Disusun Oleh :
Prima Fasriyantissa Umar B. (10119100035)
Chandra Pardede (10119210038)
Zulfikar Abdullah (10119210040)
Jusmaidar M.D.Pua (10119210047)
Firda Amalia Assagaf (10119210048)
Grace Inkayanti Labada (10119210050)
Andri William J. Imbar (10119210054s)
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sehat merupakan hak asasi manusia yang bersifat universal, karena setiap
warga negara berhak mendapatkan pekerjaaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan. United Nations Desclaration on Human Rights yang dirumuskan di
Helzinski menyebutkan bahwa setiap orang mempunyai hak asasi untuk bekerja,
bebas memilih jenis pekerjaan dan mendapatkan kondisi pekerjaan yang adil dan
membuatnya sejahtera.1
Setiap tahunnya terjadi ribuan kecelakaan di tempat kerja yang menimbulkan
korban jiwa, kerusakan materi, dan gangguan produksi. Disamping itu ada lebih dari
250 kecelakaan di tempat kerja, mengakibatkan setidaknya 160 juta pekerja menderita
kerugian karena kecelakaan tersebut, dan 1,2 juta diantaranya meninggal dunia.2
Kecelakaan kerja mengakibatkan dampak sosial yang besar, yaitu menurunkan
tingkat kesejahteraan masyarakat khususnya mereka yang menjadi korban kecelakaan
dan keluarganya. Oleh karena itu, gerakan Keselamtan dan Kesehatan Kerja (K3)
telah menjadi prioritas global dan dilaksanakan di berbagai negara. Untuk itu, setiap
perusahaan diwajibkan untuk mengelola penyelenggaraan program-program tanggap
darurat dan bencana. Sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 50 Tahun 2012 pasal 5 poin 1 menyebutkan bahwa “Perusahaan
wajib menerapkan SMK3 di perusahaannya”. Tujuan umum dari upaya K3 adalah
menciptakan tempat kerja yang aman dan selamat untuk melindungi pekerja, aset
produksi dan lingkungan sekitarnya.3
Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) sangat penting,
bukan saja untuk mengendalikan risiko kecelakaan kerja, terlebih-lebih dikaitkan
dengan kondisi perekonomian, yang mana jika terjadi kecelakaan kerja akan dapat
mengakibatkan kerugian material atau asset pada perusahaan maupun nasional,
penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) merupakan
salah satu efektivitas perusahaan dalam mengendalikan sumber bahaya dan dapat
meminimalkan risiko. mencegah kecelakaan dan penyakit akibat kerja, serta
memaksimalkan efisiensi perusahaan yang pada akhirnya dapat meningkatkan daya
saing perusahaan. Melalui penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
1
Kerja (SMK3) yang dilaksanakan dengan konsisten dan berkesinambungan. Kejadian
yang tidak diinginkan atau dapat menimbulkan kerugian dapat dicegah.4
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) merupakan salah satu unit usaha
milik daerah, yang bergerak dalam distribusi air bersih bagi masyarakat umum.
Berkenaan dengan fungsi utama PDAM, fungsi pengolahan air sungai menjadi air
siap pakai dilaksanakan oleh bagian produksi Banyak sekali risiko-risiko yang
dihadapi khususnya bagi pekerja yang bertanggungjawab di dalam Instalasi
Pengolahan Air (IPA). Di Kota Ternate Maluku Utara. Sumber-sumber air baku yang
dimanfaatkan oleh PDAM terdiri dari 50 sumber air tanah dan 1 sumber air
permukaan. PDAM kota Ternate yang memiliki risiko pada bidang kesehatan dan
keselamatan kerja yaitu pada bagian produksi, yang dalam pekerjaannya dilapangan
sering berhadapan dengan bahan-bahan kimia dan perbaikan mesin, serta pada bagian
jaringan perpipaan yang bekerja dilapangan dengan kondisi yang tidak dapat
dipredeksi sebelumnya Sehingga berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja pada
karyawan. Disinilah perlunya untuk mengimplementasikan sistem keselamatan dan
kesehatan kerja di lingkungan kerja, agar karyawan terhindar dari bahaya maupun
risiko kecelakaan kerja yang di atur dalam Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3) sesuai dengan PP No. 55 tahun 2012.4
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana mengidentifikasi risiko-risiko K3 di Lingkungan kerja Instalasi
Pengelolaan Air Bawah Tanah?
2. Apa saja masalah kesehatan yang dapat terjadi pada pekerja di Instalasi
Pengelolaan Air Bawah Tanah?
3. Bagaimana Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Instalasi
Pengelolaan Air Bawah Tanah?
4. Bagaimana penerapan K3 di Instalasi Pengelolaan Air Bawah Tanah ?
5. Jelaskan solusi yang dapat diberikan akibat masalah kesehatan dan risiko
kecelakaan kerja di Lingkungan kerja Instalasi Pengelolaana Air Bawah Tanah
PDAM Ternate ?
2
C. Tujuan
1. Mengidentifikasi risiko-risiko K3 di di Lingkungan kerja Instalasi Pengelolaan
Air Bawah Tanah
2. Mengetahui masalah kesehatan yang dapat terjadi pada pekerja di Lingkungan
kerja Instalasi Pengelolaan Air Bawah Tanah
3. Mengetahui Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Lingkungan
kerja Instalasi Pengelolaan Air Bawah Tanah
4. Mengetahui penerapan K3 di di Lingkungan kerja Instalasi Pengelolaan Air
Bawah Tanah
5. Memberikan solusi terhadap masalah kesehatan dan risiko kecelakaan kerja di
Lingkungan kerja Instalasi Pengelolaan Air Bawah Tanah
D. Manfaat
1. Bagi Penulis
a. Mengetahui permasalahan kesehatan dan risiko kecelakaan kerja yang
diakibatkan oleh proses pengelolaan air bersih
b. Mendapat kesempatan untuk melakukan observasi lapangan terhadap proses
pengelolaan air bersih
c. Mendapat kesempatan dalam menyusun laporan kerja praktek mengenai
SMK3.
2. Bagi Perusahaan
Mendapatkan informasi dan solusi terhadap masalah kesehatan dan risiko
kecelakaan akibat kerja di di Lingkungan kerja Instalasi Pengelolaan Air Bawah
Tanah
3. Bagi Institusi
Menjalin Kerjasama yang baik antara Universitas Khairun dengan PDAM kota
Ternate
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
Prinsip-prinsip kesehatan dan keselamatan kerja juga harus di perhatikan
selain unsur-unsur yang telah di sebutkan tersebut. Menurut Strisno dan
Kusmawan Ruswandi (2007:54) prinsip-prinsip kesehatan dan keselamatan kerja
meliputi tiga aspek, yaitu aspek higiene, aspek sanitasi, aspek lingkungan kerja.
Aspek hygiene meliputi aspek kesehatan dan kebersihan pribadi, makan,
minuman dan pakaian, Aspek sanitasi meliputi pengadaan air bersih, pengadaan
tempat sampah, penataan tempat kerja serta pengendalian tempat-tempat bising.
Aspek lingkungan kerja meliputi mengantisipasi penyebab penyakit di
lingkungan baik dari kondisi fisik, kondisi kimia, kondisi fisiologi maupun
kondisi psikologi.
6
D. Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) dan Penyakit Akibat Kerja (PAK)
7
Sebab-sebab suatu kecelakan dapat dibagi menjadi Direct Cause dan Latent
Cause. Direct Cause sangat dekat hubungannya dengan kejadian kecelakaan yang
menimbulkan kerugian atau cidera pada saat kecelakaan tersebut terjadi.
Kebanyakan proses investigasi lebih konsentrasi kepada penyebab langsung
terjadinya suatu kecelakaan dan bagaimana mencegah penyebab langsung
tersebut. Tetapi ada hal lain yang lebih penting yang perlu di identifikasi yakni
“Latent Cause”. Latent cause adalah suatu kondisi yang sudah terlihat jelas
sebelumnya dimana suatu kondisi menunggu terjadinya suatu kecelakaan.
