Anda di halaman 1dari 19

MATA KULIAH : KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)

SUMBER KECELAKAAN DI LABORATORIUM, PENYAKIT


AKIBAT KERJA DAN PENYAKIT AKIBAT HUBUNGAN KERJA

OLEH
LILIS DESTRIANTI
NIM. 714203182012

PRODI D-IV ANALIS KESEHATAN


JURUSAN ANALIS KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR
2019
PENDAHULUAN

Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun

2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang

ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang

harus dipenuhi oleh seluruh negara, anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk

mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja

Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat

Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku

sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta

memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Pelaksanaan Kesehatan dan

Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat

kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi

dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya

dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja

menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi

juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang

pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas. Penyakit Akibat Kerja (PAK)

dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan di

Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan

penyakit akibat kerja dibeberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan

kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena

kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang

memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan

alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia.


Pengembangan Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Laboratorium merupakan upaya

kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga,

masyarakat dan lingkungan disekitarnya. Diantara sarana kesehatan, Laboratorium

Kesehatan merupakan suatu institusi dengan jumlah petugas kesehatan dan non

kesehatan yang cukup besar. Kegiatan laboratorium kesehatan mempunyai risiko

berasal dari factor fisik, kimia, ergonomi dan psikososial. Variasi, ukuran, tipe dan

kelengkapan laboratorium menentukan kesehatan dan keselamatan kerja. Seiring

dengan kemajuan IPTEK, khususnya kemajuan teknologi laboratorium, maka risiko

yangdihadapi petugas laboratorium semakin meningkat. Petugas laboratorium

merupakan orang pertama yang terpajan terhadap bahan kimia yang merupakan bahan

toksis dan korosif, mudah meledak dan terbakar serta bahan biologi. Selain itu dalam

pekerjaannya menggunakan alat-alat yang mudah pecah, berionisasi dan radiasi serta

alat-alat elektronik dengan voltase yang mematikan, dan melakukan percobaan dengan

penyakit yang dimasukan ke jaringan hewan percobaan. Oleh karena itu penerapan

budaya “aman dan sehat dalam bekerja” hendaknya dilaksanakan pada semua Institusi

di Sektor Kesehatan termasuk Laboratorium Kesehatan.


PEMBAHASAN

Laboratorium Kesehatan adalah sarana kesehatan yang melaksanakan pengukuran,

penetapan dan pengujian terhadap bahan yang berasal dari manusia atau bahan yang bukan

berasal dari manusia untuk penentuan jenis penyakit, penyebab penyakit, kondisi kesehatan

dan faktor yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan perorangan dan masyarakat.

Untuk dapat menerapkan K3 yang baik, fasilitas laboratorium harus memenuhi beberapa

persyaratan berikut ini:

1. Harus mempunyai sistem ventilasi yang memadai agar sirkulasi udara berjalan lancar.

2. Harus mempunyai alat pemadam kebakaran terhadap bahan kimia yang berbahaya yand di

dipakai.

3. Harus menyediakan alat pembakar gas yang terbuka untuk menghindari bahaya kebakaran.

4. Meja yang digunakan harus diberi bibir untuk menahan tumpahan larutan yang

mudah terbakar, korosif dan melindungi tempat yang aman dari bahaya kebakaran

5. Menyediakan dua buah jalan keluar untuk keluar dari kebakaran dan terpisah sejauh

mungkin.

6. Tempat penyimpanan di laboratorium di desain untuk mengurangi sekecil mungkin risiko

oleh bahan-bahan berbahaya dalam jumlah besar.

7. Harus tersedianya alat Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K).

8. Kesiapan menghindari panas sejauh mungkin dengan memakai alat pembakar gas yang

terbuka untuk menghindari bahaya kebakaran.

9. Untuk menahan tumpahan larutan yang mudah terbakar dan melindungi tempat yang aman

dari bahaya kebakaran dapat disediakan bendung talam.


1.1. Sumber Terjadinya Kecelakaan Di Laboratorium

Kecelakaan kerja dapat terjadi kapan saja dan dimana saja yang dapat menimpa setiap pekerja.

Kecelakaan kerja mengakibatkan kerugian baik bagi pekerja dan pihak yang mempekerjakan.

Oleh karena itu perlu dilakukan identifikasi kecelakaan kerja guna mencegah terjadinya

kecelakaan kerja tersebut. Melalui identifikasi bahaya kerja maka akan meminimalkan bahkan

mencegah bahaya melalui pengendalian bahaya kerja yang dilakukan sesuai hasil analisa

identifikasi bahaya kerja. Agar tindak lanjut penangan dari hasil identifikasi lebih maksimal

maka perlu dilakukan juga suatu penilaian risiko. Penilaian resiko adalah metode sistematis

dalam melihat aktivitas kerja, memikirkan apa yang dapat menjadi buruk, dan memutuskan

kendali yang cocok untuk mencegah terjadinya kerugian, kerusakan, atau cidera di tempat

kerja. Penilaian ini harus juga melibatkan pengendalian yang diperlukan untuk menghilangkan,

mengurangi atau meminimalkan resiko

Selain itu terjadinya kecelakaan kerja disebabkan karena dua golongan. Golongan pertama

adalah faktor mekanis dan lingkungan (unsafe condition), sedangkan golongan kedua adalah

faktor manusia (unsafe action). Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa

faktor manusia menempati posisi yang sangat penting terhadap kecelakaan kerja yaitu antara

80-85% (Soyuno, 2013).

Terjadinya kecelakaan dapat disebabkan oleh banyak hal, tetapi dari analisis terjadinya

kecelakan menunjukkan bahwa hal-hal berikut adalah sebab-sebab terjadinya kecelakan kerja

di labolatorium:

1. Kurangnya pengetahuan dan pemahaman tentang bahan-bahan kimia dan proses-proses

serta perlengkapan atau peralatan yang digunakan dalam melakukan kegiatan


2. Kurangnya kejelasan petunjuk kegiatan labolatorium dan juga kurangnya pengawasan

yang dilakukan selama melakukan kegiatan labolatorium.

3. Kurangnya bimbingan terhadap siswa atau mahasiswa yang sedang melakukan kegitan

labolatorium.

4. Kurangnya atau tidak tersedianya perlengkapan keamanan dan perlengkapan

perlindungan kegiatan labolatorium.

5. Kurang atau tidak mengikuti petunjuk atau aturan-aturan yang semestinya harus ditaati.

6. Tidak menggunakan perlengkapan pelindung yang seharusnya digunakan atau

menggunakan peralatan atau bahan yang tidak sesuai.

7. Tidak bersikap hati-hati di dalam melakukan kegiatan.

Sumber bahaya dapat dibedakan menjadi sumber dari :

1. Perangkat/alat-alat laboratorium, seperti pecahan kaca, pisau bedah, korek api, atau
alat-alat logam.
2. Bahan-bahan fisik, kimia dan biologis, seperti suhu (panas-dingin), suara, gelombang
elektromagnet, larutan asam, basa, alkohol, kloroform, jamur, bakteri, serbuksari atau
racun gigitan serangga.
3. Proses kerja laboratorium, seperti kesalahan prosedur, penggunaan alat yang tidak
tepat, atau faktor psikologi kerja (terburu-buru, takut dan lain-lain) (Hidayati, 2011).

Kecelakaan di laboratorium dapat berbentuk 2 jenis yaitu :

1. Kecelakaan medis, jika yang menjadi korban adalah pasien.


2. Kecelakaan kerja, jika yang menjadi korban adalah petugas laboratorium itu sendiri.

1.2. Masalah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja

Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante

dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja,beban kerja dan lingkungan kerja

yang dapat merupakan beban tambahan pada pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi

maka bisa dicapai suatu derajat kesehatan kerja yang optimal dan peningkatan produktivitas.

Sebaliknya bila terdapat ketidak serasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa
penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas

kerja..

Adapun faktor- faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan dan keselamatan kerja,antara

lain :

1. Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum memuaskan.

Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30–40% masyarakat pekerja

kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan 35% kekurangan zat besi tanpa

anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak memungkinkan bagi para pekerja untuk

bekerja dengan produktivitas yang optimal. Hal ini diperberat lagi dengan kenyataan

bahwa angkatan kerja yang ada sebagian besar masih di isi oleh petugas kesehatan dan

non kesehatan yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga dalam melakukan

tugasnya mungkin sering mendapat kendala terutama menyangkut masalah PAHK

(Penyakit Akibat Hubungan Kerja ) dan kecelakaan kerja.

2. Beban Kerja sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis

beroperasi 8 - 24 jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada

laboratorium menuntut adanya pola kerja bergilir dan tugas/jaga malam. Pola kerja

yang berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya

perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat beban

kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yang masih relatif rendah,

yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secara berlebihan. Beban

psikis ini dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan stres.

3. Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi kesehatan

kerja dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja (OccupationalAccident), Penyakit Akibat

Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja(Occupational Disease & Work Related

Diseases).
2.1. Penyakit Akibat Kerja (PAK)

Kondisi lingkungan kerja, pemakaian mesin-mesin dan bahan-bahan berbahaya, zat kimia

beracun, tuntutan pekerjaan yang menimbulkan tekanan fisik dan psikis, telah menjadikan

seseorang yang bekerja berhadapan dengan kemungkinan yang makin besar terkena resiko

penyakit yang disebabkan pekerjaan dan jabatannya. Faktor bahaya di tempat kerja dapat

menyebabkan penyakit pada tenaga kerja secara langsung maupun secara tidak langsung. Selain

itu sebagai masyarakat, tenaga kerja juga dapat menderita penyakit yang didapat di luar tempat

kerja. Terdapat 2 (dua) istilah terkait dengan penyakit yang berhubungan dengan hubungan kerja

yaitu : penyakit akibat kerja (PAK) atau occupational diseases dan penyakit akibat hubungan kerja

(PAHK) atau Work related diseases.

A. Penyakit Akibat Kerja (Occupational diseases)

Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan

kerja. Definisi PAK menurut ILO tahun 1996 : ” Penyakit akibat kerja (Occupational disease)

yaitu penyakit yang diderita sebagai akibat pemajanan terhadap faktor-faktor resiko yang timbul

dari kegiatan bekerja.

Dalam peraturan perundangan di Indonesia, terdapat 2 (dua) istilah dari penyakit akibat kerja,

yaitu :

1) Permennaker No. 01/Men/1981 tentang kewajiban melapor penyakit akibat kerja :

”Penyakit akibat kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan

kerja".

2) Penyakit yang timbul karena hubungan kerja (Undang-undang No. 3 tahun 1992 tentang

Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan Keppres R.I No. 22 tahun 1993) : " Penyakit yang timbul karena

hubungan kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja".
B. Penyakit Akibat Hubungan Kerja (PAHK) atau Work related diseases

Penyakit akibat hubungan kerja(Work related diseases) atau penyakit terkait kerja, yaitu penyakit

yang dicetuskan, dipermudah atau diperberat oleh pekerjaan. Dalam hal ini faktor pekerjaan bukan

menjadi penyebab dasar, penyebab dasarnya diperoleh di luar tempat kerja sedangkan faktor di

tempat kerja hanya memperberat, atau memicu timbul/kekambuhannya, sehingga penyebabnya

sering terdiri dari beberapa faktor (multi faktor). Contoh :

1. Seorang tenaga kerja yangmemiliki faktor keturunan penyakit asma, setelah bekerja di

tempat kerja yang berdebu mengalami penyakit asmaatau mengalami kekambuhan

penyakit asma yang pernah dialami sebelumnya.

2. Seorang tenaga kerja di tempat kerja yang kebisingannya tinggi menderita tekanan darah

tinggi (hipertensi) adalah penyakit terkait kerja, bukan PAK, karena faktor penyebab

hipertensi bersifat multi faktor, sedangkan kebisingan yang tinggi hanya salah satu faktor

yang memperberat.

Dengan demikian terdapat 2 (dua) kelompok penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan yang

harus dibedakan, yaitu penyakit akibat kerja (PAK) dan penyakit terkait kerja. PAK adalah

penyakit yang secara jelas semata-mata disebabkan oleh penyebab dari pekerjaan atau lingkungan

kerja. Sedangkan penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan adalah penyakit yang penyebab

utama atau penyebab dasarnya bukan faktor pekerjaan atau lingkungan kerja, tetapi dapat

diperberat olehnya.

2.2. Faktor Penyebab Penyakit Akibat Kerja

a. Faktor fisik.

Faktor fisik misalnya karena suara yang tinggi/bising bisa menyebabkan ketulian,

temperatur/suhu yang tinggi dapat menyebabkan berbagai keluhan dan penyakit mulai dari yang

ringan sampai berat misalnya; hyperpireksi, heat cramp, heat exhaustion, heat stroke, yang hal ini
diakibatkan oleh keluarnya cairan tubuh dan elektrolit yang berlebihan dari tubuh tenaga kerja.

Faktor fisik lain adalah radiasi sinar elektromagnetik misalnya; sinar infra merah menyebabkan

katarak, ultra violet menyebabkan conjungtivitis. Tekanan udara yang tinggi menyebabkan

Caisson's Disease, penerangan mempengaruhi daya penglihatan dan getaran menyebabkan

Reynaud's disease (penyempitan pembuluh darah).

b. Faktor Kimia.

Di dalam berbagai jenis industri misalnya industri pupuk, pestisida, kertas, pengolahan

minyak, gas bumi, obat-obatan dan lain sebagainya, banyak mempergunakan bahan kimia sebagai

bahan baku maupun bahan pembantu dan atau memproduksi bahan kimia yang langsung dipakai

oleh masyarakat. Penggunaan bahan kimia tersebut berpotensi menimbulkan bahaya misalnya

kebakaran, peledakan, iritasi dan keracunan. Dilaporkan terdapat 70% penyakit akibat kerja

disebabkan oleh bahan kimia yang yang masuk melalui pernafasan, kulit maupun termakan.

Bahan kimia tersebut dapat berupa zat padat, cair, gas, uap maupun partikel. Masuknya bahan

kimia ke dalam tubuh dapat secara akut maupun kronis. Keracunan akut sebagi akibat absorbsi

bahan kimia yang dalam jumlah besar dan waktu yang pendek dapat berupa keracunan gas, karbon

monoksida (CO), asam cianida (HCN). Keracunan kronis adalah absorbsi zat kimia dalam jumlah

sedikit tetapi dalam waktu yang lama, dapat berupa keracunan benzene, uap Pb yang dapat

berakibat leukemia, keracunan zat karsinogenik dapat menyebabkan kanker.

c. Faktor Biologi.

Berbagai Faktor biologi misalnya virus, bakteri, parasit, cacing, jamur dan lain-lain, dapat

menyebabkan penyakit akibat kerja. Dilaporkan adanya pekerja yang menderita penyakit malaria,

filariasis pada pekerja di lapangan, penyakit hepatitis, tbc pada petugas kesehatan dan lain-lai

d. Faktor Fisiologi (Ergonomi).

Akibat posisi kerja/cara kerja yang salah seperti bekerja dengan membungkuk akan

menyebabkan sakit otot, sakit pinggang dan cedera punggung, juga dapat mengakibatkan
perubahan bentuk tubuh. Pada kontruksi mesin yang kurang baik juga akan menyebabkan

berbagai penyakit akibat kerja.

e. Faktor Psikososial.

Berbagai keadaan misalnya suasana kerja yang monoton, hubungan kerja yang kurang baik,

upah yang kurang, tempat kerja yang terpencil dapat berpengaruh terhadap pekerja yaitu

menimbulkan stress yang manifestasinya antara lain berupa perubahan tingkah laku, tidak bisa

membuat keputusan, tekanan darah meningkat, yang selanjutanya dapat mengakibatkan

timbulnya penyakit lain atau terjadinya kecelakaan kerja. Selain faktor penyebab sebagaimana

tersebut di atas, terdapat faktor lain yang mempengaruhi terjadinya PAK, yaitu :

1) Kerentanan Individu

2) Adanya kondisi kerja yang tidak aman (unsafe condition)

3) Adanya tindakan tidak aman (unsafe action)

4) Manajemen K3 yang kurang baik.

2.3. Jenis- Jenis PAK

Seperti halnya penyakit pada umumnya, penyakit akibat kerja juga dapat menyebabkan

gangguan pada seluruh organ atau bagian tubuh. Dengan demikian jenis-jenis PAK dapat

dibedakan berdasarkan organ yang terkena (target organ).

a. Penyakit Kulit dan Penyakit paru.

Kulit dan paru-paru dan organ pernafasan lainnya sering menjadi organ sasaran (targen

organ) PAK yang berupa penyakit alergi/hipersensitivitas, antara lainpada hidung dan rongga

tulang sekitar hidung/sinus berupa rinitis, rinosinusitis; pada paru-paru dan batang

tenggorok/bronkus berupa asma, pneumonitis/alveolitis ekstrinsik alergi, aspergilosis; pada kulit

berupa dermatitis kontak alergi, dermatitis kontak iritan, hipersensitivitas lateks, penyakit jamur

dll. Dermatitis kontak merupakan penyakit kulit akibat hubungan kerja yang paling sering
ditemukan. Dermatitis kontak ada 2 jenis yaitu dermatitis kontak iritan dan alergi. Kedua jenis

dermatitis ini dapat menjadi kronik bila penyebabnya tidak diketahui dan tidak disingkirkan.

