BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bekerja merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia. Kebutuhan itu
bermacam-macam, berkembang dan berubah, bahkan hal itu tidak disadari oleh
pelakunya. Seseorang bekerja karena ada sesuatu yang ingin dicapai dan orang
berharap aktivitas kerja yang dilakukannya akan merubah suatu keadaan yang
lebih memuaskan dari sebelumnya (Anoraga dalam Susetyo, 2012).
Kesehatan kerja mutlak harus dilaksanakan di dunia kerja dan di dunia
usaha, oleh semua orang yang berada di tempat kerja baik pekerja maupun
pemberi kerja, jajaran pelaksana, penyelia (supervisor) maupun manajemen, serta
pekerja yang bekerja untuk diri sendiri (self employed). Potensi bahaya dan risiko
di tempat kerja antara lain akibat sistem kerja atau proses kerja, penggunaan
mesin, alat dan bahan, yang bersumber dari keterbatasan pekerjanya sendiri,
perilaku hidup yang tidak sehat dan perilaku kerja yang tidak selamat/aman,
buruknya lingkungan kerja, kondisi pekerjaan yang tidak ergonomik,
pengorganisasian pekerjaan dan budaya kerja yang tidak kondusif bagi
keselamatan dan kesehatan kerja (Kurniawidjaja, 2011).
Salah satu hambatan yang berhubungan dengan produktivitas karyawan di
suatu perusahaan atau organisasi adalah kelelahan. Kelelahan kerja dapat
menimbulkan beberapa keadaan yaitu prestasi kerja yang menurun, fungsi
fisiologis motorik dan neural yang menurun, badan terasa tidak enak di samping
semangat kerja yang menurun (Bartley dan Chute dalam Setyawati, 2010).
Perasaan kelelahan kerja cenderung meningkatkan terjadinya kecelakaan kerja,
sehingga dapat merugikan diri pekerja sendiri maupun perusahaannya karena
adanya penurunan produktivitas kerja (Gilmer dan Sumamur dalam Setyawati,
2010). Kelelahan kerja terbukti memberikan kontribusi lebih dari 50% dalam
kejadian kecelakaan di tempat kerja. Menurut Swaen et al (2003), Peran kelelahan
dalam etiologi kecelakaan kemungkinan ada dua yaitu kelelahan mungkin
menurunkan kemampuan untuk memproses informasi tentang situasi bahaya, dan
kelelahan dapat menurunkan kemampuan seseorang untuk secara memadai
merespon situasi bahaya tersebut.
2
Pratiwi (2010) pada 40 tenaga kerja di pabrik gula Madukismo PT. Madubaru
diperoleh sekitar 12,5% tergolong pada status gizi kurang dan sekitar 35%
tergolong status gizi lebih. Hasil tersebut menunjukkan bahwa masih terdapat
tenaga kerja yang memiliki status gizi diluar batas normal dan dapat dikatakan
bahwa akan ada resiko terjadinya kelelahan pada tenaga kerja yang nantinya akan
berdampak pada produktivitas dan juga kejadian kecelakaan kerja.
Penelitian Rantung (2009) dan Pratiwi (2010) juga menganalisis hubungan
antara status gizi tenaga kerja dengan kelelahan yang dialami. Hasil menunjukkan
bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kedua variabel tersebut.
Hasil tersebut bertentangan dengan hasil penelitian Adi (2013) yang menunjukkan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara asupan gizi sebelum bekerja
dengan tingkat kelelahan pada tenaga kerja PT. X, Kabupaten Kendal. Perbedaan
hasil ini semakin menunjukkan bahwa kelelahan yang dialami oleh tenaga kerja
bukan hanya dipengaruhi oleh status gizi saja, melainkan dapat dipengaruhi oleh
faktor yang lainnya.
Menurut Gilmer;Davis;Shephard dalam Setyawati (2010), usia juga dapat
berpengaruh terhadap kekuatan fisik pekerja. Kekuatan fisik pekerja dapat
berubah, namun disisi lain kekuatan fisik disamping dipengaruhi oleh usia juga
dapat dipengaruhi oleh latihan, kematangan mental, dan pengalaman. Hal ini juga
didukung oleh hasil penelitian Setyawati bahwa usia merupakan variabel yang
berpengaruh terhadap perasaan kelelahan kerja.
