Anda di halaman 1dari 7

6 November 2021

LAPORAN KASUS

Kejang Demam Sederhana: Laporan Kasus

(Simple Febrile Seizure: A Case Report)


Chandra Pardede
Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Khairun/ RSUD Dr. H. Chasan Boesoirie-Ternate

ABSTRAK
Latar Belakang: Kejang demam merupakan penyakit kejang yang paling sering dijumpai di bidang neurologi
khususnya anak. Kejang demam sederhana yaitu kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15
menit, dan umumnya akan berhenti sendiri, berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal, dan
tidak berulang dalam waktu 24 jam. Tujuan: Melaporkan satu kasus kejang demam sederhana yang
menitikberatkan pada masalah penegakan diagnosis. Kasus: Pasien seorang anak laki-laki berusia 3 tahun 10
bulan masuk rumah sakit dengan keluhan kejang sebanyak 5 kali dengan durasi tiap kejang kurang dari 1 menit.
Pasien juga mengalami demam. Demam dialami sejak 5 hari yang lalu terus-menerus, demam turun jika minum
obat penurun panas. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit sedang, GCS 15
Compos Mentis, status gizi baik, tanda-tanda vital pasien dalam batas normal, kecuali suhu badan yakni 38,7ºC.
Pemeriksaan Completed Blood Count menunjukkan hasil limfositosis, serta GDS pasien 78 mg/dL.
Penatalaksanaan: Pasien diberikan terapi oksigen untuk mencegah hipoksia pada otak, terapi cairan Asering,
antipiretik, antibiotik, serta antikonvulsan dengan mengikuti alur tatalaksana kejang demam pada anak.
Simpulan: Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang telah ditegakkan kasus
kejang demam sederhana pada pasien seorang anak laki-laki berusia 3 tahun 10 bulan.

Kata Kunci: Kejang demam sederhana

ABSTRACT

Backgrounds: Febrile seizures are the most common convulsive disease in the field of neurology, especially
children. Simple febrile seizures are short-lived febrile seizures, less than 15 minutes, and will generally stop on
their own, are generally tonic and/or clonic, without focal movement, and do not recur within 24 hours.
Objectives: To report a case of a simple febrile seizure that focuses on the problem of establishing a diagnosis.
Case: The patient, a boy aged 3 years and 10 months, was admitted to the hospital complaining of 5 seizures
with each seizure lasting less than 1 minute. The patient also has a fever. Fever has been experienced since 5
days ago continuously, fever goes down when taking fever-reducing medication. On physical examination, the
general condition of the patient appeared to be moderately ill, GCS 15 Compos Mentis, good nutritional status,
the patient's vital signs were within normal limits, except for body temperature, which was 38.7ºC. Completed
Blood Count examination showed lymphocytosis, and the patient's GDS was 78 mg/dL. Treatment: The patient
is given oxygen therapy to prevent hypoxia in the brain, Asering fluid therapy, antipyretics, antibiotics, and
anticonvulsants by following the treatment course for febrile seizures in children. Conclusion: Based on
anamnesis, physical examination, and supporting examinations, a simple febrile seizure case was established in
a male patient aged 3 years 10 months.

