Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH ERGONOMI

“Biomekanika (Material Handling) Pemindahan Material Secara


Manual”

PENYUSUN :

KELOMPOK 1

NAMA NIM
1. Fitri Dwi Nurhayati N1A117020
2. Amelya Karnefi N1A117102
3. Berliana Hendriani N1A117114
4. Indah Iswanty N1A117139
5. Stefani Pratiwi N1A117152
6. Andi Nur Hidayah Sagena N1A117164
7. Try Lestari N1A117191
8. Rezky Irawati N1A117228

Dosen Pembimbing : Budi Aswin Sanrus, S.K.M., M.Kes.


Kelas : 5 K3

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang karena anugerah dari-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah tentang “Biomekanika (Material Handling)
Pemindahan Material Secara Manual”. Sholawat dan salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada junjungan besar kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah
menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama Islam yang
sempurna dan menjadi anugerah serta rahmat bagi seluruh alam semesta.
Kami sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah dalam tugas
mata kuliah Ergonomi ini. Disamping itu, kami mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu kami selama pembuatan makalah ini
berlangsung sehingga terealisasikanlah makalah ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini bisa
bermanfaat dan jangan lupa ajukan kritik dan saran terhadap makalah ini agar
kedepannya bisa diperbaiki.

Jambi, Oktober 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ..........................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .....................................................................................2
1.3 Tujuan .......................................................................................................2
1.4 Manfaat .....................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Biomekanika Kerja (Material Handling) ................................3
2.2 Manual Handling ......................................................................................4
2.3 Risk Faktor ...............................................................................................4
2.4 Penerapan Bionekanika Kerja...................................................................5
2.5 Metode Pengukuran Manual Handling ....................................................9
2.6 Risk Factor.............................................................................................,14
2.7 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Biomekanika.................................16

BAB IV PENUTUP
4.1 Simpulan ................................................................................................24
4.2 Saran ......................................................................................................24

DAFTAR RUJUKAN ...........................................................................................25

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Ergonomi sebagai salah satu ilmu yang berusaha untuk menyerasikan antara
faktor manusia, faktor pekerjaan dan faktor lingkungan. Dengan bekerja secara
ergonomis diperoleh rasa nyaman dalam bekerja, terhindarnya kelelahan, terhindar
dari gerakan dan upaya yang tidak perlu serta upaya melaksanakan pekerjaan
menjadi lebih ringan dengan hasil yang sebesar-besarnya (Soedirman, 1989 dalam
Handoko, 2016).

Upaya pencapaian keselamatan dan kesehatan kerja tidak lepas dari peran
ergonomi, karena ergonomi berkaitan dengan orang yang bekerja, selain dalam
rangka efektivitas dan efisiensi kerja (Sedarmayanti, 1996 dalam Kasjono dkk,
2017). Pekerjaan pemindahan material secara manual, yang terdiri dari aktivitas
mengangkat, menurunkan, mendorong, menarik dan membawa merupakan sumber
utama komplain karyawan di industri (Ayoub & Dampsey, 1999 dalam Handoko,
2016).

Perkembangan industry yang pesat telah menimbulkan masalah baru


menegenai keselamatan dan kesehatan kerja bagi sumber daya manusia. Sumber
daya manusia yang tersedia tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan industry
yang terus berkembang (Sahendly, 1999). Hal ini dapat dilihat dari jumlah kasus
kecelakaan kerja di Indonesia yang mencapai 66.367 kasus, dengan 4142
meninggal dan 20.970 luka berat atau cacat tetap (Sulistyowati, 2002).

Dewasa ini begitu banyak pekerjaan yang dilakukan dengan menggunakan


mesin, mulai dari mesin yang sangat sederhana sampai dengan penggunaan mesin
dengan berbasis teknologi tinggi. Disisi lain, ternyata diberbagai industri juga
masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan secara manual yang memerlukan
tuntutan dan tekanan secara fisik yang benar (Simanjuntak, 2011 dalam Kasjono
dkk, 2017).

Menurut WHO pekerja yang erat kaitannya dengan manual handling lebih
banyak mengalami gangguan dalam pekerjaan, seperti nyeri pinggang akibat

1
pekerjaan manual material handling, dimana 50% diantaranya diakibatkan oleh
aktivitas mengangkat beban, 6% karena menahan, melempar, memutar dan
membawa beban. Maka dari itu sangat perlu para pekerja untuk mengetahui fungsi
kerja tubuh dan geraknya yang dimana berperan penuh dalam bersikap kerja yang
dikenal dengan sebutan Biomekanika Kerja.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1.Apa definisi/ pengertian dari biomekanika kerja (Material Handling)?
2.Apa saja manual handling dalam biomekanika kerja?
3.Apa saja faktor risiko (risk factor) dalam biomekanika kerja?
4. Bagaimana cara penerapan biomenika kerja dalam perusahaan?

1.3 TUJUAN
1. Dapat mengetahui definisi/ pengertian dari biomekanika kerja (Material
Handling);
2. Dapat mengetahui manual handling dalam biomekanika kerja;
3. Dapat mengetahui faktor risiko (risk factor) dalam biomekanika kerja;
4. Dapat mengetahui cara penerapan biomenika kerja dalam perusahaan.

1.4 MANFAAT
1. Bagi instansi pendidikan, sebagai bahan informasi dan masukan dalam
media pembelajaran dan pengembangan keilmuan bidang ergonomi secara
lebih lanjut.
2. Bagi peneliti, menambah wawasan dan kemampuan berpikir mengenai
Biomekanika (Material Handling) Pemindahan Material Secara Manual
yang telah didapat dari mata kuliah yang telah diterima kedalam penelitian
yang sebenarnya.
3. Bagi pembaca, sebagai masukan wawasan pengetahuan masyarakat umum
mengenai Biomekanika (Material Handling) Pemindahan Material Secara
Manual guna meningkatkan produktifitas pekerja di perusahaan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI BIOMEKANIKA


Biomekanika adalah salah satu cabang ilmu dari bidang ilmu fisika yang
mempelajari gerakan dan perubahan bentuk suatu materi yang diakibatkan oleh
gangguan mekanik yang disebut gaya. Mekanika adalah cabang ilmu yang
tertuadari semua cabang ilmu dalam fisika. Tersebutlah nama-nama seperti
Archimides(287-212 SM), Galileo Galilei (1564-1642), dan Issac Newton (1642-
1727) yangmerupakan peletak dasar bidang ilmu ini. Galileo adalah peletak dasar
analisa daneksperimen dalam ilmu dinamika. Sedangkan Newton merangkum
gejala-gejala dalam dinamika dalam hukum-hukum gerak dan gravitasi.Mekanika
teknik atau disebut juga denagn mekanika terapan adalah ilmuyang mempelajari
peneraapan dari prinsip-prinpsip mekanika.
Biomekanika adalah disiplin ilmu yang mengintegrasikan faktor-faktor yang
mempengaruhi gerakan manusia yang timbul dari pengetahuan dasar seperti:
fisika, matematika, kimia, fisiologi, anatomi dan konsep rekayasa untuk
menganalisa gaya yang terjadi pada tubuh manusia. Dari pengertian tersebut, maka
ilmu biomekanika mencoba memberikan gambaran ataupun solusi guna
meminimumkan gaya dan momentum yang dibebankan pada pekerja supaya tidak
terjadi kecelakaan kerja. Dimana faktor-faktor yang terlibat dan mempengaruhi
seseorang saat bekerja sangatlah banyak, diantaranya faktor individual dan faktor
situasional (Madyana, 1996).