Hallowell (2010) juga menyebutkan bahwa usia merupakan salah satu faktor
yang paling berpengaruh terhadap kelelahan. Individu yang berisiko adalah
individu dengan umur > 50 tahun dan < 25 tahun. Hasil penelitian Indah (2011)
diperoleh hubungan yang bermakna secara statistik antara usia dengan perasaan
kelelahan. Kemudian hasil penelitian Triyunita (2013) diperoleh dari 51 tenaga
kerja sekitar 7,9% pekerja yang berusia > 40 tahun dan semua pekerja tersebut
mengalami kelelahan kerja.
Selain usia, Hallowell (2010) menyebutkan bahwa masa kerja juga dapat
menjadi faktor penyebab kelelahan. Hasil penelitian Subur (2007) meyatakan
bahwa masa kerja memiliki hubungan yang positif dengan perasaan kelelahan,
artinya semakin tinggi masa kerja maka semakin tinggi pula perasaan kelelahan
4
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apakah ada hubungan antara status gizi dengan perasaan kelelahan pada
tenaga kerja lapangan PT. Rofenty Karsa Tama ?
2. Apakah ada hubungan antara masa kerja dengan perasaan kelelahan kerja
pada tenaga kerja lapangan PT. Rofenty Karsa Tama ?
3. Apakah ada hubungan antara usia dengan perasaan kelelahan kerja pada
tenaga kerja lapangan PT. Rofenty Karsa Tama ?
4. Apakah ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan perasaan kelelahan
kerja pada tenaga kerja lapangan PT. Rofenty Karsa Tama ?
5. Jika dianalisis secara simultan, apakah ada hubungan antara status gizi,
masa kerja, usia, dan kebiasaan merokok dengan perasaan kelelahan kerja
pada tenaga kerja lapangan PT. Rofenty Karsa Tama?
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dalam penelitian ini adalah :
1. Tujuan umum
Mengkaji hubungan antara status gizi, masa kerja, usia, dan kebiasaan
merokok dengan perasaan kelelahan pada tenaga kerja lapangan PT. Rofenty
Karsa Tama.
2. Tujuan khusus
a. Mengkaji hubungan antara status gizi dengan perasaan kelelahan pada
tenaga kerja PT.Rofenty Karsa Tama.
b. Mengkaji hubungan antara masa kerja dengan perasaan kelelahan
pada tenaga kerja PT. Rofenty Karsa Tama.
c. Mengkaji hubungan antara usia dengan perasaan kelelahan pada
tenaga kerja PT. Rofenty Karsa Tama.
d. Mengkaji hubungan antara kebiasaan merokok dengan perasaan
kelelahan pada tenaga kerja PT. Rofenty Karsa Tama.
e. Mengkaji hubungan antara status gizi, masa kerja, usia, dan kebiasaan
merokok yang dianalisis secara simultan dengan perasaan kelelahan
pada tenaga kerja PT. Rofenty Karsa Tama
C. .
D. MANFAAT PENELITIAN
1. PT. Rofenty Karsa Tama
6
Sebagai sumber informasi kepada pihak PT. PT. Rofenty Karsa Tama
mengenai keadaan status gizi pekerjanya dan juga perasaan kelelahan yang
dialami oleh tenaga kerja lapangan, sehingga dapat menjadi bahan diskusi
mengenai perbaikan maupun pencegahan terhadap keadaan status gizi yang
kurang baik dan perasaan kelelahan yang dialami oleh tenaga kerja di
kemudian hari.
2. Program Studi S-2 Kesehatan Kerja
Sebagai sumbangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu kesehatan
kerja mengenai hubungan status gizi dan masa kerja dengan perasaan
kelelahan pada tenaga kerja PT. Rofenty Karsa Tama. Penelitian ini juga
diharapkan dapat menambah referensi yang ada pada perpustakan
Universitas Gadjah Mada khususnya ilmu Keselamatan Dan Kesehatan
Kerja.
