Dosen Pengampu:
Wishnu Mahendra Wiswayana, S.IP, M.Si.
NIP. 2017108906281001
Oleh:
Zahra Putri Salsabila
NIM. 195120407111039
2020
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 2
DAFTAR GAMBAR, GRAFIK, DAN TABEL........................................................................ 4
BAB I ......................................................................................................................................... 5
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 5
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 5
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 11
1.3 Tujuan Penelitian....................................................................................................... 11
BAB II...................................................................................................................................... 13
KERANGKA PEMIKIRAN .................................................................................................... 13
2.1 Studi Terdahulu ......................................................................................................... 13
2.2 Stres ........................................................................................................................... 19
2.3 Beban Kerja Mental .................................................................................................. 25
2.4 Rating Scale Mental Effort (RSME) ......................................................................... 28
BAB III .................................................................................................................................... 30
METODE PENELITIAN......................................................................................................... 30
3.1 Jenis Penelitian .......................................................................................................... 30
3.2 Ruang Lingkup/Batasan Penelitian ........................................................................... 30
3.3 Jenis Data .................................................................................................................. 31
3.4 Teknik Pengumpulan Data ........................................................................................ 31
3.5 Teknik Analisis Data ................................................................................................. 32
BAB IV .................................................................................................................................... 33
GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN....................................................................... 33
4.1 Mahasiswa ................................................................................................................. 33
4.2 Sistem Kuliah Daring ................................................................................................ 35
BAB V ..................................................................................................................................... 37
PEMBAHASAN ...................................................................................................................... 37
5.1 Tingkat dan Penyebab Stres ...................................................................................... 37
5.2 Analisis Beban Kerja Mental Mahasiswa melalui RSME ........................................ 39
BAB IV .................................................................................................................................... 47
PENUTUP................................................................................................................................ 47
6.1 Kesimpulan................................................................................................................ 47
6.2 Saran .......................................................................................................................... 47
2
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 49
LAMPIRAN ............................................................................................................................. 52
3
DAFTAR GAMBAR, GRAFIK, DAN TABEL
4
BAB I
PENDAHULUAN
1
Rizal Fadli, “Coronavirus”, diakses dari https://www.halodoc.com/kesehatan/coronavirus pada tanggal 27
Oktober 2020(a).
2
WHO, “A Joint Statement on Tourism and COVID-19 – UNWTO and WHO Call for Responsibility and
Coordination”, diakses dari https://www.who.int/news/item/27-02-2020-a-joint-statement-on-tourism-and-
covid-19---unwto-and-who-call-for-responsibility-and-coordination pada tanggal 27 Oktober 2020.
3
Rizal Fadli, “Timeline Virus Corona, Dari Desember 2019 Hingga Kini”, diakses dari
https://www.halodoc.com/artikel/timeline-virus-corona-dari-desember-2019-hingga-kini pada tanggal 27
Oktober 2020(b).
5
melebihi wabah SARS pada 2003-2004 yang menewaskan 774 nyawa, sedangkan
Covid-19 telah memakan 811 korban jiwa secara global per tanggal 9 Februari 2020.
Pada 11 Februari 2020, WHO mengenalkan dunia pada virus Covid-19.
Amerika Serikat mengambil langkah dengan menutup penerbangan ke Tiongkok, Iran,
Italia, dan Korea Selatan sebab negara-negara tersebut mempunyai angka kasus yang
cukup tinggi. Indonesia untuk pertama kalinya juga mengumumkan secara resmi bahwa
dua WNI yang berlokasi di Depok, Jawa Barat telah terjangkit Covid-19 pada 2 Maret
2020. Di sisi lain, Italia sebagai salah satu negara yang mengalami peningkatan kasus
yang cukup drastis mengikuti langkah Cina dengan melakukan lockdown pada 60 juta
warganya. Tak lama setelah itu, Wold Health Organization (WHO) menyatakan virus
ini sebagai wabah pandemi pada 11 Maret 2020. Menanggapi hal tersebut, Amerika
Serikat melarang perjalanan dari 26 negara di Eropa. Bahkan, pertandingan liga basket
(NBA) dan liga hoki (NHL) juga ditangguhkan sampai waktu yang tidak ditentukan.
Selain itu, Kanada, Mesir, Prancis, dan Jerman ikut mengambil keputusan seperti
menutup perbatasan negara bagi turis asing, menangguhkan penerbangan, dan
mengimbau masyarakat untuk melakukan pembatasan pergerakan. Ribuan toko,
restoran, teater, dan bar di kota-kota besar seperti New York, Chicago, Los Angeles,
dan San Francisco pun diperintahkan untuk tutup atau berhenti beroperasi.
Dampak ekonomi global akibat pandemi virus corona (Covid-19)
diperkirakan bernilai lebih dari Rp 100 ribu triliun. Menurut laporan yang dikeluarkan
Asian Development Bank (ADB), ekonomi global dapat mengalami kerugian hingga
US$ 8,8 triliun atau sekitar Rp 131,12 kuadriliun akibat Covid-19. Angka ini
menyumbang hampir 10% dari produk domestik bruto (PDB) global. Namun, tingkat
keparahan pandemi juga bergantung pada berapa lama keberlangsungannya dan
seberapa baik pemerintah di seluruh dunia merespons. Kepala Ekonom ADB,
Yasuyuki Sawada, mengatakan analisis ini menyoroti peran penting yang dapat
dimainkan oleh intervensi kebijakan dan membantu mengurangi kerusakan ekonomi
di berbagai negara. Perkiraan baru tersebut naik lebih dari dua lipat kisaran US$ 2
triliun hingga US$ 4,1 triliun yang disampaikan ADB pada 3 April 2020.
Lembaga keuangan pembangunan multilateral telah lebih jauh mengadvokasi
peningkatan sistem kesehatan dan melindungi pendapatan serta pekerjaan untuk
menghindari pemulihan yang lebih sulit. ADB juga berkata bahwa tindakan
berkelanjutan yang diambil oleh pemerintah di seluruh dunia dapat mengurangi
dampak ekonomi virus hingga 40%. Laporan yang sama juga menunjukkan bahwa
6
diperkirakan 158 juta hingga 242 juta pekerjaan mungkin hilang secara global. Sekitar
70% di antaranya terjadi di kawasan Asia-Pasifik. Di saat yang sama, pembatasan
perjalanan dan lockdown yang diberlakukan untuk membatasi penyebaran virus
corona dapat menurunkan perdagangan global sebesar US$ 1,7 triliun menjadi US$
2,6 triliun.4
Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan Indonesia, menyatakan bahwa
kerugian ekonomi akibat wabah virus corona mencapai US$ 9 triliun sepanjang 2020-
2021. Nominal tersebut setara dengan perekonomian Jerman dan Jepang.
Menurutnya, hal itu disebabkan aktivitas manusia yang terbatas akibat wabah dan
kontraksi ekonomi dunia yang parah. Akibatnya, arus kas perusahaan mengering dan
melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Di negara maju seperti Amerika
Serikat, jumlah klaim pengangguran baru meningkat 26 juta hanya dalam jangka
waktu lima minggu. Di saat yang sama, optimisme konsumen juga menurun dengan
indeks terendah sejak 2011 di 71,2. Adapun penjualan ritel Cina pada Maret turun
menjadi -6,2% dan merupakan level tertinggi sejak 2009. Di negara Eropa, total
penjualan ritel ikut menurun pula menjadi -5,8%. Ini menunjukkan betapa dahsyatnya
pengaruh pandemi dan kurang dari satu kuartal sudah menyapu ekonomi bergitu
cepat. 5
Dari sudut pandang Direktur Eksekutif Institute for Development of
Economics and Finance (INdef), Tauhid Ahmad, ia mengatakan bahwa kerugian
ekonomi global akibat pandemi virus corona tidak terhitung. Dampaknya bahkan
lebih besar dibandingkan dengan perang dagang Amerika Serikat dengan Cina. Ketika
perang dagang meletus, negara-negara di dunia termasuk Indonesia masih bisa
memilih untuk menjalin kerja sama ekonomi internasional dengan Amerika Serikat
dan Cina. Oleh karena itu, perang dagang hanya menyumbang 1% dari kerugian
ekonomi global. Tauhid meyakini virus corona ini justru berdampak lebih serius pada
situasi ekonomi global tanpa dugaan. Hal tersebut sesuai dengan laporan riset terbaru
McKinsey yang memprediksikan pertumbuhan ekonomi global akan turun 3% pada
tahun 2020 dengan catatan Cina, Amerika Serikat, dan Eropa cepat terbebas dari
4
Renat Sofie Andriani, “Bombastis! Kerugian Ekonomi Pandemi Covid-19 Ditaksir hingga Rp 131,12
Kuadriliun!”, diakses dari https://ekonomi.bisnis.com/read/20200515/9/1241003/bombastis-kerugian-ekonomi-
pandemi-covid-19-ditaksir-hingga-rp13112-kuadriliun pada tanggal 21 November 2020.
5
Redaksi WE Online, “Sri Mulyani Klaim Kerugian Negara Gegara Pandemi Corona Setara Jerman, Kok
Bisa?”, diakses dari https://www.wartaekonomi.co.id/read283670/sri-mulyani-klaim-kerugian-negara-gegara-
pandemi-corona-setara-jerman-kok-bisa pada tanggal 21 November 2020.
7
pandemi virus corona. Tauhid juga mengatakan jika pandemi terus berlanjut,
pertumbuhan ekonomi global hanya akan tumbuh 1% hingga 1,5%. Oleh karena itu,
ia meminta pemerintah Indonesia untuk lebih meningkatkan koordinasi dengan
pemerintah daerah dan instansi terkait untuk meminimalisir kerugian ekonomi
nasional akibat wabah ini.6
Covid-19 ini juga sangat berdampak pada Indonesia. Badan Kebijakan Fiskal
(BKF) Kementrian Keuangan memperkirakan kerugian Indonesia akibat pandemi
akan mencapai Rp 320 triliun pada kuartal I 2020. Pasalnya, perekonomian nasional
mengalami penurunan sekitar 2,03%. Hidayat Amir, Kepala Pusat Kebijakan Makro
BKF, menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 2,97% pada kuartal
I 2020. Angka ini lebih rendah dari sekitar 5% pada periode yang sama tahun lalu.
Hal tersebut terpantau dari situasi pertumbuhan jika baseline tahun lalu tumbuh 5%
adalah hal yang normal sedangkan kuartal I hanya meningkat 2,97%. Ada loss
potential growth dari 5% ke 2,97% yakni sekitar 2,03% atau 2%. Hidayat juga
menjabarkan jika potensi kerugian ekonomi dapat dikuantifikasi dengan mengalikan
pelemahan ekonomi kuartal I 2020 dengan produk domestik bruto (PDB).
Produk domestik bruto saat itu adalah sekitar Rp 1.580 triliun dan kemudian
dikalikan dengan 2%. Jika dihitung, total potensi kerugian negara akibat Covid-19
sekitar Rp 320 triliun. Namun, Hidayat mengungkapkan bahwa BKF sedang mencatat
sektor ekonomi mana yang mengalami pertumbuhan dan penurunan. Tujuannya
adalah agar bisa menentukan rencana nasional ke depan. BKF mencoba menggunakan
metode baru untuk melacak ekonomi dengan menggunakan berbagai indikator non-
konvensional seperti aktivitas penerbangan dan konsumsi listrik sehingga jika Google
memiliki kemampuan mobilitas, maka penurunan aktivitas ekonomi akan ditangkap. 7
Industri pariwisata Indonesia juga mengeluhkan hilangnya pendapatan dari
Januari-April 2020. Hariyadi Sukamdani, Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan
Restoran Indonesia (PHRI), mengklaim akibat Pembatasan Sosial Berskala Besar
(PSBB) selama pandemi, industri pariwisata merugi hingga Rp 85,3 triliun. Lebih dari
2.000 hotel dan 8.000 restoran telah ditutup. Dari Januari hingga April 2020,
6
Sulaeman, “Kerugian Akibat Virus Corona Lebih Besar Dibanding Perang Dagang”, diakses dari
https://www.liputan6.com/bisnis/read/4204016/kerugian-akibat-virus-corona-lebih-besar-dibanding-perang-
dagang pada tanggal 21 November 2020.
7
Hendra Kusuma, “Kerugian Negara Akibat Corona Bisa Tembus Rp 320 T”, diakses dari
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5037682/kerugian-negara-akibat-corona-bisa-tembus-rp-320-t
pada tanggal 21 November 2020.
8
kemungkinan terjadi kerugian sekitar Rp 30 triliun dari sektor hotel dan sekitar Rp 40
triliun dari sektor restoran. Kemudian, kerugian maskapai juga mencapai US$ 812
juta atau setara Rp 11,3 triliun sedangkan operator tur mencapai Rp 4 triliun. Haryadi
menjelaskan, taksiran kerugian tersebut termasuk kerugian lain-lain yang langsung
dirasakan oleh para karyawan hotel dan restoran. Banyak karyawan yang dipecat dan
dirumahkan atau dicutikan di luar tanggungan perusahaan (unpayed leave) karena
masih menunggu perkembangan peningkatan demand. Para karyawan menerima upah
sebagian atau tidak sama sekali karena statusnya unpaid leave.
Selain itu, kemungkinan PHK adalah sebesar 30% hingga 40% dari jumlah
total pekerja saat ini. Ketika kontrak pekerja sudah habis, maka tidak akan
diperpanjang dan permintaan pekerja dengan keterampilan berbeda tidak akan
berubah. Haryadi juga menyinggung konsekuensi ditutupnya hotel dan restoran serta
industri pariwisata tidak bisa memberikan devisa kepada negara seperti biasanya. Ia
mengatakan dari Januari-April 2020 potensi kerugian devisa mencapai US$ 4 miliar
atau setara dengan Rp 56 triliun dan kemudian ada pula potensi hilangnya pajak dan
retribusi daerah.8
Di sisi lain, kepanikan dan ketakutan mulai menghantui masyarakat di tiap
negara. Penyakit yang disebabkan oleh virus corona jenis baru ini menyebar dengan
sangat cepat dalam waktu singkat. Tidak ada vaksin atau perawatan pencegahan untuk
virus tersebut dan orang-orang juga tidak tahu seberapa mematikannya Covid-19.
Dalam keadaan seperti ini, dapat dimaklumi bahwa orang akan ketakutan. 9 Selain itu,
rasa ketakutan ini semakin diteror dengan video-video yang beredar di internet terkait
virus corona seperti seseorang yang tumbang secara tiba-tiba dalam rekaman CCTV
dan ternyata terjangkit virus corona. Masyarakat juga banyak yang melakukan panic
buying di mana mereka membeli produk dalam jumlah yang luar biasa besar sebagai
langkah antisipasi. Menurut psikolog David DeSteno dalam editorial untuk The New
York Times, yang menjadi penyebab ketakutan menjadi-jadi adalah campuran emosi
yang salah dikalibrasi dan pengetahuan yang terbatas.
8
Selfie Miftahul Jannah, “Industri Pariwisata Keluhkan Kerugian Capai Rp 85,3 T Akibat Corona”, diakses dari
https://tirto.id/industri-pariwisata-keluhkan-kerugian-capai-rp853-t-akibat-corona-fQSW pada tanggal 21
November 2020.
9
Annabelle Timsit, “The Psychology of Coronavirus Fear—and How to Manage It”, diakses dari
https://qz.com/1812664/the-psychology-of-coronavirus-fear-and-how-to-overcome-it/ pada tanggal 21
November 2020.
9
Ada istilah dalam psikologi disebut “availability bias” yang berarti bahwa
kita memberikan atensi lebih untuk peristiwa yang dapat segera kita ingat. Media yang
tanpa henti memberitakan tentang wabah ini juga tidak begitu membantu. Konsultan
psikolog kesehatan klinis di Inggris, Dorothy Frizelle, mengatakan bahwa hal tersebut
menempatkan orang-orang dalam keadaan hiper-waspada sehingga informasi tentang
wabah Covid-19 melanggengkan ketakutan. Orang-orang juga lebih memperhatikan,
mendengar, dan membaca lebih lanjut lalu menafsirkannya sebagai ancaman.
Manusia telah berevolusi untuk berekasi buruk terhadap ketidakpastian dan hal-hal
yang tidak bisa diprediksi, dan keduanya membuat kita merasa kekurangan kontrol.
Manusia memiliki respon yang keras untuk menanggapi ancaman dan untuk
melindungi diri sendiri, tetapi ini sulit untuk dilakukan ketika ancaman itu begitu
tidak pasti. Di situlah orang-orang akan mengambil perilaku yang tidak biasa, seperti
panic buying.10
Beberapa negara mulai menanggapi virus Covid-19 ini dengan menerapkan
kebijakan yang sama seperti Cina, yaitu melakukan lockdown tetapi tidak dengan
Indonesia yang lebih memilih untuk menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar
(PSBB) yang berarti pembatasan kegiatan penduduk dalam suatu wilayah yang diduga
terinfeksi penyakit atau terkontaminasi untuk mencegah kemungkinan penyebaran
penyakit. Dari bulan Mei, dampak dari Covid-19 dengan intens mempengaruhi seluruh
kegiatan masyarakat. Pemerintah mulai menganjurkan gerakan physical distancing atau
jaga jarak aman, menyebabkan beberapa sektor menjadi lumpuh. Alhasil tempat
hiburan, wisata, dan lain sebagainya mulai sepi sebab juga harus mentaati aturan
pemerintah untuk tutup lebih awal. Tak sampai di situ, pemerintah Indonesia pun
menggaungkan gerakan work from home atau bekerja dari rumah untuk para pekerja,
dan hal yang sama berlaku pula pada para pelajar juga mahasiswa. Hal-hal tersebut
dilakukan oleh pemerintah demi memutus rantai penyebaran Covid-19 agar tak
menjalar lebih jauh sebab kian hari kasus Covid-19 di Indonesia kian melejit.
Sebagai tanggapan terhadap penerapan work from home, universitas-
universitas di Indonesia mulai mengalihkan sistem perkuliahan ke daring. Selain itu,
segala kegiatan komunikasi face to face atau tatap muka sendiri juga diminimalisir dan
dialihkan ke daring. Dengan tidak mengesampingkan fakta bahwa wabah pandemi ini
adalah masa pelik di mana rutinitas yang sudah biasa kita lakukan terhenti secara tiba-
10
Ibid.
10
tiba dan mau tak mau harus berdiam diri di rumah masing-masing, perkuliahan secara
daring merupakan tantangan baru lain yang harus dihadapi oleh para mahasiswa.
Dengan berkuliah daring, mahasiswa membutuhkan lebih banyak sumber daya seperti
laptop, komputer atau ponsel, dan koneksi internet agar dapat berkuliah. Belum lagi
memperhitungkan lamanya masa karantina yang sudah dilalui, pasti banyak kendala-
kendala dan tantangan-tantangan yang dihadapi mahasiswa selama proses perkuliahan
daring yang tidak dapat dihindari seperti stres akibat isolasi yang dilakukan di masa
pandemi ini.
Penelitian Steve Cole, profesor biobehavioral di Universitas California, Los
Angeles (UCLA), menunjukkan bagaimana pengalaman psikologis termasuk isolasi
sosial yang berkepanjangan dan ketakutan terus menerus untuk keselamatan dapat
memengaruhi sistem kekebalan tubuh kita dan pada akhirnya juga kesehatan kita.11
Tentu ini hal yang berbahaya, belum lagi stres itu diikuti oleh tuntutan-tuntutan tugas
yang semakin limpah, terutama bagi para pelajar dan mahasiswa. Di media sosial pun
sudah banyak yang mengeluh karena banyaknya tugas yang harus dikerjakan dengan
tenggat waktu yang berdempatan. Dalam kondisi stres, kita memiliki sumber daya yang
tidak begitu memadai untuk memenuhi tuntutan tugas tersebut—inilah yang kemudian
dinamakan sebagai beban kerja mental. Berdasarkan alasan-alasan ini, peneliti akhirnya
memutuskan untuk membuat penelitian dengan mengukur tingkat stres dan beban kerja
mental para mahasiswa dengan sistem kuliah daring di kala pandemi.
11
Paola Scommegna, “Coronavirus Stress and Fear Could Take a Toll on Our Health”, diakses dari
https://www.prb.org/coronavirus-stress-and-fear/ pada tanggal 21 November 2020.
11
2. Mengetahui beban kerja mental mahasiswa dengan sistem kuliah daring di kala
pandemi.
3. Memuaskan keingintahuan peneliti terhadap konteks yang diangkat.
4. Menjadi acuan dan referensi bagi penelitian selanjutnya.
12
BAB II
KERANGKA PEMIKIRAN
12
Melani Kartika Sari, “Tingkat Stres Mahasiswa S1 Tingkat Satu dalam Menghadapi Wabah COVID-19 dan
Perkuliahan Daring di STIKes Karya Husada Kediri”, 2020, hal. 31-35.