Biomekanika menyangkut tubuh manusia dan hampir semua tubuh mahluk


hidup. Dalam biomekanika prinsip-prinsip mekanika dipakai dalam penyusunan
konsep, analisis, disain dan pengembangan peralatan dan sistem dalam biologi dan
kedoteran. Pada dasarnya biomekanika adalah cabang ilmu yang relatif baru dan
sedang berkembang secara dinamis. Akan tetapi sebenarnya bidang ilmu sudah
eksis sejak abad ke lima belas masehi ketika Leonardo Da Vinci (1452-1519)
membuat catatan akan siginikansi mekanika dalam penelitian-penelitian biologi
yang dialakukan. Kontribusi dari para peneliti dalam bidang ilmu biologi,

3
kedokteran,ilmu-ilmu dasar, dan teknik mewarnai perkembangan biomekanika
akhir-akhir ini.
Menurut Caffin (2006) dalam Indriastadi tahun 2014 menyatakan bahwa,
Biomekanika adalah ilmu yang menggunakan ilmu fisika dan mekanika teknik
untuk mendeskripsikan gerakan pada bagian tubuh (kinematik) dan memahami
efek gaya dan momen yang terjadi pada tubuh (kinetic). Aplikasi keilmuan
biomekanika sangat luas, pengetahuan tentang otot rangka manusia dalam bekerja
dibutuhkan untuk pertimbangan sebagai perancangan alat dan perancangan tempat
kerja (Iridiastadi, 2014).

Biomekanika merupakan ilmu yang membahas aspek-aspek mekanika


gerakan-gerakan tubuh manusia. Biomekanika adalah kombinasi antara keilmuan
mekanika, antropometri dan dasar ilmu kedokteran (biologi dan fisiologi). Dalam
dunia kerja yang menjadi perhatian adalah kekuatan kerja otot yang tergantung
pada posisi anggota tubuh yang bekerja, arah gerakan kerja dan perbedaan
kekuatan antar bagian tubuh. Selain itu juga kecepatan dan ketelitian serta daya
tahan jaringan tubuh terhadap beban.

2.2 ASAS DAN PRINSIP BIOMEKANIKA


Pada pembahasan dasar – dasar asas dan prinsip biomekanika, hayan
didiskusikan aspek – aspek dalam pendidikan jasmani yang berkenaan dengan
biomekanik. Sedangkan pengkajian sejara mendalam akan dipelajari dalam mata
kuliah tersendiri. Pada asas dan prinsip biomekanika ini, dipelajari tentang
penggolongan gerak manusia. Menurut Broer, penggolongan tugas gerak manusia
terbagia atas;
1) tugas menggantung
2) tugas mendukung;
3) tugas berkaitan dengan gerak tubuh atau objek;
4) tugas berkenaan dengan tenaga.

2.3 TEKNIK ANALISIS BIOMEKANIKA

Biomekanik akan lebih efektif bila asas dan hukum mekanika dapat di
demonstrasikan dan dipelajari dalam laboratorium. Tekinik analisis biomekanik
dapat diterangkan melalui penjabaran sebagai berikut:

4
1. Sinematografi
Teknik-teknik sinematografi menjadi sangat esensial untuk proses
mengajar ,melatih dan untuk penelitian. Namun Taylor menyatakan bahwa banyak
film dibuat bukan untuk tujuan penelitian (1971:51). Meningkatnya penggunaan
fotoografi untuk mengumpulkan menganalisis dan menilai data gerak, sedikit demi
sedikit mengambil alih teknik observasi konvensional, sebab apa yang diamati
tidak teliti karena hanya sebagian kecil dari gerak dapat diamati pada satu saat.
2. Elektromiografi
Elektromiografi adalah satu metode mempelajari kerja dari otot-otot
tertentu atau kelompok otot. Dengan menggunakan alat pencatat, rangsang elektris
diberikan kepada otot agar otot berkontraksi dapat dicatat secara grafik, diukur dan
dianalisis untuk sejumlah kebutuhan, termasuk informasi tentang koodinasi,
kelelahan dan relaksasi.
3. Goniografi
Suatu aspek penting dalam gerak manusia yang berhubungan dengan
system otot rangka (musculoskeletal) adalah berkenaan dengan kerja pengumpil
pada persendian. Teknik gonigrafik digunakan untuk mengukur posisi dan gerak
dari persendian. Alat ini terdiri dari satu mekanisme engsel dan dua tangan, yang
diikatkan pada persendian yang diteliti.
2.4 MANUAL HANDLING
Definisi Manual Material Handling (MMH) atau manual handling
menurut Suhardi (2008) adalah suatu kegiatan memindahkan yang dilakukan oleh
satu pekerja atau lebih dengan melakukan kegiatan pengangkatan, penurunan,
mendorong, menarik, mengangkut, dan memindahkan barang. Selama ini
pengertian manual handling hanya sebatas pada kegiatan mengangkat (lifting) dan
menurunkan (lowering) yang melihat aspek kekuatan vertikal. Padahal, kegiatan
manual handling tidak terbatas pada kegiatan tersebut diatas, masih ada kegiatan
(mendorong) pushing dan (menarik) pulling.
Pekerjaan manual handling untuk obyek kerja yang berat, dapat menyebabkan
risiko cedera atau menyebabkan keluhan sistim musculosketal (Kasjono dkk,
2017). Pemindahan material seperti dilakukan oleh para pekerja dalam melakukan

5
aktifitas kerjanya mengandalkan kekuatan fisik selama rentang waktu tertentu
(Handoko, 2016).

Lebih seperempat dari total kecelakaan kerja terjadi berkaitan dengan


pekerjaan manual handling. Selama dilakukan pekerjaan manual handling untuk
obyek kerja yang berat, maka akan dapat menyebabkan risiko cedera atau
menyebabkan gangguan sistem muskuloskeletal, khususnya pada pinggang
(Kasjono dkk, 2017).

Nyeri Punggung Bawah (NPB) adalah nyeri yang dirasakan pada daerah
punggung bawah, dapat berupa nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau
keduanya. Nyeri ini terasa diantara sudut iga terbawah sampai lipat bokong
bawah yaitu didaerah lumbal atau lumbosakral dan sering disertai dengan
penjalaran nyeri kearah tungkai dan kaki. NPB merupakan efek umum dari
Manual Material Handling (MMH).

Luopajarvi (1990), seperti yang dipaparkan oleh Kajono dkk (2017)


menjelaskan bahwa beban kerja yang berat, postur kerja yang salah dan
perulangan gerakan yang tinggi, serta adanya getaran terhadap keseluruhan tubuh
merupakan keadaan yang memperburuk penyakit NPB. Faktor-faktor risiko lain
yang turut mempengaruhi timbulnya NPB antara lain umur, jenis kelamin, indeks
massa tubuh (IMT), jenis pekerjaan, dan masa kerja (Samara, 2005 dalam Kajono
dkk 2017).

Upaya pengendalian keluhan nyeri punggung bawah terkait kondisi kerja


manual handling yaitu, tahapan penggalian bahan mentah dilakukan dengan
memperhatikan lantai karena lantai tidak rata, sikap tubuh yang benar dan nyaman
agar tidak terpeleset maupun jatuh, diselingi istirahat minimal 1 kali istirahat
dalam 8 jam kerja/hari (Kajono dkk, 2017). Pemilihan manusia sebagai tenaga
kerja dalam melakukan kegiatan penanganan material bukanlah tanpa sebab.
Menurut Suhardi (2008), penanganan material secara manual memiliki beberapa
keuntungan sebagai berikut:

1) Fleksibel dalam gerakan sehingga memberikan kemudahan pemindahan


beban pada ruang terbatas dan pekerjaan yang tidak beraturan.

6
2) Untuk beban ringan akan lebih murah bila dibandingkan menggunakan
mesin.
3) Tidak semua material dapat dipindahkan dengan alat.

Akivitas manual handling merupakan sebuah aktivitas memindahkan beban


oleh tubuh secara manual dalam rentang waktu tertentu. Occupational Safety and
Health Administration (OSHA) dalam Suhardi (2008), mengklasifikasikan
kegiatan manual material handling menjadi lima yaitu :

a) Mengangkat/Menurunkan (Lifting/Lowering). Mengangkat adalah kegiatan


memindahkan barang ke tempat yang lebih tinggi yang masih dapat
dijangkau oleh tangan. Kegiatan lainnya adalah menurunkan barang.
b) Mendorong/Menarik (Pushing/Pulling). Kegiatan mendorong adalah
kegiatan menekan berlawanan arah tubuh dengan usaha yang bertujuan
untuk memindahkan obyek. Kegiatan menarik kebalikan dengan
mendorong.
c) Memutar (Twisting). Kegiatan memutar merupakan kegiatan MMH yang
merupakan gerakan memutar tubuh bagian atas ke satu atau dua sisi,
sementara tubuh bagian bawah berada dalam posisi tetap. Kegiatan
memutar ini dapat dilakukan dalam keadaan tubuh yang diam.
d) Membawa (Carrying). Kegiatan membawa merupakan kegiatan memegang
atau mengambil barang dan memindahkannya. Berat benda menjadi berat
total pekerja.
e) Menahan (Holding). Memegang obyek saat tubuh berada dalam posisi
diam (statis) Dalam rangka untuk menciptakan suasana kerja yang aman
dan sehat maka perlu adanya suatu batasan angkat untuk operator.

Aktivitas manual handling banyak digunakan karena memiliki fleksibilitas


yang tinggi, murah dan mudah diaplikasikan. Sebagian besar aktivitas manual
handling juga diikuti dengan risiko apabila diterapkan pada kondisi lingkungan
kerja yang kurang memadai, alat yang kurang mendukung, dan sikap kerja yang
salah. Penelitian yang dilakukan NIOSH (1981) dalam Suhardi (2008)
memperlihatkan sebuah statistik yang menyatakan bahwa dua pertiga dari

7
kecelakaan akibat tekanan berlebihan berkaitan dengan aktivitas menaikkan
barang.

Geoff, Kellie dan Roy (2004) menuliskan bahwa penanganan beban secara
manual menjadi sumber penting dari terjadinya kesakitan di industri. Cara beban
menekan tubuh dapat menyebabkan berbagai injuri. Saat tubuh mengangkat benda,
beban akan dipindahkan ke tubuh sehingga beban melakukan kompresi atau
penekanan pada tubuh. Karena itu, otot harus melakukan momen gaya yang lebih
besar saat mengangkat beban daripada saat otot menahan beban gravitasi. Cara
menangani benda secara manual yang baik adalah:

a. Pegangan harus tepat. Memegang diusahakan dengan tangan penuh dan


memegang dengan hanya beberapa jari dapat menyebabkan ketegangan
statis lokal pada jari dan pergelangan tangan.
b. Lengan harus berada di dekat tubuh dengan posisi lurus. Fleksi pada lengan
untuk mengangkat dan membawa menyebabkan ketegangan otot statis
pada lengan yang melelahkan.
c. Punggung harus diluruskan. Posisi deviasi punggung membebani tulang
belakang. Untuk menghindari punggung membungkuk, mula-mula lutut
harus bengkok (fleksi) sehingga tubuh tetap berada pada posisi dengan
punggung lurus.
d. Posisi leher tegak sehingga seluruh tulang belakang diluruskan.
e. Posisi kaki dibuat sedemikian rupa agar mampu mengimbangi momentum
yang terjadi dalam posisi mengangkat dan menurunkan. Kedua kaki
ditempatkan untuk membantu mendorong tubuh.
f. Beban diusahakan menekan pada otot tungkai yang kuat dan sebanyak
mungkin otot tulang belakang yang lebih lemah dibebaskan dari
pembebanan.
g. Beban yang ditangani diusahakan berada sedekat mungkin terhadap garis
vertikal atau pusat gravitasi tubuh. Posisi tubuh yang menahan beban
cenderung mengikuti beban sedangkan posisi tubuh yang menjauhi pusat
gravitasi tubuh lebih berisiko MSDs (Suma’mur, 1989).

8
Aktivitas yang harus dihindari saat menangani barang antara lain menghindari
aktivitas berhenti sesaat dan berputar yang berulang saat membawa beban karena
pekerja suka menanyakan barang apa yang harus diturunkan dan dinaikkan saat
bekerja; menaikkan atau menurunkan material dari atas bahu; memindahkan
penghalang yang menyebabkan material jauh dari tubuh; dan menyediakan sedikit
ruang untuk kaki berjalan (Texas Department of Insurance Division of Worker’s
Compesation).

2.5 METODE PENGUKURAN MANUAL HANDLING


Metode yang biasa digunakan dalam pengukuran postur kerja diantaranya
adalah RULA, OWAS, dan REBA.

1) RULA

RULA atau A Rapid Upper Limb Assessment Tool adalah sebuah


penilaian yang mudah terhadap beban otot rangka pada anggota tubuh atas
(upper limb) yaitu leher dan tangan. RULA digunakan untuk menilai
postur, beban dan gerakan yang berhubungan dengan pekerjaan statis.
Empat kegunaan RULA adalah:

a. Mengukur risiko gangguan otot rangka, biasanya sebagai


investigasi ergonomi pendahuluan.

b. Membandingkan beban otot rangka pada desain tempat kerja


(workstation) aktual dan dimodifikasi.

c. Evaluasi outcome seperti produktivitas dan kelayakan peralatan

d. Mendidik pekerja tentang risiko otot rangka karena postur kerja


yang berbeda.

