Rumah Sakit merupakan salah satu institusi yang bersifat kompleks dan memilih bersifat organisasi yang majemuk, maka perlu pola manajemen yang jelas dan modern untuk setiap unit kerja atau bidang kerja. Salah satunya pada bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Melihat terus berkembangnya Rumah Sakit saat ini, fasilitas pendukung medis pun semakin berkembang sehingga potensi bahaya dan permasalahannya pun semakin kompleks sehingga perlu adanya proteksi bagi petugas kesehatan untuk menjamin keselamatan dan kesehatan saat melakukan aktivitas pekerjaan. Potensi bahaya yang timbul di Rumah Sakit selain penyakit- penyakit infeksi juga ada potensi bahaya lainnya yang dipengaruhi oleh situasi dan kondisi Rumah Sakit, yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik dan sumber-sumber cidera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia berbahaya, gas-gas anestesi, gangguan psikososial, dan ergonomi. Keputusan Menteri Kesehatan No.432 Tahun 2007 tentang Pedoman Manajemen K3 di Rumah Sakit menjelaskan bahwa Rumah Sakit mempunyai banyak potensi bahaya yang mengancam jiwa dan kehidupan bagi para karyawan di Rumah Sakit, para pasien maupun para pengunjung yang ada di lingkungan Rumah Sakit. Sedangkan di dalam Undang-Undang No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, khususnya pasal 164, 165 dan 166 dijelaskan bahwa pengelola tempat kerja / pengusaha wajib menjamin keselamatan dan kesehatan pekerjanya melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan serta wajib menanggung seluruh biaya pemeliharaan kesehatan pekerja. Pada saat sekarang ini angka kecelakaan kerja di dunia dalam kondisi yang cukup mengkhawatirkan.(1) International Labour Organization (ILO) menyatakan bahwa pada tahun 2013, 1 pekerja meninggal setiap 15 detik di dunia karena kecelakaan kerja dan 160 pekerja mengalami sakit akibat kerja. Sebelumnya, pada tahun 2012, ILO mencatat angka kematian karena kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK) sebanyak 2 juta kasus setiap tahun.(4)Berdasarkan data yang dihimpun oleh BPJS Ketenagakerjaan didapatkan bahwa angka kecelakaan kerja di Indonesia masih tergolong tinggi. Menurut data BPJS Ketenagakerjaan, sepanjang Januari hingga September 2021 terdapat 82 ribu kasus kecelekaan kerja dan 179 kasus penyakit akibat kerja yang 65 persen disebabkan oleh COVID-19. Pada saat sekarang ini angka kecelakaan kerja di dunia dalam kondisi yang cukup mengkhawatirkan. International Labour Organization (ILO) menyatakan bahwa pada tahun 2013, 1 pekerja meninggal setiap 15 detik di dunia karena kecelakaan kerja dan 160 pekerja mengalami sakit akibat kerja. Rendahnya kesadaran akan pentingnya K3 Rumah Sakit di Indonesia dapat dilihat dari tingginya angka Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja yang ada di Rumah Sakit. Dan dalam upaya peningkatan mutu pelayanan yang dilakukan secara terus menerus mampu meningkatkan status akreditasi Rumah Sakit. Kondisi kerja dapat dikontrol untuk mengurangi bahkan menghilangkan peluang terjadinya kecelakaan di tempat kerja. 2) Komitmen K3: Kebijakan K3 ini merupakan komitmen perusahaan menyangkut masalah kualitas keselamatan dan kesehatan dalam menjalankan proses dan aktivitas bisnis. Kebijakan ini memberikan kerangka kerja bagi operasi bisnis perusahaan yang harus dipahami oleh karyawan dan semua orang yang berkepentingan (kontraktor, subkontraktor, karyawan ). Contoh bentuk mengenai komitmen kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah: 1. memiliki kebijakan K3 yang mulai diimplemetasikan secara efektif dan terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan sejak berdirinya perusahaan. 2. Penerapan kebijakan K3 secara umum harus sesuai dengan Permenaker Nomor PER.05/ MEN/1996, yaitu menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja demi tercapainya tujuan kebijakan K3. 