Anda di halaman 1dari 4

TUGAS BAHASA INDONESIA

“ CERPEN ”

NAMA : IMAM MULYADI

NIM : 2014401012

DOSEN PENGAMPU :

Campin Veddayana, M.Pd

PROGRRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

FAKULTAS FARMASI DAN ILMUKESEHATAN

UNIVERSITAS ABDURRAB

2020/2021
Petani pohon karet

Lesu, letih, capek, serta ngantuk yang dirasakan tidak di hiraukanya, dinginya
hembusan angin malam yang menusuk tulang menemani sepanjang perjalananya. Seseka li
terlihat cahaya senter dari tanganya m enyinari setapak jalan yang penuh dengan kubangan
lumpur. Jam 02:00 din dengan anak tercintanya yang masih berumur 11 tahun lundin sudah
harus t urun kekebunya, kalau tidak sudah dip astikan pekerjaan menorehnya tidak akan se
lesai. Lun.. lun.. ayo nak bangun, udah jam 02:00, ayo ke kebun. Lundin yang tertidur dengan
pulasnya nampaknya tidak akan terbangun kalau hanya di bangunkan sekali saja. Terkadang
terbesit di hati din merasa sangat kasihan terhadap lun din untuk selalu di ajak kekebun di
tengah-tengah malam. Din terkadang juga ber fikir bahwa anak seumuran dia tidak pantas
untuk bekerja seberat itu, anak seumuran dia seharusnya bisa enjoy dengan dunia belajarnya,
bukan malah enjoy dengan pergi kekebun di tengah-tengah semua orang sedang tidur dengan
pula snya. Semua itu din lakukan semata-mata hanya karena ingin mempertahankan
hidupnya, ditengah-tengah himpitan perekonomian yang mencekiknya. Berkali-kali din
membangunkan lun, dan akhirnya terbangun juga.

Cuci muka dulu lun biar gak ngantuk, ucap din. Tanpa sepatah katapun yang keluar
dari mulut lun, ia pun langsung pergi ke kolam didepan rumahnya untuk segera mencuci
mukanya, dengan harapan kantuk yang dirasakanya dapat hilang. Pak, senter sama pisau aku
mana, pisau aku udah di asah belom? udah, pisaunya di dapur, dan senternya di colokan
tempat ngecas. jam berapa pak? Udah hampir jam setengah tiga. hemmmm….. kox aku baru
di bangunin pak? Ini

udah siang pak, pasti nanti selesainya jam10:00, aku kan mau sekolah? Kamu dari tadi
bapak bangunin gak mau bangun-bangun, ayo cepat. Lun dan bapaknyapun akhirnya
berangkat pergi ke kebun karetnya yang lumayan agak jauh, dengan berjalan kaki menusuri
gelap dan dinginnya angin malam. Pak aku mau minta duit buat beli seragam sekolah ama
tas. Emang yang lama kemana lun? Seragam PRAMUKA aku udah kekecilan pak, dan juga
banyak sobekanya, itu pakaian kan dari aku masih SD, udah gax layak pakai pak. Terus
tasnya kenapa? Tas aku talinya udah mau putus pak. Ooo… ya udah nanti bapak belikan
kalau bapak udah ada duit.

Satu persatu pohon-pohon karet yang berbaris rapi itu sudah mengeluarkan air berwarna
putih, itu tandanya pohon itu sudah ditoreh oleh lundin dan bapaknya. Tetes demi tetes air
berwarna putih itu tarus mengalir ke batok kelapa yang sudah duduk rapi di sam
pohon-pohon karet. Tak terasa matahari dengan semangatnya sudah muncul dengan hawa
panasnya, kini dingin yang dirasakan din dan anaknya sudah berganti tetes demi tetes
keringat yang membasahi sekujur tubuhnya. Sekitar dua atau tiga jam lagi pekerjaan din dan
lundin akan selesai. Lun.. lun.. panggil bapaknya dari kejauhan, ia pak, ada apa? Habis
selesai noreh jangan langsung pulang ya nak, kenapa pak? Habis ini kita angket. Tapi kan
ini baru hasil dua hari noreh pak, aku juga mau sekolah, kalau di angket sekarang aku gak
bisa sekolah nanti. Gak apa nak, hasilnya nanti langsung bawa ke pengepul, dan duitnya
untuk membeli tas, sama seragam kamu. Beneran pak? Ia lun. Yeeeee…. Aku punya tas sama
seragam baru!!

pak hari ini kita angket, gax apa aku bolos sekolah hari ini. Sambil beryanyi riang lun
dengan semangatnya dengan cepat menyelesaikan pekerjaan norehnya, dan di lanjut
dengan angket.