RULA adalah satu dari beberapa alat penilaian observasi postur yang
berguna dalam analisis pekerjaan. RULA penting sebagai sebuah alat
investigasi ergonomi awal. Saat menilai pekerjaan yang terdapat manual
handling, gerakan seluruh tubuh atau risiko tulang belakang dan kaki, maka
dibutuhkan tambahan alat penilaian seperti REBA (McAtamney dan
Corlett, 1993).

9
Kelebihan RULA adalah: Dapat menilai postur kerja dan hubungan
tingkatan risiko dalam waktu singkat; Tidak membutuhkan peralatan,
kecuali pulpen dan kertas; Dapat digunakan untuk menilai sebagian tugas
atau postur individu atau kelompok tertentu; Membandingkan keberadaan
serta tujuan disain tempat kerja untuk dilakukan suatu perubahan
ergonomi; dan Menyediakan pengukuran objektif yang perubahannya dapat
disarankan dan diinvestigasi dengan tujuan utama yaitu
mengimplementasikan solusi praktek terbaik. Sedangkan kekurangan
RULA adalah: Tidak didisain untuk menyediakan informasi postur secara
rinci; dan Membutuhkan tools lain untuk investigasi ergonomi yang lebih
rinci.
2) OWAS

OWAS atau Ovako Working Posture Analysis adalah suatu prosedur


untuk menilai kualitas postur punggung, lengan, kaki dan beban dan beban.
OWAS bertujuan untuk mengidentifikasi postur dimana pemindahan beban
bisa membahayakan seperti mendorong, menarik atau membawa beban
saat tubuh berputar atau postur tubuh terbebani secara asimetris untuk
direkomendasikan berubah. Prosedur untuk pekerjaan yang diteliti pada
interval 30 sampai 60 detik. Dari data ini, postur dapat dibandingkan
terhadap tabel dari kategori actions. Penggunaan lain OWAS adalah untuk
identifikasi kontribusi dari waktu yang digunakan (durasi) dalam bekerja
untuk melakukan pekerjaan dalam postur janggal. Jika > 100 sampel yang
diteliti, jumlah waktu dari semua postur yang berbahaya dapat
ditambahkan dan dikonversi ke dalam persentase (ILO, 1998).

Kelebihan OWAS adalah: Relatif mudah untuk dipelajari dan


digunakan; Hasilnya dapat dibandingkan dengan metode yang berbeda
untuk menetapkan prioritas yang diintervensi; Nilai dari bagian masing-
masing tubuh dapat digunakan untuk sebelum dan sesudah perbandingan;
Nilai dari masing-masing bagian tubuh dapat digunakan pada studi
epidemiologi; dan Mempunyai action category tersendiri untuk setiap
bagian tubuh. Sedangkan kekurangan OWAS adalah: Tidak ada informasi
durasi dan frekuensi postur; Metodenya tidak memisahkan tangan kanan

10
dan kiri; Metodenya tidak memberi informasi untuk siku atau pinggang,
Susah untuk dilaksanakan, karena terlalu banyak kombinasi postur yang
harus dinilai; dan Membutuhkan waktu yang lama.

3) REBA

REBA atau Rapid Entire Body Assessment adalah dikembangkan untuk


menilai tipe postur kerja yang tidak dapat diprediksi. REBA digunakan saat
penilaian ergonomi tempat kerja mengidentifikasi analisis postur lebih
lanjut yang mengharuskan:
a. Seluruh tubuh digunakan
b. Postur statis, dinamis, perubahan yang terjadi secara cepat, atau
tidak stabil
c. Memasukkan atau tidak memasukkan beban yang ditangani
secara berulang atau tidak.
d. Modifikasi tempat kerja, peralatan, pelatihan atau perilaku
berisiko yang perubahan sebelum dan sesudahnya dimonitor.
Data yang dikumpulkan adalah postur seluruh tubuh, beban, tipe
gerakan seperti tindakan, pengulangan dan genggaman. Penilaian REBA
dibagi dalam 2 grup, grup A (leher, kaki, punggung) dan grup B (lengan
bagian atas, lengan bagian bawah dan pergelangan tangan) pada bagian
kanan dan kiri. Hasil penilaian akhirnya digunakan untuk mengetahui
indikasi tingkat risiko dari tindakan yang dilakukan (McAtamney dan
Hignett, 2000).
Kelebihan REBA adalah: Sistem analisis postur yang sensitif pada
risiko musculoskeletal dalam berbagai macam pekerjaan (tugas); Teknik
penilaian yang membagi tubuh kedalam segmen-segmen; Menyertakan
variabel coupling/grip untuk mengevaluasi dalam menangani beban;
Menyediakan sistem skoring untuk aktivitas otot yang disebabkan oleh
statis, dinamis, atau postur yang tidak menetap; dan Skor akhir REBA
menyediakan action level dengan indikasi kedaruratan. Sedangkan
kekurangan REBA adalah: Tidak ada perhitungan durasi dan frekuensi; dan
Hasilnya dapat bias karena validitas dan reliabilitas rendah dalam
hubungannya pada kebutuhan yang spesifik untuk penilaian ergonomi.

11
Metode REBA (Rapid Entire Body Assessment)
Pada awalnya, metode REBA dikembangkan untuk menilai tipe
postur kerja yang tidak dapat diprediksi yang biasa terdapat pada
pelayanan kesehatan dan industri pelayanan lainnya. Perkembangan
awal REBA didasarkan pada jangkauan kompleksitas posisi anggota
tubuh menggunakan konsep dari RULA, REBA dan NIOSH dengan
mengumpulkan data mengenai postur, beban/tenaga yang digunakan,
pergerakan dan pengulangannya. Tabel REBA menyediakan
perubahan 144 kombinasi postur ke dalam skor tunggal yang
menunjukkan tingkat risiko musculoskeletal. Kemudian skor
digabungkan ke dalam tingakatan action yang memberi masukan untuk
menghindari atau mengurangi risiko postur yang dinilai. Hasil
penilaian REBA merupakan level risiko dan tindakan yang perlu
dilakukan, yaitu 1 yang berarti risiko dapat diabaikan dan tidak
diperlukan tindakan; 2-3 berarti risiko rendah dan mungkin diperlukan
tindakan; 4-7 yang berarti risiko sedang dan perlu tindakan; 8-10
berarti risiko tinggi dan tindakan secepatnya; dan 11-15 yang berarti
risiko sangat tinggi dan tindakan sesegera mungkin (McAtamney,
2005).

Langkah pengukuran metode REBA:


a) Observasi pekerjaan
Observasi tugas untuk merumuskan penilaian tempat kerja
menurut ergonomi secara umum termasuk akibat dari lingkungan
kerja, lay out tempat kerja, penggunaan peralatan dan perilaku
pekerja. Rekam data menggunakan foto atau video.
b) Memilih postur yang akan dinilai
Penentuan postur yang mana untuk dianalisis dari observasi
menurut kriteria di bawah ini:
 Postur yang paling sering dilakukan.
 Postur yang statis dalam waktu lama.
 Postur yang membutuhkan aktivitas otot atau tenaga yang

12
besar.
 Postur yang diketahui menyebabkan ketidaknyamana.
 Postur janggal, tidak stabil dan ekstrim.
 Postur yang paling sering dikembangkan melalui
intervensi, pengendalian dan perubahan lainnya.
Keputusan dapaat didasarkan pada satu atau lebih dari kriteria di atas.
c) Memberi nilai/skor pada postur
Untuk memberi nilai/skor, digunakan lembar penilaian dan skor
bagian tubuh. Penilaian awal dibagi menjadi 2 grup, grup A
terdiri dari punggung (trunk), leher (neck), dan kaki (legs) dan
grup B yang terdiri dari lengan atas (upper arms), lengan bawah
(lower arms) dan pergelangan tangan (wrists).
Postur grup B dinilai secara terpisah untuk bagian kiri dan
kanan. Catatan pada poin tambahan dapat ditambahkan atau tidak
tergantung pada posisi. Selain Itu, beban, genggaman dan
aktivitas dinilai pada tahap ini. Proses memberi nilai ini dapat
diulangi untuk setiap sisi tubuh dan postur yang lain.
d) Memproses skor
Menggunakan tabel A untuk menghitung skor tunggal dari
punggung, leher dan kaki. Nilai dicatat dalam kotak pada lembar
penilaian lalu ditambah dengan skor beban untuk menghasilkan
skor grup A. Dengan cara yang sama, skor lengan atas, lengan
bawah dan pergelangan tangan dihitung untuk mendapat skor
menggunakan tabel B. cara ini dapat diulang jika risiko MSDs
berbeda. Sor kemudian ditambah pada skor genggaman untuk
mendapat skor grup B. kor A dan B dimasukkan ke dalam tabel C
dan skor tunggal dapat langsung terbaca. Skor tersebut adalah skor
C.
e) Membuat skor REBA
Tipe aktivitas otot ditunjukkan kemudian ditampilkan melalui satu
skor aktivitas yang ditabahkan untuk memberi skor akhir REBA.
f) Memastikan tingkat action

13
Skor REBA kemudian diperiksa lagi pada tingkat action. Skor
tersebut kemudian digabungkan untuk melihat kebutuhan untuk
membuat perubahan.
2.6 RISK FACTOR
a. Identifikasi Resiko Manual Handling
Pekerjaan manual handling mempunyai kemungkinan besar dalam
menyebabkan risiko kesehatan dan cedera pada tenaga kerja. Oleh karena
itu kemungkinan resiko maupun cedera yang terjadi pada tenaga kerja
hares diidentifikasi oleh seseorang atau kelompok orang yang telah
mempunyai kemampuan dan ditunjuk oleh manajemen perusahaan atau
instansi melalui perantara kegiatan konsultasi dengan pan pekerja dan
perwakilan dar organisasi K3 (P2K3). Metodologi identifikasi ini harus:
1) Di buat dengan memperhatikan Iingkup, bentuk dan waktu untuk
memastikan agar dapat proaktif dari pada reaktif.
2) Memberikan identifikasi, prioritas dan dokumentasi risiko, serta
penerapan pengendalaian jika di perlukan.
Identifikasi resiko manual handling dapat dilakukan dengan
berbagai alternative, antara lain:
1) Melakukan pengecekan terhadap catatan cedera dan kecelakaan kerja di
tempat kerja. Hal ini harus dilakukan untuk mengidentifikasi tentang
informasi tentang dimana dan dalam pekerjaan apa cedera atau kecelakaan
kerja kemungkinan dapat terjadi.
2) Melakukan wawancara dengan pekerja dan perwakilan anggota P2K3.
Pengetahuan tentang lingkungan kedanya banyak didapatkan oleh pars
pekerja melalui aktivitas kerja sehari-hari, sehingga mereka mengetahui
banyak hal yang sebenarnya terjadi di lingkungan pekerjaannya terhadap
resiko yang mungkin dihadapi. Dengan demikian, para pekerja akan
memberikan banyak saran-saran yang baik untuk melakukan perbaikan.
3) Melakukan survei terhadap tempat kerja. Survei tempat kerja masih
menjadi salah satu yang dianggap tepat untuk identifikasi resiko yang
mungkin terjadi. Agar survei dapat berjalan secara efektif maka dapat

14
dipersiapkan dan dikembangkan suatu daftar periksa (cheklist) untuk
mengidentifikasi masalah-masalah yang berada di area kerja
Manajemen Risiko K3 adalah suatu upaya mengelola risiko untuk
mencegah terjadinya kecelakaan yang tidak diinginkan secara komprehensif,
terencana dan terstruktur dalam suatu kesisteman yang baik. Sehingga
memungkinkan manajemen untuk meningkatkan hasil dengan cara
mengidentifikasi dan menganalisis risiko yang ada. Pendekatan manajemen risiko
yang terstruktur dapat meningkatkan perbaikan berkelanjutan.
Dalam menerapkan Manajemen Risiko K3, ada beberapa tahapan/langkah
yang perlu dilakukan. Hal ini bertujuan agar proses Manajemen Risiko K3 dapat
berjalan dengan tepat dan sesuai. Tahapan yang perlu dilakukan dalam
menerapkan Manajemen Risiko K3 adalah :
a) Menentukan Konteks dan Tujuan (Establish Goals and Context)
Tahap identifikasi hubungan antara organisasi/perusahaan dan lingkungan
disekitarnya sesuai visi dan misi, mengidentifikasi kelebihan, kekurangan,
kesempatan dan kendala yang ada.
b) Penilaian Risiko
Penilaian risiko yaitu proses identifikasi dan analisa area-area dan proses-
proses teknis yang memiliki risko untuk meningkatkan kemungkinan dalam
mencapai sasaran biaya, kinerja/performance dan waktu penyelesaian
kegiatan
c) Identifikasi risiko (Identify risk)
Adalah proses peninjauan area-area dan proses-proses teknis yang memiliki
risiko potensial yang akan dikelola.
d) Analisa risiko (Analyse risk)
Adalah proses menilai risiko yang telah teridentifikasi menggunakan matrix
risiko untuk menentukan besarnya risiko. (risk = likelihood x consequences).
e) Evaluasi risiko ( Evaluate the risk)
Adalah proses penilaian risiko untuk menentukan apakah risiko yang terjadi
dapat diterima atau tidak dapat diterima.
f) Pengendalian risiko ( Treats the risk)

15
Pengendalian risiko meliputi identifikasi alternatifpengendalian risiko, dengan
cara menghindari risiko, mengurangi frekuensi terjadinya risiko, mengurangi
konsekuensi dari terjadinya risiko, mentransfer risiko secara penuh atau
sebagian kepada pihak lain yang lebih berkompeten menangani risiko tersebut
dan mempertahankan risiko.
g) Pemantauan dan Telaah Ulang (Monitor and Review)
Adalah proses evaluasi yang sistematis dari hasil kerja proses penanganan
risiko yang telah dilakukan dan sebagai dasar dalam penyusunan strategi
penanganan risiko yang lebih baik di kemudian hari.
Identifikasi risiko merupakan upaya sistimatis untuk mengetahui adanya
risiko dalam aktivitas organisasi. Lalu untuk menganalisa risiko mengunakan
analisa kualitatif untuk memberikan gambaran tentang tingkat risiko, dengan
menggunakan skala deskriptif untuk menjelaskan seberapa besar potensi risiko
yang akan diidentifikasi. Setelah di analisa selanjutnya di evaluasi. Suatu risiko
akan memberikan makna yang jelas bagi stakeholders jika diketahui apakah risiko
tersebut signifikan bagi kelangsungan bisnis. Sehingga diperlukan tindak lanjut
dari penilaian risiko untuk menentukan apakah risiko tersebut dapat diterima atau
tidak dan menentukan prioritas pengendalian risiko.
Setelah dilakukannya evaluasi risiko, selanjutnya dilakukan pengendalian
risiko. Pengendalian adalah proses, pengaturan, alat, pelaksanaan atau tindakan
yang berfungsi untuk meminimalisasi efek negatif atau meningkatkan peluang
positif (AS/NZS 4360:2004). Proses pengendalian risiko yang terjadi menurut
AS/NZS 4360: 2004 adalah sebagai berikut:
a) Berdasarkan hasil analisa dan evaluasi risko dapat ditentukan apakah suatu
risiko dapat diterima atau tidak. Pengendalian lebih lanjut tidak dilakukan
jika risiko dapat diterima (Generally Acceptable).
b) Dalam peringkat risiko, dikategorikan sebagai risiko yang dapat di
toleransi (Tollerable) maka risiko dapat dikendalikan menggunakan konsep
ALARP. Jika risiko berada di atas batas yang dapat diterima toleransi
(Generally Unacceptable) maka perlu dilakukan pengendalian lebih lanjut.
Pengendalian risiko dapat dilakukan dengan beberapa alternatif yaitu:
 Hindari risiko (avoid risk)

16
 Pengurangan Probabilitas (reduce probability)
 Pengurangan Konsekuensi (reduce consequence)
 Transfer risiko (risk transfer)
Pada prinsipnya kecelakaan bisa kita cegah, dengan melakukan tindakan
preventif dan berpedoman pada prinsip zero accident. Mematuhi segala peraturan,
perundangan dan kebijakan yang menyangkut K3. Dengan mengacu kesimpulan
diatas maka saran-saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut :
 Melakukan pelatihan yang berkaitan dengan risiko K3 kepada setiap tenaga
kerja.
 Memberlakukan sistim shift dan memberikan hari libur kepada pekerja
secara bergantian.
 Mengendalikan lingkungan kerja yang berbahaya dan memiliki risiko
tinggi dan terhadap peluang terjadinya risiko K3.
2.7 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BIOMEKANIKA
Faktor biomekanika meliputi posisi tubuh saat bekerja, force/beban,
frekuensi, durasi, dan paparan pada getaran. Kedua, faktor individu yaitu usia,
jenis kelamin, indeks massa tubuh, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga dan
masa kerja. Terakhir yaitu faktor psikososial (Bukhori, 2010 dalam Santosa &
Ariska, 2018).
A. Faktor Utama
1) Tenaga

Faktor pertama yang perlu diperhatikan dalam biomekanika adalah tenaga.


Komponen yang perlu diperhatikan adalah :
a) Kapabilitas manusia dalam mengimplementasikan tenaga.
b) Total tenaga gabungan.
Umpama kan tubuh manusia adalah sebuah mesin. Mesin memiliki
kekuatan/kelebihan dan kelemahan/kekurangan, demikian halnya dengan tubuh
manusia. Bagaimana 3 faktor mempengaruhi kapabilitas :
a) Posisi
b) Kecepatan ketika tenaga diaplikasikan
c) Durasi implementasi tenaga

17
Setiap saat seseorang mengeluarkan tanaga pada sebuah objek, ia akan
berusaha untuk menggunakan tenaga dengan berbagai cara untuk dapat seimbang
dan ada keuntungan mekanis. Pertama, manusia akan lebih kuat jika bekarja statis,
tanpa gerakan. Ketika kecepatan meningkat maka kemampuan seseorang dalam
mengaplikasikan tenaga akan menurun.
Dengan demikian apa yang dikerjakan seseorang ketika mengalikasikan tenaga
adalah mengunci kelemahan otot mereka dan membiarkan otot dengan kelebihan
mekanis. Mereka juga akan membiarkan berat dan momentum melakukan kerja
mereka jika memungkinkan.
Misalnya seorang mekanik dengan kunci inggris akan memutar kunci hanya
dengan tangannya sejauh masih dirasakan nyaman, ketika sampai pada sebagian
kecil putaran terakhir, ia menahan tangannya seputar kunci dan bersandar padanya.
Jika ia memiliki ruang cukup ia akan menahan sikunya sebaik mungkin, maka ia
akan memiliki tenaga cukup untuk waktu yang singkat. Panjang waktu aplikasi
bergantung pada level penggunaannya.
Otot membutuhkan nutrisi untuk melanjutkan kerja. Pada sekitar 20 MVC otot
merusakkan katup darah dan aliran darah berhenti-tidak ada darah, tidak ada
nutrisi. Otot perlu memompa selama kerja. Ketika ia melakukannya ia tidak hanya
memungkinkan darah mengalir, tapi juga mendorongnya. Inilah mengapa banyak
berjalan akan lebih baik bagi pekerja daripada hanya berdiri di satu tempat
tertentu. Berjalan memompa darah kembali dari kaki dan mengeliminasi yang
dinamakan venous pooling/kantong urat (dapat memicu pemekaran pembuluh).
Seseorang yang berdiri untuk jangka waktu lama dapat merasakan keluhan seperti
apa gejala yang dialaminya.
Dengan demikian seseorang akan mengaplikasikan tenaganya dengan
memanfaatkan kelebihan mekanisnya. Ia juga akan menggunakan keseluruhan
kelebihan mekanisnya ketika melibatkan bobot tubuhnya dalam bekerja. Disinilah
dimana keseimbangan mulai berperan dan ergonomi terlihat memiliki hubungan
dengan kesehatan dan keselamatan.
Seberapa kapabilitas manusia untuk menggunakan tenaganya bergantung pada
dimana pekerjaan diposisikan. Manusia akan berusaha memaksimalkan
kemampuan mekanisnya dalam melakukan pekerjaan-menahan otot mereka

