Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PERANAN SISTEM MANAJEMEN KESEHATAN


DAN KESELAMATAN KERJA

Disusun Oleh :

MUHAMMAD MUHTADI

NIM : 1722302007

KELAS : 2C

JURUSAN : TEKNIK SIPIL

PRODI : TEKNOLOGI REKAYASA


KONSTRUKSI JALAN DAN JEMBATAN

DOSEN PEMBIMBING : Ir. H. ABDUL MUHYI, MT

NIP : 19640817 199203 1 001

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

JURUSAN TEKNIK SIPIL


POLITEKNIK NEGERI LHOKSEUMAWE
2018

i
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim…
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga makahlah yang berjudul “Peranan Sistem Manajemen
Kesehatan Dan Keselamatan Kerja” ini dapat diselesaikan. Makalah ini dibuat agar
dapat melengkapi tugas K3 dan Aspek Hukum dan untuk memberikan informasi dan
pengetahuan terutama kepada para pembaca dan juga penulis khususnya.

Sehubungan dengan selesainya penyusunan makalah ini, penulis ingin


menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
dukungan dan bantuan dalam penyelesaian makalah ini, maka dalam kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Edi Majuar , ST.,M.Eng, Sc., sebagai Kepala Jurusan Teknik Sipil.
Politeknik Negeri Lhokseumawe.
2. Bapak Muhammad Reza M.,Eng., sebagai Ka. Prodi Sarjana Terapan Teknik
Sipil, Politeknik Negeri Lhokseumawe.
3. Bapak Ir. H. Abdul Muhyi, MT., sebagai Pembimbing Mata Kuliah K3 dan
Aspek Hukum
4. Kedua Orang Tua yang selalu memberi do’a dan dukungan.
5. Teman – teman seperjuangan yang memberi semangat dan motivasi.

Dalam penulisan laporan ini penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat
kekurangan, karena keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki, namun penulis
mengharapkan adanya kritikan dan saran-saran yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan laporan ini.

Penulis,

Muhammad Muhtadi
NIM : 1722302007

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
I.2 Tujuan dan sasaran ........................................................................................ 2
BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................................................. 3
2.1 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja ................................ 3
2.2 Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja .............................................. 3
2.3 Organisasi Pelaksana K3 ............................................................................... 4
2.4 Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Pertambangan ........................ 4
2.5 Tugas Bagian Keselamatan dan Kesehatan Kerja ......................................... 5
2.6 Kesehatan Kerja ............................................................................................ 6
BAB III PEMBAHASAN ...................................................................................................... 9
3.1 Peraturan SMK3 Konstruksi ......................................................................... 9
3.2 Risiko Kecelakaan Kerja Pada Proyek Konstruksi ..................................... 10
3.3 Pengendalian Risiko .................................................................................... 12
3.4 Kebijakan-kebijakan penerapan SMK3 Konstruksi .................................... 13
3.5 Tugas dan fungsi BPKSDM terhadap pembinaan SMK3 ........................... 14
BAB IV PENUTUP .............................................................................................................. 15
4.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 15
4.2 Saran ................................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 17

iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Derajat kesehatan dan keselamatan yang tinggi di tempat kerja merupakan


hak pekerja yang wajib dipenuhi oleh perusahaan disamping hak-hak normatif
lainnya. Perusahaan hendaknya sadar dan mengerti bahwa pekerja bukanlah
sebuah sumber daya yang terus-menerus dimanfaatkan melainkan sebagai
makhluk sosial yang harus dijaga dan diperhatikan mengingat banyaknya faktor
dan resiko bahaya yang ada di tempat kerja.

Selain perusahaan, pemerintah pun turut bertanggungjawab untuk


melindungi kesehatan dan keselamatan kerja. Upaya yang dilakukan oleh
pemerintah dengan mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang yang
mengatur tentang K3 yaitu UU No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3), Permenaker No.05/Men/1996 tentang Sistem Manajemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3).

Didalam pasal 87 (1): UU No.13 Th 2003 Ketenagakerjaan dinyatakan


bahwa setiap perusahaan wajib menetapkan sistem manajemen K3 yang
terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan. Pada pasal 3 ayat 1 dan 2
dinyatakan bahwa setiap perusahaan yang memperkerjakan tenaga kerja sebanyak
100 orang atau lebih dan atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh
karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan
kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran lingkungan dan penyakit akibat
kerja wajib menerapkan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
Dengan demikian kewajiban penerapan SMK3 didasarkan pada dua hal yaitu
ukuran besarnya perusahaan dan tingkat potensi bahaya yang ditimbulkan.

1
I.2 Tujuan dan sasaran
Tujuan dan sasaran yang termuat dalam SMK3 ini adalah :

1. Menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja dengan


melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja
dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat
kerja
2. Terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.

2
BAB II

KAJIAN PUSTAKA
2.1 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja
Sistem manajamen keselamatan dan kesehatan kerja adalah bagian dari
sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian
resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang
aman, efisien dan produktif (Peraturan Pemerintah No.50 Tahun 2012, Pasal 1
ayat 1).

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah segala kegiatan untuk


menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya
pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (Peraturan Pemerintah
No.50 Tahun 2012, Pasal 1 ayat 2).

Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun
untuk masyarakat (Peraturan Pemerintah No.50 Tahun 2012, Pasal 1 ayat 3).

Pegawai pengawas ialah pegawai teknis berkeahlian khusus dan


Departemen Tenaga kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja (Undang
Undang No.1 Tahun 1970, Pasal 1 ayat 5)

Ahli keselamatan kerja ialah tenaga teknis berkeahlian khusus dari Luar
Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk
mengawasi ditaatinya Undang-Undang (Undang-Undang No.1 Tahun 1970, Pasal
1 ayat 6).

2.2 Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan salah satu
faktor bagi keberhasilan operasional perusahaan tambang. Untuk mewujudkan

3
pelaksanaan kegiatan pertambangan yang aman, Perseroan telah menetapkan
kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah tanggung jawab semua pihak,
sehingga Perseroan menciptakan lingkungan kerja yang sehat, bebas cedera dan
melakukan kegiatan operasional sesuai kaidah yang berlaku (Prasarana Bukit
Asam, 2013 hal 262).

Sejak Juli 2010 Perseroan telah mengintegrasikan semua sistem


operasional yang terkait dengan aspek pengelolaan K3 ke dalam Bukit Asam
Management System (BAMS). Penerapan Sistem Manajemen K3 (SMK3) telah
diakreditasi oleh badan independen berbasis Peraturan Menteri Tenaga Kerja
(Permenaker) 05/men/1996 sejak tahun 2007 dan memperoleh sertifikasi Sistem
Manajemen K3 OHSAS 18001 : 2007 sejak tahun 2008 (Prasarana Bukit Asam,
2013 hal 262).

2.3 Organisasi Pelaksana K3


Untuk memastikan sistem K3 dijalankan dengan sesuai standar, Perseroan
mempunyai Departemen K3L dan Komite K3/Safety Committee/Panitia Pembina
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) yang memiliki tugas pokok
memberikan saran-saran dan pertimbangan, baik diminta maupun tidak, kepada
mitra pengusaha/ pengurus satuan kerja yang bersangkutan mengenai
masalahmasalah keselamatan dan kesehatan kerja (Prasarana Bukit Asam, 2013
hal 262).

2.4 Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja di


Pertambangan
Perseroan secara rutin ikut aktif dalam pelaksanaan pertemuan safety
comittee baik dengan unit kerja maupun dengan mitra kerja/ kontraktor
penambangan. Biasanya dalam 1 tahun perseroan melakukan rapat tersebut
sebanyak 3 sampai 4 kali.

4
Kecelakaan kerja dan kebakaran adalah salah satu bentuk dari resiko yang
sering terjadi di perusahaan pertambangan. Perseroan inipun memiliki tim
penanggulangan kecelakaan dan kebakaran (TPKK) sebagai salah satu bentuk
untuk mengantisipasi dan mengatasi resiko kecelakaan kerja. Tim
Penanggulangan Kecelakaan dan Kebakaran (TPKK) berada di bawah koordinasi
Satuan Kerja Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L) Unit
Pertambangan Tanjung Enim (Prasarana Bukit Asam, 2013 hal 265).

