Anda di halaman 1dari 24

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA TENAGA KESEHATAN

A. Latar Belakang

Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku pada tahun 2020 mendatang,
kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan
ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota,
termasuk bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan
masyarakat pekerja Indonesia, telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat
Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup di dalam lingkungan dan perilaku sehat,
memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya.

B. Pengertian

Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk
menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat
mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat
meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa
maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi
secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas.

Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan dan non
kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan
penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan
kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya
kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai.

Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman
walaupun sudah tersedia.Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar
tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.
Tenaga kesehatan yang perlu kita perhatikan yaitu semua tenaga kesehatan yang merupakan suatu
institusi dengan jumlah petugas kesehatan dan non kesehatan yang cukup besar. Kegiatan tenaga atau
petugas kesehatan mempunyai risiko berasal dari faktor fisik, kimia, ergonomi dan psikososial.

Variasi, ukuran, tipe dan kelengkapan sarana dan prasarana menentukan kesehatan dan keselamatan
kerja. Seiring dengan kemajuan IPTEK, khususnya kemajuan teknologi sarana dan prasarana, maka risiko
yang dihadapi petugas tenaga kesehatan semakin meningkat.
Petugas atau tenaga kesehatan merupakan orang pertama yang terpajan terhadap masalah
kesehatan yang merupakan kendala yang dihadapi untuk setipa tahunnya. Selain itu dalam pekerjaannya
menggunakan alat - alat kesehatan, berionisasi dan radiasi serta alat-alat elektronik dengan voltase yang
mematikan, dan melakukan percobaan dengan penyakit yang dimasukan ke jaringan hewan percobaan.
Oleh karena itu penerapan budaya “aman dan sehat dalam bekerja” hendaknya dilaksanakan pada
semua Institusi di Sektor / Aspek Kesehatan.

C. Sarana Dan Prasarana Tenaga Kesehatan

Sarana/Prasana Kesehatan adalah sarana kesehatan yang meliputi berbagai alat / media elektronik
yang harus ada di Tempat Kerja Kesehatan untuk penentuan jenis penyakit, penyebab penyakit, kondisi
kesehatan dan faktor yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan perorangan dan masyarakat.Disain
Sarana / Prasarana Kesehatan harus mempunyai sistem yang memadai dengan sirkulasi udara yang
adekuat agar suasana di dalam ruangan tersebut menjadi nyaman.

Disain Sarana / Prasarana Kesehatan harus mempunyai pemadam api yang tepat terhadap segala
sesuatu yang bisa menyebabkan terjadinya kebakaran. Harus tersedia alat Pertolongan Pertama Pada
Kecelakaam (P3K) .

D. Masalah Keselamatan Dan Kesehatan Kerja

Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante dari tiga
komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja yang dapat
merupakan beban tambahan pada pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa dicapai
suatu derajat kesehatan kerja yang optimal dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya bila terdapat
ketidak serasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan
akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja.

1. Kapasitas Kerja

Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum memuaskan. Dari
beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30– 40% masyarakat pekerja kurang kalori protein,
30% menderita anemia gizi dan 35% kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini
tidak memungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang optimal. Hal ini
diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada sebagian besar masih di isi oleh
petugas kesehatan dan non kesehatan yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam
melakukan tugasnya mungkin sering mendapat kendala terutama menyangkut masalah PAHK dan
kecelakaan kerja.
2. Beban Kerja

Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis beroperasi 8 - 24 jam
sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada laboratorium menuntut adanya pola kerja
bergilirdan tugas/jaga malam. Pola kerja yang berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan yang
meningkat, akibat terjadinya perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut
memperberat beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yang masih relatif
rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secara berlebihan. Beban psikis
ini dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan stress.

3. Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi kesehatan kerja dapat
menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational Accident), Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat
Hubungan Kerja (Occupational Disease & Work Related Diseases).

E. Identifikasi Masalah K3 Tenaga Kesehatan Dan Pencegahannya

1. Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Biasanya kecelakaan
menyebabkan, kerugian material dan penderitaan dari yang paling ringan sampai kepada yang paling
berat. Kecelakaan di laboratorium dapat berbentuk 2 jenis yaitu :

a. Kecelakaan medis, jika yang menjadi korban pasien

b. Kecelakaan kerja, jika yang menjadi korban petugas laboratorium itu sendiri. Penyebab kecelakaan
kerja dapat dibagi dalam kelompok :

1) Kondisi berbahaya (unsafe condition), yaitu yang tidak aman dari:

a) Peralatan / Media Elektronik, Bahan dan lain-lain

b) Lingkungan kerja

c) Proses kerja

d) Sifat pekerjaan

e) Cara kerja

2) Perbuatan berbahaya (unsafe act), yaitu perbuatan berbahaya dari manusia, yang dapat terjadi
antara lain karena:

a) Kurangnya pengetahuan dan keterampilan pelaksana


b) Cacat tubuh yang tidak kentara (bodily defect)

c) Keletihanan dan kelemahan daya tahan tubuh.

d) Sikap dan perilaku kerja yang tidak baik

c. Beberapa contoh kecelakaan yang banyak terjadi di Tempat Kerja Kesehatan :

1) Terpeleset , biasanya karena lantai licin.

Terpeleset dan terjatuh adalah bentuk kecelakaan kerja yang dapat terjadi di Tempat Kerja Kesehatan.

Akibat :

a) Ringan memar

b) Berat à fraktura, dislokasi, memar otak, dll.

Pencegahan :

a) Pakai sepatu anti slip

b) Jangan pakai sepatu dengan hak tinggi, tali sepatu longgar

c) Hati-hati bila berjalan pada lantai yang sedang dipel (basah dan licin) atau tidak rata konstruksinya.

d) Pemeliharaan lantai dan tangga

2) Mengangkat beban

Mengangkat beban merupakan pekerjaan yang cukup berat, terutama bila mengabaikan kaidah
ergonomi.

Akibat : cedera pada punggung

Pencegahan :

a) Beban jangan terlalu berat. Jangan berdiri terlalu jauh dari beban.

b) Jangan mengangkat beban dengan posisi membungkuk tapi pergunakanlah tungkai bawah sambil
berjongkok

c) Pakaian penggotong jangan terlalu ketat sehingga pergerakan terhambat.

2. Penyakit Akibat Kerja & Penyakit Akibat Hubungan Kerja di Tempat Kerja Kesehatan
Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang
kuat dengan pekerjaan, pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab, harus ada hubungan sebab
akibat antara proses penyakit dan hazard di tempat kerja. Faktor Lingkungan kerja sangat berpengaruh
dan berperan sebagai penyebab timbulnya Penyakit Akibat Kerja. Sebagai contoh antara lain debu silika
dan Silikosis, uap timah dan keracunan timah. Akan tetapi penyebab terjadinya akibat kesalahan faktor
manusia juga (WHO).

Berbeda dengan Penyakit Akibat Kerja, Penyakit Akibat Hubungan Kerja (PAHK) sangat luas ruang
lingkupnya. Menurut Komite Ahli WHO (1973), Penyakit Akibat Hubungan Kerja adalah “penyakit
dengan penyebab multifaktorial, dengan kemungkinan besar berhubungan dengan pekerjaan dan
kondisi tempat kerja. Pajanan di tempat kerja tersebut memperberat, mempercepat terjadinya serta
menyebabkan kekambuhan penyakit.

Penyakit akibat kerja di Tempat Kerja Kesehatan umumnya berkaitan dengan faktor biologis (kuman
patogen yang berasal umumnya dari pasien); faktor kimia (pemaparan dalam dosis kecil namun terus
menerus seperti antiseptik pada kulit, zat kimia/solvent yang menyebabkan kerusakan hati; faktor
ergonomi (cara duduk salah, cara mengangkat pasien salah); faktor fisik dalam dosis kecil yang terus
menerus (panas pada kulit, tegangan tinggi, radiasi dll.); faktor psikologis (ketegangan di kamar
penerimaan pasien, gawat darurat, karantina dll.)