3. Bagi Peneliti
Sebagai bahan agar dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan
khususnya mengenai status gizi, masa kerja dan perasaan kelelahan serta
hubungan antara status gizi dan masa kerja dengan perasaan kelelahan pada
tenaga kerja. Sekaligus juga sebagai pemahaman tentang pentingnya
melaksanakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam segala kegiatan
pekerjaan yang dilakukan.
E. KEASLIAN PENELITIAN
Penelitian mengenai perasaan kelelahan kerja telah banyak dilakukan oleh
peneliti sebelumnya, namun sepengetahuan peneliti terdapat beberapa perbedaan
dengan penelitian sebelumnya. Adapun beberapa penelitian terdahulu yang telah
dilakukan berkaitan dengan perasaan kelelahan kerja adalah sebagai berikut:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Russeng (2009), dengan judul status gizi dan
kelelahan kerja (kajian pada pengemudi bus malam di Sulawesi Selatan dan
Barat). Persamaan penelitian pada variabel bebas yaitu status gizi dan
variabel terikat yaitu kelelahan, kemudian jenis penelitian yaitu
observasional. Perbedaan penelitian terletak pada rancangan penelitian yaitu
Hybrid Study Design, waktu dan lokasi penelitian, teknik pengambilan
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Status Gizi
1. Definisi
Menurut Suyatno dalam Azhar (2012) Status gizi merupakan kondisi
yang diakibatkan oleh status keseimbangan antara jumlah asupan zat gizi
dan jumlah yang dibutuhkan tubuh untuk berbagai fungsi biologis, seperti
pertumbuhan, perkembangan, aktivitas, pemeliharaan kesehatan, dan lain-
lain.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi
Menurut Robinson & Weighley, faktor-faktor yang mempengaruhi
status gizi, yaitu (Adriani & Wirjatmadi, 2012) :
a. Faktor langsung :
1) Asupan berbagai makanan
2) Penyakit
b. Faktor tidak langsung
1) Ekonomi keluarga, penghasilan keluarga merupakan faktor
yang mempengaruhi kedua faktor yang berperan langsung
terhadap status gizi.
9
Keterangan :
BB(kg) BB = berat badan (kg)
IMT = 2 TB = Tinggi badan (m)2
TB( m)
Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia adalah sebagai
berikut (Depkes dalam Supariasa dkk, 2012) :
Tabel 1. Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia
11
IMT Kategori
<17,00 Kekurangan berat badan tingkat berat (kurus)
17,0 18,5 Kekurangan berat badan tingkat ringan (kurus)
>18,5 25,0 Normal
>25,0 27,0 Kelebihan berat badan tingkat ringan (gemuk)
>27,0 Kelebihan berat badan tingkat berat (gemuk)
Selain IMT, Lingkar Lengan Atas (LLA) juga dapat digunakan dalam
penentuan status gizi orang dewasa. Menurut James et al dalam Tungdim &
Kapoor (2010), Lingkar Lengan Atas (LLA) juga merupakan salah satu
pengukuran antropometri yang dapat digunakan untuk menilai atau mengevaluasi
status gizi orang dewasa. Lingkar Lengan Atas ini diketahui sangat efektif dalam
penentuan gizi buruk pada orang dewasa di negara-negara berkembang.
Tabel 2. Lingkar Lengan Atas untuk Orang Dewasa (cm)
Umur Standar 100% 85% 80%
L P L P L P
Dewasa 29,5 28,5 25,0 24,0 23,5 23,0
Sumber : Direktorat Gizi DepKes R.I. dalam Chandra (2009)
Keterangan :
85% standar batas terendah = gizi baik
80% standar batas terendah = gizi kurang
<80% standar = gizi buruk
L = Laki-laki
P = Perempuan
d. Cara klinis
Riwayat medis dan pengujian fisik merupakan metode klinis yang
digunakan untuk mendeteksi tanda-tanda (pengamatan yang dibuat
oleh dokter) dan gejala-gejala (manifestasi yang dilaporkan oleh
pasien) yang berhubungan dengan malnutrisi. Tanda-tanda ini sering
tidak spesifik dan hanya berkembang selama tahap deplesi
(pengosongan cadangan zat gizi dalam tubuh) yang sudah parah.