Keywords: Simple Febrile Seizure

Alamat Korespondensi: Chandra Pardede Email: chandra.pardede98@gmail.com


PENDAHULUAN pemeriksaan adalah 3 tahun 10 bulan. Pasien
beragama Islam dan bertempat tinggal di Tubo.
Kejang demam merupakan penyakit
Ayah pasien berinisial Tn. K. H, lahir pada
kejang yang paling sering dijumpai di bidang
tanggal 25 Maret 1973, bekerja sebagai PNS
neurologi khususnya anak. Kejang selalu
dengan pendidikan terakhir SMA. Sedangkan
merupakan peristiwa yang menakutkan bagi
ibu pasien berinisial Ny. L, lahir pada tanggal 9
orang tua, sehingga bagi dokter kita wajib
Maret 1973, bekerja sebagai Ibu rumah tangga.
mengatasi kejang demam dengan tepat dan
Alloanamnesa dengan ibu pasien
cepat. Kejang demam pada umumnya
dilakukan pada hari minggu tanggal 1 Oktober
dianggap tidak berbahaya dan sering tidak
2021 pukul 11.00 WIT di ruang Perawatan
menimbulkan gejala sisa; akan tetapi bila
Anak Kelas IA dengan didukung catatan medis.
kejang berlangsung lama sehingga
Pasien masuk rumah sakit dengan
menimbulkan hipoksia pada jaringan Susunan
keluhan kejang 5 kali di rumah, di IGD 1x.
Saraf Pusat (SSP), dapat menyebabkan
Orang tua mengatakan saat kejang pasien
adanya gejala sisa di kemudian hari.1
sadar, mata melekik ke atas, dan tangan kaku,
Frekuensi dan lamanya kejang
dengan durasi kurang dari 1 menit tiap kejang.
sangat penting untuk diagnosa serta tata
Setelah kejang pasien langsung menangis.
laksana kejang, ditanyakan kapan kejang
Pasien juga mengalami Demam sebelum
terjadi, apakah kejang itu baru pertama kali
masuk rumah sakit sejak hari selasa jam 5 pagi
terjadi atau sudah pernah sebelumnya, bila
terus-menerus, demam turun jika minum obat
sudah pernah berapa kali dan waktu anak
penurun panas, menggigil (-), sakit kepala (-),
berumur berapa. Sifat kejang perlu ditanyakan,
pusing (-), batuk (-) dan sesak (-), mual-muntah
apakah kejang bersifat klonik, tonik, umum atau
(-), sakit perut (-), nafsu makan kurang, minum
fokal. Ditanya pula lama serangan, kesadaran
kuat. BAB dan BAK dalam batas normal.
pada waktu kejang dan pasca kejang. Gejala
Riwayat Penyakit Dahulu disangkal.
lain yang menyertai diteliti, termasuk demam,
Riwayat Penyakit Keluarga disangkal. Selama
muntah, lumpuh, penurunan kesadaran atau
hamil, ibu rutin melakukan antenatal care, dan
kemunduran kepandaian. Pada neonatus perlu
tidak ada kelainan selama kehamilan. Pasien
diteliti riwayat kehamilan ibu serta kelahiran
dilahirkan dari ibu G1P0A0, hamil cukup bulan.
bayi.1
Bayi lahir secara normal pervaginam di Rumah
Kejang demam jarang terjadi pada
Sakit dan ditolong oleh dokter, langsung
epilepsi, dan kejang demam ini secara spontan
menangis dengan berat badan lahir 2900 gram.
sembuh tanpa terapi tertentu. Kejang demam
Imunisasi dasar pasien lengkap sesuai usia.
ini merupakan gangguan kejang yang paling
Riwayat alergi pasien disangkal. Pasien
lazim pada masa anak, dengan prognosa baik
memiliki riwayat mendapatkan ASI sampai usia
secara seragam.2 Jumlah penderita kejang
1 minggu sejak lahir.
demam diperkirakan mencapai 2 – 4% dari
Pemeriksaan fisik dilakukan setelah
jumlah penduduk di AS, Amerika Selatan, dan
alloanamnesa. Pada pemeriksaan fisik umum
Eropa Barat. Namun di Asia dilaporkan
didapatkan keadaan umum pasien tampak
penderitanya lebih tinggi. Sekitar 20% di antara
sakit sedang, kesadaran compos mentis
jumlah penderita mengalami kejang demam
dengan Pediatric Glasgow Coma Scale (GCS)
kompleks yang harus ditangani secara lebih
15. Tanda-tanda vital pasien didapatlan
teliti. Bila dilihat jenis kelamin penderita, kejang
tekanan darah 90/60 mmHg, SpO2 98% nadi
demam sedikit lebih banyak menyerang anak
121 x / menit, pernapasan 28x/ menit, suhu
laki-laki.3
38,70C. Status antropometri pasien BB 16 kg,
LAPORAN KASUS TB 105 cm, LLA, 16 cm, Lingkar kepala 48 cm,
Lingkar dada: 45 cm, Lingkar perut 46 cm,
Pasien berinisial An. A. H. berjenis Status Gizi berdasarkan grafik berat badan
kelamin laki-laki, lahir pada tanggal 1 menurut panjang badan anak laki-laki usia 2-5
Desember 2017. Usia pasien saat dilakukan

Alamat Korespondensi: Chandra Pardede Email: chandra.pardede98@gmail.com


tahun tahun (Z-Score), anak termasuk dalam 240.000/ μL, Limfosit 56,8% (5.280 μL),
status gizi baik. Monosit 6,8% (630/ μL), RDWCV 14,1%,
Pemeriksaan fisik khusus didapatkan RDWSD 34,7 fL, PCT 0,33%, MPV 9,8 fL,
Tidak pucat, Ikterik tidak ada Petechie (-), PDW 9,6%. Sementara, untuk pemeriksaan
sianosis (-), turgor kulit baik, edema tidak ada. gula darah sewaktu didapatkan hasil 78 mg/dL.
Berdasarkan acuan kurva lingkar kepala dari
Nellhaus, interpretasi penilaian lingkar kepala Diagnosa kerja pasien adalah kejang
pasien berada di atas -2 SD di mana termasuk demam sederhana dengan diagnosa banding
dalam kategori normochepale (-2 SD sampai kejang demam kompleks. Pasien tatalaksana
dengan + 2 SD). terapi Oksigen 3 liter/menit, terapi IVFD
Muka simetris, rambut hitam Asering 54 cc/jam, Injeksi paracetamol 160
terdistribusi merata. Ubun-ubun sudah mg/8 jam, injeksi Cefotaxim 800 mg/12 jam,
menutup sempurna Pada mata konjungtiva dan injeksi antikonvulsan sesuai alur
anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), edema, tatalaksana kejang demam yakni dimulai
palpebra (-/-), mata cekung (+), hidung dengan diazepam rektal 10 mg (dapat diulang
epistaksis (-/-), nafas cuping hidung (-/-), dua kali pemberian dengan interval waktu 5
telinga discharge (-/-), Pada mulut Gusi menit jika masih kejang), jika kejang tidak
berdarah (-), bibir kering (+), bibir pucat (-). berhenti dapat diberikan diazepam 8 mg/iv
Pada leher tidak ada pembesaran kelenjar dengan kecepatan 2 mg/menit habis dalam
limfe, kaku kuduk (-), tenggorokan sulit dinilai waktu 4 menit.
(pasien gelisah dan tidak kooperatif). Hasil follow up pasien per tanggal 2
Thorax Normochest Payudara Oktober 2021, didapatkan subjektivitas pasien
Normal, Pemeriksaan Cor tidak terlihat pulsasi dengan Demam (+), Kejang (-), Pusing (-),
ictus cordis, pulsasi ictus teraba di ICS IV-V Batuk dan sesak (-), Muntah (-), Nyeri perut (-),
linea midclavicularis sinistra, untuk perkusi BAB dan BAK dalambatas normal, nafsu
didapatkan redup, batas atas: ICS II linea makan membaik dan minum baik. Pada
parasternalis sinistra, batas pinggang: ICS III objektivitas didapatkan keadaan umum tampak
linea parasternal sinistra, batas kanan bawah: sakit sedang, tanda-tanda vital dalam batas
ICS V linea sternalis dextra, batas normal, kecuali suhu tubuh yakni 37,9ºC.
kiri bawah: ICS V 2 cm medial linea mid Pasien di-asesment dengan kejang demam
clavicula sinistra, bunyi jantung I-II murni sederhana. Pasien diberikan terapi IVFD
reguler, murmur (-). Pada pemeriksaan Pulmo, Asering 54 cc/jam, injeksi paracetamol 160
gerak napas simetris dinding dada, pada mg/8 jam, injeksi Cefotaxim 800 mg/12 jam.
palpasi massa (-), nyeri tekan (-), Pemeriksaan Hasil follow up pasien per tanggal 3
ketuk didapatkan Sonor (+/+), untuk auskultasi Oktober 2021, didapatkan subjektivitas pasien
didapatkan bunyi pernapasang vesikuler (+/+), dengan Demam (-), Kejang (-), Pusing (-),
rhonki (-/-), wheezing (-/-). Abdomen tampak Batuk dan sesak (-), Muntah (-), Nyeri perut (-),
supel, untuk auskultasi bising usus (+) kesan BAB dan BAK dalam batas normal, nafsu
normal, untuk perkusi didapatkan timpani makan membaik dan minum baik. Pada
(+) pada palpasi didapatkan tidak ada massa, objektivitas didapatkan keadaan umum tampak
hepar tidak teraba, lien tidak teraba. Pada sakit sedang, tanda-tanda vital dalam batas
pemeriksaan anggota gerak didapatkan CRT normal. Pasien masih di-asesment dengan
<2 detik, akral hangat, deformitas (-). Refleks kejang demam sederhana (pemulihan).
fisiologi dan patologis tidak dilakukan (anak Pemberian terapi terapi IVFD Asering 54
tidak kooperatif). cc/jam, injeksi paracetamol 160 mg/8 jam,
Untuk hasil CBC (Complete Blood injeksi Cefotaxim 800 mg/12 jam masih
Count) menunjukkan hasil leukositosis yakni dilanjutkan.
hasil Leukosit 9.290/ μL, Erirosit 5,71 x106/ μL, Hasil follow up pasien per tanggal 4
HB 13,3 g/dL, Hematokrit 39,9%, MCV 69,9 fL, Oktober 2021, didapatkan subjektivitas pasien
MCH 23,3 pg, MCHC 33,3 g/dL, Trombosit

Alamat Korespondensi: Chandra Pardede Email: chandra.pardede98@gmail.com


dengan Demam (-), Kejang (-), Pusing (-), kejang demam ditemukan paling banyak pada
Batuk dan sesak (-), Muntah (-), Nyeri perut (-), usia 6 bulan – 5 tahun. Pada kasus ini, pasien
BAB dan BAK dalam batas normal, nafsu berusia 3 tahun 10 bulan, maka hal ini sejalan
makan membaik dan minum baik. Pada dengan penelitian yang dilakukan oleh
objektivitas didapatkan keadaan umum tampak Kakalang, et al, menunjukkan bahwa kejang
sakit sedang, tanda-tanda vital dalam batas demam paling sering ditemukan pada usia 1
normal. Pasien masih di-asesment dengan tahun - < 5 tahun dan hal ini juga didukung
kejang demam sederhana (membaik). dengan penelitian yang dilakukan Fuadi, et al
Pemberian terapi cairan dihentikan (Aff infus), usia pertama kali kejang sebagian besar
pasien diperbolehkan pulang (bebas demam 48 adalah <5 tahun. Hal ini disebabkan karena
jam), serta berikan edukasi kepada keluarga imaturitas otak dan termoregulator. Pada
untuk rawat jalan. keadaan imaturitas otak tersebut, reseptor
untuk asam glutamat memiliki sifat eksitatorik
yang aktif, sebaliknya reseptor GABA memiliki
PEMBAHASAN sifat sebagai inhibitorik yang kurang aktif. Hal
ini mengakibatkan sifat eksitasi yang lebih
Kejang demam merupakan kejang
dominan dibandingkan dengan inhibisi.5,6
yang diawali dengan demam. Kejang demam
terbagi menjadi dua yaitu kejang demam Pasien berjenis kelamin laki-laki, pada
sederhana dan kompleks. Kejang demam dasarnya hal ini berkaitan dengan penelitian
sederhana terjadi saat onset berlangsung yang dilakukan oleh Kakalang et al., yang
kurang dari 15 menit, memiliki gejala umum menunjukkan bahwa anak laki-laki dengan
baik tonik atau dengan klonik dan tidak terjadi kejang demam lebih banyak yaitu sebesar
lebih dari sekali dalam 24 jam. Kejang 66% dibandingkan dengan perempuan yaitu
kompleks lebih tahan lama, memiliki gejala sebesar 34%. Penelitian dilakukan Mwipopo et
fokal, dan bisa kambuh dalam 24 jam. Pada al., juga memperlihatkan hasil bahwa angka
kasus ini berdasarkan perlangsungan kejang kejadian kejang demam lebih banyak
yang singkat, bentuk kejang umum (tonik dan/ ditemukan anak laki-laki daripada perempuan.7
atau klonik ), serta tidak berulang dalam waktu Pada saat pertama kali di lakukan
24 jam mendukung penegakan diagnosis pemeriksaan fisik didapatkan keadaan
kejang demam sederhana. Hal ini sejalan umumnya sakit sedang, kesadaran compos
dengan penelitian yang dilakukan oleh Nindela mentis atau dengan kesadaran penuh tanpa di
dkk, di mana didapatkan bahwa kejang umum sertai tanda-tanda penurunan kesadaran dan,
merupakan jenis kejang yang lebih banyak status gizi baik. Hal ini sejalan dengan
ditemukan pada pasien kejang demam (97,6%) penelitian yang dilakukan Jenyfer Kakalang
atau tonik-klonik. Secara teori, kejang umum dkk bahwa distribusi penderita kejang demam
lebih banyak terjadi dibandingkan dengan dengan status gizi normal yang paling banyak
kejang fokal. Hasil penelitian ini juga (67,3%), kemudian anak dengan status gizi
menunjukkan bahwa durasi kejang pada pasien overweight (15,3%), status gizi obesitas
kejang demam terbanyak kurang dari 15 menit (8,7%), status gizi kurang (7,3%) dan paling
yaitu sebesar 95,1%. Temuan ini sejalan rendah status gizi buruk (1,3%). Untuk status
dengan Biswas dan Aliabad bahwa sekitar 80% gizi belum didapatkan hasil penelitian
pasien kejang demam memiliki durasi kejang pembanding. Pada pemeriksaan suhu
kurang dari 15 menit. Bahkan, durasi kejang didapatkakn peningkatan suhu tubuh dan
pada pasien kejang demam sebagaian besar pemeriksaan fisik lainnya dalam batas normal,
mencapai waktu kurang dari 5 menit dengan sedangkan pada pemeriksaan laboratorium
waktu rata-ratanya yaitu 4,9 menit.4 didapatkan adanya peningkatan limfosit atau
Kejang demam merupakan salah satu limfositosis. Hal ini sejalan pula dengan
kelainan saraf yang paling sering dijumpai penelitian yang dilakukan Jenyfer Kakalang
pada bayi dan anak. Di Indonesia kasus dkk bahwa suhu badan >38ºC mempunyai

Alamat Korespondensi: Chandra Pardede Email: chandra.pardede98@gmail.com


angka sedikit lebih tinggi yaitu berjumlah 76 peningkatan demam oleh karena itu
anak (50,7%) dibandingkan dengan suhu pemberian obat– obatan antipiretik sangat
badan <38ºC yang berjumlah 74 anak diperlukan. Pada pasien ini diketahui BB 16
(49,3%).5 Penelitian ini sejalan dengan hasil kg, selanjutnya pasien di beri paracetamol
penelitian yang dilakukan oleh Gunawan et al injeksi dengan dosis 10-15 ml/kgBB oleh
yang melaporkan bahwa suhu badan dengan karena itu inj. Paracetamol pada pasien ini
kejang demam >38ºC sedikit lebih tinggi yaitu adalah 160 mg/8 jam/IV.
57 orang (70,4%) dibandingkan dengan suhu
Dosis diazepam per rektal yang
badan <38ºC yang berjumlah 8 orang (29,6%).
dapat digunakan adalah 10 mg untuk berat
Fuadi et al., mengemukakan bahwa demam
badan lebih dari 10-12 kg. Berat badan pada
merupakan faktor utama timbulnya bangkitan
pasien ini adalah 16 kg. Selanjutnya terapi
kejang demam. Adanya peningkatan suhu
diazepam iv dengan dosis 0,2-0,5 mg/kg/iv
tubuh berpengaruh terhadap kanal ion,
sebagai penanganan awal saat pasien tiba di
metabolisme seluler, produksi ATP serta
rumah sakit. Pada kasus ini, pasien diberi
mengakibatkan hipoksia jaringan termasuk
diazepam iv dengan dosis 8 mg/iv yang di
otak. Setiap suhu tubuh meningkat sebanyak
bolus secara perlahan. Selanjutnya pasien
1ºC akan terjadi peningkatan kebutuhan
dilaporkan dan dilakukan konsultasi dengan
glukosa dan oksigen.6
dokter konsulen maka pasien di instruksikan
Pada pemeriksaan laboratorium terapi lanjut dan diberi terapi Sibital 50 mg/ 1
didapatkan adanya peningkatan leukosit jam dalam Nacl 0.9 % 20 ml selama 1 jam.
normal, namun limfosit meningkat. Jika kejang tetap belum berhenti, maka
Berdasarkan hasil pemeriksaan ini maka diberikan phenytoin intravena dengan dosis
sejalan dengan penelitian Aliabad et al awal 10- 20 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1
didapatkan bahwa sebagain besar jumlah mg/ kgBB/menit atau kurang dari 50 mg/menit
leukosit pasien kejang demam adalah normal. atau fenobarbital intravena dengan dosis awal
Hanya ditemukan sebanyak 23.8% pasien 15-20 mg/kgBB/iv. Jika dengan phenytoin atau
dengan leukositosis dan 3.7% pasien dengan fenobarbital kejang belum berhenti, maka
leukopenia. Pemeriksaan jumlah leukosit pasien harus dirawat di ruang rawat intensif.
dikerjakan untuk mencari penyebab Jika kejang telah berhenti, pemberian obat
hipertermia seperti adanya infeksi pada anak.8 selanjutnya tergantung apakah kejang demam
sederhana atau kompleks dan faktor
Pada pasien di berikan terapi
risikonya.11
medikamentosa dan terapi suportif.
Pertolongan pertama yang dilakukan pada Terapi selanjutnya pada pasien ini
pasien ini adalah pemberian oksigenasi adalah pemberian injeksi cefotaxime 800 gr/ 8
sebagai tindakan awal dalam mengatasi jam/iv. Dosis cefotaxime pada usia 1 bulan - 12
kejang merupakan tindakan yang tepat, hal ini tahun adalah 50-100 mg/kgBB/hari dibagi
dikerenakan pada saat seorang anak sedang setiap 6-8 jam. Penggunaan antibiotik ini
dalam keadaan kejang maka suplai oksigen ke sebagai terapi untuk membuhuh
otak semakin berkurang. Pengobatan fase mikroorganisme penyebab demam. Cefotaxime
akut pada waktu kejang dengan memiringkan merupakan antibiotik sefalosoprin generasi
untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan ketiga dengan aktivitas yang lebih luas
dan diusahakan jalan nafas harus bebas agar terhadap bakteri gram negatif, selain itu
oksigenisasi terjamin.9,10 indikasi dari antibiotik cefotaxime ini adalah
diperuntukkan kepada beberapa infeksi seperti
Adapun terapi medikamentosa
infeksi pada saluran nafas, infeksi kulit, infeksi
yang diberi adalah pemberian antipiretik.
intra abdomen, infeksi tractus genitourinarius
Penyebab terjadinya kejang demam akibat
dan lain-lain.12
adanya demam, maka tujuan utama
pengobatan adalah mencegah terjadinya

Alamat Korespondensi: Chandra Pardede Email: chandra.pardede98@gmail.com


KESIMPULAN Kejang Demam di Bagian Ilmu Kesehatan
Anak RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
Kejang demam merupakan suatu Periode Januari 2014 – Juni 2016. Jurnal e-
kondisi yang patut diperhatikan, dan Clinic (eCl). 2018;4(2).
tatalaksana yang tepat dapat mengatasi 6. Fuadi et al., 2010. Faktor Risiko Bangkitan
kondisi kejang dan mengatasi kausanya. Kejang Demam pada Anak. Sari
Sebagian besar kejang demam tidak Pediatri,Vol.12, No.3: 142
menyebabkan epilepsi ataupun kematian. 7. Mwipopo E, Akhatar S, Fan P, Zhao D.
Kejang demam dapat berulang yang kadang Profile and Clinical Characterization of
menimbulkan ketakutan dan kecemasan pada Seizures in Hospitalized Children. Pan
keluarga. Diperlukan pemeriksaan sesuai African Medical Journal. 2016;24.
indikasi dan tatalaksana menyeluruh. Edukasi 8. Aliabad MG, Khajeh A, Fayyazi A, Safdari L.
orang tua penting karena merupakan pilar Clinical, Epidemiological and Laboratory
pertama penanganan kejang demam sebelum Characteristics of Patients with Febrile
dirujuk ke rumah sakit. Convulsion. Journal of Comprehensive
Pada pasien An. A.H. ini, Pediatrics. 2013;4(3):134-7.
berdasarkan perlangsungan kejang yang 9. Lumbantobing SM, 2007. Kejang Demam.
singkat, bentuk kejang umum (tonik dan/ atau Jakarta: FKUI. Hlm. 1-3
klonik ), serta tidak berulang dalam waktu 24 10. Chiappini E, Principi N, Longhi R.
jam mendukung penegakan diagnosis kejang Management of fever in children: summary
demam sederhana. of the Italian Pediatric Society guidelines.
Clin Ther 2009; 31: 1826-43.
11. Pusponegoro HD, Widodo DP IS. 2006..
KEPUSTAKAAN Konsensus Penatalaksanaan Kejang
Demam. Jakarta: UKK Neurologi PP IDAI.
1. Fida & Maya. (2012). Pengantar ilmu
12. Taketomo CK, Hodding JH, Kraus DM.
kesehatan anak. Jogjakarta: D-Medika.
Pediatric and Neonatal Dosage Handbook.
2. Nindela, R., Dewi, M. R., & Ansori, I. Z. Edisi ke 18. Hudson,OH : Lexi-Comp Inc,
(2014). Karakteristik penderita kejang 2011
demam di instalasi rawat inap bagian anak
rumah sakit Muhammad Hoesin Palembang.
Jurnal kedokteran kesehatan: Publikasi
Ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya, 1(1), 41-45. Diunduh tanggal 12
Mei 2019 dari http//ejournal.unsri.ac.id
3. Unit Kerja Koordinasi Neurologi, 2006.
Konsensus Penatalaksanaan Kejang
Demam. Jakarta : Ikatan Dokter Anak
Indonesia.
4. Biswas R, Munsi A, Rahman M, Begum N,
Das R. Clinical Profile of Febrile Convulsion
Among Admitted Children in A Tertiary Care
Hospital at Dhaka City. Northern
International Medical College Journal.
2015;7(1):101 and Etiological Profile of
Children Admitted with Febrile Seizures in A
Tertiary Care Hospital. Journal of the
Pakistan Medical Association.
2015;65(9):1008-1010.
5. Kakalang J, Masloman N, Manoppo J. Profil

Alamat Korespondensi: Chandra Pardede Email: chandra.pardede98@gmail.com


#Lampiran

1. Z-Score
2. Z-Sc

2. Kurva Nellhaus

Alamat Korespondensi: Chandra Pardede Email: chandra.pardede98@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai