Anda di halaman 1dari 10

ERGONOMI DI INDUSTRI INFORMAL

Perkembangan industri di Indonesia saat ini berlangsung amat pesat, baik industri
formal maupun industri informal di rumah tangga, pertanian, perdagangan dan
perkebunan. Hal ini akan menimbulkan lapangan kerja baru dan menyerap
tambahan angkatan kerja baru yang diperkirakan untuk tahun 2001 berjumlah 101
juta orang, sebagian besar (70-80%) berada di sektor informal. Semua industri, baik
formal maupun informal diharapkan dapat menerapkan K3. Yang dimaksud dengan
industri informal adalah kegiatan ekonomi tradisional, usaha-usaha di luar sektor
modern/ formal yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

Sederhana
Skala usaha relatif kecil
Umumnya belum terorganisisr secara baik

Menurut M. Mikhew (ICHOIS 1997), gambaran umum industri sektor informal


mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1. Timbulnya risiko bahaya pekerjaan yang tinggi.


2. Keterbatasan sumber daya dalam mengubah lingkungan kerja dan
menentukan pelayanan kesehatan kerja yang adekuat
3. Rendahnya kesadaran terhadap faktor-faktor risiko kesehatan kerja.
4. Kondisi pekerjaan yang tidak ergonomis, kerja fisik yang berat dan jam kerja
yang panjang.
5. Pembagian kerja di struktur yang beraneka ragam dan rendahnya
pengawasan manajemen serta pencegahan bahaya-bahaya pekerjaan.
6. Anggota keluarga sering kali terpajan bahaya-bahaya akibat pekerjaan.
7. Masalah perlindungan lingkungan tidak terpecahkan dengan baik.
8. Kurangnya pemeliharaan kesehatan, jaminan keamanan, sosial (asuransi
kesehatan) dan fasilitas kesejahteraan.

Pelayanan kesehatan kerja yang diberikan melalui penerapan ergonomi, diharapkan


dapat meningkatkan mutu kehidupan kerja (Quality of Working Life), dengan
demikian meningkatkan produktifitas kerja dan menurunkan prelavensi penyakit
akibat kerja, proses kerja dan lingkungan kerja. Interaksi ini akan berjalan dengan
baik bila ketiga komponen tersebut dipersiapkan dengan baik dan saling menunjang.
Misalnya menyesuaikan ukuran peralatan kerja dengan postur tubuh pekerja dan
menilai kelancaran gerakan tubuh pekerja.

Dalam penerapan ergonomi di sektor informal akan dipelajari cara-cara penyesuaian


pekerjaan, alat kerja dan lingkungan kerja dengan manusia, dengan memperhatikan
kemampuan dan keterbatasan manusia itu sehingga tercapai suatu keserasian
antara manusia dan pekerjaannya yang akan meningkatkan kenyamanan kerja dan
produktifitas kerja dan tentunya sesuai dengan karakteristik industri informal.

Jika mendengar ergonomi di pabrik mobil atau ergonomi di tambang minyak


mungkin sudah biasa. Tapi istilah-istilah ergonomi di pabrik tahu rumahan,
ergonomi di industri mebel rumahan mungkin masih jarang terdengar. Sebenarnya
sudah cukup banyak riset atau tugas akhir mahasiswa yang membahas topik
ergonomi di industri informal ini namun sepertinya kurang dimanfaatkan dan kurang
dipublikasikan ke masyarakat awam.

Industri informal memang berbeda dengan industri formal yang berskala besar
(apalagi yang multinasional) yang sangat open minded dan sudah sangat
menghargai ergonomi. Sedangkan pada industri informal kondisinya sangat
berkebalikan. Tapi bukan tidak mungkin untuk menerapkan ergonomi di sektor ini
dan memperoleh manfaat yang optimal terutama naiknya produktivitas kerja.
Asalkan sosialisasi dan edukasi berjalan dengan optimal tentunya diiringi dengan
riset-riset ergonomi di sektor ini yang notabene dapat membuktikan manfaat
ergonomi tersebut maka suatu saat bukan mustahil jika industri informal akan
mengikuti jejak industri formal dalam menerapkan ergonomi.