Entah sesuatu apa yang membuat din menjadi mempunyai fikiran untuk mengangket
hasil dua hari norehnya, padahal biasanya tiga atau bahkan empat hari baru di angket. Karena
dengan tiga atau empat baru akan menghasilkan empat ember, dengan kisaran kurang lebih
10 kg per embernya. Mungkin karena kesedihanya mendengar cerita anaknya dengan
seragam sekolahanya. Jam sudah menunjukan 11:30. Letih, lesu, capek serta senang
semuanya bercampur aduk dengan keringat yang bercucuran dari lun dan bapaknya karena
sudah menyelesaikan pekerjaanya, kini tugas selanjutnya adalah membawa nomerdua hasil
angketnya ke pengepul.

Lun kamu nanti bawa yang ember kecil ya, yang besar biar bapak yang bawa. Ia pak
ucap lundin. Sesambil duduk di bawah pohon-pohon karet nan rindang, istirahat sejenak
sambil membersihkan karet-karet yang menempel di tanganya. Sesekali tercium bau dari
tanganya seperti bau ayam yang sudah mati tiga hari, sungguh menyengat. Tapi benda bau
tersebut akan berubah menjadi harum ketika nantinya sudah menjadi duit. Plak pluk.. plak
pluk.. langkah demi langkah akhrinya tiba juga ke tempat pengepul. Dengan desahan nafas
yang terengah-engah karena membawa beban yang lumayan berat hanya dengan di pikul,
belum lagi jarak kebun dan pengepul juga lumayan jauh. Kee timbang kee. ucap din. Hayya
ini balang masih basah Ooo. Ia ke itu hasil angket tadi. Ngapa cepat-cepat mau dijual?
Hehe lagi butuh duit kee. Berapa kilo kee? 20 kilo. Mau di ambil balang apa mau di anbil
duit Ooo? Duitnya aja kee. Kok cuman 60 ribu kee? Hayya kita orang gak tau, harga nomel
dua sekalang tulun oOo, kita orang ngmbil di sini 3 ribuan Ooo.
Perasaan senang din kini berubah menjadi sedih, fikiranya melayang entah kemana, serasa
pengen keluar dari negeri ini, mendengar peryataan bahwa harga nomerdua hanya 3 ribuan.
Dalam hati din berkata, Mau jadi apa negeri wahai pemimpin, kemana kepedulianmu
terhadap kami rakyat miskin ini, mau makan apa kami? Seraya menjerit-jerit din berkata, ya
allah siapa sebenarnya yang memainkan harga karet ini, kenapa harganya sangat anjlok
sekali? Hayya nagpe sampai menjelit-jelit gitu, gak baik Ooo, kami ini lagi butuh duit kee,
untuk membeli perlengkapan sekolah lundin, kalau duitnya cuman dapat segini mana cukup.
Belum lagi ini hasilnya harus di bagi dengan orang yang punya kebun. Hayya kita olang
butuh duit belapa, Biar kami kasi pinjaman? kami hanya butuh untuk beli tas sama pakain
pramuka lundin kee, sekitar 300 ribuan. Ooo yaa udah gampang, tenang gax usah sedih, ni
duitnya. Terimakasih kee. Sama-sama.

Walaupun duit hasil pinjaman, setidaknya duit tersebut cukup untuk membeli
perlengkapan seragam lundin. Dan setidaknya hal tersebut membuat din sadar, bahwa
menjadi petani karet tidak akan bisa menjamin kesejahteraan kehidupan keluarganya. Dan
kini din dan anaknya tercinta sudah mulai pulang kerumahnya, untuk segera mengisi bensin
tubuhnya yang sudah hampir kehabisan, dan nantinya akan berlanjut kepasar untuk belanja
perlengkapan sekolah lundin.

Anda mungkin juga menyukai