Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENYULUHAN

PENGENALAN DIFTERI
DI SDN ISLAM AS-SYAFI’IYAH

KELOMPOK:
1. Alfiani Damayanti
2. Anggi Gustina
3. Annisa Rabihan
4. Fani Oktaviani
5. Laras Gumilang
6. Mutia Safitri
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
          Difteri merupakan salah satu penyakit yang sangat menular (contagious disease).
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri corynebacterium diphtheria yaitu kuman
yang menginfeksi saluran pernafasan, terutama bagian tonsil, Nasofaring (bagian antara
hidung dan faring atau tenggorokan) dan laring. Penularan difteri dapat melalui hubungan
dekat, udara yang tercemar oleh carier atau penderita yang akan sembuh, juga melalui
batuk dan bersin penderita. Penderita difteri umumnya anak-anak, usia dibawah 15 tahun.
Dilaporkan 10 % kasus difteri dapat berakibat fatal, yaitu sampai menimbulkan kematian.
Selama permulaan pertama dari abad ke-20, difteri merupakan penyebab umum dari
kematian bayi dan anak-anak muda. Penyakit ini juga dijmpai pada daerah padat
penduduk dingkat sanitasi rendah. Oleh karena itu, menjaga kebersihan diri sangatlah
penting, karena berperan dalam menunjang kesehatan kita. Lingkungan buruk merupakan
sumber dan penularan penyakit. Sejak diperkenalkan vaksin DPT (Dyptheria, Pertusis,
Tetanus), penyakit difteri jarang dijumpai. Vaksi imunisasi difteri diberikan pada anak-
anak untuk meningkatkan system kekebalan tubuh agar tidak terserang penyakit tersebut.
Anak-anak yang tidak mendapatkan vaksi difteri akan lebih rentan terhadap penyakit
yang menyerang saluran pernafasan ini.

B. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengertian difteri dan untuk memenuhi tugas mata kulian promosi
kesehatan

C. Rumusan Masalah
BAB II
TINJAUAN MATERI

A. Definisi
Difteria adalah suatu penyakit bakteri akut terutama menyerang tonsil, faring, laring,
hidung, adakalanya menyerang selaput lendir atau kulit serta kadang-kadang konjungtiva atau
vagina. Timbulnya lesi yang khas disebabkan oleh cytotoxin spesifik yang dilepas oleh
bakteri. Lesi nampak sebagai suatu membran asimetrik keabu-abuan yang dikelilingi dengan
daerah inflamasi. Tenggorokan terasa sakit, sekalipun pada difteria faucial atau pada difteri
faring otonsiler diikuti dengan kelenjar limfa yang membesar dan melunak. Pada kasus-kasus
yang berat dan sedang ditandai dengan pembengkakan dan oedema dileher dengan
pembentukan membran pada trachea secara ektensif dan dapat terjadi obstruksi jalan napas.
Difteri hidung biasanya ringan dan kronis dengan satu rongga hidung tersumbat dan
terjadi ekskorisasi (ledes). Infeksi subklinis (atau kolonisasi ) merupakan kasus terbanyak.
Toksin dapat menyebabkan kegagalan jantung kongestif yang progresif, timbul satu minggu
setelah gejala klinis difteri. Bentuk lesi pada difteri kulit bermacam-macam dan tidak dapat
dibedakan dari lesi penyakit kulit yang lain, bisa seperti atau merupakan bagian dari impetigo
(Kadun, 2006)

B. Penyebab difteri
Penyebab penyakit difteri adalah Corynebacterium diphtheria .Berbentuk batang gram
positif, tidak berspora, bercampak atau kapsul. Infeksi oleh kuman sifatnya tidak infasif,
tetapi kuman dapat mengeluarkan toxin, yaitu exotoxin. Toxin difteri ini, karena mempunayi
efek patoligik meyebabkan orang jadi sakit. Ada tiga type variants dari Corynebacterium
diphtheria  ini yaitu : type mitis, typeintermedius dan type gravis.
Corynebacterium diphtheriae merupakan makhluk anaerobik fakultatif dan gram positif,
ditandai dengan tidak berkapsul, tidak berspora, dan tak bergerak. Corynebacterium
diphtheriae terdiri dari 3 biovar, yaitu gravis, mitis, dan intermedius. Di alam, bakteri ini
terdapat dalam saluran pernapasan, dalam luka-luka, pada kulit orang yang terinfeksi, atau
orang normal yang membawa bakteri. Bakteri yang berada dalam tubuh akan mengeluarkan
toksin yang aktivitasnya menimbulkan penyakit difteri. Bakteri ini biasanya menyerang
saluran pernafasan, terutama terutama laring, amandel dan tenggorokan. Penyakit ini sering
kali diderita oleh bayi dan anak-anak. Perawatan bagi penyakit ini adalah dengan pemberian
antitoksin difteri untuk menetralkan racun difteri, serta eritromisin atau penisilin untuk
membunuh bakteri difteri. Sedangkan untuk pencegahan bisa dilakukan dengan vaksinasi
dengan vaksin DPT. (Depkes,2007).