8
BAB III
PEMBAHASAN
A. Identifikasi masalah
1. Kebisingan
9
Konsekuensi yang dapat terjadi dari kebisingan yang lama adalah noise-induced
hearing loss. untuk mencegah terjadinya penyakit akibat keja tersebut maka
diperukaannya APD berupa earplug atau earmuff saat melakukan pekerjaan pada
ruang pompa. saat dilakukan observasi di lapangan tidak tersedianya earplug/
earmuff sebagai APD dalam mengurangi potensi bahaya.
2. Tersetrum
Pada saat dilakukan observasi di lingkungan instalasi pengelolaan air pada
wilayah PERUMDAM Ake Gaale pada instalsi SKEP. pada ruangan pompa dan
monitor berpeluang terjadinya potensi bahaya berupa tersesterum. pada beberapa
alat yang digunakan bersumber dari daya listrik yang dapat menjadi potensi
bahaya pada pekerja di ruangan tersebut.
10
potensi bahaya terjatuh. pada bak penampungan ditemukan daerah yang licin
akibat genangan air serta tidak adanya batas pengaman pada daerah ketinggian
yang berpotensi menyebabkan pekerja terjatuh.
11
4. Tergelincir
Pada saat dilakukan observasi di lingkungan instalasi pengelolaan air pada
wilayah PERUMDAM Ake Gaale. pada bagian bak penampungan ditemukan
potensi bahaya tergelincir. Banyaknya daerah yang licin akibat genangan air yang
tidak kering maka berpotensi menyebabkan pekerja tergelicir.
12
Berdasarkan Permen PU Nomor: 05/PRT/M/2014, Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi
keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan
kerja dan penyakit akibat kerja pada pekerjaan konstruksi. Berdasarkan Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 09/PER/M/2008, Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) adalah bagian dari sistem manajemen
secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung
jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi
pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan
keselamatan dan kesehatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang selamat,
aman, efisien dan produktif.
Berdasarkan UU No. 1 Tahun 1970 mengenai keselamatan kerja alinea ke III,
syarat-syarat K3 meliputi pencegahan kecelakaan, kebakaran, ledakan,
pengendalian suhu, kelembaban, debu, kotoran, sinar radiasi, suara, dan getaran,
penyakit dan penularannya, bahaya aliran listrik. Penyelamatan jika terjadi
kebakaran dan bencana alam, kecelakaan, alat alat proteksi bagi pekerja.
Pengamanan angkutan barang, bangunan tempat kerja, proses bongkar muat.
Penyelenggaraan penerangan cahaya yang memadai, suhu dan kelembaban udara
yang baik, udara yang segar dan bersih, untuk mendapatkan keharmonisan
pekerja, alat kerja, dan lingkungan.
Berdasarkan peraturan tersebut PERUMDAM Ake Gaale Kota Ternate sudah
menerapkan beerapa syarat-syarat K3 untuk menjamin dan melindunggi
keselamatan dan kesehatan tenaga kerja. Namun masih perlunya penambahan
APD untuk melindungi perkerja serta masih Rendahnya kesadaran para pekerja
bahwa pentingnya APD saat bekerja.
Sarung Tangan Gunakan sarung tangan yang tidak menghalangi gerak jari dan
tangan. Pillih sarung tangan dengan bahan yang sesuai dengan jenis pekerjaan
yang ditangani, misalnya sarung tangan untuk melindungi diri dari tusukan atau
sayatan, bahan kimia berbahaya, panas, sengatan listrik atau radiasi tertentu.
Helm Pengaman Gunakan topi yang dapat melindungi kepala dari tertimpa benda
jatuh atau benda lain yang bergerak, tetapi tetap ringan. Alat perlindungan telinga
Untuk melindungi pekerja dari kebisingan, benda bergerak, percikan bahan
berbahaya.