3. ada empat elemen yang menentukan keberhasilan dalam penerapan kebijakan K3 sebagai komitmen atas kebijakan K3 sebagai upaya perlindungan karywan adalah sumber daya, komunikasi dan kepedulian, pelatihan dan kompetensi , tugas dan wewenang. Penjabaran sebagai berikut: a) Sebagai komitmennya atas ketersediaan sumber daya, ialah menempatkan organisasi K3 yaitu P2K3 pada posisi yang dapat menentukan keputusan perusahaan dan sebagai ujung tombak pelaksanaan K3 di perusahaan, Ahli K3 yang bersertifikasi sebagai lead auditor dalam audit internal, regu balakar dan tim evakuasi yang berpartisipasi aktif menjalankan tugas sesuai dengan prosedur. Mesin dan sarana yang digunakan telah bersertifikasi untuk kelayakan penggunannya. b) Pada elemen komunikasi, ada 3 indikator yaitu penyampaian pesan/informasi K3, bertindak jika terjadi kondisi darurat, dan memastikan karyawan bekerja dengan benar dan aman, sedangkan untuk elemen kepedulian ada 2 indikator yaitu, peran pengawas dan peran rekan kerja. Pada indikator penyampaian pesan/informasi mengenai tujuan kebijakan dan beberapa istilah K3 mengharuskan lebih dari 50% karyawan harus paham hal ini. Dan juga peran pengawas, mengharuskan lebih dari 50% pengawas pernah menyampaikan informasi mengenai adanya kebijakan K3. Untuk Indikator bertindak jika terjadi kondisi bahaya dan memastikan karyawan bekerja dengan benar dan aman harus lebih dari 50% paham pada indikator bertindak jika terjadi kondisi darurat. c) Elemen pelatihan dan kompetensi mengantarkan karyawan kearah sumber daya manusia yang berkompeten dalam bidang K3. Perusahaan berkomitmen untuk menyediakan sumber daya yang berkompeten dalam rangka mencapai tujuan penerapan kebijakan K3. d) Komitmen atas tugas dan wewenang yaitu dengan menempatkan personel yang memepunyai tanggung jawab dan wewenang yang jelas dalam penanganan keselamatan dan kesehatan kerja. e) Dalam komitmen untuk melindungi karyawannya baik dari kecelakaan maupun penyakit akibat kerja dengan keberhasilan penerapan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja (K3), hal ini dapat dibuktikan dengan selalu diraihnya penghargaan zero accident pada perusahaan 3) UU no 1 tahun 1970 dan peraturan perundangan K3 terbaru : Ada beberapa perundangan yang mengatur tentang Keselamatan Kerja, seperti pada perundangan yang terbaru Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Undang-Undang terkenal sebagai aturan pokok K3. UU ini mengatur kewajiban perusahaan dan pekerja dalam melaksanakan keselamatan kerja. Pada perundangan ini memuat tujuan sebagai berikut : a) Melindungi dan menjamin keselamatan setiap tenaga kerja dan orang lain di tempat kerja. b) Menjamin setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien. c) Meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas Nasional.
Pada upaya yang dilakukan rumah sakit untuk menciptakan
keselamatan kerja sesuai perundangan yang berlaku pun dinilai masih rendah, hal ini dikarenakan kurangnya fasilitas yang disediakan rumah sakit untuk masyarakat setempat. Tidak adanya penunjang Kesehatan jasmani dan rohani. Tidak adanya panitia pembina keselamatan dan Kesehatan kerja (P3SK).
Berdasarkan Permenaker RI Nomor PER.04/MEN/1987 tentang
Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Tata Cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja, Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) adalah badan pembantu di tempat kerja yang merupakan wadah kerjasama antara pengusaha dan pekerja untuk mengembangkan kerjasama saling pengertian dan partisipasi efektif dalam penerapan keselamatan dan kesehatan kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto S. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
Aulia, D.R. 2012. Pengaruh Pengetahuan Terhadap Implementasi Alat Pelindungan Diri (APD) pada Pekerja Bagian Spinning P.T. Tyfontex Indonesia Sukoharjo. Surakarta : Universitas Sebelas Maret. Skripsi Aziz, I.R. 2014. Hubungan Tingkat Pengetahuan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) Terhadap Kedisiplinan Pemakaian Masker Pada Pekerja Bagian Winning Di PT. Iskandar Indah Printing Textile Surakarta. [Skripsi Ilmiah]. Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta Azwar. 2005. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta : Binapura Aksara Azwar. 2003. Sikap Manusia : Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta : PustakaPelajar
Ekonomi makro menjadi sederhana, berinvestasi dengan menafsirkan pasar keuangan: Cara membaca dan memahami pasar keuangan agar dapat berinvestasi secara sadar berkat data yang disediakan oleh ekonomi makro