13
Baiturrahmah” pada tahun 2019. Metode dari penelitian ini adalah
deskriptif dengan analitik komparatif katagorik tidak berpasangan
observasional dengan pendekatan cross sectional. Sampel dalam penelitian
ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah
angkatan 2015 dan angkatan 2018 yang berjumlah 80 orang. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui perbandingan tingkat stres pada mahasiswa
angkatan 2018 dengan angkatan 2015 Fakultas Kedokteran Universitas
Baiturahmah. Peneliti kemudian menarik kesimpulan bahwa didapatkan
perbedaan tingkat stres pada mahasiswa angkatan 2018 dengan angkatan
2015 Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah, di mana angkatan
2015 lebih tinggi daripada angkatan 2018. P=0,020 (p<0,05).13
3. Penelitian karya Samuel H. Pandiangan, Manik Mahachandra, dan Naniek
Handayani yang berjudul “Analisis Beban Kerja Mental Divisi HR & GA
PT. Pertamina Transkontinental dengan Metode Rating Scale Mental
Effort” pada tahun 2019. Metode dari penelitian ini adalah deskriptif
dengan analisis Rating Scale Mental Effort (RSME). Karena jumlahnya
tidak banyak, maka seluruh pekerja di divisi HR (Human Resource) & GA
(General Affair) ini dilibatkan sebagai responden penelitian. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui tingkat beban kerja mental para pekerja,
mengidentifikasi penyebab utama timbulnya beban mental, dan juga untuk
memberikan saran kepada perusahaan atas dasar identifikasi beban mental
tersebut. Peneliti kemudian menarik kesimpulan bahwa beban mental
pekerja cukup tinggi, meskipun tidak ada perbedaan signifikan antar jenis
kelamin, kelompok usia dan kelompok masa kerja. Kondisi yang menjadi
penyebab dasar tingginya beban kerja mental pekerja adalah ketidakjelasan
pembagian kerja pada divisi tersebut.14
4. Penelitian karya Fatin Saffanah Didin, Intan Mardiono, dan Hersa Dwi
Yanuarso yang berjudul “Analisis Beban Kerja Mental Mahasiswa saat
Perkuliahan Online Synchronous dan Asynchronous Menggunakan Metode
13
Adhitya Yunica Agusmar, Ade Teti Vani, dan Sri Wahyuni, “Perbandingan Tingkat Stres pada Mahasiswa
Angkatan 2018 dengan Angkatan 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah”, Health & Medical
Journal, Vol. 1 No, 2, 2019, hal 34-38.
14
Samuel H. Pandiangan, Manik Mahachandra, dan Naniek Handayani, “Analisis Beban Kerja Mental Divisi HR
& GA PT. Pertamina Transkontinental dengan Metode Rating Scale Mental Effort”, Seminar Nasional Teknik
Industri Universitas gadjah Mada, 2019, hal. 42-46.
14
Rating Scale Mental Effort” pada tahun 2020. Metode penelitian ini adalah
deskriptif. Partisipan pada penelitian ini berjumlah 111 orang yang berasal
dari 2 angkatan mahasiswa di Program Studi dan Universitas yang sama di
salah satu Universitas di Lampung. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui mengukur serta menganalisa beban kerja mental mahasiswa
dengan menggunakan metode Rating Scale Mental Effort (RSME). Peneliti
kemudian menarik kesimpulan bahwa hasil pengukuran menunjukkan nilai
RSME indikator beban kerja dan kesulitan kerja antar metode pembelajaran
daring berbeda signifikan. Beban kerja mental, kesulitan kerja, usaha
mental kerja, kegelisahan kerja dan kelelahan kerja saat pembelajaran
daring cukup tinggi pada sistem pembelajaran menggunakan Synchronous,
dengan nilai 93,27; 94,5; 94,27; dan 96,54. Namun, untuk kepuasan kerja,
mahasiswa lebih puas belajar dengan Asynchronous dibandingkan dengan
dengan Synchronous, yaitu sejumlah 79,61. Sehingga berdasarkan beban
mental mahasiswa metode pembelajaran daring dengan Asynchronous lebih
disarankan dengan mempertimbangkan kualitas dan penyampaian
materinya.15
15
Fatin Saffanah Didin, Intan Mardiono, dan Hersa Dwi Yanuarso, “Analisis Beban Kerja Mental Mahasiswa
saat Perkuliahan Online Synchronous dan Asynchronous Menggunakan Metode Rating Scale Mental Effort”,
Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 13 No. 1, 2020, hal. 49-55.
15
juga menimbulkan
stressor tambahan
bagi mahasiswa.
Ditambah dengan
keterbatasan
aktivitas dan
kebosanan selama
stay at home juga
menjadi stressor
tambahan yang
menimbulkan stres
bagi mahasiswa
selama pandemic
Covid-19 ini.
Adhitya Perbandingan Frekuensi Deskriptif Pada penelitian ini
Yunica Tingkat Stres stres dan dengan desain didapatkan
Agusmar, pada Mahasiswa penyebab cross sectional, perbedaan tingkat
Ade Teti Angkatan 2018 stress dengan kuantitatif stres pada
Vani, dan Sri dengan perkuliahan mahasiswa angkatan
Wahyuni Angkatan 2015 2018 dengan
(2019) Fakultas angkatan 2015
Kedokteran Fakultas
Universitas Kedokteran
Baiturrahmah Universitas
Baiturrahmah, di
mana angkatan
2015 lebih tinggi
daripada angkatan
2018. P=0,020
(p<0,05).
Samuel H. Analisis Beban Beban Kerja Deskriptif Hasil menunjukkan
Pandiangan, Kerja Mental (BK), dengan analisa bahwa beban mental
Manik Divisi HR & Kesulitan pekerja cukup
16
Mahachandra, GA PT. Kerja (KK), RSME, tinggi, meskipun
dan Naniek Pertamina Performansi kuantitatif tidak ada perbedaan
Handayani Transkontinental Kerja (PK), signifikan antar
(2019) dengan Metode Usaha jenis kelamin,
Rating Scale Mental Kerja kelompok usia, dan
Mental Effort (UMK), kelompok masa
Kegelisahan kerja. Kondisi yang
Kerja (KgK), menjadi penyebab
dan dasar tingginya
Kelelahan beban kerja mental
Kerja (KIK) pekerja adalah
ketidakjelasan
pembagian kerja
pada divisi tersebut.
Fatin Analisis Beban Beban kerja, Deskriptif Hasil pengukuran
Saffanah Kerja Mental kesulitan dengan analisa menunjukkan nilai
Didin, Intan Mahasiswa saat kerja, RSME, RSME indikator
Mardiono, Perkuliahan performansi kuantitatif beban kerja dan
dan Hersa Online atau kesulitan kerja antar
Dwi Synchronous kepuasan metode
Yanuarso dan kerja, usaha pembelajaran daring
(2020) Asynchronous mental kerja, berbeda signifikan.
Menggunakan kegelisahan Beban kerja mental,
Metode Rating kerja, dan kesulitan kerja,
Scale Mental kelelahan usaha mental kerja,
Effort kerja kegelisahan kerja
dan kelelahan kerja
saat pembelajaran
daring cukup tinggi
pada sistem
pembelajaran
menggunakan
Synchronous,
17
dengan nilai 93,27;
94,5; 94,27; dan
96,54. Namun,
untuk kepuasan
kerja, mahasiswa
lebih puas belajar
dengan
Asynchronous
dibandingkan
dengan dengan
Synchronous, yaitu
sejumlah 79,61.
Sehingga
berdasarkan beban
mental mahasiswa
metode
pembelajaran daring
dengan
Asynchronous lebih
disarankan dengan
mempertimbangkan
kualitas dan
penyampaian
materinya.
2.2 Stres
Istilah stres pertama dikenal sekitar awal abad ke-14 dengan pengertian
kesulitan atau penderitaan yang begitu berat. Istilah tersebut juga masih didasarkan
pada penekanan yang belum diterapkan secara sistematis (Lazarus, 1993). Pada abad
19
ke-18 hingga awal abad ke-19, stres kemudian dipahami sebagai kekuatan, tekanan,
ketegangan, atau usaha kuat yang diberikan pada sebuah objek material atau seseorang
“organ atau kekuatan mental” (Hinkle, 1974). Sebenarnya, istilah stres sudah mulai
digunakan dalam ilmu kesehatan dan sosial (Barlett, 1998), namun akhirnya pada tahun
1930 dikaitkan dengan kondisi manusia dalam penelitian ilmiah (Lyon, 2012). Pada
abad ke-19 dan ke-20, stres dan tekanan telah dikonseptualisasikan sebagai penyebab
masalah kesehatan fisik dan mental (Hinkle, 1974).16 Buku-buku kedokteran
menunjukkan bahwa 50-70% penyakit fisik sebenarnya disebabkan oleh stres.
Setidaknya, stres menjadi faktor yang membuat orang lebih rentan sakit atau
sebaliknya. Akibat dari stres bisa bermacam-macam, dari penyakit saluran pencernaan,
sakit kepala, kelalahan kronis, bahkan sampai keracunan.
Menurut Looker dan Gregson dalam Jannah (2013), ketika ada permintaan
atau tuntutan yang diterima dan itu tidak sesuai dengan kemampuan untuk
mengatasinya, stress adalah kondisi yang kita alami. Chaplin (2002) menunjukkan
dalam kamus psikologi bahwa stres adalah keadaan tertekan secara fisik dan psikologis.
Tekanan itu berasal dari frustasi dan konflik pribadi yang berasal dari berbagai
kehidupan manusia. Konflik antara dua atau lebih kebutuhan atau harapan yang perlu
dipenuhi yang terjadi secara berbenturan juga bisa menjadi penyebab stres. Menurut
Abbas (2007), stres adalah kondisi fisik dan mental, fisik dan psikologis seseorang yang
tidak dapat bekerja secara normal tanpa memandang jenis kelamin, usia, posisi, status
sosial ekonomi dan dapat terjadi kapan saja. Istilah stres mengacu pada tekanan atau
kebutuhan yang dialami oleh individu atau organisme untuk beradaptasi (Nevid,
Rathus, & Greene, 2005).17 Di sisi lain, menurut Ningsih (2015), stres adalah keadaan
tertekan yang dialami seseorang yang menyebabkan individu itu merasa gugup dan
menurut Kartika (2015), stres merupakan tekanan yang ditanggung seseorang yang
akan memengaruhi kehidupan seseorang sehingga menghasilkan emosi yang akan
menimbulkan emosi negatif pada diri sendiri dan orang lain. 18 Stres akan berdampak
pada tubuh, kecerdasan, psikologi, masyarakat, dan jiwa.
16
Lumban Gaol, “Teori Stres: Stimulus, Respons, dan Transaksional”, Buletin Psikologi, Vol. 24 No. 1, 2016,
hal. 2.
17
Rina Istifadah, Skripsi: “Coping Stres ODHA (Orang dengan HIV/AIDS): Studi Kasus pada ODHA yang Telah
Meninggalkan Perilaku Beresikonya” (Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim, 2014), hal. 12.
18
Restiawati Ningsih, Skripsi: “Hubungan Penggunaan Media Sosial terhadap Tingkat Stres pada Remaja di
SMPN 2 Dukun Kabupaten Magelang” (Magelang: Universitas Muhammadiyah Magelang, 2019), hal. 17.