1) Faktor Biologis

Lingkungan kerja pada Pelayanan Kesehatan favorable bagi berkembang biaknya strain kuman
yang resisten, terutama kuman-kuman pyogenic, colli, bacilli dan staphylococci, yang bersumber dari
pasien, benda-benda yang terkontaminasi dan udara. Virus yang menyebar melalui kontak dengan darah
dan sekreta (misalnya HIV dan Hep. B) dapat menginfeksi pekerja hanya akibat kecelakaan kecil
dipekerjaan, misalnya karena tergores atau tertusuk jarum yang terkontaminasi virus. Angka kejadian
infeksi nosokomial di unit Pelayanan Kesehatan cukup tinggi.

Secara teoritis kemungkinan kontaminasi pekerja LAK sangat besar, sebagai contoh dokter di RS
mempunyai risiko terkena infeksi 2 sampai 3 kali lebih besar dari pada dokter yang praktek pribadi atau
swasta, dan bagi petugas Kebersihan menangani limbah yang infeksius senantiasa kontak dengan bahan
yang tercemar kuman patogen, debu beracun mempunyai peluang terkena infeksi.

Pencegahan :

a) Seluruh pekerja harus mendapat pelatihan dasar tentang kebersihan, epidemilogi dan desinfeksi.

b) Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk memastikan dalam keadaan sehat
badani, punya cukup kekebalan alami untuk bekerja dengan bahan infeksius, dan dilakukan imunisasi.

c) Menggunakan desinfektan yang sesuai dan cara penggunaan yang benar.

d) Sterilisasi dan desinfeksi terhadap tempat, peralatan, sisa bahan infeksius dan spesimen secara
benar
e) Pengelolaan limbah infeksius dengan benar

f) Menggunakan kabinet keamanan biologis yang sesuai.

g) Kebersihan diri dari petugas.

2) Faktor Kimia

Petugas di tempat kerja kesehatan yang sering kali kontak dengan bahan kimia dan obat-obatan
seperti antibiotika, demikian pula dengan solvent yang banyak digunakan dalam komponen antiseptik,
desinfektan dikenal sebagai zat yang paling karsinogen. Semua bahan cepat atau lambat ini dapat
memberi dampak negatif terhadap kesehatan mereka. Gangguan kesehatan yang paling sering adalah
dermatosis kontak akibat kerja yang pada umumnya disebabkan oleh iritasi (amoniak, dioksan) dan
hanya sedikit saja oleh karena alergi (keton).

Bahan toksik ( trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan, terhirup atau terserap melalui
kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan kematian. Bahan korosif (asam dan basa)
akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang irreversible pada daerah yang terpapar.

Pencegahan :

a) ”Material safety data sheet” (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang ada untuk diketahui oleh
seluruh petugas untuk petugas atau tenaga kesehatan laboratorium.

b) Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk mencegah tertelannya bahan kimia
dan terhirupnya aerosol untuk petugas / tenaga kesehatan laboratorium.

c) Menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan, celemek, jas laboratorium)
dengan benar.

d) Hindari penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara mata dan lensa.

e) Menggunakan alat pelindung pernafasan dengan benar.

3) Faktor Ergonomi

Ergonomi sebagai ilmu, teknologi dan seni berupaya menyerasikan alat, cara, proses dan
lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia untuk terwujudnya kondisi dan
lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya. Pendekatan
ergonomi bersifat konseptual dan kuratif, secara populer kedua pendekatan tersebut dikenal sebagai To
fit the Job to the Man and to fit the Man to the Job

Sebagian besar pekerja di perkantoran atau Pelayanan Kesehatan pemerintah, bekerja dalam
posisi yang kurang ergonomis, misalnya tenaga operator peralatan, hal ini disebabkan peralatan yang
digunakan pada umumnya barang impor yang disainnya tidak sesuai dengan ukuran pekerja Indonesia.
Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang
efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebakan gangguan fisik dan psikologis (stress) dengan
keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja (low back pain).

4) Faktor Fisik

Faktor fisik di laboratorium kesehatan yang dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja
meliputi:

a) Kebisingan, getaran akibat alat / media elektronik dapat menyebabkan stress dan ketulian

b) Pencahayaan yang kurang di ruang kerja, laboratorium, ruang perawatan dan kantor administrasi
dapat menyebabkan gangguan penglihatan dan kecelakaan kerja.

c) Suhu dan kelembaban yang tinggi di tempat kerja

d) Terimbas kecelakaan/kebakaran akibat lingkungan sekitar.Terkena radiasi

e) Khusus untuk radiasi, dengan berkembangnya teknologi pemeriksaan, penggunaannya meningkat


sangat tajam dan jika tidak dikontrol dapat membahayakan petugas yang menangani.

Pencegahan :

a) Pengendalian cahaya di ruang kerja khususnya ruang laboratorium.

b) Pengaturan ventilasi dan penyediaan air minum yang cukup memadai.

c) Menurunkan getaran dengan bantalan anti vibrasi

d) Pengaturan jadwal kerja yang sesuai.

e) Pelindung mata untuk sinar laser

f) Filter untuk mikroskop untuk pemeriksa demam berdarah

5) Faktor Psikososial

Beberapa contoh faktor psikososial di laboratorium kesehatan yang dapat menyebabkan stress :

a) Pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency dan menyangkut hidup mati seseorang. Untuk
itu pekerja di tempat kerja kesehatan di tuntut untuk memberikan pelayanan yang tepat dan cepat
disertai dengan kewibawaan dan keramahan-tamahan

b) Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton.

c) Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan atau sesama teman kerja.Beban
mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja di sektor formal ataupun informal.
F. Pengendalian PAK dan Kecelakaan Melalui Penerapan K3

a. Pengendalian Melalui Perundang-undangan (Legislative Control) antara lain :

1) UU No. 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Petugas kesehatan dan non kesehatan

2) UU No. 01 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

3) UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan

4) Peraturan Menteri Kesehatan tentang higene dan sanitasi lingkungan.

5) Peraturan penggunaan bahan-bahan berbahayaPeraturan/persyaratan pembuangan limbah dll.

b. Pengendalian melalui Administrasi / Organisasi (Administrative control) antara lain :

1) Persyaratan penerimaan tenaga medis, para medis, dan tenaga non medis yang meliputi batas
umur, jenis kelamin, syarat kesehatan.

2) Pengaturan jam kerja, lembur dan shift

3) Menyusun Prosedur Kerja Tetap (Standard Operating Procedure) untuk masing-masing instalasi
dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaannya

4) Melaksanakan prosedur keselamatan kerja (safety procedures) terutama untuk pengoperasian


alat-alat yang dapat menimbulkan kecelakaan (boiler, alat-alat radiology, dll) dan melakukan
pengawasan agar prosedur tersebut dilaksanakan

5) Melaksanakan pemeriksaan secara seksama penyebab kecelakaan kerja dan mengupayakan


pencegahannya.

c. Pengendalian Secara Teknis (Engineering Control) antara lain :

1) Substitusi dari bahan kimia, alat kerja atau proses kerja

2) Isolasi dari bahan-bahan kimia, alat kerja, proses kerja dan petugas kesehatan dan non kesehatan
(penggunaan alat pelindung)

3) Perbaikan sistim ventilasi, dan lain-lain

4) Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control)

Yaitu upaya untuk menemukan gangguan sedini mungkin dengan cara mengenal (Recognition)
kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang dapat tumbuh pada setiap jenis pekerjaan di unit pelayanan
kesehatan dan pencegahan meluasnya gangguan yang sudah ada baik terhadap pekerja itu sendiri
maupun terhadap orang disekitarnya. Dengan deteksi dini, maka penatalaksanaan kasus menjadi lebih
cepat, mengurangi penderitaan dan mempercepat pemulihan kemampuan produktivitas masyarakat
pekerja. Disini diperlukan system rujukan untuk menegakkan diagnosa penyakit akibat kerja secara
cepat dan tepat (prompt-treatment). Pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan
kesehatan pekerja yang meliputi:
a. Pemeriksaan Awal

Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum seseorang calon / pekerja (petugas kesehatan
dan non kesehatan) mulai melaksanakan pekerjaannya. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperoleh
gambaran tentang status kesehatan calon pekerja dan mengetahui apakah calon pekerja tersebut
ditinjau dari segi kesehatannya sesuai dengan pekerjaan yang akan ditugaskan kepadanya.
Pemerikasaan kesehatan awal ini meliputi :

i. Anamnese umum

ii. Anamnese pekerjaan

iii. Penyakit yang pernah diderita

iv. Alrergi

v. Imunisasi yang pernah didapat

vi. Pemeriksaan badan

vii. Pemeriksaan laboratorium rutin

viii. Pemeriksaan tertentu: Tuberkulin test & Psikotes

b. Pemeriksaan Berkala

Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara berkala dengan jarak waktu berkala yang
disesuaikan dengan besarnya resiko kesehatan yang dihadapi. Makin besar resiko kerja, makin kecil jarak
waktu antar pemeriksaan berkala Ruang lingkup pemeriksaan disini meliputi pemeriksaan umum dan
pemeriksaan khusus seperti pada pemeriksaan awal dan bila diperlukan ditambah dengan pemeriksaan
lainnya, sesuai dengan resiko kesehatan yang dihadapi dalam pekerjaan.

c. Pemeriksaan Khusus

Yaitu pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada khusus diluar waktu pemeriksaan berkala,
yaitu pada keadaan dimana ada atau diduga ada keadaan yang dapat mengganggu kesehatan pekerja.
Sebagai unit di sektor kesehatan pengembangan K3 tidak hanya untuk intern di Tempat Kerja Kesehatan,
dalam hal memberikan pelayanan paripurna juga harus merambah dan memberi panutan pada
masyarakat pekerja di sekitarnya, utamanya pelayanan promotif dan preventif. Misalnya untuk
mengamankan limbah agar tidak berdampak kesehatan bagi pekerja atau masyarakat disekitarnya,
meningkatkan kepekaan dalam mengenali unsafe act dan unsafe condition agar tidak terjadi kecelakaan
dan sebagainya.

Kesehatan dan keselamatan kerja di Tempat Kerja Kesehatan bertujuan agar petugas, masyarakat
dan lingkungan tenaga kesehatan saat bekerja selalu dalam keadaan sehat, nyaman, selamat, produktif
dan sejahtera. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, perlu kemauan, kemampuan dan kerjasama yang
baik dari semua pihak. Pihak pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan sebagai lembaga yang
bertanggung-jawab terhadap kesehatan masyarakat, memfasilitasi pembentukan berbagai peraturan,
petunjuk teknis dan pedoman K3 di tempat kerja kesehatan serta menjalin kerjasama lintas program
maupun lintas sektor terkait dalam pembinaan K3 tersebut.

G. Kesimpulan

Keterlibatan dan komitmen yang tinggi dari pihak manajemen atau pengelola tempat kerja
kesehatan mempunyai peran sentral dalam pelaksanaan program ini. Demikian pula dengan pihak
petugas kesehatan dan non kesehatan yang menjadi sasaran program K3 ini harus berpartisipasi secara
aktif, bukan hanya sebagai obyek tetapi juga berperan sebagai subyek dari upaya mulia ini. Melalui
kegiatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja , diharapkan petugas kesehatan dan non kesehatan yang
bekerja di tempat kerja kesehatan dapat bekerja dengan lebih produktif, sehingga tugas sebagai pelayan
kesehatan kepada masyarakat dapat ditingkatkan mutunya, menuju Indonesia Sehat 2010.

DAFTAR PUSTAKA

Stuart, G.W. dan Laraia, M.T. (2001). Principles and Practice of Psychiatric Nursing. (Ed ke-7). St. Louis:
Mosby, Inc.

Guze, B., Richeimer, S., dan Siegel, D.J. (1990). The Handbook of Psychiatry.

California: Year Book Medical Publishers.

Kaplan, H.I., Sadock, B.J., dan Grebb, J.A. (1996). Synopsis of Psychiatry. New

MAKALAH KEPERAWATAN KOMUNITAS I HIGIENE


PERUSAHAAN DAN KESELAMATAN KERJA
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Berdasarkan modal yang digunakan, industri dapat dikelompokkan menjadi industri
dasar (industri besar), industri menegah (aneka industri), dan industri kecil. Industri kecil
dengan teknologi sederhana/tradisional dan dengan jumlah modal yang relatif terbatas
merupakan industri yang banyak bergerak di sektor informal. Hampir 80% dari semua
tenaga kerja diperlukan di sektor ini (Depkes RI, 1992). Sejalan dengan semakin
berkembangnya berbagai jenis industri serta majunya teknologi, penggunaan bahan
dan produksi bahan kimia juga semakin meningkat. Bukan hanya sektor industri, tetapi
juga merambat ke sektor lainnya. Kesehatan dan keselamatan kerja karyawan
merupakan suatu hal yang sangat penting, baik perusahaan formal maupun informal.
Perusahaan formal umumnya sudah mempunyai sistem kesehatan dan keselamatan
kerja yang sudah baku, tetapi industri-industri di sektor informal masih banyak yang
belum memiliki dan belum mendapatkan pelayanan kesehatan yang diharapkan.

BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Berikut ini akan disebutkan mengenai definis-definisi dari higiene dan kesehatan kerja:
Higiene perusahaan, merupakan spesialisasi dalam ilmu higiene beserta praktiknya
dengan mengadakan penilaian pada faktor penyebab penyakit dalam lingkungan kerja
dan perusahaan melalui pengukuran yang hasilnya digunakan untuk koreksi lingkungan
perusahaan, dengan menitikberatkan pada pencegahan agar pekerja dan masyarakat
terhindar dari bahaya akibat kerja.
Kesehatan kerja, merupakan bidang khusus ilmu kesehatan yang ditujukan kepada
masyarakat pekerja dan sekitar perusahaan agar memperoleh derajat kesehatan
setinggi-tingginya, baik fisik, mental, maupun sosial.
Higiene perusahaan dan kesehatan kerja adalah bagian dari usaha kesehatan
masyarakat yang ditujukan kepada masyarakat pekerja, masyarakat sekitar perusahaan
dan masyarakat umum yang menjadi konsumen dari hasil produk perusahaan.

B. TUJUAN
Higiene dan kesehatan kerja digunakan sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan
dan kesejahteraan tenaga kerja yang setinggi-tingginya serta sebagai alat untuk
meningkatkan produksi yang berlandaskan pada meningkatkan efisiensi dan daya
produktivitas faktor manusia dalam produksi.

C. KEGIATAN PERUSAHAAN DAN KESEHATAN KERJA


Kegiatan higiene yang dilakukan oleh perusahaan dalam rangka menciptakan
kesehatan lingkungan kerja adalah sebagai berikut.
1. Pencegahan dan pemberantasan penyakit dan kecelakaan akibat kerja.
2. Maintenance and increasing kesehatan tenaga kerja.
3. Care, efficiency increasing, dan productivity balance tenaga kerja.
4. Pemberantasan kelelahan tenaga kerja.
5. Meningkatkan semangat dalam bekerja.
6. Perlindungan masyarakat kerja dari bahaya pencemaran.
7. Perlindungan masyarakat luas.
8. Pemeliharaan dan peningkatan higiene sanitasi perusahaan.

D. MASALAH KESEHATAN KERJA YANG MENURUNKAN PRODUKTIVITAS KERJA


1. Penyakit umum pada p'ekerja antara lain kusta, TB paru, penyakit jantung, kanker,
kecacatan, dan lain-lain.
2. Penyakit yang timbul akibat kerja, misalnya pneumokoniosis dan dermatosis.
Pneumokoniosis adalah penyakit yang diakibatkan oleh asbes, dengan gejala seperti
batuk, sesak napas, nyeri dada, dan sianosis. Pengobatan cukup sulit dan hanya
bersifat mengurangi keluhan, seperti jika infeksi diberi antibiotik, gizi ditingkatkan, juga
jika kanker diberi obat sitostatika. Upaya preventif meliputO:i skrining, promosi
kesehatan, penggunaan alat pelindung masker, kaca mata, substitusi untuk menyaring
debu seperti cerobong asap, water spray, dan exhauster.
3. Gizi buruk, Gizi buruk saat ini telah bermunculan hampir disemua kabupaten hal ini.
disebabkan:
a. kurangnya pengetahuan masyarakat akan kebutuhan gizi bagi anggota keluarga;
b. ketidakmampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan gizi bagi anggota keluarga;
c. pola hidup yang salah;
d. stok bahan makanan yang tidak ada.

E. UPAYA PENCEGAHAN
Upaya yang dilakukan agar higiene lingkungan kerja menjadi baik adalah sebagai
berikut.
a. Substitusi, yaitu mengganti bahan yang berbahaya dengan yang kurang atau tidak
berbahaya.
b. Isolasi, mengisolasi proses-proses berbahaya dari perusahaan.
c. Vent ilasi umum, mengalihkan udara sebanyak perhitungan ruangan kerja.
d. Ventilasi keluar setempat, mengisap udara dari suatu ruang kerja agar bahan-bahan
yang berbahaya diisap dan dialihkan keluar.
e. Alat pelindung perorangan, misalnya masker, kacamata, sarung tangan, sepatu, topi,
penutup telinga, dan pakaian pelindung.
f. Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja dan berkala.
g. Informasi sebelum bekerja.
h. Pendidikan tentang kesehatan kerja dan keselamatan kerja.

F. EVALUASI LINGKUNGAN KERJA


Evaluasi lingkungan ditujukan pada faktor fisik dan kimia. Faktor fisik meliputi
kebisingan, suhu, dan lainnya. Kebisingan dalam perusahaan disebabkan oleh suara-
suara yang dihasilkan oleh proses produksi, terutama mesin dan perkakas kerja. Bunyi
yang dapat didengar oleh manusia memiliki rentang frekuensi 16-20.000 Hz, tiap bunyi
memiliki intensitas yang dinyatakan dalam dB. Bunyi yang membahayakan adalah
bunyi dengan intensitas di atas 80 db. Alat untuk mengukur kebisingan adalah sound
level meter, mikrofon, dan sound analyzer. Kebisingan yang ditimbulkan oleh suara
mesin jika melebihi NAB dapat mengganggu pendengaran bahkan berefek pada
ketulian. Nilai
penyakit atau kelainan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu 8 jam sehari dan 40
jam seminggu. Sedangkan MAC (Maximum Allowable Concentration) atau KTD (Kadar
Tertinggi Diperkenankan) adalah nilai tertinggi dari kadar zat, yang pekerja tidak
menderita penyakit atau gangguan kesehatan oleh karenanya. Sementara itu, suhu
udara diukur dengan termometer. Comfort zone sangat penting untuk diperhatikan,
suhu nyaman berkisar 19-24°C. Pada suhu 31°C orang dapat bekerja penuh tanpa
keluhan, dan pada suhu 100°C dapat bekerja selama beberapa menit saja. Penerangan
diukur dengan luksmeter. Bekerja sedikitnya membutuhkan penerangan 1.000 luks.
Bahan kimia juga dapat menjadi faktor penyebab penyakit akibat kerja. Sifat dan derajat
racun bahan kimia dalam industri bergantung pada:
1. Sifat fisik bahan kimia tersebut.
a. Gas, bentuk wujud zat yang tidak punya bangun sendiri.
b. Uap, bentuk gas dari zat-zat (yang dalam keadaan biasa berbentuk zat padat/cair).
c. Debu, partikel-partikel zat padat (disebabkan kekuatan alami atau mekanik).
d. Kabut, titik cairan halus dalam udara terjadi dari kondensasi bentuk uap atau dari
pemecahan zat cair menjadi tingkat dispersi, misalnya "foaming"
e. Uap (fume), partikel-partikel zat padat terjadi karena kondensasi dari bentuk gas
(penguapan benda padat yang dipijarkan dan biasanya disertai oksidasi kimiawi,
sehingga terbentuk zat seperti ZnO, PbO, dan lainnya.
f. Awan, partikel cair sebagai hasil kondensasi dari fase gas.
g. Asap, pada umumnya partikel-partikel zat karbon yang ukurannya < 0,5 mikron,
akibat pembakaran tak sempurna bahan yang mengandung karbon. Uap, asap, dan
debu tergolong zat padat, sedangkan awan dan kabut tergolong zat cair.
2. Sifat-sifat kimiawi
Sifat kimiawi meliputi: jenis persenyawaan, besar molekul, konsentrasi, derajat
kelarutan, dan jenis pelarut.
3. Port d'entrée
Port d'entree seperti melalui alat pernapasan, pencernaan, dan kulit.
4. Faktor pada tenaga kerja sendiri
Faktor pada tenaga kerja sendiri seperti usia, idiosinkrasi, habituasi, toleransi terhadap
zat, dan derajat kesehatan tubuh.
Berbagai cara untuk mengevaluasi lingkungan kerja adalah sebagai berikut.
1. Subjektif, oleh indra manusia pada zat tertentu, misalnya amoniak, sulfur, dan lain-
lain.
2. Menggunakan hewan percobaan, seperti kelinci, burung kenari, tikus, dan kera.
Misalnya, CO dengan kadar 0,25% dapat diketahui secara kasar dan bahayanya dalam
waktu 3 menit burung kenari akan pingsan, sedangkan pada tikus dapat terjadi
disorientasi.
3. Menggunakan alat detektor dan indikator, khusus digunakan untuk uap dan gas.
Contoh indikator sederhana akibat reaksi kimia adalah perubahan warna, seperti iodium
menjadi warna biru dengan zat pati. Detektor adalah alat khusus yang dibuat untuk
menentukan bahan¬bahan di udara, baik kualitatif maupun kuantitatif, dengan cara
mengisap dan melakukan udara tempat kerja pada reagen yang ada dalam tabung
detektor.
4. Pengambilan sampel dan pemeriksaan laboratorium.

G. CARA MELINDUNGI MASYARAKAT SEKITAR INDUSTRI DAN UMUM


Masyarakat sekitar industri harus terhindar dari bahaya udara yang keluar dari suatu
perusahaan yang mengandung bahan-bahan sangat berbahaya. Udara yang
mengandung gas dan uap terdapat dua cara, yaitu:
1. Pembakaran, membakar bahan-bahan tersebut, bila perlu digunakan katalisator agar
terjadi pembakaran sempurna.
2. Mencuci (schrubbing method) dengan mengalirkan udara kotor dari pabrik.

H. PENGAWASAN UNTUK MENGGUNAKAN ALAT KERJA


Pengawasan yang dilakukan dalam menggunakan alat kerja serta penyediaan alat-alat
kesehatan untuk mendukung keamanan penggunaan alat kerja dilakukan melalui cara-
cara di bawah ini.
1. Pekerja harus dilatih dan didik untuk memahami bahaya yang ada, cara
menghindarinya, dan cara menggunakan alat-alat keselamatan.
2. Sarung tangan, kacamata, dan pakaian pelindung harus digunakan saat bekerja.
3. Air untuk mandi dan cuci mata harus cukup tersedia, terutama untuk membersihkan
bahaya korosif.
4. Pakaian pelindung yang digunakan harus dicuci tiap hari.
5. Unit operasi yang tidak memungkinkan ventilasi keluar memerlukan masker yang
dialiri udara atau masker gas. Masker tersebut digunakan untuk keperluan darurat, yaitu
jika bahan¬bahan yang sangat berbahaya sedang diolah.
6. Pekerja yang mengolah bahan diwajibkan mencuci tangan sebersih-bersihnya
sebelum merokok, minum, atau makan.
7. Pekerja wajib melapor untuk diperiksa pada saat kejadian kecelakaan pertama.

