Anda di halaman 1dari 15

Peraturan Perundangan dan Kebijakan Manajemen K3

Dosen Pengampu : Kursiah Warti Ningsih, M.Kes

Oleh :

Meta Yulminesah

(19401009)

Program Studi S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat

STIKes Payung Negeri Pekanbaru

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat-Nya, sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Terimakasih
kepada ibu Kursiah Warti Ningsih, M.Kes selaku dosen pengampu yang telah
membimbing dan memberikan tugas sehingga penulis mampu menyelesaikan
makalah ini sebagai tugas Sistem Manajemen K3. Makalah ini berisikan tentang
“Peraturan Perundangan Dan Kebijakan Manajemen K3”. Penulis
mengucapkan terimakasih atas bantuan dari pihak yang membantu. Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh sebab itu penulis
mengaharapkan kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan makalah
ini.

Pekanbaru,11 April 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................3
A. Latar Belakang............................................................................................3
B. Tujuan..........................................................................................................5
1. Tujuan Umum..........................................................................................5
2. Tujuan Khusus........................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................5
A. Pengertian SMK3........................................................................................6
B. Peraturan Perundangan K3.......................................................................7
C. Kebijakan Manajemen K3.......................................................................12
BAB III PENUTUP..............................................................................................13
A. Kesimpulan................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................14
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu pemikiran dan upaya


untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani.
Dengan keselamatan dan kesehatan kerja maka para Pihak diharapkan dapat
melakukan pekerjaan dengan aman dan nyaman. Pekerjaan dikatakan aman jika
apapun yang dilakukan oleh pekerja tersebut, resiko yang mungkin muncul dapat
dihindari. Pekerjaan dikatakan nyaman jika para pekerja yang bersangkutan dapat
melakukan pekerjaan dengan merasa nyaman dan betah, sehingga tidak mudah
capek.
Di dunia industri, penggunaan tenaga kerja mencapai puncaknya dan
terkonsentrasi di tempat atau lokasi proyek yang relatif sempit. Ditambah sifat
pekerjaan yang mudah menjadi penyebab kecelakaan (elevasi, temperatur, arus
listrik, mengangkut benda-benda berat dan lain-lain), sudah sewajarnya bila
pengelola proyek atau industri mencantumkan masalah keselamatan kerja pada
prioritas utama. Dengan menyadari pentingnya aspek keselamatan dan kesehatan
kerja dalam penyelenggaraan proyek, terutama pada implementasi fisik, maka
perusaaahan mempunyai bidang khusus yang menangani masalah keselamatan
kerja.
Berdasarkan data dari BPJS Ketenagakerjaan, di Indonesia tahun 2011
tercatat 105.182 kasus kecelakaan kerja, tahun 2012 tercatat 125.206 kasus
kecelakaan kerja, ditahun 2013 tercatat 119.615 kasus kecelakaan, tahun 2014
tercatat 130.415 kasus kecelakaan kerja, dan pada tahun 2015 yang mengalami
kecelakaan kerja sebanyak 192.911 orang. Dari jumlah tersebut 146.219 orang
(75,8%) berjenis kelamin laki-laki dan 46.692 orang (24,2%) berjenis kelamin
perempuan, jumlah kecelakaan tersebut sebagian besar atau sekitar 69,59% terjadi
diperusahaan ketika mereka bekerja. Sedangkan yang kejadian yang tidak terjadi
di perusahaan sebanyak 10,26% dan sisanya atau sekitar 20,15% merupakan
kecelakaan lalu lintas yang dialami para pekerja. Sementara akibat kecelakaan
tersebut, jumlah tenaga kerja yang meninggal sebanyak 3.093 jiwa, yang
mengalami sakit 15.106 jiwa, luka-luka 174.266 jiwa dan meninggal mendadak
sebanyak 446 jiwa. Sebanyak 34,43% penyebab kecelakaan kerja dikarenakan
posisi tidak aman atau ergonomis dan sebanyak 32,12% pekerja tidak memakai
peralatan yang safety. Sebesar 51,3% penyebab kecelakaan kerja dikarenakan
adanya benturan, sedangkan bagian tubuh yang paling banyak terkena cedera
adalah jari tangan kemudian kaki. Sumber penyebab cedera terbanyak sebesar
32,25% adalah mesin.
Berdasarkan data kecelakaan kerja yang diperoleh diatas maka perlu
adanya upaya yang harus dilakukan untuk melindungi Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) bagi tenaga kerja itu sendiri. Pemerintah telah menetapkan
peraturan perundang-undangan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja, dalam
UU RI No. 13 Tahun 2003 pasal 87 ayat 1 tentang ketenagakerjaan dinyatakan
bahwa “Setiap Perusahaan wajib menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang terintegrasi dengan sistem manajemen
perusahaan secara keseluruhan”.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Adapun tujuan umum adalah untuk menjelaskan tentang Peraturan


Perundangan dan Kebijakan Maanajemen K3.