20
Cannon adalah peneliti pertama yang mengedepankan konsep stress pada
tahun 1914 dengan tajuk “Fight or Escape Response” (Bartlett, 1998). Menurut konsep
tersebut, stres diartikan sebagai respons tubuh terhadap sesuatu. Cannon
mengemukakan bahwa stres merupakan penyakit homeostasis yang dapat
menyebabkan perubahan keseimbangan fisik akibat rangsangan fisik dan psikologis.
Namun seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan maraknya penelitian di
bidang stres, berbagai teori tentang stres bermunculan. Beberapa teori ini meliputi
Person-Environment Fit, Conservation of Resources Theory, dan The Job Demands
Control-support Model of Work Design (Dewe, O’Driscoll & Cooper, 2012). Walaupun
teori stres terus berkembang dari masa ke masa, tetapi secara fundamental teori stres
hanya digolongkan atas tiga pendekatan. Tiga pendekatan terhadap teori stres tersebut
adalah sebagai berikut. (1) stres model stimulus (rangsangan), (2) stres model response
(respons), dan (3) stres model transactional (transaksional) (Bartlett, 1998; Lyon,
2012).
1. Stres model stimulus (rangsangan)
Perkembangan teori stres ini bermula dari ditemukannya peneliti tentara
militer yang melakukan misi perang (Bartlett, 1998). Misi militer tersebut
dianggap sebagai penyebab stres yang membuat buruknya kesehatan militer.
Merosotnya kesehatan disebabkan oleh rangsangan dari luar. Stimulus adalah
situasi perang yang harus dihadapi, mereka menganggap situasi perang yang
akan datang sangat berbahaya. Model ini merupakan stres yang menjelaskan
bahwa tekanan merupakan variabel independen atau penyebab manusia
mengalami stres (Lyon, 2012). Dengan kata lain, stres adalah suatu kondisi
lingkungan yang dirasakan begitu menekan (Bartlett, 1998), dan individu
hanya menerima rangsangan stres secara langsung tanpa melalui proses
evaluasi atau penilaian (Staal, 2004). Penyebab stres ini kemudian berperan
dalam menentukan stres yang kita alami. Oleh karena itu, jika tekanan dari
situasi lingkungan terus terjadi dalam waktu yang lama dan tingkat bahayanya
tinggi, maka tekanan dari kondisi lingkungan dapat menjadi penyebab dan
penentu gangguan kesehatan (Bartlett, 1998). Ada beberapa kondisi yang
dapat memicu stres antara lain beban kerja, cuaca (panas atau dingin),
kebisingan, ruangan dengan bau menyengat, cahaya terlalu terang, lingkungan
kotor, ventilasi yang tidak memadai, dan lain sebagainya (Staal, 2004;
Hariharan & Rath, 2008). Bartlett (1998) menekankan bahwa stimulasi stres
21
lebih memerhatikan sumber stres daripada aspek lainnya. Sumber tekanan ini
disebut “stressor” yang sebenarnya hanya memberikan rangsangan dan
dorongan sehingga terjadi stres pada orang-orang. Stressor bertindak sebagai
pemicu stres pada individu. Menurut penelitian Thors (1994), stressor
dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu peristiwa kehidupan (life events),
ketegangan kronis (chronic stain), dan permasalahan sehari-hari (daily
hassles).
Peristiwa kehidupan berfokus pada efek perubahan hidup yang terjadi
begitu banyak dalam waktu singkat sehingga meningkatkan kerentanan
terhadap penyakit (Lyon, 2012). Jika peristiwa kehidupan memerlukan
penyesuaian perilaku dalam waktu yang singkat, maka peristiwa kehidupan
dapat menjadi sumber stres bagi seseorang (Thoits, 1994). Ketika seseorang
tidak mampu menghadapi situasi tertentu atau perubahan ekstrim, hal tersebut
akan menimbulkan efek yang tidak diinginkan seperti kecemasan. Ketegangan
kronis merupakan kesulitan yang selalu ada atau berulang dalam kehidupan
sehari-hari. Stres konis dapat memengaruhi kesehatan fisik dan mental
manusia (Thoits, 1994). Hal ini disebabkan ketegangan jangka panjang yang
terus berlanjut dan menjadi ancaman bagi seseorang (Serido, Almeida, &
Wethington, 2004). Ada empat faktor yang menyebabkan ketegangan jangka
panjang, yaitu tuntutan pekerjaan, kontrol pekerjaan yang tidak memadai,
kebutuhan keluarga, dan kontrol keluarga yang tidak memadai. Stres kronis
dapat dipicu oleh berbagai alasan, salah satunya juga stres akademik (Oswalt
& Riddock, 2007). Permasalahan sehari-hari merupakan peristiwa kecil dalam
kehidupan yang perlu disesuaikan dalam sehari saja (Thoits, 1994). Misalnya
seseorang mengalami kesulitan dan kesulitan tersebut tidak akan berlangsung
terus menerus karena bisa diselesaikan dalam waktu singkat, seperti
kedatangan yang tidak terduga, kemacetan lalu lintas, komunikasi dengan
orang lain, tugas harian yang penting, tenggat waktu yang tiba-tiba, dan
pertengkaran dengan orang lain (Thoits, 1994; Serido, et al., 2004). Masalah
tersebut menyebabkan stres jangka pendek tanpa menyebabkan gangguan fisik
atau mental yang serius.
2. Stres model response (respons)
Lyon (2012) menyebut respons tubuh terhadap stres sebagai variabel
dependen atau hasil. Hasil stres berasal dari dalam individu (Staal, 2004), yang
22
antara lain berupa perubahan kondisi mental, emosional, dan psikologis (Carr
& Umberson, 2013). Misalnya, saat seseorang berada dalam situasi yang
menggemparkan, tubuhnya akan secara spontan merespon ancaman. Ancaman
itu adalah sumber stres dan respons tubuh manusia terhadap ancaman tersebut
adalah respons stres (Scheneidrman, Ironson, & Siegel, 2005). Oleh karena itu,
kombinasi stressor dan hasil stres telah membuat orang menyadari bahwa stres
tidak lepas dari respons tubuh terhadap tekanan atau sumber stres yang ada.
Dengan kata lain, jika tidak ada rangsangan, tubuh tidak akan merespon
dengan cara apapun dan ini dapat dikaitkan dengan respon fisik tubuh terhadap
adanya stres/rangsangan yang menyerang tubuh. Untuk lebih memahami
respon tubuh terhadap sumber stres, Selye memperkenalkan model stres yang
bernama General Adaptation Syndrome atau GAS (Rice, 2011).
Ada tiga tahapan respon stres yang ditawarkan oleh Selye. Pertama, alarm
(tanda bahaya) yang merupakan situasi buruk ketika ada perbedaan antara
fakta dan situasi yang diharapkan (Ursin & Eriksen, 2004). Akibatnya tubuh
terstimulasi dan secara alami mengaktifkan respon flight-or-fight (Lyon, 2012)
dan biasanya tubuh akan merasakan sakit di dada, jantung berdebar-debar,
sakit kepala, disfagia (kesulitan menelan), kram, dan lain sebagainya (Rice,
2011). Tahapan kedua adalah resistance (perlawanan) yang akan terjadi ketika
alarm tidak berakhir atau terus menerus berlangsung. Akibatnya, kekuatan
fisik yang dimobilisasi terus menimbulkan kerugian karena rangsangan
berbahaya sedang menyerang (Lyon, 2012). Kejadian ini terjadi karena adanya
konflik antara fase kedua dan pertama (Rice, 2011). Oleh karena itu, proses
perlawanan ini kemungkinan besar akan berkembang menjadi penyakit seperti
artritis, kanker, dan hipertensi (Lyon, 2012). Pada tahap ketiga ketika stres
terus berlangsung, tubuh mengalami exhaustion atau kelelahan (Lyon, 2012).
Situasi ini disebabkan oleh fakta bahwa tubuh manusia tidak dapat menahan
tekanan. Dengan kata lain, tubuh telah menyerah karena tidak memiliki
kemampuan untuk merespons serangan yang mengancam. Oleh karena itu,
menurut penelitian Lyon (2012) dan Rice (2011), organ manusia dapat
berhenti berfungsi atau menyebabkan kematian.
3. Stres model transactional (transaksional)
Fokus model ini didasarkan pada respon emosional dan proses kognitif
dari interaksi manusia dengan lingkungan (Jovanovic, Lazaridis, &
23
Stefanovic, 2006). Dengan kata lain, model ini menekankan pada peran
individu dalam menilai penyebab stres yang akan menentukan respon individu
tersebut (Staal, 2004). Richard Lazarus dan Susan Folkman (1984) adalah
tokoh terkenal yang mengembangkan stres model transaksional. Mereka
mengemukakan bahwa stres adalah hubungan antara individu dengan
lingkungan yang dievaluasi sebagai kebutuhan atau ketidakmampuan untuk
menghadapi ancaman terhadap kesehatan. Mereka juga menekankan bahwa
penilaian merupakan faktor utama dalam menentukan stres yang dialami
seseorang dalam situasi yang berbahaya. Dengan kata lain, stres merupakan
hasil transaksi antara individu dan pemicu stres yang melibatkan proses
penilaian/evaluasi (Dewe et al., 2012). Selain itu, pemicu stres adalah
peristiwa atau situasi di luar kemampuan mental atau fisik untuk menghadapi
pemicu tersebut. Ketika terstimulasi, individu akan mengevaluasi/menilai
(appraisal) dan menanggulangi (coping).
Proses appraisal adalah suatu tindakan mengevaluasi, menjelaskan, dan
menanggapi kejadian yang ada (Olff, Langeland, & Gersons, 2005). Ada dua
tahap yang dilalui seseorang ketika berada dalam tekanan, yaitu primary
appraisal (dilakukan saat individu mengalami peristiwa tersebut) dan
secondary appraisal (proses menentukan metode coping untuk menanggapi
situasi ancaman). Lazarus dan Folkman (1984) membagi primary appraisal
menjadi tiga tahap, yaitu irrelevant (tidak relevan), benign-positive (jinak-
positif), dan stressful (stres). Metode coping yang digunakan sendiri
tergantung pada bagaimana seseorang menilai hal apa yang bisa dilakukan
untuk mengubah situasi (Lazarus, 1993). Lazarus dan Folkman membagi
metode coping ketika menghadapi stres menjadi dua, yaitu problem-focused
coping (cara menanggulangi stres dengan berfokus pada permasalahan yang
dihadapi dan dilakukan untuk menghidari atau mengurangi stres dengan
langsung menghadapi sumber stres atau masalah yang terjadi) dan emotion-
focused coping (cara penanggulangan stress dengan melibatkan emosi dan
dilakukan karena tidak ada lagi yang bisa dilakukan terhadap sumber stres). 19
Menurut Ningsih (2015), tingkatan stres dibagi menjadi tiga. Pertama adalah
stres rendah yang merupakan salah satu sumber stres dan bisa dialami seseorang secara
19
Lumban Gaol, op. cit., hal. 2-7.
24
rutin, seperti kritik dari teman, banyak tidur, dan kecametan lalu lintas. Ciri-ciri tingkat
stres yang rendah ini antara lain meningkatnya antusiasme, kemampuan pemecahan
masalah, dan energi. Tekanan rendah tersebut sangat bermanfaat bagi seseorang untuk
membantu bekerja lebih keras untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Kedua,
stres sedang di mana biasanya berlangsung selama berjam-jam atau bahkan berhari-
hari. Tekanan ini terjadi dalam situasi-situasi seperti perselisihan pribadi dengan teman,
omelan orang tua, ketidakhadiran anggota keluarga, anggota keluarga sakit, dan
masalah dengan teman dekat. Ciri-ciri tingkat stres sedang ini antara lain otot tegang,
gelisah, dan gangguan pola tidur (insomnia). Ketiga, stres berat yang biasanya
berlangsung selama berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan. Tekanan ini
biasanya muncul ketika individu mengalami penyakit kronis, perselisihan keluarga
yang berkepanjangan, perpisahan dari kerabat, perpisahan dari anggota keluarga, dan
perubahan tempat tinggal. Ciri-ciri stress ini antara lain sulit tidur, hilang semangat,
lemah, kurang perhatian, cemas dan takut, kelelahan saat beraktivitas, dan
ketidakmampuan untuk melakukan tugas ringan dan berat pada waktu yang
bersamaan.20
20
Restiawati Ningsih, op. cit., hal. 21.
Ni Made Swasti Wulanyani, “Tantangan dalam Mengungkap Beban Kerja Mental”, Buletin Psikologi, Vol. 21
21
25
melakukan tugas kognitif. Dalam penelitian Wignjoesoebroto dan Zaini (2007), yang
disebut sebagai beban kerja mental adalah hal yang mengacu pada kondisi yang dialami
pekerja ketika mereka hanya dapat melaksanakan tugasnya dalam kondisi sumber daya
mental yang terbatas.22
Beban kerja mental dapat dianggap sebagai variabel independen eksternal
dalam tuntutan tugas dan didefinisikan sebagai interaksi antara tuntutan tugas dengan
kemampuan atau sumber daya personel. Keduanya merupakan metode penting dan
dapat menyebabkan berbagai masalah. Analisis beban kerja berguna dalam
memberikan informasi tuntutan tugas berdasarkan batasan pekerja serta dapat
digunakan untuk optimasi sistem dan pemilihan pekerja atau menentukan pelatihan
yang akan diberikan. Menurut Wickens dan Holland (2000), beban kerja dapat dilihat
dari tiga aspek yaitu prediksi beban kerja, penilaian beban kerja yang disebabkan oleh
alat, dan beban kerja yang dialami oleh pekerja.23 Pengukuran beban kerja mental
sendiri diperlukan untuk memahami nilai beban kerja mental dan juga dapat digunakan
sebagai alat evaluasi untuk menghindari terjadinya kecelakaan kerja. Beban kerja
mental dapat diukur dengan dua cara, yaitu:
1. Objective measure, dilakukan dengan pengukuran terhadap beberapa
anggota tubuh antara lain denyut nadi, jantung, kedipan mata, dan
ketegangan otot.
2. Subjective measure, digunakan karena mempunyai tingkat validitas tinggi
dan bersifat langsung dibandingkan dengan pengukuran lain.
Menurut Pheasant (1991), pengukuran secara subjektif bertujuan untuk
menentukan skala pengukuran terbaik berdasarkan perhitungan eksperimental,
menentukan perbedaan ukuran jenis pekerjaan, dan menentukan faktor beban kerja
yang berhubungan langsung dengan beban kerja mental.24
Meskipun tidak ada definisi spesifik, beban kerja mental umumnya didasarkan
pada perbedaan jumlah sumber daya yang dimiliki dengan jumlah tuntutan tugas yang
harus dikerjakan (Sanders & McCormick, 1992). Ditambahkan oleh Haga, dkk. (2002),
Hacker (2005), dan Atwood, dkk. (2007) bahwa beban kerja mental mengacu pada
tingkat kapasitas proses yang dikeluarkan selama menampilkan tugas dan beban kerja
22
Abadi Dwi Saputra, Sigit Priyanto, Imam Muthohar, dan Magda Bhinnety, “Analisis Beban Kerja Mental Pilot
dalam Pelaksanaan Operasional Penerbangan dengan Menggunakan Metode Subjective Overload Assessment
Technique (SWAT)”, Warta Penelitian Perhubungan, Vol. 27 No. 3, 2015, hal. 182-183.
23
Ni Made Swasti Wulanyani, op. cit., hal. 80-81.
24
Abadi Dwi Saputra, Sigit Priyanto, Imam Muthohar, dan Magda Bhinnety, op. cit., hal. 183.
26
mental muncul karena adanya proses informasi. Proses informasi melibatkan persepsi,
interpretasi, dan proses informasi yang disampaikan oleh organ sensorik. Dari semua
sudut pandang ini, beban kerja mental ada di setiap jenis pekerjaan yang disebabkan
oleh proses informasi. Beban kerja mental juga sangat erat kaitannya dengan kinerja.
Menurut studi Claessens, dkk. (2010), beban kerja yang tinggi akan menyebabkan
peningkatan usaha yang dilakukan dan biasanya menyebabkan penurunan kinerja pula.
Pernyataan tersebut menunjukkan ketidaksesuaian antara kemampuan dengan tuntutan.
Hal ini diklarifikasi oleh deskripsi Matthews, dkk. (2000) yang menjelaskan bahwa
beban kerja mental mengacu pada perlunya tuntutan perhatian selama melakukan tugas
kognitif. Kinerja yang kurang baik terjadi karena beban kerja lebih besar daripada
sumber daya yang tersedia.
Seperti yang sudah disebutkan, beban kerja mental berasal dari aktivitas
mental yang dilakukan oleh pekerja. Beberapa ahli telah mencoba mengulas berbagai
aspek beban kerja mental. Wickens dan Holland (2000) menunjukkan bahwa faktor-
faktor yang menyebabkan beban kerja mental adalah perhatian yang harus dibagi
menjadi dua atau lebih tugas (time sharing), kewaspadaan tinggi dengan intensitas
stimulasi rendah, dan sulitnya memahami bahasa yang tidak umum. Dari penjabaran
tersebut, pembentukan beban kerja mental lebih didasarkan pada energi yang
diinvestasikan (investment of effort) dan pembagian waktu (time sharing). Selain itu,
Warm, dkk, (2008) menambahkan bahwa jika pekerja harus menjaga tingkat
kewaspadaan yang tinggi dalam waktu yang lama, maka akan terjadi beban kerja mental
dan pekerja harus mengambil keputusan yang melibatkan tanggung jawab terhadap
kualitas hasil, keselamatan orang lain, pekerjaan monoton, dan kurangnya interaksi
dengan pekerja lain. Faktanya, individu biasanya tidak dapat menghindari pekerjaan
atau tugas yang sifatnya seperti yang dijelaskan di atas.
Walaupun beban kerja dapat disebabkan oleh jenis tugas, beban kerja mental
tidak muncul sendiri (operator atau tugas), tetapi timbul karena interaksi antara
operator, tugas, dan lingkungan. Hancock dan Meshkati (1988) menyimpulkan bahwa
ada tiga faktor utama dalam beban kerja mental yang dapat berkombinasi pada satu
pekerjaan, antara lain adalah:
1. Kesibukan (busyness): tingkat coping dengan mengontrol tindakan atau
keputusan, tuntutan frekuensi atensi apakah yang sederhana atau kompleks.
2. Kompleksitas (complexity): kesulitan kognitif dari komponen tugas atau
strategi dan tingkat kedalaman perhatian yang diperlukan.
27
3. Konsekuensi (consequences): pentingnya kinerja untuk keberhasilan atau
keamanan.
Jenis tugas juga dapat menyebabkan beban kerja mental yang berbeda. Dalam
kehidupan sehari-hari, manusia dihadapkan pada berbagai aktivitas atau tugas.
Kegiatan tersebut berupa tugas tunggal (single task) atau tugas berganda (multi-task).
Tugas berganda sendiri adalah beberapa tugas yang harus diselesaikan sekaligus.
Nyatanya, sangat sulit untuk menghindari berbagai kondisi tugas yang menambah
beban kerja, terutama bila ada tekanan waktu. Oleh karena itu, beberapa tugas dianggap
sebagai karakteristik tugas yang utama dalam memengaruhi beban kerja mental.25
25
Ni Made Swasti Wulanyani, op. cit., hal. 81-82.
28
h. Usaha yang dilakukan sangat besar (102-111).
i. Usaha yang dilakukan sangat besar sekali (112-150).26
26
Ari Widyawanti, Addie Johnson, dan Dick de Waard, “Adaptation of the Rating Scale Mental Effort (RSME)
For Use in Indonesia”, International Journal of Industrial Ergonomics, Vol. 43 No. 1, 2013, hal. 73.
29
BAB III
METODE PENELITIAN
27
Sandu Siyoto dan Ali Sodik, “Dasar Metodologi Penelitian” (Yogyakarta: Literasi Media Publishing, 2015),
hal. 5.
28
Arief Furchan, “Pengantar Penelitian dalam Pendidikan” (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2004), hal. 25.
29
Afrita Angrayni, Atika Utami, dan Febby Fardilla, “Ruang Lingkup dan Pembatasan Masalah Penelotian dan
Istilah”, 2019, hal. 10.
30
Penelitian ini juga berfokus pada seberapa besar pengaruh sistem kuliah daring di kala
pandemik pada tingkat stres dan beban kerja mental para mahasiswa.
30
Kanal Informasi, “Pengertian Data Primer dan Data Sekunder”, diakses dari
https://www.kanalinfo.web.id/pengertian-data-primer-dan-data-sekunder pada tanggal 5 Desember 2020.
31
kepada responden dalam memberikan jawaban, lebih praktis, dan keterbatasan waktu
penelitian. Teknik pustaka sendiri berarti mengumpulkan data dengan menggunakan
sumber-sumber tertulis, yaitu dengan membaca data-data yang telah dikumpulkan
seperti buku, jurnal, laporan, berita, dan lain sebagainya.
31
Sandu Siyoto dan Ali Sodik, op. cit., hal. 18.
32
BAB IV
GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
Gambaran umum objek penelitian mengacu pada penjabaran yang menjelaskan tentang
kondisi dan keberadaan kondisi atau keadaan objek yang berkaitan erat dengan penelitian.
Dalam penelitian ini, objek penelitian yang digunakan adalah mahasiswa dan sistem kuliah
daring.