18
selama memungkinkan. Salah satu akibat dari penggunaan tenaga ketika tempat
kerja dirancang tidak layak adalah hilangnya keseimbangan yang akan memicu
pada tekanan ataupun jatuh.
Kapabilitas seseorang dalam menggunakan tenaganya dipengaruhi oleh :
a) Dimana dan bagaimana tenaga digunakan
b) Kecepatan penggunaan tenaga
c) Durasi waktu penggunaan tenaga
d) Pengulangan dalam kerja/Repetition
2) Postur
Postur akan menentukan sejumlah faktor kritis yang berpengaruh terhadap
kapabilitas manusia :
a) Mechanical Advantage
Sambungan tubuh manusia tidak memiliki rancangan yang baik untuk sisi
mekanis, perubahan kecil dalam postur dapat mengakibatkan perubahan besar
dari sisi mekanis. Ketika seseorang memutar batang tubuhnya, ia memotong
separuh/tengah dari lengan dimana otot belakang melingkupi punggung. Hal
ini menyebabkan otot belakang bekerja 2 kali lebih keras. Hal lain yang perlu
diperhatikan adalah kerja dalam dari sel otot.
Jika otot berada pada pusat dari kisaran gerakan tersebut, otot akan mampu
menghasilkan tenaga yang lebih besar. Jika kerja ekstrim maka otot melemah.
Pemahaman ini jika dipadukan dengan pemahaman tentang kemampuan
mekanis tubuh manusia akan dapat memandu kita dalam merancang tempat
kerja. Ketika kita merancang tempat kerja senantiasa ingin menghasilkan
‘power posture’ untuk memaksimalkan kekuatan.
b) Stress / connective Tissue dan jaringan penghubung.
Connective tissue adalah massa yang menutupi urat, sendi, tulang rawan,
bursa dan synovia.
 Urat menghubungkan otot dengan tulang.
 Sendi menghubungkan otot dengan otot.
 Bursa adalah kantong yang menyediakan permukaan rendah gesekan
bagi tulang untuk bergeser antara satu dengan yang lainnya.

19
 Cartilage menyediakan permukaan rendah gesekan bagi tulang untuk
bergerak antar yang lain.
 Synovia menyediakan sarung/kantong rendah gesekan bagi
sambungan dan meminyaki sambungan. Jaringan penghubung sangat
berperan pada bagaimana tubuh dalam menghasilkan tenaga.
c) Blood Flow / aliran darah
Agar dapat melaksanakan suatu pekerjaan jaringan otot membutuhkan
perfusi. Jaringan membutuhkan aliran darah untuk membawa bahan bakar
dalam bentuk oksigen dan membutuhkan aliran darah untuk membawa
keluar produk sisa.Dalam posisi yang ekstrim pekerja mengalami
kelemahan kemampuan mekanis, kurang kuat, dan kurang mampu
mengelola kekuatannya karena kekurangan suplai bahan bakar ke dalam sel
sesuai yang dibutuhkan.
Postur merupakan faktor penting dalam mempertimbangkan
biomekanik. Ini akan menentukan kekuatan aktual, apakah jaringan
penghubung mengalami tekanan, serta menentukan daya tahan berdasarkan
jumlah aliran nutrisi ke dalam otot.
3) Pengulangan
Pengulangan merupakan faktor penting ke tiga yang perlu diperhatikan
dalam perancangan tempat kerja yang ergonomis. Selayaknya mesin, tubuh
manusia juga memiliki masa usang, namun tubuh manusia mampu untuk
memperbaiki diri selama tersedia cukup waktu dan jika kerusakan tidak
terlalu parah.

Pengulangan selayaknya diminimalkan untuk dapat meminimasai


terjadinya kelelahan serta memberi kesempatan bagi tubuh untuk
memperbaiki diri. Hal ini harus dilakukana secara cerdas agar operator
tetap dapat bekerja dengan kapasitas penuh serta kesehatan, keselamatan
dan produktivitas kerja dapat dicapai. Dalam upaya untuk dapat
melaksanakannya dengan baik, berikut adalah isu yang mempertimbangkan
kelelahan :

a) Penyebab kelelahan

20
 Kurangnya oksigen ke dalam otot untuk memproduksi ATP
(Adenosin Tri-Phosphate).
 Kurangnya oksigen disebabkan oleh kerja otot statis, kurangnya
waktu recovery, tekanan kondisi lingkungan kerja.
b) Perbedaan kelelahan dengan cumulative trauma.
 Jika seseorang mengalami kelelahan ataupun Cumulative Trauma
Disorder (CTD) maka kapabilitas kerjanya akan menurun.
c) Properti jaringan dan waktu recovery.
Aliran darah menentukan seberapa cepat kerusakan jaringan dapat
melakukan regenerasi. Jaringan penghubung tidak seperti otot yang
merupakan pembuluh darah.(dalam anatomi otot digambarkan merah
sementara tendon, ligamen dan cartilage digambarkan putih).. Jika otot
mampu melakukan regenerasi dalam waktu singkat manakala terdapat
cukup aliran darah, beda halnya dengan jaringan penghubung yang
bukan merupakan pembuluh darah membutuhkan waktu lama untuk
regenerasi. Jika jaringan penghubung mengalami tekanan berlebih
maka akan butuh waktu lama untuk recovery.
B. Faktor Pendukung
1) Umur
Secara umum dimensi tubuh manusia akan tumbuh dan bertambah
besar dengan bertambahnya umur sejak awal kelahiran sampai dengan
umur sekitar 20 tahunan.
2) Jenis kelamin (Sex)
Dimensi ukuran tubuh laki-laki umumnya akan lebih besar
dibandingkan dengan ukuran tubuh wanita, kecuali untuk beberapa ukuran
tubuh tertentu seperti pinggul, dan sebagainya.
3) Suku/bangsa (Ethnic)
Setiap suku, bangsa ataupun kelompok etnik akan memiliki
karekteristik fisik yang akan berbeda satu dengan yang lainnya.
4) Posisi tubuh (Posture)

21
Posisi tubuh standar harus diterapkan untuk survei pengukuran karena
berpengaruh terhadap ukuran tubuh. Pengukuran posisi tubuh dapat
dilakukan dengan dua cara pengukuran yaitu:
a) Pengukuran dimensi struktur tubuh (Structural Body Dimension).
Posisi tubuh diukur dalam berbagai posisi standar dan tidak bergerak.
Istilah lain dari pengukuran tubuh dengan cara ini dikenal dengan
“Static Anthropometry”. Ukuran diambil dengan persentil tertentu
seperti 5-th, 50-th dan 95-th.
b) Pengukuran dimensi fungsional tubuh (Functional Body Dimensions).
Disini pengukuran dilakukan terhadap posisi tubuh pada saat
melakukan gerakan tertentu. Hal pokok yang ditekankan dalam
pengukuran dimensi fungsional tubuh ini adalah mendapatkan ukuran
tubuh yang nantinya berkaitan erat dengan gerakan nyata yang
diperlukan tubuh untuk melaksanakan kegiatan tertentu. Cara
pengukuran semacam ini juga biasa disebut dengan “Dynamic
Anthropometry”.
5) Postur Kerja
Pertimbangan ergonomi yang berkaitan dengan postur kerja dapat
membantu mendapatkan postur kerja yang nyaman bagi pekerja, baik itu
postur kerja berdiri, duduk maupun postur kerja lainnya. Pada beberapa
jenis pekerjaan terdapat postur kerja yang tidak alami dan berlangsung
dalam jangka waktu yang lama. Hal ini akan mengakibatkan keluhan sakit
pada bagian tubuh, cacat produk bahkan cacat tubuh.
6) Aktivitas berulang
Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus-
menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu, dan sebagainya.
Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekana akibat beban kerja secara
terusmenerus tanpa memperoleh waktu untuk relaksasi.
7) Sikap kerja tidak alamiah
Posisi bagian tubuh yang bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya
pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala
terangkat, dan sebagainya dapat menyebabkan keluhan pada otot skeletal.

22
8) Beban Kerja
Tubuh manusia dirancang untuk dapat melakukan aktifitas
pekerjaan sehari-hari. Adanya massa otot yang beratnya hampir lebih dari
separuh beban tubuh, memungkinkan kita untuk dapat menggerakkan dan
melakukan pekerjaan, disatu pihak mempunyai arti penting bagi kemajuan
dan peningkatan prestasi, sehingga mencapai kehidupan yang produktif
sebagai tujuan hidup. Dipihak lain bekerja berarti tubuh akan menerima
beban dari luar tubuhnya. Dengan kata lain bahwa setiap pekerjaan
merupakan beban bagi yang bersangkutan. Beban tersebut dapat berupa
beban fisik maupun beban mental.
Dari sudut pandang ergonomi, setiap beban kerja yang diterima
oleh seseorang harus sesuai atau seimbang baik dala kemampuan fisik,
kognitif, maupun keterbatasan manusia yang menerima beban tersebut.
Kemampuan kerja seorang tenaga kerja berbeda dari satu dengan yang
lainnya dan sangat tergantung dari tingkat ketrampilan, kesegaran jasmani,
usia dan ukuran tubuh dari pekerja itu sendiri.
9) Fisik dan Mental
Secara garis besar kegiatan-kegiatan kerja manusia digolongkan
menjadi kerja fisik (otot) dan kerja mental (otak). Pemisahan ini tidak
dapat dilakukan secara sempurna, karena terdapatnya hubungan yang erat
antara satu dengan yang lainnya. Apabila dilihat dari energi yang
dikeluarkan, kerja mental murni relatif lebih sedikit mengeluarkan energi,
kerja fisik akan mengakibatkan perubahan fungsi alat-alat tubuh. Secara
umum yang disebut kerja fisik adalah kerja yang memerlukan energi fisik
otot manusia sebagai sumber tenaganya, kerja fisik sering dikonotasikan
sebagai kerja berat atau kasar, dalam kerja fisik ini, maka konsumsi energi
merupakan faktor utama atau tolok ukur yang dipakai sebagai penentuan
berat atau ringannya kerja fisik (Wignjosoebroto, 1996).

23
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Biomekanika adalah salah satu cabang ilmu dari bidang ilmu fisika yang
mempelajari gerakan dan perubahan bentuk suatu materi yang diakibatkan oleh
gangguan mekanik yang disebut gaya. Biomekanika adalah ilmu yang
menggunakan ilmu fisika dan mekanika teknik untuk mendeskripsikan gerakan
pada bagian tubuh (kinematik) dan memahami efek gaya dan momen yang terjadi
pada tubuh (kinetik) (Chaffin, 2006 dalam Indriastadi, 2014). Aplikasi keilmuan
biomekanika sangat luas, pengetahuan tentang otot rangka manusia dalam bekerja
dibutuhkan untuk pertimbanganm sebagai perancangan alat dan perancangan
tempat kerja (Iridiastadi, 2014).

Sedangkan Manual Material Handling (MMH) atau manual handling


menurut Suhardi (2008) adalah suatu kegiatan memindahkan yang dilakukan oleh
satu pekerja atau lebih dengan melakukan kegiatan pengangkatan, penurunan,
mendorong, menarik, mengangkut, dan memindahkan barang. Selama ini
pengertian manual handling hanya sebatas pada kegiatan mengangkat (lifting) dan
menurunkan (lowering) yang melihat aspek kekuatan vertikal. Padahal, kegiatan
manual handling tidak terbatas pada kegiatan tersebut diatas, masih ada kegiatan
(mendorong) pushing dan (menarik) pulling.

Faktor biomekanika meliputi posisi tubuh saat bekerja, force/beban,


frekuensi, durasi, dan paparan pada getaran. Kedua, faktor individu yaitu usia,
jenis kelamin, indeks massa tubuh, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga dan
masa kerja. Terakhir yaitu faktor psikososial (Bukhori, 2010 dalam Santosa &
Ariska, 2018).

3.2 SARAN

Untuk dapat menghindari gangguan kerja secara manual, maka kami


menyarankan sebaiknya lebih memperhatikan atau meningkatkan indicator-
indikator yang telah kami jabarkan diatas agar terciptanya Pemindahan Material
Secara Manual yang sesuai standar.

24
DAFTAR RUJUKAN

Handoko, L., 2016. Analisa aktivitas manual material handling pengangkatan


pupuk dari tinjauan ergonomi. Jurnal Pendidikan Profesional, 5 (1), hal. 309-316.

Kasjono dkk., 2017. Faktor risiko manual handling dengan keluhan nyeri
punggung bawah pembuat batu bata. Jurnal Kesehatan, 8 (2), hal 202-211.

Ariani, Tati. 2009. Gambaran Risiko MuskuloskeletalDisorders (MSDs) dalam


Pekerjaan Manual Handling pada Buruh Angkut Barang (Porter) di Stasiun
Kereta Jatinegara Tahun 2009. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia, Depok

Saputro AW. 2016. Hubungan risiko pekerjaan manual handling dengan


keluhan low backpain padapekerja bagianpenuangan cor logam di PT. Aneka
adhi logam karya ceper klaten. Surakarta. Fakultas ilmu kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

Suma’mur PK. (2013). Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes).


Jakarta: Sagung Seto.

Tarwaka. (2015). Ergonomi Industri. Surakarta: Harapan Press.

Madyana; 1996. Analisis Perancangan Kerja dan Ergonomi, Jilid I, Fakultas


Teknologi Industri Universitas Atmajaya Yogyakarta.

Iridiastadi Hardianto dan Yassierli. 2014. Ergonomi Suatu Pengantar.


Bandung: PT Remaja.

Chaffin, D.B. and Park, K.S., A lonitudinal Study of low back pain as
associated with Occupational lifting factors, American Industrial Hygiene
Association Journal, 1973, v 34, p.513.

Wignjo Soebroto, Sritomo; 1995. Studi Gerak dan Waktu, Edisi pertama, PT.
Guna Widya, Jakarta.

Corlett, E.N., Eklund, J.A.E., Reilly T. and Troup, J.D.G. (1987). Assesment of
workload from measurement of stature, Applied Ergonomics, v18, pp. 65-71.

25
https://www.academia.edu/24061472/OBSERVASI_MANUAL_HANDLING_DI_HERDH
EA_BATIK_COLLECTION

26

Anda mungkin juga menyukai