I. USAHA KESEHATAN KERJA YANG BAIK


Usaha kesehatan kerja yang bail: dilakukan melalui tahapan-tahapan berikut ini.
1. Pekerja yang bekerja pada unit berbahaya diperiksa kesehatannya secara berkala
setiap 6 sampai 1 tahun sekali. Caranya adalah dengan melakukan skrining yang
disesuaikan dengan jenis/bahan industri yang digunakan. Misalnya pada industri yang
menggunakan bahan nitrogliserin yang berfungsi sebagai vasodilator pada pasien
penyakit jantung. Bila pekerja bekerja terus-menerus di tempat tersebut, maka
jantungnya juga dapat mengalami vasodilatasi dan menderit a keluhan yang sama
dengan penderita jantung. Tim medis harus berhati-hati dalam mendiagnosis dan harus
dapat membedakan antara penyakit jantung dan penyakit akibat kerja di industri. Selain
itu, pemeriksaan khusus juga harus dilakukan pada orang-orang tertentu misalnya pada
wanita, anak-anak, orang lanjut, atau yang sudah pernah kena kasus.
2. Alat-alat atau bahan harus diperiksa tiap mingggu atau bulan untuk menilai bahaya
yang mungkin timbul.
3. Pemeriksaan kesehat an sebelum kerja pada calon pegawai baru untuk mengetahui
kemungkinan adanya penyakit pernapasan menahun, ginjal, dan lainnya.

J. ILMU KESEHATAN KERJA (OCCUPATIONAL HEALTH)


Tujuan utama ilmu kesehatan kerja adalah untuk meningkatkan produktivitas kerja,
yang meliputi: pencegahan penyakit, pencegahan kelelahan kerja, dan lainnya.
Terdapat tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam pencegahan dan pengobatan
untuk pemenuhan kebutuhan kesehatan industri.
1. Hubungan antara pekerjaan dan kesehatannya (relationship of work to health).
2. Efek dari pekerjaan terhadap pekerjanya (effects of work up on the worker), efek
meningkatnya kebutuhan dasar, dan efek meningkatnya kebutuhan hidup pekerja.
3. Masalah kesehatan pada pekerjaan (health problem at work).

Tugas keperawatan yang dapat dilakukan oleh perawat industri antara lain sebagai
berikut.
1. Kesehatan lingkungan kerja (hygiene of work's environment). Misalnya, lingkungan
kerja yang bagaimana yang sesuai dengan pekerjaannya.
2. Kesehatan pekerja (occupational health), terutama penyakit akibat kerja dengan
tujuan untuk mencegah, mendiagnosis, dan merehabilitasi penyakit akibat kerja.
3. Keselamatan kerja (safety of work).
Tujuan dari keperawatan industri adalah kesehatan pekerja (workers health),
keselamatan pekerja (workers safety ), dan kesejahteraan pekerja (workers welfare),
sehingga tujuan utama dalam keperawatan industri dapat terwujud, yaitu status
kesehatan kerja tinggi (high health status) dan produktivitasnya tinggi (high
productivity). Para pekerja merupakan orang yang berada dalam keadaan risiko atau
berbahaya.
Kebutuhan yang diperhatikan dalam kesehatan kerja yang dapat menimbulkan risiko
antara lain adalah kebutuhan fisik, kebutuhan kimia, kebutuhan biologi, dan kebutuhan
sosial.
K. PENYAKIT AKIBAT KERJA
Definisi penyakit akibat kerja yaitu penyakit/gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh
pekerjaannya atau diperoleh pada masa/waktu melakukan pekerjaan (pada masyarakat
umum biasanya tidak terkena).
Penyebab penyakit akibat kerja antara lain:
1. Faktor fisik: kebisingan, suhu, kelembapan udara, kecepatan angin, getaran, radiasi,
tekanan udara, dan lain-lain.
2. Faktor kimia: gas, uap debu, fume, mist, dan asap.
3. Faktor biologis: bakteri, virus, jamur, cacing.
4. Faktor fisiologis: sikap dan cara kerja, jam kerja, istirahat, shift, lembur.
5. Faktor mental psikologis: suasana kerja, hubungan antara pekerja, dan pengusaha.
Persoalan dalam mendiagnosis penyakit akibat kerja adalah gambarannya hampir
sama dengan penyakit umum, inkubasi lama, sarana bantu diagnostik kurang, dan
kurangnya petugas kesehatan. Upaya untuk memantau kesehatan pekerja antara lain:
1. Pemeriksaan melalui skrining (sebelum dipekerjakan).
2. Menjalankan program hidup sehat dengan cara anti rokok, olahraga, menurunkan
stres,
3. memakan makanan sehat, dan menurunkan berat badan (bagi yang overweight).
Investigasi adanya bahaya yang ditujukan pada kasus CHD, yang meningkat pada
kelompok¬kelompok tertentu, riwayat chest pain, penemuan infark baru atau
pembuntuan koroner, dan hubungan paparan kerja dengan faktor predisposisi lain
(seperti usia, seks, dan cuaca).
L. KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)
Upaya yang dilakukan untuk menjaga kesejahteraan pekerja adalah dengan cara
menerapkan manajemen K3 dengan mencari dan mengungkapkan kelemahan
operasional yang memungkinkan terjadinya kecelakaan.
Pada mesin; seperti peralatan dan bahan (keadaan mesin yang rusak, licin, longgar,
kasar, dan tajarn); kondisi pengaman mesin (kegiatan dengan kecepatan berbahaya,
tidak memanfaatkan perlengkapan, bekerja pada peralatan yang bergerak/berbahaya);
kondisi alat-alat kerja; dan kondisi bahan. Karyawan, yang meliputi: kondisi mental dan
fisik, kebiasaan kerja (baik dan aman), penggunaan APD.
Tata cara kerja, yang meliputi: prosedur kerja yang benar, protap untuk kegiatan yang
berulang, dan kebiasaan bekerja menurut petunjuk manual. Pencegahan kecelakaan
kerja dengan memerhatikan pada aspek manusia dan aspek peralatan. Aspek manusia
(tenaga kerja) harus memenuhi beberapa syarat, yaitu terampil sesuai jenis
pekerjaannya.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Higiene perusahaan, merupakan spesialisasi dalam ilmu higiene beserta praktiknya
dengan mengadakan penilaian pada faktor penyebab penyakit dalam lingkungan kerja
dan perusahaan melalui pengukuran yang hasilnya digunakan untuk koreksi lingkungan
perusahaan, dengan menitikberatkan pada pencegahan agar pekerja dan masyarakat
terhindar dari bahaya akibat kerja.
Kesehatan kerja, merupakan bidang khusus ilmu kesehatan yang ditujukan kepada
masyarakat pekerja dan sekitar perusahaan agar memperoleh derajat kesehatan
setinggi-tingginya, baik fisik, mental, maupun sosial.
Higiene dan kesehatan kerja digunakan sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan
dan kesejahteraan tenaga kerja yang setinggi-tingginya serta sebagai alat untuk
meningkatkan produksi yang berlandaskan pada meningkatkan efisiensi dan daya
produktivitas faktor manusia dalam produksi.

DAFTAR PUSTAKA

Mubarak, Wahid Iqbal & Chayatin, Nurul.Ilmu Keperawatan komunitas I. Jakarta:


Salemba Medika.2009

KECELAKAAN AKIBAT KERJA DI INDUSTRI


Oleh:
Kharisma Yanuar Ramadlan
NIM: 15518241018
Pend. Teknik Mekatronika
Universitas Negeri Yogyakarta
ABSTRAK
Keselamatan dan Keseshatan Kerja (K3) merupakan hal yang wajib diketahui oleh para pekerja
dalam menjalankan pekerjaannya. Keselamatan dan Kesehatan Kerja berfungsi sebagai acuan atau
pedoman bagi para pekerja agar tidak menjumpai hal-hal yang tidak pekerja inginkan.
Cara agar diri pekerja sendiri bisa aman dari ancaman bahaya saat mereka melakukan
pekerjaannya sering menjadi masalah yang umum.
Salah satu bagian penting yang harus diperhatikan dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja yaitu
Kecelakaan Akibat Kerja (KAK). Dengan tahu dan paham apa itu Kecelakaan Akibat Kerja, para
pekerja dapat melakukan aktivitasnya dengan baik dan memperhatikan potensi bahaya yang dapat
terjadi. Sehingga para pekerja dapat mengantisipasi hal-hal tersebut sejak dini.
Kecelakaan Akibat Kerja dapat disebabkan oleh berbagai potensi bahaya yang berasal dari
berbagai aspek pula, mulai dari peralatannya (benda mati) hingga penggunanya (makhluk hidup). Jika
potensi bahaya tersebut benar-benar terjadi, akibatnya dapat mulai dari hanya lecet hingga terjadinya
kematian dari pekerja tersebut.
Oleh sebab itu, K3 dan KAK merupakan hal penting yang harus tertanam di diri masing-masing
pekerja agar dapat bekerja secara semestinya.

Kata kunci : K3, KAK, Kecelakaan, Bahaya, Kerja


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kecelakaan merupakan suatu hal yang tidak terduga dan kurang dapat diperkirakan. Tingkat parah
tidaknya dari kecelakaan tersebut pun juga tidak terduga dan kurang dapat diperkirakan. Kecelakaan
Akibat Kerja yaitu suatu kejadian yang tidak dapat diduga yang dapat menyebabkan berbagai
kerugian mulai dari korban jiwa, cacat, luka, kerusakan, sampai dengan pencemaran. Kecelakaan
Akibat Kerja yaitu kecelakaan yang berhubungan dengan kerja, terjadi karena adanya suatu pekerjaan
atau karena melakukan suatu pekerjaan. Kecelakaan Akibat Kerja sering terjadi dilingkungan
pekerjaan tidak resmi atau non-formal. Hal tersebut menunjukkan betapa pentingnya keselamatan
dalam melakukan pekerjaan, walaupun pekerjaan tersebut kurang atau bahkan tidak diperhatikan oleh
pemerintah sekitar.
Kita sendiri dapat melihat, bagaimana kurang diperhatikannya K3 dalam melakukan suatu
pekerjaan. Berbagai contoh dapat kita temukan di lingkungan sekitar kita, misalnya saja ketika ada
pembangunan rumah atau gedung diperkotaan, bisa dilihat para pekerjanya (dan orang yang
bersangkutan lainnya) kurang memperhatikan apa itu K3. Tidak digunakannya alat keselamatan kerja,
atau bahkan mereka tidak memiliki dan tidak tahu apa saja alat keselamatan kerja. Hanya
menggunakan kaos, topi, dan sandal dalam bekerja tidak menjamin bahwa mereka aman dalam
melakukan pekerjaan pembangunan tersebut.
Mengapa itu bisa terjadi? Padahal kita tahu apa itu bahaya dan cara mengantisipasinya. Didukung
dengan pengetahuan K3, kita dapat memaksimalkan kerja kita dan meminimalisir kecelakaan yang
dapat terjadi tanpa diduga.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan diatas, dapat dirumuskan beberapa masalah
sebagai berikut:

1. Apa itu Kecelakaan Kerja?


2. Apa saja jenis-jenis Kecelakaan Kerja?
3. Apa saja faktor penyebab Kecelakaan Kerja?
4. Apa saja Undang-undang yang mengatur K3 terutama tentang Kecelakaan Kerja?
5. Bagaimana peran JAMSOSTEK terhadap Kecelakaan Kerja?
6. Bagaimana cara mencegah terjadinya Kecelakaan Kerja?

C. Tujuan
Tujuan dari pembahasan ini yaitu memberikan pengetahuan lebih tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) terutama pada kecelakaan kerja. Diharapkan setelah membaca pembahasan
ini pembaca dapat menanamkan nilai-nilai K3 dengan baik sehingga ketika melakukan suatu
pekerjaan dapat meminimalisir atau bahkan menghilangkan potensi bahaya yang bisa saja terjadi.
Dengan memahami K3 maka tujuan dari adanya K3 juga akan tercapai.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kecelakaan Kerja
Kecelakaan Kerja memiliki arti yang cukup luas, sehingga pemahaman tiap-tiap orang akan
berbeda-beda. Tetapi walau akan berbeda dalam pemahamannya, hakekatnya aka tetap satu inti.
Menurut Departemen Ketenagakerjaan (1999: 4), “Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak
diduga semula dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas
dan dapat menimbulkan kerugian baik korban manusia dan atau harta benda”.
Menurut Peraturan 03/Men/1994 Bab 1 Pasal 1 Butir 7 mengenai program JAMSOSTEK,
”Kecelakaan kerja adalah kecelakaan berhubung dengan hubungan kerja , termasuk penyakit yang
timbul karena hubungan kerja demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari
rumah menuju tempat kerja dan pulang ke rumah melalui jalan biasa atau wajar dilalui”.
Menurut Didi Sugandi (2003: 171), “Kecelakaan kerja ( accident ) adalah suatu kejadian
atauperistiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak hartabenda atau
kerugian terhadap proses.”
Pengertian dari kecelakaan akibat kerja juga tertera dalam Pasal 1 angka 14 Undang-Undang No.
40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) yang berbunyi “Kecelakaan kerja
adalah kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja, termasuk kecelakaan yang terjadi dalam
perjalanan dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya, dan penyakit yang disebabkan oleh
lingkungan kerja.”
Selain yang telah dituliskan diatas, masih ada lagi peraturan yang membahas tentang pengertian
dari kecelakaan kerja. Salah satunya yaitu Pasal 1 angka 6 Undang-Undang No. 3 Tahun 1992
tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (UU JAMSOSTEK) yang berbunyi “Kecelakaan kerja adalah
kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena
hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah
menuju tempat kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui.”
Berdasarkan beberapa pengertian tentang kecelakaan kerja diatas, dapat diambil pengertian dari
Kecelakaan Kerja, yaitu kecelakaan yang berhubungan dengan segala kegiatan kerja yamg dimana
kecelakaan tersebut bersifat tidak terduga dan tentu tidak dikehendaki, termasuk kecekalakaan kerja
mulai dari berangkat menuju tempat kerja, ketika di tempat kerja, dan perjalanan pulang dari tempat
kerja. Kecelakaan kerja tersebut mengakibatkan kerugian harta benda, korban jiwa, atau bahkan
pencemaran.
Kecelakaan kerja dapat terjadi ketika berangkat menuju tempat kerja, saat di tempat kerja, atau
ketika pulang dari tempat kerja. Maka dari hal itu rasio dari akibat kecelakaan kerja dapat berupa
kerugian yang bersifat individu atau kelompok. Kerugian yang dihasilkan pun bisa berbagai macam,
bisa berupa kerugian harta benda, korban jiwa diri sendiri, korban jiwa orang lain, atau bahkan
merusak lingkungan sekitar yang disebabkan oleh pencemaran.
Kecelakaan kerja disebabkan oleh berbagai potensi bahaya, yang biasanya berupa overload atau
beban/sumber yang ada melebihi batas wajar sehingga menjadi sebuah potensi bahaya. Selain
overload, potensi bahaya yang umum adalah penempatan barang atau objek yang tidak sesuai
dengan tempatnya, terutama pada pekerjaan pembangunan, pertambangan, dan elektrikal.
Dari pengertian Kecelakaan Kerja diatas, ada hal-hal yang harus diperhatikan tentang Kecelakaan
Kerja. Hal-hal tersebut yaitu:

1. Kecelakaan Akibat Kerja merupakan hal yang tidak terduga dan tidak dikehendaki.
2. Kecelakaan Akibat Kerja dapat menyebabkan kerugian harta benda ataupun korban jiwa.
3. Kecelakaan Akibat Kerja biasanya terjadi karena adanya overload atau penempatan objek
yang tidak sesuai semestinya.

Secara garis besar, Kecelakaan Kerja disebabkan oleh dua faktor. Faktor tersebut dikelompokan
berdasarkan cara perlakuannya. Kedua faktor tersebut yaitu:

1. Unsafe Condition (Kondisi Tidak Aman)

Dengan kondisi kerja yang tidak aman dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Biasanya penyebab
kondisi tidak aman ini dapat berasal dari keadaan mesin, perlatan, dan/atau bahan baku yang tidak
sesuai semestinya, lingkungan kerja yang tidak diperhatikan oleh pekerja, proses kerja yang tidak
sesuai dengan aturan, dan/atau sifat kerja yang tidak bertanggung jawab dan disiplin.

