terjadinya kecelakaan kerja,
dimana meningkatnya usia pekerja berbanding lurus dengan meningkatnya
kecelakaan kerja yang terjadi pada perusahaan tebu. Hal itu juga ditunjang
oleh teori dari Sumamur P.K. (1996:305) yang menyatakan bahwa pada
umumnya kapasitas fisik manusia seperti penglihatan dan kecepatan reaksi
manusia akan menurun pada usia 30 tahun atau lebih, sehingga untuk
golongan umur tersebut biasanya banyak mengalami kecelakaan kerja yang
sifatnya
Pengalaman Kecelakaan
Kerja
Semua Pernah
Beberapa Pernah
8 orang
baru dan belum terbiasa dengan pekerjaannya. Begitu pula sebaliknya, pekerja
dengan tingkat pendidikan rendah namun mempunyai masa kerja yang lama
belum tentu lebih mudah mengalami kecelakaan kerja karena masa kerja
dapat membuat orang lebih mengenal dan terbiasa dengan pekerjaan yang
dilakukan sehingga dapat menurunkan kemungkinan terjadinya kecelakaan
kerja walaupun orang tersebut mempunyai tingkat pendidikan yang tidak
-
terlalu tinggi.
Pekerjaan yang Monoton, merupakan salah satu faktor risiko penyebab
terjadinya kecelakaan kerja yang sering terjadi dalam pabrik gula. Hal tersebut
biasanya disebabkan karena berkurangnya tingkat kewaspadaan para pekerja
yang memiliki pekerjaan yang monoton. Berdasarkan hasil wawancara dengan
para pekerja di pabrik gula, menurunnya tingkat kewasapadaan para pekerja
tersebut dikarenakan sikap negatif dan apatis pada pekerjaannya akibat
terjadinya kebakaran.
Karakteristik Kepribadian Para Pekerja yang Kurang Baik, hal ini dapat
mendorong semakin banyaknya kecelakaan kerja yang terjadi di pabrik gula.
Contoh kepribadian pekerja yang kurang baik adalah sikap suka bermain-main
saat bekerja, tergesa-gesa atau gugup saat terjadi kecelakaan, belum dapat
suhu yang tinggi, mekanis, fisik, dan proses-proses berisiko lainnya. Oleh karena itu,
penerapan K3 sangat penting pada setiap proses yang berlangsung di pabrik gula.
Salah satu penerapan K3 adalah harus adanya upaya-upaya yang dilakukan untuk
pengendaliaan risiko pada pabrik gula. Berikut ini merupakan hal-hal yang dapat
dilakukan dalam upaya pengendalian risiko pada pabrik gula, antara lain:
-
lain.
Penyediaan Alat Penanggulangan Kecelakaan, seperti alat pemadam
kebakaran, kotak P3K, peralatan pernapasan (untuk digunakan saat ada bahan
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini adalah:
1. Analisis Job Safety pada industri gula terbagi menjadi beberapa bagian
berdasarkan jenis pekerjaannya yaitu:
a) Pemanenan Tebu;
Safety Briefing;
Penggunaan Alat Pengaman Peralatan Kerja;
Pemasangan Warning Signs;
Penyediaan APD;
Penyediaan Alat Penanggulangan Kecelakaan, dan
Pengawasan dan Perawatan Mesin.
5.2 Saran
Saran untuk menghindari terjadinya kecelakaan kerja pada industri gula
adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
DAFTAR PUSTAKA
American National Standard. 2004. A Guide to the Project Managment Body of
Knowledge. (3rd edition). Newtown Square: Project Management Institute.
Afini, Prilia Nor, Herry Koesyanto, dan Irwan Budiono. 2012. Faktor Penyebab
Kecelakaan Kerja di Unit Instalasi Pabrik Gula. Unnes Journal of Public
Health 1: 45-50.
Budiono, A.M. Sugeng. 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan Kesehatan Kerja.
Semarang : Badan Penerbit UNDIP.
Fakhmi, Aminuddin, Arif Rahman, dan Lely Riawati. 2014. Desain Sistem
Keamanan
Pangan Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) Pada Proses
Produksi Gula PG. Kebon Agung Malang. Jurnal Rekayasa dan Manajemen
Sistem Industri 2: 1168-1179.
Hamid, Djamhur, Reza Maulana A., dan Mochamaad Djudi Mukzam. 2015.
Pengaruh
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan: Studi
Pada Karyawan Bagian Pabrikasi Pabrik Gula Kebon Agung Malang. Jurnal
Administrasi Bisnis 20: 1-10.
International Labour Organization. 2003. 2003 Labour Overview Latin AMERICA
AND CARIBBEAN. Lima ILO Catalogue.
Ishak, Arep dan Tanjung, Hendri. 2004. Manajemen Motivasi. Jakarta : PT
Gramedia
Widisarana Indonesia.
Ishak, A dan Tanjung H. 2004. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta:
Universitas Trisakti.
Ismail, I. 2010. Manajemen Sumber daya Manusia Malang: Lembaga Pendidikan
Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.
Kristyanto, Raka, Sugiono, dan Rahmi Yuniarti. 2015. Analisis Risiko Operasional
Kerja.
[online].
http://www.pusdiklatk3.com/2014/04/teori-
domino-heinrich-teori-ilmiah.html.
Rudi Suardi. 2005. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta:
Penerbit PPM.
Santoso, Haryo, Rani Rumita, dan Hutami Nuke Ardani. 2014. Kajian Risiko
Kesehatan dan Keselamatan Kerja Pada Mill Boiler di Pabrik Gula Pakis Baru
Pati. 1st Annual Conference in Industrial and System Engineering. Semarang:
Universitas Diponegoro.
SKIL (Sugar Knowledge International. Ltd). 2015. How Cane Sugar is Made- the
Basic Story. [online]. http://www.sucrose.com/.
Sumamur, PK. 1987. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan, cetakan
pertama. Jakarta: CV. Haji Mas Ahung.
Sumamur PK. 1996.
Agung.
Higene Perusahaan