Sumber: Ergonomi Bagi Pekerja Sektor Informal, Fikry Effendi, Bagian Ilmu
Kesehatan Kerja, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta (Cermin Dunia
Kedokteran 2007).
PENGENALAN MASALAH ERGONOMI
Permasalahan yang berkaitan dengan faktor ergonomic umumnya disebabkan oleh
adanya ketidak sesuaian antara pekerja dan lingkungan kerja secara menyeluruh
termasuk peralatan kerja.
Penerapan ergonomi dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu:
1. Pendekatif kuratif
Pendekatan ini dilakukan pada suatu proses yang sudah atau sedang berlangsung.
Kegiatannya berupa intervensi/perbaikan/ modifikasi dari proses yang sedang/sudah
berjalan. Sasaran kegiatan ini adalah kondisi kerja dan lingkungan kerja dan dalam
pelaksanaannya harus melibatkan pekerja yang terkait dengan proses kerja yang
sedang berlangsung.
2. Pendekatan konseptual
Pendekatan ini dikenal sebagai pendekatan sistem dan hal ini akan sangat efektif
dan efisien bila dilakukan pada saat perencanaan. Bila berkaitan dengan teknologi,
maka sejak proses pemilihan dan alih teknologi, prinsip-prinsip ergonomi sudah
seyogyanya dimanfaatkan bersama-sama dengan kajian lain yang juga diperlukan,
seperti kajian teknis, ekonomi, social budaya, hemat akan energi dan melestarikan
lingkungan. Pendekatan holistik ini dikenal dengan pendekatan Teknologi Tepat
Guna (Manuaba, 1997). Jika dikaitkan dengan penyediaan lapangan kerja,
pendekatan ergonomi secara konseptual dilakukan sejak awal perencanaan dengan
mengetahui kemampuan adaptasi pekerja sehingga dalam proses kerja selanjutnya,
pekerja berada dalam batas kemampuan yang dimiliki.[....]
(Oleh: Fikry Effendi, Staf Bagian Ilmu Kesehatan Kerja, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta)
- See more at: http://topskripsiku.blogspot.com/2012/12/ergonomi-untuk-pekerja-
sektor-informal.html#sthash.0eioJJsf.dpuf

Faktor perkejaan

1. Postur janggal
Postur janggal adalah deviasi dari gerakan tubuh atau anggota gerak yang
dilakukan oleh pekerja saat melakukan aktivitas kerja secara berulang-ulang
dan dalam waktu yang relatif lama. Gerakan postur janggal merupakan salah
satu faktor resiko terjadinya gangguan, penyakit, atau cedera pada sistem
otot rangka. Gangguan, penyakit, atau cidera pada sistem musculosketal
hampir tidak pernah terjadi secara langsung, akan tetapi lebih merupakan
suatu akumulasi dari benturan kecil maupun besar secara terus menerus dan
dalam jangka waktu yang relatif lama (Cohen, 1997) .
Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi
bagian-bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan
tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk kepala terangkat, dsb.
Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin
tinggi pula risiko terjadinya keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah ini
pada umumnya karena karakteristik tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun
kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja.
Postur janggal pada leher (Cohen,1997):
1) Menunduk ke arah depan sehingga sudut yang dibentuk oleh garis
vertikal dengan sumbu ruas tulang leher >200.
2) Tengadah, setiap postur dari leher yang mendongak ke atas atau
ekstensi.
3) Miring, setiap gerakan dari leher yang miring, baik ke kanan maupun
ke kiri, tanpa melihat besarnya sudut yang dibentuk oleh garis vertikal
dengan sumbu dari ruas tulang leher.
4) Rotasi leher, setiap postur leher yang memutar, baik ke kanan dan
atau ke kiri, tanpa melihat berapa derajat besarnya rotasi yang
dilakukan.
Postur janggal pada punggung :
1) Membungkuk, postur punggung membungkukan badan hingga
membentuk sudut 200 terhadap vertikal dan berputar.
2) Rotasi badan, berputar (twisting) adalah adanya rotasi dan torsi pada
tulang punggung (gerakan, postur, posisi badan yang berputar baik
ke arah kanan, kiri) dimana garis vertikal menjadi sumbu tanpa
memperhitungkan berapa derajat besarnya rotasi yang dilakukan.
3) Miring, memiringkan badan (bending) dapat didefinisikan sebagai
fleksi dari tulang punggung, deviasi bidang median badan dari garis
vertikal, tanpa memperhitungkan besarnya sudut yang dibentuk,
biasanya dalam arah ke depan atau ke samping.
Untuk postur janggal pada kaki adalah bertumpu di atas satu
kaki atau tidak seimbang. Sedangkan postur janggal pada bahu :
Aduksi adalah posisi bahu menjauhi garis tengah atau vertikal
tubuh.
Abduksi adalagh posisi bahu mendekati garis tengah atau vertikal
tubuh.
Fleksi adalah posisi bahu diangkat menuju ke arah vertikal tubuh,
depan dada.
Ekstensi adalah posisi bahu menjauhi arah vertikal tubuh, atau
lengan berada di belakang badan.