2. Unsafe Action (Perlakuan yang Tidak Aman)

Kecelakaan kerja juga dapat terjadi karena perlakuan yang tidak aman oleh para pekerja dan orang
lain disekitar lingkungan kerja. Perlakuan tidak aman ini biasanya bersumber dari kurangnya
pengetahuan dan keterampilan dari para pekerja dalam melakukan pekerjaannya, karakteristik fisik
dari para pekerja yang kurang sesuai, karakteristik mental dan psikologis dari para pekerja, sikap
dan/atau tingkah laku yang kurang sesuai dan tidak aman.
Banyak sekali teori-teori yang membicarakan tentang penyebab kecelakaan kerja ini. Diambil
beberapa teori penyebab kecelakaan kerja yang tertulis dibawah ini:

1. Teori Heinrich

Teori Heinrich ini lebih sering dikenal dengan teori Domino karena menurut Heinrich kecelakaan
dapat terjadi dari suatu rangkaian kejadian yang saling terikat atau saling berhubungan. Menurut
Ridley (1986) ada lima faktor yang terkait dan ada dalam rangkaian kejadian tersebut, faktor-faktor
tersebut yaitu: lingkungan, kesalahan manusia, perbuatan atau kondisi yang tidak aman, kecelakaan,
dan cedera atau kerugian.

2. Teori Multiple Causation

Teori Multiple Causation ini berdasarkan kenyataan yang berupa penyebab dari kecelakaan tidak
hanya satu sebab, melainkan beberapa sebab. Penyebab-penyebab tersebut bisa dikatakan mewakili
perbuatan yang tidak aman dari para pekerja, kondisi dan/atau situasi yang tidak aman. Dalam teori
ini penyebab-penyebab kecelakaan kerja yang mungkin tersebut masih bisa dan layak untuk diteliti
lebih lanjut lagi.

3. Teori Gordon

Gordon (1949), pencetus dari teori ini mengemukakan bahwa kecelakaan merupakan akibat dari
korban kecelakaan, perantara terjadinya kecelakaan, dan lingkungan yang kompleks, yang dimana
tiap faktor tersebut tidak dapat diertimbangkan secara individu atau hanya satu saja, melainkan ketiga
faktor tersebut harus dipertimbangkan. Untuk mengetahui penyebab dari kecelakaan kerja, diperlukan
informasi yang detail mengenai karakteristik korban kecelakaan, perantara terjadinya kecelakaan, dan
karakteristik lingkungan yang mendukung harus diketahui dalam melakukan pertimbangan dengan
ketiga faktor tadi.

4. Teori Domino Baru

Teori Domino terdahulu, Teori Henrich, kemudian dikembangkan ulang oleh Widnerdan Bird dan
Loftus agar teori Domino dapat memperlihatkkan pengaruh dari manajemen dalam mengakibatkan
masalah atau kecelakaan kerja. Mulai dari tahun 1969, berkembanglah teori baru yang mengatakan
bahwa penyebab kecelakaan kerja disebabkan oleh kesetimpangan atai kekurang sesuainya
manajemen yang berlaku. Teori tersebutlah yang merupakan pengembangan oleh Widnerdan dan
Loftus hingga dikenal dengan teori Domino Baru.

5. Teori Reason

Menurut Reason (1995, 1997), kecelakaan kerja terjadi karena adanya “lubang” dalam sistem
pertahanan. Sistem pertahanan yang dimaksdukan disini dapat berupa pelatihan-pelatihan, prosedur,
atau peraturan yang membicarakan keselamatan kerja. “Lubang” tersebut bisa dikarenakan oleh para
pekerja yang tidak memperhatikan atau bahkan tidak mengikuti pelatihan, prosedur, atau peraturan
tersebut.

6. Teori Frank E. Bird Petersen

Teori ini menelusuri lebih dalam tentang penyebab kecelakaan. Frank E. Bird Petersen
memodifikasi teori Domino Henrich dengan menggunakan teori manajemen. M Sulaksmono (1997)
menerangkan inti dari teori Frank E. Bird Petersen ini menjadi beberapa poin, yaitu:

1. Kurangnya kontrol manajemen dalam melaksanakan pekerjaan


2. Sumber penyebab utama kecelakaan
3. Gejala penyebab kecelakaan secara langsung (praktik dibawah standar)
4. Kontak peristiwa kecelakaan (kondisi dibawah standar)
5. Kerugian gangguan (tubuh maupun harta benda)

Dengan penjabaran pengertian kecelakaan kerja diatas, dapat disimpulkan ulang bahwa
kecelakaan akibat kerja yaitu kejadian yang tidak terduga dan tidak dikehendaki, yang disebabkan
oleh berbagai hal, dan menimbulkan berbagai kerusakan atau kerugian yang dapat berupa luka,
cacat, korban jiwa, kerusakan alat, dan/atau bahkan pencemaran lingkungan. Penyebab dari
kecelakaan itu sendiri pun dapat bersumber dari diri para pekerja sendiri atau kondisi lingkungan
tempat para pekerja melakukan kegiatan bekerjanya.

B. Jenis-jenis Kecelakaan Kerja


Dikutip dari Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), kecelakaan kerja dapat digolongkan
menjadi empat klasifikasi. Keempat klasifikasi tersebut yaitu klasifikasi kecelakaan kerja menurut
jenisnya, klasifikasi kecelakaan kerja menurut penyebabnya, klasifikasi kecelakaan kerja menurut sifat
luka atau kelainan yang dialami, dan klasifikasi kecelakaan kerja menurut letak kelainan atau letak
luka ditubuh korban.

1. Klasifikasi kecelakaan kerja menurut jenisnya

Jenis-jenis kecelakaan kerja dalam klasifikasi ini bisa berupa terjatuh, terpeleset, tertimpa benda,
tertumbuk, tertabrak, terjepit, gerak yang melebihi batas wajar, efek dari suhu sekitar yang tidak wajar,
tersengat arus listrik tegangan tinggi, terkena radiasi bahan B3, terjadinya kontak dengan bahan B3,
dan lain-lain.

2. Klasifikasi kecelakaan kerja menurut penyebabnya

Klasifikasi kecelakaan kerja menurut penyebabnya bisa berupa sebab dari benda hidup, benda
mati, bahan baku, mesin, bahan-bahan B3, lingkungan, dan/atau alat angkut. Sebagai contoh
penyebab berupa mesin adalah mesin pembangkit tenaga listrik. Penyebab berupa alat angkut adalah
transportasi pengangkut bahan yang tidak sesuai dengan standar yang semestinya. Penyebab yang
berasal dari benda hidup bisa berupa dari manusia itu sendiri, hewan disekitar kita, atau
tanaman/tumbuhan yang ada.

3. Klasifikasi kecelakaan kerja menurut sifat luka atau kelainan yang dialami.

Klasifikasi kecelakaan kerja ini diambil dari akibat yang timbul setelah kecelakaan kerja terjadi dan
berupa luka atau kelainan. Luka atau kelainan yang sering terjadi setelah adanya kecelakaan kerja
yaitu patah tulang, amputasi, luka-luka, lecet, memar, keseleo, kram, keracunan, dan/atau mutasi
(efek radiasi).

4. Klasifikasi kecelakaan kerja menurut letak luka atau letak kelainan di tubuh korban

Klasifikasi kecelakaan kerja ini diambil dari letak luka atau kelainan yang ada di tubuh pasca
kecelakaan kerja terjadi. Letak luka atau kelainan ini bisa di bagian kepala, bagian leher, bagian dada,
bagian lengan, bagian kaki, berbagai tempat, letak lain yang tidak bisa disebutkan, dan/atau bahkan
diseluruh tubuh dari korban.
Secara garis besar, kecelakaan akibat kerja dibagi menjadi dua golongan yang sangat mendasar.
Kedua golongan tersebut yaitu kecelakaan industri dan kecelakaan dalam perjalanan. Kecelakaan
industri (Industrial Accident) adalah kecelakaan yang terjadi di tempat kerja yang dikarenakan adanya
sumber atau potensi bahaya. Kecelakaan dalam perjalanan (Community Accident) adalah kecelakaan
yang terjadi diluar tempat kerja atau ketika perjalanan menuju ke tempat kerja, dimana kecelakaan
tersebut masih berhubungan dengan pekerjaan tersebut.
C. Faktor Penyebab Kecelakaan Akibat Kerja
Dilihat dari kenyataan yang ada, faktor utama penyebab kecelakaan kerja hanyalah terbagi menjadi
dua, yaitu faktor manusia dan faktor fisik. Kedua faktor tersebut ada dalam masalah pokok dari
kecelakaan kerja itu sendiri. Permasalahan pokok tersebut yaitu:

1. Kecelakaan kerja yang merupakan akibat langsung dari pekerjaan (PAK)


2. Kecelakaan kerja yang terjadi pada saat pekerjaan tersebut berlangsung (PAHK)

Kedua ruang lingkup permasalahan pokok diatas dapat diperluas lagi, perluasan tersebut berupa
cakupan kecelakaan-kecelakaan yang terjadi ketika perjalanan dari atau ke tempat kerja. Jadi, ketika
dalam perjalanan tersebut pekerja mengalami kecelakaan lalu lintas misalnya, kecelakaan tersebut
juga digolongkan sebagai kecelakaan kerja.
Secara detail, faktor-faktor penyebab kecelakaan akibat kerja dijelaskan dibawah ini. Faktor
tersebut berupa sistem manajemen, faktor manusia, faktor lingkungan, faktor pemerintah, faktor
teknologi, faktor sosial, dan faktor ekonomi.

1. Sistem Manajemen
Sudah seharusnnya sistem manajemen sebelum, saat, dan setelah pekerjaan dilakukan itu sangat
diperhatikan. Kesalahan atau penyimpangan dari sistem manajemen bisa juga menyebabkan
kecelakaan akibat kerja. Contoh penyimpangan sistem manajemen yaitu sikap atau tindakan yang
tidak memperhatikan manajemen K3, organisasi atau struktur pengurus yang lemah, koordinasi
sistem pendidik yang kurang diperhatikan, ketidak jelasan prosedur kerja atau SOP, kurangnya sistem
pengawasan dan pemeliharaan, sistem penerangan yang kurang diperhatikan, tidak dilaporkannya
kelainan atau kecelakaan kerja yang terjadi, tidak adanya standar dalam melakukan pekerjaan, tidak
dilakukannya dokumentasi dan penanggulangan bahaya dengan semestinya, dan tidak
diperhatikannya ergonomi.
Ketika penyimpangan-penyimpangan diatas dilakukan salah satunya (atau bahkan semuanya), hal
ini dapat memancing potensi bahaya yang pada akhirnya akan menyebabkan kecelakaan akibat kerja.
Sehingga sistem manajemen harus sangat diperhatikan.

2. Faktor Manusia

Faktor kedua yang menyebabkan kecelakaan kerja bisa terjadi yaitu faktor manusia. Manusia
dianggap sering sekali melakukan hal-hal tertentu atau memiliki tingkah laku yang dapat
menyebabkan bahaya bagi dirinya sendiri atau lingkungan sekitar. Tingkah laku yang dimaksud dapat
berupa tingkah laku yang ceroboh, tidak teliti, lengah, acuh terhadap lingkungan, melakukan
penyimpangan tindakan, dan lain sebagainya. Tindakan-tindakan tersebut biasanya disebabkan oleh
hal-hal berikut:

1. Ketidakserasian atau ketidakcocokan manusia dengan lingkungan kerja, biasanya dengan


mesin yang ia hadapi.
2. Kurangnya pengetahuan atau keterampilan, biasanya tidak memperhatikan ketika penyuluhan
berlangsung.
3. Fisik dan mental yang kurang sesuai dengan keadaan pekerjaan.
4. Kurangnya motivasi dan/atau kesadaran dalam bekerja.

Pelaku dibalik faktor manusia tidak hanya dari sisi pekerjanya saja, pelaku faktor manusia ini juga
bisa dari sisi perencana atau arsitektur, sisi pelaksana atau kontraktor, sisi pengadaan atau supplier,
sisi teknisi atau ahli mesin, dan sisi dokter atau medikal.

3. Faktor Lingkungan

Faktor penyebab kecelakaan berikutnya yaitu faktor lingkungan. Kondisi lingkungan yang tidak
sesuai dengan yang seharusnya tentu dapat memicu kecelakaan kerja. Ketidaksesuaian kondisi yang
bersifat mikro maupun makro, keduanya dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Sebagai contoh,
kondisi yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja adalah seperti berikut:

1. Tata ruang yang tidak ergonomi


2. Keadaan bising yang ada dan/atau timbul di lingkungan kerja
3. Alur kerja yang tidak sesuai dengan SOP
4. Penempatan bahan yang tidak sesuai tempatnya, berlaku juga untuk penempatan limbah sisa
pekerjaan
5. Alat kerja yang tidak dalam kondisi siap pakai atau prima
6. Instalasi listrik yang terkadang terabaikan
7. Tidak diperhatikannya tekanan dari alat
8. Menggunakan bahan kimia yang tidak seharusnya
9. Penyulutan api yang tidak pada tempat dan waktu yang sesuai; dan lain-lain.
4. Pemerintah

Kenapa pemerintah juga dimasukkan ke dalam faktor penyebab kecelakaan akibat kerja? Yang
dimaksud pemerintah disini bukan tindak langsung dari para personil pemerintah melainkan kebijakan
atau peraturan yang dibuat oleh pemerintah yang meliputi berbagai bidang. Contohnya:

 Di bidang pendidikan, apakah K3 mendapat perhatian khusus? Misalnya dimasukkannya dan


diwajibkannya materi K3 ke dalam kurikulum, sehingga para lulusan ketika mulai memasuki
dunia kerja sudah tahu dan paham pentingnya K3.
 Di bidang politik, bagaimana peran organisasi perburuhan? Sejauh mana tindakan mereka
dalam memperjuangkan perlindungan bagi para pekerja dan pegawai.
 Di bidang hukum, bagaimana peraturan perundang-undangan mengenai K3? Sudahkah
dilakukan dan diterapkan dengan baik dan benar.

Sebagaimana ketiga contoh diatas, peran pemerintah juga mempengaruhi terjadi tidaknya
kecelakaan akibat kerja. Misalkan ketiga contoh diatas sangat diperhatikan oleh pemerintah, maka
kecelakaan akibat kerja bisa diminimalisir atau bahkan bisa saja menghilang dan tentu akan menjadi
sebuah prestasi tersendiri bagi perusahaan dan pemerintah jika sebuah pekerjaan memiliki nilai nol
kecelakaan akibat kerja.

5. Teknologi

Teknologi juga bisa menjadi penyebab dari kecelakaan akibat kerja. Ketika muncul inovasi
teknologi baru dimana hal tersebut masih terlalu awam bagi para pekerja, sosialisasi tentang teknologi
baru itu harus diperhatikan sekali atau kecelakaan kerja bisa terjadi. Sehingga dalam menyikapi faktor
teknologi, harus ada pengkajian dan penelitian lanjut tentang perkembangan tekonologi yang makin
pesat belakangan ini guna menekan angka kecelakaan kerja.

6. Sosial

Lembaga-lembaga sosial dalam sektor ketenagakerjaan, seperti misalnya agen asuransi harus
sembari memberikan penjelasan pentingnya K3 dalam bekerja. Mereka berperan menjaga atau
melindungi konsumen mereka beserta bahan baku dan/atau barang hasil produksi mereka.

7. Ekonomi

Kondisi ekonomi yang terkadang terasa berat di berbagai sisi memaksa para pekerja bekerja di
lingkungan yang serba tertekan sehingga perasaan tertekan tersebut menyebabkan lingkungan kerja
yang tidak kondusif dan aman.
Dari berbagai faktor penyebab kecelakaan akibat kerja yang ada, tidak boleh hanya satu atau dua
faktor saja yang diperhatikan. Untuk menghindari kecelakaan akibat kerja, semua faktor harus seraya
diperhatikan dan dilaksanakan demi tercapainya tujuan dari K3.

Anda mungkin juga menyukai