Contoh beberapa penyakit paru akibat kerja adalah asma, bisinosis, alviolitis alergi, bronchitis

kronis, emfisema, karsinoma bronkus, fibrosis noduler atau difus, sarkoidosis, tuberkulosis,

pneumonitis, pneumonia, fibrosis pleura atau mesotelioma.

b. Penyakit hati dan gastro-intestinal (lambung danusus)

Meskipun jarang dilaporkan, berbagai penyakit hati dapat ditimbulkan akibat kerja misalnya

kanker hati akibat uap vinilklorid. Prevalensi kanker lambung dan oesofagus meningkat pada

karyawan vulkanisasi karet dan tambang batu bara. Hati berfungsi dalam transformasi bahan

kimia yang larut dalam lipid dan menjadikannya bahan yang larut dalam air. Proses ini biasanya

menghasilkan bahan yang kurang toksik, tetapi dapat terjadi sebaliknya.

c. Penyakit saluran urogenital (saluran kemih & organ reproduksi).

Gagal ginjal akut dapat terjadi akibat paparan dengan uap logam (cadmium, merkury, timah

hitam), pelarut organik dan pestisida. Carbon tetrachloride dan berbagai bahan pelarut lainnya

dapat menimbulkan kerusakan jaringan ginjal (nefron) dan gagal ginjal kronik. Kanker vesika

urinaria (kandung kemih) dapat ditemukan pada pekerja industri karet dan pekerja manufaktur

dan penggunaan bahan pewarna organik misalnya benzidin. Benzidin dan 2-naphthylamin oleh

hati dikonversi menjadi bahan karsinogen yang dikeluarkan melalui urin dan dapat menimbulkan

keganasan pada kandung kemih. Gangguan kesuburan (infertilitas), keguguran dan kelainan

janin/fetus kadang dapat terjadi oleh bahan dalam lingkungan kerja. Kerja fisis selama hamil,

paparan radiasi mengion, timah hitam (pada pria dan wanita), merkuri organik (pada wanita) dapat

menimbulkan gangguan reproduksi.


d. Penyakit hematologik (darah).

Meskipun jarang, bahan toksik di lingkungan kerja dapat menimbulkan berbagai gangguan

hematologik. Kolik abdominal (kejang perut), paralisis saraf motoris (kelumpuhan) dan anemia

dapat terjadi oleh paparan uap Pb diatas 40 ug/ 100 ml.

e. Penyakit kardiovaskuler (jantung dan saluran darah).

Pada pekerja yang terpapar dengan karbon disulfida dan viscose rayon, ditemukan

peningkatan kematian oleh penyakit jantung koroner. Resiko tinggi nyeri dada akibat jantung

(angina) dan kematian jaringan jantung (infark myocard) ditemukan pada pekerja yang terpapar

dengan nitrat seperti gliceryl trinitrat dan ethyline glycol dinitrate, misalnya pada manufaktur

bahan peledak dan obat-obatan. Paparan dengan bahan pelarut organik halogen seperti

trichloroethyline dapat menimbulkan kematian mendadak akibat fibrilasi ventrikel.

f. Penyakit muskuloskeletal (otot dan kerangka tubuh)

Sindroma Raynaud atau vibration white finger disebabkan oleh penyempitan pembuluh

darah (spasme vaskuler) sebagai akibat dari gangguan alat kerja yang bergetar antara 20 - 400 Hz.

Carpal tunnel syndrome berupa parestesi pada nervus medianus dapat ditimbulkan oleh tekanan

yang berulang-ulang pada tangan (palmar dan pergelangan) sewaktu kerja. Gangguan pada

punggung dan dan tulang belakang misalnya nyeri pinggang atau low back pain (LBP), hernia

nucleus pulposus (HNP) dan kebanyakan gangguan ortopedis lain sering terjadi akibat pekerjaan

fisik yang berat (mengangkat beban, mendorong, menahan beban dll.) yang kurang

memperhatikan prinsip ergonomi kerja.

g. Gangguan pada organ pendengaran (telinga)

Gangguan pendengaran sering terjadi akibat paparan kebisingan yang tinggi. Kebisingan

sangat tinggi dalam waktu singkat dapat memecahkan selaput pendengaran (membrana

tymphani), sedangkan paparan kebisingan dalam jangka lama sering mengakibatkan kehilangan

pendengaran (noise induced hearing loss). Kehilangan pendengaran akibat bising dapat bersifat
sementara (temporary) yang masih dapat disembuhkan, dan dapat bersifat permanen yang tidak

dapat disembuhkan. Gangguan pendengaran lain akibat bising dapat berupa telinga terasa

berdenging (tinitus). Gangguan pendengaran yang belum permanen dapat disembuhkandengan

memindahkan pekerja ke tempat kerja yang tidak/kurang bising. Tanda-tanda gangguan

pendengaran akibat bising antara lain dini ialah kesulitan untuk mengikuti percakapan di tempat

yang ramai dan tidak menyukai percakapan orang banyak.

h. Gangguan pada organ penglihatan (mata)

Gangguan pada mata antara lain adalah katarak akibat sinar inframerah, radang selaput mata

(conjungtivitis) akibat sinar ultra violet dan penurunan tajam penglihatan (visus) akibat tempat

kerja kurang pencahayaan. Rasa sakit pada mata dapat disebabkan oleh karena penataan

pencahayaan tempat kerja yang buruk. Mata gatal sering ditemukan pada karyawan terpapar

dengan bahan organik asal hewan dan debu asal padi-padian. Reaksi iritasi non-alergi dapat

ditimbulkan oleh chlor dan formaldehid.

i. Gangguan susunan syaraf

Painting, carpet-tile lining, laboratorium kimia, paparan petrolium dan oli merupakan

tempat kerja yang mengandung resiko terjadinya gangguan saraf. Gejalanya dapat berupa pusing,

tidak dapat konsentrasi, sering lupa, depresi, demensia, neuropati perifer (kesemutan), ataksia

serebelar dan penyakit motor neuron (kelumpuhan).

j. Stres

Stres di tempat kerja dapat menyebabkangangguan kejiwaan (psikis) misalnya kecemasan

(ansietas), depresi ringan sampai berat, psikosis dan psikosomatis.

k. Infeksi

Infeksi akibat kerja dapat terjadi pada pekerja di laboratorium klinik (misalnya hepatitis

virus, TBC, HIV/AIDS). Pekerja di ruangan ber AC dilaporkan dapat menimbulkan infeksi
kuman Legionella yang dapat menimbulkan pneumonia (radang paru-paru). Infeksi kuman

leptospira dapat terjadi pada petani dan sering menimbulkan kematian akibat gagal hepatorenal,

kuman brucella pada peternak dan dokter hewan.

l. Keracunan (intoksikasi)

Keracunan di tempat kerja sering terjadi bersifat kronik akibat paparan dengan bahan kimia

dalam jangka lama misalnya logam berat (timah hitam, kadmium, merkuri) organik solven

(benzen, toluen, xilene), pestisida dan larutannya. Keracunan akut terjadi bila dalam waktu pendek

terpapar bahankimia dalam jumlah atau konsentrasi yang besar. Petani sering terkontaminasi

dengan insektisida yang mengandung carbamat atu organophosphate dan menunjukkan tanda

keracunan antikolinesterase dengan gejala antara lain gangguan visus, lemah, keringatan, tremor,

sakit kepala dan rasa mabuk dan muntah-muntah.

2.4. Deteksi Penyakit Akibat Kerja

Penyakit akibat kerja (PAK) adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau

lingkungan kerja. Oleh karena itu, untuk mendeteksi atau mendiagnosa PAK perlu dilakukan 2

hal yaitu monitoring kesehatan tenaga kerja melalui pemeriksaan kesehatan dan

pemantauan/monitoring lingkungan kerja terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan

tenaga kerja. Pemantauan lingkungankerja dapat dilengkapi dengan pemeriksaan kadar pajanan

di dalam tubuh tenaga kerja yang dapat diukur dari sampel darah,urine, rambut dan

kuku. Pemantauan lingkungan kerja harus dilakukan melalui pengukuran kwantitatif dengan

peralatan lapangan atau analisa laboratorium agar diperoleh data yang obyektif. Kadang kala

pemantauan lingkungan kerja dapat dilakukan secara subyektif.

2.5. Dampak PAK

a. Bagi tenaga kerja :

1) Akibat langsung :

 Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB)


 Cacat sebagian atau cacat total untuk selama-lamanya fisikatau mental.

 Meninggal dunia.

2) Akibat tidak langsung :

 Kehilangan/menurunnya kemampuan kerja

 Kehilangan pekerjaan

b. Bagi pengusaha :

PAK yang tidak terdeteksi sering dianggap penyakit umum sehingga :

1. Memerlukan biaya pengobatan yang tinggi

2. Mengurangi banyak waktu kerja

3. Kegiatan lebih banyak kuratif

Kasus PAK terdeteksi mengakibatkan :

1. Terbuangnya waktu untuk mengurus pengobatan dan pembayaran kompensasi

2. Meningkatnya waktu kerja yang hilang

3. Menurunkan image perusahaan

4. Menurunkan motivasi kerja

2.6. Pencegahan PAK

Pencegahan PAK dilakukan melalui berbagai upaya mulai dari perencanaan pembuatan

tempat kerja,pengukuran faktor bahaya, pembuatan sistim pengendalian pengaman terhadap

faktor bahaya, penggunaan sistem pengaman dan alat perlindung diri (APD) dan program

program K3 lainnya. menurut organisasi perburuhan international (ILO) pencegahan PAK dan

kecelakaan kerja dapat dilakukan melalui :

a. Peraturan-perundangan

b. Standarisasi

c. Pengawasan

d. Penelitian teknis
e. Riset Medik

f. Penelitian Psikologik

g. Penelitian secara statistik

h. Pendidikan

i. Pelatihan

j. Persuasi

k. Asuransi

l. Penerangan/sosialisasi 1 s/d 11

2.7. Kompensasi Akibat PAK

Sebagai salah salah satu bentuk perlindungan K3 yang wajib diberikan oleh pengusaha

terhadap tenaga kerjanya pengusaha diwajibkan untukmengikutkan tenaga kerjanya dalam

program BPJS Ketenagakerjaan.

Setiap tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja termasuk di dalamnya penyakit

akibat kerja,yang bersangkutan atau ahli warisnya harus mendapatkan jaminan sosial tenaga

kerja yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) berupa biaya pengobatan, perawatan, rehabilitasi

dan santunan cacat tetap.


KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat ditarik dari makalah ini sebagai berikut:

1. Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan upaya pencegahan kecelakaan dan

pemberian perlindungan serta keselamatan bagi orang-orang yang bekerja serta

mengamankan peralatan yang dipergunakan dalam pekerjaan, sehingga tercipta sebuah

kenyamanan dan ketenangan dalam proses pekerjaan. Aspek kesehatan dan

keselamatan kerja memiliki ruang lingkup yaitu manusia sebagai subjek dan seluruh

objek pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang pekerja.

2. Dasar hukum yang terkait dengan pelaksanaan sistem manajemen K3 yaitu terdapat

pada Undang-Undang, Keputusan Presiden, Peraturan dan Keputusan Menteri Tenaga

Kerja dan Transmigrasi serta Surat Edaran Dirjen Binawas.

3. Penyakit akibat kerja (PAK) adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan

lingkungan kerja.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim1. 2010. Standar Laboratorium Analis Kesehatan. Pendidikan Tenaga

Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Badan PPSDM Kesehatan Pusat Pendidikan

Tenaga Kesehatan.

Fathimahhayati, dkk. 2015. Analisis Potensi Bahaya dengan Metode Job Safety

Analysis (JSA) sebagai Upaya Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja di

Laboratorium X. Jurnal Ilmiah Teknik Industri dan Informasi. Vol. 4 No. 1.

Salawati, Liza. 2015. Penyakit Akibat Kerja Dan Pencegahan. Jurnal Kedokteran Syiah

Kuala Vol. 15 No. Hal. 91-95.

Saranaung, S dan Johan Josephus, S. H. R. Ticoalu. 2013. Analisis Manajemen

Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Terhadap Pencegahan Terjadinya Kecelakaan Kerja

Di Laboratorium Rs Prof. Dr V.L Ratumbuysang Manado.

Sunarto. 2010. Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Laboratorium Kimia. Pendidikan

Kimia FMIPA UNY Yogyakarta. Hal 1-10.

Anda mungkin juga menyukai