Karena alasan tersebut, diagnosis defisiensi gizi tidak boleh
mengandalkan hanya pada metode klinis. Sebenarnya yang diinginkan
adalah upaya untuk mendeteksi defisiensi zat gizi marginal, yaitu
sebelum berkembangnya sindrom klinis. Oleh karena itu, metode
laboratorium harus digunakan sebagai pelengkap metode klinis.
5. Masalah gizi tenaga kerja
12
B. Masa Kerja
1. Definisi
Menurut Balai Pustaka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
dalam Siahaan (2010) menyatakan bahwa masa kerja merupakan
pengalaman individu yang akan menentukan pertumbuhan dalam pekerjaan
dan jabatan. Kemudian Siagian dalam Siahaan (2010) menyatakan bahwa
masa kerja menunjukkan berapa lama seseorang bekerja pada masing-
masing pekerjaan atau jabatan.
Menurut Oktaviani dalam Hadiyani (2013), senioritas atau masa kerja
adalah lamanya seorang tenaga kerja memberikan tenaganya pada
perusahaan tertentu. Sejauh mana tenaga kerja dapat mencapai hasil yang
memuaskan dalam bekerja tergantung dari kemampuan, kecakapan dan
keterampilan tertentu agar mampu melaksanakan pekerjaannya dengan baik.
Hadiyani (2013) menyimpulkan bahwa masa kerja merupakan tenggang
waktu yang digunakan seorang karyawan atau tenaga kerja untuk
14
C. Usia
1. Definisi
15
D. Kebiasaan Merokok
1. Definisi
Rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau
bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana
Rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin dan
tar dengan atau tanpa bahan tambahan (PPRI, 2003). Merokok berarti
membakar tembakau dan daun tar, dan menghisap asap yang dihasilkannya
(Husaini, 2007).
Nasution (2007), menyimpulkan bahwa perilaku merokok adalah
suatu kegiatan atau aktivitas membakar rokok dan kemudian menghisapnya
dan menghembuskannya keluar dan dapat menimbulkan asap yang dapat
terhisap oleh orang-orang di sekitarnya.
16
E. Kelelahan
1. Definisi
Menurut National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI) dalam
Williams & Ratel (2009), kelelahan adalah suatu kondisi dimana terjadi
penurunan pada kemampuan untuk mengembangkan kekuatan dan/atau
kecepatan otot, akibat aktivitas otot dibawah beban yang dapat dipulihkan
dengan istirahat. Kelelahan menurut Thiffault dalam De Vries et al (2003),
sebagai proses bertahap dan kumulatif kelelahan menggambarkan
penurunan kewaspadaan dan penurunan kapasitas untuk melaksanakan atau
melakukan, seriring dengan keadaan subjektif yang beruhubungan dengan
penurunan kinerja.
Menurut Nurmianto dalam Koesyanto (2008), kelelahan kerja akan
menurunan kinerja dan menambah tingkat kesalahan kerja. Meningkatnya
kesalahan kerja akan memberikan peluang terjadinya kecelakaan kerja
dalam industri. Kelelahan kerja adalah keadaan karyawan yang
mengakibatkan terjadinya penurunan vitalitas dan produktivitas kerja akibat
pekerjaan.
Para ahli bidang perawatan kesehatan Multiple Sclerosis, National
Multiple Sclerosis Society (NMSS), dan Consortium of Multiple Sclerosis
Centers (CMSC) mendefinisikan kelelahan sebagai kurangnya energi fisik
dan/atau mental yang dirasakan oleh individu secara subjektif yang dapat
mengganggu aktivitas yang biasa dilakukan atau diinginkan (Krupp, 2014).
2. Tanda-tanda Kelelahan
17
F. Tenaga kerja
Bekerja merupakan aktivitas manusia baik fisik maupun mental yang
dasarnya adalah bawaan dan mempunyai tujuan untuk mendapatkan kepuasaan
(Asad dalam Trisnawati, 2010). Seseorang bekerja karena ada sesuatu yang ingin
dicapai dan orang berharap aktivitas kerja yang dilakukannya akan merubah suatu
keadaan yang lebih memuaskan dari sebelumnya (Anoraga dalam Susetyo, 2012).
Menurut UU. No. 13 tahun 2003 BAB I Pasal 1 ayat 2, tenaga kerja adalah
setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang
dan/jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
Seseorang dikatakan tenaga kerja apabila memiliki kemampuan untuk bekerja dan
telah memasuki usia kerja. Batas usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah
berumur 15 tahun 64 tahun.
UU. No. 13 tahun 2003 BAB X Pasal 86 sampai dengan 87 menetapkan
bahwa setiap pekerja memiliki hak untuk mendapat perlindungan atas
keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan, serta perlakuan yang
sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama, guna
mewujudkan produktivitas kerja yang optimal. Setiap perusahaan juga wajib
untuk menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang
terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.
Keselamatan dan kesehatan kerja berkontribusi dalam mencegah kerugian
dengan cara mempertahankan, meningkatkan status kesehatan dan kapasitas kerja
fisik pekerja, serta mencegah terjadinya cedera atau penyakit dengan cara
melindungi pekerja dari efek buruk pajanan bahaya ditempat kerja dan juga
berkontribusi dalam membentuk perilaku hidup sehat dan perilaku kerja yang
kondusif bagi keselamatan dan kesehatannya. Pelaksanaan keselamatan dan
kesehatan kerja akan membantu kegiatan produksi agar dapat berjalan dan
organisasi dapat berkembang lancer berkesinambungan, tidak terganggu oleh
kejadian kecelakaan maupun pekerja yang sakit, tidak sehat, atau cacat, karena
pekerja tetap produktif dan perusahaan mampu bersaing bahkan di tingkat global
(Kurniawidjaja, 2011).
G. Landasan Teori
21
Penyakit
Lingkungan: Pencahayaan,
Kejiawaan (mental)
Gangguan tidur ventilasi atau pengaturan
Jenis kelamin udara, kebisingan, vibrasi,
Gambar 1. Kerangka teori modifikasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
suhu.
kelelahan kerja oleh Sumamur (1989) (1996), Sumamur dalam Subur (2007)
Hallowell (2010), Fardiaz dalam Ahirawati & Astuti (2009), Sjarifah dkk (2012),
Kodrat (2009), Wicken et al dalam Maurits & Widodo (2008), Retnani dalam
Azhar (2012), Nurmianto (2008), Setyawati (2010), Phoon dalam Setyawati
(2010)
I. Kerangka Konsep
Status Gizi
KELELAHAN
Masa Kerja
Usia Beban Kerja
Kebiasaan Merokok
: Variabel yang tidak diteliti
24
J. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Ada hubungan antara status gizi dengan perasaan kelelahan pada
tenaga kerja lapangan PT. Rofenty Karsa Tama.
2. Ada hubungan antara masa kerja dengan perasaan kelelahan pada
tenaga kerja lapangan PT. Rofenty Karsa Tama.
3. Ada hubungan antara usia dengan perasaan kelelahan pada tenaga
kerja lapangan PT. Rofenty Karsa Tama.
4. Ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan perasaan kelelahan
pada tenaga kerja lapangan PT. Rofenty Karsa Tama
5. Ada hubungan antara status gizi, masa kerja, usia, dan kebiasaan
merokok yang dianalisis secara simultan dengan perasaan kelelahan
pada tenaga kerja lapangan PT. Rofenty Karsa Tama.
25
6. BAB III
7. METODE PENELITIAN
8.