Postur janggal pada lengan:

1) Fleksi adalah posisi lengan bawah diangkat menuju ke arah vertikal


tubuh depan dada. Fleksi penuh pada siku terkuat pada sudut 900.
2) Ekstensi adalah posisi lengan bawah menjauhi arah vertikal tubuh,
atau lengan berada dibelakang badan. Ekstensi penuh pada siku
adalah besarnya sudut yang dibentuk oleh sumbu lengan atas dan
sumbu lengan bawah >1350.

Postur janggal pada pergelangan tangan:

1) Deviasi radial adalah postur tangan yang miring ke arah ibu jari.
2) Deviasi ulnar adalah postur tangan yang miring ke arah kelingking.
3) Ekstensi pergelangan tangan adalah posisi tangan yang menekuk ke
arah punggung tangan di ukur dari sudut yang dibentuk oleh lengan
bawah dan sumbu tangan sebesar >450.
4) Fleksi pergelangan tangan adalah posisi tangan yang menekuk ke arah
telapak, diukur dari sudut yang dibentuk oleh lengan bawah dan sumbu
tangan sebesar >450.

Perputaran (rotasi) pergelangan tangan yang beresiko adalah melakukan


perputaran keluar (supinasi) daripada perputaran ke dalam (pronasi).

2. Postur Statis
Postur statis yaitu pada saat persendian tidak bergerak. Hal tersebut tidak
hanya membatasi pemasukan nutrisi dan oksigen, tetapi juga membatasi
pembuangan metabolisme. Oleh sebab itu, postur statis sangat dianjurkan
untuk dihindari (Nurmianto, 1998).
Postur statis merupakan postur saat kerja fisik dalam posisi yang sama
dimana pergerakan yang terjadi sangat minimal. Kondisi ini memberikan
peningkatan beban pada otot dan tendon yang menyebabkan kelelelahan.
Aliran darah yang membawa nutrisi dan oksigen, serta pengangkutan sisa
metabolisme pada otot terhalang. Gerakan yang dipertahankan > 10 detik
dinyatakan sebagai postur statis (Cohen, 1997).
Posisi tubuh dapat menyebabkan rasa tidak nyaman dan kelelahan jika
dipertahankan untuk jangka waktu yang lama. Berdiri misalnya, adalah postur
tubuh alami, dan dengan sendirinya tidak menimbulkan bahaya kesehatan
tertentu. Namun, bekerja untuk waktu lama dalam posisi berdiri dapat
menyebabkan sakit kaki, kelelahan otot umum, dan sakit punggung (OSHA,
2002).
3. Penggunaan tenaga
Pekerjaan membutuhkan penggunaan tenaga untuk menempatkan beban
yang tinggi untuk otot, tendon, ligamen, dan sendi. Pekerjaan yang
menggunakan tenaga besar dapat membebani otot, tendon, ligamen, dan
sendi. Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering dikeluhkan
oleh pekerja dimana aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang
besar seperti aktivitas mengangkat, mendorong, menarik, dan menahan
beban yang berat. Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena
pengerahan tenaga yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot.
Apabila hal serupa sering dilakukan, maka dapat mempertinggi risiko
terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan cideranya otot skeletal
(Tarwaka, 2004).
Dalam banyak peristiwa, tenaga akan menjadi paling besar jika sebanyak-
banyaknya otot berkontraksi. Sikap tubuh yang bertalian dengan pengerahan
tenaga yang paling besar bagi gerakan-gerakan tertentu adalah sebagai
berikut (Sumamur, 1989):
1) Rotasi (perputaran) tangan ke arah dalam paling kuat jika dimulai
dengan telapak tangan berada pada keadaan rotasi ke luar secara
penuh (supsinasi penuh).
2) Rotasi tangan ke arah luar paling kuat jika dimulai dengan telapak
tangan berada pada keadaan rotasi ke dalam secara penuh (rotasi
penuh).
3) Ekstensi siku (perentangan lengan terhadap siku) paling kuat jika
dimulai pada posisi fleksi penuh.
4) Fleksi siku ( dengan tangan terbuka) terkuat pada sudut 90 0 (efek
pengungkit).
5) Pada pekerjaan mendorong dengan tangan sambil duduk, kekuatan
terbesar di dapat pada keadaan siku bersudut 150-1600 dan dengan
pegangan tangan pada jarak kira-kira 66cm dari daratan sandaran
pinggang.
6) Sambil duduk, kekuatan mendorong lebih besar dari pada menarik,
apabila sandaran pinggang dan injakan kaki disediakan dengan
memadai. Kekuatan menarik terbesar didapat dengan lengan pada
kekuatan ekstensi dan pegangan tangan diantara 18-23 cm di atas
dataran duduk.
7) Secara ungkitan, tenaga terbesar dalam posisi duduk diperoleh jika
pegangan tangan berada pada ketinggian diantara bahu dan siku,
sedangkan pada posisi berdiri pegangan harus setinggi bahu.
8) Pada posisi berdiri, kekuatan lebih besar pada menarik ke belakang
daripada mendorong ke depan. Gerakan-gerakan ke depan lebih kuat
pada kegiatan mendorong daripada kegiatan menarik.
9) Sambil duduk, kekuatan terhadap pedal terbesar didapat pada fleksi
lutut 1600 dan fleksi sendi kaki 1200. Sikap istirahat terbesar diperoleh
dengan fleksi lutut 105-1350.