C. Gejala Difteri
Difteri umumnya memiliki masa inkubasi atau rentang waktu sejak bakteri masuk ke
tubuh sampai gejala muncul 2 hingga 5 hari. Gejala-gejala dari penyakit ini meliputi:

1. Terbentuknya lapisan tipis berwarna abu-abu yang menutupi tenggorokan dan


amandel.
2. Demam dan menggigil.
3. Sakit tenggorokan dan suara serak.
4. Sulit bernapas atau napas yang cepat.
5. Pembengkakan kelenjar limfe pada leher.
6. Lemas dan lelah.
7. Pilek. Awalnya cair, tapi lama-kelamaan menjadi kental dan terkadang bercampur
darah.

Difteri juga terkadang dapat menyerang kulit dan menyebabkan luka seperti borok
(ulkus). Ulkus tersebut akan sembuh dalam beberapa bulan, tapi biasanya akan
meninggalkan bekas pada kulit.

Segera periksakan diri ke dokter jika Anda atau anak Anda menunjukkan gejala-gejala di
atas. Penyakit ini harus diobati secepatnya untuk mencegah komplikasi.

D. Pencegahan Difteri

Pencegahan Difteri dengan Vaksinasi.

Langkah pencegahan paling efektif untuk penyakit ini adalah dengan vaksin.
Pencegahan difteri tergabung dalam vaksin DTP. Vaksin ini meliputi difteri, tetanus,
dan pertusis atau batuk rejan.Vaksin DTP termasuk dalam imunisasi wajib bagi anak-
anak di Indonesia. Pemberian vaksin ini dilakukan 5 kali pada saat anak berusia 2
bulan, 3 bulan, 4 bulan, satu setengah tahun, dan lima tahun. Selanjutnya dapat
diberikan booster dengan vaksin sejenis (Tdap/Td) pada usia 10 tahun dan 18 tahun.
Vaksin Td dapat diulangi setiap 10 tahun untuk memberikan perlindungan yang
optimal.Apabila imunisasi DTP terlambat diberikan, imunisasi kejaran yang diberikan
tidak akan mengulang dari awal. Bagi anak di bawah usia 7 tahun yang belum
melakukan imunisasi DTP atau melakukan imunisasi yang tidak lengkap, masih dapat
diberikan imunisasi kejaran dengan jadwal sesuai anjuran dokter anak Anda. Namun
bagi mereka yang sudah berusia 7 tahun dan belum lengkap melakukan vaksin DTP,
terdapat vaksin sejenis yang bernama Tdap untuk diberikan.

Perlindungan tersebut umumnya dapat melindungi anak terhadap difteri seumur hidup.

E. Komplikasi difteri

Pengobatan difteri harus segera dilakukan untuk mencegah penyebaran sekaligus


komplikasi yang serius, terutama pada penderita anak-anak. Diperkirakan 1 dari 5
penderita balita dan lansia di atas 40 tahun meninggal dunia akibat komplikasi difteri.

Jika tidak diobati dengan cepat dan tepat, toksin dari bakteri difteri dapat memicu
beberapa komplikasi yang berpotensi mengancam jiwa. Beberapa di antaranya meliputi:

1. Masalah pernapasan. Sel-sel yang mati akibat toksin yang diproduksi bakteri difteri
akan membentuk membran abu-abu yang dapat menghambat pernapasan. Partikel-
partikel membran juga dapat luruh dan masuk ke paru-paru. Hal ini berpotensi memicu
reaksi peradangan pada paru-paru sehingga fungsinya akan menurun secara drastis dan
menyebabkan gagal napas.
2. Kerusakan jantung. Selain paru-paru, toksin difteri berpotensi masuk ke jantung dan
menyebabkan peradangan otot jantung atau miokarditis. Komplikasi ini dapat
menyebabkan masalah, seperti detak jantung yang tidak teratur, gagal jantung dan
kematian mendadak.
3. Kerusakan saraf. Toksin dapat menyebabkan penderita mengalami masalah sulit
menelan, masalah saluran kemih, paralisis atau kelumpuhan pada diafragma, serta
pembengkakan saraf tangan dan kaki. Paralisis pada diafragma akan membuat pasien
tidak bisa bernapas sehingga membutuhkan alat bantu pernapasan atau respirator.
Paralisis diagfragma dapat terjadi secara tiba-tiba pada awal muncul gejala atau
berminggu-minggu setelah infeksi sembuh. Karena itu, penderita difteri anak-anak yang
mengalami komplikasi umumnya dianjurkan untuk tetap di rumah sakit hingga 1,5 bulan.
4. Difteri hipertoksik. Komplikasi ini adalah bentuk difteria yang sangat parah. Selain
gejala yang sama dengan difteri biasa, difteri hipertoksik akan memicu pendarahan yang
parah dan gagal ginjal.
F. Pengobatan Difteri