A. Bahan Penelitian
1. Jenis dan rancangan penelitian
9. Jenis penelitian ini menggunakan metode analitik
observasional dengan rancangan cross sectional. Dalam studi analitik
dengan rancangan cross sectional, peneliti mempelajari dinamika hubungan
atau korelasi antara faktor-faktor risiko dengan dampak atau efeknya. Faktor
risiko dan dampak atau efeknya diobservasi pada saat yang sama, artinya
setiap subyek penelitian diobservasi hanya satu kali saja dan faktor risiko
serta dampak diukur menurut keadaan atau status pada saat diobservasi
(Budiharto, 2008).
2. Lokasi dan waktu penelitian
10. Penelitian ini dilakukan di PT. Rofenty Karsa Tama.
3. Populasi dan sampel penelitian
a. Populasi
11. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pegawai atau
karyawan lapangan PT. Rofenty Karsa Tama. Kriteria inklusi dan
eksklusi adalah sebagai berikut :
1) Inklusi
a) Masa kerja 1 tahun (pengelola lapangan)
b) Bersedia menjadi responden
2) Eksklusi
12. Absen akibat mengalami kecelakaan atau jatuh sakit
sehingga butuh perawatan atau istirahat dalam waktu yang cukup
lama.
b. Besar sampel
13. Apabila jumlah populasi sudah diketahui, maka besar
sampel minimal dalam penelitian ini dicari dengan menggunakan rumus
Lemeshow dalam Isgiyanto (2009) yaitu sebagai berikut :
2
N z 1 /2 P (1P )
n=
14. 2 2
N d + z 1 /2 P(1P)
15. Keterangan :
16. n : besar sampel
17. N : besar populasi
26
Z 1 /2
18. :besaran nilai pada derajat kepercayaan
57.
3. Tahap penyelesaian
58.Data yang diperoleh kemudian diolah, dianalisis, dibahas,
kemudian ditarik kesimpulan dan saran untuk disusun sebagai laporan
penelitian.
59.
H. Analisis Data
1. Analisis univariat
60. Analisis ini digunakan untuk menjabarkan secara deskriptif
mengenai distribusi frekuensi dan proporsi masing-masing variabel yang
diteliti, baik variabel bebas maupun variabel terikat. Analisis ini bertujuan
untuk menjelaskan karakteristik setiap variabel penelitian sesuai dengan jenis
datanya (Sumantri, 2011).
2. Analisis bivariat
61. Analisis bivariat digunakan untuk mengkaji hubungan
antara masing-masing variabel bebas dengan variabel terikat, yaitu a)
hubungan antara status gizi dengan perasaan kelelahan kerja, b) hubungan
antara masa kerja dengan perasaan kelelahan kerja, c) hubungan antara usia
dengan perasaan kelelahan kerja, d) hubungan antara kebiasaan merokok
dengan perasaan kelelahan kerja. Selanjutnya, untuk mengetahui apakah ada
hubungan yang signifikan antara variabel bebas dengan variabel terikat perlu
dilakukan pengujian dengan menggunakan uji pearson product moment.
Tingkat kesalahan adalah 5% (0,05), jika diperoleh hasil p < 0,05 maka Ho
ditolak yang artinya terdapat hubungan yang bermakna antara kedua variabel
tersebut (Sugiyono dalam Indah, 2011).
3. Analisis Multivariat
62. Analisis multivariat digunakan untuk mengetahui variabel-
variabel bebas mana yang benar-benar memiliki hubungan dengan variabel
terikat dengan cara menghubungkan beberapa variabel bebas dengan satu
variabel terikat secara bersama-sama (Hastono dalam Trisnawati, 2010).
Analisis multivariat dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi linier
ganda yang menghubungkan variabel bebas (status gizi, masa kerja, usia, dan
kebiasaan merokok) dengan variabel terikat (kelelahan kerja) sehingga dapat
35
109. Kodrat, K.F. (2009) Pengaruh shift kerja terhadap kemungkinan terhadap
terjadinya kelelahan pada pekerja pabrik kelapa sawit PT. X Labuhan
Batu. Tesis, Universitas Sumatera Utara.
110. Krupp, L.B. (2014) Living well with MS: Managing Fatigue. Multiple
Sclerosis Society of Canada. Teva Neuroscience. Tersedia dalam:
<mssociety.ca/en/pdf/livingWell.pdf> [diunduh 10 januari 2014].
111. Kurniawidjaja, L.M. (2011) Teori dan aplikasi kesehatan kerja. Jakarta :
Penerbit Universitas Indonesia.
112. Matondang, Z. (2009) Validitas dan reliabilitas suatu instrumen penelitian.
Jurnal Tabularasa PPS UNIMED, 6 (1), 87-97.
113. Mauludi, M.N. (2010) Faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan
pada pekerja di proses produksi kantong semen PBD (Paper Bag
Division) PT. Indocement Tunggal Prakarsa TBK Citeureup-Bogor.
Skripsi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
114. Mutiah, A. (2013) Analisis tingkat Musculoskeletal Disorders (MSDs)
dengan Brief Survey dan karakteristik individu terhadap keluhan MSDs
pembuat wajan di Desa Cepogo Boyolali. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 2
(2) April.
115.
116. Nasution, I.K. (2007) Perilaku merokok pada remaja. Makalah penelitian,
Universitas Sumatera Utara.
117.
118. Nurmianto, E. (2008) Ergonomi, konsep dasar dan aplikasinya. Edisi
Kedua. Cetakan Kedua. Surabaya : Penerbit Guna Widya.
119. Pratiwi, A.D. (2010) Masa kerja, status gizi, tempat kerja, fungsi paru dan
kelelahan kerja pada pekerja di stasiun gilingan pabrik gula Madukismo
PT. Madu Baru. Tesis, Universitas Gadjah Mada.
120. Rantung, N.A. (2009) Hubungan antara lama kerja, shift kerja, dan status
gizi dengan kelelahan kerja karyawan laboratorium klinik (kajian pada
karyawan laboratorium klinik Prodia cabang Manado). Tesis, Universitas
Gadjah Mada.
121. Ratnawati, I. (2011) Pengaruh kecukupan gizi bagi pekerja [ Internet ],
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Bina Gizi
dan KIA. Tersedia dalam : < www.gizikia.depkes.go.id > [ diakses 25 mei
2013].
122. Russeng, S.S. (2009) Status gizi dan kelelahan kerja (Kajian pada
pengemudi bus malam di Sulawesi Selatan dan Barat). Disertasi,
Universitas Hasanuddin.
38
137. Tungdim, M.G., & Kapoor A.K. (2010) Nutritional status and chronic
disease among the adult tribal population of Northeast India. The Open
Anthropology Journal, 3, 188-191.
138. Williams, C., & Ratel, S. (2009) Human Muscle Fatigue. New York :
Routledge.
139. Yasril & Kasjono, H.S. (2009) Analisis Multivariat untuk Penelitian
Kesehatan. Yogyakarta : MITRA CENDEKIA press.
140. Yuniastuti, A. (2008) Gizi dan kesehatan. Yogyakarta : Graha Ilmu.
141.
142.
143.
144.
145.
146.
147.
148.
149.
150.
151.
152.
153.
154.
155.
156.
157.
158. LAMPIRAN 1. INFORMED CONSENT
159.
160. PROGRAM STUDI ILMU KESELAMATAN DAN KESEHATAN
KERJA
161. PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS GADJAH MADA
162. YOGYAKARTA TAHUN 2018
163.
164. PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN
165. Perihal : Surat Pengantar Permohonan Menjadi Responden
Penelitian
166.
dengan kerendahan hati peneliti mohon kesediaan Bapak untuk ikut serta sebagai
responden dalam kegiatan penelitian ini.
171.
172.
173.
174. Hormat
Peneliti,
175.
176. Taufik
Abdullah
177.
178.
179.
180.
181. PROGRAM STUDI ILMU KESELAMATAN DAN KESEHATAN
KERJA
182. PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS GADJAH MADA
183. YOGYAKARTA TAHUN 2018
184.
185. LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
186.
188.
191.
193.
195.
196.
197.
198.
199.
200.
201.
202.
203.