4.1 Mahasiswa
Mahasiswa adalah istilah untuk orang yang sedang belajar atau menerima
pendidikan tinggi di sebuah perguruan tunggi seperti sekolah tinggi, akademi, dan yang
paling umum ialah universitas. Namun pada dasarnya, penegertian mahasiswa tidak
sesempit itu. Terdaftar sebagai mahasiswa di universitas hanya merupakan persyaratan
administratif bagi mahasiswa, tetapi makna menjadi mahasiswa tidak hanya dalam
masalah administratif itu sendiri. Secara historis, mahasiswa dari berbagai negara
memiliki peran yang sangat penting dalam sejarah suatu negara. Misalnya, pada Mei
1998, ratusan mahasiswa berhasil memaksa Soeharto mundur dari jabatannya sebagai
presiden Indonesia.
Kemahasiswaan berasal dari sub kata mahasiswa, sedangkan mahasiswa
terbagi lagi menjadi dua suku kata yaitu maha dan siswa. Maha berarti “ter” dan siswa
berarti “pelajar” sehingga secara pengertian, mahasiswa adalah orang yang terpelajar.
Mahasiswa tidak hanya dapat mempelajari bidang yang ditelitinya, tetapi juga dapat
mengaplikasikannya serta mampu berinovasi dan menjadi sangat kreatif dalam bidang
tersebut. Memiliki gelar mahasiswa merupakan masalah kebanggaan sekaligus
tantangan karena harapan dan tanggung jawabnya begitu besar. Berikut adalah
beberapa label yang melekat pada diri mahasiswa, misalnya:
1. Direct of Change, mahasiswa dapat langsung melakukan perubahan dengan
sumber daya manusianya yang besar.
2. Agent of Change, mahasiswa juga seorang agen perubahan. Dengan kata
lain, mahasiswa bukan hanya penggagas perubahan, tetapi juga objek atau
promotor perubahan tersebut. Sikap kritis yang positif harus dimiliki karena
akan menghasilkan banyak perubahan selain membuat pemimpin yang
tidak kompeten merasa tercekik dan cemas. Para pemimpin negara ini
banyak melakukan ketidakadilan sehingga mahasiswa harus
33
mempertimbangkan untuk kembali dan mengubah situasi. Perubahan yang
dibahas mengacu pada arah positif dan tidak akan menghilangkan jati
dirinya sebagai mahasiswa dan bangsa Indonesia.
3. Iron Stock, sumber daya manusia dari mahasiswa itu tidak akan pernah
habis. Mahasiswa juga akan berpera sebagai generasi penerus bangsa yang
diharapkan memiliki kemampuan, keterampilan, dan moral yang luhur
untuk menjadi pemimpin. Mereka adalah aset, cadangan, dan harapan
negara untuk masa depan. Mahasiswa bukan hanya seorang cendekiawan
intelektual yang duduk di ruang kelas mendengarkan dosen, tetapi mereka
juga harus memperkaya diri sendiri dengan pengetahuan yang lebih baik
dalam hal profesionalisme dan masyarakat. Keterampilan seperti
kepemimpinan, kemampuan memposisikan diri, dan kepekaan yang tinggi
juga diperlukan.
4. Moral Force, mahasiswa itu kumpulan orang yang memiliki moral yang
baik.
5. Social Control, mahasiswa itu pengontrol kehidupan sosial seperti
mengontrol kehidupan sosial yang dilakukan masyarakat. Melalui
mahasiswa, suatu saat diharapkan mahasiswa dengan kepekaan sosial dan
sikap kritisnya dapat mengontrol kehidupan sosial di masyarakat dengan
memberikan saran, kritik, dan pemecahan masalah sosial dan kebangsaan
di masyarakat. Ketika masalah atau hal lainnya terjadi di masyarakat, maka
peran mahasiswa adalah sebagai pengendali sosial. Mahasiswa juga harus
melawan pembusukan dalam birokrasi yang selama ini negatif. Apabila
mahasiswa acuh tak acuh terhadap kehidupan dan lingkungan sekitarnya,
maka tidak ada harapan untuk kehidupan bangsa yang lebih baik. Namun,
sudah seharusnya mahasiswa menumbuhkan jiwa kepedulian sosial
terhadap masyarakat.
Secara garis besar, setidaknya ada tiga peran dan fungsi yang sangat penting
bagi mahasiswa sebagai berikut.
1. Peran moral: dunia kampus adalah dunia di mana setiap mahasiswa dengan
leluasa memilih kehidupan yang diinginkannya. Di sini, setiap orang harus
memikul tanggung jawab moral agar dapat menjalani kehidupan yang
bertanggung jawab dan sesuai dengan standar moral masyarakat.
34
2. Peran sosial: selain tanggung jawa pribadi, mahasiswa juga memiliki peran
sosial, yaitu keberadaan dan perilakunya tidak hanya bermanfaat bagi diri
sendiri, tetapi juga bagi lingkungan sekitarnya.
3. Peran intelektual: mahasiswa disebut cendekiawan dan harus mampu
mencapai status tersebut dalam kehidupan nyata. Dalam arti menyadari
sepenuhnya fungsi dasar mahasiswa, mereka harus berjuang dengan
pengetahuan dan memberikan perubahan yang lebih baik seiring dengan
berkembangnya pengetahuan yang mereka miliki dalam proses
pendidikan.32
32
Aris Kurniawan, “Pengertian Mahasiswa Menurut Para Ahli Beserta Peran dan Fungsinya”, diakses dari
https://www.gurupendidikan.co.id/pengertian-mahasiswa/ pada tanggal 5 Desember 2020.
33
Admin Sevima, “Kuliah Daring, Kelebihan dan Persiapan yang Harus Dilakukan Kampus”, diakses dari
https://sevima.com/kuliah-daring-kelebihan-dan-persiapan-yang-harus-dilakukan-kampus/ pada tanggal 5
Desember 2020.
34
Gita Fajriyani, “Nasib Kualitas Kuliah Sistem Daring”, diakses dari https://www.ideapers.com/2020/04/nasib-
kualitas-kuliah-sistem-daring.html pada tanggal 5 Desember 2020.
35
keduanya dan berbagai kebutuhan sumber daya yang dibutuhkan. Bagi dosen,
mahasiswa, dan institusi kampus yang sudah familiar dengan perkuliahan daring
menggunakan teknologi informasi berbasis internet tentu ini bukan menjadi masalah.
Namun untuk yang belum terbiasa, maka akan gagap. Mereka harus cepat beradaptasi
untuk mengadakan kuliah daring. Sayangnya, kegagapan ini menyebabkan metode
perkuliahan tidak efektif dan bahkan terkadang tidak manusiawi.35
35
Fajar Junaedi, “Kuliah Daring di Masa Pandemi Corona, Tidak Sekadar bagi Materi dan Kumpul Tugas”,
diakses dari https://www.timesindonesia.co.id/read/news/260089/kuliah-daring-di-masa-pandemi-corona-tidak-
sekadar-bagi-materi-dan-kumpul-tugas pada tanggal 5 Desember 2020.
36
BAB V
PEMBAHASAN
Responden dari penelitian ini berjumlah 50 orang yang berstatus mahasiswa dan sedang
menjalani kuliah dengan sistem daring. Hasil data demografi para responden ditunjukkan pada
tabel 5.1, di mana mayoritas responden berjenis kelamin perempuan dengan jumlah 34 orang.
Selain itu, kuesioner penelitian juga lebih banyak diisi oleh angkatan 2019 yang berusia kisaran
18-20 tahun. Kendati demikian, responden kebanyakan masih berusia 19 tahun. Sebagian besar
dari responden penelitian ini berasal dari Universitas Brawijaya dan sisanya berasal dari
universitas atau perguruan tinggi lainnya.
37
home. Walaupun memang sebagai bentuk memutus rantai penyebaran virus corona,
namun lama-lama cukup membebani pula. Karena seluruh kegiatan dilaksanakan
daring, maka semua hal pun digitalisasi dan ini menyebabkan tak adanya batasan waktu.
Tak ada lagi perbedaan antara hari biasa dan hari libur karena semua terasa sama.
Mahasiswa pun cukup terbebani dengan diberlakukannya kuliah daring. Tak
bisa dipungkiri bahwa kuliah daring ini menambah pekerjaan mahasiswa, yaitu tugas
dengan tenggat waktu yang singkat dan jumlahnya tidak hanya satu, namun banyak dan
dihantam secara bertubi-tubi sehingga menyisakan sedikit waktu bagi mahasiswa untuk
sekadar bernapas sejenak. Mereka harus bekerja ekstra untuk memenuhi semua beban
tugas tersebut. Di sisi lain, kuliah daring juga membuat beberapa mahasiswa kesulitan
untuk bisa memahami materi perkuliahan karena kurangnya interaksi, terlalu jenuh
berkutat di depan laptop atau gawai masing-masing, dan kendala jaringan. Itu adalah
penyebab stres (stressor) yang paling banyak disebutkan oleh responden penelitian ini
dan termasuk ke dalam stressor bentuk peristiwa kehidupan (life events) di mana
perubahan hidup yang terjadi begitu banyak dalam waktu singkat dan memerlukan
penyesuaian dalam waktu singkat. Selain itu, ada pula stressor ketegangan kronis
(chronic stain) yang berarti kesulitan yang selalu ada atau berulang dalam kehidupan
sehari-hari.
Beberapa responden juga banyak yang menyinggung bahwa penyebab stres
mereka adalah jenuh akan kondisi yang dihadapi, tidak bisa bertemu dengan teman,
masalah ekonomi, dan sulit untuk bepergian. Tak hanya itu, isolasi dari kehidupan
sosial yang dilakukan cukup lama dengan karantina juga membuat para mahasiswa
merasa kesepian dan sendirian. Penyebab-penyebab stres ini tentunya berakar pada
akibat terjadinya wabah Covid-19. Kondisi ini memang benar-benar rentan membuat
mahasiswa stres, ditambah dengan tugas-tugas kuliah yang menumpuk semenjak
dialihkan menjadi daring. Oleh karena itu, akan sulit untuk berpikir lebih jernih
sehingga ini akan menyebabkan stres yang cukup mengkhawatirkan karena stressor
terjadi dalam jangka waktu yang panjang dan terus-menerus. Ketika sudah diluar
kendali, para mahasiswa pada akhirnya akan memasuki fase kelelahan atau exhaustion
di mana tubuh tidak bisa lagi merespons serangan yang mengancam. Dengan kata lain,
tubuh sudah menyerah untuk memberi peringatan dan melakukan perlawanan.
Sayangnya, mahasiswa tidak mempunyai pilihan lain selain terus berjuang
menghadapi kondisi. Dalam proses appraisal, mahasiswa akan mengevaluasi dan
menilai situasi yang ia hadapi dan kemudian melakukan coping atau penanggulangan.
38
Namun, jika stressor terus-menerus menekan, maka akan sulit untuk melakukan
penanggulangan karena sudah kelelahan terlebih dahulu. Ini dapat berakibat fatal pada
kesehatan mental, yang selanjutnya akan dielaborasi lebih lanjut dalam analisis beban
mental melalui pengukuran Rating Scale Mental Effort (RSME). Berdasarkan
penyebab-penyebab atau stressor yang berbentuk peristiwa kehidupan (life events) dan
ketegangan kronis (chronic stain) yang telah dipaparkan di atas, peneliti berhasil
mengukur tingkat stres para mahasiswa atau responden. Tingkat stres dibagi menjadi
tiga, yaitu stres ringan, stres sedang, serta stres berat sesuai dengan apa yang dirasakan
oleh masing-masing responden. Hasil tingkat stres dapat dilihat melalui grafik di bawah
ini.
Tingkat 1 adalah stres rendah, tingkat 2 adalah stres sedang, dan tingkat 3
adalah stres berat. Seperti yang ditunjukkan pada grafik, kebanyakan mahasiswa
merasakan stres sedang dengan jumlah 27 orang. Sedangkan tertinggi kedua adalah
stres berat dengan jumlah 15 orang dan 8 sisanya memilih stres ringan. Dari data ini,
didapatkan nilai rata-rata yaitu 2.14 yang berarti mahasiswa rata-rata mengalami stres
sedang menuju stres berat. Ini angka yang cukup memprihatinkan, di mana penyebab-
penyebab stres yang disebutkan tadi berarti memiliki dampak yang cukup serius pada
mental mahasiswa.
40
mahasiswa adalah masalah perekonomian keluarga yang menurun karena Covid-19,
tidak bisa bepergian keluar rumah, dan organisasi kampus yang cukup sibuk.
Dari semua faktor yang telah disebutkan, masalah yang berkaitan dengan
sistem kuliah daring menjadi beban mental yang banyak disinggung oleh para
mahasiswa. Hasil beban kerja mental yang dipikul pun berada di angka yang cukup
tinggi. Untuk pengelaborasian lebih lanjut, peneliti menyajikan grafik yang berbeda
bagi tiap variabel beban kerja, kesulitan kerja, perfomansi kerja, usaha mental kerja,
kegelisahan kerja, dan kelelahan kerja dengan skala pengukuran Rating Scale Mental
Effort (RSME) yang berada di angka 0-150.
a. Tidak ada usaha sama sekali (jika nilainya berada di antara 2-12).
b. Hampir tidak ada usaha (13-24).
c. Usaha yang dilakukan sangat kecil (25-36).
d. Usaha yang dilakukan kecil (37-56).
e. Usaha yang dilakukan agak besar (57-70).
f. Usaha yang dilakukan cukup besar (71-84).
g. Usaha yang dilakukan besar (85-101).
h. Usaha yang dilakukan sangat besar (102-111).
i. Usaha yang dilakukan sangat besar sekali (112-150).
Pertama, variabel beban kerja. Para mahasiswa banyak yang mengisi angka
100 dengan jumlah sebanyak 19 orang. Tertinggi kedua adalah 80 dan 90 dengan
jumlah masing-masing sebanyak 5 orang. Tertinggi ketiga adalah 50 dan 140 dengan
jumlah masing-masing sebanyak 4 orang. Tertinggi keempat adalah 75, 85, 120, dan
130 dengan jumlah masing-masing sebanyak 2 orang. Posisi terakhir diduduki oleh
skala 60, 65, 70, 125, dan 150 dengan jumlah masing-masing sebanyak 1 orang. Dari
data ini, didapatkan rata-rata sebesar 96 yang berarti usaha yang dilakukan dalam beban
kerja terhitung besar.
41
Grafik 5.2 Beban Kerja
Kedua, variabel kesulitan kerja. Para mahasiswa banyak yang mengisi angka
100, seperti beban kerja sebelumnya, namun dengan jumlah sebanyak 16 orang.
Tertinggi kedua adalah 75 dengan jumlah sebanyak 7 orang. Tertinggi ketiga adalah
120 dengan jumlah sebanyak 5 orang. Tertinggi keempat adalah 80 dengan jumlah
sebanyak 4 orang. Tertinggi kelima adalah 90 dengan jumlah 3 orang. Tertinggi keenam
adalah 50, 70, dan 130 dengan jumlah masing-masing sebanyak 2 orang. Posisi terakhir
diduduki oleh 60, 65, 85, 95, 115, 125, 135, 140, dan 150 dengan jumlah masing-masing
sebanyak 1 orang. Dari data ini, didapatkan rata-rata sebesar 95,7 yang berarti usaha
yang ada dalam kesulitan kerja terhitung besar.
Keempat, variabel usaha mental kerja. Para mahasiswa banyak yang mengisi
angka 100 dengan jumlah sebanyak 9 orang. Tertinggi kedua adalah 80 dan 120
dengan jumlah masing-masing sebanyak 6 orang. Tertinggi ketiga adalah 90 dengan
jumlah sebanyak 5 orang. Tertinggi keempat adalah 140 dan 150 dengan jumlah
masing-masing 4 orang. Tertinggi kelima adalah 75 dengan jumlah sebanyak 3 orang.
Tertinggi keenam adalah 70, 95, 125, dan 130 dengan jumlah sebanyak 2 orang. Posisi
terakhir diduduki oleh 50, 60, 65, 67, dan 115 dengan jumlah masing-masing sebanyak
1 orang. Dari data ini, didapatkan rata-rata sebesar 102,64 yang berarti usaha yang
dilakukan dalam usaha mental kerja terhitung sangat besar.
43
Grafik 5.5 Usaha Mental Kerja
Keenam dan terakhir, variabel kelelahan kerja. Para mahasiswa banyak yang
mengisi angka 100 dengan jumlah sebanyak 11 orang. Tertinggi kedua adalah 150
dengan jumlah sebanyak 9 orang. Tertinggi ketiga adalah 80, 120, dan 130 dengan
jumlah masing-masing sebanyak 4 orang. Tertinggi keempat adalah 60, 65, dan 85
44
dengan jumlah masing-masing sebanyak 2 orang. Posisi terakhir diduduki oleh 0, 70,
75, 79, 90, 95, 105, 110, 125, 135, 140, dan 145 dengan jumlah masing-masing
sebanyak 1 orang. Dari data ini, didapatkan rata-rata sebesar 107,18 yang berarti usaha
yang ada dalam kelelahan kerja terhitung sangat besar.
45
Di sini sangat jelas adanya perhatian mahasiswa yang harus dibagi menjadi
dua atau lebih (time sharing) karena tugas kuliah yang cukup banyak. Mahasiswa juga
memiliki tuntutan untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut sebaik mungkin, namun
intensitas stimulasi untuk melalukannya rendah karena sudah kelelahan terlebih dahulu
dengan tugas-tugas yang telah dilakukan sebelumnya tanpa ada waktu untuk rehat
ataupun melakukan coping. Pembentukan beban kerja mental mahasiswa lebih
mengacu pada energi yang mereka investasikan (investment of effort) yang terbukti
terhitung besar dalam tiap variabel Rating Scale Mental Effort dan pembagian waktu
(time sharing) untuk melakukan tugas-tugas tersebut sekaligus dalam waktu singkat. Di
sisi lain, mereka juga harus memikirkan konsekuensi, yakni kualitas hasil tugas.
46
BAB IV
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Tingkat stres mahasiswa berada pada tingkat 2 atau stres sedang dengan angka
rata-rata menyentuh 2,14. Penyebab stres atau stressor yang disinggung para
mahasiswa berbentuk life events dan chronic stain yang antara lain adalah tugas kuliah
yang terlalu banyak dengan tenggat waktu singkat, materi kuliah yang tidak dapat
dipahami karena dosen yang kurang menjelaskan dan terkendala jaringan atau kuota
yang tak memadai, jenuh akan kondisi, tidak dapat bertemu dengan teman-teman,
masalah perekonomian keluarga yang menurun akibat pandemi, sulit untuk bepergian
keluar rumah, masalah keluarga, dan rasa kesepian karena isolasi sosial yang dilakukan.
Namun karena pandemi, coping stres yang dilakukan mahasiswa terlimitasi sehingga
stres yang dialami lama-kelamaan menumpuk tanpa ditanggulangi dan membuat
mahasiswa menjadi kelelahan pada fase exhaustion.
Pengaruh dari penyebab-penyebab stres inilah yang kemudian berdampak
pada beban kerja mental mahasiswa. Kendati demikian, mayoritas mahasiswa banyak
yang mengeluh mengenai permasalahan yang terkait dengan perkuliahan daring, yaitu
tugas yang terlalu banyak dengan tenggat waktu singkat sehingga diperlukannya
perhatian yang terbagi antara tugas satu dengan yang lainnya. Dengan analisa Rating
Scale Mental Effort, didapatkan rata-rata angka beban kerja mental mahasiswa, yaitu
97,4308333 yang mengartikan bahwa beban yang dipikul besar. Mahasiswa harus
membagi perhatiannya pada tugas satu dengan yang lainnya dengan melakukan multi-
task, membuat pembagian waktu (time sharing), dan otomatis mengerahkan energi
(investment of effort) yang lebih dibandingkan perkuliahan luring.
6.2 Saran
Penulis sangat berharap penelitian ini dapat menjadi sebuah pertimbangan bagi
dosen untuk mengurangi intensitas pemberian tugas dengan tenggat waktu singkat
kepada para mahasiswa. Memang semua orang berada dalam situasi yang sulit
sekarang, tetapi ada baiknya bila kita lebih saling mengerti dan memahami satu sama
lain. Selain itu, penulis juga mengharapkan penelitian ini dapat dijadikan referensi
untuk penulis-penulis lainnya yang ingin mengangkat topik yang sama walaupun
memang patut diakui jikalau penelitian ini mempunyai banyak kekurangan dan
47
kesalahan. Untuk itupun, penulis ingin penelitian selanjutnya yang serupa dapat ditulis
dengan lebih baik dan lengkap lagi beserta data-data dan hasil analisis yang lebih
mendalam. Penulis yakin seiring berjalannya waktu, banyak penulis yang memiliki ide
yang lebih baik lagi dan lebih cermat dengan kasus yang tak kalah menarik. Semoga
penelitian ini dapat menjadi titik cerah bagi perbaikan kekurangan dari sistem kuliah
daring di kala pandemi.
48
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Furchan, A. (2004). Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Siyoto, S., & Sodik, A. (2015). Dasar Metodologi Penelitian (Ayup (ed.)). Yogyakarta:
Literasi Media Publishing.
Jurnal/Makalah/Skripsi
Angrayni, A., Utami, A., & Fardilla, F. (2019). Ruang Lingkup dan Pembatasan Masalah
Penelitian dan Istilah.
https://www.academia.edu/38740798/Ruang_Lingkup_Serta_Pembatasan_Masalah_Pen
elitian_Istilah_Penelitian_Kuantitatif_
Agusmar, A. Y., Vani, A. T., & Wahyuni, S. (2019). Perbandingan Tingkat Stres pada
Mahasiswa Angkatan 2018 dengan Angkatan 2015 Fakultas Kedokteran Universitas
Baiturrahmah. Health & Medical Journal, 1(2), 34–38.
https://doi.org/10.33854/heme.v1i2.238
Didin, F. S., Mardiono, I., & Yanuarso, H. D. (2020). Analisis Beban Kerja Mental Mahasiswa
saat Perkuliahan Online Synchronous dan Asynchronous Menggunakan Metode Rating
Scale Mental Effort. Opsi, 13(1), 49–55. https://doi.org/10.31315/opsi.v13i1.3501
Gaol, L. (2016). Teori Stres: Stimulus, Respons, dan Transaksional. Buletin Psikologi, 24(1),
1. https://doi.org/10.22146/bpsi.11224
Istifadah, R. (2014). Coping stres ODHA (Orang dengan HIV/AIDS): Studi kasus pada ODHA
yang telah meninggalkan perilaku beresikonya [Maulana Malik Ibrahim State Islamic
University]. http://etheses.uin-malang.ac.id/610/
Kartika Sari, M. (2020). Tingkat Stres Mahasiswa S1 Keperawatan Tingkat Satu dalam
Menghadapi Wabah COVID-19 dan Perkuliahan Daring di STIKES Karya Husada
Kediri. 31–35.
Ningsih, R. (2019). Hubungan Penggunaan Media Sosial Terhadap Tingkat Stress Pada
Remaja Di Smp N 2 Dukun Kabupaten Magelang Tahun 2019 [Muhammadiyah
University of Magelang]. http://eprintslib.ummgl.ac.id/1238/
Pandiangan, S. H., Mahachandra, M., & Handayani, N. (2019). Analisis Beban Kerja Mental
Divisi HR & GA PT . Pertamina Transkontinental Dengan Metode Rating Scale Mental
Effort. Seminar Nasional Teknik Industri Universitas Gadjah Mada, 42–46.
Saputra, A. D., Priyanto, S., Muthohar, I., & Bhinnety, M. (2019). Analisis Beban Kerja Mental
49
Pilot Dalam Pelaksanaan Operasional Penerbangan Dengan Menggunakan Metode
Subjective Workload Assessment Technique (Swat). Warta Penelitian Perhubungan,
27(3), 181–194. https://doi.org/10.25104/warlit.v27i3.783
Widyawanti, A., Johnson, A., de Waard, D. (2013). Adaptation of the Rating Scale Mental
Effort (RSME) for use in Indonesia. International Journal of Industrial Ergonomics,
43(1), 70–76. https://doi.org/10.1016/j.ergon.2012.11.003
Wulanyani, N. M. S. (2015). Tantangan dalam Mengungkap Beban Kerja Mental. Buletin
Psikologi, 21(2), 80–89. https://doi.org/10.22146/bpsi.7372
Sumber Internet
Andriani, R. S. (2020). Bombastis! Kerugian Ekonomi Pandemi Covid-19 Ditaksir hingga
Rp131,12 Kuadriliun! Bisnis.Com.
https://ekonomi.bisnis.com/read/20200515/9/1241003/bombastis-kerugian-ekonomi-
pandemi-covid-19-ditaksir-hingga-rp13112-kuadriliun
Arnani, M. (2020). Kasus Pertama Virus Corona di China Dilacak hingga 17 November 2019.
Kompas.Com. https://www.kompas.com/tren/read/2020/03/13/111245765/kasus-
pertama-virus-corona-di-china-dilacak-hingga-17-november-2019?page=all
Fadli, R. (2020a). Timeline Virus Corona, Dari Desember 2019 Hingga Kini. Halodoc.
https://www.halodoc.com/artikel/timeline-virus-corona-dari-desember-2019-hingga-kini
Fadli, R. (2020b). Virus Corona - Penyebab, Gejala, dan Pencegahan - Halodoc. Halodoc.
https://www.halodoc.com/kesehatan/coronavirus
Fajriyani, G. (2020). Nasib Kualitas Kuliah Sistem Daring. Idea Pers.
https://www.ideapers.com/2020/04/nasib-kualitas-kuliah-sistem-daring.html
Jannah, S. M. (2020). Industri Pariwisata Keluhkan Kerugian Capai Rp85,3 T Akibat Corona.
Tirto.Id. https://tirto.id/industri-pariwisata-keluhkan-kerugian-capai-rp853-t-akibat-
corona-fQSW
Junaedi, F. (2020). Kuliah Daring di Masa Pandemi Corona, Tidak Sekadar bagi Materi dan
Kumpul Tugas. Timesindonesia.Co.Id.
https://www.timesindonesia.co.id/read/news/260089/kuliah-daring-di-masa-pandemi-
corona-tidak-sekadar-bagi-materi-dan-kumpul-tugas
Kanal Informasi. (2016). Pengertian Data Primer dan Data Sekunder | Kanal Informasi. Kanal
Informasi. https://www.kanalinfo.web.id/pengertian-data-primer-dan-data-sekunder
Kurniawan, A. (2020). Pengertian Mahasiswa, Peran, Fungsi, Ciri & Menurut Para Ahli. Guru
Pendidikan. https://www.gurupendidikan.co.id/pengertian-mahasiswa/
50
Kusuma, H. (2020). Kerugian Negara Akibat Corona Bisa Tembus Rp 320 T. Detik.
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5037682/kerugian-negara-akibat-
corona-bisa-tembus-rp-320-t
Redaksi WE Online. (2020). Sri Mulyani Klaim Kerugian Negara Gegara Pandemi Corona
Setara Jerman, Kok Bisa? Warta Ekonomi .Co.Id.
https://www.wartaekonomi.co.id/read283670/sri-mulyani-klaim-kerugian-negara-
gegara-pandemi-corona-setara-jerman-kok-bisa
Scommegna, P. (2020). Coronavirus Stress and Fear Could Take a Toll on Our Health.
Population Reference Bureau. https://www.prb.org/coronavirus-stress-and-fear/
Sevima, A. (2018). Kuliah Daring, Kelebihan dan Persiapan yang Harus Dilakukan Kampus.
Sevima. https://sevima.com/kuliah-daring-kelebihan-dan-persiapan-yang-harus-
dilakukan-kampus/
Sulaeman. (2020). Kerugian Akibat Virus Corona Lebih Besar Dibanding Perang Dagang.
Liputan6.Com. https://www.liputan6.com/bisnis/read/4204016/kerugian-akibat-virus-
corona-lebih-besar-dibanding-perang-dagang
Timsit, A. (2020). The psychology of coronavirus fear—and how to manage it — Quartz.
https://qz.com/1812664/the-psychology-of-coronavirus-fear-and-how-to-overcome-it/
WHO. (2020). A Joint Statement on Tourism and COVID-19 - UNWTO and WHO Call for
Responsibility and Coordination. https://www.who.int/news-room/detail/27-02-2020-a-
joint-statement-on-tourism-and-covid-19---unwto-and-who-call-for-responsibility-and-
coordination
51
LAMPIRAN
Data Responden
Sebelum mengisi pernyataan kuesioner, dimohon untuk mengisi data berikut (data yang
diberikan responden akan dirahasiakan).
1. Jurusan dan Instansi
2. Angkatan
a. 2020
b. 2019
c. 2018
d. Lainnya
3. Usia
4. Jenis Kelamin
a. Perempuan
b. Laki-laki
Daftar Pertanyaan
1. Seberapa besarkah tingkat stresmu di masa pandemi ini?
a. Ringan
b. Sedang
c. Berat
2. Apa penyebab terbesar stres yang kamu alami?
Silahkan jawab pertanyaan di bawah ini dengan skala 0-150 di mana 0 berarti tidak ada usaha
sama sekali dan 150 berarti usaha yang dilakukan besar sekali.
3. Seberapa berat pekerjaan yang kamu lakukan di perkuliahan? (Skala 0-150)
4. Seberapa besar tingkat kesulitan pekerjaan yang kamu lakukan dalam perkuliahan?
(Skala 0-150)
5. Bagaimana kamu menilai performansi dirimu dalam perkuliahan? (Skala 0-150)
6. Menurutmu, seberapa besar usaha mental yang kamu keluarkan untuk menyelesaikan
pekerjaan sehari-hari dalam perkuliahan? (Skala 0-150)
7. Seberapa besar kegelisahan yang kamu rasakan setelah berkuliah? (Skala 0-150)
8. Seberapa besar kelelahan yang kamu rasakan akibat mengerjakan pekerjaan di
perkuliahan? (Skala 0-150)
52
Hasil RSME Responden
Responden BK KK PK UMK KgK KlK
P1 100 100 80 80 142.25 150
P2 140 130 100 120 50 150
P3 80 75 90 90 95 60
P4 140 100 130 140 150 145
P5 100 95 95 95 95 95
P6 100 100 90 150 130 120
P7 100 100 150 125 150 150
P8 100 80 100 150 50 100
P9 100 120 110 120 95 130
P10 130 100 60 140 80 60
P11 100 80 76 120 125 120
P12 125 125 100 100 120 150
P13 100 100 100 100 100 100
P14 100 90 70 90 140 80
P15 60 65 60 65 70 65
P16 50 75 80 90 140 80
P17 100 120 50 150 100 140
P18 100 100 80 100 90 100
P20 100 100 75 75 50 80
P21 150 150 150 150 150 150
P22 100 100 50 75 75 75
P23 70 70 60 80 70 80
P24 140 130 100 120 50 150
P25 80 100 120 80 120 100
P26 80 60 70 50 150 100
P27 100 100 130 80 120 150
P28 90 90 75 100 65 79
P29 120 120 95 130 135 120
P30 90 70 75 80 75 65
P31 85 90 90 90 80 100
53
P32 80 75 75 80 120 130
P33 50 100 100 75 100 100
P34 140 140 30 140 150 150
P35 50 100 50 70 50 80
P36 50 50 50 100 100 150
P37 120 120 80 70 135 125
P38 90 100 75 125 125 135
P39 130 135 90 140 150 130
P40 90 85 100 120 65 85
P41 100 50 50 67 100 100
P42 90 75 80 60 80 100
P43 85 75 95 115 130 85
P44 65 115 70 95 85 105
P45 75 75 60 100 30 120
P46 100 100 90 120 80 130
P47 80 80 100 100 50 90
P48 100 80 100 130 100 70
P49 75 75 75 100 100 100
P50 100 120 80 100 120 110
Keterangan:
a. BK: Beban Kerja
b. KK: Kesulitan Kerja
c. PK: Perfomansi Kerja
d. UMK: Usaha Mental Kerja
e. KgK: Kegelisahan Kerja
f. KlK: Kelelahan Kerja
54