13
Pada faktor psikologis langkah menerapkan standar manajemen penanganan
stres di tempat kerja yang dapat dilakukan yaitu melakukan perencanaan, seperti
komitmen manajemen puncak untuk mendukung program dan menyediakan
sumber daya atau tim yang akan bekerja untuk program ini. melakukan
identifikasi risiko terkait stres akibat kerja dan faktor-faktor yang
memengaruhinya.
Mengumpulkan data-data pekerja yang mengalami stres akibat kerja dan akar
penyebabnya. melakukan evaluasi terhadap data-data terkait stres akibat kerja
yang diperoleh dan menentukan tindakan pengendalian yang mungkin dilakukan.
Membuat rencana tindakan atau program penanganan stres akibat kerja secara
berkelanjutan dan penerapannya, melakukan pengukuran dan peninjauan ulang
secara berkala untuk mengetahui efektivitas program penanganan stres yang
diterapkan.
14
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari kegiatan dan laporan ini antara lain :
1. Potensi bahaya kesehatan yang bisa terjadi di tempat kerja berasal dari lingkungan
kerja antara lain faktor kimia, faktor fisik, faktor biologi, faktor ergonomis dan
faktor psikologi. Hal ini dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan akibat
kerja di PDAM Kota Ternate.
2. Kurangnya pengetahuan pekerja mengenai Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan
Penyakit Akibat Hubungan Kerja (PAHK) hal ini dapat dilihat dari kurangnya
kedisiplinan setiap pekerja untuk menggunakan Alat Pelindung Diri (APD).
3. Para pekerja di PDAM Kota Ternate belum ada yang mengikuti pelatihan K3
sebagai upaya pencegehan kecelakaan kerja.
4. Tidak tersedianya obat-obatan atau alat kesehatan di kotak P3K
5. Masih kurangnya kesadaran pegawai mengenai rokok dimana para pengawai
morok di tempat yang bukan area merokok.
6. Banyak panel yang memiliki tegangan listrik yang tinggi tidak didukung dengan
ketersediaan fasilitas pemadam kebakaran seperti APAR
B. Saran
Dari laporan yang telah dipaparkan ini mengenai masalah Keselamtan dan Kesehatan
Kerja (K3) di lingkungan PDAM Ternate ini didapatkan beberapa hal maka dari itu
kami memberikan saran :
1. Diharapkan agar pihak PDAM Kota Ternate dapat selelu memperhatikan
kesehatan keselematan para pagawai PDAM terutama mengenai alat-alat
keselamatan kerja dan memberikan penegrtian dan kesdaran kepada para pekerja
untuk selalu mengenakan APD ditempat kerja, dan perlu dilakukan pengawasan
ketat mengenai hal tersebut.
2. Melakukan pembinaan dan pelatihan K3 di seluruh pegawai atau pekerjannya di
PDAM Kota Ternate sebagai upaya pencegahan atau penanganan awal kecelakaan
kerja
3. Diharapkan juga dari pihak PDAM selalu memperhatian mengenai masalah
merokok di lingkungan kantor atau tempat kerja yang ber ac, karna hal ini
15
mempengaruhi mengenai masalah sirkulasi udara dalam ruangan dan kesehatan
orang-orang didalam ruangan tersebut.
4. Perlu dilakukan pemeriksaan berkala untuk mengetahui penyakit akibat kerja
(PAK) dan penyakit akibat hubunan kerja (PAHK).
5. Diharapkan agar dengan adanya evaluasi terkait hasil pemeriksaan ini dapat
memicu semangat dari berbagai pihak di PDAM Ternate agar dapat meningkatkan
sarana dan prasana terkait alat-alat keselamatan kerja dan obat-obatan di kotak
P3K disetiap ruangan atau tempat kerja, serta dilakukan periksaan berkala.
16
DAFTAR PUSTAKA
3. Ramli, S. Smart Safety, Panduan Penerapan SMK3 Yang Efektif. Jakarta: Dian
Rakyat, 2013.
4. Dameyanti, Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3), Jakarta:
PT. Gramedia. 2018
17