204.
205. LAMPIRAN II
207.
211. Lingkari pilihan jawaban dan isilah titik-titik dibawah ini sesuai
dengan pertanyaan yang diberikan !
212. Nama :
228.
229.
230.
231.
232.
233.
234.
235.
236.
237.
238.
239.
240.
241.
242.
243.
244.
245.
246.
247.
248.
249.
250.
251.
252.
253.
254.
255.
256.
257.
258.
259.
260.
261.
262.
263. LAMPIRAN III
267. Lingkarilah jawaban sesuai dengan apa yang anda rasakan selama
bekerja di tempat kerja anda. Jawaban yang anda berikan tidak akan dinilai
44
dan tidak akan dipublikasikan dalam bentuk apapun, hanya sebagai bahan
untuk melakukan penelitian.
269. Pertanyaan-pertanyaan :
1. Apakah setelah bekerja bapak menjadi sulit untuk mengontrol sikap (merasa
cepat marah, cepat tersinggung) ?
a. Ya, sangat sering ( jika tiap hari terasa dalam seminggu)
b. Ya, sering ( jika 3-4 hari terasa dalam seminggu)
c. Ya, kadang-kadang ( jika 1-2 hari terasa dalam seminggu)
d. Tidak pernah ( jika tidak pernah terasa)
2. Apakah bapak merasa lelah ataupun malas untuk berbicara setelah bekerja ?
a. Ya, sangat sering ( jika tiap hari terasa dalam seminggu)
b. Ya, sering ( jika 3-4 hari terasa dalam seminggu)
c. Ya, kadang-kadang ( jika 1-2 hari terasa dalam seminggu)
d. Tidak pernah ( jika tidak pernah terasa)
3. Apakah bapak merasa mengantuk setelah bekerja ?
a. Ya, sangat sering ( jika tiap hari terasa dalam seminggu)
b. Ya, sering ( jika 3-4 hari terasa dalam seminggu)
c. Ya, kadang-kadang ( jika 1-2 hari terasa dalam seminggu)
d. Tidak pernah ( jika tidak pernah terasa)
4. Apakah bapak merasa sulit untuk berkonsentrasi dalam mengerjakan sesuatu
setelah bekerja ?
a. Ya, sangat sering ( jika tiap hari terasa dalam seminggu)
b. Ya, sering ( jika 3-4 hari terasa dalam seminggu)
c. Ya, kadang-kadang ( jika 1-2 hari terasa dalam seminggu)
d. Tidak pernah ( jika tidak pernah terasa)
5. Apakah setelah bekerja bapak merasa berat pada mata, perih pada mata, berair
dan penglihatan menjadi kabur ?
a. Ya, sangat sering ( jika tiap hari terasa dalam seminggu)
b. Ya, sering ( jika 3-4 hari terasa dalam seminggu)
c. Ya, kadang-kadang ( jika 1-2 hari terasa dalam seminggu)
d. Tidak pernah ( jika tidak pernah terasa)
6. Apakah bapak cenderung lupa akan sesuatu setelah bekerja ?
a. Ya, sangat sering ( jika tiap hari terasa dalam seminggu)
b. Ya, sering ( jika 3-4 hari terasa dalam seminggu)
c. Ya, kadang-kadang ( jika 1-2 hari terasa dalam seminggu)
d. Tidak pernah ( jika tidak pernah terasa)
7. Apakah bapak merasa ingin terjatuh atau tidak stabil ketika berdiri setelah
bekerja?
a. Ya, sangat sering ( jika tiap hari terasa dalam seminggu)
b. Ya, sering ( jika 3-4 hari terasa dalam seminggu)
c. Ya, kadang-kadang ( jika 1-2 hari terasa dalam seminggu)
d. Tidak pernah ( jika tidak pernah terasa)
8. Apakah bapak cenderung terburu-buru dalam melakukan sesuatu setelah
bekerja ?
a. Ya, sangat sering ( jika tiap hari terasa dalam seminggu)
b. Ya, sering ( jika 3-4 hari terasa dalam seminggu)
45