OLEH
LILIS DESTRIANTI
NIM. 714203182012
Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun
2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang
ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang
harus dipenuhi oleh seluruh negara, anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk
Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat
Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku
sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta
Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat
kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi
dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya
dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja
menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi
juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang
pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas. Penyakit Akibat Kerja (PAK)
dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan di
Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan
penyakit akibat kerja dibeberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan
kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang
memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan
kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga,
Kesehatan merupakan suatu institusi dengan jumlah petugas kesehatan dan non
berasal dari factor fisik, kimia, ergonomi dan psikososial. Variasi, ukuran, tipe dan
merupakan orang pertama yang terpajan terhadap bahan kimia yang merupakan bahan
toksis dan korosif, mudah meledak dan terbakar serta bahan biologi. Selain itu dalam
pekerjaannya menggunakan alat-alat yang mudah pecah, berionisasi dan radiasi serta
alat-alat elektronik dengan voltase yang mematikan, dan melakukan percobaan dengan
penyakit yang dimasukan ke jaringan hewan percobaan. Oleh karena itu penerapan
budaya “aman dan sehat dalam bekerja” hendaknya dilaksanakan pada semua Institusi
penetapan dan pengujian terhadap bahan yang berasal dari manusia atau bahan yang bukan
berasal dari manusia untuk penentuan jenis penyakit, penyebab penyakit, kondisi kesehatan
dan faktor yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan perorangan dan masyarakat.
Untuk dapat menerapkan K3 yang baik, fasilitas laboratorium harus memenuhi beberapa
1. Harus mempunyai sistem ventilasi yang memadai agar sirkulasi udara berjalan lancar.
2. Harus mempunyai alat pemadam kebakaran terhadap bahan kimia yang berbahaya yand di
dipakai.
3. Harus menyediakan alat pembakar gas yang terbuka untuk menghindari bahaya kebakaran.
4. Meja yang digunakan harus diberi bibir untuk menahan tumpahan larutan yang
mudah terbakar, korosif dan melindungi tempat yang aman dari bahaya kebakaran
5. Menyediakan dua buah jalan keluar untuk keluar dari kebakaran dan terpisah sejauh
mungkin.
8. Kesiapan menghindari panas sejauh mungkin dengan memakai alat pembakar gas yang
9. Untuk menahan tumpahan larutan yang mudah terbakar dan melindungi tempat yang aman
Kecelakaan kerja dapat terjadi kapan saja dan dimana saja yang dapat menimpa setiap pekerja.
Kecelakaan kerja mengakibatkan kerugian baik bagi pekerja dan pihak yang mempekerjakan.
Oleh karena itu perlu dilakukan identifikasi kecelakaan kerja guna mencegah terjadinya
kecelakaan kerja tersebut. Melalui identifikasi bahaya kerja maka akan meminimalkan bahkan
mencegah bahaya melalui pengendalian bahaya kerja yang dilakukan sesuai hasil analisa
identifikasi bahaya kerja. Agar tindak lanjut penangan dari hasil identifikasi lebih maksimal
maka perlu dilakukan juga suatu penilaian risiko. Penilaian resiko adalah metode sistematis
dalam melihat aktivitas kerja, memikirkan apa yang dapat menjadi buruk, dan memutuskan
kendali yang cocok untuk mencegah terjadinya kerugian, kerusakan, atau cidera di tempat
kerja. Penilaian ini harus juga melibatkan pengendalian yang diperlukan untuk menghilangkan,
Selain itu terjadinya kecelakaan kerja disebabkan karena dua golongan. Golongan pertama
adalah faktor mekanis dan lingkungan (unsafe condition), sedangkan golongan kedua adalah
faktor manusia (unsafe action). Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
faktor manusia menempati posisi yang sangat penting terhadap kecelakaan kerja yaitu antara
Terjadinya kecelakaan dapat disebabkan oleh banyak hal, tetapi dari analisis terjadinya
kecelakan menunjukkan bahwa hal-hal berikut adalah sebab-sebab terjadinya kecelakan kerja
di labolatorium:
3. Kurangnya bimbingan terhadap siswa atau mahasiswa yang sedang melakukan kegitan
labolatorium.
5. Kurang atau tidak mengikuti petunjuk atau aturan-aturan yang semestinya harus ditaati.
1. Perangkat/alat-alat laboratorium, seperti pecahan kaca, pisau bedah, korek api, atau
alat-alat logam.
2. Bahan-bahan fisik, kimia dan biologis, seperti suhu (panas-dingin), suara, gelombang
elektromagnet, larutan asam, basa, alkohol, kloroform, jamur, bakteri, serbuksari atau
racun gigitan serangga.
3. Proses kerja laboratorium, seperti kesalahan prosedur, penggunaan alat yang tidak
tepat, atau faktor psikologi kerja (terburu-buru, takut dan lain-lain) (Hidayati, 2011).
Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante
dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja,beban kerja dan lingkungan kerja
yang dapat merupakan beban tambahan pada pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi
maka bisa dicapai suatu derajat kesehatan kerja yang optimal dan peningkatan produktivitas.
Sebaliknya bila terdapat ketidak serasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa
penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas
kerja..
Adapun faktor- faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan dan keselamatan kerja,antara
lain :
Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30–40% masyarakat pekerja
kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan 35% kekurangan zat besi tanpa
anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak memungkinkan bagi para pekerja untuk
bekerja dengan produktivitas yang optimal. Hal ini diperberat lagi dengan kenyataan
bahwa angkatan kerja yang ada sebagian besar masih di isi oleh petugas kesehatan dan
2. Beban Kerja sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis
laboratorium menuntut adanya pola kerja bergilir dan tugas/jaga malam. Pola kerja
perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat beban
kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yang masih relatif rendah,
yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secara berlebihan. Beban
Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja(Occupational Disease & Work Related
Diseases).
2.1. Penyakit Akibat Kerja (PAK)
Kondisi lingkungan kerja, pemakaian mesin-mesin dan bahan-bahan berbahaya, zat kimia
beracun, tuntutan pekerjaan yang menimbulkan tekanan fisik dan psikis, telah menjadikan
seseorang yang bekerja berhadapan dengan kemungkinan yang makin besar terkena resiko
penyakit yang disebabkan pekerjaan dan jabatannya. Faktor bahaya di tempat kerja dapat
menyebabkan penyakit pada tenaga kerja secara langsung maupun secara tidak langsung. Selain
itu sebagai masyarakat, tenaga kerja juga dapat menderita penyakit yang didapat di luar tempat
kerja. Terdapat 2 (dua) istilah terkait dengan penyakit yang berhubungan dengan hubungan kerja
yaitu : penyakit akibat kerja (PAK) atau occupational diseases dan penyakit akibat hubungan kerja
Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan
kerja. Definisi PAK menurut ILO tahun 1996 : ” Penyakit akibat kerja (Occupational disease)
yaitu penyakit yang diderita sebagai akibat pemajanan terhadap faktor-faktor resiko yang timbul
Dalam peraturan perundangan di Indonesia, terdapat 2 (dua) istilah dari penyakit akibat kerja,
yaitu :
”Penyakit akibat kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan
kerja".
2) Penyakit yang timbul karena hubungan kerja (Undang-undang No. 3 tahun 1992 tentang
Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan Keppres R.I No. 22 tahun 1993) : " Penyakit yang timbul karena
hubungan kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja".
B. Penyakit Akibat Hubungan Kerja (PAHK) atau Work related diseases
Penyakit akibat hubungan kerja(Work related diseases) atau penyakit terkait kerja, yaitu penyakit
yang dicetuskan, dipermudah atau diperberat oleh pekerjaan. Dalam hal ini faktor pekerjaan bukan
menjadi penyebab dasar, penyebab dasarnya diperoleh di luar tempat kerja sedangkan faktor di
1. Seorang tenaga kerja yangmemiliki faktor keturunan penyakit asma, setelah bekerja di
2. Seorang tenaga kerja di tempat kerja yang kebisingannya tinggi menderita tekanan darah
tinggi (hipertensi) adalah penyakit terkait kerja, bukan PAK, karena faktor penyebab
hipertensi bersifat multi faktor, sedangkan kebisingan yang tinggi hanya salah satu faktor
yang memperberat.
Dengan demikian terdapat 2 (dua) kelompok penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan yang
harus dibedakan, yaitu penyakit akibat kerja (PAK) dan penyakit terkait kerja. PAK adalah
penyakit yang secara jelas semata-mata disebabkan oleh penyebab dari pekerjaan atau lingkungan
kerja. Sedangkan penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan adalah penyakit yang penyebab
utama atau penyebab dasarnya bukan faktor pekerjaan atau lingkungan kerja, tetapi dapat
diperberat olehnya.
a. Faktor fisik.
Faktor fisik misalnya karena suara yang tinggi/bising bisa menyebabkan ketulian,
temperatur/suhu yang tinggi dapat menyebabkan berbagai keluhan dan penyakit mulai dari yang
ringan sampai berat misalnya; hyperpireksi, heat cramp, heat exhaustion, heat stroke, yang hal ini
diakibatkan oleh keluarnya cairan tubuh dan elektrolit yang berlebihan dari tubuh tenaga kerja.
Faktor fisik lain adalah radiasi sinar elektromagnetik misalnya; sinar infra merah menyebabkan
katarak, ultra violet menyebabkan conjungtivitis. Tekanan udara yang tinggi menyebabkan
b. Faktor Kimia.
Di dalam berbagai jenis industri misalnya industri pupuk, pestisida, kertas, pengolahan
minyak, gas bumi, obat-obatan dan lain sebagainya, banyak mempergunakan bahan kimia sebagai
bahan baku maupun bahan pembantu dan atau memproduksi bahan kimia yang langsung dipakai
oleh masyarakat. Penggunaan bahan kimia tersebut berpotensi menimbulkan bahaya misalnya
kebakaran, peledakan, iritasi dan keracunan. Dilaporkan terdapat 70% penyakit akibat kerja
disebabkan oleh bahan kimia yang yang masuk melalui pernafasan, kulit maupun termakan.
Bahan kimia tersebut dapat berupa zat padat, cair, gas, uap maupun partikel. Masuknya bahan
kimia ke dalam tubuh dapat secara akut maupun kronis. Keracunan akut sebagi akibat absorbsi
bahan kimia yang dalam jumlah besar dan waktu yang pendek dapat berupa keracunan gas, karbon
monoksida (CO), asam cianida (HCN). Keracunan kronis adalah absorbsi zat kimia dalam jumlah
sedikit tetapi dalam waktu yang lama, dapat berupa keracunan benzene, uap Pb yang dapat
c. Faktor Biologi.
Berbagai Faktor biologi misalnya virus, bakteri, parasit, cacing, jamur dan lain-lain, dapat
menyebabkan penyakit akibat kerja. Dilaporkan adanya pekerja yang menderita penyakit malaria,
filariasis pada pekerja di lapangan, penyakit hepatitis, tbc pada petugas kesehatan dan lain-lai
Akibat posisi kerja/cara kerja yang salah seperti bekerja dengan membungkuk akan
menyebabkan sakit otot, sakit pinggang dan cedera punggung, juga dapat mengakibatkan
perubahan bentuk tubuh. Pada kontruksi mesin yang kurang baik juga akan menyebabkan
e. Faktor Psikososial.
Berbagai keadaan misalnya suasana kerja yang monoton, hubungan kerja yang kurang baik,
upah yang kurang, tempat kerja yang terpencil dapat berpengaruh terhadap pekerja yaitu
menimbulkan stress yang manifestasinya antara lain berupa perubahan tingkah laku, tidak bisa
timbulnya penyakit lain atau terjadinya kecelakaan kerja. Selain faktor penyebab sebagaimana
tersebut di atas, terdapat faktor lain yang mempengaruhi terjadinya PAK, yaitu :
1) Kerentanan Individu
Seperti halnya penyakit pada umumnya, penyakit akibat kerja juga dapat menyebabkan
gangguan pada seluruh organ atau bagian tubuh. Dengan demikian jenis-jenis PAK dapat
Kulit dan paru-paru dan organ pernafasan lainnya sering menjadi organ sasaran (targen
organ) PAK yang berupa penyakit alergi/hipersensitivitas, antara lainpada hidung dan rongga
tulang sekitar hidung/sinus berupa rinitis, rinosinusitis; pada paru-paru dan batang
berupa dermatitis kontak alergi, dermatitis kontak iritan, hipersensitivitas lateks, penyakit jamur
dll. Dermatitis kontak merupakan penyakit kulit akibat hubungan kerja yang paling sering
ditemukan. Dermatitis kontak ada 2 jenis yaitu dermatitis kontak iritan dan alergi. Kedua jenis
dermatitis ini dapat menjadi kronik bila penyebabnya tidak diketahui dan tidak disingkirkan.
Contoh beberapa penyakit paru akibat kerja adalah asma, bisinosis, alviolitis alergi, bronchitis
kronis, emfisema, karsinoma bronkus, fibrosis noduler atau difus, sarkoidosis, tuberkulosis,
Meskipun jarang dilaporkan, berbagai penyakit hati dapat ditimbulkan akibat kerja misalnya
kanker hati akibat uap vinilklorid. Prevalensi kanker lambung dan oesofagus meningkat pada
karyawan vulkanisasi karet dan tambang batu bara. Hati berfungsi dalam transformasi bahan
kimia yang larut dalam lipid dan menjadikannya bahan yang larut dalam air. Proses ini biasanya
Gagal ginjal akut dapat terjadi akibat paparan dengan uap logam (cadmium, merkury, timah
hitam), pelarut organik dan pestisida. Carbon tetrachloride dan berbagai bahan pelarut lainnya
dapat menimbulkan kerusakan jaringan ginjal (nefron) dan gagal ginjal kronik. Kanker vesika
urinaria (kandung kemih) dapat ditemukan pada pekerja industri karet dan pekerja manufaktur
dan penggunaan bahan pewarna organik misalnya benzidin. Benzidin dan 2-naphthylamin oleh
hati dikonversi menjadi bahan karsinogen yang dikeluarkan melalui urin dan dapat menimbulkan
keganasan pada kandung kemih. Gangguan kesuburan (infertilitas), keguguran dan kelainan
janin/fetus kadang dapat terjadi oleh bahan dalam lingkungan kerja. Kerja fisis selama hamil,
paparan radiasi mengion, timah hitam (pada pria dan wanita), merkuri organik (pada wanita) dapat
Meskipun jarang, bahan toksik di lingkungan kerja dapat menimbulkan berbagai gangguan
hematologik. Kolik abdominal (kejang perut), paralisis saraf motoris (kelumpuhan) dan anemia
Pada pekerja yang terpapar dengan karbon disulfida dan viscose rayon, ditemukan
peningkatan kematian oleh penyakit jantung koroner. Resiko tinggi nyeri dada akibat jantung
(angina) dan kematian jaringan jantung (infark myocard) ditemukan pada pekerja yang terpapar
dengan nitrat seperti gliceryl trinitrat dan ethyline glycol dinitrate, misalnya pada manufaktur
bahan peledak dan obat-obatan. Paparan dengan bahan pelarut organik halogen seperti
Sindroma Raynaud atau vibration white finger disebabkan oleh penyempitan pembuluh
darah (spasme vaskuler) sebagai akibat dari gangguan alat kerja yang bergetar antara 20 - 400 Hz.
Carpal tunnel syndrome berupa parestesi pada nervus medianus dapat ditimbulkan oleh tekanan
yang berulang-ulang pada tangan (palmar dan pergelangan) sewaktu kerja. Gangguan pada
punggung dan dan tulang belakang misalnya nyeri pinggang atau low back pain (LBP), hernia
nucleus pulposus (HNP) dan kebanyakan gangguan ortopedis lain sering terjadi akibat pekerjaan
fisik yang berat (mengangkat beban, mendorong, menahan beban dll.) yang kurang
Gangguan pendengaran sering terjadi akibat paparan kebisingan yang tinggi. Kebisingan
sangat tinggi dalam waktu singkat dapat memecahkan selaput pendengaran (membrana
tymphani), sedangkan paparan kebisingan dalam jangka lama sering mengakibatkan kehilangan
pendengaran (noise induced hearing loss). Kehilangan pendengaran akibat bising dapat bersifat
sementara (temporary) yang masih dapat disembuhkan, dan dapat bersifat permanen yang tidak
dapat disembuhkan. Gangguan pendengaran lain akibat bising dapat berupa telinga terasa
pendengaran akibat bising antara lain dini ialah kesulitan untuk mengikuti percakapan di tempat
Gangguan pada mata antara lain adalah katarak akibat sinar inframerah, radang selaput mata
(conjungtivitis) akibat sinar ultra violet dan penurunan tajam penglihatan (visus) akibat tempat
kerja kurang pencahayaan. Rasa sakit pada mata dapat disebabkan oleh karena penataan
pencahayaan tempat kerja yang buruk. Mata gatal sering ditemukan pada karyawan terpapar
dengan bahan organik asal hewan dan debu asal padi-padian. Reaksi iritasi non-alergi dapat
Painting, carpet-tile lining, laboratorium kimia, paparan petrolium dan oli merupakan
tempat kerja yang mengandung resiko terjadinya gangguan saraf. Gejalanya dapat berupa pusing,
tidak dapat konsentrasi, sering lupa, depresi, demensia, neuropati perifer (kesemutan), ataksia
j. Stres
k. Infeksi
Infeksi akibat kerja dapat terjadi pada pekerja di laboratorium klinik (misalnya hepatitis
virus, TBC, HIV/AIDS). Pekerja di ruangan ber AC dilaporkan dapat menimbulkan infeksi
kuman Legionella yang dapat menimbulkan pneumonia (radang paru-paru). Infeksi kuman
leptospira dapat terjadi pada petani dan sering menimbulkan kematian akibat gagal hepatorenal,
l. Keracunan (intoksikasi)
Keracunan di tempat kerja sering terjadi bersifat kronik akibat paparan dengan bahan kimia
dalam jangka lama misalnya logam berat (timah hitam, kadmium, merkuri) organik solven
(benzen, toluen, xilene), pestisida dan larutannya. Keracunan akut terjadi bila dalam waktu pendek
terpapar bahankimia dalam jumlah atau konsentrasi yang besar. Petani sering terkontaminasi
dengan insektisida yang mengandung carbamat atu organophosphate dan menunjukkan tanda
keracunan antikolinesterase dengan gejala antara lain gangguan visus, lemah, keringatan, tremor,
Penyakit akibat kerja (PAK) adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau
lingkungan kerja. Oleh karena itu, untuk mendeteksi atau mendiagnosa PAK perlu dilakukan 2
hal yaitu monitoring kesehatan tenaga kerja melalui pemeriksaan kesehatan dan
tenaga kerja. Pemantauan lingkungankerja dapat dilengkapi dengan pemeriksaan kadar pajanan
di dalam tubuh tenaga kerja yang dapat diukur dari sampel darah,urine, rambut dan
kuku. Pemantauan lingkungan kerja harus dilakukan melalui pengukuran kwantitatif dengan
peralatan lapangan atau analisa laboratorium agar diperoleh data yang obyektif. Kadang kala
1) Akibat langsung :
Meninggal dunia.
Kehilangan pekerjaan
b. Bagi pengusaha :
Pencegahan PAK dilakukan melalui berbagai upaya mulai dari perencanaan pembuatan
faktor bahaya, penggunaan sistem pengaman dan alat perlindung diri (APD) dan program
program K3 lainnya. menurut organisasi perburuhan international (ILO) pencegahan PAK dan
a. Peraturan-perundangan
b. Standarisasi
c. Pengawasan
d. Penelitian teknis
e. Riset Medik
f. Penelitian Psikologik
h. Pendidikan
i. Pelatihan
j. Persuasi
k. Asuransi
l. Penerangan/sosialisasi 1 s/d 11
Sebagai salah salah satu bentuk perlindungan K3 yang wajib diberikan oleh pengusaha
Setiap tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja termasuk di dalamnya penyakit
akibat kerja,yang bersangkutan atau ahli warisnya harus mendapatkan jaminan sosial tenaga
kerja yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) berupa biaya pengobatan, perawatan, rehabilitasi
keselamatan kerja memiliki ruang lingkup yaitu manusia sebagai subjek dan seluruh
2. Dasar hukum yang terkait dengan pelaksanaan sistem manajemen K3 yaitu terdapat
3. Penyakit akibat kerja (PAK) adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan
lingkungan kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Tenaga Kesehatan.
Fathimahhayati, dkk. 2015. Analisis Potensi Bahaya dengan Metode Job Safety
Salawati, Liza. 2015. Penyakit Akibat Kerja Dan Pencegahan. Jurnal Kedokteran Syiah