1.Pengobatan Umum
Pasien diisolasi sampai masa akut terlampaui dan biakan hapusan tenggorok negatif 2 kali
berturut-turut. Pada umumnya pasien tetap diisolasi selama 2-3 minggu. Istirahat tirah
baring selama kurang lebih 2-3 minggu, pemberian cairan serta diet yang adekuat.
Khusus pada difteria laring dijaga agar nafas tetap bebas serta dijaga kelembaban udara
dengan menggunakan humidifier.
2.  Pengobatan Khusus 
a) Antitoksin : Anti Diptheriar Serum (ADS) 
Antitoksin harus diberikan segera setelah dibuat diagnosis difteria. Dengan
pemberian antitoksin pada hari pertama, angka kematian pada penderita kurang dari 1%.
Namun dengan penundaan lebih dari hari ke-6 menyebabkan angka kematian ini bisa
meningkat sampai 30%. Sebelum pemberian ADS harus dilakukan uji kulit atau uji mata
terlebih dahulu. 
b) Antibiotik
Antibiotik diberikan bukan sebagai pengganti antitoksin, melainkan untuk
membunuh bakteri dan menghentikan produksi toksin. Pengobatan untuk difteria
digunakan eritromisin , Penisilin, kristal aqueous pensilin G, atau Penisilin prokain.
c) Kortikosteroid
Dianjurkan pemberian kortikosteroid pada kasus difteria yang disertai gejala.
3. Pengobatan Penyulit
Pengobatan terutama ditujukan untuk menjaga agar hemodinamika tetap baik.
Penyulit yang disebabkan oleh toksin umumnya reversibel. Bila tampak kegelisahan,
iritabilitas serta gangguan pernafasan yang progresif merupakan indikasi tindakan
trakeostomi.
4.  Pengobatan Kontak
Pada anak yang kontak dengan pasien sebaiknya diisolasi sampai tindakan berikut
terlaksana, yaitu biakan hidung dan tenggorok serta gejala klinis diikuti setiap hari
sampai masa tunas terlampaui, pemeriksaan serologi dan observasi harian. Anak yang
telah mendapat imunisasi dasar diberikan booster toksoid difteria.
5.  Pengobatan Karier
Karier adalah mereka yang tidak menunjukkan keluhan, mempunyai uji Schick
negatif tetapi mengandung basil difteria dalam nasofaringnya. Pengobatan yang dapat
diberikan adalah penisilin 100 mg/kgBB/hari oral/suntikan, atau eritromisin 40
mg/kgBB/hari selama satu minggu. Mungkin diperlukan tindakan
tonsilektomi/adenoidektomi.
BAB III
RENCANA PELAKSANAAN PENYULUHAN

A. MATA KEGIATAN
Kegiatan yang akan disampaikan adalah pemberian informasi dan edukasi(KIE)
tentang difteri

B. TEMA KEGIATAN

C. WAKTU DAN TEMPAT

Kegiatan ini dilakanakan pada:

Hari/tanggal :

Waktu :

Tempat :

D. TUJUAN

Untuk mengetahui pengertian difteri dan untuk memenuhi tugas mata kulian
promosi kesehatan

E. SASARAN
Sasaran utama penyuluhan penyakit difteri dalam kesehatan adalah anak anak
SD Islam As-Syafi’iyah

F. MATERI PENYULUHAN
1. Pengertian difteri
2. Faktor penyebab difteri
3. Tanda dan gejala difteri
4. Pencegahan difteri
5. Pengobatan difetri
G. STRUKTUR
1. Metode: Ceramah dan tanya jawab
2. Alat bantu dan media penyuluhan
a. Ruangan yang memadai
b. Laptop
c. Slide power point
d. Proyektor
e. Kabel rol
f. Terminal listrik
g. Daftar hadir
h. Dll

H. PESERTA
Peserta penyuluhan berjumlah orang

I. PROSES PENYULUHAN
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN

         Difteria adalah suatu penyakit infeksi mendadak yang disebabkan oleh kuman
corynebacterium diphtheria.mudah menular dan yang serang terutama traktus
respiratorius bagian atas dengan tanda khas terbentuknya pseudomembran dan
dilepaskannyaeksotoksin yang dapat menimbulkan gejala umum dan lokal.
Tanda dan gejalanya adalah demam yang tidak terlalau tinggi, lesu, pucat, sakit
kepala, anoreksia, lemah,nyeri telan,sesak napas,serak hingga adanya stridor.

 
B. SARAN
        untuk pembuatan makalah ini saya menyadari masih banyak kekurangan saya
berharap bagi pembacanya untuk mengkritik guna untuk menyempurnakan makalah
ini.terima kasih

Anda mungkin juga menyukai