2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus makalah ini sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui pengertian sistem manajemen K3
b. Untuk mengetahui perundang – undangan K3
c. Untuk mengetahui kebijakan manajemen K3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian SMK3

Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan hal yang


sangat penting bagi perusahaan yang memiliki resiko kecelakaan kerja tinggi,
terutama perusahaan yang berkaitan dengan pekerjaan konstruksi. Karena
apabila tidak adanya tindakan untuk dilakukannya penerapan sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja (smk3) akan menimbulkan permasalahan
terhadap beberapa aspek seperti kemanusiaan, ekonomi, lingkungan dan hukum.
Peraturan Pemerintah No.50 tahun 2012 merupakan pedoman bagi setiap
perusahaan terumata perusahaan bidang pekerjaan konstruksi untuk menerapkan
Sistem Manajemen Keselematan dan Kesehatan Kerja(SMK3). Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat SMK3
adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam
rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya
tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Bertujuan agar mampu
berkembang dan dapat mengendalikan resiko bahaya untuk terciptanya
lingkungan kerja yang aman, efisien, efektif serta produktif. Tapi pada
kenyataannya banyak sekali perusahaan yang masih mengalamikecelakan
dilingkungan kerja yang cukup tinggi, disebabkan karena rendahnya penerapan
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja(SMK3).
Faktor yang mempengaruhi seperti minimnya pengetahuan, rendahnya
pengawasan dan kurangnya budaya K3 dari perusahan khususnya perusahaan
bidang pekerjaan konstruksi dalam menerapkan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja(K3), maka pemerintah bergerak cepat untuk melakukan perbaikan dan
peningkatan dalam penerapannya, dengan mewajibkan bagi setiap perusahaan
mampu penerapkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja(K3). Bila perusahaan
mampu menerapkan SMK3, banyak sekali manfaat seperti, pihak manajemen
mampu mengetahui dari kelemahan sistem operasional sebelum terjadinya
gangguan operasional yang dapat menyebabkan kerugian, mengetahui
gambaran jelas mengenai kinerja K3 di perusahaan, meningkatkan
pemenuhan peraturan bidang K3, meningkatkan pengetahuan dan kesadaran
mengenai K3, serta meningkatkan produktivitas perusahaan.
Dalam menerapkan SMK3 perusahan harus mengikuti prosedur
ketentuan sebagai berikut, menerapkan dan menjamin komitmen kebijakan K3,
perencanaan K3 selalu mengacu pada penetapan kebijakan K3 agar sesuai
prosedur dan terarah, pelaksanaan K3 harus didukung oleh sumber daya serta
prasarana dan sarana untuk mendapatkan lingkungan kerja yang baik, dilakukan
pemantauan dan evaluasi kinerja K3 guna tindakan peningkatan, serta
peninjauan dan peningkatan kinerja agar mampu menjamin ektifitas
dan kesesuaian dalam penerapan Sistem Manajemen K3.
Manfaat penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(SMK3) bagi perusahaan adalah:
1. Pihak manajemen dapat mengetahui kelemahan-kelemahan unsur
sistem operasional sebelum timbul gangguan operasional, kecelakaan,
insiden dan kerugian-kerugian lainnya.
2. Dapat diketahui gambaran secara jelas dan lengkap tentang kinerja K3
di perusahaan.
3. Dapat meningkatkan pemenuhan terhadap peraturan perundangan
bidang K3.
4. Dapat meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan kesadaran tentang
K3, khususnya bagi karyawan yang terlibat dalam pelaksanaan audit.
5. Dapat meningkatkan produktivitas kerja.

B. Peraturan Perundangan K3

Peraturan perundangan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan


salah satu upaya dalam pencegahan kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja,
peledakan, kebakaran, dan pencemaran lingkungan kerja yang penerapannya
menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan serta kondisi lingkungan kerja.
Beberapa peraturan mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), yaitu:

a. Undang –undang
1. Undang-Undang Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
Undang-undang ini diundangkan untuk menggantikan
Veiligheidsregement Tahun 1910 (stb. No. 406). UU No. 1 Tahun 1970
Tentang Keselamatan Kerja ini tidak secara tegas dicabut, dengan
demikian hal-hal yang belum diatur dalam peraturan pelaksana lainnya
maka ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam UU No. 1 Tahun 1970
dianggap masih berlaku dan mencakup di semua tempat kerja, baik di
darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air, maupun di udara
di wilayah negara Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja mengalami pembaharuan dan
perluasan, yaitu: (1) perluasan ruang lingkup, (2) perubahan
pengawasan yang bersifat represif menjadi preventif, (3) perumusan
teknis yang lebih tegas, (4) penyesuaian tata usaha/administrasi yang
diperlukan bagi pelaksana pengawas. (5) tambahan pengaturan
pembinaan keselamatan kerja bagi manajemen dan tenaga kerja, (6)
tambahan pengaturan pemungutan retribusi tahunan.
Syarat keselamatan kerja diberlakukan di tempat kerja antara lain
peralatan yang dianggap berbahaya, pekerjaan konstruksi dan
perawatan bangunan, usaha pertanaman kehutanan dan perikanan,
usaha pertambangan, usaha pengangkutan barang dan manusia, usaha
penyelam, pekerjaan dengan tekanan udara atau suhu tinggi/rendah,
pekerjaan dalam tangki atau lubang, serta di tempat kerjanya yang
terdapat atau menyebarkan suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap,
uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar, radiasi, suara dan getaran.
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Kerja
Masalah pokok yang terkandung dalam undang-undang kesehatan
kerja adalah terpenuhinya kesehatan tenaga kerja dalam beraktivitas
kerja untuk mewujudkan produktivitas kerja optimal, upaya kesehatan
kerja diselenggarakan agar setiap tenaga kerja bekerja secara sehat
jasmani dan sehat rohani. Sesuai Rekomendasi Internasional Labour
Organization (ILO) dan Badan Kesehatan Dunia atau World Health
Organization (WHO) tentang kesehatan kerja, dinyatakan bahwa
perlindungan pekerja terbebas dari resiko faktor-faktor yang
mengganggu kesehatan harus mendapatkan prioritas utama. Dalam
program kesehatan kerja, pencemaran di tempat kerja menjadi prioritas
utama juga evaluasi dan pengukuran serta proses mekanisasi proses
produksi. Program kesehatan kerja harus meliput pelajaran kesehatan
tenaga kerja, menetapkan syarat kerja sesuai kondisi personal,
mendeteksi daerah atau lokasi proses-proses produksi.
Dalam undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan
kerja dinyatakan bahwa, kesehatan kerja diselenggarakan untuk
mewujudkan produktivitas kerja optimal. Kesehatan kerja meliputi
pelayanan kesehatan kerja pencegahan penyakit akibat kerja dan syarat-
syarat kerja, upaya tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat
sekelilingnya agar diperoleh produktivitas kerja optimal. Sektor
ketenagakerjaan perlindungan tenaga kerja yang harus dipenuhi secara
hukum, jaminan sosial tenaga kerja, penegasan secara hukum, dimuat
dalam undang-undang Nomor 3 tahun 1992, bahwa tenaga kerja
sebagai sumber daya insani merasa aman dan berdedikasi dalam
pekerjaannya, lebih produktif dan hidup sejahtera. Semakin
meningkatnya peranan tenaga kerja diikuti meningkatnya penggunaan
teknologi di berbagai sektor industri mengakibatkan tingginya resiko
yang mengancam keselamatan dan kesehatan. Perlindungan tenaga
kerja melalui program jaminan sosial selain memberikan ketenangan
kerja juga mempunyai dampak positif peningkatan disiplin untuk
kepentingan produktivitas kerja.
3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003
Dalam undang-undang ini perlindungan hak normatif bagi tenaga
kerja yaitu diatur dalam Bab X tentang perlindungan, pengupahan dan
kesejahteraan.
Undang – undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan
mencakup masalah : mengatur sistem ketenagakerjaan di industri;
Hubungan industrial; Pelatihan kerja profesional yang akreditatif; K3;
Pengupahan; Mogok kerja; Pemutusan hubungan kerja; Pengawasan
pembinaan penyidikan; Konvensi dasar ILO; Hubungan industrial
intinya manajemen dan organisasi tenaga kerja mempunyai fungsi
menciptakan kemitraan yang mengembangkan usaha memperluas
lapangan kerja dan memberikan kesejahteraan. Khusus keselamatan dan
kesehatan kerja dinyatakan bahwa setiap tenaga kerja mempunyai hak
untuk memperoleh perlindungan atas substansi K3, perlindungan atas
moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat martabat
manusia serta nilai agama.
b. Peraturan Pemerintah
1. Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 1973 tentang Pengaturan dan
Pengawasan Keselamatan Kerja di Bidang Pertambangan
2. Peraturan Pemerintah No. 11 tahun 1979 tentang Keselamatan Kerja
Pada Pemurnian dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi.
c. Peraturan Menteri
1. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. No.
Per.03/MEN/1978 tentang Penunjukan dan Wewenang, Serta
Kewajiban Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan
Ahli Keselamatan Kerja
2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. No.
Per.01/MEN/1980 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada
Konstruksi Bangunan
3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja R.I. No. Per.02/MEN/1992 tentang
Tata Cara Penunjukan, Kewajiban dan Wewenang Ahli Keselamatan
dan Kesehatan Kerja
4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja R.I.. No. Per.05/MEN/1996 tentang
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
5. Peraturan Menteri tenaga Kerja R.I. No. Per.01/MEN/1998 tentang
Penyelenggaraan Pemeliharaan Kesehatan Bagi tenaga Kerja Dengan
Manfaat Lebih dari Paket Jaminan Pemeliharaan Dasar Jaminan Sosial
Tenaga Kerja.
d. Keputusan Menteri Tentang K3
1. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep. 155/MEN/1984 Tentang
Penyempurnaan Keputusan Menteri Tenaga Dan Transmigrasi Nomor
Kep.125/MEN/82, Tentang Pembentukan, Susunan Dan Tata Kerja
Dewan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Nasional, Dewan
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Wilayah Dan Panitia Pembina
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja.
2. Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja Dan Menteri Pekerjaan No.:
Kep.174/MEN/1986. No.: 104/KPTS/1986 tentang Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi.
3. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia
No.:Kep.235/MEN/2003 Tentang Jenis-Jenis Pekerjaan Yang
Membahayakan Kesehatan, Keselamatan Atau Moral Anak.
e. Instruksi Menteri
Instruksi Menteri Tenaga Kerja No. Ins.11/M/BW/1997 tentang
Pengawasan Khusus K3 Penanggulangan Kebakaran
Surat Edaran dan Keputusan Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial
Dan Pengawasan Ketenagakerjaan
1. Surat Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial
Dan Pengawasan Ketenagakerjaan Departemen Tenaga Kerja R.I. No. :
Kep. 84/BW/1998 Tentang Cara Pengisian Formulir Laporan dan
Analisis Statistik Kecelakaan
2. Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan
Pengawasan Ketenagakerjaan No. Kep.311/BW/2002 tentang
Sertifikasi Kompetensi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Teknisi
Listrik.
Keselamatan kerja termasuk dalam perlindungan teknis, yaitu
perlindungan terhadap pekerja/ buruh agar selamat dari bahaya yang dapat
ditimbulkan oleh alat kerja atau bahan kerja yang digunakan pekerja, begitupun
dengan kesehatan kerja yaitu untuk melindungi atau menjaga pekerja dari
kejadian atau keadaan kerja yang merugikan kesehatan dan kesusilaan pekerja
dalam melakukan pekerjaannya.
C. Kebijakan Manajemen K3