2.5 Tugas Bagian Keselamatan dan Kesehatan


Kerja
Bagian Keselamatan dan Kesehatan Kerja mempunyai tanggung jawab sebagai
berikut:
a. Mengumpulkan data dan mencatat rincian dari setiap kecelakaan atau
kejadian yang berbahaya, kejadian sebelum terjadinya kecelakaan,
penyebab kecelakaan, menganalisis kecelakaan, dan pencegahan
kecelakaan;
b. Mengumpulkan data mengenai daerah-daerah dan kegiatan-kegiatan
yang memerlukan pengawasan yang lebih ketat dengan maksud untuk
memberi saran kepada Kepala Teknik Tambang tentang tatacara kerja,
alat-alat penambangan, dan penggunaan alat-alat deteksi serta alat-alat
pelindung diri;
c. Memberikan penerangan dan petunjuk-petunjuk mengenai Keselamatan
dan Kesehatan Kerja kepada semua pekerja tambang dengan jalan
mengadakan pertemuan-pertemuan, ceramah-ceramah, diskusi-diskusi,
pemutaran film, publikasi, dan lain sebagainya;
d. Apabila diperlukan, membentuk dan melatih anggota-anggota Tim
Penyelamat Tambang;
e. Menyusun statistik kecelakaan dan
f. Melakukan evaluasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
(Keputusan Menteri 555 Pasal 24, tentang tugas bagian keselamatan dan
kesehatan kerja)

5
2.6 Kesehatan Kerja

Upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan pegawai dan keluarga


dikelola dalam dua kelompok yaitu kesehatan kerja yang bersifat medis dan
kesehatan kerja yang bersifat kesehatan lingkungan kerja. Untuk kesehatan kerja
yang bersifat medis, Perseroan memiliki unit RS Bukit Asam yang menangani
masalah kesehatan pegawai dengan melakukan pemeriksaan kesehatan secara
rutin kepada pegawai untuk mempersiapkan pegawai dengan kesehatan yang
prima agar dapat ditempatkan sesuai dengan kondisi kesehatan. Pemeriksaan ini
dilakukan berkala minimal 1 tahun sekali untuk menjaga tingkat kesehatan
pegawai selama bekerja di PTBA. Pemeriksaan biasanya dilakukan bagi pegawai
dengan tingkat kerja yang memiliki resiko kerja cukup besar. Keluarga pegawai
pun ikut menjadi tanggungan pihak RS Bukit Asam yaitu dengan melayani
pemeriksaan dan pengobatan(Prasarana Bukit Asam, 2013 hal 266).

Kesehatan kerja yang bersifat kesehatan lingkungan dikelola oleh satker


K3L-UPTE (Prasarana Bukit Asam, 2013 hal 266-267) dengan melakukan
kegiatan sebagai berikut:

A. Pengukuran parameter lingkungan kerja untuk iklim kerja


sebanyak 45titik, getaran body sebanyak 38 titik, radiasi sinar
UV sebanyak 26 titik, debu personal sebanyak 60 titik, kadar
asbes sebanyak 26 titik, kadar kuarsa sebanyak 32 titik,
intensitas kebisingan sebanyak 46 titik.
B. Monitoring sanitasi tempat memasak makanan/ dapur ditiap
pemasok jasa boga.
C. Promosi kesehatan pegawai yang dilaksanakan bersama-sama
dengan RS Bukit Asam. Seperti yang tercantum dalam KepMen
555 setiap pegawai memiliki hak untuk mendapatkan
kesempatan dalam memperoleh pemeriksaan kesehatan sebagai
berikut:

6
1. Para pekerja tambang berhak untuk mendapatkan pemeriksaan
kesehatannya yang menjadi kewajiban perusahaan.
2. Pekerja tambang harus diperiksa kesehatannya (pemeriksaan
menyeluruh) secara berkala oleh dokter yang berwenang.
3. Pekerja tambang bawah tanah harus diperiksa kesehatannya
sekurang-kurangnya dua kali setahun.
4. Pekerja tambang yang bekerja ditempat yang dapat membahayakan
paru-paru, harus dilakukan pemeriksaan kesehatan secara khusus.
5. Berdasarkan ketentuan yang berlaku Kepala Pelaksana Inspeksi
Tambang dapt menetapkan kekerapan pemeriksaan kesehatan
pekerja tambang yang menangani bahan berbahaya oleh dokter
yang berwenang. Cidera akibat kecelakaan tambang harus dicatat dan
digolongkan dalam kategori sebagai berikut:
a. Cidera ringan
Cidera akibat kecelakaan tambang yang menyebabkan pekerja
tambang tidak mampu melakukan tugas semula lebih dari 1 hari dan
kurang dari 3 minggu, termasuk hari minggu dan hari libur;
b. Cidera Berat
1) Cidera akibat kecelakaan tambang yang menyebabkan pekerja
tambang tidak mampu melakukan tugas semula selama lebih dari 3
minggu termasuk hari minggu dan hari-hari libur;
2) Cidera akibat kecelakaan tambang yang menyebabkan pekerja
tambang cacat tetap (Invalid) yang tidak mampu menjalankan tugas
semula dan
3) Cidera akibat kecelakaan tambang tidak tergantung dari lamanya
pekerja tambang tidak mampu melakukan tugas semula, tetapi
mengalami seperti salah satu di bawah ini :
a) Keretakan tengkorak kepala, tulang punggung, pinggul, lengan
bawah, lengan atas, paha atau kaki;
b) Pendarahan didalam, atau pingsan disebabkan kekurangan
oksigen;

7
c) Luka berat atau luka terbuka/terkoyak yang dapat
mengakibatkan ketidak mampuan dan
d) Persendian yang lepas dimana sebelumnya tidak pernah terjadi
e) Mati.
Kecelakaan tambang yang mengakibatkan pekerja tambang mati
dalam waktu 24 jam terhitung dari waktu terjadinya kecelakaan
tersebut (Kepmen 555 pasal 40 tentang penggolangan cidera akibat
kecelakaan tambang)

8
BAB III

PEMBAHASAN
3.1 Peraturan SMK3 Konstruksi

Sistem manejemen keselamatan dan kesehatan didefinisikan sebagai


kombinasi dari susunan organisasi manejemen, termasuk elemen-elemen
perencanaan dan kaji ulang, susunan konsultatif dan program khusus yang
terintegrasi untuk meningkatkan kinerja keselamatan dan kesehatan.( Menurut
Clare Gallagher )

Konstruksi merupakan suatu kegiatan membangun sarana maupun


prasarana. Dalam sebuah bidang arsitektur atau teknik sipil, sebuah konstruksi
juga dikenal sebagai bangunan atau satuaninfrastruktur pada sebuah area atau
pada beberapa area.

Pelaksanaan pekerjaan konstruksi terutama di bidang pekerjaan umum


merupakan kegiatan konstruksi yang spesifik dan komplek sehingga memerlukan
sumber daya yang besar, melibatkan tenaga kerja yang banyak dan peralatan berat
yang tidak sedikit. Hal ini tentu tidak terlepas dari peluang-peluang kecelakaan
dan potensi bahaya yang merupakan bagian dari pekerjaan itu sendiri. Apalagi
patut diakui jika hingga saat ini kecelakaan kerja di bidang konstruksi masih
menjadi pekerjaan bagi pemerintah.

Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan SMK3 konstruksi


antara lain :

1.Pasal 22, ayat (2) huruf L, Undang- undang RI No.18 tahun 1999
menyebutkan kontrak kerja konstruksi sekurang-kurangnya harus
mencakup Uraian mengenai; perlindungan pekerja, yang memuat
ketentuan tentang kewajiban para pihak dalam pelaksanaan
keselamatan dan kesehatan kerja serta jaminan sosial.

9
2.PPNo.29 tahun 2000 Pasal 17 tentang Penyelenggaraan Jasa
Konstruksi. Pada salah satu ayatnya menyebutkan bahwa penyedia jasa
dalam pemilihan penyedia jasa berkewajiban untuk menyusun
dokumen penawaran yang memuat :

 Rencana dan metode kerja,


 Rencana usulan biaya,
 Tenaga terampil dan tenaga ahli,
 Rencana dan anggaran keselamatan dan kesehatan kerja dan
peralatan.

3. Pasal 30 ayat (1) PP No.29 tahun 2000 menyebutkan bahwa untuk


menjamin terwujudnya tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi,
penyelenggara pekerjaan konstruksi wajib memenuhi ketentuan
tentang :

 Tempat kerja konstruksi sesuai dengan peraturan perundang-


undangan yang berlaku,
 Pelaksanaan pekerjaan konstruksi sesuai dengan peraturan
perundang undangan yang berlaku.

3.2 Risiko Kecelakaan Kerja Pada Proyek


Konstruksi

Industri jasa konstruksi merupakan salah satu sektor industri yang


memiliki risiko kecelakaan kerja yang cukup tinggi. Berbagai penyebab utama
kecelakaan kerja pada proyek konstruksi adalah hal-hal yang berhubungan dengan
karakteristik proyek konstruksi yang bersifat unik, lokasi kerja yang berbeda-
beda, terbuka dan dipengaruhi cuaca, waktu pelaksanaan yang terbatas, dinamis
dan menuntut ketahanan fisik yang tinggi, serta banyak menggunakan tenaga kerja
yang tidak terlatih. Ditambah dengan manajemen keselamatan kerja yang sangat
lemah, akibatnya para pekerja bekerja dengan metoda pelaksanaan konstruksi

10
yang berisiko tinggi. Masalah keselamatan dan kesehatan kerja berdampak
ekonomis yang cukup signifikan.

Dari berbagai kegiatan dalam pelaksanaan proyek konstruksi, pekerjaan-


pekerjaan yang paling berbahaya adalah pekerjaan yang dilakukan pada
ketinggian dan pekerjaan galian. Pada ke dua jenis pekerjaan ini kecelakaan kerja
yang terjadi cenderung serius bahkan sering kali mengakibatkan cacat tetap dan
kematian. Jatuh dari ketinggian adalah risiko yang sangat besar dapat terjadi pada
pekerja yang melaksanakan kegiatan konstruksi pada elevasi tinggi. Biasanya
kejadian ini akan mengakibat kecelakaan yang fatal. Sementara risiko tersebut
kurang dihayati oleh para pelaku konstruksi, dengan sering kali mengabaikan
penggunaan peralatan pelindung (personal fall arrest sistem) yang sebenarnya
telah diatur dalam pedoman K3 konstruksi.

Jenis-jenis kecelakaan kerja akibat pekerjaan galian dapat berupa


tertimbun tanah, tersengat aliran listrik bawah tanah, terhirup gas beracun, dan
lain-lain. Bahaya tertimbun adalah risiko yang sangat tinggi, pekerja yang
tertimbun tanah sampai sebatas dada saja dapat berakibat kematian. Di samping
itu, bahaya longsor dinding galian dapat berlangsung sangat tiba-tiba, terutama
apabila hujan terjadi pada malam sebelum pekerjaan yang akan dilakukan pada
pagi keesokan harinya.

Data kecelakaan kerja pada pekerjaan galian di Indonesia belum tersedia,


namun sebagai perbandingan, Hinze dan Bren (1997) mengestimasi jumlah kasus
di Amerika Serikat yang mencapai 100 kematian dan 7000 cacat tetap per tahun
akibat tertimbun longsor dinding galian serta kecelakaan- kecelakaan lainnya
dalam pekerjaan galian.

Setiap kecelakaan kerja dapat menimbulkan berbagai macam kerugian. Di


samping dapat mengakibatkan korban jiwa, biaya-biaya lainnya adalah biaya
pengobatan, kompensasi yang harus diberikan kepada pekerja, premi asuransi, dan
perbaikan fasilitas kerja. Terdapat biaya-biaya tidak langsung yang merupakan

11
akibat dari suatu kecelakaan kerja yaitu mencakup kerugian waktu kerja
(pemberhentian sementara), terganggunya kelancaran pekerjaan (penurunan
produktivitas), pengaruh psikologis yang negatif pada pekerja, memburuknya
reputasi perusahaan, denda dari pemerintah, serta kemungkinan berkurangnya
kesempatan usaha (kehilangan pelanggan pengguna jasa). Biaya-biaya tidak
langsung ini sebenarnya jauh lebih besar dari pada biaya langsung. Berbagai studi
menjelaskan bahwa rasio antara biaya tidak langsung dan biaya langsung akibat
kecelakaan kerja konstruksi sangat bervariasi dan diperkirakan mencapai 4:1
sampai dengan bahkan 17:1 (The Business Roundtable, 1991).

3.3 Pengendalian Risiko

Pengendalian risiko merupakan bagian dari manajemen risiko dan


dilakukan berdasarkan penilaian risiko terhadap masing-masing item pekerjaan.
Dengan mempertimbangkan peralatan yang digunakan, jumlah orang yang terlibat
pada masing-masing item pekerjaan, akan dapat diprediksi peluang kejadian
(frequency) dan tingkat keparahan (severity) dari risiko kecelakaan.
Menurut hirarki cara berpikir dalam melakukan pengendalian risiko adalah
dengan memperhatikan besaran nilai risiko/ tahapan pengendalian risiko,seperti
berikut:

1.Mengeliminasi /menghilangkan sumber bahaya terhadap kegiatan yang


mempunyai tingkat risiko yang paling tinggi/besari;

2.Melakukan substitusi /mengganti dengan bahan atau proses yang lebih aman;

3.Engineering: Melakukan perubahan terhadap desain alat /proses /layout

4.Administrasi: Pengendalian risiko melalui penyusunan peraturan /standar untuk


mengajak melakukan cara kerja yang aman (menyangkut tentang prosedur kerja,
ijin kerja, instruksi kerja, papan peringatan/larangan, pengawasan/inspeksi,dsb).

5.Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD).

12
3.4 kebijakan-kebijakan penerapan SMK3

Konstruksi

Kebijakan Departemen PU dalam penerapan SMK3, dalam rangka


mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi serta upaya untuk
mewujudkan keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja pada tempat kegiatan
konstruksi bidang pekerjaan umum.

Departemen Pekerjaan Umum telah menerbitkan Peraturan Menteri


Pekerjaan Umum No.09/PRT/M/2008 Pedoman Sistem tentang Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum.
Sesuai dengan maksud dan tujuan diterbitkannya peraturan menteri tersebut
adalah untuk memberikan acuan bagi pengguna dan penyedia jasa dalam
penyelenggaraaan SMK3 konstruksi bidang pekerjaan umum, yang dilaksanakan
secara sistematis, terencana, terpadu dan terkoordinasi serta semua pemangku
kepentingan agar mengetahui dan memahami tugas dan kewajibannya dalam
penerapan SMK3.

Berdasarkan Peraturan Menteri PU No. 09/PER/M/2008, tentang Pedoman


Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang
Pekerjaan Umum yang merupakan acuan bagi Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa
dalam penyelenggaraan SMK3 konstruksi bidang pekerjaan umum, UU.No. 18
Tahun 1999 tentang jasa Konstruksi,dimana mensyaratkan Ahli K3 pada setiap
proyek / kegiatan terutama pada kegiatan yang memiliki resiko tinggi.
Lebih jauh peraturan ini juga mengatur stakeholder agar mengetahui dan
memahami tugas dan kewajibannya dalam penyelenggaraan SMK3 Konstruksi
bidang pekerjaan umum sehingga dapat mencegah terjadinya kecelakaan kerja
konstruksi dan penyakit akibat kerja konstruksi serta menciptakan lingkungan
kerja yang aman dan nyaman guna tercapainya peningkatan produktifitas kerja
yang maksimal.

13
Dalam rangka mendukung implementasi peraturan tersebut, maka
diperlukan perangkat pendukung yang menjadi pedoman baik berupa petunjuk
pelaksanaan maupun petunjuk yang bersifat teknis dalam pelaksanaannya. Sejalan
dengan hal ini, BPKSDM sebagai penanggungjawab Pembinaan Penyelenggaraan
SMK3 Konstruksi Bidang PU perlu untuk menyusun Monev K3. Konsep juklak
Monev K3 ini disusun sesuai kebutuhan yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan
konstruksi dan pemanfaatan bangunan perkantoran.

Pelaksanaan Monev K3 terhadap kegiatan konstruksi merupakan cara


pemantauan dan penilaian terhadap kinerja Penyelenggaraan K3 Konstruksi Bid.
PU oleh setiap unit kerja maupun unit pelaksana terkait, sehingga dapat diketahui
sejauh mana penerapan K3 terlaksana pada kegiatan pelaksanaan konstruksi dan
pemanfaatan bangunan perkantoran.

3.5 Tugas dan fungsi BPKSDM terhadap pembinaan

SMK3

Sesuai dengan tugas dan fungsinya, Badan Pembinaan Konstruksi dan


Sumber Daya Manusia (BPKSDM) Departemen Pekerjaan Umum, melalui Pusat
Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi telah melakukan beberapa kajian dan
bimbingan teknis penerapan SMK3 pada kegiatan konstruksi bidang pekerjaan
umum, termasuk mensosialisasikan Permen PU No.09/PRT/M/2008 tentang
Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
Konstruksi, penyedia jasa maupun pengguna dibeberapa provinsi ditanah air.

Masih kurangnya Ahli K3 Konstruksi pada Institusi Pemerintah maupun


Swasta, maka Lembaga Pengembangan dan Konsultasi Nasional (LPKN) bersama
tim Ahli dari Departemen PU,LPJK,dan Asosiasi Ahli Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Konstruksi (A2K4) Indonesia, bermaksud mengadakan kegiatan
Workshop dan Ujian Ahli Muda K3 Konstruksi

14
BAB IV

PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Dari uraian mengenai berbagai aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja


pada penyelenggaraan konstruksi di Indonesia, dapat diambil kesimpulan bahwa
bebagai masalah dan tantangan yang timbul tersebut berakar dari rendahnya taraf
kualitas hidup sebagian besar masyarakat. Dari sekitar 4.5 juta pekerja konstruksi
Indonesia, lebih dari 50% di antaranya hanya mengenyam pendidikan maksimal
sampai dengan tingkat Sekolah Dasar. Mereka adalah tenaga kerja lepas harian
yang tidak meniti karir ketrampilan di bidang konstruksi, namun sebagian besar
adalah para tenaga kerja dengan ketrampilan seadanya dan masuk ke dunia jasa
konstruksi akibat dari keterbatasan pilihan hidup.

Permasalahan K3 pada jasa konstruksi yang bertumpu pada tenaga kerja


berkarakteristik . Demikian, tentunya tidak dapat ditangani dengan cara-cara yang
umum dilakukan di negara maju. Langkah pertama perlu segera diambil adalah
keteladanan pihak Pemerintah yang mempunyai fungsi sebagai pembina dan juga
“the biggest owner.” Pihak pemilik proyek lah yang memiliki peran terbesar
dalam usaha perubahan paradigma K3 konstruksi.

4.2 Saran

Dalam perkembangannya pembina tersebut masih banyak yang harus


ditingkatkan terutama pemaham prosedur penyusunan program kegiatan dan
penyusunan kebutuhan biaya untuk penyelenggaraan SMK3.

Dalam penyelenggaraan proyek-proyek konstruksi yang didanai oleh


APBN/APBD/Pinjaman Luar Negeri, Pemerintah antara lain dapat mensyaratkan
penilaian sistem K3 sebagai salah satu aspek yang memiliki bobot yang besar
dalam proses evaluasi pemilihan penyedia jasa. Di samping itu, hal yang
terpenting adalah aspek sosialisasi dan pembinaan yang terus menerus kepada

15
seluruh komponen Masyarakat Jasa Konstruksi, karena tanpa program-program
yang bersifat partisipatif, keberhasilan penanganan masalah K3 konstruksi tidak
mungkin tercapai.

Untuk itu pada kesempatan mendatang, berencana menyelenggarakan


seminar dengan mengundang pakar/ahli tentang SMK3 dari berbagai lembaga /
asosiasi terkait penyedia jasa, atau pun perguruan tinggi. Dari penyelenggaraan
seminar tersebut diharapkan dapat dirumuskan upaya yang lebih efektif untuk
mendorong terwujudnya penerapan SMK3 sepenuhnya dan disetiap kegiatan
konstruksi bidang pekerjaan umum,pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja
serta jaminan sosial.

16
DAFTAR PUSTAKA
“Pelaksanaan SMK-3 Perlu Ditingkatkan” dalam http://www.detailberita.com

17

Anda mungkin juga menyukai