OPERASI (OK)
NAMA KELOMPOK :
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatnya sehingga makalah
yang bejudul Laporan Keselamatan Kerja Diruang Operasi ini tersusun hingga selesai.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keselamatan Pasien dan K3 dalam
Keperawatan. Penyusunan makalah ini semaksimal mungkin kami upayakan, namun tidak
lepas dr semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan baik dari
segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada kami
membuka selebar-lebarnya pintu bagi para pembaca yang ingin memberi saran dan kritik demi
memperbaiki makalah ini. Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari makalah
yang sangat sederhana ini dapat diambil manfaatnya.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keselamatan dan kesehatan kerja bagi pekerja di rumah sakit dan fasilitas medis
lainnya perlu di perhatikan. Demikian pula penanganan faktor potensi berbahaya yang
ada di rumah sakit serta metode pengembangan program keselamatan dan kesehatan
kerja disana perlu dilaksanakan, seperti misalnya perlindungan baik terhadap penyakit
infeksi maupun non-infeksi, penanganan limbah medis, penggunaan alat pelindung diri
dan lain sebagainya. Selain terhadap pekerja di fasilitas medis / klinik maupun rumah
sakit, Keselamatan dan Kesehatan Kerja di rumah sakit juga “concern” keselamatan dan
hak-hak pasien, yang masuk kedalam program patient safety.
B. Tujuan
Tujuan Umum :
Untuk mengetahui aspek K3 petugas instrumen di ruang operasi RS.
Tujuan Khusus :
a. Untuk mengetahui tentang faktor hazard yang dialami petugas instrumen di
ruang operasi RS.
b. Untuk mengetahui tentang alat kerja yang digunakan yang dapat mengganggu
kesehatan petugas instrumen di ruang operasi RS.
c. Untuk mengetahui tentang APD yang digunakan petugas instrumen di ruang
operasi RS.
d. Untuk mengetahui tentang ketersedian obat P3K di tempat kerja petugas
instrumen diruang operasi RS.
e. Untuk mengetahui pemeriksaan kesehatan yang pernah dilakukan sesuai
peraturan (sebelum kerja, berkala, berkala khusus)
f. Untuk mengetahui tentang peraturan pimpinan RS tentang K3 di tempat kerja.
g. Untuk mengetahui keluhan / penyakit yang dialami yang berhubungan dengan
pekerjaan pada petugas instrumen di ruang operasi RS.
BAB II
PEMBAHASAN
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk
upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran
lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas
kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi
bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara
menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat
luas. Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas
kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika
kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari
beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai
faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta
keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko
kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam
penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah
mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan
kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan
lingkungan disekitarnya.
Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya.
Dalam bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat
penting untuk diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan
dalam bekerja akan berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu
komponen yang dapat meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga kesehatan.
Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan untuk menangani korban dalam kecelakaan
kerja dan dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadari
pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja.
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Kesehatan, Pasal 23
dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus diselenggarakan
di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya
kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang.
Jika memperhatikan isi dari pasal di atas maka jelaslah bahwa Rumah Sakit (RS)
termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat
menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang
bekerja di RS, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung RS. Sehingga sudah
seharusnya pihak pengelola RS menerapkan upaya-upaya K3 di RS.
Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi bahaya-
bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu kecelakaan (peledakan,
kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber
cidera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan
psikososial dan ergonomi. Semua potensi bahaya tersebut di atas, jelas mengancam jiwa
dan kehidupan bagi para karyawan di RS, para pasien maupun para pengunjung yang ada
di lingkungan RS.
Kamar operasi adalah suatu unit khusus di rumah sakit, tempat untuk melakukan
tindakan pembedahan, baik elektif maupun akut, yang membutuhkan keadaan suci hama
(steril).
3. Alat pelindung diri (APD) yang digunakan petugas instrumen diruang bedah
Dalam upaya pengawasan P3K maka perlu tersedia fasilitas dan personil P3K.
Fasilitas dapat berupa kotak P3K, isi kotak P3K, buku pedoman, ruang P3K,
perlengkapan P3K (alat perlindungan, alat darurat, alat angkut dan transportasi).
Personil terdiri dari penanggung jawab: dokter pimpinan P3K, ahli K3, petugas P3K
yang telah menerima sertifikat pelatihan P3K di tempat kerja. Rekomendasi minimum
failitas yang tersedia dalam kotak P3K tipe I yaitu kasa steril terbungkus, perban
(lebar 5 cm), perban (lebar 7,5 cm), plester (lebar 1,25 cm), plester cepat, kapas (25
gram), perban segitiga/mettela, gunting, peniti, sarung tangan sekali pakai, masker,
aquades (100 ml lar saline), povidon iodin (60 ml), alkohol 70%, buku panduan P3K
umum, buku catatan, daftar isi kotak. Sedangkan pada kotak P3K tipe II terdiri dari
kasa steril terbungkus, perban (lebar 5 cm), perban (lebar 7,5 cm), plester (lebar 1,25
cm), plester cepat, kapas (25 gram), perban segitiga/mettela, gunting, peniti, sarung
tangan sekali pakai, masker, bidai, pinset, lampu senter, sabun, kertas pembersih
(Cleaning Tissue), aquades (100 ml lar saline), povidon iodin (60 ml), alkohol 70%,
buku panduan P3K umum.
2. Membuat peraturan
RS harus membuat, menetapkan dan melaksanakan standar operasional prosedur
(SOP) sesuai dengan peraturan, perundangan dan ketentuan mengenai K3
lainnya yang berlaku. SOP ini harus dievaluasi, diperbaharui dan harus
dikomunikasikan serta disosialisasikan pada karyawan dan pihak yang terkait.
4. Indikator kinerja
Indikator harus dapat diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3 yang sekaligus
merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian SMK3 RS.
5. Program K3
RS harus menetapkan dan melaksanakan program K3RS, untuk mencapai
sasaran harus ada monitoring, evaluasi dan dicatat serta dilaporkan.
6. Keluhan atau penyakit yang dialami yang berhubungan dengan pekerjaan pada
petugas instrumen di ruang operasi.
Para peneliti menyatakan bahwa di dalam kamar operasi terkandung kadar eter
yang signifikan ketika “ the open drop technique” digunakan. Dan diketahui bahwa
paparan obat anastesi inhalasi seperti diethyl eter, nitrous oxide dan cloroform lebih
mengarah tentang infertilitas dan aborsi spontan, insidensi kelainan kogenital, kanker,
penyakit hematopoietik, penyakit liver, dan penyakit saraf seperti psikomotor dan
tingkah laku sebagai akibat paparan gas anastesi.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
SARAN
Agar tercapainya kesehatan dan keselamatan kerja (K3) yang lebih terjamin,
maka kami
menyarankan agar usaha K3 yang dilakukan di rumah sakit khususnya di ruang
operasi agar
lebih di tingkatkan dan melengkapi peralatan ruang operasi baik alat bedah,
mesih sterilisasi
maupun tempat sampah medis dan non medis, serta memperhatikan dalam hal
perawatan
alat bedah dan penyimpanannya. Karena mengadakan sebuah fasilitas lebih
mudah
dibandingkan menjaga dan melakukan perawatan.
LAMPIRAN