Kebijakan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) merupakan syarat dasar


dalam membangun Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) di tempat kerja. Kebijakan K3 merupakan komitmen pimpinan suatu
organisasi perusahaan untuk menjamin Keselamatan dan Kesehatan Kerja seluruh
personil di bawah kendalinya juga pihak-pihak yang berkaitan (berhubungan)
dengan kegiatan (aktivitas) operasi perusahaan (organisasi) tersebut.
Kebijakan K3 (keselamatan dan kesehatan kerja) merupakan hal yang dasar
dalam berbagai macam sistem manajemen K3. Kebijakan Keselamatan dan
kesehatan kerja biasanya merupakan sebuah kebijakan tertulis yang
ditandatangani oleh top management dan disebarluaskan ke seluruh elemen yang
ada dalam organisasi dari pekerja, manajemen hingga tamu yang berkunjung.
Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja, OHSAS 18001 dan ISO 45001. Karena pentingnya kebijakan,
maka tidak mungkin sebuah organisasi memenuhi peraturan dan standar tersebut
apalagi sampai mendapatkan sertifikasi. Berikut peraturan-peraturan yang menjadi
landasan hukum kebijakan K3, yaitu:
1. PP 50 tahun 2012 dalam Pasal 7 ayat 1 menyebutkan bahwa:
“Penetapan kebijakan K3 sebagaimana disebutkan oleh Pasal 6 ayat (1)
huruf a dilaksanakan oleh pengusaha”
2. OHSAS 18001 dalam klausul 4.2 menyebutkan bahwa:
“Top management shall define and authorize the organization’s OH&S
Policy and ensure that within the defined scope of its OH&S Management
System.” Artinya adalah manajemen puncak harus mendefinisikan dan
menyetujui kebijakan K3 dan memastikan bahwa di dalam ruang lingkup
dari sistem manajemen K3.
3. ISO 45001 klausul 5.1 poin b menyebutkan bahwa:
“…ensuring that the OH&S policy and related OH&S objectives are
established and are compatible with the strategic direction of
organization.” Artinya adalah memastikan bahwa kebijak K3 dan tujuan
k3 yang berkaitan telah dibuat dan sesuai dengan arahan strategis dari
organisasi.
Kebijakan K3 dibuat secara tertulis, tertanggal, ditandatangani oleh
pengusaha atau pengurus RS, secara jelas menyatakan tujuan dan sasaran K3
serta komitmen terhadap peningkatan K3. Kebijakan K3 menjadi landasan
utama yang diharapkan mampu menggerakkan semua elemen didalam
perusahaan sehingga dapat terwujudnya program K3 dan program
tersebut dapat dilaksanakan dengan baik. Komunikasi ini dilakukan agar
seluruh karyawan dan pihak yang terlibat mengetahui komitmen untuk
menerapkan K3RS sehingga dapat terintergrasinya SMK3 didalam melaksanakan
semua pekerjaannya.
kebijakan kesehatan dan keselamatan kerja adalah rangkaian konsep dan
asas yang menjadi garis besar dan rencana dalam pelaksanaan
suatu pekerjaan/kepemimpinan dalam usaha mencegah kemungkinan
terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja dan menjamin keutuhan dan
kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan
manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat
makmur dan sejahtera.
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa:
1. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya
disingkat SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara
keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan
kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan
produktif.
2. Peraturan perundangan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan
salah satu upaya dalam pencegahan kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja,
peledakan, kebakaran, dan pencemaran lingkungan kerja yang penerapannya
menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan serta kondisi lingkungan
kerja.
3. Peraturan perundangan K3 diatur dalam Perundang Undangan, Peraturan
Pemerintah, Peraturan Menteri, Keputusan Menteri dan Instruksi Menteri.
4. Kebijakan K3 merupakan komitmen pimpinan suatu organisasi perusahaan
untuk menjamin Keselamatan dan Kesehatan Kerja seluruh personil di
bawah kendalinya juga pihak-pihak yang berkaitan (berhubungan) dengan
kegiatan (aktivitas) operasi perusahaan (organisasi) tersebut.
5. Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja, OHSAS 18001 dan ISO 45001
6. Kebijakan K3 dibuat secara tertulis, tertanggal, ditandatangani oleh
pengusaha atau pengurus, secara jelas menyatakan tujuan dan sasaran
K3 serta komitmen terhadap peningkatan K3.
DAFTAR PUSTAKA

Awuy, T., Pratasis, P.A.K., & Mangare, J.B. (2017). Faktor –Faktor Penghambat
Penerapan Sistem Manajemen K3 Pada Proyek Konstruksi Di
Kota Manado. Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam
Ratulangi Manado.Jurnal Sipil Statik Vol.5 No.4 Juni 2017 (187-
194) ISSN: 2337-6732
Darmayanti, E. (2018). Perlidungan Hukum Terhadap Pelaksanaan Keselamatan
Dan Kesehatan Kerja (K3) Pada Perusahaan. JCH (Jurnal Cendekia
Hukum), 3(2), 283-296.
Febriyanti, K. D. (2020). HUBUNGAN KEBIJAKAN K3 DENGAN
KEPERAWATAN DI INDONESIA.
Pangkey, F., Malingkas, G. Y., & Walangitan, D. R. O. (2012). penerapan sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) pada proyek
konstruksi di indonesia (studi kasus: Pembangunan Jembatan Dr. Ir.
Soekarno-Manado). Jurnal Ilmiah Media Engineering, 2(2).
Rarindo, H. (2018). KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3):
SUATU ANALISIS STUDI KASUS KECELAKAAN KERJA DI
PABRIK, KEBIJAKAN HUKUM DAN PERATURANNYA. Jurnal
Teknologi, 1(1), 40-49.
Siregar, K. N., Wahyuni, W., & Nasution, R. M. (2019). Penetapan Kebijakan K3,
Perencanaan K3 dan Implikasinya terhadap Kejadian Kecelakaan Kerja di
PKS Kebun Rambutan PTPN-III Tebing Tinggi. Jurnal Kesehatan
Global, 2(1), 1-7.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan
Kerja.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

Anda mungkin juga menyukai