Penggunaan tenaga akan semakin besar, jika gerakan tubuh yang


membutuhkan pergerakan tenaga ditambah dengan berat beban objek yang
harus diangkat. Menurut ILO, beban maksimum yang diperbolehkan untuk
diangkat oleh seseorang adalah 23-25 Kg. Mengangkat beban yang terlalu
berat akan mengakibatkan tekanan diskus pada tulang belakang. Selain itu,
berat beban juga dapat menyebabkan kelelahan karena dipicu peningkatan
tekanan pada diskus intervertebralis (Bridger, 1995).

Risiko yang berkaitan dengan berat beban perlu memperhatikan durasi


dan frekuensi beban yang akan ditangani. Tangan, siku, bahu dan kaki hanya
diperbolehkan mengangkat beban kurang dari 4,5 kg. Sedangkan beban yang
dijepit pada tangan tidak boleh melebihi 0,9 kg dengan durasi tidak lebih dari
10 detik. Durasi padakaki tidak boleh dilakukan lebih dari 30% per hari
(Humantech, 1995).

4. Pergerakan repetitif
Pergerakan repetitif pada akifitas pekerjaan yang sama dapat memperburuk
akibat dari postur kerja janggal dan gangguan tenaga. Tendon dan otot dapat
memperbaiki efek peregangan atau penggunaan tenaga jika waktu yang
dibagikan cukup dalam penggunannya. Bagaimana pun jika pergerakan
meliputi otot yang sama sering diulang, tanpa istirahat kelelahan, dan
ketegangan, dapat terakumulasi menghasilkan kerusakan jaringan.
Pekerjaan repetitif dapat menyebabkan nyeri akibat akumulasi sampah
metabolisme dalam otot. Otot akan melemah dan spasme, yang biasanya
terjadi pada tangan/lengan bawah ketika melakukan pekerjaan repetitif.
Dengan demikian pekerjaan yang mengharuskan melakukan kegiatan
berulang, gerakan yang kasar dan kuat termasuk pekerjaan yang berisiko
tinggi (Kroemer, 1989 dalam Bridger, 1995).
Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus
seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkat-angkut dsb.
Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara
terus menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi.
Menurut Sue Hignett dan Mc. Atamney (2000) penggunaan otot beresiko
apabila diindikasikan melakukan gerakan statis lebih dari satu menit atau
gerakan yang dilakukan berulang-ulang sebanyak 4x atau lebih dalam satu
menit. Oleh karena itu, perlu diatur waktu-waktu istirahat khusus agar
kemampuan kerja dan kesegaran tetap dapat dipertahankan dalm batas-
batas toleransi untuk mencegah terjadinya kelelahan, penurunan kemampuan
fisik dan memberi kesempatan tubuh untuk melakukan pemulihan atau
penyegaran (Tarwaka, 2004).
5. Karakteristik objek
Karakteristik objek yang menjadi faktor risiko cidera antara lain:
1) Besar dan bentuk objek
Ukuran dan bentuk objek ikut mempengaruhi terjadinya gangguan otot
rangka. Ukuran objek harus cukup kecil agar dapat diletakkan sedekat
mungkin dari tubuh. Letak objek yang besar dapat membebani otot
bahu lebih dari 300-400 mm, panjang lebih dari 350 mm dengan
ketinggian lebih dari 450 mm. Sedangkan bentuk objek yang baik
harus memiliki pegangan, tidak ada sudut tajam dan tidak dingin atau
panas saat diangkat. Mengangkat objek tidak boleh hanya dengan
mengandalkan kekuatan jari, karena kemampuan otot jari terbatas
sehingga dapat cidera pada jari (Kumar, 2001).
2) Genggaman tangan
Kegiatan menggenggam dapat dibagi menjadi dua kategori utama
(Kumar, 2001) yaitu:
a. Power grip : dimana jari dapat mengenggam benda dengan
fleksibel dan mengapit dalam telapak tangan.
b. Pinch grip : dimana objek ditahan dengan ujung ibu jari dan satu
atau lebih jari lain, seprti saat menggunakan ujung jari,
mencubit, menggenggam kunci, pena dan lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai